bab ii tinjauan pustaka dan kerangka konseptual

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEPTUAL
A. Tinjauan Pustaka
1. Solidaritas Sosial, Masyarakat dan Komunitas
Solidaritas sosial atau kesetiakawanan sosial merupakan suatu konsep
yang menunjukkan hubungan antar manusia saja. Kesetiakawanan sosial
merupakan hubungan persahabatan dan berdasar atas kepentingan yang sama dari
semua anggota.
Pengertian solidaritas sosial menurut Paul Johnson (1980:181) bahwa
solidaritas menunjukkan pada suatu keadaan antar individu dan atau kelompok
yang didasarkan perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama, yang
diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas sosial menurut
Robbert M.Z Lawang (1985:262), yaitu dasar pengertian solidaritas sosial tetap
kita berpegang yakni kesatuan, persahabatan, saling percaya yang muncul dari
tanggung jawab dan kepentingan bersama diantara para anggota.
Lebih jelas tentang solidaritas di kemukakan oleh Emile Durkheim yang di
kutip oleh Robbert M.Z Lawang (1985:63) bahwa solidaritas sosial adalah
keadaan saling percaya antar anggota kelompok atau komunitas. Jika orang saling
percaya mereka akan menjadi satu atau menjadi sahabat, menjadi saling
menghormati, menjadi saling bertanggung jawab untuk saling membantu dalam
memenuhi kebutuhan antar sesama.
11
Kemudian Durkheim, membagi solidaritas menjadi dua yaitu solidaritas
organik dan solidaritas mekanik, yang dimaksud dengan solidaritas organik adalah
solidaritas yang didasarkan atas perbedaan-perbedaan, solidaritas ini muncul
akibat timbulnya pembagian kerja yang makin besar, solidaritas ini didasarkan
atas tingkat ketergantungan yang sangat tinggi. Sedangkan yang dimaksud dengan
solidaritas mekanik adalah bahwa solidaritas ini didasarkan pada tingkat
homogenitas yang tinggi dalam kepercayaan, sentiment dan sebagainya.
Sedangkan
Soerjono
Soekanto
(1987:68-69),
solidaritas sosial merupakan kohesi yang ada
menyatakan
bahwa
antara anggota suatu asosiasi,
kelompok, kelas sosial, kasta, dan antara berbagai individu dan kelompok,
maupun
kelas-kelas
membentuk
masyarakat,
dengan
bagian-bagiannya.
Solidaritas ini menghasilkan persamaan, saling ketergantungan, dan pengalaman
yang sama, dan merupakan suatu pengikat unit-unit kolektif seperti keluarga,
komunitas, dan kelompok lainnya.
Dalam
kamus
Sosiologi
Antropologi
(2001:201),
mendefinisikan
masyarakat sebagai sejumlah manusia dalam arti luasnya dan terikat suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Kemudian lebih lanjut menurut
Koentjtaraningrat (1990:142), masyarakat adalah sebuah istilah yang paling lazim
dipakai untuk menyebut kesatuan-kesatuan hidup manusia, baik itu dalam tulisan
ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari adalah masyarakat. Pada dasarnya kata
”masyarakat” berasal dari bahasa Inggris, yakni society yang berarti kawan.
12
Sedangkan dalam bahasa Arab, istilah masyarakat berasal dari akar kata syaraka
yang berarti ikut serta atau berpartisipasi.
Masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang saling bergaul atau
berinteraksi. Akan tetapi tidak semua kumpulan manusia atau kesatuan manusia
yang bergaul atau berinteraksi dapat dikatakan sebagai sebuah masyarakat. Sebab
masyarakat mempunyai suatu ikatan lain yang khusus. Kumpulan manusia dalam
menyaksikan suatu pertunjukan misalnya tidak dapat dikatakan masyarakat,
karena tidak mempunyai suatu ikatan lain kecuali hanya ikatan berupa perhatian
terhadap pertunjukan tersebut, meskipun sekali-kali mereka melakukan interaksi.
Ikatan yang membuat suatu kesatuan manusia itu dikatakan masyarakat ialah pola
tingkah laku yang khas mengenai semua faktor kehidupan dalam batas-batas
kesatuan itu. Demikian pola itu harus bersifat mantap dan kontinyu (pola khas itu
sudah menjadi kebiasaan dan menjadi adat istiadat dalam kehidupan masyarakat
yang berkesinambungan).
Dengan demikian adaptasi masyarakat diartikan sebagai suatu penyesuaian
diri terhadap lingkungan dan kondisi lingkungan masyarakatnya, yang dimana
manusia dalam proses interaksinya menghasilkan keseimbangan yang dinamis
antara
kebutuhan
penduduk
dan
potensi
lingkungannya
yang
dapat
mengembangkan cipta, rasa, dan karsanya sehingga terbentuklah suatu sistem
gagasan, tindakan dalam rangka kehidupan manusia atau masyarakat.
Pemakaian kata masyarakat sehari-hari biasanya juga meliputi community,
dalam bahasa Inggris atau pada masyarakat yang berbahasa Inggris sesungguhnya
13
antara society dan community itu ada perbedaan yang mendasar. Community
(masyarakat setempat) atau komunitas merupakan bagian kelompok dari
masyarakat (society) dalam lingkup yang lebih kecil, serta mereka terikat oleh
tempat (teritorial).
Menurut
Soerjono
Soekanto
(2005:149)
istilah
komunitas
dapat
diterjemahkan sebagai masyarakat setempat, istilah mana menunjuk pada wargawarga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa.
