PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (PTT) KEDELAI

advertisement
AMELIORASI DAN PEMUPUKAN UNTUK MENINGKATKAN
PRODUKTIVITAS KEDELAI DI LAHAN GAMBUT
Khairil Anwar
Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra)
Jl. Kebun Karet Loktabat, PO Box 31, Banjarbaru
Email: [email protected]
ABSTRAK
Kedelai merupakan bahan dasar pada pabrik dalam pembuatan aneka makanan seperti
soygurt, soyheese, miso, natto, yuba, dan lain-lain. Saat ini Indonesia masih melakukan
impor kedelai, disisi lain lahan gambut cukup luas dan dapat dijadikan sebagai lahan
pengembangan kedelai. Lahan gambut pasang surut yang mempunyai tipe luapan C dan D,
dapat dimanfaatkan untuk tanaman kedelai, umumnya bersifat masam dan kahat hara,
karena itu untuk mendukung pertumbuhan tanaman yang normal diperlukan pemberian
bahan amelioran dan pupuk berdasarkan hasil-hasil penelitian di lahan gambut. Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk pertumbuhan kedelai yang normal diberikan
kapur setara 1 t CaO/ha, baik dalam bentuk kalsit, dolomit atau CaO, dapat diberikan
dengan cara sebar atau larik. Untuk tanah-tanah yang belum pernah ditanami kedelai, perlu
diberi perlakuan rhizobium pada benih yang akan ditanam, pemupukan N diberikan dengan
dosis 11,25-22,5 kg N/ha, sedangkan tanpa rhizobium diberikan dengan takaran 37,5 kg
N/ha. Pupuk P diberikan 22,5-45 kg/ha P2O5 dengan cara disebar pada saat tanam pertama,
dapat diberikan dalam bentuk SP26, SP36 atau fosfat alam. Pemberian pupuk mikroba
biofosfat mampu mengurangi kebutuhan pupuk senilai 45 kg P2O5/ha. Pupuk K diberikan
sebesar 30 kg K2O /ha dengan cara sebar/tugal atau 60 kg K2O/ha bila diberikan dengan
cara larik.
Kata kunci : Ameliorasi dan pemupukan, kedelai, lahan gambut
Pendahuluan
Kedelai merupakan bahan dasar yang diperlukan industri/pabrik dalam pembuatan
aneka makanan/minuman seperti soygurt, soyheese, miso, natto, yuba, burger kedelai, kopi
kedelai, tempe, tahu, tauco, tauge, susu dan minyak kedelai. Semua aneka makanan yang
berbahan dasar kedelai akan terus berkembang dengan semakin berkembangnya teknologi
olah hasil kedelai, dimana kedelai merupakan sumber protien nabati yang relatif aman bagi
tubuh manusia.
Impor kedelai dari tahun ke tahun terus meningkat, pada tahun 2001 tercatat sebesar
2.720.986 ton, tahun 2006 sebesar 3.263.168 ton, dan tahun 2011 sebesar 5.046.893 ton
(Simatupang, 2013), oleh karena itu perlu langkah-langkah peningkatan produksi kedelai,
salah satunya melalui peningkatan produktivitas pada lahan gambut yang cukup luas
tersebar di Indoensia.
Lahan gambut di Indonesia terdapat sangat luas yang dataran pantai timur Sumatera,
dataran pantai sampai tengah Kalimantan, dataran pantai Selatan Irian Jaya dan spot
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 353
sporadis di Maluku dan Sulawesi. Dari hasil pemetaan Pusat Penelitian Tanah dan
Agroklimat, luas lahan gambut sebesar 15,49 juta hektar yang terdiri dari 10,50 juta di
rawa pasang surut dan 4,99 juta di rawa lebak (non pasang surut) (Widjaja Adhi et al.
1992.), sebagian besar berada di lahan rawa pasang surut, dan sisanya di lahan rawa lebak.
Gambut di lahan rawa pasang surut umumnya berada jauh (beberapa km) dari aliran sungai
utama (besar), sehingga umumnya mempunyai tipe luapan C dan D, yaitu tidak terluapi air
pasang, air bersumber dari curah hujan. Kondisi air ini mendukung untuk dimanfaatkan
untuk tanaman kedelai yang selama masa pertumbuhan tidak menghendaki adanya
genangan.
