BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Hakikat IPA Ilmu Pengetahuan Alam

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Hakikat IPA
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan definisi dari kumpulan
pengetahuan yang tersusun secara terbimbing.. Menurut Asih dan Sulistyawati
(2014:22), IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa kenyataan
(reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab-akibatnya. Berdasarkan
pendapat-pendapat para ahli tersebut, pendidikan IPA sangat bermanfaat karena
memiliki karakteristik khusus sehingga siswa dapat mengembangkan kompetensi
untuk menjelajah dan memahami alam sekitar secara faktua dan nyata dengan
hubungan sebab akibatnya serta dapat menumbuhkan rasa ingin tahu.
Ilmu pengetahuan alam merupakan terjemahan kata-kata dalam bahasa
inggris yaitu natural sciense , artinya ilmu pengetahuan alam (IPA) (Samatowa,
2010: 3). Istilah “sains” berasal dari bahasa latin “scientia” yang berarti
pengetahuan (Setiatava, 2013:40). Dalam literatur yang berbeda, sains adalah
suatu cara untuk mempelajari aspek-aspek tertentu dari alam secara teroganisir,
sistematik, dan melalui metode-metode saintifik yang terbakukan (Setiatava,2013:
41). Jadi IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) atau science dapat disimpulkan bahwa
ilmu yang mempelajari tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta
dan membahas gejala-gejala alam yang disusun secara teroganisir, sistematik dan
melalui metode-metode saintifik.
IPA merupakan rumpun ilmu, memiliki karakteristik khusus yaitu
mempelajari fenomena alam yang faktual (factual), baik berupa
kenyataan (reality) atau kejadian (events) dan hubungan sebab
akibatnya. Cabang ilmu yang termasuk anggota rumpun IPA saat ini
antara lain Biologi, Fisika, IPA, Astronomi/Astrofisika, dan Geologi
(Asih dan Eka, 2014: 22).
IPA memiliki cara berpikir sendiri yang membedakan dengan ilmu
pengetahuan yang lainnya. Asih dan Sulistyawati (2014: 24) mengemukakan cara
berpikir Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) meliputi:
1. Percaya (Believe)
8
9
2.
3.
4.
5.
Kecenderungan para ilmuwan melakukan penelitian terhadap masalah
gejala alam dimotivasi oleh kepercayaan bahwa hukum alam dan
dikonstruksi dari observasi dan diterangkan dengan pemikiran dan
penalaran.
Rasa Ingin Tahu (Curiosity)
Kepercayaan bahwa alam dapat dimengerti didorong oleh rasa ingin tahu
untuk menemukannya.
Imajinasi (Imagination)
Para ilmuwan sangat mengandalkan pada kemampuan imajinasinya
dalam memecahkan masalah gejala alam.
Penalaran (Reasoning)
Penalaran setingkat dengan imajinasi. Para ilmuwan juga mengandalkan
penalaran dalam memecahkan masalah gejala alam.
Koreksi diri (Self examination)
Pemikiran ilmiah adalah sesuatu yang lebih tinggi daripada sekedar suatu
usaha untuk mengerti tentang alam.
Pembelajaran IPA di sekolah dasar dilakukan dengan penyelidikan
sederhana bukan hafalan terhadap kumpulan konsep IPA (Susanto, 2013: 171).
Seorang guru IPA memiliki tugas untuk melaksanakan proses pembelajaran IPA.
Terdapat tiga tahapan dalam proses pembelajaran IPA, yaitu perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanan proses pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran.
Pembelajaran IPA di SD seharusnya lebih menekankan ke siswa untuk
mencari pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan melakukan
penyelidikan secara sederhana. Dengan adanya pembelajaran yang menekankan
aspek-aspek pengamatan, diskusi dan penyelidikan sederhana maka akan tumbuh
sikap ilmiah siswa. Sikap ilmiah siswa dapat ditunjukkan jika siswa mampu untuk
merumuskan permasalahan kemudian menyimpulkan sehingga akan terbentuk
pemikiran yang kritis.
Leo (2007: 28) mengemukakan mata pelajaran IPA di SD bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
teknologi, dan masyarakat.
3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
10
4. Meningkatkan keinginan untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan alam.
Dari pemaparan para ahli mengenai tujuan dari mata pelajaran IPA untuk
siswa di SD yaitu sebagai pengenalan terhadap konsep-konsep IPA yang sangat
dibutuhkan siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dengan mempelajari IPA siswa
akan memahami manfaat dan dampak yang diperoleh dari alam, cara menjaga
alam serta cara menjaga keseimbangan alam yang disesuaikan dengan
perkembangan zaman dan disesuaikan dengan tahap berpikir siswa. Dari manfaat
dan dampak yang dipelajari siswa dalam pelajaran IPA akan menumbuhkan
keinginan untuk berperan serta dalam menjaga alam, maka dari itu pengenalan
dan pembelajaran IPA sangat penting diajarkan sejak dini dan secara sederhana.
IPA akan menumbuhkan sikap rasa ingin tahu siswa, karena IPA dapat dipelajari
melalui percobaan-percobaan yang dilakukan secara sederhana. Dengan
melakukan percobaan dapat melatih ketrampilan siswa dalam membuat alat
peraga secara sederhana ataupun melatih siswa dalam menggunakan alat peraga
yang sudah ada dan telah disesuaikan dengan materi yang dipelajari.
2.2. Pembelajaran Metode Kooperatif Learning Tipe Concept Sentence
2.2.1. Metode Kooperatif Learning
Menurut Isjoni (2011:15), kooperatif learning berasal dari kata cooperatif
yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu
satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam pembelajaran
kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai
tujuan pembelajaran (Suprijono, 2015:46). Jadi, setiap siswa mempunyai
kesempatan yang sama untuk mencapai kesuksesan dalam belajar.
Kooperatif learning adalah suatu metode pembelajaran yang saat ini
banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang
berpusat pada siswa (student oriented), terutama untuk mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang
tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan
tidak peduli pada yang lain (Isjoni, 2011:16).
11
Metode pembelajaran kooperatif learning dapat menjadikan siswa lebih
aktif karena aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, siswa
dituntut untuk mengerjakan tugas secara bersama dan setiap siswa wajib
membantu temannya untuk memecahkan masalah. Menurut Suprijono (2015:46)
melalui interaksi belajar yang efektif peserta didik lebih termotivasi, percaya diri,
dan mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu
membangun hubungan interpersonal.
Menurut Suprijono (2015:48) kooperatif learning merupakan proses
belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang bekerjasama sebagai salah satu tim
untuk memecahkan masalah. Suprijono (2015:48) mengemukakan unsur-unsur
penting dalam kooperatif learning yaitu:
1. Anggota kelompok harus merasakan sebagai bagian yang tidak terpisah
dari anggota yang lain.
2. Anggota kelompok menyadari bahwa mereka memiliki satu tujuan yang
sama.
