Pertambangan dan Energi

advertisement
BAB 12
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
BAB 12
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
A.
PERTAMBANGAN
I.
PENDAHULUAN
Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara dikemukakan bahwa
pembangunan pertambangan dalam Repelita V diarahkan pada pemanfaatan sebesar mungkin kekayaan tambang bagi pembangunan
nasional dan ditujukan untuk menyediakan bahan baku bagi industri
dalam negeri, meningkatkan ekspor dan penerimaan negara serta
memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja. Pembangunan
pertambangan terutama dilakukan dengan penganekaragaman hasil
tambang serta pengelolaan usaha pertambangan secara efisien. Untuk
itu
perlu
dilanjutkan,
ditingkatkan
dan
diperluas
upaya
inventarisasi dan pemetaan, eksplorasi serta eksploitasi kekayaan
tambang dengan memanfaatkan teknologi yang tepat.
Selanjutnya juga ditetapkan bahwa untuk dapat meningkatkan
pemanfaatan bahan dan hasil tambang, baik untuk ekspor maupun untuk
kebutuhan dalam negeri, perlu terus dilanjutkan dan ditingkatkan
produksi dan usaha pemasarannya, terutama ke
103
luar negeri, serta usaha untuk mengolah bahan-bahan tambang tersebut
agar dapat meningkatkan nilai tambah.
Selama Repelita V pengelolaan dan pembangunan pertam- bangan
perlu terus dilakukan secara terpadu dan serasi dengan pengembangan
energi, pembangunan daerah serta pembangunan di berbagai sektor
lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pembangunan pertambangan
perlu selalu memperhatikan kebutuhan
masa depan, kelestarian dan
kemampuan lingkungan hidup serta keselamatan terhadap bencana alam
geologis, dengan disertai peningkatan pengawasan yang menyeluruh.
Pesatnya kemajuan ilmu dan teknologi, memerlukan peningkatan
kemampuan penguasaan teknologi pertambangan antara lain melalui
alih teknologi termasuk teknologi eksplorasi, dan eksploitasi bahan
tambang, baik di darat maupun di laut. Untuk dapat menyerap kemajuan
teknologi, maka perlu diusahakan peningkatan keterampilan dan
keahlian tenaga kerja di bidang pertambangan.
Pembangunan sektor pertambangan pada umumnya memerlukan modal
yang besar. Sehubungan dengan itu dalam Repelita V penanaman modal
swasta di sektor pertambangan, baik modal dalam negeri maupun modal
asing, perlu terus didorong dan diting-katkan untuk dapat memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya
lain melalui penciptaan
bagi pembangunan nasional, antara
iklim usaha yang sehat dan menarik bagi
penanaman modal.
Dalam pada itu Garis-garis Besar Haluan Negara juga menetapkan
agar pertambangan rakyat diarahkan dan ditingkatkan pengelolaannya,
antara lain melalui penyuluhan, bimbingan dan pembinaan usaha yang
memadai, termasuk pengembangan dan pembinaan koperasi pertambangan
rakyat. Usaha tersebut dimaksud- kan untuk dapat memperluas
kesempatan berusaha dan lapangan
104
kerja
serta meningkatkan
pendapatan
dan taraf
hidup rakyat
penambang.
Pembangunan pertambangan yang dilakukan melalui berbagai upaya
di atas dimaksudkan untuk dapat meningkatkan kemampuan sumber daya
mineral di masa-masa yang akan datang. Seluruh kegiatan tersebut
dilakukan dengan mempertimbangkan keadaan dan masalah pertambangan
yang ada dewasa ini.
II.
KEADAAN DAN MASALAH
1.
Geologi dan Sumber Daya Mineral
Penyelidikan geologi dan sumber daya mineral merupakan salah
satu kegiatan dasar yang meliputi usaha inventarisasi, pemetaan dan
eksplorasi bahan tambang. Kegiatan ini meliputi penyelidikan sumber
daya mineral yang terdiri atas penyelidik- an geofisika dan geokimia
secara lebih terperinci, penyeli- dikan geologi tata lingkungan,
penyelidikan gunung api, penyelidikan dan pemetaan geologi dengan
skala yang lebih kecil serta penyelidikan geologi dan geofisika
kelautan.
Penyelidikan sumber daya mineral yang dilakukan sejak
awal
Repelita IV telah berhasil menemukan daerah-daerah mineralisasi
baru. Temuan-temuan yang penting antara lain adalah cadangan batu
bara yang diperkirakan sebesar S00 juta ton di daerah Meulaboh
(Daerah Istimewa Aceh); endapan tembaga porfir mengandung emas di
pulau Bacan (Halmahera); mineralisasi timah putih (Sn), wolfram (W),
tembaga (Cu), timah hitam (Pb), dan seng (Zn) di sekitar aliran
sungai Segah (Mamak - Kalimantan Timur); endapan felspar di pantai
Timur Sumatera Utara, gunung Buduk (Kalimantan Barat); Rikip
(Daerah Istimewa Aceh) dan
105
Palu (Sulawesi Tengah); mineralisasi timah putih di pegunungan Tiga
Puluh (Riau) serta endapan logam krom di Maluku bagian utara dan
Kalimantan Selatan.
Di dalam melakukan penyelidikan dan eksplorasi mineral serta
penyelidikan yang berkaitan dengan aspek geologi dila-kukan pula
penyelidikan geokimia dan geofisika. Kegiatan penyelidikan geokimia
di suatu daerah merupakan penyelidikan regional bersistem yang
meliputi seluruh wilayah Indonesia
dan menghasilkan peta dengan
skala 1 : 250.000 untuk sejumlah unsur kimia. Dalam Repelita IV peta
geokimia regional dengan skala tersebut yang dapat diselesaikan
adalah sebanyak 30
peta. Di samping itu dalam periode yang sama
dapat diselesai- kan 45 peta sumber daya mineral dan 15 peta batu
bara dan
gambut masing-masing dengan skala 1 : 250.000.
Dalam Repelita IV juga dilaksanakan penyelidikan geologi tata
lingkungan yang meliputi penyelidikan hidrologi, penyelidikan
geologi teknik dan gerakan tanah serta penyelidikan geologi
lingkungan perkotaan. Penyelidikan ini dimaksudkan untuk menunjang
perencanaan tata ruang dalam kerangka pengembangan wilayah dan
pengelolaan lingkungan hidup. Adapun hasil yang diharapkan dapat
dicapai sampai dengan tahun terakhir Repelita IV adalah berupa 65
lembar peta hidrogeologi bersis- tem dengan skala 1 : 250.000, 16
peta dan laporan mengenai segala aspek geologi teknik pulau Jawa
dengan skala 1 :
100.000 dalam rangka perencanaan dan pengembangan
kota.
Penyelidikan gunung api yang dilaksanakan selama ini mencakup
pengamatan kegiatan gunung api secara teratur dan penyelidikan
gunung api untuk menunjang perkiraan kemungkinan letusannya serta
penyelidikan potensi sumber daya panas bumi. Selama Repelita IV
sebanyak 56 gunung api dari 128 gunung api
106
aktif dipantau secara terus menerus dan telah diinventarisasi
sebanyak 207 lapangan panas bumi.
Selain daripada itu, sampai akhir tahun Repelita IV diharapkan
dapat diselesaikan peta daerah bahaya gunung api dengan skala 1 :
50.000 sejumlah 100 lembar, peta topografi puncak gunung api dengan
skala 1 : 10.000 sejumlah 80 lembar
dan peta geologi gunung api
sejumlah 24 lembar.
Kegiatan lainnya adalah penyelidikan dan pemetaan geo- logi.
Kegiatan pemetaan geologi ini selama Repelita IV dapat menghasilkan
peta geologi bersistem untuk pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000
sebanyak 56 peta dan peta dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 137 peta.
Di samping pemetaan geologi juga dilakukan pemetaan gaya berat dengan
tujuan untuk mengetahui struktur geologi secara regional yang erat
hubungannya dengan mineralisasi, endapan minyak dan gas bumi, sumber
panas bumi dan air bawah tanah. Sampai dengan tahun terakhir Repelita
IV telah dapat diselesaikan peta gaya berat regional masing- masing
sebanyak 46 peta dengan skala 1 : 100.000 dan 56 peta dengan skala
1 : 250.000. Sampai akhir Repelita IV telah dihasilkan masing-masing
sebanyak 3 dan 6 lembar peta geologi
dan peta gaya berat bersistem
untuk seluruh Indonesia.
Kegiatan penelitian lainnya di bidang geologi dan sumber daya
mineral yang dimulai sejak awal Repelita IV adalah penyelidikan
geologi kelautan dengan kegiatan utamanya berupa persiapan prasarana
dan saran untuk menunjang penyelidikan geologi kelautan.
Masalah yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan penyelidikan
di bidang geologi dan sumber daya mineral dalam Repe-lita IV adalah
adanya kekurangan tenaga ahli dan terampil yang mampu mengadakan dan
melakukan pengujian di laboratorium serta
107
menjalankan peralatan penyelidikan dan melaksanakan survai. Hasil
peningkatan kemampuan tenaga ahli dan tenaga terampil serta
penambahan peralatan laboratorium dan pelengkapan survai sejak
beberapa tahun terakhir ini diharapkan dapat meningkat- kan hasil
penyelidikan geologi dan sumber daya mineral di Indonesia di waktu
mendatang.
2. Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi
Cadangan minyak dan gas bumi mengandung pengertian dinamis.
Di satu pihak besarnya cadangan bertambah dari waktu ke waktu
karena adanya tambahan cadangan dan penemuan baru dan juga
sebagai hasil dari kegiatan "enhanced oil recovery" (EOR). Di
lain pihak, pengurangan cadangan terjadi sejalan dengan laju
produksi. Hasil-hasil yang dicapai dalam kegiatan eksplorasi dan
EOR
selama
Repelita
IV
mengakibatkan
adanya
peningkatan,
sehingga cadangan sumber daya minyak bumi yang tersedia dewasa
ini diperkirakan mencapai sebesar 50 milyar barrel, tersimpan di
dalam 60 cekungan, sedangkan cadangan gas bumi yang terbukti dan
potensial dewasa ini diperkirakan sebesar 97 trilyun standar kaki
kubic (TSCF).
Penurunan produksi dan ekspor minyak bumi yang terjadi pada
tahun 1986/87 dan berlanjut pada tahun 1988/89, disebabkan oleh
adanya pembatasan kuota oleh OPEC terhadap produksi minyak
anggota-anggotanya sebagai akibat kelesuan pasaran minyak bumi
internasional. Apabila pada awal Repelita IV produksi minyak bumi
dan kondensat mencapai 532,2 juta barrel, atau rata-rata 1,45 juta
barrel per hari, maka pada. akhir Repelita IV produksi minyak bumi
dan kondensat Indonesia diperkirakan hanya sebesar 511,0 juta
barrel, atau rata-rata 1,4 juta barrel per hari.
108
Masalah utama yang dihadapi selama Repelita IV adalah keadaan
pasar minyak bumi yang tidak menentu. Keadaan ini mengakibatkan antara
lain turunnya volume ekspor minyak bumi
dan kondensat. Apabila pada
awal Repelita IV volume ekspor mencapai 343,6 juta barrel, maka pada
akhir tahun Repelita
IV, volume ekspor diperkirakan hanya
mencapai 276,3 juta barrel.
Kebutuhan bahan bakar minyak dalam negeri selama Repelita
IV menunjukkan peningkatan yang berarti. Apabila kebutuhan BBM
dalam negeri tahun 1984/85 adalah sebesar 25,6 juta kiloliter,
maka
dalam
tahun
terakhir
Repelita
IV
kebutuhan
tersebut
diperkirakan mencapai jumlah 27,9 juta kiloliter. Pemasaran atau
distribusi gas minyak cair (LPG) dalam negeri selama Repelita IV
juga mengalami kenaikan yang tajam. Jumlah pemasaran LPG di dalam
negeri dalam tahun pertama Repelita IV adalah 117,6 ribu ton dan
dalam tahun terakhir Repelita IV diperkirakan mencapai 288,0
ribu ton.
Produksi gas bumi selama Repelita IV mengalami kenaikan
rata-rata 3,9% setiap tahun, yaitu dari 4.241 juta kaki kubik
hari (MMSCFD) pada tahun 1984/85 menjadi 4.931 MMSCFD
per
pada akhir
Repelita IV.
Sesuai dengan peningkatan produksinya pemanfaatan gas bumi
mengalami peningkatan yang cukup berarti. Apabila pemanfaatan gas
bumi pada tahun pertama Repelita IV adalah sebesar 1,4 trilyun
standar kaki kubik (TSCF), maka pemanfaatan gas bumi pada tahun
terakhir Repelita IV diduga mencapai 1,6 trilyun standar kaki kubik
(TSCF).
Selama Repelita IV gas bumi dipergunakan sebagai bahan
baku
oleh pabrik besi baja dan pabrik pupuk, sebagai sumber energi oleh
pabrik semen, pusat pembangkit tenaga listrik, kilang minyak dan
gas kota serta sebagai sumber bahan baku
109
dan energi oleh kilang gas alam cair (LNG) dan kilang gas minyak
cair (LPG).
Pemanfaatan gas bumi berupa LNG dan LPG meningkat dengan
peningkatan kapasitas kilang LNG Arun (Aceh) dari 5 train menjadi
6 train dan kilang LNG Badak (Kalimantan Timur) dari 4 train
menjadi 5 train. Train ke-6 kilang LNG Arun telah selesai dibangun
dan beroperasi pada akhir tahun 1986, sedang- kan train ke-5 kilang
LNG Badak diperkirakan akan berproduksi pada awal Repelita V. Pada
akhir Repelita IV potensi produksi kilang LNG sebagai hasil
peningkatan efisiensi kilang diperkirakan mencapai 20 juta ton per
tahun.
Eksplorasi panas bumi yang dilakukan sampai tahun terakhir
Repelita IV sudah menghasilkan sebanyak 58 sumur. Potensi sumber
daya panas bumi Indonesia diperkirakan mencapai 10.000 Mega Watt
electric (MWe), sedangkan yang sudah dikembangkan dalam bentuk
pusat pembangkit tenaga listrik baru sebesar 142,25 MW.
Dengan selesainya pusat listrik tenaga panas bumi (PLTP)
Kamojang unit 2 dan 3 (2 x 55 MW) pada tahun 1987/88, maka penggunaan
uap untuk PLTP meningkat dengan tajam. Apabila penggunaan uap panas
bumi pada awal Repelita IV baru sekitar 433 ribu Setara Barrel Minyak
(SBM), maka dalam tahun terakhir Repelita IV penggunaan panas bumi
diperkirakan mencapai 1.935.676 SBM. Harga uap panas bumi merupakan
salah satu
energi
faktor yang akan menentukan perkembangan sumber daya
ini di masa depan.
3. Pertambangan Umum
a. Batu bara dan Gambut
Kegiatan pengembangan batu bara secara intensif dimulai
110
pada permulaan Repelita II, setelah terjadinya kenaikan harga minyak
bumi yang tajam pada tahun 1973, dalam rangka diversifikasi sumber
energi, khususnya sebagai bahan bakar untuk pembangkit tenaga listrik
dan beberapa jenis industri. Usaha pengembangan batu bara dilakukan
dengan meningkatkan kegiatan eksplorasi untuk menentukan cadangan
batu bara Indonesia se-cara pasti.
Sebagai hasil dari peningkatan kegiatan eksplorasi ter- sebut
pada akhir Repelita IV telah dapat diketahui besarnya cadangan yaitu
cadangan terbukti (proven reserves) sebesar
1.280 juta ton,
cadangan terunjuk (indicated reserves) dan cadangan tereka (inferred
reserves) sebesar 6.845 juta ton. Sedangkan cadangan geologis
seluruhnya diperkirakan mencapai 26.510 juta ton. Cadangan-cadangan
terbukti terdapat di tiga wilayah yaitu di Sumatera bagian tengah,
Sumatera bagian se-latan, dan Kalimantan bagian timur.
Selama Repelita IV telah dilaksanakan pengembangan tam- bang
batu bara Air Laya (Tanjung Enim - Sumatera Selatan),
yang
diharapkan dapat menghasilkan sebanyak 3,2 juta ton setahun, antara
lain untuk pemasokan batu bara kepada PLTU Suralaya unit 1 dan 2 yang
berkapasitas 2 x 400 MW. Untuk meningkatkan daya angkut batu bara
dari Tanjung Enim ke Ta- rahan (Lampung) telah dilaksanakan
pengembangan rel kereta
api yang menghubungkan kedua tempat
tersebut, di samping rehabilitasi terminal batu bara Kertapati
(Sumatera Selatan), pembangunan terminal batu bara baru di Tarahan,
dan penyedia- an sebuah kapal untuk pengangkutan batu bara dari
Tarahan ke Suralaya (Jawa Barat).
Dalam periode yang sama juga telah dilakukan rehabilitasi
dan pengembangan tambang batu bara Ombilin (Sumatera
111
Barat) untuk mencapai produksi batu bara sebanyak 750 ribu ton
setahun. Dalam pada itu, beberapa tambang swasta di Kalimantan
Timur terus meningkatkan usaha mereka, dan beberapa tambang batu
bara baru di Bengkulu dan daerah lainnya telah mulai berproduksi.
Dengan dilakukannya rehabilitasi dan pengembangan beberapa
tambang batu bara tersebut, produksi batu bara Indonesia telah
dapat ditingkatkan dari 777,8 ribu ton setahun pada akhir Repelita
III menjadi 2.349,9 ribu ton pada tahun 1986/ 87 Jumlah ini
melampaui produksi tertinggi sebelum Perang Dunia II, yaitu
sebesar 2 juta ton dalam tahun 1941, dan diharapkan meningkat lagi
menjadi 3,5 juta ton pada tahun 1988/89.
Meskipun perkembangannya menggembirakan, pengembangan batu
bara di Indonesia masih menghadapi beberapa masalah, antara lain
penyediaan prasarana dan sarana angkutan darat dan angkutan
laut, kebutuhan akan tenaga kerja yang terampil dan profesional
serta perluasan pemasarannya baik untuk dalam negeri maupun untuk
ekspor.
Dalam Repelita IV telah dimulai penyelidikan penggunaan gambut
sebagai bahan bakar bagi PLTU. Indonesia merupakan ne-gara keempat
terbesar dalam cadangan gambut dengan lahan
ha, yang secara potensial bernilai
gambut seluas 17 juta
energi setara dengan 65 milyar
barrel minyak, tersebar ter- utama di dataran rendah Sumatera,
Kalimantan dan Irian Jaya.
b.
