BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cemaran Bakteri pada Makanan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Cemaran Bakteri pada Makanan
Makanan dikatakan tercemar jika mengandungi sesuatu benda atau bahan
yang tidak seharusnya berada di dalamnya. Keracunan makanan merupakan
sejenis gastroenteritis yang disebabkan oleh makanan yang telah dicemari racun,
biasanya bakteri. Bergantung kepada jenis racun, kekejangan abdomen, demam,
muntah dan akan berlaku dalam tempoh 3 hingga 24 jam. Jika makanan telah
dicemari bakteri,bakteri akan menghasilkan racun yang dikenali sebagai toksin.
Toksin memberi kesan langsung pada lapikan usus dan menyebabkan peradangan.
Ada berbagai jenis bakteri yang menyebabkan keracunan makanan tetapi yang
biasa didapati ialah salmonella, shigella, staphylococcus dan E.coli yang
merupakan puncak utama keracunan makanan di kalangan bayi, terutamanya bayi
yang menyusui botol. Bagi keracunan makanan yang berpuncak daripada bahan
bukan bakteri,tanda penyakit juga timbul jika anak termakan bahan kimia, racun
serangga atau beberapa jenis tumbuh-tumbuhan (Imam dan Sukamto, 1999)
2.2 Ikan
Ikan adalah makhluk hidup/binatang bertulang belakang yang selama
hidupnya di dalam air, bernafas dengan insang,berdarah dingin,bersisik atau
tidak,dan bersirip berpasangan dan tunggal (Anonim,1998).
Ikan merupakan salah satu komoditi hasil perairan yang paling banyak
dimanfaatkan oleh manusia karena beberapa kelebihannya. Ikan merupakan salah
5
satu sumber protein hewani yang sangat potensial dan biasanya kandungan protein
sekitar 15-24% tergantung dari jenis ikannya. Protein ini mempunyai daya cerna
yang sangat tinggi yaitu sekitar 95% (Anonim, 1998).
2.2.1 Pengalengan ikan
Pengawetan pun dapat dilakukan dengan pengalengan, yaitu salah satu
cara penyimpanan dan pengawetan bahan pangan yang dikemas secara baik dalam
suatu wadah yang disebut can kaleng dan kemudian disterilkan, sehingga
diperoleh produk pangan yang tahan lama dan tidak mengalami kerusakan baik
fisik,kimia maupun biologis. Ikan segar merupakan salah satu komoditi yang
mudah mengalami kerusakan (high perishable food) .Kerusakan ini dapat
disebabkan oleh proses biokimiawi maupun oleh aktivitas mikrobiologi.
Kandungan air hasil perikanan pada umumnya tinggi mencapai 56,79% sehingga
sangat memungkinkan terjadinya reaksi-reaksi biokimiawi oleh enzim yang
berlangsung pada tubuh ikan segar. Sementara itu, kerusakan secara
mikrobiologis disebabkan karena aktivitas mikroorganisme terutama bakteri
(Winarno, 1980).
Kandungan protein yang cukup tinggi pada ikan menyebabkan ikan mudah
rusak bila tidak segera dilakukan pengolahan dan pengawetan bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut. Salah satu usaha untuk
meningkatkan daya simpan dan daya awet pada produk ikan adalah dengan
pengalengan ikan (Winarno, 1980).
Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan
yang dipak secara baik kedap terhadap udara,air,mikroba,dan benda asing lainnya
dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh
semua mikroba pathogen penyebab penyakit dan pembusuk. Pengalengan secara
hermatis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan
kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Namun, karena
dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial bukan sterilisasi
mutlak, mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain terutama yang
bersifat tahan terhadap panas yang dapat msserusak isi apabila kondisinya
memungkinkan. Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada
kondisi yang sesuai, segera setelah proses pengalengan selesai (Sitorus, 2010).
Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi
komersial (commericial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100
steril, tetap cukup bebas dari bakteri pembusuk dan pathogen(penyebab penyakit),
sehingga tahan untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang
masih layak untuk dikonsumsi. Keuntungan pengalengan secara umum proses
pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui beberapa
tahap. Tahap itu, meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian,
penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal precooking ,penirisan,
pengisian medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng,
pemasakan ( retorting), pendinginan, dan pemberian label (Sitorus, 2010).