3. Anggota kelompok menyadari bahwa masalah yang dihadapi adalah
masalah mereka bersama yang harus dipecahkan
4. Keberhasilan maupun kegagalan merupakan hasil yang harus diterima
sebagai hasil kerja tim bukan individual
5. Semua anggota kelompok harus berbicara satu sama lain dan terlibat
dalam diskusi untuk memecahkan masalah.
Dengan adanya unsur-unsur penting dalam kooperatif yang sudah
disebutkan, bahwa setiap siswa dapat saling membantu, saling berdiskusi serta
beragumentasi mengenai pengetahuan yang sedang dipelajari dan siswa dapat
mengatasi terjadinya kesalahan-kesalahan dalam memahami suatu konsep.
Kooperatif juga dapat meningkatkan cara belajar siswa menjadi lebih baik dan
dapat membentuk sikap kerjasama dengan teman kelompoknya.
Tujuan utama dalam penerapan metode belajar mengajar kooperatif
learning adalah agar siswa dapat belajar secara berkelompok bersama
teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan
gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara
berkelompok (Isjoni, 2011:21).
Dari tujuan utama dalam penerapan metode pembelajaran kooperatif,
memungkinkan siswa menjadi lebih terampil, baik terampil dalam hal berpikir
12
ataupun terampil dalam hal sosial karena siswa cenderung lebih berani dalam
mengemukakan pendapatnya dan lebih bisa menghargai saran serta kritik dari
orang lain. Siswa juga akan belajar untuk berinteraksi dengan teman yang lain,
dengan begitu kelak siswa akan bisa berinteraksi dengan baik di lingkungan
sekolah, di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat. Siswa akan
lebih aktif di dalam pembelajaran, dan siswa akan lebih tanggung jawab karena
siswa yang sudah memahami meteri pembelajaran akan membantu siswa yang
kurang memahami materi pembelajaran dengan baik, sikap toleransi ini akan
membangkitkan semangat siswa dalam berkompetisi di dalam kelas.
2.2.2. Tipe Concept Sentence
Salah satu metode pembelajaran kooperatif yang dikembangkan yaitu tipe
Concept Sentence. Concept Sentence adalah metode pembelajaran yang dilakukan
dengan memberikan kartu-kartu yang berisi beberapa kata kunci kepada siswa,
kemudian kata kunci tersebut disusun menjadi beberapa kalimat dan
dikembangkan
menjadi
paragraf-paragraf
(Shoimin,
2014:
37).
Metode
pembelajaran ini mengharuskan siswa untuk bekerja secara berkelompok.
Metode pembelajaran Concept Sentence merupakan metode
pembelajaran yang diawali dengan menyampaikan kompetensi, sajian
materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci
sesuai materi bahan ajar, dan tiap kelompok membuat kalimat
berdasarkan kata kunci (Aris Shoimin, 2014:37-38).
Metode Concept Sentence dilakukan dengan mengelompokkan siswa
secara heterogen dan meminta mereka untuk membuat kalimat dengan minimal 4
kata kunci sesuai materi yang disajikan (Huda, 2014:315-316). Setelah semua
prosedur sudah terlaksana, proses selanjutnya yaitu mempresentasikan hasil
belajar secara bergantian di depan kelas. Proses mempresentasikan hasil dapat
digunakan sebagai evaluasi apakah siswa sudah memahami atau belum.
Menurut Kurniasih dan Sani (2015:104), Concept Sentence ini dibuat
seperti games sehingga siswa bersemangat untuk memenangkan games
ini, karena setiap kelompok akan membahas pola kalimat yang telah
diberikan oleh guru, setelah diberikan batas waktu tertentu, maka setiap
kelompok harus mengirim wakil dari masing-masing kelompok
sebanyak dua orang kedepan.
13
Wakil dari kelompok yang maju kedepan untuk mempresentasikan
diharuskan membuat beberapa kata kunci yang ada berdasarkan kata kunci yang
sudah diberikan oleh guru. Metode pembelajaran concept sentence adalah metode
pembelajaran yang sederhana di mana siswa belajar melengkapi paragraf yang
belum sempurna dengan menggunakan kunci jawaban yang tersedia (Kurniasih
dan Sani, 2015:104). Metode pembelajaran ini sangat mempermudah guru dalam
proses belajar mengajar, namun terkadang guru masih kurang kreatif dalam
membuat soal.
Dari pemaparan para ahli, penerapan metode concept sentence dalam
pembelajaran memberikan kelebihan untuk siswa. Dengan diterapkannya metode
concept sentence dalam pembelajaran, menjadikan siswa lebih antusias dalam
belajar, karena metode concept sentence dapat diinovasikan seperti bermain
games yang pastinya akan membuat siswa menjadi lebih semangat dalam
mengikuti pembelajaran. Dalam penerapan metode concept sentence di
pembelajaran menjadikan siswa lebih berani dalam mengemukakan pendapat,
dapat melatih siswa untuk saling bekerjasama dengan teman sebayanya dan dapat
menumbuhkan sikap solidaritas antara teman sebayanya. Penerapannya yaitu
dengan siswa yang sudah memahami materi pembelajaran dapat membantu teman
kelompoknya yang belum memahami materi pembelajaran, dengan begitu siswa
yang belum paham akan terpacu semangatnya dalam memahami materi. Siswa
juga akan belajar untuk menghargai pekerjaan kelompok lain. Setelah batas waktu
yang telah diberikan guru sudah habis, maka setiap kelompok wajib mengirimkan
2 wakil dari kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan
kelas. Kelompok yang tidak mempresentasikan dibimbing guru untuk belajar
menghargai teman yang sedang mempresentasikan dengan sikap tenang serta
mendengarkan pemaparan hasil diskusi teman yang maju ke dapan kelas.
2.2.3. Langkah-Langkah Tipe Concept Sentence
Menurut Huda (2014:316) sintak pembelajaran Concept Sentence bisa
diterapkan dengan mengikuti langkah-langkah berikut ini:
14
1. Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai.
2. Guru menyajikan materi terkait dengan pembelajaran secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang
secara heterogen.
4. Guru menyajikan beberapa kata kunci sesuai dengan materi yang
disajikan.
5. Setiap kelompok diminta untuk membuat beberapa kalimat dengan
menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan kembali secara pleno yang dipandu
oleh guru.
7. Siswa dibantu oleh guru memberikan kesimpulan.
Sedangkan menurut Kurniasih dan Sani (2015: 106), langkah-langkah
pembelajaran Concept Sentence yaitu:
1. Guru menyampaikan tujuan.
2. Guru menyajikan materi secukupnya.
3. Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang lebih 4 orang
secara heterogen.
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi atau topik yang disajikan.
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan
minimal 4 kata kunci setiap kalimat.
6. Hasil diskusi kelompok didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu
guru, dan setelah itu guru mengakhiri pelajaran seperti biasanya.