Timah
Sebagai
akibat
dari
kelesuan
pasaran
timah
dunia
yang
berkelanjutan, harga timah terus menurun selama tiga tahun
112
pertama Repelita IV. Produksi timah mencapai 22,0 ribu ton pada
tahun 1984/85 dan diharapkan meningkat menjadi 28,3 ribu ton pada
tahun 1988/89. Untuk mencegah terus merosotnya harga timah, Dewan
Timah Internasional menetapkan pembatasan ekspor. Akan tetapi
dalam tahun 1985 Dewan Timah Internasional tidak dapat berfungsi
lagi dan sejak bulan Oktober 1985 hingga dewasa ini pasaran timah
di LME (London Metal Exchange) dihentikan. Sementara itu dalam
usaha memperbaiki keadaan pertimahan internasional, pada tahun
1983 negara-negara produsen timah membentuk ATPC (Association of Tin
Producing Countries) sebagai wadah untuk memikirkan permasalahan
yang dihadapi
oleh negara produsen.
Pada tahun 1985/86 telah selesai dibangun pabrik pelat besi
berlapis timah (tin plate) di Cilegon (Jawa Barat) yang
berkapasitas 130.000 ton setahun dan membutuhkan logam timah
sebanyak 650 ton setahun. Pembangunan pabrik pelat besi berlapis
timah ini diharapkan dapat meningkatkan produksi timah di
waktu-waktu yang akan datang.
c. Nikel
Penemuan cadangan bijih nikel laterit dalam jumlah yang besar
sebagai hasil eksplorasi beberapa tahun yang lalu di pulau Gebe
(Maluku),
pulau
Waigeo
dan
pulau
Gag
(Irian
Jaya),
pengembangannya belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Hal ini
terutama disebabkan oleh berlangsungnya resesi ekonomi dunia yang
mengakibatkan harga ekspor bijih nikel belum berada pada tingkat
yang menguntungkan. Meskipun demikian, dengan kebijaksanaan
harga yang luwes ekspor bijih nikel ke Jepang meningkat sejak
pertengahan Repelita IV. Di samping itu, dalam usaha mencari
daerah pemasaran yang baru, telah dilakukan
113
pengiriman bijih nikel untuk percobaan pengolahan di pabrik
pengolahan nikel di Australia.
Produksi bijih nikel pada tahun 1984/85 adalah sebesar 946,3
ribu ton dan meningkat menjadi 1.680,6 ribu ton pada tahun 1986/87
dan 1.717,8 ribu ton pada tahun 1988/89. Peningkatan dialami juga
oleh produksi nikel kasar (nickel
sebesar 21,9 ribu ton pada
matte) yang pada tahun 1984/85
tahun 1988/89 meningkat menjadi 27,3
ribu ton. Pabrik pengo-lahan bijih nikel menjadi nikel matte milik
PT International Nickel Indonesia (Inco) di Soroako (Sulawesi
Selatan), selama Repelita IV tidak dioperasikan secara penuh, karena
kerusakan tanur pengolahan dan rendahnya harga logam nikel di
pasaran. Sementara itu produksi ferronikel menurun dari 4,9 ribu ton
pada tahun 1984/85 menjadi 4,0 ribu ton pada tahun 1988/89 meskipun
harganya meningkat pada akhir tahun Repelita IV. Penurunan produksi
itu merupakan akibat dari telah dioperasikannya terus menerus selama
lebih dari sepuluh tahun tanur pengolahan ferronikel yang ada.
d. Tembaga
Satu-satunya tambang di Indonesia yang menghasilkan tem-baga
dalam bentuk konsentrat terdapat di Gunung Bijih (Irian Jaya) yang
dikelola oleh Freeport Indonesia Incorporated. Produksi bijih
tembaga selama Repelita IV berasal dari penambangan di Gunung Bijih
Timur. Cadangan bijih tembaga di Gunung Bijih Barat telah habis.
Cadangan tembaga yang terdapat di Gunung Bijih Timur diperkirakan mengandung 45 juta ton bijih tembaga dengan kadar tembaga
rata-rata 2,64%. Eksplorasi di gunung Limbung (Bogor
memperkirakan adanya cadangan sebesar 3,5 juta
114
- Jawa Barat)
ton, namun masih memerlukan penyelidikan secara mendalam. Ekspor
konsentrat tembaga tahun 1988/89 meningkat menjadi 270,0 ribu
ton dibandingkan dengan 201,4 ribu ton tahun 1984/85 dengan
kadar Cu rata-rata 40%.
e.
Bauksit
Cadangan bauksit Indonesia yang diketahui cukup besar terdapat
di daerah kepulauan Riau dan Kalimantan Barat. Namun demikian
penambangan bauksit di Indonesia masih terbatas pada cadangan bijih
berkadar tinggi, yaitu di pulau Bintan dan sekitarnya yang
produksinya diarahkan hanya untuk keperluan ekspor.
Jepang merupakan satu-satunya negara tujuan ekspor bauk- sit
Indonesia. Karena adanya restrukturisasi industri logam
di
Jepang yang mengakibatkan beberapa pabrik alumina di Jepang
ditutup, maka produksi bauksit Indonesia selama Repelita IV
tidak dapat ditingkatkan.
f.
Emas dan Perak
Pada awal Repelita IV produksi emas dan perak secara me-kanis
hanya dilaksanakan oleh PT Aneka Tambang dari Unit
Tambang Emas
Cikotok (Jawa Barat) dan oleh Freeport Indonesia Incorporated
(Irian Jaya) yang memperolehnya dari konsentrat tembaga. Sejak
tahun 1985 emas dan perak dihasilkan pula oleh tambang di Lebong
Tandai (Bengkulu). Selain oleh ketiga perusahaan tersebut di atas,
emas juga dihasilkan dari tambangtambang rakyat dengan cara yang
sederhana oleh penduduk se-tempat di wilayah yang ditetapkan
sebagai Wilayah Pertambang- an Rakyat, yang hasilnya hingga kini
belum dapat dicatat.
115
Pertambangan
yang
dilakukan
oleh
penduduk
setempat
dan
pendatang, di luar Wilayah Pertambangan Rakyat dan di dalam Wilayah
Kontrak Karya, telah menimbulkan banyak kesulitan bagi para
kontraktor. Untuk menertibkan masalah pertambangan rakyat tanpa izin
ini telah dilakukan usaha-usaha secara terpadu
dengan Pemerintah
Daerah sesuai dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 25 Tahun
1987.
Menguatnya harga emas sejak awal tahun 1970-an menyebab- kan
meningkatnya minat untuk menambang emas. Khususnya sejak awal
Repelita IV terlihat adanya peningkatan mint swasta
asing terhadap
usaha penambangan emas di Indonesia. Hal ini memberikan kesempatan
adanya usaha patungan antara perusahaan swasta nasional dan
perusahaan swasta asing untuk mengajukan kontrak karya pertambangan.
Dalam
tahun
pertam-bangan
menjadi
103
1985
emas.
buah
tercatat
Dewasa
kontrak
9
buah
kontrak
ini
jumlah
tersebut
karya
yang
melibatkan
karya
meningkat
75
buah
perusahaan swasta nasional dan 38 buah perusahaan swasta asing
dalam
usaha
patungan.
Pengembangan
perusahaan-perusahaan
tersebut perlu di arahkan agar tidak merusak kelestarian alam
dan lingkungan
hidup dan agar pertambangan rakyat yang telah
ada tetap terbina.
g.
Pasir Besi
Hasil penambangan pasir besi di Cilacap (Jawa Tengah),
yang
diusahakan oleh PT Aneka Tambang, dalam masa Repelita IV hanya
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik
semen di dalam
negeri, khususnya pulau Jawa. Hal ini disebab- kan oleh karena sangat
sukarnya untuk mengekspor pasir besi ini. Dengan makin menipisnya
cadangan pasir besi di Cilacap
116
maka untuk memenuhi kebutuhan pasir besi untuk pabrik semen di
masa mendatang telah dibuka daerah tambang baru di daerah
Purworejo.
h. Bahan Galian Lainnya
Bahan-bahan tambang lainnya, yaitu bahan galian industri
seperti batu granit, dolomit, belerang, kaolin, pasir kwarsa,
fosfat, batu apung, batu gamping, intan dan pirit, juga sangat
penting peranannya dalam penyediaan bahan baku bagi industri
di
dalam negeri. Tersedianya bahan-bahan tersebut dapat menghemat atau
menghasilkan
devisa,
menunjang
pertumbuhan
pembangunan
dan
perekonomian daerah, serta membuka lapangan usaha dan kesempatan
kerja baru.
Perkembangan bahan galian industri tersebut adalah sebagai
berikut.
(1)
Batu Granit
Penambangan batu granit yang dipergunakan untuk bahan bangunan
dan batu hias untuk dinding ataupun lantai dilakukan
di sekitar
pulau Karimun, pulau Bangka, pulau Belitung dan Kalimantan Barat.
Pengembangan produksi sampai saat ini meningkat sejalan dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan. Sampai saat ini produksi batu
granit diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasar luar negeri dan
sisanya dijual di dalam negeri.
(2)
Dolomit
Sebagian besar dolomit yang dihasilkan di Indonesia pada saat
ini dimanfaatkan oleh sektor pertanian sebagai sumber
117
magnesium untuk menurunkan keasaman lahan pertanian. Sebagian
kecil lainnya dimanfaatkan oleh beberapa industri, seperti
industri peleburan logam, cat, keramik, kaca, tegel dan lain-nya.
Dewasa ini dolomit banyak diusahakan di daerah sekitar Gresik,
Lamongan dan Tuban (Jawa Timur).
(3)
Belerang
Dewasa ini produksi belerang berasal dari gunung Welirang
dan gunung Ijen (Jawa Timur), yang jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan belerang di dalam negeri. Pengembangan cadangan belerang
dari daerah lainnya mengalami hambatan antara lain karena belum
mampu bersaing dengan belerang yang berasal dari hasil sampingan
pengolahan minyak bumi. Pemasaran bele-rang produksi dalam negeri
terbatas untuk memenuhi kebutuhan pabrik-pabrik gula.
(4)
Kaolin
Jumlah cadangan kaolin di pulau Bangka dan pulau Belitung
(Sumatera Selatan) dan di Kalimantan Barat cukup besar dan
mempunyai mutu yang cukup baik untuk bahan "filler" kertas. Kaolin
yang dihasilkan di Indonesia dewasa ini sebagian besar dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan industri keramik di
dalam negeri dan
sisanya untuk ekspor. Namun demikian Indone- sia masih harus
mengimpor kaolin guna memenuhi kebutuhan kao- lin bermutu baik
untuk bahan "coating" kertas.
(5)
Pasir Kwarsa
Pasir kwarsa saat ini dihasilkan di berbagai daerah di
Indonesia. Produksi pasir kwarsa selama tiga tahun pertama
118
Repelita IV menunjukkan adanya peningkatan, yang disebabkan
oleh
adanya peningkatan permintaan akan pasir kwarsa sebagai bahan baku
industri.
(6)
Fosfat
Cadangan fosfat terdapat di Indonesia dalam bentuk lensalensa
yang tersebar dengan kadar P205 yang tidak merata. Produksi fosfat
selama tiga tahun pertama Repelita IV menunjukkan peningkatan dan
terutama dipergunakan sebagai pupuk alam
dan sebagai bahan baku
industri pupuk PT Petrokimia Gresik.
(7)
Batu Apung
Batu apung merupakan komoditi ekspor dari Nusa Tenggara Barat
yang cukup penting selama Repelita IV dengan tujuan Hongkong dan
Jepang. Cadangan batu apung yang terdapat di Ijobalit dan Tanjung
(Lombok Barat) cukup untuk memenuhi permintaan pasar di luar negeri.
(8) Batu Gawping dan Lempung
Batu gamping dan lempung terutama diusahakan untuk bahan baku
pembuatan semen, kapur tohor, bata, genteng dan lainnya. Selama
Repelita IV produksi batu gamping dan lempung, khusus-
nya yang
dipergunakan untuk bahan baku semen, meningkat se- jalan dengan
peningkatan produksi semen untuk memenuhi permintaan di dalam
negeri.
(9)
Intan
Hasil penelitian bahan galian intan aluvial yang dilakukan
selama Repelita IV di daerah rawa Kalimantan Selatan telah
119
memberikan harapan yang cerah. Usaha'-usaha ke arah pembukaan
tambang intan aluvial secara mekanis sedang dilakukan.
(10) Pirit
Sejauh mengenai bahan ini kegiatan yang telah dilakukan selama
Repelita IV adalah pemetaan geologi dan pengukuran geofisika di
daerah
Damar
Gusang
(Kalimantan
Selatan).
Usaha
penelitian
pengolahan pirit menjadi belerang dan asam sulfat masih akan
dilanjutkan.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
Repelita V di bidang pertambangan adalah memantapkan
dan
mengusahakan peningkatan hasil-hasil pertambangan yang telah
dicapai.
Langkah-langkah
yang
diambil
dalam
mengupayakan
penemuan cadangan pertambangan yang baru dan mencari jenis baru
bahan
tambang
meliputi
upaya
inventarisasi,
pemetaan,
eksplorasi dan eksploitasi kekayaan sumber daya mineral dan
energi dengan memanfaatkan teknologi yang tepat. Pengelolaan
sektor pertambangan perlu diserasikan dengan kebijaksanaan umum
bidang energi, pembangunan wilayah dan kelestarian sumber alam
serta lingkungan hidup. Kegiatan ini akan ditangani secara lebih
efisien dengan menerapkan
Upaya
untuk
mencapai
teknologi tepat guna.
sasaran
utama
pembangunan
bidang
pertambangan adalah mengusahakan kelangsungan dan peningkatan
produksi bahan tambang yang dewasa ini telah mempunyai pasaran dan
mengembangkan penyediaan bahan baku untuk industri. Dengan upaya itu
pembangunan pertambangan akan membantu upaya memperluas kesempatan
kerja.
120
Usaha penganekaragaman produksi pertambangan serta penelitian
pengolahan
lanjutan
akan
diteruskan
dan
ditingkatkan.
Hasil
pengolahan bahan tambang Indonesia diarahkan agar dapat dijadikan
landasan bagi pembangunan industri di dalam negeri serta merupakan
bagian penting dalam proses industrialisasi jangka panjang.
Penciptaan iklim pengusahaan pertambangan yang lebih meningkatkan daya pengembangan pertambangan akan terus disempurnakan.
Langkah-langkah yang akan ditempuh di bidang ini antara lain adalah
memantapkan
keserasian
usaha
antara
usaha
negara,
swasta,
pertambangan rakyat dan koperasi pertambangan, menyempurnakan
berbagai peraturan dan perundang-undangan se- cara sektoral dan
lintas sektoral, meningkatkan pembinaan dan pengawasan terhadap
perusahaan tambang swasta, perusahaan tambang milik negara serta
mendorong peningkatan usaha pertambangan rakyat (tambang skala
kecil) dan koperasi pertambangan.
Sesuai dengan kebijaksanaan tersebut, di bawah ini diuraikan
kebijaksanaan
dan
langkah-langkah
lebih
terinci
di
bidang
pertambangan.
1. Geologi dan Sumber Daya Mineral
a. Inventarisasi dan Eksplorasi Sumber daya Mineral
Pelaksanaan inventarisasi dan eksplorasi sumber daya mineral
dalam Repelita V diprioritaskan di daerah-daerah yang diperkirakan
memiliki endapan mineral yang dapat digunakan sebagai bahan mentah
untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri dan sebagai komoditi
mineral
yang
mempunyai
pasaran
di
luar
negeri.
Kegiatan
inventarisasi dan eksplorasi ini ter- utama akan dilaksanakan di
luar pulau Jawa. Untuk mencapai
121
sasaran tersebut akan dilanjutkan kegiatan-kegiatan yang telah
dilaksanakan selama Repelita IV.
b.
Penyelidikan Geologi Tata Lingkungan
Penyelidikan geologi tata lingkungan dalam Repelita V akan
lebih diarahkan pada daerah-daerah kritis atau kurang potensial
serta pada upaya pelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup. Kegiatan penyelidikan dan pemetaan geologi teknik dan
gerakan tanah akan dilaksanakan secara teratur di beberapa lokasi
dalam
rangka
mencegah
bencana
alam
geologis.
Kegiatan
penyelidikan hidrogeologi dan konservasi air tanah daerah
perkotaan dan pedesaan akan dititikberatkan di daerahdaerah di
luar Jawa, sedangkan kegiatan di pulau Jawa, Suma-tera dan Bali
diarahkan pada konservasi dan pelestarian sumber-sumber air tanah
yang ada.
c.
Penyelidikan Gunung Api
Dalam Repelita V dalam kegiatan penyelidikan gunung api akan
diberikan prioritas pada pembangunan lanjutan pos-pos pengamat
gunung api, pemetaan geologi dan topografi daerah gunung api,
penyelidikan geofisika dan geokimia yang lebih mendalam terhadap
beberapa gunung api di pulau Jawa, dan kegiatan penyuluhan kepada
masyarakat. Inventarisasi sumber
daya panas bumi ditingkatkan
sehubungan dengan upaya diversifikasi penggunaan energi untuk
pembangkit tenaga listrik.
d.
Penyelidikan dan Pemetaan Geologi
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelidikan dan pemetaan geologi, dalam Repelita V kegiatan tersebut
akan diarahkan pada daerah-daerah prioritas yang se-
122
suai dengan komoditi bahan tambang yang segera ditangani. Kegiatan
ini
akan
ditunjang
dengan
program-program
yang
tidak
dapat
dipisahkan dari kegiatan pemetaan dan inventarisasi sumber daya
mineral.
e. Penyelidikan Geologi Kelautan
Dalam Repelita V diupayakan agar perlengkapan kapal serta
fasilitas untuk kebutuhan survai dapat dilengkapi, supaya pelaksanaan survai geologi kelautan di wilayah paparan laut dengan
kedalaman maksimum 200 meter dapat dilaksanakan. Di samping itu
pendidikan dan latihan ahli peneliti geologi kelautan akan dilakukan
untuk memperoleh peneliti yang dibutuh-kan.
2. Minyak Bumi, Gas Bumi dan Sumber Daya Panas Bumi
Kebijaksanaan dan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam
Repelita V antara lain adalah melanjutkan dan meningkatkan
kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi untuk mencari dan
menemukan cadangan baru, mengembangkan lapangan minyak baru dan
"enhanced
oil
recovery"
(EOR).
Tujuan
kebijaksanaan
dan
langkah-langkah itu ialah meningkatkan produksi minyak dan gas
bumi untuk dapat mempertahankan jumlah ekspor minyak dan gas bumi
dan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di dalam
negeri.
Untuk meningkatkan kegiatan investasi di bidang minyak bumi,
gas bumi dan panas bumi, maka kemudahan-kemudahan dan perangsang
tertentu perlu terus diberikan, antara lain, dengan memberikan
tambahan perangsang untuk pengembangan lapangan di daerah laut yang
dalam, serta penentuan harga gas bumi di
dalam negeri yang wajar.
