KEMAMPUAN BEBERAPA ISOLAT BAKTERI ENDOSIMBION

advertisement
KEMAMPUAN BEBERAPA ISOLAT BAKTERI ENDOSIMBION CACING TANAH
Pheretima sp. DALAM MENGHAMBAT PERTUMBUHAN BAKTERI Salmonella thypi
DAN Staphylococcus aureus
The Capability of Several Endosymbiont Bacteriaes Earthworm Pheretima sp in Inhibit the
Growth of Bacteria Salmonella typhi and Staphylococcus aereus.
Fitriani Y. 1, Dirayah R Husain2, Zohra Hasyim 2, Asadi Abdullah2
1)
Tim Peneliti Mahasiswa Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915
2)
Dosen Pembimbing Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Hasanuddin, Makassar, 90915
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian ‘’Kemampuan Beberapa Isolat Bakteri Endosimbion Cacing Tanah
Pheretima sp. dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan beberapa isolat bakteri endosimbion cacing tanah Pheretima
sp. dalam menghambat pertumbuhan Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus. Isolasi bakteri cacing tanah
Pheretima sp menggunakan medium NA (Nutrient Agar). Pengamatan karakter isolat bakteri dari cacing tanah
Pheretima sp meliputi morfologi koloni, pengecatan gram dan endospora. Pengamatan morfologi koloni
menunjukkan adanya variasi warna, bentuk, tepi dan elevasi dari setiap isolat. Hasil pengecatan mikroskopis
menunjukkan terdapat 8 isolat bakteri bersifat gram positif dan bakteri 2 gram negatif ada yang berbentuk batang
dan bulat dan terdapat 8 isolat yang memilki endospora. Ke-5 isolat dilakukan pengujian daya hambat. Hasil uji
daya hambat setelah inkubasi 15 hari memperlihatkan bahwa ke-5 isolat bakteri yang berhasil diisolasi dari cacing
tanah Pheretima sp. mampu menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus yang
ditandai dengan peningkatan diameter zona hambat yang besar terhadap kontrol positif Amoxicillin dan kontrol
positif Kloramfenikol. Sifat penghambatan ke-5 isolat bersifat bakteriosida.
Kata kunci: Cacing tanah Pheretima sp, bakteri endosimbion, waktu inkubasi, Salmonella thypi dan Staphylococcus
aureus.
ABSTRACT
The research that have done about “The Capability of Several Endosymbiont Bacteriaes Earthworm
Pheretima sp in Inhibit the Growth of Bacteria Salmonella typhi and Staphylococcus aereus." The research aims
to know about the capability of several endosymbiont bacteriaes earthworm Pheretima sp. to inhibit the growth of
bacteria Salmonella typhi and Staphylococcus aereus. Isolation of bacteria Pheretima sp earthworms done by using
NA medium (Nutrient Agar). The observations character of bacteria isolates Pheretima sp earthworms have consist
of colony morphology, gram staining and endospore. This research showed a variety of colors, shapes, edge and
elevation of each isolate. The results of microscopic observation shows that there are 8 isolates bacterial are
positively and 2 grams of gram-negative bacteria and there are bacteria are spherical and 8 isolates have endospora.
1
All 5 isolates tested inhibition. Inhibition test results after 15 days incubation showed that all five isolates
earthworms Pheretima sp. Could inhibit the growth of bacteria Salmonella typhi and Staphylococcus aureus which
is characterized by an increase in large diameter inhibition zone against the positive control chloramphenicol.
Inhibitory properties of all five isolates are bacteriosida.
Key words: Earthworm Pheretima sp, Endosymbiont bacteria, of times incubation, Salmonella typhi dan
Staphylococcus aureus.
PENDAHULUAN
Cacing tanah merupakan hewan tingkat rendah
yang tidak memiliki tulang belakang (avertebrata) dan
bertubuh lunak (Suin, 1997). Hewan ini paling sering
dijumpai di tanah yang lembab dan banyak
mengandung senyawa organik dan bahan mineral yang
cukup baik dari alam maupun dari sampah limbah
pembuangan penduduk sebagaimana habitat alaminya
(Anas, 1990).
Species cacing tanah terdiri dari sekitar 75.000
spesies, meliputi 3 kelompok besar, yaitu Polychaeta,
Oligochaeta, dan Harudinea, serta dua kelompok kecil,
yaitu
Aeolosamata,
dan
Branchiobdella
(Suwignyo dkk., 2005). Polychaeta adalah kelompok
hewan invertebrata terbesar, yaitu sekitar 8000 spesies,
kelompok terbesar ditemukan di laut. Bentuk yang
khas dari polychaeta adalah bentuk tubuhnya yang
beruas-ruas dan setiap ruasnya terdapat sepasang
parapodia (Bohlen, 2001).