Apabila anggota-anggota suatu kelompok, baik kelompok itu besar atau
kecil hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa
kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama,
maka kelompok tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin
suatu hubungan sosial.
Adapun menurut Abdul Syani (2002: 30) bahwa masyarakat sebagai
komunitas dapat dilihat dari dua sudut pandang; pertama, memandang komunitas
sebagai unsur statis artinya komunitas terbentuk dalam suatu wadah atau tempat
dengan batas-batas tertentu maka menunjukkan bagian dari kesatuan-kesatuan
masyarakat sehingga dapat pula disebut sebagai masyarakat setempat. Misalnya
kampung, dusun, atau kota-kota kecil. Dari pengertian di atas maka masyarakat
setempat diartikan sebagai suatu wadah dan wilayah dari kehidupan sekelompok
orang yang ditandai oleh adanya hubungan sosial. Di samping itu dilengkapi pula
oleh adanya perasaan sosial, nilai-nilai dan norma-norma yang timbul atas akibat
dari adanya pergaulan hidup atau hidup bersama manusia. Sudut pandang yang
14
kedua yaitu komunitas dipandang sebagai unsur yang dinamis, artinya
menyangkut suatu proses (nya) yang terbentuk melalui faktor psikologis dan
hubungan antar manusia, maka di dalamnya terkandung unsur-unsur kepentingan,
keinginan, dan yang sifatnya fungsional.
Berdasarkan
kedua sudut pandang di atas, berarti apabila suatu
masyarakat tidak memenuhi syarat tersebut maka ia tidak dapat disebut sebagai
masyarakat dalam arti society. Masyarakat dalam pengertian society di dalamnya
terdapat interaksi sosial, perubahan sosial, serta hubungan-hubungan menjadi
pamrih dan ekonomis. Pengertian masyarakat (society) jelas berbeda dengan
pengertian masyarakat setempat (community), pengertian masyarakat sifatnya
lebih umum dan lebih luas, sedangkan pengertian masyarakat setempat lebih
terbatas dan juga dibatasi oleh areal kawasannya serta jumlah warganya. Namun
ditinjau dari aktivitas hubungannya lebih erat pada masyarakat setempat
dibandingkan pada masyarakat dan persatuannya juga lebih erat.
2. Nilai Sosial
Realitas sosial kehidupan bersama manusia memerlukan aturan hidup agar
tercapai keteraturan sosial. Aturan hidup tersebut tidak harus selalu diwujudkan
dalam bentuk nyata, tetapi terdapat dorongan dari dalam diri manusia melakukan
atau tidak melakukan suatu hal tertentu. Ada perasaan-perasaan tertentu jika orang
melakukan atau tidak melakukan hal tertentu. Meskipun terlihat abstrak, tetapi
dapat dirasakan manfaatnya, bahkan ada yang dapat dihayati secara mendalam
dengan intensitas yang tinggi.
15
Menurut Robert. M.Z Lawang, nilai sosial adalah gambaran mengenai apa
yang diinginkan, yang pantas, yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial
dari orang yang memiliki nilai itu. Para sosiolog memandang nilai-nilai sebagai
pengertian-pengertian (sesuatu di dalam kepala orang) tentang baik tidaknya
perbuatan-perbuatan. Dengan kata lain, nilai adalah hasil penilaian atau
pertimbangan moral. Nilai erat kaitannya dengan kebudayaan dan masyarakat.
Koentjaraningrat membahas sepintas lalu mengenai apa itu sistem nilai budaya.
Menurutnya, sistem nilai budaya adalah konsep-konsep yang hidup dalam pikiran
sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap
amat bernilai dalam hidup dan biasanya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi
kelakuan manusia, yang dijabarkan dalam bentuk konkret berupa aturan-aturan,
norma-norma, atau hukum yang mengatur perilaku tiap anggota dalam
masyarakat.
Menurut Notonegoro (Janu Murdiyatmoko 2004: 87) nilai dapat dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut :
1. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia.
2. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk
mengadakan aktivitas atau kegiatan.
3. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia.
Nilai sosial memiliki ciri-ciri, antara lain sebagai berikut : 1. merupakan
konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi antar anggota, 2.
memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha memenuhi kebutuhankebutuhan sosial, 3. membantu masyarakat agar dapat berfungsi dengan baik, 4.
16
menyusun sistem nilai yang seterusnya disebarkan di anggota masyarakat, 5.
dapat dipelajari atau bukan bawaan sejak lahir, 6. cenderung berkaitan dengan
yang lain melalui komunikasi untuk membentuk pola-pola dan sistem nilai dalam
masyarakat, 7. sistem nilai sosial bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan
yang lain, sesuai dengan penilaian oleh setiap kebudayaan terhadap pola
aktivitasnya, 8. setiap nilai sosial dapat memiliki efek yang berbeda terhadap
orang dalam masyarakat sebagai keseluruhan, 9. dapat mempengaruhi emosi, 10.
dapat mempengaruhi perkembangan pribadi dalam masyarakat, baik secara positif
maupun negatif.
Nilai sosial memiliki fungsi, antara lain :
1. Sebagai perangkat alat yang siap dipakai untuk menetapkan harga diri pribadi
dan kelompok.
2. Sebagai alat pengawas dengan daya tekan dan daya pengikat tertentu, nilai ini
mendorong, menuntun, dan terkadang menekan manusia untuk berbuat baik.
3. Sebagai alat solidaritas di kalangan anggota kelompok masyarakat.
4. Sebagai arah dalam berfikir dan bertingkah laku secara ideal dalam
masyarakat.
5. Menjadi tujuan akhir bagi manusia dalam memenuhi peranan-peranan
sosialnya.