123
Permintaan BBM di dalam negeri yang semakin meningkat
dan
beragam perlu diimbangi dengan peningkatan kemampuan produksi dan
penyaluran di bidang minyak bumi dan gas bumi dengan meningkatkan
dan mengutamakan produksi yang sesuai dengan perubahan pola pemakaian
BBM. Penyesuaian produksi dengan perubahan pola pemakaian BBM di dalam
negeri, sebagai akibat adanya konservasi dan diversifikasi energi,
diusahakan dengan memanfaatkan dan melakukan penyesuaian dalam
proses dan peralatan pengolahan minyak dan gas bumi. Selain
daripada
itu,
distribusi
dalam
makin
rangka
pemenuhan
dimantapkan'
dengan
kebutuhan
BBM,
meningkatkan
pola
sarana
distribusi, seperti sarana timbun, sarana bongkar-muat dan sarana
angkutannya.
Pelaksanaan kegiatan pertambangan minyak, gas bumi dan
sumber daya panas bumi akan selalu berpedoman kepada pembangunan
yang berwawasan lingkungan. Upaya senantiasa dilakukan untuk
mempertahankan kelestarian fungsi dan kemampuan lingkungan agar
dapat tetap memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pembangunan
dan kesejahteraan rakyat, baik generasi sekarang maupun generasi
mendatang.
Dalam pada itu, akan dilanjutkan pula usaha peningkatan
keterampilan dan keahlian tenaga kerja di bidang minyak, gas bumi
dan panas bumi, serta peningkatan dan pengawasan perusahaan jasa
asing,
agar
alih
jasa
dan
teknologi
dapat
lebih
cepat
dilaksanakan.
3. Pertambangan Umum
Pelaksanaan pembangunan di bidang pertambangan umum tetap
akan dikaitkan dengan pengembangan potensi daerah, pelestarian
lingkungan hidup, perluasan kesempatan usaha dan kesempatan
kerja, khususnya bagi penduduk yang bermukim di wilayah
124
tempat pertambangan dilaksanakan. Lagi pula pelaksanaan pembangunan
dalam bidang ini juga akan berwawasan lingkungan.
Pembangunan di bidang pertambangan umum tersebut diha- rapkan
dapat meletakkan dasar bagi proses industrialisasi dan modernisasi
dengan usaha peningkatan pemanfaatan sumber daya mineral dan energi
secara terpadu dengan sumber daya lainnya.
Untuk mencapai sasarannya pembangunan di bidang pertam-bangan
umum akan dilakukan dengan memanfaatkan seefisien dan seefektif
mungkin hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sebelumnya, yang
meliputi prasarana dan sarana fisik, keterampilan dan keahlian tenaga
kerja, serta data dan informasi yang telah diperoleh dan tersedia.
Pembangunan di bidang pertambangan umum ditujukan untuk
meningkatkan produksi hasil tambang dan pengolahannya, dengan
dukungan penelitian dan pengembangan teknologi, sejalan dengan
perkembangan pasaran dalam negeri dan ekspor.
Mengingat pemasaran bahan mentah komoditi mineral yang semakin
terbatas maka akan dipertimbangkan kemungkinan pembangunan industri
pengolahan bahan galian mineral di dalam negeri yang mengolah bahan
baku sampai ke tingkat barang se-tengah jadi atau barang jadi seperti
pengolahan bahan galian bauksit menjadi alumina serta bahan galian
nikel menjadi ferronikel dan baja tahan karat (stainless steel).
Dalam rangka meningkatkan dan makin menganekaragamkan produksi
hasil tambang, kesempatan dibuka penuh bagi keikutsertaan perusahaan
swasta di bidang pertambangan. Mengingat
pertambangan memerlukan modal besar dan
kesempatan tetap dibuka untuk penanam-
bahwa pengembangan
teknologi tinggi, maka
an modal asing melalui usaha
patungan dengan modal dalam nege- ri.
125
Dalam pada itu pengembangan usaha pertambangan skala
kecil
diarahkan terutama untuk pengusahaan hasil-hasil tambang yang mudah
penambangannya, tidak memerlukan modal besar dan teknologi tinggi
dan pemasarannya tidak sulit. Untuk mendorong perkembangan usaha
pertambangan skala kecil, akan didorong terbentuknya koperasi
pertambangan agar pembinaannya akan lebih menguntungkan bagi
rakyat yang berkepentingan. Upaya menjamin lapangan kerja bagi
masyarakat penambang dilaksanakan dengan memberi perlindungan dan
kepastian hukum bagi penambangan rakyat tradisional.
Pengembangan produksi batu bara akan terus ditingkatkan dan
pelaksanaannya selalu dikaitkan dengan kebijaksanaan umum bidang
energi. Pemanfaatan batu bara sebagai bahan bakar adalah salah
satu usaha penganekaragaman (diversifikasi) sum- ber daya energi
untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri, terutama untuk
pusat listrik tenaga uap dan bahan bakar industri. Penjajagan
untuk melakukan, ekspor batu bara akan semakin ditingkatkan
mengingat bahwa potensi produksi tambang batu bars yang ada cukup
besar.
Untuk meningkatkan pembinaan dan pemberian bimbingan kepada
pengusaha pertambangan swasta nasional dan untuk peman-tauan
kegiatan mereka, akan diusahakan pembentukan kantor- kantor wilayah
Departemen Pertambangan dan Energi di propinsi yang memiliki
kegiatan pertambangan yang berarti. Pembentukan kantor wilayah ini
juga dimaksudkan untuk meningkatkan usahausaha pengawasan dan dalam
rangka menggairahkan kegiatan di bidang pertambangan, melalui
prosedur perizinan yang makin tertib, lancar dan sederhana.
126
IV. PROGRAM-PROGRAM
Program-program di bidang pertambangan yang akan dilaksanakan
dalam Repelita V meliputi program pengembangan dan penyelidikan
geologi
dan
sumber
daya
mineral;
program
peningkatan produksi minyak bumi, gas bumi dan
pengembangan
dan
sumber daya panas
bumi; program pengembangan dan produksi pertambangan umum, serta
program
pengembangan
sumber
daya
manusia.
Pelaksanaan
program-program tersebut secara terperinci diuraikan di bawah ini.
1.
Program Pengembangan dan Penyelidikan Geologi dan Sumber Daya
Mineral
a.
Inventarisasi dan Eksplorasi Sumber Daya Mineral
Kegiatan inventarisasi dan eksplorasi mineral logam dan bukan
logam dengan orientasi pada mineral yang dapat dipasar-kan di dalam
maupun di luar negeri akan dilanjutkan dan ditingkatkan. Selain itu
akan dilanjutkan dan ditingkatkan pula penyelidikan mengenai batu
bara dan gambut; penyelidikan geofisika, geokimia, analisa data
mineral serta pemboran uji endapan mineral.
Hasil yang akan dicapai selama Repelita V meliputi pembuatan
peta sumber daya mineral dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar,
peta geokimia regional dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 10 lembar
dan peta batu bara gambut dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 5 lembar.
Dalam pada itu, pemberian bimbingan eksplorasi yang merupakan
usaha peningkatan keikutsertaan perusahaan swasta nasional dalam
kegiatan sektor pertambangan akan ditingkatkan. Demikian pula,
kerja sama dengan lembaga penelitian di luar
127
negeri dalam rangka pengenalan dan penerapan teknologi mutakhir
di
bidang
penyelidikan
mineral,
akan
dilanjutkan
dan
di-
tingkatkan.
b.
Geologi Tata Lingkungan
Usaha pengembangan wilayah daerah kritis atau daerah kurang
potensial serta Usaha pelestarian sumber daya alam dan lingkungan
hidup akan ditingkatkan. Sejalan dengan itu, secara teratur akan
dilakukan pula kegiatan pemetaan geologi teknik serta penyelidikan
gerakan tanah.
Penyelidikan hidrogeologi dan konservasi air tanah juga terus
ditingkatkan
terutama
di
daerah
luar
pulau
Jawa, sedangkan
penyelidikan di pulau Jawa, Bali, dan Sumatera ter-utama akan
diarahkan pada konservasi dan pelestarian sumbersumber air tanah
yang ada.
Selaras dengan kegiatan di lapangan, hasil-hasil penyelidikan
di bidang geologi tata lingkungan berupa pembuatan
peta akan
ditingkatkan kuantitas dan kualitasnya serta disebarluaskan untuk
dapat dimanfaatkan hasilnya. Hasil yang akan dicapai dalam Repelita
V meliputi pembuatan peta geologi teknik pulau Jawa dengan skala
1 : 100.000 sebanyak 4 lembar, peta hidrogeologi dengan skala 1 :
250.000
sebanyak
5
lembar
dan
melanjutkan
pembuatan
peta
hidrogeologi Indonesia.
b.
Penyelidikan Gunung Api
Guna mencegah bahaya gunung api sedini mungkin, pembangunan
pos pengamat gunung api dan pengadaan peralatan peman-tau kegiatan
gunung api akan ditingkatkan baik dari segi
kualitasnya. Sejalan dengan kegiatan tersebut,
128
jumlah maupun
pemetaan geologi dan topografi daerah gunung api akan ditingkatkan
untuk lebih mengetahui daerah-daerah yang mungkin terancam gunung
api. Adapun hasil yang akan dicapai dalam Repelita V adalah
pembuatan peta geologi gunung api dengan skala 1 : 100.000 sebanyak
6 lembar, peta daerah bahaya gunung api dengan skala 1 : 50.000
sebanyak 10 lembar dan peta topografi puncak gunung api sebanyak
10 lembar. Selain dari pada itu, akan dilakukan penelitian lebih
lanjut dalam bidang geofisika dan geokimia terhadap beberapa gunung
api terpenting di Jawa. Penyuluhan kepada masyarakat akan bahaya
gunung api akan dilakukan dan ditingkatkan agar penduduk dapat
meningkatkan kewaspadaan untuk menghindarkan bahaya gunung api.
Di samping itu akan ditingkatkan pula kegiatan inventarisasi
potensi panas bumi sehubungan dengan peningkatan kebutuhan akan uap
panas bumi menjelang tahun 1990, khususnya di pulau Jawa. Sejalan
dengan itu, beberapa gunung api yang memiliki potensi panas bumi
sebesar 4.000 MWe akan dilanjutkan pengembangannya.
d.
Penyelidikan dan Pemetaan Geologi
Pemetaan geologi seluruh wilayah Indonesia yang telah
dimulai
akan
dilanjutkan
serta
diusahakan
penyelesaiannya.
Sejalan dengan kegiatan itu akan dilanjutkan pula penelitian dan
pengembangan geologi dan geofisika, baik berupa kegiatan yang
berdiri sendiri maupun kegiatan yang terkait dengan penerapannya.
Selama Repelita V diharapkan dapat diselesaikan pembuat- an
peta geologi bersistem untuk pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000
sebanyak 2 lembar, peta geologi bersistem untuk luar pulau Jawa
dengan skala 1 : 250.000 sebanyak 10 lembar dan
129
peta geologi Indonesia dengan skala 1 : 100.000 sebanyak 3 lembar.
Sejalan dengan pembuatan peta-peta tersebut di atas, akan
dihasilkan pula peta gaya berat pulau Jawa dengan skala 1 : 100.000
sebanyak 4 lembar, peta gaya berat luar pulau Jawa dengan skala 1
: 250.000 sebanyak 5 lembar dan peta gaya berat Indonesia dengan
skala 1 : 1.000.000'sebanyak 6 lembar.
e.
Penyelidikan Geologi Kelautan
Pemantapan sarana kerja dan laboratorium geologi kelaut- an
akan dilakukan bersamaan dengan usaha pengembangan peralat-an
survai baik untuk dipasang di kapal maupun untuk pengolahan hasil
survai di daratan.
Sejalan dengan itu akan diadakan pula penelitian geologi dan
geofisika kelautan, baik dengan dilaksanakan sendiri mau-pun
dengan kerja sama internasional. Hal ini diupayakan mengingat bahwa
penyelidikan geologi kelautan memerlukan peralatan yang canggih dan
penguasaan ilmu pengetahuan teknologi tinggi. Di samping itu akan
dilaksanakan pemetaan dasar laut sistema-tis dengan prioritas
wilayah perairan yang mempunyai potensi sumber daya mineral dan
energi dan pemetaan geologi teknik. Selanjutnya akan dilakukan juga
penelitian dan pengembangan geologi lingkungan pantai dan lepas
pantai yang erat kaitannya dengan usaha pengelolaan dan pelestarian
lingkungan pantai dan lepas pantai.
Untuk menunjang kegiatan tersebut akan diadakan pemantauan
perkembangan teknologi kelautan, akan dilaksanakan inventarisasi
data, dan akan diusahakan pengembangan sistem informasi geologi dan
geofisika kelautan.
130
2.
Program Pengembangan dan Peningkatan Produksi Minyak Bumi, Gas
Bumi dan Sumber Daya Panas Bumi
Program pengembangan dan peningkatan produksi minyak
bumi,
gas bumi dan sumber daya panas bumi meliputi kegiatankegiatan
eksplorasi, eksploitasi dan produksi, pengolahan, pemasaran BBM dan
non BBM dalam negeri, penyaluran dan transportasi, serta ekspor
minyak bumi dan hasil minyak dan gas bumi. Di samping itu program
produksi dan pemanfaatan gas bumi akan semakin dikembangkan
mengingat akan makin meningkatnya kebutuhan gas bumi untuk keperluan
gas kota sebagai sumber energi alternatif.
a.
Eksplorasi Minyak Bumi, Gas Bumi dan Sumber Daya Panas
Bumi
Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam yang tidak
terbarui. Untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan perbandingan
produksi dan cadangan pada suatu tingkat yang masih memenuhi
kelayakan teknis diperlukan kegiatan eksplorasi untuk menemukan
cadangan baru dan pembuktian cekungan yang diperkirakan mengandung
hidrokarbon.
Dalam Repelita V usaha mencari cadangan-cadangan baru
dilaksanakan melalui penyelidikan seismik sepanjang
akan
173.000 km
(rata-rata 34.600 km setiap tahun) dan pemboran eksplorasi sebanyak
880 sumur seismik. Di samping kegiatan tersebut akan dilakukan
kegiatan eksplorasi lainnya yaitu penyelidikan geologi, geokimia
serta penyelidikan lainnya.
Sehubungan dengan semakin sulitnya menemukan cadangancadangan
minyak dan gas bumi maka perlu adanya iklim investasi yang lebih
menarik bagi keikutsertaan modal asing untuk melakukan usaha
eksplorasi, khususnya di daerah laut dalam dan di daerah-daerah yang
belum menarik pada saat ini.
131
Kegiatan eksplorasi sumber daya panas bumi akan diterus- kan
dengan memberikan prioritas utama di pulau Jawa. Selama Repelita V
direncanakan untuk dilakukan pemboran eksplorasi sebanyak 14 sumur.
b.
Eksploitasi dan Produksi Minyak Bumi, Panas Bumi
serta Sumber Daya Panas Bumi
Selama Repelita V produksi minyak bumi dan kondensat akan
dihasilkan dari operasi di lapangan yang ada, kegiatan EOR
yang
telah ada dan yang baru, pengembangan lapangan baru, dan dari
penemuan sumber baru hasil kegiatan eksplorasi.
Sebagai hasil peningkatan kegiatan tersebut, dengan memperhitungkan kemungkinan peningkatan kebutuhan minyak bumi
dunia
dan perkembangan kebutuhan BBM dalam negeri, produksi minyak bumi
diusahakan agar meningkat dalam Repelita V. Pada tahun terakhir
Repelita IV perkiraan realisasi produksi minyak bumi termasuk
kondensat mencapai sebesar 511,0 juta barrel. Potensi kemampuan
produksi minyak bumi termasuk kondensat pada tahun terakhir Repelita
V diperkirakan Akan mencapai 558,0
juta barrel. Dalam pada itu
tingkat produksi minyak bumi dari tahun ke tahun akan disesuaikan
dengan keadaan pasar.
Selanjutnya pengembangan sumber daya panas bumi selama Repelita
V akan dilakukan di lapangan-lapangan panas bumi di gunung Salak dan
kawah Darajat di Jawa Barat, untuk dapat menghasilkan energi panas
bumi masing-masing sebesar 110 MWe. Untuk memperoleh energi sebesar
itu akan dilakukan pemboran sebanyak 32 sumur untuk dikembangkan.
c.
Pengolahan Minyak Bumi
Kapasitas pengolahan minyak di Indonesia pada dasarnya
132
telah mampu menghasilkan seluruh BBM yang dibutuhkan di dalam
negeri. Kebutuhan bahan baku untuk pengolahan diutamakan ber-asal
dari minyak mentah Indonesia sendiri, sedangkan impor minyak mentah
dilakukan jika memenuhi pertimbangan ekonomis.
Selama Repelita V kapasitas pengolahan minyak mentah seluruhnya berjumlah rata-rata 733 ribu barrel per hari, ter- masuk
pengolahan minyak mentah impor sebanyak 92 ribu barrel per hari di
kilang minyak di Cilacap. Kapasitas pengolahan tersebut akan dapat
memenuhi kebutuhan BBM dan non BBM di
dalam negeri. Produksi BBM
pada tahun 1989/90 diperkirakan mencapai 208,4 juta barrel dan akan
meningkat menjadi 233,0 juta barrel pada tahun terakhir Repelita
V. Sedangkan produksi non BBM akan meningkat dari 44,4 juta barrel
pada awal Repe- lita V menjadi 46,7 juta barrel dalam tahun 1993/94.
Dalam pada itu, dalam usaha untuk memasuki pasaran luar negeri,
pada saat ini sedang dijajagi kemungkinan pembangunan kilang BBM
yang berkapasitas 100.000 barrel per hari.
Dalam upaya untuk memecahkan masalah pemasaran LSWR (low
sulphur waxy residu) sedang dilakukan pembangunan Resid Catalytic
Cracking di Palembang. Selain menghasilkan BBM proyek ini juga akan
menghasilkan propylene sebagai hasil sampingan.
d.
Produksi, Pemanfaatan dan Pengolahan Gas Bumi
Produksi gas bumi dalam Repelita V diperkirakan akan
meningkat. Peningkatan produksi
ini
disebabkan
terus
oleh semakin
meningkatnya pemanfaatan gas bumi untuk gas alam cair (LNG) dan gas
minyak cair (LPG) sebagai komoditi ekspor, se-bagai bahan baku untuk
pabrik pupuk, dan sebagai bahan bakar alternatif untuk industri dan
rumah tangga.