Pada prinsipnya semua produk asal laut dapat dikalengkan seperti
teripang, cumi-cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan
sebagainya. Hanya saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan.
Beberapa jenis ikan yang biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru,
sardine, salmon, kembung, banyar, kenyar, bengkunis, corengan, tembang, laying,
bentong, dan juhi. Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan
pangan adalah : Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya.
Makanan yang ada di dalam wadah yang tertutup secara baik dapat di jaga
terhadap kontaminasi oleh mikroba,serangga, atau bahan asing lain yang mungkin
dapat menyebabkan kebusukkan atau penyimpangan penampakan dan cita
rasanya. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air
yang tidak diinginkan (Sitorus, 2010).
Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gasgas lain, bau-bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.
Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat
menjaga terhadap cahaya. Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan
pengalengan ikan, Clostridium botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri
tersebut dapat menghasilkan racun botulin dan membentuk spora yang tahan
panas. Pemanasan selama 4 menit pada suhu 1200C atau 10 menit pada suhu
1150C sudah cukup untuk membunuh semua strain C. botulinum(A-C). Karena
sifatnya yang tahan panas, jika proses pengalengan dilakukan secara tidak benar,
bakteri tersebut dapat aktif kembali selama penyimpanan dalam proses biasanya
dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia dikenal tiga macam
medium pengalengan, yaitu larutan garam brine, minyak atau minyak yang
ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan
medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada
produk akhir, sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu
proses mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi
terjadinya karat pada bagian dalam kaleng. Apabila menginginkan produk yang
siap olah, pilihlah yang bermedia saus tomat (Sitorus, 2010).
Makanan dalam kaleng sangat bervariasi tergantung pada jenis bahan
pangan, wadah, proses pengalengan yang di lakukan dengan baik, makanan dalam
kaleng umumnya awet sampai jangka waktu 2 tahun. Beberapa hal yang
menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah :
Ikan yang di gunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan
kesegarannya dijamin masih baik.
1. Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber
bakteri kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.
2. Pemanasan telah cukup untuk membunuh bakteri pembusuk dan penyebab
penyakit.
3. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu
mempunyai kisaran pH 5,6- 6,5. Adanya medium pengalengan dapat
meningkatkan derajat keasaman (menurunkan pH), sehingga produk dalam
kaleng menjadi awet. Pada tingkat keasaman yang tinggi (di bawah pH 4,6)
Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.
4. Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetik, yaitu rapat sempurna
sehingga tidak dapat dilalui oleh gas, bakteri, udara, uap air, dan kontaminan
lainnya. Dengan demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet.
Pemanasan tidak dapat membunuh semua bakteri, khususnya thermofilik
tahan terhadap panas. Bakteri tahan panas tersebut tidak akan tumbuh pada
kondisi penyimpanan yang normal. Apabila penyimpanan dilakukan pada ruang
yang bersuhu cukup tinggi atau terkena cahaya matahari langsung, bakteri tahan
panas tersebut akan aktif kembali dan merusak produk (Sitorus, 2010).
Penyimpanan produk harus dilakukan pada suhu yang cukup rendah,
seperti pada suhu kamar normal dengan kelembaban rendah. Akan menjadi lebih
baik lagi bila disimpan pada lemari pendingin. Kondisi penyimpanan sangat
berpengaruh terhadap mutu ikan dalam kaleng. Suhu yang terlalu tinggi dapat
meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang dikandung
oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia (Sitorus, 2010).
2.2.2
Ciri-ciri Rusaknya Ikan Kaleng
Adapun cirri-ciri rusaknya ikan kaleng adalah :
1. Proses pembuatan tidak benar
2. Kebocoran wadah karena penutupan kurang baik, atau karena bahan
baku dibiarkan terlalu lama kontak dengan udara pada waktu
persiapan.
3. Kebusukkan tidak selalu dapat dideteksi dari penampakan wadah,
sebab itu tak pasti terjadi perubahan bentuk.
