Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar

advertisement
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
Ust. H. Ahmad Yani, Lc. MA
Urgensi Menjaga Lisan
Satu waktu Rasulullah saw pernah ditanya:“keislamanan bagaimana yang utama? Beliau
menjawab: siapa yang perkataan dan perbuatannya menjadikan orang Islam selamat (tidak
terganggu).
(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam
hadits lain Rasulullah menegaskan diantara keutamaan dan kesempurnaan Islam seseorang
adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat. Sabdanya berbunyi: “Diantara sifat orang
mukmin adalah ia menjaga lisannya dalam membahas aib seseorang dan menghindari
perkataan kotor”. (HR. At Tirmidzi).
“D
an apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan
yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya”.
(QS. Furqaan: 72). Rasulullah bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir,
hendaknya ia berkata baik atau berdiam”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Menjaga lisan menjadi perbuatan yang amat mulia dalam islam. Secara sederhana, kebaikan
berislam seseorang bisa dilihat dan diketahui dari ucapannya. Karena itu siapa mampu
menjaga lisannya, ia berpeluang besar mendapat jaminan rumah di Surga Allah SWT. Sahal
bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menjamin
untukku (menjaga) antara dua jenggotnya dan antara dua kakinya, niscaya aku jamin untuknya
surga.”
(HR. Bukhari).
1/6
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
Satu waktu Rasulullah sedang berkumpul bersama para Sahabat, tiba-tiba datang seseorang
mencaci Abu Bakar, Abu Bakar diam dan tidak mengomentari. Kemudian kembali ia mencaci
Abu Bakar, Abu Bakar tetap diam dan tidak mengomentari. Ketiga kali ia kembali mencaci,
maka Abu Bakar mengomentarinya. Kemudian Rasulullah beranjak meninggalkan majelis. Abu
Bakar mengikuti Rasulullah dan bertanya: “Apakah engkau marah kepadaku wahai Rasulullah?
Rasulullah menjawab: “Malaikat turun dari langit yang menyalahkan perkataan orang tadi,
namun saat engkau mengomentarinya datanglah setan, dan aku tidak mendatangi tempat jika
di sana setan hadir”.
(HR. Abu Dawud).
Betapa pentingnya menjaga lisan, hingga bisa diumpamakan lisan bagai simbol dan icon dari
beragam amal perbuatan seseorang. Rasulullah bersabda: “Setiap kali manusia memasuki pagi
hari maka seluruh anggota tubuh merendahkan lisan dan berkata kepadanya: takutlah kepada
Allah dalam bersama kami, karena kami tergantung kepadamu, jika kamu baik kami ikut baik,
dan jika kamu menyimpang kami jadi menyimpang juga”
. (HR. At-Tirmidzi).
Sebagaimana hati, sejauh mana penjagaan dan pengendalian terhadap lisan, hal tersebut
bisa menjadi ukuran amal perbuatan seseorang. Maka, antara hati dan lisan saling berkaitan
dan mempengaruhi amal perbuatan. Rasulullah saw bersabda: “Tidak lurus iman seseorang
hingga lurus hatinya, dan tidak lurus hati seseorang hingga lurus lisannya”.
(HR. Ahmad).
Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berugkap kecuali dengan baik, menjauhi perkataan
buruk seperti kata kotor, menggossip (ghibah), fitnah dan adu domba.
2/6
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
Setiap manusia dimintai pertanggungjawaban atas setiap perkataan dan ungkapannya.
Firman Allah berbunyi: “Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya
malaikat pengawas yang selalu hadir”.
(QS. Qaaf: 18).
Batasan (Adab) berbicara dalam Islam:
a. Tidak berbicara kecuali dengan apa yang bisa mendatangkan kebaikan dan manfaat
atau mencegah keburukan bagi dirinya atau orang lain.
b. Mencari waktu yang tepat, sebagaimana kata hikmah: “Setiap tempat dan waktu ada
pembicaraannya tersendiri”
c. Memilih bahasa yang digunakan. Bahasa bisa menjadi tanda dan cermi bagi akal dan
adab seseorang
d. Tidak berlebihan dalam memuci dan mencela. Belebihan dalam memuji adalah bentuk
dari riya’ dan mencari muka, dan berlebihan dalam mencela adalah bentuk dari permusuhan
dan balas dendam.
e. Tidak membuat manusia menjadi senang dengan mengucapkan apa-apa yang
mengundang murka Allah. Sabda Rasulullah saw berbunyi: “Siapa yang membuat manusia
senang dengan melakukan perkara yang mendatangkan amarah Allah SWT, maka ia dan
urusannya akan diserahkan kepada manusia, dan siapa yang membuat manusia marah karena
ia melakukan perkara yang membuat Allah ridha, maka Allah akan menjamin baginya
3/6
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
perlindungan dari perlakuan manusia”.