Peningkatan produksi dan pemanfaatan gas bumi ini berasal
133
dari perluasan kilang LNG di Arun (Train 6) dan Bontang (Train
5), diselesaikannya kilang LPG di Musi dan Arun, pabrik pupuk
Kaltim III di Kalimantan Timur dan pupuk PUSRI Ib di Palembang,
serta adanya pemanfaatan gas bumi untuk PLTU dan PLTGU di Gresik,
dan PLTU unit 3 dan 4 di Belawan.
Produksi dan penyediaan gas bumi pada tahun pertama Repelita
V diperkirakan sebesar 5,249 milyar kaki kubik per hari dengan
pemanfaatan sejumlah 5,073 milyar kaki kubik per hari. Sedangkan
pada tahun terakhir Repelita V produksinya diperkirakan akan
mencapai 7,607 milyar kaki kubik per hari dengan pemanfaatan sebesar
7,416 milyar kaki kubik per hari.
e.
Kebutuhan dan Fasilitas Distribusi BBM
Dalam Repelita V peranan BBM sebagai sumber energi secara
relatif diperkirakan akan menurun, meskipun BBM masih akan merupakan
sumber energi utama di Indonesia. Penurunan itu disebabkan oleh
mulai berhasilnya kebijaksanaan diversifikasi energi.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, maka secara keselu-ruhan
penjualan BBM selama lima tahun. yang akan datang diperkirakan
meningkat
dengan
rata-rata
2,1%
per
tahun,
dengan
kenaikan
masing-masing jenis produk BBM sebagai berikut: Avgas diperkirakan
tidak mengalami peningkatan, Avtur akan meningkat dengan rata-rata
1,6% setiap tahunnya, bensin Super 98 akan meningkat dengan
rata-rata 15% per tahun, bensin Premium meningkat dengan rata-rata
3,0% per tahun, minyak diesel diperkirakan akan tetap, sedangkan
pemakaian minyak bakar masih
akan meningkat dengan tingkat
pertumbuhan yang menurun.
Perkiraan jumlah penjualan seluruh jenis BBM selama Repelita
V tercantum pada Tabel 12-1.
134
TABEL 12 - 1
PENJUALAN BBM DI DALAM NEGERI REPELITA V
(dalam ribu kilo liter)
Produk
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
Avgas
9
9
9
9
9
Avtur
717
728
740
752
764
Super 98
356
410
472
542
623
Premium
5.146
5.300
5.459
5.623
5.792
Minyak Tanah
7.100
7.100
7.100
7.100
7.100
Minyak Solar
9.743
10.036
10.337
10.647
10.966
Minyak Diesel
1.310
1.310
1.310
1.310
1.310
Minyak Bakar
3.012
3.100
3.650
3.600
3.200
27.393
27.993
29.077
29.583
29.764
Jumlah
135
Sejalan dengan kebutuhan produk BBM dan non BBM, maka selama
Repelita V pengembangan sarana dan pembekalan BBM diarahkan untuk
mencapai suatu sistem yang terpadu agar diper- oleh efisiensi yang
optimal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pengembangan
sarana dan pembekalan BBM meliputi pembangunan sarana timbun, sarana
bongkar-muat, sarana angkut dan stasium pengisian BBM untuk umum.
Pengembangan sarana dan pembekalan BBM yang direncanakan selama
Repelita V adalah pembangunan depot berupa terminal transit di Teluk
Bungus, Merak, Kraton, Ambon dan Bitung serta dermaga dan pipa
bongkar
di
kota-kota
Palangkaraya,
Kotabaru,
Pangkalanbun,
Samarinda dan Tahuna, berikut penyempurnaan dan perbaikan pipa
bongkarnya.
Selanjutnya untuk meningkatkan efisiensi dan pembekalan yang
lebih terjamin, dilaksanakan pembangunan jaringan pipa BBM di pulau
Jawa untuk menyalurkan kerosene, solar, dan bensin premium meliputi
Malangbong - Balongan - Cikampek
dengan pipa 16" sepanjang 340 km,
Padalarang - Sukabumi menggunakan pipa berdiameter 20" sepanjang 160
km dan Yogyakarta
- Solo - Semarang dengan pipa 10" sepanjang 160
km.
Di samping itu juga akan dilaksanakan pembangunan baru,
perbaikan dan penyesuaian lokasi stasiun pengisian BBM untuk umum
yang dilaksanakan sesuai dengan perkembangan daerah. Selanjutnya
juga akan dibangun beberapa terminal transit BBM di Sumatera Barat,
Jawa Barat dan Ambon serta suatu terminal
apung di Teluk Semangka,
Lampung, yang khusus melayani kero- sene dan solar untuk wilayah
Barat.
f. Pengolahan dan Penyaluran Produk non BBM
Pengembangan kilang petrokimia berorientasi pada penye-diaan
produk petrokimia sebagai bahan baku industri kimia
136
dasar telah dapat menghasilkan polytam, purified terephtalic acid
(PTA), methanol.
Guna memenuhi kebutuhan paraxylene bagi PTA Plant di Plaju,
saat ini sedang dibangun pabrik paraxylene di Cilacap dengan hasil
utama paraxylene (270.000 ton per tahun) dan benzene (120.000 ton
per tahun). Proyek yang diharapkan akan beroperasi dalam tahun 1991
itu juga akan menghasilkan LPG (22.988 ton per tahun), Raffinate
(93.718 ton per tahun), Heavy Aromatics (11.221 ton per tahun) dan
Fuel Gas (59.035 ton per tahun). Selain daripada itu produk non BBM
lainnya
yang telah dihasilkan adalah pelumas, aspal, wax dan kimia
pertanian yang sampai sekarang sebagian masih diimpor sedang-kan
kebutuhannya meningkat terus.
Peningkatan produksi LPG terutama berasal dari kilang- kilang
minyak Dumai, Cilacap dan Balikpapan, serta kilang- kilang LPG, Arun
dan
Musi.
Peningkatan
penyaluran
LPG
dilaku-
kan
dengan
mengembangkan sarana pembekalan berupa LPG filling plant di Bandung,
Semarang, Yogyakarta, Denpasar, Bandar Lam- pung dan Manado, serta
pembangunan pabrik botol LPG.
Guna memenuhi kebutuhan aspal yang meningkat dewasa ini sedang
dibangun pabrik aspal di Gresik dengan kapasitas 180.000 ton per
tahun. Proyek ini diharapkan dapat beroperasi dalam pertengahan
Repelita V.
Perkiraan penjualan produk non BBM selama Repelita V dapat
dilihat pada Tabel 12-2.
g.
Ekspor Minyak Mentah, Bahan Bakar Minyak, Gas
Minyak Cair dan Gas Alam Cair.
Selama Repelita V perkiraan perkembangan ekspor minyak mentah,
BBM, LPG dan LNG sangat dipengaruhi oleh kebutuhan
137
TABEL 12 - 2
PERKIRAAN PENJUALAN PRODUK NON BBM
PRODUK
1. Pelumas ( k l )
- Lokal
- Impor
Jum1ah
2. LPG ( t o n )
3. Methanol Mixture ( k l )
4. Aspal ( t o n )
5. Wax (ton)
6. Polytam PP ( t o n )
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
322.500
328.950
335.500
342.200
349.000
31.200
31.850
32.500
33.150
33.800
353.700
360.800
368.000
375.350
382.800
316.800
348.480
383.330
421.660
463.850
1.700
1.800
1.900
2.000
2.000
400.000
400.000
425.000
425.000
450.000
25.000
25.000
30.000
30.000
30.000
15.000
15.000
15.000
15.000
15.000
205.000
225.000
225.000
225.000
225.000
20.000
26.000
30.000
35.000
40.000
9. Dutrex ( k l )
2.600
2.700
2.800
2.900
3.000
10. SMT ( k l )
23.000
25.000
26.000
27.000
28.000
11. SBP ( k l )
20.000
20.000
22.500
22.500
25.000
12. SGO ( k l )
700
700
700
700
700
225.000
250.000
275.000
300.000
300.000
705
1.000
1.500
2.025
2.550
7. PTA (ton)
8. P. Cokes ( t o n )
13. Methanol ( k l )
14. Kimia P e r t a n ia n ( k l )
138
dalam negeri, situasi pemasaran di luar negeri dan kemampuan
pengolahan di dalam negeri. Ekspor LPG dan LNG pada dasarnya terikat
dengan
kontrak
jangka
panjang
yang
telah
dibuat,
sehingga
pembangunan baru kilang LNG dan LPG sangat tergantung dari
kontrak-kontrak penjualannya.
h.
Pengembangan Gas Kota
Dalam rangka mengelola energi secara efisien dan menghe- mat
energi yang berasal dari minyak bumi, maka dalam Repelita V
pengembangan
di
bidang
gas
kota
perlu
ditingkatkan.
Pengembangan gas kota ini dimaksudkan untuk dapat menyediakan
energi
pengganti
BBM
maupun
tenaga
listrik
sehingga
dapat
menghasilkan suatu efisiensi pemakaian energi yang tinggi.
Kebijaksanaan jangka panjang pengembangan gas kota, yang erat
kaitannya dengan kebijaksanaan umum dalam bidang energi, diarahkan
untuk menyalurkan gas bumi ke daerah pusat beban
yang dapat
dijangkau ataupun dekat dengan sumber gas bumi
yang ada. Dalam
pelaksanaannya kegiatan ini berupa peningkat-
an penyaluran gas
bumi menuju kota, terutama kota-kota yang masih memproduksi gas
buatan yang operasinya sekarang ini
tidak lagi menguntungkan.
Dewasa ini jaringan gas kota yang telah menyalurkan gas bumi
terdapat di kota Jakarta, Bogor, Cirebon dan Medan. Sedangkan
penyediaan gas kota untuk Bandung, Semarang, dan Surabaya masih,
dihasilkan oleh gas buatan dari batu bara dan minyak bumi.
Sehubungan dengan keadaan tersebut, maka untuk kota-kota tersebut
sedang dijajagi kemungkinannya untuk dapat menyalurkan gas bumi
sebagai gas kota.
Karena pertimbangan ekonomis maka sasaran utama pengembangan
jaringan gas kota adalah para pemakai gas dalam jumlah
139
besar. Untuk menyambung konsumen kelompok ini pada umumnya tidak
memerlukan investasi yang besar. Sambungan untuk konsumen rumah
tangga yang baru dilakukan untuk daerah perumahan yang mudah
terjangkau oleh jaringan yang ada atau daerah perumahan yang
potensi permintaannya cukup besar.
Sementara itu upaya penelitian pemasaran untuk pengembangan jaringan distribusi gas untuk daerah baru akan dilaksanakan agar dapat secepatnya memanfaatkan gas bumi yang sudah
terdapat di daerah tersebut. Daerah ataupun kota yang diperkirakan
memiliki potensi pasar untuk gas bumi antara lain adalah Palembang
(Sumatera
Selatan),
Jambi,
pulau
Batam
(Riau),
Balikpapan
(Kalimantan Timur), Sorong (Irian Jaya) dan Semarang (Jawa
Tengah).
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, penjualan gas kota selama
Repelita V diharapkan akan makin meningkat. Apabila penjualan gas
kota pada tahun terakhir Repelita IV adalah sebesar 11.800 milyar
BTU dengan jumlah pelanggan sebanyak
23.818, maka penjualan gas
kota pada akhir tahun Repelita V diperkirakan mencapai 35.495 milyar
BTU dengan jumlah pelang- gan sebanyak 59.000. Untuk mencapai
sasaran tersebut, direncanakan akan dibangun pipa transmisi dan
distribusi sepanjang 980 km dan rehabilitasi pipa lama sepanjang 250
km.
3. Program Pengembangan dan Produksi Pertambangan Umum
Bertolak dari hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai
sampai dengan Repelita IV, serta didasari pertimbangan prioritas,
maka program Repelita V bidang pertambangan umum di- susun sebagai
kelanjutan dari program-program dalam Repelita IV. Hasil kegiatan
berupa data dan informasi mineral akan dikelola secara seksama
agar dapat dimanfaatkan oleh semua pihak
140
dalam perumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan guna peningkatan usaha maupun peningkatan tugas-tugas di bidang pemerintahan. Untuk itu akan terus dimantapkan pengembangan sistem
informasi mineral dan penyajian data atau informasi secara
nasional yang akan melibatkan berbagai sektor.
Penelitian dan pengembangan pertambangan umum diarahkan pada
pengembangan teknologi penambangan, pengolahan, serta pemanfaatan
mineral industri, mineral ferro dan non ferro,
batu bara serta
mineral bahan energi pengganti lainnya (gam-but). Kegiatan ini
dimaksudkan untuk mendukung kebutuhan penyediaan bahan baku untuk
industri dan perluasan kesempatan kerja. Sesuai dengan kegiatan
tersebut dilakukan pula pengkajian dan perekayasaan penambangan
dan pengolahan bahan galian. Rancangan teknologi penambangan dan
perekayasaan teknologi pengolahan dilaksanakan terhadap jenis bahan
galian yang di-harapkan dapat dikembangkan. Beberapa hasil penelitian
dan pengembangan yang layak untuk dieksploitasi lebih lanjut akan
dilanjutkan dengan pembuatan percontohan di lapangan.
Upaya memanfaatkan dan mengembangkan produksi sumber daya
mineral perlu memperhatikan daya dukung alam, potensi wilayah dan
kondisi penduduk agar tercapai suatu pembangunan yang seimbang dan
merata. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penggerak utama dalam
mendukung kegiatan industri pertambang- an, penciptaan prasarana
regional dan penciptaan serta pemu-kiman penduduk di suatu wilayah.
Kegiatan bimbingan, penyuluhan, serta penelitian mengenai
usaha pertambangan skala kecil akan ditingkatkan. Selain itu akan
dilakukan pula usaha-usaha untuk lebih memperluas ke- giatan
pengusahaan tambang skala kecil, yang akan diawali oleh beberapa
proyek percontohan.
141
Program-program pengembangan serta peningkatan produksi
dan pemasaran di bidang pertambangan dalam Repelita V adalah
sebagai berikut.
a.
Batu bara dan Gambut
Sesuai dengan kebijaksanaan umum bidang energi, maka program
inventarisasi
dan
eksplorasi
batu
bara
dan
gambut
akan
dilanjutkan. Dalam program ini termasuk juga penyelidikan
mengenai pemanfaatan gambut sebagai bahan bakar untuk pusat
listrik tenaga uap (PLTU) dan pemanfaatannya untuk keperluan
lain. Peningkatan produksi batu bara ditujukan untuk pemasokan
batu bara ke PLTU, pabrik semen, dan industri lainnya. Dewasa ini
sedang dilakukan penelitian batu bara di Sumatera bagian Tengah
sehubungan dengan rencana pemanfaatan batu bara secara besar-besaran
sebagai bahan bakar usaha "secondary recovery" minyak bumi di
lapangan Duri (Riau).
Di dalam program pengembangan batu bara ini termasuk pula
pembangunan prasarana dan sarana angkutan batu bara, baik
angkutan darat maupun angkutan laut, serta pengembangan sumber
daya manusia. Di samping itu, dalam program ini sekaligus
tercakup
penelaahan
penataan
lingkungan,
kebijaksanaan
peraturan
tentang
pelestarian
perundang-undangan,
dan
serta
kelembagaan yang menyangkut masalah batu bara.
Rencana produksi dan perkiraan kebutuhan dalam negeri serta
ekspor batu bara selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-3.
b.
Timah
Produksi timah selama Repelita V akan ditingkatkan menjadi
sekitar 29.950 - 31.200 ton agar dapat memenuhi kebutuhan
142
TABEL 12 - 3
PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN BATUBARA DALAM REPELITA V
(1989/90 - 1993/94)
Tahun
P en j u a 1 a n
Produksi
(ton)
Dalam Negeri
Volume
(ton)
E k s p o r
Volume
(ton)
*)
1989/90
6.000.000
5.570.000
250.000
1990/91
8.000.000
6.695.000
1.305.000
1991/92
11.000.000
6.745.000
4.255.000
1992/93
13.000.000
7.075.000
5.925.000
1993/94
15.000.000
8.685.000
6.315.000
Catatan:
*) Ekspor (Net) adalah angka ekspor sesudah dikurangi dengan angka impor.
Untuk memenuhi kebutuhan batu bara bagi PLTU, (yang tidak perlu kualitas
tinggi) masih diperlukan impor pada permulaan Repelita V. Di samping
itu, peningkatan produksi batu bara tahun 1991/92 dan seterusnya sangat
tergantung pada perkembangan pasaran ekspor batu bara.
143
dalam negeri dan ekspor. Apabila cadangan timah di pasaran
dunia
yang dewasa ini berjumlah sekitar 55.000 ton dapat turun menjadi
sekitar 20.000 ton, harga timah diharapkan akan mem- baik dalam
tahun-tahun mendatang.
Untuk
menjamin
kelangsungan
penambangan
timah
di
masa
mendatang, kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan en- dapan
timah baru akan ditingkatkan. Dengan semakin menipisnya cadangan
timah
di
daratan,
maka
pada
tahun-tahun
mendatang
kegiatan
penambangan timah akan semakin berpindah dari darat- an ke daerah
lepas pantai.
Di samping meningkatkan kegiatan eksplorasi, dirasa perlu pula
untuk meningkatkan penelitian mengenai pemanfaatan mine- ral ikutan
bijih timah, seperti thorium, xenotime, dan lainlainnya.
Rencana produksi dan penjualan timah selama Repelita V terlihat
pada Tabel 12-4.
c.
Nikel
Produksi bijih nikel dalam Repelita V akan ditingkatkan menjadi
rata-rata 2,09 juta ton setahun, dengan volume ekspor rata-rata
diperkirakan sebesar 1,7 juta ton setahun. Sisa produksi yang
diperkirakan sebesar rata-rata 400 ribu ton setahun akan disediakan
untuk pabrik pengolahan bijih nikel menjadi ferronikel di Pomalaa
(Sulawesi
Tenggara).
Peningkat-
an
produksi
bijih
nikel
dimungkinkan dengan terdapatnya cadangan nikel di Pulau Gag
(Irian Jaya). Sementara itu ekspor bijih nikel dari Pomalaa dan
Pulau Gebe akan tetap dipertahankan. Namun mengingat cadangan
bijih nikel kadar tinggi untuk ekspor semakin menipis, maka dirasa
perlu untuk memanfa-atkan cadangan bijih nikel kadar rendah yang
jumlahnya sangat
144
TABEL 12 - 4
PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN TIMAH DALAM REPELITA V
(1989/90 - 1993/94)
P e n j u a 1 a n
Tahun
Produksi
(ton)
Dalam Negeri
E k s p o r
Volume (ton)
Volume
(ton)
1989/90
29.950
950
29.000
1990/91
30.475
1.275
29.200
1991/92
30.825
1.625
29.200
1992/93
31.200
2.000
29.200
1993/94
31.200
2.000
29.200
145
melimpah. Dalam Repelita V direncanakan untuk mengolah bijih
nikel kadar rendah dari Pulau Gebe dengan proses "acid leaching",
apabila harga nikel di pasaran internasional membaik.
