Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Perilaku Asertif

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Asertif
2.1.1 Pengertian Asertif
Individu yang asertif menurut Sumihardja (Prabowo 2000) mempunyai
pengucapan verbal yang jelas, spesifik dan langsung mampu mengungkap pikiran,
perasaan dan pendapat kepada orang lain tanpa menyinggung perasaan orang itu,
mampu menempatkan diri pada tingkat yang sesuai dan mampu mengontrol diri
secara sehat dan wajar. Penulis mengartikan perilaku asertif adalah individu yang
dapat bertindak berdasarkan keinginannya sendiri tanpa terpengaruh dengan orang
lain.
Selain
itu
sikap
asertif
dapat
diwujudkan
individu
dengan
mengkomunikasikan apa yang ia inginkan secara jelas dengan menghormati
haknya sendiri dan hak orang lain, tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Adapun faktor yang dinilai memiliki peranan terhadap perilaku asertif adalah
kecerdasan emosional.
2.1.2 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Perilaku Asertif
Menurut Rathus dan Nevid (1983), terdapat 6 faktor yang mempengaruhi
perkembangan perilaku asertif yaitu:
1) Jenis Kelamin
Wanita
pada
umumnya
lebih
sulit
bersikap
asertif
mengungkapkan perasaan dan pikiran dibandingkan dengan laki-laki.
seperti
2) Self Esteem
Keyakinan
seseorang
turut
mempengaruhi
kemampuan
untuk
melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Orang yang memiliki
keyakinan diri yang tinggi memiliki kekuatiran sosial yang rendah sehingga
mampu mengungkapkan pendapat dan perasaan tanpa merugikan orang lain
dan diri sendiri.
3) Kebudayaan
Tuntutan lingkungan menentukan batas-vatas perilaku, di mana batasbatas perilaku itu sesuai dengan usia, jenis kelamin, dan status sosial
seseorang.
4) Tingkat Pendidikan
Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin luas wawasan
berpikir sehingga memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri dengan
lebih terbuka.
5) Tipe Kepribadian
Dalam situasi yang sama tidak semua individu memberikan respon
yang sama. Hal ini dipengaruhi oleh tipe kepribadian seseorang. Dengan tipe
kepribadian tertentu seseorang akan bertingkah laku berbeda dengan individu
dengan tipe kepribadian lain.
6) Situasi tertentu Lingkungan sekitarnya
Dalam berperilaku seseorang akan melihat kondisi dan situasi dalam
arti luas, misalnya posisi kerja antara atasan dan bawahan. Situasi dalam
kehidupan tertentu akan dikuatirkan menggangu.
2
2.1.3 Aspek-Aspek Perilaku Asertif
Aspek-aspek perilaku asertif menurut Galassi dalam Porpitasari (2007) ada
tiga kategori yaitu:
1) Mengungkapkan perasaan positif
Pengungkapan perasaan positif antara lain:
a) Dapat memberikan pujian dan mengungkapkan penghargaan pada orang
lain dengan cara asertif adalah keterampilan yang sangat penting. Individu
mempunyai hak untuk memberikan balikan positif kepada orang lain
tentang aspek-aspek yang spesifik seperti perilaku, pakaian, dan lain-lain,
memberikan pujian berakibat mendalam dan kuat terhadap hubungan
antara dua orang, ketikaseorang di puji kecil kemungkinan mereka merasa
tidak dihargai. Menerima pujian minimum dengan ucapan terima kasih,
senyuman, atau seperti “saya sangat menghargainya”.
b) Aspek meminta pertolongan termasuk di dalamnya yaitu meminta
kebaikan hati dan meminta seseorang untuk mengubah perilakunya.
Manusia
selalu
membutuhkan
pertolongan
orang
lain
dalam
kehidupannya, seperti misalnya meminjam uang.
c) Aspek mengungkapkan perasaan suka, cinta, sayang kepada orang yang
disenangi. Kebanyakan orang mendengar atau mendapatkan ungkapan
tulus merupakan hal yang menyenangkan dan hubungan yang berarti serta
selalu memperkuat dan memperdalam hubungan antara manusia.
d) Aspek memulai dan terlibat percakapan. Aspek ini diindikasikan oleh
frekuensi senyuman dan gerakan tubuh yang mengindikasi reaksi perilaku,
3
respon, kata-kata yang menginformasikan tentang diri/pribadi, atau
bertanya langsung.
