PERILAKU ASERTIF - Openstorage Gunadarma

advertisement
PERILAKU ASERTIF MENANTU LAKI-LAKI
YANG TINGGAL SERUMAH DENGAN
MERTUA
Oleh: Harry Prasetyo
10506268
BAB I
LATAR BELAKANG MASALAH
Menurut Duvall (1985) perkawinan merupakan salah satu isu utama dalam kehidupan manusia.
Pada umumnya, perkawinan terjadi pada tahapan dewasa muda yaitu pada usia 20-40 tahun.
Dengan adanya penyatuan dua individu berarti terjadi pula penyatuan dua sistem keluarga dan
perkembangan sebuah sistem baru alias sistem ketiga (Carter & McGoldrick, 1989 dalam Santrock,
2002). Hal tersebut memungkinkan timbulnya ketidaksepakatan atau konflik dalam keluarga.
Penelitian John Gottman (dalam Santrock, 2002) menunjukkan bahwa beberapa hal yang dapat
menjadi masalah dalam perkawinan adalah hubungan dengan mertua, keuangan, perkawinan,
stres, pekerjaan rumah tangga, seks, dan bayi.
Bagi sebagian pasangan suami istri, permasalahan hubungan antara menantu dengan mertua
sering kali menjadi pemicu timbulnya konflik antara suami
dengan istri atau sebaliknya. Menantu akan sangat terpaksa mengikuti semua perintah dari mertua
dan tidak adanya keberanian untuk mengatur keluarganya sendiri karena otoritas mertua akan
sangat mempengaruhi seorang menantu dalam mengambil keputusan untuk mengatur keluarganya
sendiri.
Menantu laki-laki harus berhati-hati dalam menyampaikan pesan, maksud atau keinginan kepada
mertuanya tanpa menyakiti perasaan. Penyampaian maksud yang lugas tanpa menyakiti perasaan
orang lain inilah yang disebut sebagai bersikap asertif.
Perilaku asertif dapat diartikan sebagai pengekspresian pikiran, perasaaan, kejujuran
sebagai keyakinan diri dengan tidak menyakiti hak-hak orang lain. (S.A.M. Advanced
Management Journal, 1989).
Menurut Lange dan Jakubowski (1978) bahwa tidak semua orang mampu bersikap
asertif. Bersikap asertif berarti berusaha untuk menghindari konflik dan menjaga
hubungan komunikasi interpersonal agar tetap memuaskan.
Tidak semua individu dapat berperilaku asertif. Hal ini disebabkan karena tidak semua
orang, baik itu laki-laki maupun perempuan sadar bahwa mereka memiliki hak untuk
berperilaku asertif. Banyak pula orang yang cemas, takut untuk berperilaku asertif atau
bahkan banyak individu yang kurang terampil dalam mengekspresikan diri secara
asertif. Dalam hal ini pun tidak semua menantu laki-laki yang tinggal serumah dengan
mertua bisa berperilaku asertif terhadap mertuanya. Menantu perlu belajar bagaimana
menyampaikan rasa tidak nyaman, tidak setuju tanpa menyakiti perasaan mertuanya
yang nantinya dapat memicu terjadinya perselisihan.
Untuk itu peneliti ingin membahas, bagaimana perilaku asertif menantu laki-laki yang
tinggal serumah dengan mertua, apa yang menyebabkan menantu laki-laki berperilaku
asertif dan mengapa menantu laki-laki berperilaku asertif terhadap mertua?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
•

Blomm, dkk (1975) menyatakan bahwa perilaku asertif adalah usaha individu untuk
mengkomunikasikan sesuatu secara langsung dan jujur, menentukan pilihan tanpa
merugikan atau dirugikan oleh orang lain.

Lange dan Jakubowski (1978) menyatakan bahwa perilaku asertif melibatkan usaha
untuk mempertahankan hak pribadi dan mengekspresikan pikiran, perasaan dan
keyakinan secara langsung, jujur, dengan cara yang sesuai yaitu dengan tidak
menyakiti atau merugikan diri sendiri dan orang lain.