Jenis cacing yang tergolong polychaeta
umumnya banyak ditemui di daerah pantai, beberapa
jenis hidup di bawah batu, dalam lubang dan liang di
dalam batu karang, dalam lumpur dan lainnya hidup
dalam tabung yang terbuat dalam bahan (Romimohtarto
dan Juwana, 2001). Penyebaran cacing tanah di daerah
tropis sangat luas meliputi daerah Asia Tenggara dan
subtropis di daerah China dan Jepang yang didominasi
oleh familia Megascolecidae terutama genus Pheretima
(Edward dan Lofty, 1977).
Potensi sumber daya cacing tanah sudah
diungkap oleh banyak kalangan. Potensi itu antara lain
menyuburkan tanah pertanian, meningkatkan daya serap
air permukaan, memperbaiki dan mempertahankan
struktur tanah, meningkatkan manfaat limbah bahan
organik, bahan pakan (ternak, ungags dan ikan). Selain
itu, cacing tanah dapat diolah untuk digunakan sebagai
bahan baku obat dan bahan ramuan untuk penyembuhan
berbagai jenis penyakit (Palungkun, 1999).
Selain itu sebagai bahan baku obat, ekstrak
cacing tanah yang mengandung berbagai macam enzim
dan asam amino esensial dapat pula dimanfaatkan
sebagai bahan baku pembuatan kosmetika. Enzim dan
asam amino esensial berguna dalam proses pergantian
sel tubuh yang rusak, terutama dalam menghaluskan
dan melembutkan kulit (Palungkun, 1999).
Marialigeti (1979) menyatakan bahwa cacing
tanah yang digunakan sebagai obat-obatan tidak hanya
dari senyawa cacing tanah tersebut tetapi ada
mikroorganisme yang bersifat endosimbion pada cacing
tanah yang diduga memiliki kemampua sebagai
antibiotik. Selain itu, keberadaan mikroorganisme
terutama bakteri dan fungi berperan penting dalam
memanfaatkan bahan organik pada saluran pencernaan
cacing tanah.
Jenis dan jumlah mikroorganisme yang
berperan di dalam sistem pencernaan setiap species
cacing tanah berbeda-beda. Jumlah mikroorganisme
yang terdapat di dalam saluran pencernaan cacing tanah
yang hidup di permukaan tanah lebih banyak
dibandingkan dengan cacing tanah yang hidup pada
tanah yang lebih dalam (Lazcano et al, 2008).
Karsten dan Drake (2000), menyatakan bahwa
dalam saluran pencernaan cacing tanah mengandung
senyawa bioaktif yang bersifat sebagai antimikroba dan
antipiretik. Bambang, (2000), menemukan pula bahwa
ekstrak cacing tanah dari berbagai konsentrasi efektif
dapat menghambat pertumbuhan Salmonella thypi
penyebab demam tipoid (thypus).
Penelitian yang dilakukan oleh Harmatang
(2013) menunjukkan adanya isolat bakteri genus
Bacillus yang diisolasi dari cacing tanah Pheretima sp.
yang bersifat bakteriostatik, mampu menghambat
pertumbuhan bakteri Salmonella typhi. Hal ini
menunjukkan bahwa cacing tanah mempunyai
kemampuan sebagai antibiotik. Sejalan dengan hal
tersebut, ditemukannya bakteri juga Vibrio sp di dalam
saluran pencernaan cacing tanah Eisenia lucens dan
Aeromonas hydrophilia dan Bacillus sp. di dalam
saluran pencernaan Pheretima sp. (Marialigeti, 1979).
Berdasarkan uraian diatas maka akan
dilakukan penelitian mengenai produksi senyawa
antibiotik simbion dari cacing tanah Pheretima sp. yang
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi dan
Staphylococcus aureus.
2
METODE PENELITIAN
Alat
Alat yang digunakan yakni tabung reaksi
(Pyrex), neraca (OHAUS), rak tabung, ose bulat, ose
lurus, autoklaf (American), gelas ukur, erlenmeyer
(Pyrex), pipet tetes, cawan petri (Pyrex), enkas, corong,
batang pengaduk, batang penyebar, mikroskop (Nikon),
inkubator (Heraeus), oven (Heraeus), hot plate, lemari
pendingin (Mitsubishi), spoit, penjepit tabung, scalpel,
gelas objek, jangka sorong.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah situs viserum cacing Pheretima sp. dari limbah
organik, aquadest, alkohol 70% medium NA (Nutrien
Agar) (MERCK), MHA (Muller Histon Agar), MYB
(Maltosa Yeast Agar), pewarnaan gram (Kristal Violet,
Lugol Iodin, Alkohol-Aseton, dan Safranin), Pewarnaan
endospora (Malachite Green dan Safranin), kapas, paper
disk, dan aluminium foil.
Isolasi Bakteri
Sampel cacing tanah Pheretima sp yang
diperoleh dari tumpukan sampah di cuci dengan
aquadest steril. Hingga tanah yang menempel pada
permukaan kulit cacing tanah hilang. Selanjutnya dicuci
dengan alkohol 70% untuk membunuh cacing tanah
secara perlahan. Cacing tanah diukur panjangnya,
kemudian digerus menggunakan mortar lalu di lalu
diambil sebanyak 0,1 ml untuk dilakukan pengenceran
bertingkat hingga 10-6. Sebanyak 1 ml hasil
pengenceran kemudian diinokulasikan pada medium
NA (Nutrient Agar) dengan menggunakan metode
tuang, kemudian diinkubasikan pada suhu 37oC selama
1-2x24 jam. Setiap koloni yang tumbuh berbeda akan
dipilih untuk tahap pemurnian.