2) Afirmasi diri
Afirmasi diri terdiri dari tiga perilaku yaitu:
a) Mempertahankan hak
Mengekspresikan mempertahankan hak adalah relevan pada
macam-macam situasi dimana hak pribadi diabaikan atau dilanggar.
Misalnya
situasi
orang
tua
dan
keluarga,
seperti
anak
tidak
diizinkan/dibolehkan menjalani kehidupan sendiri, tidak mempunyai hak
pribadi sendiri, dan situasi hubungan teman dimana hakmu dalam
membuat keputusan tidak dihormati.
b) Menolak permintaan
Individu berhak menolak permintaan yang tidak rasional dan untuk
permintaan yang walaupun rasional, tapi tidak begitu diperhatikan.
Dengan berkata “tidak” dapat membantu kita untuk menghindari
keterlibatan pada situasi yang akan membuat penyesalan karena terlibat,
mencegah terjadinya suatu keadaan dimana individu akan merasa seolaholah telah mendapatkan keuntungan dari penyalah gunaan atau
memanipulasi ke dalam sesuatu yang diperhatikan untuk dilakukan.
c) Mengungkapkan pendapat
Setiap
individu
mempunyai
hak
untuk
mengungkapkan
pendapatnya secara asertif. Mengungkapkan pendapat pribadi termasuk di
4
dalamnya dapat mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan
pendapat orang lain, atau berpotensi untuk menimbulkan perselisihan
pendapat dengan orang lain, contohnya adalah mengungkapkan ketidak
sepahaman dengan orang lain.
3) Mengungkapkan perasaan negatif
Perilaku ini meliputi pengungkapan perasaan negatif tentang orang
per-orang. Perilaku-perilaku yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a) Mengungkapkan ketidaksenangan
Ada banyak situasi dimana individu berhak jengkel atau tidak
menyukai perilaku orang lain, seseorang melanggar hakmu, teman
meminjam barang tanpa permisi, teman yang selalu datang terlambat
ketika berjanji, dan lain-lain.
b) Mengungkapkan kemarahan
Individu mempunyai tanggung jawab untuk tidak merendahkan,
mempermalukan, atau memperlakukan dengan kejam kepada orang lain
pada proses ini. Banyak orang telah mempelajari bahwa mereka
seharusnya tidak mengekspresikannya.
2.2 Kecerdasan Emosional
2.2.1 Pengertian Kecerdasan Emosional
Goleman
(2001)
mendefinisikan
kecerdasan
emosional
sebagai
kemampuan mengenali perasaan kita dan perasaan orang lain, kemampuan
memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri
5
sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Tingkat kecerdasan emosional
tidak terikat dengan faktor genetis, tidak juga hanya dapat berkembang selama
masa kanak-kanak. Kecerdasan emosional lebih banyak diperoleh lewat belajar,
dan terus berkembang sepanjang hidup sambil belajar dari pengalaman sendiri.
Seseorang makin lama makin baik dalam kemampuan ini sejalan dengan makin
terampilnya mereka dalam menangani emosional dan impulsnya sendiri, dalam
memotivasi diri, dan dalam mengasah empati dan kecakapan sosial (Goleman,
2005).
Kecerdasan emosional (Salovey et al, 1995 dalam Uno, 2006) adalah kualitas emosi untuk meraih sukses, yaitu: 1) empati, 2) mengungkapkan dan memahami perasaan, 3) mengendalikan amarah, 4) kemandirian, 5) menyesuaikan diri,
6) berdiskusi, 7) memecahkan masalah antar pribadi, 8) tekun, 9) setia-kawan, dan
10) sikap hormat.