3. Perubahan Sosial
Garna (1992) mengemukakan bahwa kehidupan manusia adalah proses
dari satu tahap ke tahap lainnya. Karena perubahan itu sebagai suatu proses dan
17
dapat menunjukkan perubahan sosial. Suatu atau sejumlah selalu berlaku pada
masyarakat manusia, setiap saat di mana pun mereka berada. Kadang-kadang
perubahan itu terjadi secara serentak atau tiba-tiba, kadang-kadang perubahan itu
terjadi secara lambat, sukar untuk diterima oleh anggota masyarakat, malah
anggota masyarakat itu tidak sadar dan tidak memperhatikan akan berlakunya
perubahan yang telah melanda kehidupan mereka.
Perubahan itu selalu berlaku pada semua aspek kehidupan manusia yang
hidup bermasyarakat, dan manusia adalah subjek dan sasaran dari perubahan, dan
dari mana pun asalnya. Proses perubahan mungkin berlangsung dalam berbagai
jenis baik itu lambat, sedang, ataupun cepat, atau secara evolusi dan revolusi.
Perubahan dapat menyangkut berbagai hal, perubahan fisik oleh proses
alami dan perubahan kehidupan manusia melalui dinamika sosial, atau terkait
dengan lingkungan hidup yang berupa fisik, alam ,dan sosial.
Dalam kehidupan makin lama makin bersifat global, perubahan itu jelaslah
akan di anggap suatu kebiasaan karena perkembangan teknologi, transportasi dan
komunikasi yang cepat, sehingga kehidupan di belahan Bumi yang lain juga akan
mengalami hal yang sama. Moore (Garna, 1992) menyebutkan bahwa perubahan
sosial merupakan suatu the normality of change, karena perubahan yang terjadi
adalah sesuatu yang biasa. Lebih lanjut oleh Moore mengatakan bahwa terjadinya
perubahan sosial dalam dunia modern, memang tidak dapat di sangkal lagi dan tak
dapat lagi di tolak.
18
Berikut ini adalah beberapa definisi perubahan sosial yang di kemukakan
oleh beberapa ahli (Abdul Syani, 1992 : 163-164).
1.
Gillin dan Gillin, mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial adalah
suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah di terima yang disebabkan baik
karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,
komposisi penduduk, ideologi, maupun karena adanya difusi ataupun adanya
penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut.
2.
Samuel Koening, mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial menunjuk
pada
modifikasi-modifikasi
yang
terjadi
pada
pola-pola
kehidupan
masyarakat.
3.
Roucek dan Warren, mengemukakan bahwa perubahan sosial adalah
perubahan dalam proses sosial atau dalam struktur masyarakat.
4.
Selo Soemardjan dan Soeleman Soemardi, berpendapat bahwa perubahan
sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di
dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya termasuk di
dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap dan pola-pola diantara kelompok-kelompok
dalam masyarakat.
5.
Kemudian Lauer (Rohman, 2003 : 104) mengatakan bahwa perubahan sosial
adalah perubahan dari segala segi fenomena sosial di berbagai tingkat
kehidupan manusia mulai dari tingkat individu sampai di tingkat dunia.
19
4. Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan gambaran tentang proses berhubungan yang
saling mempengaruhi dalam pikiran dan tindakan. Proses berhubungan yang
saling mempengaruhi tersebut akan jelas bila kita melihat interaksi sosial.
Pengertian interaksi sosial sendiri diartikan sebagai hubungan timbal balik antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antara kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain.
Menurut Gillin dan Gillin (soekanto, 2000) proses interaksi sosial terjadi
apabila ada dua syarat, yang pertama, kontak sosial (social contact), yang mana
diartikan sebagai hubungan sosial antara individu satu dengan individu yang lain
yang bersifat langgeng, seperti, sentuhan, percakapan, maupun tatap muka.
Adapun yang kedua yaitu, komunikasi (communication) adalah proses
penyampaian dari seseorang kepada orang lain, yang di lakukan secara langsung
maupun secara tidak langsung agar orang lain memberikan tanggapan atau respon.
Pengertian interaksi social menurut Alvin L. Bertrand (1980:27) bahwa
interaksi sosial adalah sikap timbal-balik atau interstimulasi dan respon antar
individu-individu dan kelompok-kelompok. Sedangkan menurut Alvin dan
Gouldner (dalam Bertrand 1980:28) bahwa interaksi sosial adalah aksi dan reaksi
antar orang-orang. Maka di dalam kelompok masyarakat dapat memperkuat
solidaritas mereka melalui interaksi sosial mereka.
Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas sosial,
menyangkut hubungan antara individu, antara individu dengan kelompok, maupun
20
antara kelompok dengan kelompok. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial
terjadi pada saat itu, mereka saling menegur, berjabat tangan, saling berbicara,
atau bahkan mungkin berkelahi. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi
apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya
komunikasi. Secara fisik, kontak baru terjadi apabila terjadi hubungan badaniah.
Sebagai gejala sosial, kontak itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, oleh
karena individu dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuh.
Perkembangan teknologi dewasa ini menyebabkan seorang dapat berhubungan
satu dengan lainnya melalui short message service (sms), telegraf, radio dan atau
surat menyurat, yang tidak memerlukan hubungan badaniah.
Perlu dipahami bahwa terjadinya kontak tidaklah semata-mata tergantung
dengan tindakan, akan tetapi juga tanggapan terhadap tindakan itu. Walaupun
mereka bertemu muka tidak saling berbicara atau tidak saling menukar tandatanda, interaksi sosial pun telah terjadi, oleh karena masing-masing sadar akan
adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan-perubahan dalam perasaan
maupun syaraf individu yang bersangkutan misalnya suara dan bau keringat.