Tahap Pemurnian Kultur Bakteri
Pada tahap pemurnian dimulai dengan memilih
koloni-koloni yang berbeda. Mensterilkan jarum ose
bulat, lalu disentuhkan pada permukaan koloni bakteri
kemudian diinokulasikan pada permukaan medium NA
dengan metode gores untuk mendapatkan koloni yang
terpisah, ini dilakukan beberapa kali sehingga
didapatkan
koloni
yang
benar-benar
murni.
Diinkubasikan pada suhu 37OC selama 2x24 jam. Tahap
pemurnian dapat dilakukan 2-3 kali, untuk lebih
menyakinkan bahwa koloni yang terbentuk benar-benar
murni atau tidak.
Pengamatan Morfologi
Pada pengamatan morfologi setiap koloni
tunggal yang terbentuk setelah pemurnian kemudian
diamati. Pengamatan yang dilakukan meliputi bentuk
koloni, warna koloni, tepi koloni, pusat koloni, diameter
koloni, morfologi permukaan koloni, serta morfologi sel
dan sifat gram bakteri serta adanya spora dilakukan
untuk mengelompokkan isolat yang diperoleh.
a. Pengecatan Gram
Pengamatan morfologi sel dilakukan dengan
teknik pewarnaan gram. Pertama-tama ulasan bakteri
dibuat pada gelas objek dan dilakukan fiksasi. Sebanyak
2-3 tetes cat A (kristal violet) diteteskan pada koloni
bakteri, diamkan selama 60 detik. Kemudian preparat
dicuci dengan menggunakan air mengalir lalu
dikeringanginkan. Sebanyak 2-3 tetes cat B (larutan
lugol) diteteskan di atas preparat dan dibiarkan selama
60 detik. Preparat dicuci dengan air mengalir lalu
dikeringanginkan. Preparat kemudian ditetesi 2-3 tetes
larutan cat C (alkohol-aseton) dan dibiarkan selama
kurang lebih 30 detik lalu dicuci kembali dan
dikeringanginkan. Selanjutnya preparat ditetesi dengan
larutan cat D (safranin) sebanyak 2-3 tetes dan
didiamkan selama 60 detik, lalu dicuci dan
dikeringanginkan. Setelah itu diamati di bawah
mikroskop.
b. Pengecatan Endospora
Uji ini digunakan untuk mengetahui spora
pada bakteri cacing tanah tersebut. Olesan bakteri dari
biakan murni difiksasi pada kaca obyektif steril,
digenangi dengan malachite green 5% dan diletakkan
pada hot plate yang sudah dipanaskan hingga 200º C,
selama 10 menit. Setelah 10 menit, kaca obyek
didinginkan kemudian dibersihkan dengan air mengalir.
Olesan bakteri digenangi dengan safranin selama 1
menit dan dicuci dengan air mengalir. Kaca obyek
ditiriskan dan sisa air diserap dengan kertas serap
kemudian diamati di bawah mikroskop. Warna spora
adalah hijau atau tampak refraktil (Hadioetomo, 1993)
Pembuatan Stok Bakteri
Setiap isolat bakteri dengan ciri-ciri yang
berbentuk basil yang diambil
dari pengamatan
morfologi kemudian ditanam pada medium NA miring
yang berbeda untuk persiapan pengujian selanjutnya.
Tahap Prekultur Isolat Bakteri simbion
Isolat bakteri yang telah diperoleh selanjutnya
dibuat prekultur/starter dalam medium NB (Nutrient
Borth) yang diinkubasi menggunakan shaker 1x24 jam
pada suhu 37oC. Setelah itu dibuat kultur 10 % dari
prekultur dimasukkan ke dalam medium NB (Nutrient
Borth)
Pembuatan Suspensi Bakteri Uji
Bakteri uji hasil peremajaan disuspensikan
menggunakan larutan NaCl fisiologis 0,9% kemudian
diukur kekeruhannya menggunakan spektrofotometer
hingga diperoleh nilai tingkat kekeruhan 25% T pada
panjang gelombang 580 mm yang akan digunakan
dalam uji antibiotik
3
Pembuatan Larutan Kontrol
Larutan kontrol positif digunakan antibiotik
kloramfenikol dengan konsentrasi 30 ppm. Dibuat
dengan cara melarutkan 0,003 gram kloramfenikol
dalam 100 mL aquadest.