Menurut pemaparan para ahli, langkah-langkah dalam metode concept
sentence dapat dilakukan oleh guru di dalam pembelajaran di kelas. Dimulai dari
guru menyampaikan kompetensi, penyampaian kompetensi perlu untuk dilakukan
supaya siswa memahami apa yang akan dipelajari dan siswa tidak merasa
kebingungan dalam pembelajaran menggunakan metode concept sentence. Materi
yang akan dipelajari dengan menggunakan metode concept sentence perlu
dipaparkan sedikit untuk pengenalan terhadap siswa dan memberikan gambaran
tentang materi yang akan dipelajari. Selanjutnya, siswa dibimbing untuk membuat
kelompok, dalam membuat kelompok siswa tidak diperkenakan untuk memilih
sendiri anggota kelompoknya. Dengan memilih sendiri dikhawatirkan siswa yang
pandai akan berkelompok dengan siswa yang pandai atau siswa perempuan
berkelompok dengan siswa perempuan, maka guru membimbing siswa untuk
berkelopok secara heterogen. Dengan berkelompok secara heterogen bertujuan
supaya siswa tidak membeda-bedakan antara teman dan dapat saling membantu
15
sesama teman sebayanya jika teman dalam kelompok belum memahami materi
secara keseluruhan. Dalam metode concept sentence masih diperlukan bimbingan
guru dalam kegiatan pembelajaran, tetapi guru dalam memberikan bimbingan
hanya berperan sebagai fasilitator saja yang mengarahkan siswa dalam
mengerjakan tugas secara berkelompok. Setiap siswa juga diajarkan sikap berani
dan tanggung jawab serta memupuk rasa percaya diri siswa dengan
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. Guru dan siswa menyimak apa
yang dipaparkan siswa di depan kelas dilanjutkan dengan membuat kesimpulan
secara bersama-sama.
2.2.4. Kelebihan Metode Concept Sentence
Menurut Huda (2014:317) kelebihan Concept Sentence yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Meningkatkan semangat belajar siswa.
Membantu terciptanya suasana belajar yang kondusif.
Memunculkan kegembiraan dalam belajar.
Mendorong dan mengembangkan proses berpikir kreatif.
Mendorong siswa untuk memandang sesuatu dalam pandangan yang
berbeda.
Memunculkan kesadaran untuk berubah menjadi lebih baik.
Memperkuat kesadaran diri.
Lebih memahami kata kunci dari materi pokok pelajaran.
Siswa yang lebih pandai mengajari siswa yang kurang pandai.
Kurniasih dan Sani (2015:104) mengemukakan kelebihan Concept
Sentence sebagai berikut:
1. model pembelajaran ini cukup mudah untuk dilaksanakan, cukup dengan
menghilangkan satu kata dalam kalimat.
2. siswa tidak perlu menjelaskan jawabannya, hanya perlu memadu padankan
jawabannya.
3. siswa diajarkan untuk mengerti dan hafal megenai materi.
Menurut para ahli concept sentence memiliki beberapa kelebihankelebihan yang dapat dijadikan pertimbangan bagi guru untuk memilih metode
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan. Concept Sentence ini cukup mudah
untuk diterapkan di dalam pembelajaran dan dapat menciptakan suasana belajar
yang kondusif, sehingga memunculkan kegembiraan dalam proses pembelajaran.
16
2.2.5. Kekurangan Metode Concept Sentence
Menurut Kurniasih dan Sani (2015:106) kekurangan Concept Sentence
meliputi:
1. Jika guru tidak menguasai kelas dan kurang kreatif dalam
menerapkannya, suasana kelas akan terlihat monoton.
2. Metode ini membuat guru dan siswa menjadi kurang kreatif dan inovasi
dalam membuat soal dan menjawab.
3. Siswa kurang terpacu mencari jawaban karena hanya cukup menebak
kata, karena biasanya hanya kata hubung.
4. Kurang cocok untuk dipergunakan dalam setiap bidang studi, kecuali
guru memiliki waktu yang tidak banyak karena satu dan lain hal dalam
proses pembelajaran.
5. Hanya untuk mata pelajaran tertentu.
6. Untuk yang pasif mengambil jawaban dari temannya.
Concept Sentence selain mempunyai kelebihan juga mempunyai
kekurangan
yang harus dipersiapkan oleh guru di dalam kelas. Salah satu
kekurangan yang harus diperhatikan yaitu jika guru tidak menguasai kelas dan
kurang kreatif dalam menerapkannya maka suasana kelas akan menjadi monoton
dan akan dipastikan proses pembelajaran akan kurang efektif sehingga siswa akan
kebingungan dalam menerima materi pembelajaran. Perlu diperhatikan juga untuk
siswa yang kurang aktif untuk selalu diberikan motivasi lebih supaya tidak
mengambil jawaban dari temannya.
2.3. Media Pembelajaran
2.3.1. Pengertian Media
Media merupakan komponen yang sangat penting dalam suatu proses
komunikasi (Arsyad, 2015: 5). Menurut Briggs (dalam Arsyad, 2015: 7) media
sebagai sarana fisik yang digunakan untuk mengirim pesan kepada peserta didik
sehingga merangsang mereka untuk belajar. Menurut Gerlec dan Ely (dalam
Arsyad, 2015: 3) media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia,
materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap.
17
Menurut Sadiman (2008: 7) media pembelajaran adalah segala sesuatu
yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan
instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka media itu
disebut media pembelajaran (Arsyad, 2015: 4).
Media pembelajaran dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat
digunakan untuk menyalurkan pesan dari suatu sumber secara terarah, sehingga
lingkungan belajar siswa menjadi lebih kondusif dalam proses belajar secara
efesien dan efektif. Dengan adanya media diharapkan dapat mempermudah guru
dalam menyampaikan materi ajar kepada siswa sehingga tujuan dari pembelajaran
dapat tercapai dengan baik.
2.3.2.
Ciri-Ciri Media Pembelajaran
Arsyad (2015: 6-7) mengemukakan, ciri-ciri umum yang terkandung dlam
media yaitu:
1. Media pendidikan memiliki pengertian fisik yang dewasa ini dikenal
sebagai hardware (perangkat keras), yaitu suatu benda yang dapat
dilihat,didengar, atau diraba dengan panca indera.
2. Media pendidikan memiliki pengertian nonfisik yang dikenal sebagai
software (perangkat lunak), yaitu kandungan pesan yang terdapat dalam
perangkat keras yang merupakan isi yang ingin disampaikan kepada
siswa.
3. Penekanan media pendidikan terdapat pada visual dan audia.
4. Media pendidikan memiliki pengertian alat bantu pada proses belajar
baik di dalam maupun di luar kelas.
5. Media pendidikan digunakan dalam rangka komunikasi dan interaksi
guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
6. Media pendidikan dapat digunakan secara massal (misalnya radio,
televisi), kelompok besar dan kelompok kecil (misalnya film, slide,
video, OHP), atau perorangan (misalnya: modul, komputer, radio
tape/kaset, video recorder).