Kesemuanya itu menimbulkan kesan di dalam pikiran seorang individu kemudian
menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya.
Arti penting dari komunikasi dalam konteks ini adalah bahwa seseorang
memberikan tafsiran pada perilaku orang lain, perasaan apa yang ingin
disampaikan akan mendapatkan reaksi terhadap perasaan itu. Seseorang gadis
misalnya, menerima seikat bunga, dia akan memegang dan mencium bunga itu,
21
dan apa yang akan menyebabkan dia mengirimkannya, Apakah bunga tersebut
dikirim untuk peringatan ulang tahun, ataukah sebagai tanda perpisahan. Suatu hal
yang pasti dalam hal ini bahwa si gadis tersebut memberikan reaksi dan
menafsirkan bunga itu. Dalam kontak dan komunikasi kemungkinan sekali terjadi
berbagai penafsiran terhadap tingkah laku orang lain, penafsiran bisa saja bersifat
positif dan juga bersifat negatif. Penafsiran positif melahirkan kerjasama,
persatuan, harmonisasi (integrasi), penafsiran negatif melahirkan pertentangan
(antagonis), disharmonisasi (konflik). Jika konflik terjadi maka keseimbangan
sosial terganggu.
Dalam lingkungan sosial yang baik, interaksi antara berbagai komponen
selalu berada dalam keseimbangan. Hal ini sangat bergantung pada dimensi
manusia, baik sebagai individu maupun sebagai mahluk sosial. Suatu lingkungan
sosial yang baik ditandai beberapa indikasi antara lain: (1) terjadinya proses sosial
yang stabil dan dinamis, hubungan yang saling menguntungkan dan saling
ketergantungan, (2) tumbuhnya partisipasi kolektif dari dalam masyarakat itu
sendiri, atas dasar saling pengertian terhadap perbedaan individual, (3) terjadinya
eliminasi persepsi masyarakat akan pengelompokan diri dalam konteks “in-group
dan out-group”, (4) tumbuhnya berbagai proses sosial yang dapat membangun
integrasi masyarakat (Soekanto, 1990).
Selanjutnya, dikemukakan bahwa suatu proses interaksi sosial didasarkan
oleh berbagi faktor antara lain: faktor imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati.
Faktor-faktor tersebut dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun
22
dalam keadaan bergabung. Apabila masing-masing ditinjau lebih mendalam,
maka faktor imitasi; mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
interaksi sosial. Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong
seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku. Sementara
itu faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi pandangan pihak lain.
Selanjutnya, identifikasi merupakan keinginan-keinginan dalam diri seseorang
untuk menjadi sama dengan pihak lain, sedangkan simpatik merupakan proses
dimana seseorang tertarik kepada pihak lain.
Dalam kerangka kontak sosial, indikator interaksi ini dapat dijadikan
sebagai suatu alat analisis untuk melihat bagaimana bentuk interaksi itu, apakah
mengarah kepada perasaan suka sehingga melahirkan perasaan sosial, suasana
harmonis (integrasi) dan atau mengarah kepada perasaan tidak suka sehingga
melahirkan pertentangan, disharmonisasi (konflik).
Dalam masyarakat terjadi kehidupan yang dinamis akan terjadi proses
sosial yang di dalamnya terdapat proses interaksi antara manusia satu dengan
yang lain. Di dalam masyarakat majemuk, interaksi merupakan faktor utama.
5. Integrasi Sosial
Integrasi sebagai salah satu proses kehidupan sosial merupakan alat yang
bertujuan untuk menjadikan suatu keadaan budaya yang homogen, dan apabila
homogenitas tercapai, maka kelangsungan kehidupan kelompok atau suatu
masyarakat akan terjamin.
23
Menurut Howard Wriggins (dalam Mahfud, 2000) dalam suatu studinya
mendefinisikan integrasi sosial sebagai penyatuan bagian-bagian yang berbedabeda dari suatu masyarakat dari suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau
menandakan masyarakat-masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu
bangsa, sedangkan integrasi bangsa adalah kemampuan pemerintah yang semakin
meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayahnya.
Selanjutnya Myron Weiner (dalam Mahfud 2000), mengatakan bahwa
dalam pendefinisian integrasi ada 5 tipe, yaitu sebagai berikut:
1) Integrasi mungkin menunjuk kepada proses penyatuan berbagai
kelompok budaya dan sosial ke dalam suatu kesatuan wilayah dari
pada pembentukan identitas nasional. Disini integrasi bangsa
menunjuk pada masalah pembangunan rasa kebangsaan dengan cara
menghapus kesetiaan pada ikatan yang lebih sempit.
2) Integrasi dapat menunjukkan pada masalah pembentukan wewenang
kekuasaan nasional pusat di atas unit-unit atau wilayah-wilayah politik
yang lebih kecil yang mungkin beranggotakan suatu kelompok budaya
atau sosial tertentu.
3) Integrasi dapat juga menunjukkan pada upaya menghubungkan
pemerintahan dengan yang diperintah, yakni untuk menjembatani gap
antara elit dan massa yang ditandai oleh perbedaan-perbedaan
mencolok dalam aspirasi dan nilai mereka.
24
4) Integrasi kadang-kadang juga digunakan untuk memelihara ketertiban
sosial. dan
5) Integrasi nasional dapat juga menunjuk pada pembicaraan mengenai
tingkah laku untuk berorganisasi dan mencapai beberapa tujuan
bersama.
