asuhan keperawatan klien anak dengan thipoid

advertisement
This page was exported from Karya Tulis Ilmiah [ http://karyatulisilmiah.com ]
Export date: Mon Jul 17 17:17:39 2017 / +0000 GMT
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN
THIPOID
LINK DOWNLOAD [50.00 KB]
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN ANAK DENGAN THIPOID
A. PENGERTIAN
Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada
sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal
ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)
Tifus abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan, anoreksia,
bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
B. PENYEBAB
Salmonella typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia, nyeri perut,
konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain: perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian.
(Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A, S.paratyphi b dan S.paratyphi C.
(Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
C. PATOFISIOLOGIS
Transmisi terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari penderita tifus akut dan
para pembawa kuman/karier.
Empat F (Finger, Files, Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran
yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan penyakit terutama terdapat
dinegara-negara yang sedang berkembang dengan kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang
andal. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan
strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng
soegijanto, 2002)
PATHWAYS
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Diserap oleh usus halus
Bakteri memasuki aliran darah sistemik
Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksin
usus halus
Tukak Hepatomegali Splenomegali Demam
Pendarahan dan Nyeri perabaan
perforasi Mual/tidak nafsu makan
Perubahan nutrisi
Resiko kurang volume cairan
(Suriadi & Rita Y, 2001)
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis pada anak umumnya lebih ringan dan lebih bervariasi dibandingkan dengan orang dewasa.
Walaupun gejala demam tifoid pada anak lebih bervariasi, tetapi secara garis besar terdiri dari demam satu
minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia,
mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid,
pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah
tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan.
(Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran ‘anak tangga'. Menjelang
akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (Vanda Joss & Stephen Rose, 1997)
Gambaran klinik tifus abdominalis
Keluhan:
- Nyeri kepala (frontal) 100%
- Kurang enak di perut
50%
- Nyeri tulang, persendian, dan otot
- Berak-berak
50%
50%
- Muntah
50%
Gejala:
- Demam 100%
- Nyeri tekan perut 75%
- Bronkitis 75%
- Toksik
60%
- Letargik
60%
- Lidah tifus (“kotor”) 40%
(Sjamsuhidayat,1998)
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi
walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan
SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal
dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya
infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
• Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
• Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
• Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid.
Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)
F. TERAPI
1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena,
sampai 7 hari bebas panas
2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.
3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)
4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu
5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama ½ jam per-infus
sekali sehari, selama 3-5 hari
6. Golongan Fluorokuinolon
• Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari
• Siprofloksasin : dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari
• Ofloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Pefloksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
• Fleroksasin : dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari
7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau
perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain
kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)
G. KOMPLIKASI
Perdarahan usus, peritonitis, meningitis, kolesistitis, ensefalopati, bronkopneumonia, hepatitis. (Arif mansjoer
& Suprohaitan 2000)
Perforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan
komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan
tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit,
tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis,
meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan
osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)
H. ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DEMAM TIPOID
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
2. Kaji adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri kepala, lidah kotor,
tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual, dan
kembung
3. Risiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan suhu tubuh
C. PERENCANAAN
1. Mempertahankan suhu dalam batas normal
• Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
• Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
• Berri minum yang cukup
• Berikan kompres air biasa
• Lakukan tepid sponge (seka)
• Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
• Pemberian obat antipireksia
• Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat
2. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
• Menilai status nutrisi anak
• Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki kualitas
gizi pada saat selera makan anak meningkat.
• Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
• Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
• Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
• Mempertahankan kebersihan mulut anak
• Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
• Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral tidak
memenuhi kebutuhan gizi anak
3. Mencegah kurangnya volume cairan
• Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
• Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin
menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
• Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
• Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
• Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan memberikan kompres
dingin atau dengan tepid sponge
• Memberikan antibiotik sesuai program
(Suriadi & Rita Y, 2001)
I. DISCHARGE PLANNING
1. Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah defekasi
2. Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola makanan
3. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
4. Penderita memerlukan istirahat
5. Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
(Samsuridjal D dan Heru S, 2003)
6. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi
fisik anak
7. Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
8. Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
tersebut
9. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.
(Suriadi & Rita Y, 2001)
DAFTAR PUSTAKA
1. Arif Mansjoer, Suprohaitan, Wahyu Ika W, Wiwiek S. Kapita Selekta Kedokteran. Penerbit Media
Aesculapius. FKUI Jakarta. 2000.
2. Arjatmo Tjokronegoro & Hendra Utama. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke Tiga. FKUI.
Jakarta. 1997.
3. Behrman Richard. Ilmu Kesehatan Anak. Alih bahasa: Moelia Radja Siregar & Manulang. Editor: Peter
Anugrah. EGC. Jakarta. 1992.
4. Joss, Vanda dan Rose, Stephan. Penyajian Kasus pada Pediatri. Alih bahasa Agnes Kartini. Hipokrates.
Jakarta. 1997.
5. Ranuh, Hariyono dan Soeyitno, dkk. Buku Imunisasi Di Indonesia, edisi pertama. Satgas Imunisasi Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2001.
6. Samsuridjal Djauzi dan Heru Sundaru. Imunisasi Dewasa. FKUI. Jakarta. 2003.
7. Sjamsuhidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. EGC. Jakarta. 1998.
8. Soegeng Soegijanto. Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002.
9. Suriadi & Rita Yuliani. Buku Pegangan Praktek Klinik Asuhan Keperawatan pada Anak. Edisi I. CV
Sagung Seto. Jakarta. 2001.
10. Widiastuti Samekto. Belajar Bertolak dari Masalah Demam Typhoid. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. Semarang. 2001.
11. http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2005/02/03brk
Post date: 2016-06-15 17:31:14
Post date GMT: 2016-06-15 17:31:14
Post modified date: 2016-06-15 17:31:14
Post modified date GMT: 2016-06-15 17:31:14
Powered by [ Universal Post Manager ] plugin. MS Word saving format developed by gVectors Team www.gVectors.com
Download