7. Sikap, perbuatan, organisasi, strategi, dan manajemen yang berhubungan
dengan penerapan suatu ilmu.
Arsyad (2015:15) mengemukakan media pembelajaran mempunyai tida
ciri, sebagai berikut:
18
1. Ciri Fiksatif (Fixative Property) yaitu ciri yang menggambarkan
kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan
merekostruksi suatu peristiwa atau objek.
2. Manipulatif (Manipulative Property) yaitu transformasi suatu kejadian
atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif.
3. Ciri Distributif (Distributive Property) yaitu media memungkinkan suatu
objek atau kejadian ditransportasikan melalui ruang, dan secara
bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, ciri-ciri media pembelajaran
berbentuk hardware (perangkat keras) dan software (perangkat lunak) dan media
pembelajaran harus fiksatif (Fixative Property), manipulatif (Manipulative
Property), distributif (Distributive Property). Media pembelajaran harus benarbenar dapat membantu dalam proses pembelajaran baik yang dilakukan di dalam
kelas maupun di luar kelas. Media pelajaran juga harus dapat berperan sebagai
alat yang digunakan untuk sarana komunikasi antara guru dengan siswa di dalam
proses pembelajaran.
2.3.3.
Fungsi dan Manfaat Media
Levie dan Lentz (dalam Arsyad, 2015: 20) mengemukakan empat fungsi
media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:
a. Fungsi atensi, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk
berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual.
b. Fungsi afektif, yaitu media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan
siswa ketika belajar.
c. Fungsi kognitif, yaitu media visual dapat terlihat dari temuan-temuan
penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar
memperlancar pencapaian tujuan pembelajaran.
d. Funsi kompensatoris, yaitu media pembelajaran terlihat dari hasil
penelitian bahwa media visual yang memberikan konteks untuk
memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk
mengorganisasikan informasi dalam teks.
Sebenarnya, media pembelajaran tidak sekedar menajdi alat bantu
pembelajaran, melainkan juga merupakan suatu strategi dalam pembelajaran
(Rayandra, 2012: 29). Media pembelajaran dapat merangsang peserta didik untuk
berfikir kritis, menggunakan kemampuan imajinasinya, bersikap, dan berkembang
19
lebih lanjut, sehingga melahirkan kreativitas dan karya-karya inovatif (Rayandra,
2012: 41).
Dari pendapat para ahli fungsi dan manfaat media pembelajaran adalah
sebagai
alat bantu untuk memberikan suasana belajar
yang nyaman,
menyenangkan, santai serta menarik sehingga dapat menambah antusias siswa
dalam mengikuti pembelajaran dan dapat memotivasi belajar siswa supaya mudah
dalam
memahami
materi
yang
diajarkan
sehingga
mencapai
tujuan
pembelajaran.media juga perlu disesuikan dengan materi pelajaran agar tercipta
keselarasan anatara materi pembeljaran dengan media, dengan begitu manafaat
dari media akan tersampaikan dengan baik.
2.4. Media Flash Card
Flash Card adalah kartu-kartu bergambar yang dilengkapi kata-kata, yang
diperkenalkan oleh Glenn Doman, seorang dokter ahli bedah otak dari
Philadelphia, Pennsylvania (Huda: 2014:317). Menurut Susila dan Riyani (2011:
94) Flash Card adalah media pembelajaran dalam bentuk kartu bergambar yang
berukuran 25 x 30 cm. Arsyad (2015: 115) mengemukakan Flash Card adalah
kartu yang berisi gambar-gambar (benda-benda, binatang, dan sebagainya) dapat
digunakan untuk melatih siswa mengeja dan memperkaya kosa kata. Menurut
Umah
(2015:380) gambar yang ditampilkan kartu tersebut adalah gambaran
tangan atau foto, atau gambar/foto yang sudah ada dan ditempelkan pada
lembaran-lembaran kartu tersebut.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka flash card termasuk media
visual yang berbentuk kartu-kartu bergambar. Gambar-gambar yang ada di dalam
flash card merupakan rangkian dari kata-kata berupa pesan yang dibuat sebagai
keterangan gambar dan dicantumkan pada bagian belakangnya. Gambar dapat
berupa foto atau gambar tangan, guru dapat menyalurkan kreatifitasnya dalam
membuat media flash card ini.
20
2.4.1.
Kelebihan Media Flash Card
Menurut Indriana (2011: 69) penggunaan media flash card dalam
pembelajaran memberikan beberapa keuntungan, diantaranya:
1. mudah dibawa kemana-mana karena ukuranyya hanya seukuran
postcard.
2. praktis dalam pembuatan dan penggunaannya, sehingga kapan pun anak
didik bisa belajar dengan baik menggunakan media ini.
3. mudah diingat karena kartu ini bergambar yang sangat menarik
perhatian, atau berisi huruf atau angka yang simpel dan menarik,
sehingga merangsang otak anak untuk lebih lama mengingat pesan yang
ada pada katu tersebut.
4. media ini juga sangat menyenangkan digunakan sebagai media
pembelajaran, bahkan bisa digunakan dalam bentuk permainan.
Pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan bantuan media flash
card dalam pembelajaran dapat menarik minat dan perhatian siswa dalam
mengikuti proses belajar, karena dengan adanya media flash card ini siswa
menjadi senang dalam mengikuti pembeajaran. Pembuatan media flash card
sangat mudah dan media flash card juga mudah serta praktis untuk dibawa
kemana-mana, jadi guru tidak akan kerepotan dalam membuat ataupun membawa
media flash card. Media flash card menjadi solusi bagi guru dalam pembelajaran
karena media flash card begitu simpel dan merangsang otak dalam mengingat
pesan yang ada pada kartu.
2.5. Sintak Concept Sentence Berbantuan Flash Card
Menurut Huda (2014: 316) sintak pembelajaran dengan menggunakan
metode tipe concept sentence berbantuan flash card adalah sebagai berikut: 1)
Guru menyampaikan kompetensi yang akan dicapai: guru menyampaikan pokokpokok materi yang akan dibahas dan tujuan pembelajaran. 2) Guru menyajikan
materi terkait dengan pembelajaran secukupnya:
melakukan apersepsi dan
motivasi yang berupa masalah awal yang dapat membangkitkan keterlibatan siswa
dalam pembelajaran. 3) Guru membentuk kelompok yang anggotanya kurang
lebih 4 orang secara heterogen: guru dapat mencampur kelompok siswa yang
pintar dicampur dengan siswa yang kurang pintar atau bisa membuat kelompok
dengan mencampur siswa laki-laki dengan siswa perempuan. 4) Guru menyajikan
21
beberapa kata kunci sesuai dengan yang materi yang disajikan: dengan bantuan
media flash card guru dapat mengoptimalkan pembelajaran, kata kunci dapat
dipadukan dengan gambar sehingga siswa lebih mudah dalam memahami materi.