Untuk meningkatkan daya saing ferronikel di pasaran internasional, direncanakan perluasan pabrik pengolahan ferro-nikel
di Pomalaa. Produksi ferronikel dalam Repelita V akan ditingkatkan
menjadi 5.760 ton Ni (sekitar 27 ribu ton ingot) setahun. Dalam upaya
memperluas
pasar
dan
meningkatkan
nilai
komoditi
ekspor
dipertimbangkan untuk membangun suatu pabrik "stainless steel" yang
diintegrasikan dengan peleburan ferronikel di Pomalaa.
Dalam Repelita V produksi dan ekspor nikel matte diha- rapkan
akan meningkat dibandingkan dengan Repelita IV. Rencana produksi dan
ekspor bijih nikel, ferronikel dan nikel matte selama Repelita V
dapat di lihat pada Tabel 12-5.
d.
Tembaga
Dalam Repelita V produksi per tahun konsentrat tembaga akan
ditingkatkan sebesar 32% sehingga rata-rata menjadi 296 ribu ton
setahun. Produksinya dalam Repelita IV rata-rata 225 ribu ton
setahun. Peningkatan produksi ini diusahakan melalui perluasan
pabrik dan penambahan prasarana tambang tembaga Freeport Indonesia
Incorporated di Irian Jaya.
Rencana produksi dan ekspor konsentrat tembaga dalam Repelita
V terlihat pada Tabel 12-6.
e.
Bauksit
Menurunnya
produksi
alumina
di
Jepang
telah menurunkan
konsumsi bauksit oleh pabrik alumina di Jepang. Perkembangan
146
TABEL 12 - 5
PERKIRAAN PRODUKSI DAN EKSPOR BIJIH NIKEL,
FERRONIKEL DAN NIKEL MATTE
PERIODE 1989/90 - 1993/94
B i j i h Nikel
FERRONIKEL
NIKEL MATTE
Tahun
Produksi
(ton)
Ekspor
(ton)
Produksi
(ton)
Ekspor
(ton)
Produksi
(ton)
Ekspor
(ton)
1989/90
2.050.000
1.700.000
5.000
5.000
32.000
32.000
1990/91
2.100.000
1.700.000
5.760
5.760
32.000
32.000
1991/92
2.100.000
1.700.000
5.760
5.760
32.000
32.000
1992/93
2.100.000
1.700.000
5.760
5.760
32.000
32.000
1993/94
2.100.000
1.700.000
5.760
5.760
32.000
32.000
147
TABEL 12 - 6
PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN KONSENTRAT TEMBAGA
PERIODE 1989/90 - 1993/94
148
Tahun
Produksi
(ton)
Ekspor
(ton)
1989/90
285.000
285.000
1990/91
285.000
285.000
1991/92
285.000
285.000
1992/93
300.000
300.000
1993/94
325.000
325.000
ini mengharuskan Indonesia mencari pasaran bauksit di luar Jepang.
Proyek alumina di pulau Bintan yang sekarang terhenti akan dikaji
secara
mendalam
untuk
ditetapkan
bagaimana
penanganannya
selanjutnya.
Di samping itu cadangan bauksit kadar non ekspor akan dijadikan
cadangan
komersial,
sehingga
dalam
jangka
panjang
diharapkan akan memiliki satu industri aluminium
Indonesia
yang terpadu
secara nasional. Rencana produksi Indonesia dalam Repelita V akan
disesuaikan dengan keadaan pasaran dalam negeri dan ekspor yang
diperkirakan mencapai 750 ribu ton per tahun. Dalam usaha
pemanfaatan limbah pencucian bauksit, dalam Repelita V akan
dihasilkan pula aluminium sulfat sebanyak 20 ribu ton setahun.
f.
Emas dan Perak
Berdasarkan
hasil
eksplorasi
yang
telah
diketahui,
di-
perkirakan produksi emas dan perak Indonesia dalam Repelita V akan
meningkat. Dari 103 buah kontrak karya pertambangan emas yang telah
ditandatangani, 4 buah kontrak karya telah dipas-tikan akan
berproduksi pada permulaan Repelita V. Kontrak
akan melakukan kegiatan eksplorasi dan
Karya lainnya masih
pada akhir Repelita V
sebagian diantaranya diharapkan dapat mulai berproduksi. Di samping
itu terdapat pula sejumlah kegiatan pertambangan berskala kecil yang
tersebar di pulau Kalimantan, Sulawesi Utara, Bengkulu, dan Jawa
Barat.
Fasilitas pengolahan logam mulia di Jakarta yang telah mencapai
kapasitas pemurnian emas 20.000 kg per tahun pada
akhir Repelita
IV akan terus ditingkatkan secara bertahap sampai mencapai 50.000
kg per tahun. Teknologi pemurnian emas yang telah dikembangkan
dapat mencapai standar emas baru
149
dengan kadar 99,99% sehingga dalam Repelita V PT Aneka Tam-bang
akan dapat menampung dan mengolah hasil produksi tambang emas di
Indonesia dan dapat menghasilkan komoditi ekspor yang memenuhi
standar internasional tertinggi.
Rencana produksi dan penjualan emas dan perak dalam Repelita
V dapat dilihat pada Tabel 12-7.
g.
Pasir Besi
Peningkatan produksi pasir besi akan dilakukan secara bertahap
sesuai dengan perkembangan permintaan. Dengan meningkatnya produksi
pabrik-pabrik semen, maka produksi pasir besi diperkirakan akan
meningkat pula menjadi rata-rata 275 ribu ton setahun dalam Repelita
V.
h.
Bahan Galian Lainnya
Konsentrat timbal dan konsentrat seng yang merupakan
hasil sampingan pengolahan bijih emas dan perak di Cikotok,
jumlah produksinya relatif kecil, tidak mencukupi untuk pendirian pabrik pemurniannya menjadi logam. Oleh karena itu se-lama
Repelita V, timbal dan seng sebagai hasil sampingan akan diekspor
dalam bentuk konsentrat.
Sementara itu, pengusahaan bahan galian industri seperti
dolomit, belerang, fosfat, kaolin, pasir kwarsa, andesit, granit,
yang mempunyai pasaran baik di dalam negeri maupun ekspor akan terus
ditingkatkan dalam Repelita V. Sejalan dengan itu akan ditingkatkan
pula kegiatan eksplorasi serta penelitian pemanfaatannya.
Di samping itu akan ditingkatkan pula pemberian bimbingan
kepada pengusaha pertambangan skala kecil, baik swasta na-
150
TABEL 12 - 7
PERKIRAAN PRODUKSI DAN PENJUALAN EMAS DAN PERAK
DALAM REPELITA V (1989/90 - 1993/94)
P E R A K
E M A S
TAHUN
PENJUALAN (Kg)
PRODUKSI (Kg)
Logam Emas
1)
Emas dalam
Konsentrat
Tembaga 2)
Jumlah
Logan Emas
1)
PRODUKSI (Kg)
Emas dalam
Konsentrat
Tembaga 2)
Jumlah
Logam
Perak
PENJUALAN (Kg)
Perak dalam
Jumlah
Dalam Negeri
(Logan Perak)
Ekspor (Pe-
Konsentrat
Tembaga 3)
Eras
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
2.433
3.983
6.783
8.663
8.713
rak dalam
Konsentrat
Tembaga 3)
Jumlah
4.900
7.333
2.433
4.900
7.333
8.275
65.000
73.275
8.275
65.000
73.275
7.000
10.983
3.983
7.000
10.983
8.275
67.300
75.575
8.275
67.300
75.575
9.200
15.983
6.783
9.200
15.983
8.275
67.100
75.375
8.275
67.100
75.375
12.900
21.563
8.663
12.900
21.563
8.275
64.800
73.075
8.275
64.800
73.075
12.800
21.513
8.713
12.800
21.513
8.275
60.200
68.475
8.275
60.200
68.475
Catatan :
1) Belum memperhitungkan Logam emas produksi pertambangan rakyat.
2) Emas yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan oleh
Freeport Indonesia Inc.
3) Perak yang terkandung dalam konsentrat tembaga yang dihasilkan oleh
Freeport Indonesia Inc.
151
sional maupun pertambangan skala kecil, penyempurnaan pengaturan
usaha, dan pengarahan pembentukan koperasi bagi usaha pertambangan
skala kecil. Koperasi pertambangan diharapkan akan dapat berperan
aktif dalam mengisi dan memeratakan kesempatan kerja di bidang
pertambangan.
3. Program Pengembangan Sumber Daya Manusia
Dalam upaya melaksanakan alih teknologi termasuk teknologi
eksplorasi dan eksploitasi bahan tambang, maka usaha untuk
meningkatkan pengembangan sumber daya manusia, baik dalam arti
kualitatif maupun kuantitatif akan tetap dilakukan. Di samping itu
diperlukan pula peningkatan kemampuan dalam penguasaan ilmu dan
teknologi mengenai
pengadaan
dan
pengelola- an hasil-hasil
pertambangan.
Sehubungan dengan itu penelitian dan pengembangan serta
pendidikan dan latihan tenaga kerja pada semua tingkat keah-lian
dan keterampilan akan ditingkatkan dengan mempergunakan fasilitas
pendidikan yang ada dan dengan bantuan tenaga ahli yang diperlukan.
Dalam perencanaan dan pelaksanaan investasi di bidang pertambangan
akan diperhatikan dan dipertimbangkan aspek sumber daya manusia
yang mencakup jenis maupun jumlah sehingga menghasilkan kesempatan
kerja yang seoptimal mungkin.
B.
ENERGI
ENERGI UMUM
I.
PENDAHULUAN
Sebagaimana ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara,
pengembangan dan
152
pemanfaatan energi dalam Repelita V
diarahkan pada pengelolaan energi secara hemat dan efisien dengan
peluang ekspor dan kelestarian sumber energi untuk jangka panjang.
Sehubungan dengan itu, maka upaya penganekaragaman sumber energi
melalui
usaha-usaha
untuk
menemukan,
memanfaatkan
dan
memasyarakatkan sumber daya energi alterna- tif perlu dilanjutkan
dan ditingkatkan.
Dewasa ini minyak bumi masih berperan besar sebagai sum- ber
daya energi utama di dalam negeri. Mengingat bahwa pemakaiannya
terus meningkat, sedangkan jumlah cadangan dan persediaan terbatas,
maka Garis-garis Besar Haluan Negara menegaskan agar pengelolaan
energi dilakukan secara efisien, dan agar penghematan energi
khususnya energi yang berasal dari minyak bumi sebagai sumber daya
alam
yang
tidak
ditingkatkan.
dapat
Usaha
ini
diperbaharui
dilaku-
kan
perlu
dilanjutkan
antara
lain
dan
melalui
kebijaksanaan harga energi yang tepat, penggunaan alat hemat energi,
penyuluhan kepada masyarakat tentang cara hidup hemat energi dan
sebagainya. Dalam pada itu sumber daya energi alternatif seperti
tenaga air, batu bara, gas alam, tenaga panas bumi, tenaga
nuklir, tenaga surya, tenaga angin, tenaga biomassa, gambut dan
sebagainya
perlu
terus
dikembangkan
dengan
memperhatikan
keselamatan masyarakat serta kelestarian kemampuan sumber alam
dan lingkungan hidup.
Dengan semakin berkembangnya kemajuan ilmu dan teknologi, maka
kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu dan teknologi mengenai
pengadaan dan pemanfaatan energi perlu ditingkatkan. Sehubungan
dengan itu penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan latihan
perlu terus dikembangkan. Upaya ini selain dimaksudkan untuk dapat
mengikuti perkembangan kemajuan juga diharapkan untuk dapat
meningkatkan penggunaan dan penerapan ilmu dan teknologi.
153
II.
KEADAAN DAN MASALAH
Penggunaan sumber daya energi di dalam negeri terus meningkat
seperti terlihat dari kenaikan konsumsi sumber daya energi komersial
yang terdiri dari minyak bumi, gas bumi, batu bara, tenaga air
dan pans bumi. Pada akhir Repelita III konsumsi seluruh sumber
daya ini berjumlah 223,6 juta Setara Barrel Minyak (SBM) dan pada
akhir Repelita IV menjadi 292,2 juta SBM, atau meningkat dengan
rata-rata 5,5% setiap tahun. Bersamaan dengan itu, pangsa minyak
bumi di dalam penggunaannya sebagai sumber daya energi berhasil
diturunkan dari 74,7% pada akhir Repelita III menjadi 62,4% pada
akhir Repelita IV, seperti terlihat pada Tabel 12-8. Sedangkan
sumber daya energi lainnya seperti tenaga nuklir, tenaga matahari,
tenaga angin, tenaga air laut, gambut, kayu bakar, gas bio dan limbah
telah berhasil ditingkatkan pengembangannya. Sumber daya energi komersial mempunyai potensi yang cukup besar, namun belum seluruhnya
dikembangkan secara optimal. Hal ini disebabkan terutama oleh karena
eksplorasi dan eksploitasinya bersifat padat modal dan memerlukan
waktu yang cukup lama untuk mengembangkannya.
Minyak bumi selain dimanfaatkan sebagai sumber daya energi
utama di dalam negeri, juga merupakan komoditi ekspor utama.
Penggunaan minyak bumi sebagai sumber daya energi di dalam negeri
terus
meningkat,
sedangkan
cadangannya
relatif
terbatas.
Berdasarkan hasil penyelidikan, diperkirakan jumlah minyak bumi
yang dapat dimanfaatkan dari seluruh cadangan yang ada hanya
sekitar 50 milyar barrel. Mengingat hal tersebut, maka telah
dilakukan usaha-usaha untuk mengurangi penggunaan minyak bumi
sebagai sumber daya energi.
154
TABEL 12 - 8
REALISASI KONSUMSI ENERGI 1984/85 - 1986/87
DAN
PERKIRAAN 1987/88 - 1988/89
( d a l a m juta SBM )
Jenis Energi
Akhir
Repelita I I I
1983/84
R E P E L I TA
IV
1984/85
1985/86
1986/87
1987/88
1988/89
1. Batu bara
1,140
0,51%
1,967
0,86%
6,913
2,95%
1Q,654
4,24%
20,372
7,52%
28,244
9,671
2. Tenaga Air
11,639
5,20%
14,017
6,15%
17,662
7,53%
21,601
8,61%
21,517
7,94%
24,330
8,33%
3 . Panas Bumi
0,418
0,19%
0,433
0,19%
0,448
0,19%
0,464
0,18%
1,894
0,70%
1,958
0,67%
43,310
19,37%
45,314
19,89%
47,434
20,21%
55,814
22,23%
54,794
20,23%
55,246
18,91%
Sub Total
(Non Minyak)
56,507
25,27%
61,731
27,10%
72,457
30,88%
88,533
35,27%
98,577
36,40%
109,778
37,57%
5. Minyak Bumi
167,106
74,73%
166,039
72,90%
162,196
69,12%
162,491
64,73%
172,250
63,60%
182,406
62,43%
223,613
100,00%
227,770
100,00%
234,653
100,00%
251,024
100,00%
270,827
100,00%
292,184
100,00%
4. Gas Bumi
Total
155
Sementara itu, cadangan gas bumi dewasa ini diperkirakan
sebesar 97,0 triliun cubic feet (TCF), terdiri atas 74,3 TCF cadangan
terbukti (proven reserves) dan 22,7 TCF cadangan potensial. Adapun
cadangan gas bumi tersebut tersebar di Daerah Istimewa Aceh,
Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Kepulauan Natuna dan Sulawesi Selatan.
Pemanfaatan gas bumi adalah untuk bahan baku industri besi baja,
bahan bakar di pusat pembangkit tenaga listrik, gas kota, bahan baku
pupuk dan bahan bakar
untuk kendaraan bermotor. Yang disebut
terakhir ini mulai dirintis pada tahun 1987.
Cadangan batu bara terutama terdapat di daerah Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, meliputi
jenis lignite dengan nilai kalori rata-rata 4.000 kcal/kg sampai
jenis sub-bituminous dan bituminous
dengan nilai kalori rata-rata
7.000 kcal/kg. Berdasarkan penyelidikan-penyelidikan yang telah
dilakukan, cadangan batu- bara jenis lignite di Sumatera Selatan,
di luar wilayah pertambangan Bukit Asam, diperkirakan sebesar
sekitar 10 milyar ton, sedangkan di Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Timur, berkisar 3 milyar ton. Di wilayah tambang Bukit
Asam (Suma- tera Selatan), diperkirakan terdapat cadangan sebesar
2.000
juta ton dan di wilayah Ombilin (Sumatera Barat) terdapat
cadangan sebesar 150 juta ton. Karena karakteristik yang ada, batu
bara yang terdapat di Bukit Asam saat ini hanya dimanfaatkan untuk
bahan bakar industri dan pusat pembangkit tenaga listrik, yaitu
pusat listrik tenaga uap (PLTU) Suralaya di
Jawa Barat.
Potensi tenaga air yang terdapat di seluruh wilayah tanah air
diperkirakan mencapai 75.000 MW, yang berlokasi di Suma-
156
tera sebesar 15.600 MW, Jawa sebesar 4.200 MW, Kalimantan sebesar
21.600 MW,, Sulawesi sebesar 10.200 MW, Irian Jaya sebe-sar 22.370
MW, Bali dan Nusa Tenggara berjumlah 620 MW, serta Maluku sebesar
430 MW. Dari potensi tersebut, diperkirakan sekitar 34.000 MW dapat
dikembangkan untuk pembangkit tenaga listrik. Pemanfaatan tenaga air
untuk pembangkit tenaga lis- trik sampai pada akhir Repelita IV
diperkirakan baru mencapai 1.927,5 MW atau sekitar 2,5% dari
potensi yang ada.
Kepulauan di Indonesia yang dilintasi jalur vulkanik memiliki
potensi sumber daya panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik yang
cukup
besar.
Berdasarkan
penelitian-penelitian
yang
telah
dilakukan, potensi panas bumi di Indonesia diperkirakan sebesar
10.000 MW dengan persebaran sekitar 5.500 MW terdapat di Jawa dan
Bali, 1.100 MW di Sumatera, 1.400 MW di Sulawesi dan lainnya tersebar
di Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Irian Jaya dan Maluku.
Potensi sumber daya
panas bumi yang telah dimanfaatkan untuk
pembangkit tenaga listrik masih sangat kecil, antara lain di pusat
listrik te- naga panas bumi (PLTP) Kamojang (Jawa Barat) yang
berkapasi-
tas 140 MW.