Pengujian Antibiotik
Aktivitas antibiotik diuji dengan menggunakan
medium MHA (Muller Histon Agar) dengan metode
difusi agar menggunakan paper disk. Masing-masing
paper disk direndam dalam supernatan bakteri simbion
selama 15 menit dan larutan kontrol positif
kloramfenikol. Sebanyak 1 ml suspensi bakteri uji
dimasukkan kedalam cawan petri steril kemudian
ditambahkan media MHA (suhu 45oC) lalu dibiarkan
memadat. Diletakkan paper disk yang telah direndam
pada media MHA yang memadat dengan jarak 20 mm
tiap paper disk lalu diinkubasi pada suhu 37oC.
Pengamatan dilakukan pada 1 x 24 jam lalu diukur
diameter zona hambatan yang terbentuk, lalu
dilanjutkan lagi selama 2 x 24 jam untuk melihat sifat
dari senyawa antibiotik yang dikandung oleh cacing
tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil inkubasi selama 2 x 24 jam dari
pengenceran 10-6 diperoleh 10 isolat yang yang terpisah
sebagai kandidat bakteri antibiotik.
Isolat kemudian diamati ciri pertumbuhan
koloninya pada media NA serta dilakukan pemurnian
isolat sebanyak empat kali dengan metode quadran
streak untuk mendapatkan koloni murni (Gambar 1).
Adapun morfologi dari 12 isolat dapat dilihat pada
Tabel 1.
Gambar 1. Hasil pemurnian isolat dengan menggunakan
metode quadran streak.
Tabel 1. Karakterisasi morfologi koloni bakteri cacing tanah Pheretima sp.
No
Isolat
Bentuk koloni
Warna
Bentuk
Tepi
Elevasi
ICP1F
Putih
Circullar
Entire
Flat
ICP2F
Putih susu
Circullar
Entire
Flat
ICP3F
Putih
Circullar
Entire
Convex
ICP4F
Putih susu
Irregular
Undulate
Raised
5.
ICP5F
Putih susu
Circullar
Entire
Convex
6.
ICP6F
Putih
Irregular
Undulate
Convex
7.
ICP7F
Putih
Irregular
Lobate
Raised
8.
ICP8F
Putih susu
Circullar
Entire
Raised
9.
ICP9F
Putih
Irregular
Entire
Flat
10.
ICP10F
Putih susu
Irregular
Entire
Flat
1.
2.
3.
4.
Ket: ICPF= Isolat Cacing Pheretima sp. Fitri
Pengamatan Mikroskopis Isolat Bakteri dari
Cacing Tanah Pheretima sp.
Berdasarkan hasil pewarnaan gram, nampak
bahwa terdapat 8 isolat berbentuk batang yaitu isolat
ICP1F, ICP2F, ICP3F, ICP4F, ICP5F, ICP6F, ICP8F,
ICP9F dan dua isolat yang berbentuk bulat (coccus)
yaitu ICP7F dan ICP10F.
Berdasarkan hasil pengecatan Gram
kebanyakan bakteri yang didapatkan yaitu Gram
negatif yang berbentuk basil (batang), oleh karena itu
selanjutnya dilakukan pewarnaan endospora. Dari
hasil pewarnaan endospora didapatkan 8 isolat yang
mampu membentuk endospora yaitu ICP 1F, ICP2F,
ICP3F, ICP5F, ICP6F dan ICP8F serta ICP9F,
sedangkan 2 isolat tidak mampu membentuk
endospora yaitu isolat ICP7F dan ICP10F. Serta 5
isolat diambil untuk pengujian antibiotik yaitu isolat
ICP1F, ICP2F, ICP3F, ICP4F dan ICP6F.
Pengecatan
Gram
dilakukan
untuk
mengelompokkan bakteri menjadi 2 yaitu bakteri
Gram positif dan bakteri Gram negatif berdasarkan
struktur dinding sel bakteri. Pada pewarnaan Gram,
4
hasil yang didapat akan ditentukan dari komposisi
dinding sel pada bakteri. Pada pewarnaan Gram ini,
reagen yang digunakan ada 4 jenis, yaitu Kristal
violet, iodine (JKJ), alkohol aseton dan safranin.
Endospora hanya terbentuk dalam lingkungan yang
tidak menguntungkan, seperti kekurangan nutrisi.
Bentuk ini tahan terhadap pemanasan dan unsurunsur fisik lain, seperti pembekuan, kekeringan,
radiasi ultraviolet serta bahan-bahan kimia yang
dapat menghancurkan sel bakteri. Bila keadaan
lingkungan kembali menjadi baik, maka dinding
endospora akan pecah dan bakteri membentuk sel
vegetatif kembali (Cappucino dkk., 2001).
Endospora merupakan bentuk kehidupan
yang paling resisten, sehingga mampu bertahan
dalam debu dan tanah selama bertahun-tahun
Ketahanan endospora disebabkan adanya selubung
spora yang keras dan tebal. Untuk dapat mewarnai
endospora, diperlukan pemanasan agar pewarna
dapat menembus selubung spora (Danyer, 2004).
Seperti nampak pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik isolat berdasarkan pengecatan gram dan pengecatan endospora
Pengecatan Gram
Pengecatan Endospora
Isolat
No
Bentuk
Gram
1.