4. Keadaan terlipatnya sambungan-sambungan kaleng
5. Kontaminasi bakteriologis air pencuci atau air pendingin
6. Peralatan pengalengan bekerja kyrang baik (Winarno, 1984)
Memakan produk yang telah menurun mutunya tidak saja merupakan
tindakan pemborosan dan sia-sia dari gizi, tetapi lebih fatal lagi adalah berbahaya
bagi kesehatan.
Cara Pembuatan Ikan Kaleng
Untuk membuat ikan kaleng yang perlu disiapkan adalah alat dan bahan
yang akan digunakan adalah :
1. Alat
Pisau, panci, blender, sendok, lap tangan, saringan dan kompor.
2. Bahan
200 gr fillet ikan tuna/kakap/salmon/sardine, potong sebesar ibu jari, 500
gr tomat merah, rebus hingga empuk, haluskan dengan blender, 2 sdm minyak
goreng, ½ sdt garam, 1 sdt gula pasir, 1 sdm tepung maizena, larutkan dengan
2 sdm air, 5 butir bawang merah, 3 siung bawang putih, 2 buah cabai merah,
bawang bombai.
3. Cara membuat ikan kaleng :
a. Panaskan minyak goreng, masukkan bumbu iris(bawang putih, bawang
merah, bawang bombai, cabai merah)
b. Masukkan ikan. Masak sebentar hingga ikan kaku. Masukkan tomat, garam
dan gula pasir. Masak sampai ikan empuk. Masukkan larutan maizena, aduk
hingga saus mengental (Sitorus, 2010).
2.3 Bakteri
Bakteri berasal dari kata bakterion (Yunan= batang kecil). Didalam
klasifikasi bakteri digolongkan dalam Divisio Schizomycetes. Bakteri dari kata
latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok raksasa dari organisme hidup.
Mereka sangatlah kecil dan kebanyakan uniseluler, dengan struktur sel yang
relative sederhana tanpta nucleus/inti sel, cytoskeleton, dan organel lain seperti
mitokondria dan klroplas (Dwidoseputro, 2005).
Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada tahun
1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri. Istilah bacterium
diperkenalkan dikemudian hari oleh Ehrenburg pada tahun 1828 (Pleczar dkk,
2008).
Bakteri yang Merusak Makanan
Kerusakan yang paling umum terjadi pada bahan makanan adalah
pembusukkan, dan ini dapat disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Adapun
bakteri penghasil racun adalah :
a. Salmonella
Salmonella merupakan salah satu genus dari Entrobacteriaceae,
berbentuk batang negative. Dan dapat tumbuh pada suhu antara 5-470C.
b. Staphylococcus
Bakteri ini koloni kokus yang membentuk untaian buah anggur. Bakteri ini
adalah Abortus.
c. Shigella
Merupakan suatu bakteri femilia Enterobacteriaceae, bersifat gram
negative bentuk batang. Dan shigella dapat tumbuh pada suhu 370C
d. Clostridium botulinum
Bakteri Clostridium botulinum menghasilkan racun yang mencegah
transmisi impuls saraf ke otot . Mual, muntah dan kram perut adalah gejala
umum yang ditimbulkannya. Efek dimulai pada syaraf di kepala sehingga
menyebabkan penglihatan kabur/ganda dan kesulitan menelan, kemudian
menyebar ke punggung sehingga menyebabkan kelumpuhan otot lengan, otot
pernapasan, dan mungkin juga otot kaki. Gejala ini biasanya muncul 4-36 jam
setelah menelan toksin, tetapi bisa memakan waktu hingga delapan hari.
e. Escherichia coli
E. coli adalah bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif, tidak
berkapsul dan tidak bergerak aktif. Eschericia coli umumnya diketahui
terdapat secara normal dalam alat pencernaan manusia dan hewan. Eschericia
coli yang menyebabkan penyakit pada manusia disebut Entero Phatogenik
Eschericia Coli (EPEC). Pangan yang sering terkontaminasi oleh bakteri ini
adalah susu, air minum, daging, keju, dan lain – lain (Nurwantoro, 1997).