5) Setiap kelompok diminta untuk membuat beberapa kalimat dengan
menggunakan minimal 4 kata kunci setiap kalimat: setelah guru memberikan kata
kunci setiap kelompok harus dapat membuat kalimat dengan menggunakan kata
kunci yang sudah diberikan oleh guru. 6) Hasil diskusi kelompok didiskusikan
kembali secara pleno yang dipandu oleh guru: setelah didiskusikan sesama
kelompoknya maka hasil diskusinya akan didiskusikan lagi secara bersama
dengan dipandu oleh guru. 7) Siswa dibantu oleh guru memberikan kesimpulan:
setelah kegiatan diskusi sudah dilaksanakan maka kegiatan akhir yang harus
dilakukan yaitu memberikan kesimpulan dari apa yang sudah didiskusikan di
dalam kelompoknya dengan bantuan guru.
2.5.1. Penerapan Pembelajaran Concept Sentence Berbaantuan Flash Card
Berdasarkan Standar proses
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dikemas berdasarkan
prosedur yang sesuai. Sebelum kegiatan pembelajaran dilaksanakan langkah awal
membuat RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran). Setiap guru dalam satuan
pendidikan diwajibkan untuk membuat RPP secara lengkap dan sistematis. Agar
pembelajaran berlangsung secara menyenangkan, inspiratif, interaktif dan
memotivasi siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran. RPP disusun untuk
setiap KD yang dilaksanakan dalam satu kali pertemuan yang disesuaikan dengan
penjadwalan di satuan pendidikan (Permendiknas No. 41 tahun 2007).
1)
Kegiatan Pendahuluan
Menurut Permendiknas No. 41 Tahun 2007 pendahuluan merupakan
kegiatan awal dalam satu pertemuan pembelajaran. Ditunjukkan untuk
membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
2)
Kegiatan Inti
22
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD.
Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, menyenangkan,
menantang,
memotivasi
peserta
didik
untuk
berpartisipasi
aktif.
Memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas dan kemandirian
sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta
didik. Kegiatan inti ini dilakukan secara sistematis dan sistematik melalui
proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi (Permendiknas No.41 Tahun
2007).
3)
Kegiatan Akhir
BNSP No.41 Tahun 2007 mengemukakan kegiatan akhir atau penutup
merupakan
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
mengakhiri
aktivitas
pembelajaran. Mengakhiri pembelajaran dapat dilakukan dalam bentuk
rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan
tindak lanjut.
Berdasarkan uraian yang sudah dibahas di atas pelaksanaan pembelajaran
merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan
pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan akhir atau kegiatan penutup. Maka dalam
pelaksanaan metode pembelajaran Concept Sentence berbantuan Flash Card
wajib membuat RPP.
1.
Rencana pembelajaran (persiapan), meliputi
a. Merumuskan indikator yang akan dicapai
b. Merumuskan pembelajaran berorientasi pada pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran Concept Sentence pada mata
pelajaran IPA melalui penyusunan RPP.
c. Menyiapkan sumber dan bahan yang diperlukan
d. Membuat lembar observasi guru untuk melihat kondisi pembelajaran
saat tindakan berlangsung
e. Membuat lembar kerja evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa dalam
pembelajaran
23
2.
Peksanaan, meliputi
1. Kegiatan Awal
a. Guru memeriksa kesiapan siswa pembelajaran.
b. Siswa mengucapkan salam dan melakukan kegiatan berdoa.
c. Guru melakukan presensi kehadiran siswa.
d. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi yang akan
dicapai.
2. Kegiatan Inti
1) Eksplorasi
Fase 1: Stimulation (stimulusi/pemberian rangsangan)
a. Guru melibatkan siswa melalui tanya jawab untuk menggali
pengetahuan yang siswa ketahui berhubungan dengan materi
pembelajaran IPA.
b. Guru melakukan apersepsi sesuai dengan materi yang akan
diajarkan
c. Guru memberikan informasi dan penjelasan kepada siswa tentang
materi pembelajaran IPA.
2) Elaborasi
Fase 2: Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)
a. Guru menunjukkan flash card berupa gambar tentang materi
pembelajaran IPA.
b. Siswa diminta oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan oleh guru tentang gambar yang ada dalam flash card
yang ditunjukkan guru secara individu.
Fase 3: Pemecahan Masalah
a. Siswa menulis jawaban secara individu di buku masing-masing.
b. Siswa dengan guru membahas secara bersama secara singkat.
c. Guru membentuk kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5
anak secara heterogen.
24
d. Guru menyajikan beberapa kata kunci disertai dengan flash card
berupa gambar yang disesuaikan dengan materi yang akan
dikerjakan oleh setiap kelompok.
Fase 4: Pembahasan Pemecahan Masalah
a. Guru membagikan lembar kerja diskusi.
b. Setiap kelompok mendiskusikan tugas yang sudah diberikan oleh
guru dan menulis hasil diskusi pada lembar kerja
Fase 5: Penarikan Kesimpulan
a. Beberapa kelompok maju kedepan untuk mempresentasikan hasil
diskusinya dan kelompok yang lain mendengarkan serta
memberikan tanggapan.
b. Masing-masing
kelompok
diskusi
mengumpulkan
hasil
diskusinya.
3) Konfirmasi
a. Guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya mengenai
materi yang belum jelas.
b. Guru memberikan umpan balik dan penguatan kepada siswa.
3. Kegiatan Akhir
a. Siswa dan guru membuat kesimpulan bersama mengenai materi
pelajaran.
b. Guru memberikan post test
c. Guru melakukan refleksi sebagai akhir dari pembelajaran berupa
pertanyaan “apakah anak-anak senang belajar hari ini? Hari ini kita
sudah belajar apa saja?”
d. Guru mengakhiri pembelajaran dengan mengucap salam.
2.6. Efektifitas
Efektifitas adalah suatu keadaan yang mempengaruhi terhadap suatu hal
keberhasilan, pencapaian dan tindakan. Efektifitas merupakan suatu ukuran yang
memberikan gambaran seberapa jauh target dapat dicapai (Sedarmayanti, 2009:
59). Sedangkan menurut Yamit (2003: 14), efektivitas merupakan suatu ukuran
25
yang memberikan gambaran seberapa jauh tujuan tercapai, baik secara kualitas
maupun waktu, orientasinya pada keluaran yang dihasilkan.
Berdasarkan pendapat
para ahli, efektivitas menjelaskan tentang
keberhasilan yang akan dicapai dalam melaksanakan penelitian atau melakukan
penelitian dan efektifitas juga dapat digunakan sebagai suatu batasan hasil dan
dampak yang akan dicapai. Efektifitas lebih dapat digunakan sebagai ukuran
untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu tindakan yang akan dilakukan. Dengan
efektifitas kita mengetahui tingkat keberhasilan dan mengetahui kualitas dari apa
yang diteliti apakah sesuai atau tidak.