Gambut rawa di Indonesia umumnya merupakan gambut ombrogen dan berasal dari
pepohonan yang tumbuh diatas lahan miskin, akibatnya gambut yang terbentuk tersebut
merupakan gambut dengan sifat-sifat khas, yaitu: sangat masam, kejenuhan basa rendah,
KTK tinggi, kadar abu bervariasi, P-tersedia rendah, C dan N tinggi, dan unsur mikro Cu,
Fe, Mn dan Zn umumnya rendah. Umumnya tingkat kesuburan tanah gambut dipengaruhi
oleh tingkat dekomposisi, ketebalan, bahan penyusun dan lingkungan pembentukannya.
Kemasaman yang tinggi dan kandungan hara yang rendah membutuhkan pemberian
bahan amelioran dan pupuk sesuai kebutuhan tanaman dan karakteristik lahan tersebut, oleh
karena itu ameliorasi dan pemberian pupuk pada pertanaman kedelai di lahan gambut
haruslah berdasarkan hasil hasil penelitian di lahan tersebut.
Hasil-hasil penelitian ameliorasi dan pemupukan kedelai di lahan gambut cukup
banyak, oleh karena itu perlu dirangkum secara menyeluruh agar diketahui cara ameliorasi
dan pemupukan kedelai di lahan gambut. Makalah ini menghimpun dan membahas hasil
penelitian tersebut.
Teknologi Amelioran dan Pemupukan
Pemberian Kapur
Tanah gambut umumnya sangat masam, pH berkisar antara 3-5. Kemasaman terjadi
akibat tingginya asam-asam organik. Pada pH 4-5,0 umumnya dominan pengaruh dari
asam organik, sedangkan pH < 4,0 dapat terjadi karena danya sumbangan H + dari oksidasi
pirit atau bahan gambutnya sangat miskin (subtratum pasir kuarsa). pH gambut pantai >
pedalaman, dan pH sisi dome (4,3) > dome (3,3). pH umumnya menurun dengan kedalaman
(Andries, 1992). Hasil kompilasi data yang dilakukan oleh Anwar (2011) juga mendapatkan
hasil yang sama (Tabel 1).
Sumber kemasaman pada tanah gambut adalah asam-asam organik hasil dari
dekomposisi bahan gambut sehingga gambut di lahan rawa umumnya termasuk kriteria
sangat masam, walaupun demikian asam-asam organik merupakan asam lemah, sehingga
kapur yang diberikan diutamakan sebagai sumber hara, tidak untuk menaikan pH tanah.
Untuk menaikan pH tanah dibutuhkan kapur dalam jumlah besar karena lahan gambut kaya
akan gugus-gugus fungsional sehingga mempunyai kapasitas penyangga yang sangat besar,
kapur yang diberikan disangga oleh gugus gugus tersebut sehingga tidak banyak membawa
perubahan pH tanah, karena itu pemberian kapur hanya sebagai sumber hara Ca/Mg dan
memperbaiki kelarutan beberapa hara dalam larutan tanah.
Khairil Anwar : Ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai | 354
Tabel 1. Beberapa Sifat Kimia Tanah Gambut di Berbagai Lokasi di Indonesia
No
Lokasi
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
PLG, Ombrogen,0,5-1m
1-2 m
2-3 m
>3m
PLG, Topogen, < 1m
Merauke, Ir-Ja
Bungku,
SulTeng
Kt Bangun, KalTim
Sebangau, KalTeng
Br bengkel, KalTeng
Maliku, KalTeng
Jelapat,
Kal-Sel
Barambai, Kal-Sel
Tamban Luar, Kalsel
Ketapang, Kal-Bar
Dendang,
Jambi
Kubang Ujo, Jambi
Dlt Upang, Sum-Sel
Seluma, Bengkulu
Tambilahan, Riau
Sungai Rokan, Riau
Pulau Rupat, Riau
Bunut, Kampar,Riau
Sungai Siak, Riau
Sungai Enok, Riau
Silaut,
Sum-Bar
Meulaboh,
Aceh
Kematangan
pH
H2O
Saprik
Saprik
hemik
hemik
saprik
hemik
hemik
hemik
hemik
hemik
fibrik
hemik
saprik
hemik
saprik
3,7
3,5
3,2
3,6
3,8
3,9
3,8
4,6
3,8
3,4
3,7
3,8
3,7
3,5
3,5
4,0
4,4
4,9
4,5
3,9
3,8
4,4
3,7
3,6
4,2
4,5
4,7
C-org.