Pengujian Bakteri
Analisis bakteri khususnya pada bahan makanan dapat di lakukan secara
kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif bakteri pada bahan pangan penting
dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan dan menghitung proses
pengawetan yang akan diterapkan pada bahan pangan tersebut(Waluyo dan Lud,
2008).
2.2.3.1 Uji Kualitatif
Dalam analisis kualitatif mikroorganisme diperlukan beberapa tahap untuk
dapat memperbanyak jumlah bakteri-bakteri tersebut sehingga mempermudah
untuk mendeteksi dan mengisolasinya. Tahap-tahap tersebut meliputi :
Tahap perbanyakan (Enrichment), yaitu memperbanyak bakteri yang akan
diuji, sedangkan bakteri lainnya dihambat pertumbuhannya. Jika diperlukan tahap
ini dapat diperlukan dalam 2 tahap yaitu preenrichment dan enrichment.
Tahap seleksi yaitu memisahkan pada medium selektif sehingga koloni
bakteri yang akan diuji mudah diisolasi.
1. Tahap isolasi yaitu memisahkan bakteri yang akan diuji dari mikroba lainnya.
2. Tahap identifikasi primer, yaitu membedakan bakteri yang diuji dari bakteribakteri lainnya yang sifat-sifatnya sangat berbeda.
3. Tahap identifikasi lengkap, yaitu membedakan bakteri yang diuji dari bakteribakteri yang lainnya yang sekelompok dengan sifat-sifat yang hampir sama,
seperti uji serologi dan uji biokimia. Uji serologi adalah membedakan bakteri
berdasarkan sifat-sifat antigeniknya. Bersamaan dengan uji serologi dapat
dilakukan uji biokimia untuk memperkuat identifikasi tersebut (Pleczar dkk,
2008 ).
Uji Kuantitatif Dengan Metode Tuang
Metode perhitungan kuantitatif adalah cara perhitungan jumlah sel. Dalam
perhitungan ini yang umum digunakan yaitu hitungan secara mikroskopik dan
cawan. Hitungan mikroskopik sering digunakan untuk menguji bahan makanan
yang mengandung bakteri dalam jumlah yang tinggi (Widodo.,2006).
Dari pengenceran yang dikehendaki, sebanyak 1 ml atau 0,1 ml larutan
tersebut. Dipipet kedalam cawan petri menggunakan pipet 1 ml atau 1,1 ml
sebaliknya waktu antara dimulainya pengenceran sampai menuangkan ke dalam
cawan petri tidak boleh lebih lama dari 30 menit. Kemudian kedalam cawan
tersebut dimasukkan agar cair yang telah diinginkan sampai 500C sebanyak kirakira 15 ml. selama penuangan medium, tutup cawan tidak boleh dubuka terlalu
lebar untuk menghindari kontaminasi dari luar. Segera setelah penuangan, cawan
petri digerakkan diatas meja secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel mikroba
secara merata, yaitu dengan gerakan melingkar atau gerakan seperti angka
delapan, setelah agar memadat, cawan-cawan tersebut dapat diingkubasikan di
dalam incubator dengan posisi terbalik. Inkubasi dilakukan pada suhu dan waktu
tertentu sesuai dengan jenis mikroba yang akan dihitung. Medium agar yang
digunakan juga disesuaikan dengan jenis mikroba yang akan ditumbuhkan.Selama
inkubasi, sel-sel yang masih hidup akan tumbuh dan membentuk koloni yang
dapat terlihat langsung oleh mata. Setelah akhir masa inkubasi, koloni yang
terbentu dihitung. Setiap koloni dapat dianggap berasal dari satu sel yang
membelah menjadi banyak sel, meskipun mungkin juga berasal dari lebih dari
satu yang letaknya berdekatan (Fardiaz, 1993 ).
Sebagai salah satu metode perhitungan, hitungan cawan ini memiliki
kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dari metode perhitungan cawan :
a. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
b. Beberapa jenis jasad renik dapat dihitung sekaligus
c. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari suatu jasad renik yang memiliki penampakan
pertumbuhan spesifik.