ICP1F
Basil tunggal
Positif
Ada
2.
ICP2F
Basil berantai panjang
Positif
Ada
3.
ICP3F
Basil berantai dua
Positif
Ada
4.
ICP4F
Basil palisade
Positif
Ada
5.
ICP5F
Basil tunggal
Positif
Ada
6.
ICP6F
Basil panjang
Positif
Ada
7.
ICP7F
Coccus
Negatif
Tidak Ada
8.
ICP8F
Basil
Positif
Ada
9.
ICP9F
Basil
Positif
Ada
10.
ICP10F
Coccus
Negatif
Tidak Ada
Keterangan: ICPF = Isolat Cacing Pheretima sp. Fitri
Pengujian aktivitas antibiotik secara in vitro
dilakukan untuk menentukan potensi agen antibiotik
dalam larutan dan kepekaan mikroorganisme
terhadap obat yang diketahui. Pengujian aktivitas
antibiotik dilakukan dengan metode difusi yang
bertujuan agar dapat melakukan uji aktivitas mikroba
dengan menggunakan metode difusi dengan metode
cakram kertas (disk method) yang dicelupkan
kedalam larutan pembanding. Penghambatan
pertumbuhan mikroba terlihat sebagai wilayah jernih
disekitar pertumbuhan mikroba.
Bakteri uji yang digunakan pada uji daya
hambat ini adalah Staphylococcus aureus yang
bersifat gram positif dan Salmonella typhi yang
bersifat gram positif. Sebagaimana diketahui, bakteri
gram negatif dan bakteri gram positif memiliki
komponen dinding sel yang berbeda, sehingga dalam
proses penghambatan pertumbuhannya pun berbeda.
Larutan kontrol positif yang digunakan dua (2) jenis
antibiotik yaitu Kloramfenikol dan Amoxicilin.
Antibiotik Kloramfenikol digunakan untuk bakteri uji
Salmonella thypi sedangkan Amoxilin digunakan
untuk bakteri uji Staphylococcs aureus.
Isolat bakteri yang telah diperoleh dan
melalui serangkaian pengujian selanjutnya dibuat
prekultur/starter pada media NB (Nutrient Borth)
yang diinkubasi menggunaan shaker selama 1x24
jam pada suhu kamar. Selanjutnya dibuat kultur pada
medium yang sama dengan 10% dari masing-masing
isolat dari prekultur yang diinkubasi dengan
menggunakan shaker selama 2, 5, 7, 10, 15, 20. Dari
hasil inkubasi kultur menunjukkan kekeruhan pada
media NB (Nutrient Borth) tersebut. Hal ini
menandakan bahwa bakteri tumbuh dengan baik dan
selanjutnya akan digunakan dalam uji daya hambat.
Uji Daya Hambat Cacing Tanah Terhadap
Bakteri Patogen Staphylococcus aereus (gram
positif) Salmonella typhi (gram negatif)
Berdasarkan hasil pengamatan uji daya
hambat menunjukkan bahwa isolat bakteri (ICP 1F,
ICP2F, ICP3F, ICP4F dan ICP6F) yang diisolasi dari
cacing tanah Pheretima sp. mampu menghambat
bakteri uji pada inkubasi 24 jam. Setelah diinkubasi
5
selama 48 jam, diameter zona hambatnya semakin
bertambah dari diameter awal.
30
25
ICP1FA
20
ICP3FA
15
ICP1FF
10
ICP3FF
Rata2 terbesar
Amox
5
0
7
10
15
20
Gambar 2: Histogram hasil pengukuran zona hambat terbesar dan terkecil serta rata-rata terbesar isolat bakteri
cacing Pheretima sp. dengan menggunakan kontrol positif Amoxicillin dan Kloramfenikol
Inkubasi 7 hari menunjukkan diameter zona
hambat terbesar pada isolat bakteri ICP 1F yaitu 8,89
mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
terkecil pada isolat bakteri ICP3F yaitu 6,29 mm
terhadap Salmonella thypi dengan menggunakan
kontrol positif Amoxicillin. Sedangkan dengan
menggunkan kontrol positif Kloramfenikol isolat
bakteri ICP1F yang tebesar dengan diameter zona
hambat yaitu 13,60 mm terhadap Salmonella thypi
dan diameter zona hambat yang terkecil pada isolat
bakteri
ICP3F
yaitu
9,90
mm
terhadap
Staphylococcus aureus,
Hasil rata-rata diameter zona hambat
terbesar isolat bakteri cacing tanah Pheretima sp.
menggunakan kontrol positif Amoxicillin yaitu 7,82
mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Sedangkan untuk isolat bakteri cacing tanah
Pheretima sp. menggunakan kontrol positif
Kloramfenikol terhadap bakteri Salmonell thypi
diameter zona hambat terbesar yaitu 12,05 mm.