N-total
%
%
34-55
0,73
1,64
40
57
41
57
57
46
35
9,9?
12,3
51
48
32
23
33
52
55
56
55
51
25
39
2,3
1,4
1,5
0,7
1,9
1,0
1,5
1,6
1,1
1,5
1,6
1,4
0,7
2,1
1,4
2,1
1,0
1,8
1,9
1,6
0,9
1,4
P2O5
mg/
100g
189
70
134
77
64
43
6
52
23
75
60
30
70
120
23
89
KB
%
2
1
2
2-3
2-7
11
6,1
17,2
12
12
15
13
14,6
12
4
80
11
13
5
5
6
8
6
14
8
4
KTK
me/
100g
103
127
162
96
85
99
275
133
124
171
93
84
71
77
104
32
70
46
65
115
161
120
134
125
106
282
Data diambil dari lapisan atas pada satu sampel profil; diambil dari berbagai sumber.
Tiap lokasi, dapat bervariasi nilainya.
Hasil penelitian pemberian kapur di lahan gambut menunjukkan bahwa kapur cukup
diberikan 1 t/ha setara CaO, baik dalam bentuk kapur dolomit, kalsit atau kapur oksida saat
pengolahan tanah (Tabel 2).
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 355
Tabel 2. Pengaruh sumber dan takaran kapur terhadap biji kering (t/ha) tanaman kedelai di
lahan gambut, UPT Maliku, kab. Kapuas, Kalimantan Tengah.
Hasil Biji Kering (kg/ha) pada Takaran Kapur (t CaO/ha)
Sumber Kapur
0
0,5
1,0
1,5
2,0
Kalsit
(CaCO3)
Dolomit
(Ca.Mg)(CO3)2
1391
(a)
1391
(a)
1400
(a)
1680
(bc)
1800
(b)
1520
(abc)
1694
(b)
1520
(a)
Kapur Oksida
(CaO)
1391
(a)
1626
(ab)
1794
(b)
1720
(c)
1866
(bc)
2134
(c)
2134
(c)
Angka sebaris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Sumber: Anwar dan Alwi (2001).
Pemberian Pupuk Nitrogen
Kandungan N umumnya termasuk tinggi (> 0,51 %), namun N-tersedia rendah,
karena N yang ada umumnya dalam bentuk organik. Tingginya N ini karena kedua unsur ini
merupakan penyusun utama tanaman. Kadarnya dipengaruhi oleh asal botani dan tingkat
dekomposisi. Hasil analisis N total selalu berada dalam kriteria tinggi, namun N tersedia
sangat rendah (Tabel 1). Kondisi porositas gambut mempermudah hara N tercuci oleh
gerakan air. Disatu sisi kandungan protien kedelai termasuk tinggi, berkisar 35-45 persen.
Hal ini berarti kebutuhan hara nitrogen juga tinggi.
Inokulasi rhizobium bertujuan untuk meningkatkan penambatan N dari udara
sehingga mengurangi penggunaan pupuk N anorganik yang diberikan melalui pupuk. Cara
ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan pupuk N tanpa mengurangi hasil. Pada lahan
yang sudah sering ditanami kedelai, inokulasi rizobium tidak lagi diperlukan lagi, karena
rizoboum dapat bertahan dalam tanah selama 6 musim berturut turut tanpa tanaman kedelai,
dengan populasi rizobia tetap efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adalah 33,75 kg
N/ha, dan apabila biji diinokulasi bakteri rhizobium hanya diperlukan 11,25 kg N/ha. Pada
lahan gambut, jumlah biji per polong berkorelasi positif dengan hasil kedelai (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh pemberian rhizobium dan pupuk N terhadap hasil biji kering kedelai
di lahan gambut, UPT Maliku, kab. Kapuas, MH 1999/2000.
Sumber Inokulan
Tanpa inokulan
Hasil Biji Kering (kg/ha) pada Takaran Pupuk N (kg/ha)
0
11.25
22.50
37.50
45
1142
1270
1377
1651
1733
(a)
(ab)
(ab)
(c)
(c)
Rhizogen
1258
(a)
1852
(b)
1900
(b)
1817
(b)
1741
(b)
Rhizoplus
1125
(a)
1283
(a)
1537
(b)
1710
(c)
1683
(bc)
Angka sejalur yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Sumber: Anwar dan Lestari (2001).