Cawood (1997) menyatakan bahwa perilaku asertif yaitu ekspresi yang langsung,
jujur, dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak - hak
seseorang tanpa kecemasan yang tidak beralasan.
Perilaku asertif ialah usaha untuk mengkomunikasikan, mengekspresikan dan “
mempertahankan pikiran, perasaan, kebutuhan dan keyakinan atau hak-hak
seseorang secara langsung dan jujur tanpa menyakiti diri sendiri maupun orang lain”
Komponen Perilaku Asertif

Komponen Perilaku Asertif
Alberti dan Emmons (2002) mengidentifikasikan 11 komponen :
- Kontak mata (Eye contact)
- Sikap tubuh (Body posture)
- Jarak atau kontak fisik (Distance or physical contact) - Isyarat (Gestures)
- Ekspresi wajah (Facial expression)
- Nada, modulasi, volume suara (Voice tone, inflection,
volume)
- Kefasihan (Fluency)
- Penetapan waktu (Timing)
- Mendengarkan (Listening)
- Pemikiran (Though)
- Isi (Content)

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Asertif
Menurut Ruthus dan Nevid (1983) :
- Jenis kelamin
- Keyakinan diri
- Kebudayaan
- Tingkat pendidikan
- Tipe kepribadian
- Situasi tertentu lingkungan sekitarnya
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN



Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan metode wawancara
terstruktur agar wawancara dapat
berjalan secara efektif dan efisien
dan mengantisipasi kemungkinan
terlupanya pokok-pokok
permasalahan yang diteliti.
Observasi yang digunakan adalah
metode observasi non partisipan,
orang yang melakukan pengamatan
tidak berperan serta atau tidak ikut
ambil bagian didalam kehidupan orang
yang diamati.
Subjek penelitian ini seorang
menantu laki-laki yang tinggal
serumah dengan mertua minimal
selama 3 tahun
BAB IV
PEMBAHASAN
A.
Gambaran Perilaku Asertif Menantu Laki-laki yang Tinggal Serumah dengan Mertua
1. Kontak mata (Eye contact)
Saat berbicara atau berkomunikasi subjek menatap mata dan wajah mertuanya, yang dianggap SO subjek
mendengarkan atau tertarik dengan apa yang sedang dibicarakan. Saat berbicara dan melakukan kontak mata
dengan mertuanya subjek merasa nyaman dan tidak merasa canggung karena seperti berbicara dengan orang tua
sendiri
2. Sikap tubuh (Body posture)
Sikap tubuh subjek saat bicara dengan mertua tidak diam saja, subjek lebih banyak menggerakkan anggota tubuh
seperti menggerakkan tangan agar informasi yang disampaikan subjek bisa dipahami oleh mertuanya.
3. Jarak atau kontak fisik (Distance or physical contact)
Saat berkomunikasi dengan mertuanya jarak subjek cukup dekat, karena di anggap subjek jika berkomunikasi
dengan jarak yang jauh khawatir di anggap tidak sopan, namun subjek tidak pernah melakukan kontak fisik seperti
menyentuh atau memegang mertuanya ketika berkomunikasi
4. Isyarat (Gestures)
Subjek tidak pernah mempergunakan bahasa isyarat dalam hal ini suatu kode (misal dengan gerakan tangan)
berupa pesan saat berbicara kepada mertuanya.
5. Ekspresi wajah (Facial expression)
Subjek termasuk orang yang ekspresif. Ekspresi subjek saat berbicara dengan mertuanya tergantung dari kondisi
subjek dan menyesuaikan dengan apa yang di bicarakan. ketika subjek tidak sepaham dengan mertua, mimik
wajah subjek pun cukup terlihat oleh mertuanya dan respon mertua subjek sendiri cukup mengerti dengan
ekspresi subjek.