Jadi integrasi sosial adalah suatu proses mempersatukan masyarakat yang
didasarkan pada tatanan hubungan antara anggota-anggota yang dianggap
harmonis.
Maurice (1981:), menyebutkan bahwa integrasi meliputi dua aspek yakni
aspek negatif dan aspek positif untuk menyatukan masyarakat yang diartikan
menghilangkan antagonis yang sebelumnya terjadi, menghentikan pergolakan
yang mengancam untuk meremukkannya. Struktur kemasyarakatannya secara
menyeluruh merupakan suatu kestabilan yang dinamis sebagai hasil dari
perjuangan anggota-anggota atau individu-individu dalam upaya mencari
tujuannya. Terjadinya demikian oleh karena suatu kelompok sosial yang
dikatakan terintegrasi tidak luput dari pengaruh adaptasi faktor-faktor sosial.
Faktor-faktor sosial yang mempengaruhi kehidupan kelompok, baik itu
akan berakibat negatif atau positif adalah : (a) tujuan atau harapan-harapan sosial
antara individu suatu kelompok, (b) interaksi sosial antara individu dalam suatu
kelompok, (c) sangsi-sangsi terhadap individu yang menyimpang, dan (d)
perbedaan-perbedaan paham. Bila dalam suatu kelompok masyarakat terjadi suatu
25
perselisihan paham, perbedaan tujuan, sangsi-sangsi tidak jelas. Interaksi tidak
membuahkan hasil, maka akan terjadi disintegrasi (Abdulsyani, 1987)
Polak (1979), menyimpulkan bahwa memang integrasi itu dapat nampak
dengan berbagai cara, sebagai contoh dalam adanya kooperasi diantara para
anggota kelompok, dalam adanya perselisihan paham dan persamaan perasaan
dalam hal yang dianggap penting, serta dalam adanya cita-cita yang sama dan
perjuangan bersama untuk mewujudkan cita-cita itu. Menurut pendapat di atas,
integrasi benar-benar sesuai dengan namanya, dimana didalamnya ditunjukkan
suatu yang seimbang dan stabil. Biasa disebut demikian, oleh karena integrasi
merupakan persatuan komponen-komponen positif, seperti persamaan cita-cita
adanya kerjasama, persesuaian paham, persamaan perasaan, dan sebagainya.
Sebaliknya biasa juga integrasi terjadi setelah didahului oleh berbagai
perbedaan ataupun pertentangan. Terjadinya integrasi karena adanya persesuaianpersesuaian melalui peraturan-peraturan tertentu, seperti hukum dan norma-norma
lainnya. Sedangkan untuk mengukur sejauh mana kekuatan integrasi itu dalam
menghimpun anggota-anggotanya dalam kelompok masyarakat adalah tergantung
pada tingkat (kadar) erat atau tidaknya kecenderungan (kesukaan) individu itu
untuk berhubung dengan anggota-anggota lainnya dalam suatu kelompok
(Abdulsyiani, 1987).
Menurut Ogbrun dan Nimkoff (dalam Susanto 1983) mengatakan bahwa
Integrasi sebagai proses melalui beberapa fase yaitu : fase akomodasi, fase
kooperasi (kerjasama), fase koordinasi, dan fase asimilasi.
26
Fase akomodasi merupakan langkah pertama menuju integrasi, fase
kerjasama terwujud sebab adanya kepentingan yang sama kerjasama terjadi
karena adanya tujuan objektif yang sama, apabila pekerjaan kelompok bersama
berlangsung cukup lama maka kemungkinan integrasi meningkat, kebiasaan
kerjasama lambat laun mencapai situasi dimana kelompok mengharapkan, dan
mempunyai kesediaan untuk bekerjasama, maka tercapailah fase koordinasi dan
seterusnya akan tercapai fase asimilasi. Fase asimilasi adalah proses mengakhiri
kebiasaan lama dan sekaligus mempelajari dan menerima kehidupan baru. Dalam
proses ini, individu atau kelompok yang melakukan pengintegrasian, mengalami
proses belajar, yaitu berupa peraturan-peraturan formal yang merupakan landasan
norma-norma masyarakat, sehingga tercapailah fase asimilasi dengan intensitas
integrasi normatif, selain itu akan tercapai pula kesamaan dalam selera, norma,
dan kepentingan-kepentingan.
Jelas bahwa proses asimilasi adalah proses dua arah, dimana disatu pihak
(ditinjau dari segi pandangan adalah proses penetrasi) dan dilain pihak (ditinjau
dari segi penerimaan adalah dipandang sebagai proses pengakuan). Jadi dapat pula
dikatakan bahwa integrasi adalah proses mengalami fase akomodasi, fase
koordinasi, dan fase asimilasi. Dan dasar dari pada persoalan integrasi menurut
Ogbrun dan Nimkoff (dalam Susanto, 1983) adalah konsensus yaitu agreement on
opinion or values.
Suatu integrasi merupakan suatu ikatan berdasarkan norma, yaitu karena
norma kelompok merupakan unsur yang mengatur perilaku dengan mengadakan
27
tuntunan bagaimana harus bertindak. Dengan demikian integrasi dapat berhasil
apabila: (a) anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil mengisi
kebutuhan satu sama lain, (b) apabila tercapai semacam konsensus mengenai
norma-norma dan nilai-nilai sosial, (c) apabila norma-norma cukup lama
konsisten dan tidak berubah-ubah (Susanto, 1983).
Anggota masyarakat merasa bahwa mereka tidak dirugikan dalam
kehidupan kelompoknya lebih besar dari pada kerugian yang mungkin akan
diperoleh dengan sendirinya anggota akan tetap tinggal dalam kelompok tersebut.