Khairil Anwar : Ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai | 356
Pemberian Pupuk Fosfat
Kedelai banyak ditanam pada lahan gambut, terutama gambut dangkal rawa pasang
surut (ketebalan 50-100 cm) dengan tipe luapan C dan gambut rawa lebak. Secara alamiah,
menurut Abdurachman et al. (1998) dan hasil survei Agus et al. (1997), lahan gambut
miskin hara dengan pH rendah. Untuk mengatasinya disarankan agar diberikan kapur dan
pupuk lengkap, yang salah satunya berupa pupuk fosfat. Hal ini juga diungkapkan oleh
Andries (1992) bahwa pada tanah gambut, P-tersedia umumnya rendah, hal ini karena P
berada dalam bentuk P-organik yang tidak tersedia bagi tanaman. Tingginya porositas tinggi
mengakibatkan P-tersedia hasil dekomposisi mudah tercuci. Umumnya menurun dengan
kedalaman dan ketebalan gambut. Hal ini didukung hasil kompilasi data analisis gambut di
berbagai lokasi (Tabel 1). Hasil analisis Anwar K (1995) dan Widjaja Adhi et al (1999)
dalam Anwar (2009) menunjukan kandungan P-total (P terekstrak HCl 25%) pada lahan
gambut di Kalimantan Selatan dan Tengah berkisar 59 sd 108 mg P2O5/100g, sedangkan
lahan gambut di Sumatera berkisar 21 sd 67 mg P2O5/100g, dengan kandungan P-Bray1
berkisar 8 sd 15 ppm P.
Hasil penelitian di tanah gambut menunjukkan bahwa pemberian pupuk P dengan
takaran 22,5-45 kg/ha P2O5 mampu meningkatkan hasil kedelai. Cara disebar lebih baik
daripada dilarik atau ditugal (Tabel 4). Hal ini berkaitan dengan sifat immobil hara P
didalam tanah, sehingga efektifitasnya ditentukan oleh persen kontak permukaan bulu akar
dengan permukaan pupuk P.
Tabel 4. Pengaruh takaran dan sumber pupuk fosfat terhadap hasil kedelai di lahan gambut
dangkal, desa Gandang, Kalimantan Tengah.
Takaran Pupuk P
kg/ha P2O5
0
22,5
45
67,5
90
Hasil Biji Kering (t/ha) dengan Cara Aplikasi
Larik
Sebar
Tugal
1,53 a
1,49 a
1,28 a
1,71 a
2,25 b
1,82 b
2,22 b
2,28 b
1,93 bc
2,08 b
2,38 b
2,09 c
2,08 b
2,38 b
2,06 bc
Angka sekolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Sumber : Kesumasari et al. (2001).
Diantara tiga sumber pupuk P yang dicoba ternyata pemberian fosfat alam kualitas
rendah maupun SP-26 sama baiknya dengan pemberian dalam bentuk SP36 (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh takaran dan sumber pupuk fosfat terhadap hasil kedelai di lahan gambut
dangkal, desa Gandang, Kalimantan Tengah.
Takaran Pupuk P
kg/ha P2O5
0
22,5
45
67,5
90
Hasil Biji Kering (t/ha) pada Sumber Pupuk P
SP-36
Fosfat Alam
SP-26
1,134 a
1,195 a
1,045 a
1,227 a
1,547 b
1,228 ab
1,472 b
1,568 ab
1,557 b
1,483 b
1,429 b
1,536 b
1,461 ab
1,234 ab
1,429 b
Angka sekolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Sumber : Alwi dan Anwar (2001)
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 357
Usaha-usaha untuk mengurangi kebutuhan pupuk P buatan telah dilakukan yaitu
dengan pemberian pupuk mikroba yang mengandung mikroorganisme pelarut fosfat. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk hayati biofosfat efektif meningkatkan hasil
bila tanpa pemberian pupuk P. Pemberian pupuk P tidak efektif bila diberi pupuk hayati
tersebut, hal ini menunjukkan bahwa bakteri pelarut fosfat mampu melarutkann P-terikat
dalam tanah sampai takaran yang diperlukan tanaman sehingga tidak perlu lagi tambahan P
dari pupuk buatan. Pemberian pupuk mikroba campuran ”Rihzoplus” (bakteri fisksasi N
dan pelarut P) tidak efektif karena masih memerlukan pupuk awal yang setara dengan
keperluan pupuk P tanpa pemberian pupuk mikroba (Tabel 6). Dari uraian diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa pemberian pupuk mikroba pada tanah gambut sama nilainya
dengan 45 kg P2O5. Dengan demikian pupuk tersebut mempunyai prospek untuk
dikembangkan di lahan gambut.
