Peta Teori Ekonomi Politik Media

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Ekonomi Politik
Media
Peta Teori Ekonomi Politik Media
Fakultas
Program Studi
Pasca Sarjana
Magister Ilmu
Komunikasi
Tatap Muka
07
Kode MK
Disusun Oleh
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.,
PhD & Dr (c) Afdal Makkuraga Putra, MM,
M.Si
Abstract
Kompetensi
Modul membahas tentang Peta Teori
Ekonomi Politik Media.
Mahasiswa mampu menjelaskan Peta
Teori Ekonomi Politik Media..
Peta Teori Ekonomi Politik Media
Peta ekonomi politik media dapat dibagi menjadi lima kategori, sebagai berikut:
1. Ekonomi Politik Klasik
Secara ringkas ekonomi politik klasik secara spesifik membahas prinsip-prinsip dasar
dari produksi, distribusi dan pertukaran kekayaan, serta implikasinya dalam kehidupan
bernegara. Dengan focus utama pada isu-isu produksi, distribusi dan pertukaran
kekayaan, jelas sekali bahwa pada awal perkembangannya ekonomi politik identik
dengan ilmu ekonomi. Ekonomi politik klasik memandang kekayaan
sebagai
kemakmuran atak kesejahteraan. Kekayaan yang dimaksud di sini adalah semua
komoditas yang mempunyai nilai tukar. Agar bisa memperoleh hasil kerja yang efisien
dan efektif, Adam Smith, tokoh utama ekonomi politik klasik, menawarkan konsep
pembagian kerja.i
Menurut pemikir ekonomi politik klasik, cara yang yang terbaik untuk memperoleh
kekayaan adalah mekanisme pasar. Di pasar masing-masing aktor bersaing satu sama
lainnya untuk memenuhi kebutuhannya. Agar pasar berjalan dengan sempurna maka
tidak diperlukan intervensi negara mengatur pasar. Ekonomi politik klasik memang tidak
berbicara tentang media massa atau komunikasi secara epesifik, namun konsep-konsep
ekonomi politik klasik dapat diterapkan dalam berbagai kajian tentang ekonomi media.
Dalam pendekatan klasik istilah ekonomi politik merujuk pada sebuah sistem
pemenuhan kebutuhan pribadi yang terdiri dari beberapa pelaku pribadi yang
independen. Pokok pikiran dari pendekatan klasik ini adalah sebagai berikut:
A. Masyarakat sipil. Dalam masyarakat dimana produksi barang-barang kebutuhan seharihari terjadi dalam keluarga atau dalam sebuah kelompok kerabat dan dilakukan
berdasarkan pola pembagian kerja dalam keluarga, maka kegiatan produksi itu akan
tunduk pada tujuan-tujuan dan hubungan-hubungan yang ada dalam keluarga. Ketika
kegiatan ekonomi harus dipisahkan dari keluarga atau dipisahkan dari semua institusi
sosial yang lain, maka harus diadakan metode untuk melakukan pembagian kerja dan
menyatukan kembali hasil kerja tersebut. Disinilah pertama kali Adam Smith
memperkenalkan istilah pembagian kerja yang dia analogikan dengan pembuatan
‘13
2
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
jepitan. Satu pekerja bisa membuat dua puluh pin sehari. Tapi jika sepuluh orang dibagi
menjadi delapanbelas langkah yang diperlukan membuat sebuah jepitan, mereka bisa
membuat 48.000 jepitan dalam sehari.ii
B. Pasar yang mengatur dirinya sendiri. Asumsi dari pernyataan ini bahwa jika sebuah
pasar berhasil memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi dari semua pelaku di dalamnya,
asalkan kebutuhan dan sarana pemenuhan kebutuhan itu dapat ditentukan secara jelas,
maka dapat dikatakan bahwa pasar telah berhasil memenuhi tujuan manusia dan tujuan
sosialnya. Dengan kata lain, memenuhi kebutuhan pribadi adalah sama dengan
memenuhi kebutuhan publik. Sebuah pasar akan berjalan dengan baik jika individuindividu di dalamnya bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual.