Apabila terdapat persesuaian paham tentang norma-norma, artinya tentang
apa dan bagaimana seharusnya orang bertindak, bagaimana orang bertujuan dalam
kehidupan sosial masyarakat dicapai, maka kehidupan dalam masyarakat akan
stabil dan orang akan senang tinggal di dalam kelompoknya.
Apabila norma-norma yang berlaku cukup konsisten dan karenanya
membentuk suatu struktur yang tetap dan jelas, maka orang juga akan senang
tinggal dalam kelompoknya dan stabilitas kelompok akan lebih terjamin dari pada
apabila norma-norma berubah-ubah. Tercapainya suatu sistem adalah penting agar
supaya orang dapat mengetahui apa yang diharapkan dari padanya dan karenanya
dapat mengarahkan tingkah lakunya ke arah realitas tuntunannya.
Adanya suatu sistem norma dalam kehidupan suatu masyarakat/kelompok
dengan sendirinya gaya sentripetal akan lebih besar dari pada gaya sentripugal
atau dengan perkataan lain gaya integrasi akan lebih besar dari pada disintegrasi.
28
Untuk menjaga kesatuan antara suku bangsa warganya, suatu negara baru
yang sedang berkembang perlu memasuki program untuk menumbuhkan toleransi
serta sikap saling mengakui dan menghormati antara suku bangsa, golongan
agama, golongan ras, dan kelas sosial, untuk dimasukkan dalam rencana
pembangunannya, terutama di daerah-daerah dimana golongan-golongan tadi
bertemu dan bersaing untuk memperebutkan kesempatan ekonomi, politik, dan
pendidikan yang terbatas. Daerah-daerah itu adalah daerah kota, daerah pusat
pembangunan industri, dan daerah-daerah transmigrasi (Koentjtaraningrat, 1993).
6. Teori-Teori Perubahan Sosial
Menurut Horton dan Hunt (1984) bahwa meskipun telah banyak tahu
tentang kondisi dan proses perubahan sosial, tetapi kita belum menemukan adanya
penjelasan yang memuaskan menyangkut pertanyaan, mengapa perubahan sosial
itu muncul. Jawabannya adalah karena manusia pada dasarnya memiliki sifat
bosan. Memang benar jika di katakana bahwa kebosanan manusialah yang
menyebabkan adanya perubahan sosial.
Perubahan sosial berlangsung terus-menerus dan tidak dapat di hentikan,
tidak ada satupun upaya bersejarah yang keberhasilannya dalam menahan
perubahan penghentian pengaruh asing, hanya tingkat kecepatan dan arahnya saja
yang berbeda-beda. Terdapat perbedaan penting antara perubahan sosial dan
kemajuan (progress). Istilah “Kemajuan” mengandung hasil penilaian (value
judgment). Kemajuan berarti perubahan ke arah yang dikehendaki, menurut
ukuran nilai. Kemajuan merupakan istilah yang bersifat evaluatif (mengandung
29
penelitian), maka para ahli ilmu sosial lebih senang menggunakan istilah:
perubahan: yang bersifat netral dan deskriptif (Horton dan Hunt, 1984;208).
1) Teori Evolusioner
Berpuluh pengarang dan ahli ilmu sosial, ahli Agama, dan bahkan
pengarang novel telah menggambarkan teori-teori besar tentang tahap yang
berawal dari tahap kelompok suku yang homogen dan sederhana ke tahap
masyarakat modern yang lebih kompleks. Marx (Horton dan Hunt, 1984 )
sebagai penganut teori evolusi, ia melihat serangkaian tahap perubahan yang
kompleks teknologinya semakin meningkat dari tahap masyarakat pemburu
primitif ke masyarakat industrialisasi modern. Setiap tahap memiliki metode
produksi yang cocok untuk tahap tersebut, dan unsur-unsur budaya lainnya
diselenggarakan dengan cara tersebut.
2) Teori Siklus
Para penganut teori siklus juga melihat adanya sejumlah tahap yang
harus dilalui oleh masyarakat, tetapi mereka berpendapat bahwa, proses
peralihan masyarakat bukannya berakhir pada tahap terakhir yang sempurna
melainkan berputar kembali ke tahap awal untuk peralihan.
Teori ini memandang bahwa masyarakat itu akan terus menerus
mengalami perubahan yaitu, perkembangan maupun kemunduran yang silih
berganti menuju pada pola melingkar. Penganutnya ada Pitirim A Sorokin,
Ibnu Kaldun, Arnold Toynbee, dan Oswald Spengler. Menurut Sorokin
(Rohman,2003). Sejarah perkembangan dan perubahan sosiostruktural
30
merupakan lingkaran yang bervariasi antara tiga super sistem (mentalitas
budaya) yang mencerminkan kultur yang homogen. Ketiga mentalitas itu
adalah sistem ideasonal, yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan
terhadap unsur kodrati. Sistem indrawi, diliputi bahwa dunia nyata yang di
serap panca indera adalah kenyataan dan nilai yang tertinggi. Dan sistem
campuran, yaitu realistis yang di anggap bisa dicerna oleh panca indera dan
sebagian lagi tidak dapat di serap oleh panca indera.
3) Teori Fungsional dan Teori Konflik
Para penganut teori fungsional (Horton dan Hunt, 1984; 211)
menerima perubahan sebagai suatu yang tidak memerlukan penjelasan.