Haryoko (2009), efektivitas pembelajaran secara konseptual dapat
diartikan sebagai perlakuan dalam proses pembelajaran yang memiliki
ciri-ciri: a) suasana yang dapat berpengaruh, atau hal yang berkesan
terhadap penampilan. b) keberhasilan usaha atau tindakan yang
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Berdasarkan para ahli mengenai ciri-ciri efektifitas pembelajaran, suasana
merupakan salah satu ciri yang dapat berpengaruh dalam afektifitas. Jika suasana
pembelajaran yang ditunjukkan kurang membuat anak menjadi bersemangat maka
afektifitasnya akan kurang tercapai, namun jika suasana yang diciptakan
menumbuhkan
semangat
siswa
dalam
mengikuti
pembelajaran
maka
afektifitasnya akan tercapai. Afektifitas membutuhkan usaha atau tindakan, usaha
atau tindakan disini dapat diwujudkan dengan penggunaan metode dan media
yang digunakan guru dalam pembelajaran di kelas. Dengan adanya usaha atau
tindakan yang sudah disesuikan dengan karakteristik siswa maka usaha atau
tindakan akan mempengaruhi hasil belajar siswa.
2.7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian,
sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan (Suprijono, 2015: 4). Sedangkan menurut
Sudjana (2010: 23) hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Karena belajar itu sendiri
merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk memperoleh suatu
bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap (Susanto, 2013: 5). Menurut
26
Bloom dalamSuprijono (2015: 6) hasil belajar mencakup kemampuan kognitif,
afektif, dan psikomotorik.
1. Kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.
2. Afektif, berkenaan dengan sikap.
3. Psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan.
Hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan bukan hanya
salah satu aspek potensi kemanusiaan saja (Suprijono, 2015: 7). Sedangkan
menurut Susanto (2013: 5-6) kemajuan prestasi belajar siswa tidak saja diukur
dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga sikap dan keterampilan.
Dengan pendapat para ahli, penilaian hasil belajar dari siswa mencakup segala
sesuatu yang dipelajari siswa di sekolah, baik berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan siswa yang berkaitan dengan materi yang diajarkan.
Hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi
siswa dan dari sisi guru (Indramunawar, 2010: 2). Dari sisi siswa merupakan hasil
belajar yang merupkan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila
dibandingkan pada saat ssiwa sebelum belajar. Sedangkan dari sisi guru yaitu
hasil belajar merupakan penilaian saat terselesaikannya bahan pelajaran.
Dari pemaparan para ahli, hasil belajar merupakan suatu hasil maksimum
yang telah dicapai siswa setelah proses pembelajaran. Hasil belajar menunjukkan
kemampuan yang dimiliki oleh siswa dalam menerima pembelajaran di kelas. Jadi
dengan adanya hasil belajar, siswa ataupun guru dapat mengukur kemampuan
yang dimiliki siswa dalam memahami dan menangkap ilmu-ilmu yang diperoleh
selama proses pembelajaran berlangsung yang diukur dengan tiga ranah yaitu;
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Penilaian yang dilakukan
dengan menggunakan tiga ranah akan menghasilkan siswa yang tidak hanya
pandai dalam mengusai materi pembelajaran, namun juga sikap yang baik dengan
sesama teman, sikap baik terhadap guru atau dengan orang yang lebih tua juga
akan diukur sebagai hasil peilaian. Ketrampilan juga merupakan aspek yang
termasuk dalam penilaian, keterampilan disini merupakan kelanjutan dari
penilaian secara afektif dan kognitif yang sudah dilakukan oleh guru.
27
2.7.1. Karakteristik Penilaian Hasil Belajar
Menurut Eko (2014: 14) penilaian hasil belajar siswa di sekolah menurut
kurikulum 2013 memiliki karakteristik, yaitu:
1. Belajar Tuntas
Asumsi yang digunakan dalam belajar tuntas adalah peserta didik dapat
beljar apa pun, hanya waktu yang dibutuhkan yang berbeda. Peserta
didik yang belajar lambat perlu waktu lebih lama untuk materi yang
sama, dibandingkan peserta didik pada umunya.
2. Autentik
Memandang penilaian dan pembelajaran secara terpadu. Penilaian
autentik harus mencerminkan masalah dunia nyata, bukan dunia
sekolah. Penilaian autentik tidak hanya mengukur apa yang diketahui
oleh peserta didik, tetapi lebih menekankan mengukur apa yang dapat
dilakukan oleh peserta didik.
3. Berkesinambungan
Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran yang utuh mengenai
perkembangan hasil belajar peserta didik, memantau proses, kemajuan
dan perbaikan hasil terus menerus dalam bentuk penilaian proses dan
berbagai jenis ulangan secara berkelanjutan (ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, atau ulangan kenaikan kelas).
4. Berdasarkan Acuan Kriteria
Kemampuan peserta didik tidak dibandingkan terhadap kelompoknya,
tetapi dibandingkan terhadap kriteria yang ditetapkan, misalnya
ketuntasan minimal, yang ditetapkan oleh satuan pendidikan masingmasing.
5. Menggunakan Teknik Penilaian yang Bervariasi
Teknik penilaian yang dipilih dapat berupa tes tertulis, lisan, produk,
portofolio, unjuk kerja, projek, pengamatan dan penilaian diri.
Menurut pemaparan yang sudah dijelaskan ahli, karakteristik penilaian
hasil belajar yaitu terdapat belajar tuntas, autentik, berkesinambungan, berdasarkan
acuan kriteria dan menggunakan teknik penilaian yang bervariasi. Setiap karakter
mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap karakteristik yang dimiliki oleh
siswa. Setiap siswa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menangkap
materi pembelajaran. Perbedaan kemampuan dalam menangkap dan memahami
materi pembelajaran akan berpengaruh dalam penilaian hasil belajar, maka dari itu
karakter penilaian hasil belajar diperlukan supaya guru lebih memahami dalam
menilai siswa. Tidak hanya menilai dari segi kemampuan belajar di kelas saja,
penilaian juga harus dilakukan secara autentik yang tidak hanya mengukur dari apa
28
yang diketahui oleh siswa tetapi juga lebih menekankan pada apa yang dapat
dilakukan siswa setelah menerima pembelajaran di dalam kelas. Selanjutnya,
penilaian hendaknya berkesinambungan yang mengharuskan guru menilai siswa
secara proses tidak secara hasilnya saja. Penilaian secara proses yang dimaksud
yaitu menilai secara berkelanjutan (menilai PR, menilai tugas-tugas, ulangan
harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester), jadi guru tidak hanya
berpatokan pada salah satu ulangan saja dalam acuan penilaian, melainkan
menggabungkan dan merata-rata dari semua penilaian yang ada untuk mendapatkan
nilai akhir. Dengan begitu guru akan mendapatkan ketuntasan minimal di dalam
kelas. Guru juga dapat menggunakan teknik penilaian tes tertulis, lisan, pengamatan
sikap dan penilaian diri, dengan begitu penilaian yang dilakukan oleh guru sesuai
dengan ranah afektif, kognitif, dan psikomotorik.