Tabel 6. Pengaruh takaran pupuk fosfat dan pupuk mikroba pelarut fosfat terhadap hasil
kedelai di lahan gambut, desa Gandang, Kalimantan Tengah.
Takaran Pupuk P
kg/ha P2O5
0
45
90
135
180
Hasil Biji Kering (t/ha) Pada Sumber Pupuk P
SP36
Rizhoplus
Biofosfat
1,353 a
1,283 a
1,703 a
1,833 b
1,683 b
1,890 a
1,558 a
1,670 b
1,850 a
1,467 a
1,716 b
1,787 a
1,725 a
1,695 b
1,761 a
Angka sekolom yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Sumber : Fauziwati N. et al. (2001)
Pemupukan Kalium
Hara kalium diperlukan oleh tanaman kedelai untuk berbagai kegiatan metabollisme
tanaman, seperti asimilasi, transformasi asimilat, sintesa protein, penetral asam-asam
organik dan pengatur kadar air (Soepardi, 1992). Hasil analisis kalium pada berbagai tanah
gambut umumnya termasuk kategori rendah, karena itu perlu dilakukan pemberian K, baik
melalui pupuk maupun bahan amelioran. Di lapangan, para petani sering memberi abu
sekam, abu gergajian, dan abu lainnya. Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan oleh
Anwar dan Raihana (2001) menunjukkan bahwa hasil kedelai pada tanah gambut
dipengaruhi oleh cara aplikasi dan takaran pupuk. Cara terbaik adalah dengan memberikan
30 kg K2O/ha dengan cara tugal/sebar atau 60 kg K2O/ha dengan cara larik (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh takaran pupuk kalium pada beberapa cara aplikasi terhadap hasil
kedelai di lahan gambut, Maliku, kab. Kapuas, Kalimantan Tengah.
Cara Aplikasi
Pupuk
Larik
Tugal
Sebar
Hasil Biji Kering Kedelai (kg/ha) dengan Takaran Pupuk K (K2O/ha)
0
30
60
90
120
1166
1400
1096
1106
1134
(ab)
(b)
(a)
(a)
(a)
1300
1386
1454
1466
1134
(b)
(b)
(b)
(b)
(a)
1626
1506
1400
1100
1134
(b)
(b)
(ab)
(a)
(a)
Angka sebaris yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT 5%.
Khairil Anwar : Ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai | 358
Pupuk Mikro
Unsur mikro pada tanah gambut umumnya rendah. Kadang terjadi kehahatan Cu, Fe,
Mn, Zn (tergantung jenis tanaman). Rendahnya kadar unsur tersebut dalam tanah mineral
dibawahnya dan kuatnya ikatan kompleks logam-organik. Belum banyak hasil penelitian
pupuk mikro pada tanaman kedelai di lahan gambut.Ssebagian besar penelitian pemupukan
hara mikro hanya untuk tanaman padi.
Kesimpulan
1.
Kedelai pada lahan gambut sangat respon terhadap pemberian kapur, pemberian
rizobium, pupuk N, P dan K.
2.
Pemberian kapur dengan takaran setara 1 ton CaO/ha, dapat diberikan dalam bentuk
dolomit atau kalsit.
3.
Pemberian pupuk Nitrogen tanpa rhizobium sebesar 37.5 kg N/ha (75 kg urea/ha). Bila
pada benih diberi perlakuan rhizobium (rhizoplus), pemberian pupuk N cukup dengan
takaran 22,5 kg N/ha (50 kg urea/ha). Bila diberikan rhizogen, pemberian cukup
dengan takaran 11,5 kg N/ha (25 kg urea/ha).
4.
Pupuk fosfat diberikan dengan takaran 22,5-45 kg P2O5/ha, dapat diberikan dalam
bentuk fosfat alam, SP26 dan SP36. Dapat diberikan dengan cara larik, tugal atau
sebar.
5.
Pada kondisi tanpa pemberian pupuk fosfat, pemberian pupuk hayati Biofosfat mampu
meningkatkan hasil kedelai sebesar 350 kg/ha atau sebesar 25,9%.
6.
Pemberian pupuk Kalium dengan takaran 30-60 kg K2O/ha (50-100 kg KCl/ha). Dapat
diberikan dengan cara tugal, sebar atau larik.