Inkubasi 10 hari menunjukkan diameter
zona hambat terbesar pada isolat bakteri ICP 1F dan
terkecil pada isolat bakteri ICP3F yaitu masingmasing berturut-turut sebesar 14,24 mm dan 9,47 mm
terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Salmonella thypi dengan menggunakan kontrol
positif Amoxicillin. Sedangkan dengan menggunakan
kontrol positif Kloramfenikol terhadap bakteri
Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus
diameter zona hambat terbesar ditunjukkan pada
isolat bakteri ICP1F dan diameter zona hambat
terkecil pada isolat bakteri ICP3F berturut-turut yaitu
14,63 mm dan 9,97 mm.
Selanjutnya hasil rata-rata diameter zona
hambat terbesar isolat bakteri cacing tanah Pheretima
sp. menggunakan kontrol positif Amoxicillin yaitu
11,97 mm terhadap bakteri Staphylococcus aureus
sedangkan untuk isolat bakteri cacing tanah
Pheretima sp. menggunakan kontrol positif
Kloramfenikol diameter zona hambat terbesar yaitu
12,10 mm terhadap bakteri Salmonella thypi.
Inkubasi 15 hari menunjukkan diameter
zona hambat terbesar pada isolat bakteri ICP 1F pada
bakteri Staphylococcus aureus yaitu 15,27 mm dan
terkecil pada isolat bakteri ICP3F yaitu hanya 10,50
mm terhadap Salmonella thypi menggunakan kontrol
positif Amoxicillin. Sedangkan menggunakan kontrol
positif Kloramfenikol isolat bakteri ICP 1F yang
terbesar dengan diameter zona hambat yaitu 21,32
mm terhadap bakteri Salmonella thypi dan diameter
zona hambat terkecil pada isolate bakteri ICP 3F yaitu
12,20 mm pada bakteri Staphylococcus aureus.
Hasil rata-rata diameter zona hambat
terbesar isolat bakteri cacing tanah Pheretima sp.
menggunakan kontrol positif Amoxicillin yaitu 13,19
mm sedangkan untuk isolat bakteri cacing tanah
Pheretima sp. menggunkan kontrol positif
Kloramfenikol diameter zona hambat terbesar yaitu
18,35 mm terhadap bakteri uji Staphylococcus aureus
dan Salmonella thypi.
Inkubasi 20 hari menunjukkan diameter
zona hambat terbesar pada isolat bakteri ICP 1F dan
terkecil pada isolat bakteri ICP3F yaitu masingmasing berturut-turut adalah 12,69 mm dan 10,00
mm bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella
thypi menggunakan kontrol positif Amoxicillin.
Sedangkan dengan menggunakan kontrol positif
Kloramfenikol isolat bakteri ICP1F yang terbesar dan
ICP3F yang tekecil berturut-turut diameter zona
hambat yaitu 13,55 dan 10,20 mm terhadap bakteri
uji Salmonella thypi dan Staphylococcus aureus
6
Hasil rata-rata diameter zona hambat
terbesar isolat bakteri cacing tanah Pheretima sp.
menggunakan kontrol positif Amoxicillin yaitu 11,47
mm terhadap Staphylococcus aureus sedangkan
untuk isolat bakteri cacing tanah Pheretima sp.
menggunakan kontrol positif Kloramfenikol diameter
zona hambat terbesar yaitu 12,18 mm terhadap
bakteri uji Salmonella thypi.
Hal ini menunjukkan bahwa pada inkubasi
selama 15 hari dinilai yang efektif menghambat
pertumbuhan bakteri patogen yang ditandai dengan
zona hambat terbesar. Penelitian ini sesuai Pelczar et
al. (2005), bahwa metabolit sekunder (antimikroba)
dihasilkan oleh mikroorganisme pada akhir fase
stasioner pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena
metabolit sekunder biasanya disintesis pada akhir
siklus pertumbuhan sel, yaitu pada fase stasioner saat
populasi tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama
dengan jumlah sel yang mati. Sintesis metabolit
sekunder dimulai pada saat beberapa zat gizi di
dalam media pertumbuhan mikroorganisme telah
habis. Keterbatasan zat gizi tersebut menyebabkan
terakumulasinya induser enzim metabolit sekunder.
Salah satu faktor yang mempengaruhi
produksi
metabolit
sekunder
yaitu
waktu
pertumbuhan bakteri tersebut. Indikator waktu
optimum produksi anti-mikroba adalah waktu dimana
senyawa anti-mikroba diproduksi secara maksimal
yang ditandai dengan terbentuknya zona hambat
terbesar pada waktu inkubasi tertentu terhadap
pertumbuhan bakteri Gram-negatif Salmonella thypi
dan bakteri Gram-positif Staphylococcus aureus
(Strobel G., 2003).
Pada gambar 2 menunjukkan bahwa
diameter zona hambat kontrol positif Amoxicillin
pada bakteri uji Staphylococcus aureus dan kontrol
positif Kloramfenikol pada bakteri uji Salmonella
thypi selama masa inkubasi yang terbesar yaitu
masing-masing berturut-turut adalah 14,75 mm dan
25,45 mm. Kontrol positif digunakan untuk melihat
apakah respon kematian dari mikroba uji benar-benar
disebabkan oleh bahan kimia yang berkhasiat
antimikroba (Pollack, et al, 2009 ).