2.8. Hubungan Efektifitas Metode Concept Sentence dalam PBM (Proses
Belajar Mengajar)
Metode Concept Sentence merupakan salah satu metode pembelajaran
berbasis masalah yang tepat digunakan di dalam pembelajaran SD. Melalui
metode ini, siswa belajar dengan kelompoknya untuk membuat beberapa kalimat
sesuai dengan kata kunci yang telah diberikan oleh guru kepada siswa. Hal
tersebut juga dapat membatu siswa untuk memahami kata kunci dari materi pokok
pelajaran dan siswa lebih mengerti dan hafal mengenai materi serta menjadikan
siswa bepikir kreatif.
Pembelajaran yang afektif ditandai dengan terjadinya proses belajar
dari siswa. Seseorang dikatakan telah mengalami proses belajar
apabila di dalam dirinya telah terjadi perubahan, dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti dan sebagainya
(Aunurrahman, 2009: 34).
Dalam penelitian ini, diharapkan dengan efektifitas metode concept
sentence dalam proses belajar mengajar memberikan perubahan dari yang
tidak tahu menjadi tahu dan dari yang tidak mengerti menjadi mengerti.
Dengan metode concept sentence yang menghadapkan siswa dalam sebuah
persoalan dan siswa akan mengalami proses belajar mengajar dengan mencari
29
jawaban dari persoalan dengan cara berdiskusi kelompok. Berdiskusi akan
membuat siswa mengalami perubahan, karena siswa yang paham dengan
materi akan membagi pengetahuannya kepada teman kelompoknya yang
belum memahami, dengan demikian kemungkinan efektifitas metode concept
sentence dalam proses belajar mengajar akan tercapai.
2.9. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan
peneliti, antara lain: penelitian yang dilakukan Asih dkk yang berjudul
“Keefektifan Model Concept Sentence Terhadap Hasil Belajar Menulis Narasi”.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa yang
menerapkan model concept sentence dan yang tidak. Subjek dalam penelitian
yaitu sebanyak 67 siswa kelas IV A sebagai kelas eksperimen dan IV B sebagai
kelas kontrol pada SD Negeri 1 Wangon Kabupaten Banyumas. Kelas eksperimen
menerapkan model concept sentence dalam pembelajaran menulis narasi,
sedangkan kelas kontrol tidak. Desain dalam penelitian ini menggunakan quasi
experimental. Data hasil belajar siswa diperoleh melalui tes awal dan akhir. Untuk
uji validitas menggunakan korelasi product moment, sedangkan uji reliabilitas
dengan korelasi cronbach alpha. Rumus lilliefors untuk menguji normalitas data,
sedangkan uji hipotesis menggunakan uji U Mann Whitney. Hasil penelitian
menunjukkan perbedaan hasil belajar siswa yang signifikan antara pembelajaran
dengan model concept sentence dan yang tidak. Hasil uji U hasil belajar siswa
yaitu pada kolom Asymp.Sig/Asymptotic significance menunjukkan 1559 < 0,05.
Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa. Persentase
rata-rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen yaitu 88,28, sedangkan pada
kelas kontrol yaitu 80,71.
Penelitian Soleman (2014) yang berjudul “Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Melalui Integrasi Model Pembelajaran Concept Sentence Dan Metode
Eksperimen Pada Mata Pelajaran Fisika” Penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan di SMA Muhammadiyah Batudaa pada Kelas X2, dengan
jumlah siswa 20 orang siswa, terdiri dari 8 orang siswa laki-laki dan 12 orang
30
siswa perempuan, penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dan istrumen yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan lembar pengamatan kegiatan guru,
lembar aktivitas guru dan tes hasil belajar siswa. Hasil analisis data menunjukkan
pada siklus I persentase siswa yang tuntas 40% dari seluruh siswa yang dikenai
tindakan, persentase ini menunjukkan bahwa penelitian pada siklus I belum
berhasil , oleh karena itu penelitian dilanjutkan pada siklus II aspek-aspek
pengamatan yang belum terlaksana dengan baik diperbaiki pada siklus ini. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa 20 seluruh siswa yang dikenai 16 orang siswa
yang memiliki ketuntasan sebesar 80%. Dengan demikian penggunaan integrasi
model pembelajaran Concept Sentencedengan metode eksperimen dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
Menurut penelitian Mairering (2014) dengan judul “Peningkatan Hasil
Belajar IPS Melalaui Model Concept Sentence Pada Siswa Kelas IV SDN Bendo
2 Kota Blitar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model
pembelaajaranConcept
Sentence
pada
pembelajaran
IPS
telah
berhasil
meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV SDN Bendo 2. Hal ini
dilihat dari hasil observasi tentang aktivitas siswa serta rata-rata evaluasi yang
terus meningkat. Berdasarkan hasil observasi, sebagian besar siswa sudah berani
bertanya/menjawab serta melaporkan hasil diskusi.Hasil belajar siswa terus
meningkat mulai dari rata-rata sebelumnya (58,86%) mengalami peningkatan
pada siklus I dengan rata-rata sebelumnya (68,26% dan 73,30%) dan persentase
ketuntasan belajar kelasnya yaitu (65%/78%) meningkat pada siklus II dengan
rata-rata kelas sebesar (77.21%) dan persentase ketuntasan belajar kelasnya
sebesar (91%)
Menurut penelitian Khoirullah (2015) dengan judul “Perbedaan Hasil
Belajar Siswa Dengan Menggunakan Pembelajaran Concept Sentence dan
Konvensional”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perbedaan hasil
belajar siswa kelas X pada mata pelajaran Geografi di SMA Al-Huda Jati Agung
yang menggunakan model pembelajaran concept sentence dengan hasil belajar
siswa yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen Design. Subjek
31
penelitian ini adalah kelas X3 sebagai kelas eksperimen diberi perlakuan model
pembelajaran concept sentence dan kelas X2 sebagai kelas kontrol menggunakan
model pembelajaran konvensional. Data hasil belajar siswa dikumpulkan dengan
menggunakan instrumen tes berupa pre-test dan post-test. Teknik analisa data
yang digunakan adalah uji t. Analisa data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar siswa dimana siswa yang diberi perlakuan
menggunakan model pembelajaran concept sentence mendapat nilai yang lebih
tinggi dibanding dengan nilai siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional.
Penelitian Darmayanti (2015) yang berjudul “Efektivitas Penggunaan
Media CD Interaktif dalam Pembelajaran Kooperatif Concept Sentence terhadap
Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi SMA Laboratorium UM”.