Nada, modulasi, volume suara (Voice tone, inflection, volume)
Saat berkomunikasi dengan mertua nada suara subjek sangat jelas dan terbilang biasa saja. Subjek mengakui ada
penekanan kata-kata saat berbicara dengan mertua, agar pesan yang disampaikan subjek bisa di pahami oleh
mertuanya. Volume subjek pun terbilang biasa-biasa saja saat berkomunikasi dengan mertua walaupun dalam keadaan
marah
7.
Kefasihan (Fluency)
Terdapat kesesuaian pernyataan antara subjek dan SO bahwa subjek juga tidak mengalami kesukaran menyusun katakata yang akan diucapkan saat berkomunikasi dengan mertua
8.
Penetapan waktu (Timing)
Terdapat kesesuaian pernyataan antara subjek dan SO bahwa saat ingin berkomunikasi dengan mertua, subjek mencari
waktu yang tepat untuk berbicara dengan mertua jika di anggap pembicaraan itu penting. Subjek juga pernah berbicara
spontan dengan mertua, walaupun intensitasnya tidak sering
9.
Mendengarkan (Listening)
Diakui subjek mertuanya pernah mencurahkan hatinya kepada subjek, dan respon subjek saat itu mendengarkan apa
yang diceritakan oleh mertuanya. Subjek selalu memberikan pendapatnya dan merasa senang karena telah di percaya
dalam membantu mencarikan solusi yang tepat.
10.
Pemikiran (Though)
Saat berkomunikasi dengan mertua cara subjek mencerna pembicaraan tersebut ialah dengan mendengarkan,
mengambil inti masalah dan mengambil kesimpulan dari pembicaraan. subjek tidak selalu setuju dengan yang mertua
subjek sampaikan. Subjek terkadang berfikir sebelum menyampaikan pendapat
11.
Isi (Content )
Subjek memilah-milah kata ketika berbicara dengan mertua agar tidak menyinggung perasaannya. subjek tidak
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan sesuatu kepada mertua, namun subjek tetap membaca situasi dan kondisi
B.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Menantu Laki-laki Bersikap Asertif
1.
Jenis kelamin
Sebagai menantu laki-laki, subjek cukup lugas dalam menyampaikan pesan atau pikiran dan tanggapan dari mertua
subjek sejauh ini baik-baik saja. Subjek termasuk orang yang terbuka dan diakui SO subjek memiliki andil yang cukup
besar dirumah mertua subjek karena subjek dianggap panutan merupakan orang yang di tua kan di keluarga
2.
Keyakinan diri
Sebagai menantu laki-laki subjek tidak mengalami masalah dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya ketika
tinggal dirumah mertua. Subjek termasuk orang yang mudah beradaptasi dan termasuk orang yang terbuka dengan
apa yang dirasakannya kepada istri ataupun mertuanya. Subjek pun memiliki keyakinan dalam mengungkapkan
perasaan dan pendapat tanpa merugikan orang lain
3.
Kebudayaan
Tidak ada peraturan-peraturan yang ditetapkan dalam lingkungan rumah mertuanya, dan mertua subjek sangat
menghormati subjek dan status sosial keluarga mertua subjek tidak berpengaruh kepada keluarga kecil subjek
4.
Tingkat pendidikan
Subjek setuju pada pendapat bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan berpikir
sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri. Menurut subjek, pendidikan yang tinggi bisa mengubah
pola pikir dan cara pandang seseorang yang akhirnya bisa mengembangkan diri
5.
Tipe kepribadian
Perlakuan mertua subjek dan keluarga SO dianggapnya sangat baik dan sama-sama saling menghargai. Subjek
menyatakan bahwa dirinya cukup bisa membaca sifat dan watak mertuanya. Walaupun cukup memahami sikap dan
watak mertua, saat berkomunikasi subjek harus melihat suasana hati mertuanya agar tidak memunculkan emosi
6.
Situasi tertentu lingkungan sekitarnya
Ketika berkomunikasi dengan mertua, subjek harus melihat dan membaca situasi, kondisi dan suasana hati mertua.
Subjek pun memposisikan dirinya sebagai menantu yang bisa menghormati mertuanya begitupun sebaliknya, dalam
memposisikan diri sebagai suami subjek bisa menjadi panutan dalam keluarga dan bisa menjadi figur seorang bapak.
BAB V
PENUTUP
* Berdasarkan hasil penelitian, gambaran perilaku asertif yang dilakukan subjek
terdapat pada komponen :
Kontak mata (Eye contact), Sikap tubuh (Body posture), Jarak atau kontak fisik
(Distance or physical contact), Ekspresi wajah (Facial expression), Nada, modulasi,
volume suara (Voice tone, inflection, volume), Kefasihan (Fluency), Penetapan waktu
(Timing), Mendengarkan (Listening), Pemikiran (Though) dan Isi (Content )
* Faktor-faktor yang mempengaruhi subjek berperilaku asertif ialah :
Jenis kelamin, keyakinan diri, kebudayaan, tingkat pendidikan, tipe kepribadian dan
situasi tertentu lingkungan sekitarnya
Download