Kegiatan survai dan eksplorasi bahan galian radioaktif
yang
telah dilakukan, menunjukkan adanya endapan mineral ura-nium di
Kalimantan Barat. Akan tetapi sampai saat ini belum diketemukan
cadangan yang cukup besar yang secara ekonomis
layak untuk
dikembangkan. Mengingat kebutuhan energi yang akan terus meningkat,
maka kemungkinan pemanfaatan tenaga nuklir untuk memenuhi kebutuhan
energi di dalam negeri terus dikaji. Beberapa studi tentang
pemanfaatan tenaga nuklir untuk pusat listrik tenaga nuklir (PLTN)
telah dilakukan. Selain itu juga telah dibangun reaktor nuklir di
Serpong dengan kapasitas 30
157
MW-thermal yang penggunaannya terutama untuk pendidikan, latihan
dan penelitian.
Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki sumber panas
matahari yang cukup potensial. Matahari merupakan sumber
energi
yang bersih dan mudah didapat di seluruh wilayah tanah air.
Pemanfaatan tenaga matahari sampai saat ini pada umumnya masih dalam
bentuk
proyek-proyek percontohan
dengan
skala
kecil
yang
dimanfaatkan untuk pemanasan dan pembangkit listrik skala kecil,
untuk penerangan dan pompa air. Dari sekitar 65 buah proyek
percontohan di beberapa wilayah, dapat disimpul-kan bahwa pada
masa-masa
mendatang
pemanfaatan
tenaga
mata-hari
mempunyai
harapan yang besar, terutama untuk daerah pedesaan dan daerah
terpencil. Masalah yang dihadapi dalam menyebarluaskan pemanfaatan
tenaga matahari adalah harga per-alatan yang masih tinggi sehingga
harga energi yang dihasilkan juga mahal.
Secara umum potensi tenaga angin di Indonesia relatif kecil,
akan tetapi beberapa daerah tertentu, terutama daerah pantai,
mempunyai
potensi
yang
cukup
memadai
untuk
dimanfaat-kan.
Pemanfaatan tenaga angin saat ini juga masih berupa pro-yek-proyek
percontohan dengan skala kecil, antara lain untuk pembangkit tenaga
listrik skala kecil dan pompa air.
Potensi tenaga air laut yaitu potensi dari perbedaan temperatur
di permukaan dengan dasar laut dan potensi gelom- bang air laut telah
diteliti. Tahap awal dari penelitian pemanfaatan potensi perbedaan
temperatur
tersebut
untuk
pem-bangkit
tenaga
listrik
telah
dilakukan, sedang mengenai pemanfaatan potensi energi gelombang
laut belum banyak dilaku-kan penelitian.
Sumber daya energi lain yang dapat dikembangkan adalah gambut,
terutama terdapat di daerah dataran pantai timur Su-
158
matera serta di sebelah barat dan selatan Kalimantan. Dalam jumlah
yang lebih kecil, gambut juga terdapat di daerah pantai sebelah barat
Sumatera, Kalimantan Timur bagian utara dan pantai Irian Jaya.
Penelitian kemungkinan pemanfaatan gambut sebagai sumber daya
energi telah dilakukan di beberapa daerah, antara lain di daerah
Pontianak (Kalimantan Barat), Banjar-masin (Kalimantan Selatan),
Palangkaraya dan Sampit (Kaliman-tan Tengah) serta Jambi.
Dewasa ini kayu bakar, arang dan limbah pertanian diperkirakan
memenuhi antara 40% - 45% dari seluruh kebutuhan
energi di
Indonesia. Hal ini disebabkan sebagian besar daerah pedesaan
masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Di samping itu,
industri di daerah pedesaan, seperti industri gerabah, bata,
kapur dan gula merah, sebagian besar mempergunakan kayu bakar.
Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa konsumsi kayu bakar di
Jawa, Bali, Lombok dan daerah lain yang padat penduduknya, sebesar
0,7 m3/kapita/tahun.
Selanjutnya pemanfaatan energi gas bio yang menggunakan kotoran
ternak juga telah banyak dibuat percontohannya di Indonesia. Untuk
pengembangan lebih lanjut, masih dijumpai be-berapa hambatan, antara
lain aspek sosial-budaya, permodalan
dan pemilikan ternak yang
jumlahnya sedikit dan tersebar. Sekitar 100 unit proyek percontohan
gas bio dengan kapasitas antara 5 - 8 m3 per unit telah dibangun di
berbagai daerah, antara lain di Jawa, Bali, Sulawesi Utara, Maluku,
Lampung
dan Daerah Istimewa Aceh.
Dalam upaya mendorong kegiatan ekonomi untuk meningkatkan
kesejahteraan daerah pedesaan dan daerah terpencil, salah satu
cara pengembangan sumber daya energi yang telah dilakukan adalah
dengan mengikutsertakan masyarakat berpartisipasi
159
dalam menyediakan energi pedesaan. Dengan upaya ini telah dapat
dibangun sejumlah proyek percontohan dengan menggunakan sumber
daya energi setempat, seperti tenaga mikrohidro, te-naga matahari
dan tenaga angin, untuk pembangkit tenaga listrik berkapasitas
kecil, antara 100 - 1.500 Watt yang dapat dimanfaatkan antara lain
untuk penerangan, televisi, dan pompa air.
Dalam rangka penghematan penggunaan energi, khususnya yang
berasal dari minyak bumi, telah dilakukan berbagai survai,
penelitian, bimbingan dan penyuluhan tentang konservasi energi di
beberapa obyek industri. Diperkirakan penghematan penggunaan
energi di sektor industri dapat mencapai 30%. Suatu lembaga
pemerintah (PT Koneba) yang khusus bergerak di bidang jasa
konsultansi dan pelaksanaan program konservasi energi, juga telah
berhasil dibentuk. Hambatan-hambatan di dalam pelaksanaan program
ini terutama terletak pada kemampuan teknis para petugas yang
kurang
memadai,
masih
kurangnya
pengetahuan
dan
kesadaran
masyarakat untuk melakukan konservasi dan menghemat energi.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Pengembangan dan pemanfaatan energi dalam Repelita V diarahkan
pada sasaran umum, yaitu pengelolaan sumber daya energi yang
menyeluruh dan terpadu dengan mempertimbangkan peningkatan
kebutuhan, baik untuk ekspor maupun untuk pemakaian dalam
negeri, serta kemampuan penyediaan energi secara tepat dan
rasional dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Kebijaksanaan pemakaian energi di dalam negeri tetap diarahkan
pada pemanfaatan potensi somber energi non minyak
160
yang ada, seperti gas bumi, panas bumi, tenaga air, batu bara dengan
tetap memperhatikan segi ekonominya.
Mengingat
pentingnya
peranan
energi
dalam
pembangunan
nasional, maka penyediaan energi perlu terjamin secara berkesinambungan dalam jumlah dan mutu yang cukup serta dengan harga
yang wajar. Di dalam usaha untuk mencapai tujuan ter- sebut akan tetap
ditempuh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan dalam Repelita
IV yang berintikan intensifikasi, diversifikasi, konservasi dan
indeksasi
energi,
dengan
memperhatikan
aspek
efisiensi
dan
penerapan teknologi tepat guna.
Intensifikasi energi, dalam arti upaya untuk menemukan sumber
daya energi, akan terus dilanjutkan dan ditingkatkan dalam Repelita
V. Adapun langkah-langkah yang dilakukan akan meliputi survai sumber
daya energi untuk mengetahui dengan lebih mantap potensi sumber daya
energi yang secara ekonomis dapat dikembangkan dan eksplorasi sumber
daya energi untuk menemukan tambahan cadangan sumber daya energi.
Diversifikasi energi, yaitu upaya penganekaragaman sumber daya
energi melalui usaha-usaha untuk menemukan, memanfaatkan dan
memasyarakatkan sumber-sumber energi alternatif, juga akan terus
dilanjutkan dan ditingkatkan. Kebijaksanaan yang ditem- puh adalah
mengutamakan pemanfaatan minyak bumi sebagai komo-diti ekspor dan
sebagai bahan baku untuk kegiatan yang belum dapat diganti dengan
jenis energi lain dan meningkatkan pemakaian gas bumi sebagai
komoditi ekspor, bahan baku industri petrokimia, untuk gas kota dan
untuk pembangkitan tenaga listrik. Di samping itu diusahakan pula
peningkatan produksi
batu bara dan pemanfaatannya untuk
pembangkit tenaga listrik, sebagai bahan bakar industri dan
komoditi ekspor serta penggunaan tenaga air dan tenaga panas bumi
untuk pembangkitan tenaga listrik.
161
Sementara itu dilaksanakan pula penelitian dan pengkajian
mengenai kemungkinan tenaga nuklir untuk memenuhi kebutuhan energi
jangka panjang; khususnya diteliti masalah kelayakan teknis dan
ekonomisnya serta masalah penjagaan keselamatan lingkungannya.
Penelitian juga dilaksanakan dalam rangka mengembangkan energi baru
dan terbarui, seperti gambut, biomassa, limbah, kayu bakar, tenaga
surya, tenaga angin, tenaga air skala kecil, tenaga panas bumi skala
kecil dan
tenaga air laut. Upaya ini dilakukan dalam rangka
pemanfaatan sumber daya energi yang tersedia setempat dengan
memperhati- kan keselamatan masyarakat serta kelestarian kemampuan
sumber daya alam dan lingkungan hidup. Penelitian ini terutama diarahkan pada upaya pemenuhan energi di pedesaan dan daerah-daerah
terpencil yang belum terjangkau jaringan distribusi listrik.
Upaya pengelolaan energi secara hemat dan efisien, khususnya
energi yang berasal dari minyak bumi sebagai sumber
dapat
diperbaharui
dilanjutkan
dan
alam yang tidak
ditingkat-kan.
Upaya
itu
dilaksanakan tanpa mengganggu penyediaan energi yang dibutuhkan
untuk mendorong laju pembangunan nasional. Langkah-langkah yang akan
diambil antara lain meliputi kebijaksanaan harga yang tepat sehingga
dapat mendorong kegiatan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Selain
itu penggunaan alat hemat energi dengan cara
pengenalan dan peragaan peralatan serta penyusunan peraturan
perundang-un-dangan dan pemberian penyuluhan kepada masyarakat
tentang cara hidup hemat energi, serta survai dan penelitian dan
audit energi diteruskan. Di samping itu akan dilakukan pelatihan,
bimbingan dan peragaan dengan sektor industri sebagai sasaran
pertama.
Secara
bertahap
komersial dan transportasi.
162
dilanjutkan
dengan
sektor
bangunan
Indeksasi energi, dalam arti upaya penentuan jenis energi yang
paling tepat digunakan untuk kegiatan-kegiatan tertentu, akan
dilanjutkan agar secara nasional diperoleh pola peman-faatan energi
yang optimal. Langkah-langkah yang akan diambil meliputi studi,
penelitian, survai atau pengkajian di bidang teknis, ekonomis maupun
sosial budaya.
Untuk menunjang terlaksananya kebijaksanaan dan langkah yang
telah ditetapkan tersebut, kemampuan nasional dalam penguasaan ilmu
dan teknologi mengenai penyediaan dan pemanfaat- an sumber daya
energi akan terus dikembangkan. Sehubungan
dengan itu kegiatan
penelitian dan pengembangan energi serta pendidikan dan pelatihan
bagi pelaksana di bidang energi akan ditingkatkan.
Dalam rangka menetapkan kebijaksanaan umum bidang energi
yang menyeluruh dan terpadu, akan disiapkan pedoman serta
peraturan dan perundang-undangan yang merupakan landasan hukum
dalam pengembangan dan pemanfaatan energi. Untuk memantapkan
pelaksanaannya akan ditingkatkan koordinasi dan keterpaduan
langkah antara instansi-instansi yang terkait melalui Badan
Koordinasi Energi Nasional (Bakoren) dan Panitia Teknis Sumber
daya Energi (PTE).
IV. PROGRAM-PROGRAM
Sesuai dengan kebijaksanaan dan langkah-langkah yang diuraikan
di atas dalam Repelita V dilaksanakan kegiatan-kegiat-an: mengadakan
eksplorasi sumber daya energi, meningkatkan efisiensi penggunaan
energi, terlebih-lebih di sektor-sektor padat energi, menentukan
kebijaksanaan harga energi, mengusahakan tersedianya tenaga kerja
dengan kemampuan tinggi, me-
163
ningkatkan
kemampuan
teknologi,
melaksanakan
penelitian
dan
pengembangan serta menyusun pola penyediaan dan penyaluran energi.
Dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan itu akan diperhatikan adanya
faktor yang mempengaruhi usaha-usaha pengem-bangan dan pemanfaatan
energi, seperti kemampuan produksi berbagai jenis sumber daya energi
dan laju penggunaan energi, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri.
Sejalan
dengan
pendekatan
secara
nasional,
perlu
pula
ditingkatkan dan dimantapkan pola pengembangan energi secara
regional, karena setiap wilayah memiliki keadaan yang khusus, baik
keadaan sosial ekonomi dan budayanya, maupun potensi
sumber daya
energi yang tersedia dan pola pemakaian energinya.
Dalam rangka menjamin pengadaan energi secara menyeluruh dan
berkesinambungan, dengan jumlah dan mutu yang sesuai de- ngan
kebutuhan, serta dengan batas harga yang wajar, akan ditingkatkan
intensifikasi
pencarian
dan
penemuan
sumber
daya
energi,
diversifikasi penggunaan energi, konservasi cadangan sumber daya
energi dan indeksasi dalam menggunakan peralatan.
Intensifikasi pencarian dan penemuan sumber daya energi akan
dilaksanakan dengan meningkatkan kegiatan survai dan eksplorasi
sumber daya energi utama masa kini, yaitu minyak bumi, gas bumi,
tenaga air dan batu bara. Survai tersebut dimaksudkan untuk
mengetahui secara lebih mantap potensi sumber daya energi yang secara
ekonomis dapat dikembangkan, sedang eksplorasi dilakukan untuk
menemukan cadangan jenis-jenis sumber daya energi yang selama ini
telah
digunakan.
Dalam
kegiatan
eksplorasi
ini
juga
akan
dilaksanakan "enhanced oil recovery" guna meningkatkan produksi
minyak dan gas bumi
Selanjutnya
dengan menggunakan teknologi canggih.
upaya
penganekaragaman
atau
diversifikasi
penggunaan energi, yaitu usaha-usaha untuk mengurangi keter-
164
gantungan pada satu jenis sumber daya energi dalam memenuhi kebutuhan
energi di dalam negeri, akan dilanjutkan. Upaya tersebut akan
dilaksanakan melalui usaha-usaha meningkatkan pemanfaatan dan
memasyarakatkan sumber energi komersial alternatif di luar minyak
bumi, antara lain batu bara, gas bumi, gas minyak cair (LPG), tenaga
air dan panas bumi.
Peningkatan produksi batu bara dalam rangka upaya diversifikasi
penggunaan energi dilakukan dengan usaha perluasan tambang batu bara
di Ombilin, peningkatan produksi tambang batu bara di Bukit Asam
serta peningkatan produksi tambang batu bara di Bengkulu dan
Kalimantan Timur. Tambang batu bara di Ombilin akan diperluas
dengan mengembangkan tambang baru di Waringin, Sumatera Barat,
dengan produksi 200 ribu ton per tahun. Sedangkan tambang batu
bara di Bukit Asam akan ditingkatkan produksinya agar dapat
mencapai produksi sebesar 3,2 juta ton per tahun. Tambang batu
bara di Bengkulu dan Kalimantan Timur akan menghasilkan produksi
dengan sasaran utama untuk ekspor dan sisanya dipasarkan di dalam
negeri.
Kegiatan
diversifikasi
selanjutnya
adalah
usaha
untuk
meningkatkan pemanfaatan gas bumi sebagai sumber daya energi.
Pemanfaatan gas bumi sebagai sumber energi gas kota untuk keperluan
rumah tangga, perdagangan dan industri serta sebagai bahan bakar
kendaraan bermotor akan makin diperluas dan ditingkatkan. Dalam pada
itu telah pula dijajagi pemanfaatan
gas bumi sebagai bahan bakar
untuk beberapa pusat pembangkit tenaga listrik.
Selain itu, untuk memenuhi permintaan gas alam cair (LPG)
yang semakin meningkat telah diusahakan untuk meningkatkan
produksi LPG. Dari kilang minyak di Dumai dan di Balikpapan
diharapkan adanya peningkatan produksi LPG dengan 40
165
ribu ton per tahun, sedangkan dari pembangunan baru kilang LPG
di Musi diharapkan produksi LPG sebesar 350 ribu ton per tahun.
Peningkatan
produksi
LPG
sebagai
energi
alternatif
ini
dimaksudkan untuk mengurangi konsumsi BBM khususnya minyak tanah.
Usaha
lain
dalam
diversifikasi
ini
adalah
meningkatkan
penggunaan sumber daya air untuk pusat pembangkit tenaga listrik.
Dalam Repelita V akan diselesaikan pembangunan tambahan pusat
listrik tenaga air yang seluruhnya diperkirakan berkapasitas 344 MW.
Pengembangan sumber daya energi panas bumi tetap diarah- kan
untuk menunjang program diversifikasi energi bagi kebu- tuhan energi
di dalam negeri, terutama untuk pusat pembangkit tenaga listrik.
Pemanfaatan energi panas bumi dalam skala
kecil, akan dirintis
pengembangannya tidak hanya terbatas untuk pusat pembangkit tenaga
listrik, namun juga pemanfaatan secara langsung sebagai sumber
energi untuk mengeringkan pro- duk industri pertanian dan sebagai
energi pedesaan. Dalam Repelita V pemanfaatan panas bumi sebagai
sumber energi akan ditingkatkan untuk menjalankan pusat pembangkit
tenaga lis-
trik yang berkapasitas 220 MW.
Di samping energi komersial, akan dikembangkan pula sumber
daya energi non komersial yang pada umumnya sumber
daya energi
baru dan terbarui. Selama Repelita V sumber daya energi baru dan
terbarui yang akan ditingkatkan antara lain adalah biomassa,
tenaga matahari, tenaga angin, limbah kota. Selanjutnya akan
dikembangkan pula, khususnya untuk daerah pedesaan, sistem
hibrida, yaitu penggabungan antara tenaga matahari, tenaga angin,
biomassa atau energi lainnya, sehing- ga diperoleh suatu hasil yang
optimal dengan investasi yang minimal.
166
Dalam pada itu konservasi energi akan makin digalakkan agar
pemakaian energi dapat lebih efisien, sehingga dapat memelihara
kelestarian sumber daya alam yang ada. Guna menun-jang program
tersebut, akan dilakukan penyuluhan, pelatihan, bimbingan dan
peragaan
serta
penyusunan
naskah
peraturan
dan
perundang-undangan. Dalam pelaksanaannya, sektor industri merupakan sasaran kegiatan yang lebih dulu ditangani dan secara
bertahap menyusul sektor bangunan komersial dan sektor pengangkutan.