Ketika penjual menjual komoditas, maka penjual mendapatkan uang yang bisa ia
gunakan untuk membeli barang-barang yang bisa memenuhi kebutuhannya. Ketika tiaptiap pelaku dalam pasar bertindak sebagi pembeli dan penjual, maka uang dan
komoditas akan “berputar” (sirkulasi) di dalam pasar. Pasar berfungsi sekadar untuk
memfasilitasi pertukaran hak kepemilikan agar sesuai dengan keinginan dari para
pemiliki properti yang menjadi pelaku pasar. Adam Smith percaya bahwa ada tangan tak
terlihat (the invisible hand) yang mengatur sehingga pasar itu berjalan dengan sendirnya.
Untuk itu Smith sangat menentang intervensi pemerintah dalam pasar Teori ini kemudian
dikenal dengan "laissez-faire", yang berarti "biarkan mereka lakukan"iii
C. Kapitalisme. Teori Smith mendorong munculnya kapitalisme. Gambaran normatif dari
sistem kapitalisme ini, antara lain gambaran manusia merdeka yang legal secara politis
maupun ekonomi. Ada pengakuan akan kenyataan bahwa manusia bersifat merdeka.
Didalam kegiatan ekonomi, buruh dan pekerja menjual tenaganya kepada pemilik modal
di pasar tenaga kerja dengan kontrak. Ada eksistensi pasar komoditi yang harganya
ditentukan oleh mekanisme pasar dan tangan tak terlihat. Setiap invidu bekerja dengan
tujuan untuk mencari keuntungan secara maksimal karena faktor kelangkaan sumber
daya.iv
Di dalam
sistem kapitalisme, pemilikan (ownership) terletak di tangan individu yang
digunakankan untuk tujuannya sendiri, yakni tujuan untuk mencari keuntungan (profit).
Individu juga dapat mengambil inisiatif membentuk dan mengembangkan perusahaanperusahaan, baik dilakukan secara partnership atau koeporasi. Intensif ekonominya
adalah keuntungan itu sendiri yang menjadi tujuan utama dari kegiatan produksi dan
‘13
3
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
usaha. Didalam aktivitas ekonomi berlaku hukum pasar, yakni mekanisme pembentukan
harga yang ditentukan oleh bekerjanya faktor permintaan dan penawaranv
D. Say’s Law. Menurur Kaum Klasik di Pasar tidak mungkin terjadi kelebihan produksi atau
kekurangan produksi untuk jangka waktu yang lama. Kalau toh ada suatu saat ada
kelebihan atau kekurangan produksi, maka mekanisme pasar akan secara otomatis
mendorong kembali perekonomian tersebut pada posisi di mana tingkat produksi total
masyarakat
akan memenuhi kebutuhan total masyarakat
atau disebut sebagai full
vi
employment level of capacity.
Pendapat itu dilandasi oleh adanya kepercayaan di kalangan kaum klasik bahwa
di dunia yang nyata ini ada yang disebut Say’s Law: yakni setiap barang yang
diproduksi selalu ada yang membutuhkannya (memintanya) Supply creates its
own demand. Harga-harga dari hampir semua barang-barang dan jasa adalah
fleksibel, yaitu bisa dengan mudah berubah (naik atau turun) sesuai dengan
tarik-menarik antara penawaran dan permintaannya.
2. Ekonomi Politik Neo Klasik
Ekonomi politik neoklasik melihat bahwa konsep-konsep ekonomi politik klasik yang
digagas oleh Smith, Ricardo dan Mills. Para penggagas ekonomi politik neoklasik
bahwa perekonomian tanpa campur tangan negara itu tidak berjalan mulus menurut
aturan alami dan tidak selalu menuju keseimbangan, sebagaimana yang dipersepsikan
kaum klasik. Kaum neo klasik berpandangan bahwa untuk mengatasi kelemahan dan
ketidaksempurnaan diperlukan campur tangan pemerintah mengatur pasar. Akan tetapi,
campur tangan pemerintah hanya diperlukan untuk memperbaiki distorsi yang terjadi
dipasar, bukan untuk menggantikan fungsi mekanisme pasar itu sendiri. vii
Salah satu perbedaan pandangan antara kaum klasik dengan neoklasik yakni kaum
klasik melihat bahwa pasar harus berjalan dalam mekanisme persaingan sempurna
(perfect competition). Kaum neo klasik melihat pasar berjalan dalam mekanisme
persaingan tidak sempurna. Ketidak sempurnaan pasar bisa berbentuk monopoli,
ologopoli atau kompetisi.