(HR. At-Tirmidzi).
f. Tidak mengobral janji-janji yang sangat sulit ditepati. Allah SWT berfirman: “"Wah
ai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu
kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan”.
(QS. As Shaff:2-3).
g. Tidak berbicara keji dan kotor, dan tidak menyimak orang yang berbicara keji dan kotor.
h. Menyibukkan lisan untuk berzikir.
Bagaimana dengan gosip atau ngomongin aib orang atau dalam bahasa agama disebut ghib
ah
?
Memang dalam kondisi tertentu
ghibah
diperbolehkan.
Gosip atau dalam bahasa Islam adalah ghibah pada dasarnya merupakan diantara penyakit
lisan yang sangat berbahaya, sehingga Allah SWT mengumpamakan siapa yang menjelekkan
dan membicarakan aib seseorang dengan memakan bangkai saudaranya sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka, karena sebagian dari
prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang. Jangan pula menggunjing
satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”
(QS. Al Hujurat: 12).
4/6
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
Rasulullah pernah menerangkan maksud dari ghibah: “Apakah kalian mengetahui apa itu
ghibah? Sahabat menjawab: Allah dan rasulNya yang mengetahui itu. Maka Rasul bersabda:
engkau menyebut tentang saudaramu dengan apa yang ia benci. Sahabat bertanya: Jika pada
dirinya benar apa yang aku katakan. Rasul menjawab: jika yang engkau sebutkan benar-benar
ada pada dirinya, itulah ghibah, dan jika apa yang engkau sebutkan tidak ada pada dirinya itu
adalah kedustaanmu atasnya”.
(HR.
Muslim).
Ghibah menghantarkan kepada permusuhan, terputusnya hubungan silaturahim, menanam
benih kebencian dan iri hati.
Ghibah bisa merusak ibadah seorang Muslim. Muslim
yang berpuasa namun melakukan
ghibah,
pahala puasanya akan lenyap, begitu juga dengan ibadah lainnya. Diriwayatkan bahwa dua
orang perempuan berpuasa pada zaman Rasul saw membicarakan aib seseorang. Rasulullah
mengetahui hal itu dan berkata tentang mereka:
“Mereka berpuasa dari apa yang dihalalkan, tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan”.
(HR. Ahmad). Maksudnya mereka berdua berpuasa dari makan dan minum yang hukum
awalnya adalah halal, tetapi ketika membicarakan aib seseorang Allah SWT tidak menerima
ibadah puasa tersebut, seakan mereka membatalkannya.
Namun demikian ada beberapa kondisi seseorang diperbolehkan menyebut aib seseorang,
meski dalam batasan yang diperlukan. Kondisi tersebut:
1. Dalam rangka menyampaikan dakwaan perlakuan zalim kepada hakim.
5/6
Mengunci Lisan dari Perkataan Keji dan Munkar
Written by Admin
Jumat, 15 Nopember 2013
2. Untuk merubah kemunkaran dan mengarahkan seseorang yang berbuat munkar
kepada kebaikan, agar ia kembali ke jalan yang benar dan enggan melakukan keburukan. Hal
ini boleh dilakukan jika cara nasehat biasa dan upaya menutupi kemungkaran tidak lagi
memberi pengaruh baginya untuk merubah perbuatannya.
3. Berbuat dosa dan kemunkaran secara terang-terangan. Siapa yang melakukan
kemunkaran secara terang-terangan, maka boleh dilaporkan agar ia bisa tercegah
melakukannya.
4. Dalam rangka menjelaskan seseorang. Jika ada orang yang tidak bisa dikenal kecuali
dengan menyebut julukan, misalnya fulan si buta, fulan si hitam, dan lainnya. Itu bokeh
dilakukan karena tujuan untuk mengenal seseorang, tetapi tidak boleh jika bertujuan menghina
dan meremehkan.
Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Ghibah tidak boleh dilakukan kecuali tentang tiga orang;
orang fasik yang berbuat dosa secara terang-terangan, orang yang menyebarkan bid’ah dan
pemimpin yang sewenang-wenang.
Wallahu a’lam.
6/6
Download