Pelaksanaan konservasi energi di sektor industri akan ditujukan
pada industri pupuk, semen, besi baja, gelas, tekstil, kertas dan
lain-lain. Jenis industri tersebut pada umumnya adalah jenis
industri yang bersifat padat energi. Sedangkan pelaksanaan
konservasi di sektor bangunan komersial dan pengangkutan akan
dimulai dengan survai potensi untuk konservasi energi.
Selanjutnya juga akan ditingkatkan program indeksasi
usaha
dengan
menerapkan
jenis-jenis energi
cara-cara
ilmiah
dalam
yang paling tepat digunakan
yaitu
menetapkan
pada kegi-
atan-kegiatan tertentu di setiap pemakai energi agar secara
nasional diperoleh pola pemanfaatan energi dengan peralatan
yang
tepat.
Dengan
menerapkan
program-program
tersebut
di
atas
pengembangan dan pemanfaatan energi non minyak yaitu batu
maka
bara,
tenaga air, panas bumi dan gas bumi diharapkan dapat ditingkatkan
sehingga peranannya diharapkan meningkat dari sekitar 38% pada
tahun terakhir Repelita IV menjadi sekitar 42% pada tahun
terakhir Repelita V. Perkiraan komposisi konsumsi energi selama
Repelita V dapat dilihat pada Tabel
12-9.
167
TABEL 12 - 9
PERKIRAAN KONSUMSI ENERGI DALAM REPELITA V
Jenis Energi
1989/90
Persentase
Ribu SBM
1990/91
Persentase
1991/92
Ribu SBM
Persentase
Ribu SBM
1992/93
Persentase
1993/94
Ribu SBM
Persentase
Ribu SBM
Gas Bumi
23,46%
72.610,2
24,40%
79.351,7
24,39%
83.171,4
24,88%
89.289,3
25,22%
94.839,0
Batu bara
6,84%
21.167,1
7,95%
25.852,0
7,65%
26.075,3
7,71%
27.676,1
8,81%
33.133,4
Tenaga Air
7,50%
23.206,4
7,18%
23.340,1
6,99%
23.853,2
6,83%
24.495,8
6,66%
25.041,2
Panas Bumi
0,64%
1.967,7
0,61%
1.967,7
1,03%
3.514,3
1,41%
5.058,8
1,35%
5.058,8
Sub Total
38,44%
118.951,4
40,13%
130.511,5
40,06%
136.614,2
40,83%
146.520,0
42,03%
158.072,4
Minyak
61,56%
190.504,0
59,87%
194.726,7
59,94%
204.424,0
59,17%
212.377,2
57,97%
218.039,9
Jumlah
100,00%
309.455,4
100,00%
325.238,2
100,00%
341.038,2
100,00%
358.897,2
100,00%
376.112,3
168
TENAGA LISTRIK
I.
PENDAHULUAN
Sesuai dengan Garis-garis Besar Haluan Negara, maka pembangunan
tenaga
listrik
dalam
Repelita
ditingkatkan dalam rangka
V
perlu
dilanjutkan
dan
mendorong kegiatan ekonomi serta
kesejahteraan masyarakat, baik di daerah perkotaan maupun di
pedesaan. Sehubungan dengan itu perlu terus ditingkatkan pembangunan prasarana dan sarana tenaga listrik serta efisiensi dalam
pengelolaannya, sehingga diperoleh tenaga listrik dalam jumlah
yang cukup dan mutu yang dapat diandalkan serta ter-sedia merata
dengan pelayanan yang makin baik.
Sesuai
dengan
Undang-undang
No.
15
Tahun
1985
tentang
Ketenagalistrikan, tujuan pembangunan ketenagalistrikan adalah
meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil
dan
merata serta mendorong peningkatan kegiatan ekonomi. Te- naga
listrik merupakan cabang produksi yang penting bagi ne- gara sebagai
hasil pemanfaatan kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang
banyak dan oleh karena itu perlu diperguna- kan sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
Dalam pada itu mengingat bahwa tenaga listrik merupakan salah
satu faktor yang penting dalam menggerakkan ekonomi nasional, maka
harga listrik harus diupayakan agar terjangkau oleh masyarakat luas.
Khusus bagi para pengusaha harga lis- trik harus dapat membantu
meningkatkan daya saing hasil-hasil produksi dalam negeri.
Di samping oleh negara usaha penyediaan dan penyaluran listrik
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga terbuka untuk koperasi dan
swasta.
169
Usaha listrik masuk desa akan dilanjutkan untuk mendorong
kegiatan ekonomi serta meningkatkan kecerdasan dan kesejahteraan
rakyat di daerah pedesaan. Untuk itu akan dikembangkan pengadaan
listrik dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia
setempat, seperti tenaga air mikro, tenaga angin dan tenaga
biomassa dalam rangka menghemat penggunaan bahan bakar minyak serta
sekaligus mengurangi kerusakan lingkungan alam khususnya kerusakan
hutan. Dalam hubungan ini akan lebih ditingkatkan kemampuan,
peranan serta swadaya masyarakat di pedesaan dalam penyelenggaraan
listrik masuk desa.
Pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik juga diarahkan untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan umum bidang
energi, terutama kebijaksanaan diversifikasi dalam menggunakan
sumber daya energi. Di samping itu juga untuk menunjang kebijaksanaan penghematan energi minyak bumi yang diupayakan
dengan
mengurangi peran bahan bakar minyak dan menggantikan- nya dengan
sumber daya energi lainnya, seperti tenaga air,
batu bara, dan
panas bumi.
II. KEADAAN DAN MASALAH
Pelaksanaan pembangunan tenaga listrik selama Repelita
IV dilakukan dengan meningkatkan sarana penyediaan tenaga listrik,
terdiri dari pembangkit, jaringan transmisi dan distribusi serta
peningkatan penyambungan pelanggan dan peningkatan pengusahaan.
Sebagai hasil pembangunan pusat pembangkit, maka sarana pembangkit
telah meningkat sehingga pada akhir Repelita IV daya terpasang
seluruhnya mencapai 18.775 Mega Watt (MW), yang terdiri atas 8.452
MW pembangkit listrik PLN dan sekitar 10.323 MW pembangkit
listrik di luar PLN.
170
Sesuai dengan kebijaksanaan diversifikasi energi, maka dalam
Repelita IV telah dikembangkan pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan sumber energi di luar minyak. Kapasitas terpasang
pembangkit PLN pada akhir Repelita IV terdiri dari tenaga air
sebesar 1.927,5 MW (22,8%), tenaga diesel sebesar 1.790,9 MW
(21,2%), tenaga uap dengan bahan bakar minyak sebesar 2.086,9 MW
(24,7%), tenaga uap dengan bahan bakar batu bara sebesar 1.330 MW
(15,7%), tenaga panas bumi sebesar 140 MW (1,7%), dan turbin gas
dengan bahan bakar minyak dan gas alam sebesar 1.176,7 MW (13,9%).
Sejalan dengan peningkatan kapasitas pembangkit tenaga listrik juga
diselesaikan pem- bangunan transmisi sepanjang 4.875,3 kilo meter
sirkit (kms)
dan gardu induk dengan kapasitas 8.021,9 mega volt
ampere (MVA), jaringan tegangan menengah (J7M) sepanjang 36.887,0
kms, jaringan tegangan rendah (JTR) sepanjang 47.365,5 kms, gardu
distribusi dengan jumlah kapasitas 4.039,7 MVA. Dalam usaha untuk
meningkatkan efisiensi dan keandalan sistem, telah ditingkatkan
interkoneksi sistem tenaga listrik Jawa, Madura
dan Bali berikut
fasilitas pengatur bebannya.
Dengan dilaksanakannya pembangunan sarana penyediaan te-naga
listrik produksi tenaga listrik terus mengalami peningkatan. Pada
akhir
Repelita
IV
produksi
tenaga
listrik
mencapai
sekitar
46.810.000 Mega Watt hour (MWh). Produksi tenaga lis-trik tersebut
berasal dari yang disediakan oleh Perusahaan
Umum Listrik Negara
(PLN), sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK),
sebesar 25.439.300 MWh (54,3%) (terdiri dari produksi sendiri
sebesar 24.494.300 MWh dan pembelian
dari luar PLN sebesar 945 ribu
MWh); produksi tenaga listrik oleh koperasi dan badan usaha lain,
sebagai Pemegang Izin
Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan
Umum (PIUKU), diperkirakan sebesar 143.500 MWh (0,3%); dan
selebihnya, yaitu
171
sebesar 21.227.200 MWh (45,3%), adalah produksi tenaga listrik oleh
para Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk Kepentingan
Sendiri (PIUKS). Dengan jumlah produksi tenaga listrik pada akhir
Repelita IV seperti yang digambarkan di atas ini, maka produksi
tenaga listrik per kapita di negara kita telah meningkat dari 150,1
kWh pada akhir Repelita III menjadi
261,8 kWh pada akhir Repelita
IV.
Sejalan dengan peningkatan produksi tersebut, jumlah pelanggan tenaga listrik juga terus meningkat dengan cepat. Pada akhir
Repelita III jumlah pelanggan PLN adalah 4.406.077. Pada akhir
Repelita IV jumlah pelanggan tersebut meningkat menjadi 9.657.349,
yang terdiri atas 8.996.866 pelanggan rumah tangga (93,2%), 29.074
pelanggan industri (0,3%), 401.988 pelanggan komersial (4,2%) dan
229.421 (2,3%) pelanggan keperluan lainnya. Dalam kurun waktu yang
sama jumlah desa yang mendapat aliran listrik meningkat dari 7.636
desa menjadi 17.978 desa.
Dengan peningkatan kemampuan jaringan transmisi dan distribusi yang disertai dengan usaha-usaha peningkatan efisiensi
lainnya, maka susut tenaga listrik yang meliputi susut jaring-an
transmisi dan distribusi dapat diturunkan dari 20,8% pada akhir
Repelita III menjadi 18,0% pada akhir Repelita IV.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan tenaga listrik, baik
untuk peningkatan penyediaan, pelayanan, maupun untuk pengelolaannya dihadapi beberapa masalah dan kendala sebagai berikut:
1.
Besarnya jumlah penduduk yang bermukim di daerah pedesa- an
secara tersebar mengakibatkan rendahnya kepadatan
beban
sehingga biaya penyaluran tenaga listrik per kWh menjadi
mahal.
172
2.
Kondisi geografis yang terdiri dari kepulauan membatasi
kemungkinan
pelaksanaan
interkoneksi
sistem
kelistrikan
sehingga upaya peningkatan skala ekonomi, efisiensi dan
keandalan melalui interkoneksi sistem kelistrikan ter-batas.
3.
Letak sumber daya energi yang umumnya jauh dari pusat
sehingga
memerlukan
biaya
transportasi
energi
beban
atau-pun
penyaluran tenaga listrik yang cukup tinggi.
4.
Penyediaan sarana tenaga listrik merupakan kegiatan yang padat
modal dan berteknologi tinggi, oleh karena itu
masih
memerlukan dana dan tenaga ahli dari luar negeri.
5.
Harga minyak yang relatif rendah menyebabkan pelaksanaan
diversifikasi energi terhambat karena harga energi non minyak
tertentu menjadi tidak dapat bersaing terhadap
harga energi
minyak.
6.
Biaya ganti rugi pembebasan tanah yang makin mahal cenderung
menaikkan biaya investasi, selain itu rencana tata guna tanah
kadang-kadang tidak sejalan dengan rencana pengembangan tenaga
listrik.
III. KEBIJAKSANAAN DAN LANGKAH-LANGKAH
Sesuai dengan tujuan pembangunan ketenagalistrikan dan tahap
pembangunan nasional dewasa ini, pembangunan ketenagalistrikan
dalam Repelita V mempunyai sasaran untuk memenuhi permintaan
masyarakat akan tenaga listrik dengan cukup dan merata, mutu yang
baik, keandalan yang tinggi, pelayanan yang baik dan harga yang
terjangkau.
173
Pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik akan dilaksanakan
melalui optimisasi perencanaan sistem tenaga listrik yang disusun
atas dasar perkiraan kebutuhan ramalan beban. Berdasarkan optimisasi
ini dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan, yang antara lain
meliputi
studi
mengenai
perencanaan
pengembangan
sistem
dan
keandalan sistem, penelitian mengenai kemungkinan lokasi pusat
pembangkit
tenaga
listrik
berikut
jaringan
transmisi
dan
distribusinya.
Mengingat manfaat yang dapat diperoleh dari interkoneksi
sistem kelistrikan, yaitu ekonomi skala besar, keandalan dan faktor
beban yang lebih baik, maka akan ditingkatkan interkoneksi antara
sistem kelistrikan yang ada.
Mengingat arti penting ketenagalistrikan, maka penyediaan
tenaga listrik dikuasai negara. Pelaksanaannya dilakukan oleh badan
usaha milik negara (BUMN) yang diberi kuasa usaha ketenagalistrikan.
Dalam upaya memenuhi kebutuhan tenaga listrik secara lebih merata
dan untuk lebih meningkatkan kemampuan negara dalam hal penyediaan
tenaga
listrik,
diberikan
koperasi dan swasta dan badan
kesem-patan
seluas-luasnya
kepada
usaha lain untuk menyediakan tenaga
listrik.
Selanjutnya guna memenuhi permintaan pihak koperasi dan swasta
untuk
berperanserta
dalam
menyediakan
tenaga
listrik
untuk
kepentingan umum, maka kepada pihak koperasi dan swasta diberikan
kesempatan melalui izin usaha ketenagalistrikan
untuk kepentingan
umum (IUKU). Dengan mempergunakan fasilitas ini terbuka kesempatan
bagi pihak koperasi dan swasta untuk dapat menyediakan tenaga
listrik untuk kepentingan masyarakat.
Perluasan jaringan transmisi dan distribusi dilaksanakan untuk
lebih memperluas pemanfaatan tenaga listrik, agar dapat lebih
mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya pertumbuhan
174
industri, baik di kota maupun di daerah pedesaan. Pengembangan
sarana penyediaan tenaga listrik yang terdiri dari pembangkit,
jaringan transmisi dan jaringan distribusi diusahakan agar
senantiasa dalam keadaan seimbang.
Penyediaan tenaga listrik bagi daerah pedesaan oleh PLN
diutamakan melalui jaringan tenaga listrik yang ada. Untuk daerah
yang belum terjangkau oleh jaringan yang ada lebih diutamakan
pemanfaatan sumber daya energi setempat terutama sumber daya
energi non minyak. Dalam keadaan tidak tersedia sumber daya
energi
setempat,
maka
bagi
desa
yang
diprioritaskan
dapat
disediakan tenaga listrik yang diperlukan dengan pembangkit listrik
tenaga diesel.
Pengembangan usaha ketenagalistrikan di daerah pedesaan oleh
koperasi dan swasta diarahkan pada tempat-tempat yang
belum
terjangkau oleh jaringan, tenaga listrik yang ada.
Dalam rangka diversifikasi sumber daya energi ditingkat- kan
penggunaan sumber daya energi bukan minyak, seperti tenaga air,
panas bumi, batu bara, gas bumi serta energi baru dan terbarui. Dalam
rangka menghemat bahan bakar minyak dan meningkatkan efisiensi
penggunaan bahan bakar, dalam Repelita V akan dikembangkan pusat
pembangkit tenaga listrik yang dapat memanfaatkan gas buangan dari
pusat listrik tenaga gas (PLTG) atau yang dikenal dengan pusat
listrik tenaga gas uap (PLTGU).
Di samping usaha untuk meningkatkan penyediaan tenaga listrik,
akan dilaksanakan juga usaha-usaha untuk meningkat-kan pelayanan
bagi masyarakat dan meningkatkan efisiensi pengusahaan. Usaha-usaha
itu akan dilakukan melalui langkah1.
langkah sebagai berikut.
Pengurangan jumlah dan lama gangguan, pencegahan kecela-kaan
karena listrik, peningkatan keselamatan kerja dan
175
keselamatan umum, pencegahan penyimpangan pembacaan meter,
peningkatan tata usaha langganan, penambahan tempat-tempat
pembayaran rekening listrik dan penyuluhan.
2.
Peningkatan
keandalan
dan
mutu
tenaga
listrik
melalui
peningkatan pengoperasian pusat pengaturan beban, pusat
pengaturan beban wilayah dan pusat pengawasan distribusi, upaya
memperkecil penyimpangan frekuensi, serta upaya memperkecil
penyimpangan tegangan.
3.
Peningkatan pemeliharaan sarana secara lebih teratur dimulai
dengan penyempurnaan pedoman dan petunjuk pemeliharaan,
peningkatan usaha-usaha untuk menurunkan pema- kaian sendiri
(own use) dan susut jaringan, peningkatan faktor beban,
pemantauan dan pengendalian efisiensi pusat pembangkit thermal
serta renovasi pusat pembangkit tenaga listrik yang tua.
4.
Peningkatan penyambungan dan penyediaan tenaga listrik untuk
sektor produktif serta usaha-usaha penjualan tenaga listrik
diluar beban puncak.
Dalam memanfaatkan teknologi dan ilmu pengetahuan dalam
pelaksanaan pembangunan tenaga listrik akan dipertimbangkan sejauh
mungkin masalah kesempatan kerja, peningkatan produktivitas kerja,
serta peningkatan keterampilan untuk menggunakan teknologi yang
lebih maju.
Kegiatan penelitian, pengembangan dan jasa teknik meru-pakan
bagian terpadu dari program pengembangan tenaga listrik dan
diarahkan pada pemecahan masalah perencanaan, pembangunan
dan
pengusahaan tenaga listrik. Standardisasi sistem, peralat- an dan
cara kerja akan dilakukan dalam rangka meningkatkan komunikasi,
kecocokan antara peralatan instalasi, keterampilan
176
tenaga kerja, mutu peralatan dan Jaya guna persediaan barang.
Pemanfaatan
lingkungan
tenaga
hidup
listrik
dengan
diharapkan
meningkatkan
dapat
memperbaiki
kebersihan,
kerapian,
keindahan dan kenyamanan. Fasilitas tenaga listrik, terutama yang
besar, dapat menimbulkan dampak kurang menguntungkan terhadap
lingkungan
hidup,
seperti
pencemaran
udara
dan
air,
kebisingan. Sehubungan dengan hal tersebut analisis
serta
dampak
lingkungan dilakukan pada setiap tahap pembangunan kelistrikan,
mulai dari tahap prastudi kelayakan.