Capuccino dan Sherman (2011) menyatakan
bahwa apabila diameter hambatan oleh antibiotik
sebesar > 14 mm maka dinilai efektif dalam
menghambat pertumbuhan bakteri dan bersifat
kurang efektif apabila diameter hambatannya + 10-11
mm serta dikatakan bersifat tidak efektif apabila
diameter hambatannya ≤ 9 mm. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa dengan menggunakan
kontrol positif Amoxicillin setelah inkubasi 7, 10 dan
20 hari kurang efektif namun pada inkubasi 15 hari
lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus
aureus.
Sedangkan
dengan
menggunakan kontrol positif Kloramfenikol setelah
masa inkubasi efektif menghambat pertumbuhan
Salmonella thypi
Amoxicillin
merupakan
antibakteri
spektrum luas yang bersifat bakterisid dan efektif
terhadap sebagian bakteri Gram-positif yang
patogenik.Staphylococci merupakan salah satu
bakteri patogenik yang sensitif terhadap amoxicillin
(Werckenthin, 2001). Hasil penelitian ini sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan oleh
Gitawati (2014), yaitu hasil resistensi S. aureus
terhadap antimikroba namun penggunaan antibiotik
yang tidak rasional dapat menimbulkan resistensi.
Resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat terjadi
lewat mekanisme mutasi, transformasi transduksi
maupun konjugasi (Timoney et. al.,2006).
Penggunaan kloramfenikol sebagai kontrol
positif disebabkan karena kloramfenikol merupakan
senyawa antimikroba berspektrum luas yang dapat
digunakan
untuk
bakteri
Gram
negatif.
Kloramfenikol bekerja dengan menghambat sintesis
protein bakteri, yang dihambat adalah enzim peptidil
transferase yang berperan sebagai katalisator untuk
membentuk ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis
protein pada bakteri (Brooks, 2005).
Kontrol positif Kloramfenikol menunjukkan
diameter hambatan yang tertinggi dengan nilai yaitu
25,45 mm. Hal ini dapat terjadi karena kloramfenikol
adalah antibiotik yang sudah lazim digunakan dalam
pengobatan penyakit typhoid dengan kandungan
senyawa aktif yang sudah teruji. Namun penggunaan
kloramfenikol dibatasi karena dapat merusak ribosom
mitokondria pada sel mamalia (Neal, 2006).
Berdasarkan isolat bakteri yang telah
diisolasi dari cacing tanah Pheretima sp. terdapat
antibiotik yang dapat menghambat pertumbuhan
bakteri pathogen karena memperlihatkan zona
hambat yang besar. Ini sesuai dengan pernyataan
(Pelczar dan Chan, 2008) bahwa antibiotik pertama
dihasilkan oleh bakteri Bacillus brevis yang diisolasi
dari tanah. Rene Dubos pada tahun 1939 menemukan
bahwa Bacillus brevis memiliki suatu substansi yang
mampu mematikan banyak bakteri gram positif dan
gram negatif.
Secara fungsional bahan organik dan
anorganik yang dilepas tanaman ke dalam lingkungan
berguna untuk keberlangsungan hidup mikroba tanah
(Singh, 2009). Menurut D’Costa et al. (2006)
Mikroba tanah secara rutin dapat menghasilkan
antibiotik melalui suatu proses kimia yang disebut
metabolisme sekunder. Dipercaya bahwa produksi
antibiotik oleh mikroorganisme yang ada di tanah
mempebesar kemungkinan mereka untuk bersaing
dengan mikroba lain di tanah. Persaingan yang terjadi
dalam bentuk persaingan terhadap ruang atau
makanan (Kotan et al, 2009)
7
Menurut (Katzung, B.G., 2004), senyawa
yang berperan sebagai antimikroba dalam tubuh
cacing tanah sebagian besar berupa protein yang
terdiri
dari
lumbrifebrin,
terestrolimbrolisin,
hipoksantin, asam amino, xantin, guanin, cholin dan
guanidin. Di dalam ekstrak cacing tanah juga terdapat
zat antipurin, antipiretik, antidota, dan vitamin
(Catalan, 2005). Penelitian Cho et al. (2014) telah
berhasil memurnikan dan mengkarakterisasikan enam
fraksi enzim lumbrokinase sebagai agen fibrinolitik,
selain itu ekstrak cacing tanah juga mengandung
asam arakhidonat yang dapat menurunkan panas
akibat infeksi.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil isolasi dan uji daya
hambat cacing tanah Pheretima sp. didapatkan
kesimpulan bahwa dari 10 isolat, 5 isolat diantaranya
yaitu ICP1F, ICP2F, ICP3F, ICP4F dan IP6F efektif
menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thypi
dan Staphylococcus aures serta berpotensi sebagai
antibiotic.