Bar-On (Stein & Book, 2002) merangkum kecerdasan emosional ke dalam
lima ranah, yaitu: (1) Intra Pribadi, mengenal dan mengendalikan diri sendiri;
meliputi kesadaran diri, sikap asertif, kemandirian, penghargaan diri dan aktualisasi diri. (2) Antar Pribadi, “keterampilan bergaul” yaitu berinteraksi baik
dengan orang lain; meliputi empati, tanggung jawab sosial dan hubungan antar
pribadi. (3) Penyesuaian Diri yang lentur, realistik dan sesuai dalam memecahkan
aneka masalah. Ranah ini meliputi kemampuan melihat sesuatu sesuai kenyataan,
sikap fleksibel dan mampu mendefinisikan dan pecahkan masalah, bertindak
menerapkan pemecahan yang jitu dan tepat serta uji realitas. (4) Pengendalian
Stres, yaitu kemampuan menghadapi stres dan mengendalikan dorongan nafsu
6
serta menunda keinginan bertindak dengan menimbang seksama; tahan menanggung stres dan pengendalian nafsu. (5) Ranah Suasana Hati Umum, yaitu
pandangan individu tentang kehidupan, bergembira dalam bersendiri maupun
bersama orang lain; meliputi kemampuan mempertahankan sikap positif yang
realistik di masa sulit (optimistik) dan mensyukuri hidup, menyukai diri sendiri
dan orang lain, serta semangat/gairah melakukan tiap kegiatan (kebahagiaan).
2.2.2 Aspek-aspek Kecerdasan Emosional
Goleman (2005) mengungkapkan lima aspek dalam kecerdasan emosional,
yaitu :
1) Kesadaran Diri
Kesadaran diri merupakan mengenali perasaan sewaktu perasaan itu
terjadi. Menurut Mayer (Goleman, 2005) kesadaran diri adalah waspada
terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai
oleh emosi.
Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan emosi, namun
merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan emosi sehingga
individu mudah menguasai emosi. Orang yang mempunyai kesadaran emosi
menyadari apa yang sedang kita pikirkan dan apa yang kita rasakan saat ini.
Kesadaran diri terhadap emosi merupakan inti kecerdasan emosional, apabila
kita ingin mengembangkan kecerdasan emosional, kita harus memulai dengan
meningkatkan kesadaran diri.
7
2) Mengelola Emosional
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Menjaga emosi yang merisaukan tetap
terkendali merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi yang
berlebihan, meningkat dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak
kestabilan kita. Kemampuan ini mencangkup kemampuan untuk menghibur
diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan dan
akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari
perasaan-perasaan yang menekan.
3) Memotivasi Diri Sendiri
Motivasi merupakan dorongan untuk melakukan sesuatu sehingga
menuntun seseorang untuk menuju sasaran, dan membantu dalam mengambil
inisiatif dan bertindak secara efektif untuk bertahan menghadapi kegagalan
dan frustasi. Orang yang mempunyai motivasi diri serta dapat memanfaatkan
emosi secara produktif memliki ketekunan dalam usaha mencapai tujuan,
kemampuan untuk menguasai diri, bertanggung jawab, dapat membuat
rencana-rencana inovatif-kreatif ke depan dan mampu menyesuaikan diri dan
optimis.
4) Mengenali Emosi Orang lain (Empati)
Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati.
Kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain yaitu merasakan yang
dirasakan
oleh
orang
lain,
mampu
8
memahami
perspektif
mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang. Individu yang memiliki kemampuan empati lebih
mampu
menangkap
sinyal-sinyal
sosial
yang
tersembunyi
yang
mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu
menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan
lebih mampu untuk mendengarkan orang lain.
Rosenthal dalam penelitiannya menunjukan bahwa orang-orang yang
mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih mampu menyesuaikan
diri secara emosional, lebih popular, lebih mudah bergaul, dan lebih peka
(Goleman, 2005). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain juga
memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya
sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang
tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
5) Membina Hubungan
Membina hubungan dengan orang lain yaitu menangani emosi dengan
baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca
situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan
keterampilan-keterampilan
ini
untuk
mempengaruhi
dan
memimpin,
bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama dan
bekerja dalam tim. Keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain
merupakan kecakapan emosional yang mendukung keberhasilan dalam
bergaul dengan orang lain dan sesuatu kemampuan yang menunjang
popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
9
Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar
dalam keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa
yang diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang
lain. Seseorang berhasil dalam pergaulan karena mampu berkomunikasi
dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam lingkungannya
dan
menjadi
teman
yang
menyenangkan
karena
kemampuannya
berkomunikasi.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional
Goleman (2005) menyatakan bahwa faktor internal yang mempengaruhi
kecerdasan emosional dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal yaitu
faktor otak. Mengungkapkan bagaimana arsitektur otak memberi tempat istimewa
bagi amigdala sebagai penjaga emosi, penjaga yang mampu membajak otak.