Pembinaan usaha ketenagalistrikan di daerah pedesaan dilakukan
dengan memberikan pembinaan kepada Koperasi Unit Desa (KUD) dan
kepada pengelola kelistrikan swasta dan swadaya masyarakat dalam
penggunaan listrik secara produktif. Di samping itu juga diusahakan
bantuan paket kredit listrik pedesaan, pendidikan dan latihan serta
pembinaan standardisasi listrik pedesaan.
IV.
PROGRAM-PROGRAM
Program pembangunan tenaga listrik diarahkan untuk meme-nuhi
kebutuhan akan tenaga listrik yang terus meningkat. Pada tahun
pertama Repelita V diperkirakan besarnya kebutuhan akan tenaga
listrik nasional (PLN maupun luar PLN) mencapai sekitar 44.143,2 juta
kWh. Kebutuhan tersebut diperkirakan meningkat menjadi 56.756,2 juta
kWh pada tahun terakhir Repelita V. Perkiraan mengenai kebutuhan akan
tenaga listrik dalam Repe- lita V dapat dilihat pada Tabel 12-10.
Dalam rangka mengimbangi laju pertumbuhan permintaan akan
tenaga listrik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
177
TABEL 12 - 10
PERKIRAAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK DALAM REPELITA V
(juta kwh)
No.
Konsumen
1989/90
1990/91
1991/92
1992/93
1993/94
29.396,4
31.080,8
32.861,5
34.764,4
36.192,1
37.697,6
2. Komersil dan Umum
4.268,8
4.570,2
4.970,1
5.432,2
5.938,9
6.483,9
3. Rumah Tangga
7.547,8
8.492,3
9.464,8
10.468,4
11.503,7
12.574,6
41.213,0
44.143,3
47.296,4
50.665,0
53.634,7
56.756,1
1. Industri
Jumlah
178
1988/89
maka dalam Repelita V akan dibangun tambahan sarana penyediaan
tenaga listrik yang terdiri atas pusat pembangkit tenaga listrik
dengan
jumlah
kapasitas
3.696,67
MW,
jaringan
transmisi
sepanjang 6.302 kms, gardu induk berkapasitas 8.507 MVA, jaringan
distribusi yang terdiri dari Jaringan Tegangan Menengah (JTM)
sepanjang 62.938 kms dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang
90.549 kms, gardu distribusi berkapasitas 12.424 MVA. Sedangkan
program listrik masuk desa dalam Repelita V diharapkan dapat
memberi aliran listrik di sebanyak 11.600 desa.
Dengan pembangunan tambahan sarana penyediaan tenaga listrik
seperti tersebut di atas, maka produksi tenaga listrik yang pada
tahun pertama Repelita V diperkirakan mencapai 28.890.500 MWh,
terdiri dari produksi PLN sendiri 27.945.500 MWh dan pembelian dari
luar PLN sebesar 945 ribu MWh, akan meningkat sehingga pada tahun
terakhir Repelita V akan menjadi 48.271.300 MWh terdiri dari
produksi PLN sendiri 47.326.300
MWh dan pembelian dari luar PLN
sebesar 945 ribu MWh.
Selain peningkatan sarana penyediaan tenaga listrik juga akan
dilakukan usaha-usaha peningkatan efisiensi pengusahaan agar susut
jaringan
dan
pemakaian
sendiri
dapat
diturunkan.
Upaya
ini
diharapkan dapat meningkatkan penyediaan tenaga listrik, sehingga
apabila penyediaan tenaga listrik oleh PLN pada tahun pertama
Repelita V akan mencapai 22.697.200 MWh, maka pada akhir Repelita
V
penyediaannya
akan
meningkat
men-
jadi
38.851.000
MWh.
Selanjutnya, pemakaian sendiri akan diturunkan dari 4,77% pada awal
Repelita V menjadi 4,75% pada akhir Repelita V, sedang susut jaringan
akan diturunkan dari 16,66% pada awal Repelita V menjadi 14,77% pada
akhir Repe- lita V. Sasaran terperinci pembangunan tenaga listrik
selama Repelita V dapat dilihat pada Tabel 12-11.
179
TABEL 12 - 11
SASARAN PEMBANGUNAN TENAGA LISTRIK PLN
DALAM REPELITA V
No.
I.
Uraian
Satuan
1992/93
1993/94
Jumlah
1989/90
1990/91
1991/92
136,00
23,00
126,00
59,00
344,00
99,00
12,00
27,50
273,20
12,65
Pembangkit :
Ma
1. PLTA
2. PLTD
MN
24,00
110,70
3. PLTG
MW
100,00
20,00
4. PLTM
MW
0,60
11,22
5. PLTP
MW
110,00
110,00
6. PLTGU
NY
-
-
600,00
400,00
1.100,00
- Bath bara
MN
400,00
165,00
800,00
1.365,00
- Gas Alam
MW
-
130,00
100,00
120,00
24,47
290,00
70
7. PLTU
8. PLTD Listrik Desa
NM
J uml a h
130,00
9,00
9,50
10,00
10,50
11,00
50,00
669,00
393,20
345,60
908,72
1.380,15
3.696,67
II.
Transmisi
kms
570,00
1.978,00
1.031,00
1.076,00
1.647,00
6.302,00
III.
Gardu Induk
MVA
170,00
2.385,00
1.702,00
2.225,00
2.025,00
8.507,00
IV.
Distribusi
- JIM
kms
10.085,00
11.246,00
12.337,00
14.095,00
15.175,00
62.938,00
- GD
MVA
.1.997,00
2.226,00
2.432,00
2.779,00
2.990,00
12.424,00
- JTR
kms
14.534,00
16.193,00
17.750,00
20.262,00
21.810,00
90.549,00
V.
Listrik Pedesaan
desa
1.838,00
2.129,00
2.320,00
2.511,00
2.802,00
11.600,00
VI.
Produksi
GWh
28.890,50
33.043,50
37.644,40
42.708,70
48.271,30
190.558,40
VII.
Penyediaan
GWh
22.697,20
26.113,70
29.933,20
34.169,50
38.851,00
151.764,60
1.347.300
1.400.600
1.460.300
1.528.400
1.605.300
7.341.900
4,79
4,77
4,76
4,75
16,19
15,72
15,24
14,77
:
VIII. Pelanggan
IX.
180
a. Pemakaian sendiri
%
4,77
b. Susut Jaringan
%
16,66
Selain pembangunan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik
ang akan selesai dalam Repelita V, juga akan dimulai pembangunan
sejumlah pusat pembangkit tenaga listrik lain yang akan selesai dalam
periode Repelita selanjutnya. Adapun pusat pembangkit tenaga air yang
persiapan pembangunannya dilakukan dalam Repelita V adalah
sebagai berikut. Di Daerah Istimewa Aceh: Peusangan IV 31 MW, Tampur
I 214 MW, Tampur II 214 MW, Lawialas 322 MW; di Sumatera Utara: Renun
100 MW; di Sumatera Barat: Singkarak I 90 MW, Singkarak II 90 MW,
Batang Bayang
Besai 31
II 25 MW; di Riau: Kotopanjang 111 MW; di Lampung:
MW, Ranau 51
MW; di
Sumatera Selatan: Musi 68 MW; di Jambi:
Merangin 24 MW; di Kalimantan Barat: Pade. Kembayung 30 MW, Sungai
Pinoh I 148,6 MW; di Sulawesi Tengah: Palm I 44,5 MW;
Utara: Poigar II 25 MW, Poigar III 44 MW; di SuI 92 MW; di Maluku: Sapalewa 26 MW dan
Sentani 13
MW ; di
Bali: Putih I 16
di Sulawesi
lawesi Selatan: Malea
Isal 50 MW; di Irian Jaya:
MW, Putih II 17 MW, dan Ayung
39 MW; di Timor Timur: Ira Lararo 35
MW; di
Jawa Timur: Kesamben
33 MW; di Jawa Barat: Cirata II 500 MW.
Selain itu diadakan persiapan untuk membangun PLTU di
Daerah Istimewa Aceh: Banda Aceh 50 MW; di Sumatera Utara:
Pangkalan Brandan 200 MW; di Sumatera Barat: Ombilin III dan IV
(batu bara) 100 MW; di Jambi: Jambi 50
MW; di
Lampung: Tarahan I
dan II (batu bara) 130 MW; di Sumatera Selatan: Bukit Asam III
(batu bara) 130 MW; di Kalimantan Barat: Pontianak I (gambut) 22
MW; di Kalimantan Selatan: Banjarmasin I dan II (batu bara) 50
MW; di Kalimantan Timur: Balikpapan (batu bara) 50 MW; di Sulawesi
Selatan: Ujung Pandang (batu bara) 100
MW; di Jawa Timur: Paiton
III 600 MW, Paiton IV 600 MW; di Jawa Barat: Suralaya V dan VI 1200
MW, Suralaya VII 600 MW;
di Jawa Tengah: Jateng I dan II 1200 MW.
181
Di samping itu dilakukan pula persiapan pembangunan PLTP di
Sumatera Barat: Kerinci 5 MW; di Sulawesi Utara: Lahendong 15 MW;
dan PLTD tersebar 120,5 MW, serta PLTM tersebar 22,08 MW.
Selanjutnya dilakukan persiapan pembangunan PLTG di Kalimantan
Timur: Balikpapan 75 MW; di Sulawesi Utara: Bitung 50 MW; di
Sulawesi Selatan: Sulsel 25 MW; di Jawa Timur: Jatim 200 MW;
dan di Sumatera Utara: PLTGU Medan 300 MW.
Guna menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pem- bangkit
tenaga listrik yang akan selesai dalam waktu yang
dekat ke
daerah-daerah pusat beban, maka akan dibangun jaringan transmisi
sepanjang 6.302 kms beserta gardu induknya sebanyak 198 buah
dengan kapasitas 8.507 MVA. Jaringan transmisi beserta gardu
induknya
tersebut
terdiri
atas
jaringan
transmisi
500
kV
sepanjang 457 kms dengan gardu induk sebanyak 6 buah berkapasitas
3.000 MVA, jaringan transmisi 150 kV sepanjang 4.197 km dengan
gardu induk sebanyak 149 buah berkapasitas 4.942 MVA dan jaringan
transmisi 70 kV sepanjang 1.648 kms dengan gardu induk sebanyak 43
buah berkapasitas 565 MVA. Perencanaan pembangunan jaringan transmisi
menurut wilayah
kerja PLN tercantum pada Tabel 12-12.
Dalam Repelita V akan dibangun juga jaringan distribusi yang
terdiri atas Jaringan Tegangan Menengah (JTM) sepanjang 62.938
kms, Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 90.549 kms, gardu
distribusi sebank 63.809 buah dengan kapasitas 12.424 MVA. Dengan
tambahan jaringan distribusi tersebut diperkirakan akan dapat
disambung
tambahan
pelanggan
sebanyak
7.341.900
Rencana pembangunan sarana distribusi untuk
wilayah PLN dapat dilihat pada Tabel 12-13.
182
pelanggan.
masing-masing
TABEL 12 - 12
PENINGKATAN JARINGAN TRANSMISI DAN GARDU INDUK PLN
DALAM REPELITA V
W i l a y a h
Jaringan
Transmisi
Gardu Induk
Jumlah
(kms)
I
Aceh
Kapasitas
(MVA)
75
1
10
460
II
Sumatera Utara
598
17
III
Sumatera Barat dan Riau
591
10
140
IV
Sumatera Selatan, Jambi,
Lampung dan Bengkulu
790
15
265
V
Kalimantan Barat
VI
Kalimantan Selatan, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Timur
346
9
200
Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah
92
4
40
448
8
170
VII
VIII Sulawesi Selatan dan Tenggara
IX
Maluku
-
X
Irian Jaya
-
XI
Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur
-
1
15
J a w a
3.362
133
7.207
Jumlah
6.302
198
8.507
183
TABEL 12 - 13
PENINGKATAN SARANA DISTRIBUSI DI TIAP WILAYAH PLN
DALAM REPELITA V
Gardu Distribusi
Wilayah
JTM
JTR
(kms)
(kms)
Jumlah
Kapasitas
(MVA)
SR
(Pelanggan)
I.
Aceh
1.902
2.691
2.193
350
256.800
II.
Sumatera Utara
5.500
7.554
7.309
943
568.600
III.
Sumatera Barat dan Riau
5.020
6.872
4.865
721
425.600
IV.
Sumatera Selatan, Jambi,
Lampung dan Bengkulu
5.611
7.624
6.594
V.
Kalimantan Barat
855
926
VI.
Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah,
Kalimantan Timur
1.700
2.066
VII.
Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah
798
1.145
VIII.
Sulawesi Selatan dan
Sulawesi Tenggara
1.479
2.732
IX.
Maluku
293
432
X.
Irian Jaya
287
XI.
Bali, Nusa Tenggara
Barat, Nusa Tenggara
Timur, dan Timor Timur
XI.
Jawa
Jumlah
184
814
1.074
730.400
97
54.000
267
169.000
80
98.000
204
248.000
372
47
56.000
578
263
36
22.000
5.340
7.349
5.835
801
525.600
34.153
50.580
46.262
7.804
4.187.900
62.938
90.549
79.501
12.424
7.341.900
2.482
789
1.723
Untuk kebutuhan listrik di daerah pedesaan dalam Repelita
V akan dibangun PLTM tersebar dengan kapasitas total sebesar 24,47
MW dan PLTD tersebar dengan kapasitas total sebe-
sar 50 MW, JTM
sepanjang 27.274 kms, JTR sepanjang 33.315 kms, dan gardu
distribusi dengan kapasitas 1.081 MVA. Dengan pembangunan itu jumlah
desa yang mendapat aliran tenaga listrik akan menjadi sebanyak
11.600 buah dan pelanggan yang terlayani sebanyak 2.543.335
pelanggan.
Di samping hal-hal tersebut di atas, dalam Repelita V juga
dilakukan program survai dan studi sumber daya energi untuk
pembangkitan tenaga listrik. Pelaksanaan survai sumber daya
energi
meliputi
beberapa
kegiatan
seperti
eksplorasi,
penyelidikan mengenai topografi dan geologi, iklim, hidrogeologi, sosial-ekonomi, dampak lingkungan dan lain sebagainya.
Di
samping
itu
juga
dilakukan
persiapan
saran,
serta
inventarisasi dan evaluasi atas sumber daya energi yang tersedia. Selain itu juga akan diinventarisasi dan dievaluasi
efisiensi pembangkit tenaga listrik untuk dapat ditingkatkan.
Dalam rangka survai mengenai tenaga air dilakukan pengumpulan
data, pemasangan stasiun meteohidrologi seperti pos duga air dan
curah hujan di sebanyak 50 lokasi, pemetaan di 5 daerah, studi
pejajagan wilayah di 5 daerah, penilaian kem- bali atas hasil studi
potensi tenaga air di seluruh Indonesia yang dilakukan pada tahun
1983, prastudi kelayakan di sebanyak 51 lokasi dan studi kelayakan
di sebanyak 25 lokasi. Dalam upaya pemanfaatan sumber daya panas
bumi akan dilakukan studi kelayakan di 2 lokasi.
Dalam Repelita V kapasitas PLTA Asahan direncanakan untuk
ditingkatkan dengan sebesar 180 MW. Tambahan daya ini diperlukan
untuk meningkatkan produksi aluminium dari 180.000 ton per tahun
menjadi 225.000 ton per tahun.
185
Partisipasi dari pihak swasta dan koperasi dalam pemenuh- an
kebutuhan tenaga listrik pada tahun pertama Repelita V diperkirakan
sebesar 21.445.800 MWh dan pada tahun terakhir Repelita V sebesar
17.905.200 MWh. Penurunan ini terjadi ka- rena sebagian pemakai
listrik yang semula menggunakan hasil pembangkit tenaga listrik
sendiri (captive power) akan mempergunakan tenaga listrik dari
jaringan yang ada.
Dengan adanya partisipasi swasta dan koperasi, maka penyediaan
listrik nasional yang pada awal Repelita V diperki-rakan akan
mencapai 44.143.200 MWh akan meningkat menjadi 56.756.200 MWh pada
akhir Repelita V.
Di dalam Repelita V Koperasi merencanakan penyediaan dan
penyaluran tenaga listrik untuk 1.115 desa yang tersebar di seluruh
Indonesia.
Upaya
meningkatkan
efisiensi
pengusahaan
listrik
dalam
Repelita V akan dilaksanakan antara lain dengan meningkatkan
pemeliharaan sarana penyediaan. tenaga listrik secara lebih teratur,
memperkecil susut tenaga listrik dan meningkatkan faktor beban. Di
samping itu juga akan diusahakan untuk lebih mengarahkan penyediaan
tenaga listrik kepada kegiatan produk- tif dan untuk mengusahakan
penjualan tenaga listrik di luar beban puncak.
Usaha
peningkatan keandalan
dan
mutu
penyaluran tenaga
listrik, antara lain diusahakan dengan meningkatkan pengoperasian
pusat pengatur beban, pusat pengatur beban wilayah dan pusat
pengendali distribusi. Selain itu juga diusahakan untuk mengurangi
penyimpangan frekuensi dan memperkecil penyimpangan tegangan.
Sedangkan peningkatan pelayanan kepada masyarakat akan dilakukan
antara lain dengan mengurangi jumlah dan lama gangguan, mencegah
kecelakaan karena listrik dan mencegah penyimpangan pembacaan
meter.
186
Penguasaan teknologi tenaga listrik melalui peningkatan alih
teknologi dilakukan dengan melaksanakan program peneli- tian dan
pengembangan sistem kelistrikan berikut mesin dan peralatannya,
program pendidikan dan latihan tenaga kerja, termasuk tenaga kerja
usaha kelistrikan dan koperasi, serta pembinaan industri peralatan
listrik melalui bimbingan teknis, pembakuan sistem peralatan
listrik, serta pengawasan dan pengendalian mutu produksi peralatan
listrik.
187
TABEL 12 - 14
PEMBIAYAAN RENCANA PEMBANGUNAN LIMA TAHUN KELIMA,
1989/90 - 1993/94
(dalam milyar rupiah).
PERTAMBANGAN DAN ENERGI
No. Kode
.
SEKTOR/SUB SEKTOR/PROGRAM
1989/90
(Anggaran
Pembangunan)
03
SEKTOR PERTAMBANGAN DAN ENERGI
03.1
Sub Sektor Pertambangan
181,3
1.160,0
03.1.01
Program Pengembangan Pertambangan
98,3
678,3
03.1.02
Program Pengembangan Geologi
83,0
481,7
03.2
Sub Sektor Energi
1.433,4
10.033,9
03.2.01
Program Pengembangan Tenaga L i s t r i k
1.088,6
8.348,1
03.2.02
Program Pengembangan Tenaga Gas
dan Energi Lainnya
188
1.614,7
1989/90-1993/94
(Anggaran
Pembangunan)
344,8
11.193.9
1.1,85,8
Download