Selain keuntungan, perhitungan cawan memiliki kelemahan sebagai
berikut :
a. Hasil perhitungan tidak menunjukan jumlah sel mikroba yang
sebenarnya,karena beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk
satu koloni.
b. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda.
c. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhan kuloni dapat dihitung
d. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar (Waluyo Lud,
2008).
2.3.2
Standar Perhitungan
Laporan dari hasil menghitung dengan cara hitungan cawan menggunakan
suatu standar yang disebut Standar Plate Count (SPC) sebagai berikut:
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah
koloni antara 30-300, jika tidak ada yang memenuhi syarat dipilih
yang jumlahnya mendekati 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu
kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,
dapat dihitung sebagai satu koloni.
3. Suatu deretan rantai koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.
4. Perbandingan jumlah bakteri hasil pengenceran yang berturut-turut
antara
pengenceran
yang
lebih
besar
dengan
pengenceran
sebelumnya, jika sama atau lebih kecil dari 2 hasilnya dirata- rata.
Tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikroba dari hasil
pengenceran sebelumnya.
5. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petri
disk, koloni demikian dinamakan spreader.
6. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata.
Dalam SPC ditentukan cara pelaporan dan perhitungan koloni sebagai
berikut:
1. Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yakni angka
pertama (satuan) dan angka kedua (desimal). Jika angka ketiga sama
dengan atau lebih besar dari 5, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi
pada angka kedua, sebagai contoh, didapatkan 1,7 x 104 unit koloni/ml
atau 2,0 x 106
2. Jika pada semua pengenceran dihasilkan kurang dari 30 koloni per
cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu tinggi. Karena
itu, jumlah koloni pada pengenceran yang terendah yang dihitung.
Hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan besarnya
pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan di
dalam tanda kurung.
3. Jika pada semua pengenceran dihasilkan lebih dari 300 koloni pada
cawan petri, berarti pengenceran yang dilakukan terlalu rendah.
Karena itu, jumlah koloni pada pengenceran yang tertinggi yang
dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan
faktor pengenceran, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan
di dalam tanda kurung.
4. Jika jumlah cawan cawan dari dua tingkat pengenceran dihasilkan
koloni dengan jumlah antara 30 dan 300, dan perbandingan antara
hasil tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih kecil
atau sama dengan dua, dilaporkan rata-rata dari kedua nilai tersebut
dengan memperhitungkan faktor pengenceran. Jika perbandingan
antara hasil tertinggi dan terendah lebih besar daripada 2, yang
dilaporkan hanya hasil yang terkecil.
5. Jika digunakan dua cawan petri (duplo) per pengenceran data yang
diambil harus dari kedua cawan tersebut, tidak boleh salah satu. Oleh
karena itu, harus dipilih tingkat pengenceran yang menghasilkan kedua
cawan duplo dengan koloni antara 30 dan 300 (Waluyo Lud, 2008).
6. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan
7. Badan Standar Nasional Indonesia (2009) mengatakan bahwa
makanan yang diproduksi, diimpor dan diedarkan di seluruh
wilayah Indonesia harus memenuhi persyaratan keamanan, mutu
dan gizi pangan. Persyaratan keamanan makanan harus dipenuhi
untuk mencegah makanan dari
bahaya, baik karena cemaran
biologis, kimia dan benda asing yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Jenis cemaran
dan batas maksimum cemaran pada makanan sebagaimana
dimaksud tercantum dalam tabel 1.
Tabel 1 : Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam Pangan
No.
kat Kategori pangan
Jenis cemaran mikroba
Batas Maksimum
pangan
Makanan campuran (Komposit) makanan yang tidak dapat dikelompokan dalam
kategori 01-15.
16.0
Makanan dan minuman ALT (300C,72 Jam)
pasteurisasi
1 x 104 koloni/g
dalam
APM Koliform
< 3 g atau/ml
kemasan (selain kategori
01-15)
Mikroba patogen (sesuai Negatif/25 g atau
dengan
bahan
baku negatif/25 ml
utama)
(Sumber : Badan Standar nasional Indonesia (2009))
Download