DAFTAR PUSTAKA
Anas, S. 1990. Metoda Penelitian Cacing Tanah
dan Nematoda. Depdikbud. Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar
Universitas Bioteknologi.IPB.Bogor.
Bambang, 2000. Efek Antipiretik Ekstrak Cacing
Tanah. www.kompas.com. Diakses 11
Februari 2014.
Bohlen. 2001. Earthworm. Encyclopedia Of Soil
Science. USA: Archboid Biological Station.
Brooks, Geo F., Butel, Janet S., Morse, Stephen A.
2005. Mikrobiologi Kedokteran. 1st ed.
Salemba Medika. Jakarta.
Cappuccino, James G. and Natalie Sherman., 2001.
Microbiology : A Laboratory Manual, 6th
Edition. Pearson Education Inc. San
Fransisco. USA.
Cappuccino J. G., dan Sherman N. 2011.
Microbiology a Laboratory Manual. Ed.
9. San Francisco. Benjamin Cummings.
Catalan, 2005. Antimicrobial Investigation and
Antioxidative Potentials of Anethum
graveolens. Journal of Food Science.
Volume 70.
Cho, J.H., Park, C.B., Yoon, Y.G., dan Kim S.C,
2014. Lumbricin I, a novel praline- rich
antimicrobial
peptide
from
the
Earthworm : purification,
cDNA
cloning and molecular characterization.
Biochim Biophys Acta.1998 Oct 22; 1408
(1): 67-76.
Denyer, S.P., N.A. Hodges, and S.P. Gorman. 2004.
Pharmaceutica Microbiology. Blackwell
Publishing. Victoria, Australia.
Difco. 1988. Cultur Media HandBook. Merck dan
Darmastadt Federal. Republic of Germani.
D’Costa L. T., Alam K., Hossain M. A., 2006.
Antimicrobial Agents and Chemotherapy.
Daka. Bangladesh. 50: 3516-3517
Edwards CA, and JR Lofty. 1977. Biology of
Earthworm. Chapman & Hall. London.
Gitawati, G S. 2007. Farmakologi dan Terapi ed.
IV.
Bagian
Farmakologi
Fakultas
kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam
Praktek: Teknik dan Prosedur Dasar
Laboratorium. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Harmatang, S., 2014. Isolasi dan Karakterisasi
Bakteri Simbion pada Cacing Tanah
Pheretima sp. dari Berbagai Substrat.
Universitas Hasanuddin. Makassar.
Katzung, B., G. 2003. Farmakologi Dasar dan
Klinik. Salemba Medika. Jakarta.
Kotan R., A. Cakir, F., Dadasoglu, T. Aydin, R.
Cakmacaki, H. Ozer, S. Kordali, E. Mete
and N. Dikbas. 2009. Antibacterial activies
of Essential Oil and Extract Spescies
Againts Plant Pathogeic Bacteria. J. Sci.
Food Agr. 90: 145-160
Krasten, dan Draken, 2000. Pengenalan Dini
Demam Tifoid. Jurusan kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lazcano
C, Brandon MG, Jorge D. 2008.
Comparison of the effectiveness of
8
composting and vermicomposting for the
biological stabilization of cattle manure.
Chemosphere 72:1013-1019.
Suwignyo, S. dkk. 2005. Avertebrata air. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Marialigeti K. 1979. On the community structure
of gut-microbiota of Eisenia lucens
(Annelida, Oligochaeta). Pedobiologia
19:213-220.
Timoney, J.F., Gillespie, J.H., Scott, F.W. and
Barlough, J.E., 2006. Hagan and Bruner's
Microbiology and Infectious Diseases of
Domistic Animals. 8th Ed. Cornell
University Press, Ithaca and London, United
Kingdom.
Neal, M.J,. 2006. At a Glance Farmakologi Medis.
Erlangga Ciracas. Jakarta. Hal 80 – 85.
Palungkun, R. 1999. Usaha Ternak Cacing tanah.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan, 1988. Dasar-dasar
Mikrobiologi.
Universitas
Indonesia.
Jakarta.
Pelczar, M. J. dan E. C. S. Chan,, 2008. Dasar-dasar
Mikrobiologi.
Universitas
Indonesia.
Jakarta.
Pollack. R.A, L. Findlay., W.Mondschein., R.R.
Modesso,. 2009. Laboratory Exercises in
Microbiology Third edition. United States
of America
Romimohtarto dan Juwana. 2001. Biologi Laut.
Djambatan. Jakarta.
Singh, Sarman 2009. Symposium: Typhoid Fever,
Pathogenesis and Laboratory Diagnosis,
http://medind.nic.in/jac/t01/i1/jact01i1p17.p
df. Diakses Pada Tanggal 1 Maret 2014,
Pukul 20.00 Wita.
Strobel G and Daisy B. 2003. Bioprospecting for
Microbial Endophytes and Their
Natural Products. Microbiology and
Molecular Biology Reviews 67: 491-502.
Suin, N.M., 1997. Ekologi Hewan Tanah. Bumi
Aksara ITB. Bandung.
9
Download