Perubahan di anggap sebagai hal yang mengacaukan masyarakat. Proses
pengacauan ini berhenti pada saat perubahan tersebut telah diintergasikan ke
dalam kebudayaan. Perubahan ternyata bermanfaat (fungsional) di terima dan
perubahan lain yang terbukti tidak berguna (disfungsional) di tolak.
Lain halnya dengan teori konflik, yang meliputi perubahan evolusioner
dari Marx. Teori konflik menilai bahwa yang konstan adalah konflik sosial,
bukannya perubahan. Perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya
konflik, karena konflik terjadi secara terus-menerus, maka perubahan pun
demikian adanya. Perubahan menciptakan kelompok baru dan jenis sosial baru
dalam masyarakat.
Konflik antar individu dengan individu lainnya, antar individu dengan
kelompok, dan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya
melahirkan perubahan berikutnya.
31
7.
Faktor Penyebab Perubahan Sosial
Pada dasarnya perubahan sosial terjadi oleh karena anggota masyarakat
pada waktu tertentu merasa tidak puas lagi dengan keadaan kehidupannya yang
lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga sosial atau sarana penghidupan yang
lama dianggap tidak memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru.
Ada tiga faktor penyebab utama dalam perubahan sosial (Abdul syani
1992: 164-167):
1.
Timbul kebudayaan dan penemuan baru
Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial
yang penting. Kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi
penimbunan yaitu suatu kebudayaan semakin lama semakin beragam
bertambah secara okumulatif. Ogburn dan Nimkoff menyebutkan penemuan
baru sebagai sosial invention: Yaitu penciptaan pengelompokkan dari
individu-individu yang baru. Yang terpenting adalah akibatnya terhadap
lembaga-lembaga pemasyarakatan kemudian berpengaruh pada kehidupan
lainnya.
2.
Perubahan jumlah penduduk
Perubahan jumlah penduduk juga merupakan penyebab terjadinya
perubahan sosial, seperti pertambahan dan berkurangnya penduduk pada
suatu daerah tertentu. Kehidupan masyarakat pun akan berubah karena
percampuran berbagai macam pola perilaku sosial dan karena pencampuran
antara berbagai macam perilaku sosial dan kebudayaan. Sementara itu
32
perubahan
sosial
yang
disebabkan
oleh
berkurangnya
penduduk
mengakibatkan kekosongan pada daerah pemukiman yang lama
3.
Pertentangan (conflict)
Pertentangan antara anggota-anggota masyarakat dapat terjadi karena
perubahan masyarakat yang pesat, sebagaimana dijelaskan oleh Roucek dan
Warren. Masyarakat yang heterogen biasanya ditandai kurang dekatnya
hubungan antar orang satu dengan orang atau kelompok lainnya, individu
cenderung mencari jalannya sendiri-sendiri. Sementara itu kondisi sumber
penemuan kebutuhan semakin terbatas, sehingga persaingan tidak dapat
dihindari jika proses ini memuncak, maka pertentangan akan terjadi pada
masyarakat yang bersangkutan.
8. Proses Perubahan Sosial
Menurut Alvin L. Bertrand (Rohman, 2003:107-108), proses awal
perubahan sosial adalah adanya komunikasi. Melalui kontak komunikasi, unsurunsur kebudayaan dapat menyebar, baik berupa ide-ide, gagasan, keyakinan
maupun kebendaannya. Proses penyebaran unsur kebudayaan dari suatu
masyarakat ke masyarakat lainnya disebut proses difusi. Proses berlangsungnya
akan mendorong terjadinya akulturasi dan asimilasi.
1. Difusi
Ada perubahan yang membutuhkan waktu beberapa menit menyebar
ke masyarakat. Sedangkan ada perubahan lain yang membutuhkan waktu lama
untuk sampai pada sekelompok masyarakat. Proses penyebaran unsur-unsur
sosial dari individu ke individu lainnya dan atau dari masyarakat satu ke
33
masyarakat lainnya disebut difusi. Menurut Harsojo (Maryani, 1999: 138
dalam Fundariska,2009:16) difusi mengandung tiga proses yang berbedabeda yaitu : (1) Proses pengkajian unsur-unsur pada suatu masyarakat. (2)
Penerimaan unsur-unsur baru. (3) Proses Integrasi.
2. Inovasi
Inovasi adalah penemuan salah satu unsur sosial dan budaya oleh
individu atau kelompok yang ada dalam masyarakat. Selanjutnya penemuan
itu diakui, diterima dan diterapkan dalam kehidupan masyarakat sehingga
membawa pengaruh terhadap unsur kebudayaan lain.
Dalam inovasi terdapat dua tahap yaitu :
a. Tahap Penemuan (discovery)
Dapat berupa perubahan dasar yang betul-betul masih baru dalam proses
pengembangan dan penyempurnaannya.
b. Tahap penyebar Perluasan (Innovation) Yaitu tahap penerimaan dan
penerapan
3. Akulturasi
Akulturasi merupakan proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari
luar secara lambat dan tidak menghilangkan sifat khas kepribadian sendiri.
Syarat pertama terjadinya akulturasi adalah adanya kontak sosial dan
komunikasi antar dua kelompok masyarakat yang berbeda kebudayaannya.
Penyatuan ini menyebabkan masing-masing kebudayaan yang lemah hampir
menyerupai
kebudayaan
kuat,
tetapi
masing-masing
kebudayaan
mempertahankan ciri khasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kroeber
34
(Maryani,1999:139 dalam Fundariska, 2009: 17) bahwa akulturasi meliputi
berbagai perubahan dalam kebudayaan yang disebabkan oleh adanya pengaruh
dari kebudayaan lain, yang akhirnya menghasilkan persamaan pada
kebudayaan itu.