Salah satu pemikir neo klasik yang terkenal ialah John M. Keynes (atau lebih popular
dengan julukan Keynesian). Keynes menganjurkan berbagain cara untuk meningkatkan
permintaan agregat. Salah satu cara yang paling tepat adalah lewat kebijakan fiscal
yang ekspansif, misalnya lewat mekanisme penetapan suku bunga dan penetakan
‘13
4
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kebijakan ubah minimum bagi tenaga kerja. Ekonomi politik neo klasik juga belum
berbicara tentang media massa atau komunikasi secara epesifik, namun konsep-konsep
ekonomi politik klasik dapat diterapkan dalam berbagai kajian tentang ekonomi media.
Pemikiran Keynes bertolak belakang dengan pemikiran klasik sangat menentang
intervensi pemerintah dalam pasar. Keynes berpendapat bahwa system, laissez faire
murni tidak bisa dipertahankan. Pada tingkat makro pemerintah harus secara aktif dan
sadar mengendalikan perekonomian kea rah posisi “full employment’ sebab mekanisme
invisible hand atau pasar yang mengatur dirinya sendiri tidak bisa diandalkan
Menurut Keynes, situasi makro suatu perekonomian ditentukan oleh apa yang terjadi
dengan permintaan agregat masyarakat. Apabila permintaan agregat melebihi
penawaran agregat (atau opuput yang dihasilkan) dalam periode tersebut, maka akan
terjadi situasi “kekurangan produksi.” Pada periode berikutnya output akan naik atau
harga akan naik, atau keduanya terjadi bersamaan
Apabila permintaan agregat lebih kecil daripada penawaran agregat, maka situasi
“kelebihan produksi” terjadi. Pada periode berikutnya out put akan turun atau harga akan
turun atau keduanya terjadi bersama-sama. Inti teori Keynes adalah bagaimana
pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat
agar mendekati posisi “full
employment’
3. Ekonomi Politik Marxisme
Konsep ekonomi politik Marxisme dipelopori oleh Karl Marx dan Freidrich Engels.
Perbedaan pokok antara ekonomi politik klasik, neoklasik terletak pada cara pandangan
pada kapitalisme. Klasik dan neo klasik mengangungkan kapitalisme dan mekanisme
pasar, Marxisme justru sebaliknya, menentang dan mengkritik kapitalisme yang
mengagungkan mekanisme pasar tersebut
Marx menggunakan berbagai pendekatan untuk menujukkan berbagai kebobrokan
kapitalisme. Dari segi moral, Marx menilai kapitalisme mewarisi ketidakadilan sebab
tidak peduli pada kepincangan dan kesenjangan sosial dalam masyarakat. Dari segi
sosial, kapitalisme merupakan sumber konflik antar kelas, baik antar borjuis dengan
proletar, antara tuan tanah dengan butuh tani. Dari segi ekonomi, Marx melihat bahwa
kapitalisme digunakan oleh kaum kapitalis untuk mengejar laba sebanyak-banyaknya
dengan menekan buruh sekeras mungkin. viii
‘13
5
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Marxisme memberikan perhatian kuat pada komunikasi dalam masyarakat. Praktek
komunikasi merupakan hasil dari ketegangan antara aktivitas individual dan batasanbatasan sosial terhadap kreativitas tersebut. Kebebasan mengekspresikan diri tidak
dapat tercapai dalam masyarakat yang berdasarkan kelas.
Marxisme menyakini bahwa kontradiksi, ketegangan dan konflik tidak dapat dihindari
dari tatanan sosial dan tidak pernah bisa dihapuskan. Kondisi adalah adanya suatu
lingkungan sosial yang mendengarkan semua suara tanpa ada satu kekuatan pun
mondominasi yang lain. Oleh karena itu bahasa menjadi kendala penting bagi ekspresi
individu, karena bahasa dari kelas dominan menyulitkan kelas pekerja untuk memahami
situasi. Bahasa menjadi alat penekan bagi kelompok marjinal.
Salah satu karya Marx yang terkenal ialah determinisme ekonomi. Yakni ia menganggap
sistem ekonomilah yang terpenting dan menegaskan bahwa sistem ekonomi
menentukan semua sector masyarakat lainnya. Menurut Marxm, kekuatan-kekuatan
produksi dalam masyarakat (material, kapasitas teknologi, tingkat pengetahuan, dll)
menyediakan kekuatan pemandu untuk perubahan pada relasi-relasi sosial produksi
(bentuk-bentuk kepemilikan, apropriasi produk surplus, pembagian kelas, rezim kerja).