Amigdala berfungsi sebagai semacam gudang ingatan emosional dan demikian
makna emosional itu sendiri hidup tanpa amigdala merupakan kehidupan tanpa
makna pribadi sama sekali. Faktor lain yang mempengaruhi kecerdasan emosional
adalah faktor eksternal yaitu yang datang dari luar individu. Sepanjang
perkembangan sejarah manusia menunjukkan seseorang sejak kecil mempelajari
keterampilan sosial dasar maupun emosional dari orang tua dan kaum kerabat,
tetangga, teman bermain, lingkungan pembelajaran di sekolah dan dari dukungan
social lainnya. Demikian pula pada kecerdasan emosional seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungan dan tidak bersifat menetap. Oleh karena itu faktor
yang mempengaruhi kecerdasan emosional yaitu a) pengaruh keluarga, b)
lingkungan sekolah, dan c) lingkungan sosial.
10
Demikianlah beberapa hal yang mempengaruhi kecerdasan emosional
yang secara garis besar dipengaruhi oleh faktor dari dalam individu dan faktor
dari luar individu selanjutnya kedua faktor ini saling berinteraksi dalam proses
belajar dan latihan selama rentang kehidupannya.
2.2.4 Komponen Kecerdasan Emosional
Goleman (2002) memperluas kecerdasan emosional menjadi lima
kemmapuan utama, yaitu:
a. Mengenali Emosi Diri
Mengenali emosi diri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali
perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Hal ini menyebabkan individu menyadari
emosi yang sedang dialami serta mengetahui penyebab emosi tersebut terjadi serta
memahami kuantitas, intensitas, dan durasi emosi yang sedang berlangsung.
Kesadaran akan intensitas emosi memberi informasi mengenai besarnya pengaruh
kejadian tersebut pada individu. Intensitas yang tinggi cenderung memotivasi
individu untuk bereaksi sedangkan intensitas emosi yang rendah tidak banyak
mempengaruhi individu secara sadar. Kesadaran akan durasi emosi yang
berlangsung membuat individu dapat berpikir dan mengambil keputusan yang
selaras dalam mengungkapkan emosinya. Kemampuan mengenali emosi diri
merupakan dasar dari kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan
kesadaran diri sebagai metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya
sendiri. Mayer (Goleman, 2002) mengatakan bahwa kesadaran diri adalah
waspada terhadap suasana hati maupun pikiran tentang suasana hati, bila kurang
waspada maka individu menjadi mudah larut dalam aliran emosi dan dikuasai oleh
11
emosi. Ketidakmampuan untuk mencermati perasaan kita yang sesungguhnya
membuat kita berada dalam kekuasaan perasaan., sehingga tidak peka akan
perasaan yang sesungguhnya yang berakibat buruk bagi pengambilan keputusan
masalah (Mutadin, 2002). Kesadaran diri memang belum menjamin penguasaan
emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk mengendalikan
emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.
b. Mengelola Emosi
Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai
keseimbangan dalam diri individu. Individu dapat mengungkapkan emosinya
dengan kadar yang tepat pada waktu yang tepat dengan cara yang tepat
(Aristoteles
dalam
Goleman
2004).