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan efektivitas penggunaan media CD
Interaktif dalam pembelajaran kooperatif Concept Sentence terhadap peningkatan
motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian ini termasuk jenis penelitian
eksperimen kuasi yang dilaksanakan di SMA Laboratorium UM. Subyek yang
diteliti adalah siswa kelas XI IIS. Kelas XI IIS 3 yang berjumlah 34 siswa
ditetapkan sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IIS 1 yang berjumlah 36 siswa
sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
berupa pretest-posttest dan angket yang diberikan pada kedua kelas baik kelas
kontrol maupun kelas eksperimen. Berdasarkan hasil uji t Independent-Sample
pada variabel motivasi belajar, diperoleh kesimpulan bahwa terdapat perbedaan
motivasi belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Hasil uji t
Independent-Sample pada variabel hasil belajar, diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat perbedaan hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
penggunaan
media
CD
Interaktif dalam pembelajaran kooperatif concept sentence dapat meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa.
32
Tabel 2.1
Kajian Pendidikan yang Releven
Variabel penelitian
No
Nama
Metode
Media
Peneliti
concept
flash
sentence
card
Asih

-
1.
Hasil
Hasil Belajar
Kelas
Hasil Belajar
IV

X

IV

X

XI

Ada
Tidak
Menulis
Narasi
Soleman

-
2.
Fisika
Meirering

-
3.
Hasil Belajar
IPS
Khoirullah

-
4.
Hasil Belajar
Geografi
Darmayanti

-
5.
Hasil Belajar
Ekonomi
Peneliti
6.
Hasil Belajar


Hasil Belajar
V
IPA
Berdasarkan tabel 2.1 dapat dilihat persamaan dan perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Persamaannya yang
pertama yaitu pada variabel pembelajaran metode concept sentence dalam
penelitian Asih (2014), Soleman (2014), Meirering (2014), Khoirullah (2015),
Darmayanti (2015) dan hasil belajar yang sama dengan kelima penelitian yang
telah disajikan. Sedangkan perbedaannya yaitu pada Variabel media flash card.
Namun di dalam penelitian yang dilakukan peneliti memang sama-sama
menggunakan metode concept sentence berbantuan flash card. Dengan adanya
media ini, membuat penelitian ini berbeda dengan penelitian yang lain.
33
2.10. Kerangka Pikir
Telah dipaparkan di depan bahwa pada dasarnya mata pelajaran IPA
adalah mata pelajaran yang menekankan pada eksperimen dan eksplorasi dari
siswa. Artinya bahwa pengetahuan teori yang diperoleh, diperlakukan sebagai
hipotesis yang perlu diujikan kebenarannya melalui eksperimen. Siswa perlu
diberikan ruang supaya dapat bereksplorasi secara langsung dengan subjek yang
sedang dipelajarinya. Kegiatan bereksplorasi secara langsung dapat terjadi jika
metode pembelajaran dapat memberikan kesempatan siswa kepada siswa. Metode
pembelajaran yang biasa diterapkan oleh guru yaitu metode konvensional
tampaknya belum dapat mewadahi siswa untuk berekplorasi, karena itu
diperlukan sebuah metode pembelajaran yang berbeda. Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode pembelajaran kooperatif learning tipe concept
sentence berbantuan flash card untuk digunakan sebagai metode pembelajaran
serta media dalam mata pelajaran IPA.
Dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe concept
sentence berbantuan flash card, diharapkan siswa lebih antusias dalam mengikuti
pelajaran dan tidak merasa bosan. Selain itu juga diharapkan suasana belajar
menjadi lebih kondusif dan dapat mendorong serta mengembanagkan proses
berpikir kreatif pada siswa sehingga akan memunculkan kesadaran siswa untuk
berubah menjadi lebih baik dan lebih dapat bekerjasama dengan teman sebayanya
dalam satu kelompok.
Berdasarkan uraian di atas, maka pelaksanaan pembelajaran IPA dengan
metode kooperatif tipe concept sentence berbantuan flash card adalah untuk
mengetahui terdapat atau tidaknya pengaruh penggunaan metode kooperatif tipe
concept sentence berbantuan flash card terhadap pencapaian hasil belajar siswa
kelas V SD Negeri 4 Tambirejo Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan. Adapun
skema kerangka berpikir sebagai berikut:
34
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pikir
Kelompok kontrol
Kelompok eksperimen
Pretest
Kelompok kontrol
metode konvensional
Kelompok kontrol
metode eksperimen
Posttest
Hasil belajar metode
konvensional
Hasil belajar metode
kooperatif tipe concept
sentence berbantuan
flash card
Terdapat peningkatan hasil belajar dan peningkatan efektifitas belajar
dalam penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe concept
sentence berbantuan flash card terhadap hasil belajar
Bagan di atas dijelaskan sebagai berikut: langkah pertama yang dilakukan
peneliti adalah menentuan kelas kontrol dan kelas eksperimen. Untuk selanjutnya
yaitu melakukan pretest terhadap kelas kontrol dan kelas eksperimen. Tahap
selanjutnya menganalisis hasil pretest yang sudah dilakukan pada kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dari
kedua kelompok tersebut.
Dalam bagan di atas dapat dijelaskan bahwa kelompok kontrol adalah
kelompok yang tidak diberi treatment atau perlakuan. Kelompok kontrol ini
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan metode konvensional. Metode
konvensional adalah metode yang biasa dipakai guru dalam pembelajaram, yang
35
mengedepankan pmemberikan penjelasan dengan penyampaian secara lisan dari
guru untuk siswa. Dalam penelitian ini yang mengajar di kelas kontrol adalah
guru kelas itu sendiri.
Untuk kelompok eksperimen, kelompok ini diberikan treatment atau
perlakuan. Dalam kelompok eksperimen dilakukan pembalajaran dengan
menggunakan metode kooperatif tipe concept sentence berbantuan flash card.
Dimana dalam pembelajaran menggunakan metode kooperatif tipe concept
sentence berbantuan flash card siswa dilatih untuk mengembangkan proses
berpikir secara kreatif yang dilakukan dengan menemukan kata kunci dan
membuat kalimat dengan kata kunci yang sudah ditemukan. Dalam membuat
kalimat dengan menggunakan kata kunci yang sudah ada, siswa dapat
berkerjasama dengan teman kelompoknya dalam menyusun kalimat dari kata
kunci tersebut.
Setelah dilakukan treatment atau perlakuan yang berbeda antara kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen, kedua kelompok ini diberikan posttest yang
sama. Posttest merupakan prosedur yang digunakan sebagai alat ukur untuk
mengetahuidalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan.
Setelah diberi posttest untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen,
bendingakan peningkatan hasil belajar dan peningkatan efektifitas belajar dari
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dengan melihat hasil belajar antara
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen dapat diketahui perbedaan
peningkatan hasil belajar dan peningkatan efektifitas belajarnya, sehingga dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat ada tidaknya peningkatan hasil belajar dan
peningkatan efektifitas metode kooperatif tipe concept sentence berbantuan flash
card terhadap hasil belajar.
Download