Bersama-sama, kekuatan dan relasi poduksi (=mode rezim kerja) menjelaskan karakter
dan arah bagi ‘seluruh superstruktur yang besar sekali. Pendekatan ini sering pula
disebut sebagai base and superstructure. ix
Marx menjelaskan tentang Base 'dasar' dan Superstructur 'superstruktur'. Superstruktur
yaitu ideologi dan politik yang bertumpu pada 'dasar' (hubungan-hubungan soisoekonomi). Menurut Marx bahwa kebudayaan bukanlah suatu kenyataan bebas,
melainkan kebudayaan itu tidak terpisahkan dari kondisi-kondisi kesejarahan. Di dalam
kesejarahan itu, manusia menciptakan hidup kebendaannya. Hubungan-hubungan
antara penguasaan, penindasan, atau ekploitasi yang menguasai tata sosial dan
ekonomi dari suatu fase sejarah manusia akan ikut menentukan seluruh kehidupan
kebudayaan masyarakatnya.
Dalam bukunya yang berjudul Ideologi Jerman yang terbit tahun 1846, Marx dan Engels
berbicara pula mengenai moralitas, agama, dan filsafat sebagai momok-momok yang
dibentuk dalam otak manusia yang merupakan refleks dan gema dari proses kehidupan
yang nyata. Dalam serangkaian surat-surat terkenal (1890), Engels menekankan bahwa
ia dan Marx selalu memandang aspek perekonomian masyarakat sebagai akhir dari
aspek-aspek lain. Jadi, seni menurut pandangan Marxis merupakan bagian dari
‘13
6
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
superstruktur dari lingkungan sosial. Dengan demikian, menurut Marxis, untuk
memahami sastra berarti memahami seluruh proses social
Keterasingan Dalam Pekerjaan (Alienasi). Bagi Marx, buruh adalah sebuah fenemona
keterasingan, karena buruh bekerja bukan karena keinginan dan kesenangannya, tetapi
terpaksa dilakukan untuk memperoleh upah (uang) untuk membiayai hidup dirinya dan
keluarganya. Karena dilakukan dengan terpaksa. Maka bekerja kata Marx adalah bukan
sesuatu yang menggairahkan dan mengembangkan martabat mansuai. Inialah yang
disebut sebagai keterasingan (alienasi). Marx berkata: Pekerjaan itu sesutau yang lahiria
bagi buruh, tidak termasuk hakikatnya, ia tidak membenarkan diri di dalam pekerjaan,
melainkan menyangkal dirinya: tidak kerasan dildalamnya, melainkan menderita.
Pekerjaannya
tidak
mengembangkan
tenaga
fisik
dan
mentalnya,
melainkan
mematiragakan fisiknya dan merusak mentalnya. Kesimpulannya kata Marx pekrjaan
membuat manusia terasing dari dirinya sendirimerasa diperalat dan direndahkanx
Bagaimana keterasingan tersebut dapat dijelaskan? Menurut Marx, pekerjaan itu
mengansinkan manusia karena bersifat upahan. Pekerjaan upahan ialah pekerjaan di
mana pertama-tama orang tidak bekerja karena ia tertarik pada pekerjaan itu dan ingin
menjalankannya, melainkan karena ia karena ia mncari upah. Mengapa orang mencari
upah, upah itu adalah syarat untuk dapat membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Intinya
kata Marx, pekerjaan upahan bukan pemuasan suatu kebutuhan, melainkan hanyalah
alat untuk memuaskan
kebutuhan di luar pekerjaan itu yaitu kebutuhan hidup fisik.