Tujuan
pengendalian
diri
adalah
keseimbangan emosi bukan menekan emosi, karena setiap perasaan memiliki nilai
dan makna tersendiri. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali
merupakan kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat
dengan intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman,
2002). Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri
ketika
ditimpa
kesedihan,
melepaskan
kecemasan,
kemurungan
atau
ketersinggungan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya serta kemampuan untuk
bangkit dari perasaan-perasaan yang menekan. Orang-orang yang buruk
kemampuannya dalam keterampilan ini akan terus-menerus bertarung melawan
perasaan murung, sementara mereka yang pintar dapat bangkit kembali dengan
12
jauh lebih cepat dari kemerosotan dan kejatuhan dalam kehidupan (Goleman,
1996).
c. Memotivasi Diri Sendiri
Prestasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu,
yang berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan
mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif,
yaitu antusiasme, gairah, optimis dan keyakinan diri. Keterampilan memotivasi
diri frustasi (Goleman, 2002). Seseorang yang mampu membaca emosi orang lain
juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin mampu terbuka pada emosinya
sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya sendiri, maka orang tersebut
mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang lain.
e. Membina Hubungan (Sosial)
Seni
dalam
membina
hubungan
dengan
orang
lain
merupakan
keterampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang
lain. Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang
menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman,
2002). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam
keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang
diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.
Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan
sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu
berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam
lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya
13
berkomunikasi (Goleman, 2002). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai
orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana perawat mampu membina
hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian perawat berkembang
dilihat dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya. Apabila
individu
tidak
memiliki
keterampilan-keterampilan
semacam
ini
dapat
menyebabkan seseorang seringkali dianggap angkuh, mengganggu atau tidak
berperasaan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, penulis mengambil komponen-komponen
utama dari kecerdasan emosional sebagai faktor untuk mengembangkan instrumen
kecerdasan emosional.
2.4 Hasil-Hasil Penelitian yang relevan.
Kecerdasan emosional dapat dikaitkan dengan pengelolaan konflik antar
pribadi, yang pernah diteliti oleh Marettina Antaristi (2001) dalam skripsinya:
Kemampuan Mengelola Konflik Interpersonal Ditinjau dari Kecerdasan
emosional Pada Karyawan PT. Tiga Manunggal Synthetic Industries, yang
menyatakan hubungan yang signifikan antara kemampuan mengelola konflik
Interpersonal ditinjau dari kecerdasan emosional, yang artinya semakin karyawan
memiliki kecerdasan emosional yang baik, maka semakin baik pula kemampuan
karyawan dalam mengelola konflik interpersonal. Sebaliknya semakin rendah
kecerdasan emosional yang dimiliki oleh karyawan maka makin rendah pula
tinngkat kemampuan karyawan dalam mengelola konflik interpersonal. Salah satu
upaya mengelola konflik yaitu dengan sikap asertif.
14
Berdasarkan hasil penelitian pada 100 mahasiswa Universitas Gunadarma,
berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan diperolah korelasi berdasarkan
korelasi Product Moment dari Pearson sebesar 0.573 yang berarti terdapat
hubungan positif yang sangat signifikan antara perilaku asertif dengan
kepercayaan diri mahasiswa (Rosita, 2007. http://www.gunadarma.ac.id.)
Salovey & Mayer (Law, Wong, & Song, 2004) ketika mentelaah variabel
penentu kepuasan hidup, perasaan tidak berdaya dan kinerja pekerja di Hong
Kong, mendayagunakan variabel kecerdasan emosional sebagai bagian kecerdasan sosial. Hasil penelitian Yen (2003) menunjukkan ada hubungan positif dan
sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan hidup cerminan
determinasi diri. Sedangkan penelitian Suyanti (2002) menunjukkan tidak ada
hubungan signifikan antara kecerdasan emosional dengan kepuasan hidup.
2.5. Kerangka Berfikir
Berlandaskan landasan teori dan kajian berbagai penelitian yang telah
diuraikan pada bagian sebelumnya penulis cenderung berpendapat bahwa
kecerdasan emosional berpengaruh
signifikan terhadap perilaku asertif
mahasiswa Program Studi BK-FKIP-UKSW Angkatan 2013” artinya kecerdasan
emosional memberi sumbangan efektif terhadap perilaku asertif mahasiswa.
2.6.Hipotesis
“Ada hubungan yang positif signifikan antara kecerdasan emosional
dengan perilaku asertif mahasiswa Program Studi BK-FKIP-UKSW Angkatan
2013”
15
Download