7.
Pemberian pupuk mikro sangat diperlukan untuk mengatasi kahat hara mikro, terutama
Cu dan Zn. Dibutuhkan penelitian pupuk mikro pada pertanaman kedelai di lahan
gambut.
Daftar Pustaka
Abdulrachman A., K. Sudarman dan D.A. Suriadikarta. 1998. Pengembangan lahan pasang
surut: keberhasilan dan kegagalan ditinjau dari fisiko-kimia lahan pasang surut:
Dalam M. Sabran et al. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Menunjang
Akselerasi Pengembangan Lahan Pasang Surut. Balittra, Banjarbaru.
Agus B.S., G. Jayanto, dan Y.A. Hidayat. 1997. Penilaian kesesuaian lahan untuk pertanian
pada lahan gambut satu juta hektar di wilayah kerja A. Dalam Expose hasil
penelitian tanah/lahan untuk pengembangan lahan rawa/gambut satu juta hektar di
Propinsi Kalimantan Tengah. Kuala Kapuas, 28 Februari dan 1 Maret 1997.
Alwi M. dan K. Anwar. 2001. Respon tanaman kedelai terhadap pemberian fosfat di lahan
gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman Pangan Lawan Rawa. Hal. 173-180.
Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”,
Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | 359
Andriesse J. P. 1988. Nature and management of tropical peat soils. FAO Soil Bulletin 59.
Rome.
Anwar K dan Y. Lestari. 2001. Kemampuan subsitusi bakteri rizhobium terhadap pupuk N
pada pertanaman kedelai di lahan gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman
Lawan Rawa. Hal. 163-172. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor
Anwar K. dan Y. Raihana. 2001. Pengaruh cara aplikasi dan takaran pupuk Kalium pada
tanaman kedelai di lahan gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman Pangan Lawan
Rawa. Hal. 423-430. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Anwar K. dan M. Alwi. 2001. Pengaruh sumber dan takaran kapur terhadap tanaman kedelai
di lahan gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman Pangan Lawan Rawa. Hal. 431438. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Anwar K. 2009. Pemupukan fosfat untuk meningkatkan hasil kedelai di lahan rawa.
Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan: Teknologi
Konservasi, Pemupukan, dan Biologi Tanah. Buku II. Hal. 319-328. BBSDLP.
Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Fauziati N., Noordjanah dan K. Anwar. 2001. Kemampuan subsitusi pupuk mikroba pelarut
P terhadap pemupukan P pada tanaman kedelai di lahan gambut. Prosiding
Pengelolaan Tanaman Pangan Lawan Rawa. Hal. 417-422. Puslitbangtan. Badan
Litbang Pertanian. Bogor.
Raihana Y. dan K. Anwar. 2001. Kemampuasn subsitusi bakteri rhizobium terhadap pupuk
N pada pertanaman kedelai di lahan gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman
Pangan Lawan Rawa. Hal.163-172. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian.
Bogor.
Sari K., Nurita, dan K. Anwar. 2001. Pengaruh cara aplikasi dan takaran pupuk fosfat pada
tanaman kedelai di lahan gambut. Prosiding Pengelolaan Tanaman Pangan Lawan
Rawa. Hal. 409-416. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Simatupang P. 2013. Meningkatkan daya saing ubikayu, kedelai, dan kacang tanah untuk
meningkatkan pendapatan petani, ketahanan pangan, nilai tambah dan penerimaan
devisa. Prosiding Semnas Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
tahun 2012. Peningkatan daya saing dan Implementasi Pengembangan Komoditas
Kacang dan Umbi Mendukung Pencapaian Empat Sukses Pembangunan Pertanian.
Hal 1-7. Puslitbangtan Pangan. Badan Litbang.
Widjaja Adhi IPG., Nugroho K, Suriadikarta DA., dan Karama AS. 1992. Sumber
Daya Lahan Rawa: Potensi, keterbatasan dan pemanfaatan. Di dalam: Partoharjono S dan
Syam M. Risalah Pertemuan Nasional Pengembangan Pertanian Lahan Rawa
Pasang Surut dan Lebak ; Cisarua, 3-4 Mar 1992. Bogor: Puslitbangtan. 19-38.
Widjaja Adhi IPG. 1999. Bahan Anjuran: Kesuburan tanah lahan sulfat masam. Puslitanah.
Bogor
Khairil Anwar : Ameliorasi dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas kedelai | 360
Download