4. Asimilasi
Asimilasi adalah proses penerimaan unsur-unsur kebudayaan dari luar
yang bercampur dengan unsur-unsur kebudayaan lokal menjadi unsur
kebudayaan baru yang berbeda. Asimilasi menyangkut masalah pertemuan
dua kelompok kebudayaan atau lebih yang berbeda, tetapi semua kelompok
kebudayaan itu melebur menjadi suatu kebudayaan.
9. Bentuk-Bentuk Perubahan Sosial
Soekanto (2000) membedakan bentuk-bentuk perubahan sosial atas
beberapa bentuk yaitu, perubahan lambat dan perubahan cepat, perubahan kecil
dan perubahan besar, perubahan yang dikehendaki atau perubahan yang
direncanakan dan perubahan yang tidak dikehendaki atau perubahan yang tidak
direncanakan. Namun dapat ditambah lagi perubahan yang sifatnya progress dan
regress.
Komunitas merupakan kelompok dari orang-orang yang saling peduli satu
sama lain lebih dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi
relasi pribadi yang erat antar para anggota komunitas tersebut karena adanya
kesamaan interest atau values kekuatan pengikat suatu komunitas, namun melihat
realitas yang ada keberadaan suatu komunitas akan menjadi fokus perhatian
35
karena seperti yang kita ketahui bersama bahwa perubahan adalah sebuah
keniscayaan dalam sejarah perkembangan masyarakat,
Begitu pun adanya dengan keberadaan sebuah komunitas Tani, yang pasti
akan mengalami sebuah perubahan, baik perubahan secara evolusioner maupun
secara revolusioner, baik perubahan yang terencana maupun yang tidak
direncanakan. Dimana perubahan ini akan merubah kondisi masyarakat, baik dari
sistem pertaniannya maupun sosiokulturalnya.
Menjadi tolak ukur dari hasil perubahan ini adalah bagaimana faktorfaktor yang mendukung terjadinya perubahan ini, artinya kita akan melihat
bagaimana faktor pendukung maupun faktor penghambat terjadinya perubahan
ini.Pola-pola kekeluargaan pun yang ada dalam suatu komunitas merupakan
bentukan dari perubahan sosial.
B. Kerangka Konseptual
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan sosial, dengan adanya
perubahan di segala bidang, maka sudah pasti setiap lapisan masyarakat turut
merasakan akibat dari pembangunan ini, maka akibat adalah semakin besar
peluang masyarakat untuk mengalami perubahan sosial.
Pembangunan yang lebih kita kaitkan dengan proses modernisasi pada
dasarnya memang telah berjalan sejalan dengan perkembangan dari masyarakat
itu sendiri, dimana pembangunan ini akan mewarnai semua segi kehidupan tiap
anggota masyarakat, masyarakat tani sebagai salah satu instrumen dari keberadaan
manusia, merupakan salah satu contoh dari beberapa masyarakat yg terkena
pengaruh dari perubahan sosial ini.
36
Komunitas tani yang pada awalnya adalah sebuah contoh komunitas yang
memiliki tingkat solidaritas yang cukup tinggi, dimana setiap kegiatan dari
anggota komunitas akan dilaksanakan secara bersama-sama, dan contoh yang
paling kita kenal adalah sikap gotong royong dari semua lapisan masyarakat,
namun sejalan dengan waktu dimana proses modernisasi telah melebarkan
sayapnya hingga ke pelosok desa, dimana modernisasi ini telah mempengaruhi
hampir semua unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat.
Perubahan sosial selalu terjadi di dalam masyarakat, namun di dalam
proses perubahan ini selalu ada yang menjadi faktor pendukung dan faktor
penghambat dari perubahan nilai sosial, melihat fenomena perubahan nilai sosial
yang terjadi pada komunitas tani di Desa Salukanan, Kabupaten Enrekang, sudah
pasti banyak yang dapat kita
lihat apa yang menjadi faktor pendukung dan
penghambat dari proses pergeseran nilai sosial ini.
Proses pembangunan yang tidak disertai dengan kesiapan dari subjek dan
sasaran dari perubahan sosial ini mengakibatkan terganggunya hubungan sosial,
dan problem sosial ini menyangkut nilai-nilai sosial dan moral, problem-problem
sosial ini merupakan persoalan, oleh karena menyangkut aspek tata kelakuan
sosial, dalam prosesnya pergeseran ini ditentukan oleh faktor pendukung dan
faktor penghambat dari pergeseran nilai ini, dan diharapkan dari mempelajari
faktor pendukung dan faktor penghambat ini kita dapat menyelesaikan persoalan
sosial ini.
37
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada skema berikut:
Komunitas Tani
Perubahan Sosial
Faktor Pendukung
Faktor Penghambat
Perubahan
Perubahan
perubahan nilai sosial
Skema Kerangka Pikir
38
C. Definisi Operasional
Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih konkrit terhadap suatu
permasalahan, maka perlu dijelaskan dalam bentuk definisi operasional sehingga
konsep yang juga berhubungan dengan persoalan tersebut dapat dibatasi. Adapun
definisi operasionalnya sebagai berikut:
a) Perubahan nilai sosial adalah perubahan yang terjadi pada sistem tata laku
dalam suatu masyarakat.
b) Komunitas Tani adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu wilayah
dimana mereka berkecimpung dalam usaha pertanian dan merupakan mata
pencaharian yang utama.
Jadi yang dimaksud penulis dengan Perubahan nilai sosial komunitas tani
adalah suatu bentuk perubahan sosial dimana terjadi perubahan dari sistem tata
laku pada masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani.
39
Download