pekerjaan upahan alih-alih membenarkan manusia, justru malah mengasingkan karena
memaksa buruh untuk mengerjakan sesutau yang tidak dipilihnya sendiri. Tetapi
mengerjakan sesutau atas perintah majikan. Pekerjaan yang disuruh oleh majikan bukan
pekerjaan bebas, melainkan terpaksa.xi
Kapitalisme dan Kelas Sosial
Salah satu butir pemikiran Marx adalah kritik terhadap kapitalisme. Menurut Marx,
kapitalisme menjadikan kaum proletar sebagai objek penghisapan. Hakikat masyarakat
borjouis adalah uang. Uang membuat manusia menjadi budak, yang tergantung, yang
ditentukan dari luar. Ia menjadi komoditi. Kekhasan kapitalisme ialah bahwa semua
produk kerja bernilai sebagai komoditi.xii Dalam terminology Marx disebut sebagai
fetishisme komoditi
Menurut Marx, sebuah perekonomian kapital pada awalnya terdiri dari komoditaskomoditas dalam jumlah besar, ditambah dengan beberapa individu yang menjadi
‘13
7
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pemilik dari komoditas-komoditas itu, dan beberapa-beberapa hubungan
pertukaran
yang saling menghubungkan individu-individu itu. Pada awalnya individu-individu ini tidak
memandang dirinya sebagai anggota dari sebuah kelas tertentu dan juga tidak
memandang bahwa kepentingan pribadi mereka sebagai kepentingan dari sebuah
kelas.xiii
Agar bisa memahami bagaimana masyarakat yang berisi pemiliki properti individual ini
bisa berubah menjadi kelas-kelas, maka kita pertama-tama perlu mengetahui bagaimana
struktur dan dinamika dari perekonomian kapitalis membuat individu dan kebutuhan
terbagi menjadi beberapa kelompok dan jenis kebutuhan itu didasarkan tidak hanya
pada kesamaan selera pribadi atau kesamaan kondisi antar individu tetapi juga
ditentukan oleh posisi individu-individu itu di dalam struktur produksi yang objektif.
Argumen yang diajukan Marx untuk menjelaskan bagaimana kelas bisa muncul dalam
masyarakat sipil diawali dengan mengkritik pandangan dari pendekatan klasik tentang
tujuan pasar. Marx berpendapat bahwa perekonomian pasar bukanlah mekanisme untuk
memaksimalkan kesejahteraan pribadi dari individu-individu di dalamnya melainkan
sebuah sarana untuk menfasilitasi para kapitalis untuk merampas nilai surplus dan
mengakumulasi kapital. xiv
Menurut Marx realitas masyarakat ditentukan oleh kekuasaan kelas yang satu diatas
kelas-kelas yang lainnya. Namun dalam masyarakat kapitalis kenyataan itu terselubung
oleh karena semua hubungan kerja berdasarkan perjanjian yang secara formal diadakan
secara bebas. Akan tetapi kebebasan itu itu hanyalah semu dan tidak benar. Paksaan
kelas yang satu terhadap kelas yang satunya dialihkan saja pada keharusan-keharusan
produksi komoditi. Jadi apa yang sebenarnya merupakan penindasan kelas yang satu
oleh satunya dikeramatkan dalam bentuk komoditi. xv
4. Ekonomi Politik Neo Marxis
Ekonomi politik neo-Marxis biasa disebut juga aliran Frankfurt atau teori-teori kritis.
Disebut aliran Frankfurt karena para pemikirnya berasal dari Institut fur Sozialforscung
di Frankfurt, Jerman. Disebut teori kritis karena berusaha membebaskan manusia dari
pemanipulasian para teknokrat modern. Sedangkan disebut Neo-Marxis karena bertolak
belakang dari teori Marx, namun sekaligus melampaui dan meninggalkan Marx serta
menghadapi masalah-masalah masyarakat industri maju secara baru dan kreatif. Satusatunya yang diwarisi dari Marx hanyalah cita-citanya pembebasan manusia dari segala
‘13
8
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
belenggu pengisapan dan penindasan. Pemikir Aliran Frankfurt yang terkenal antara
lain: Max Horkheimer, Teodore W. Adorno, Herbert Marcuse, Jurgen Habermas, dll.
Ajaran-ajaran Marx yang tinggalkan oleh para teorikus aliran ialah, tentang teori nilai
pekerjaan. Menurut mereka, dalam masyarakat industri maju, teknik dan ilmu
pengetahuan menjadi tenaga produktif pertama, dengan demikian teori nilai pekerjaan
yang diagungkan oleh Marx itu kehilangan arti. Hal ini sekaligus pertentangan antara
pekerjaan dan modal pun kehilangan pekerjaan. Penindasan manusia tidak lagi berupa
penindasan kaum kapitalis terhadap pekerja, melainkan semua ditindas oleh suatu
sistem di mana proses produksi ditentukan oleh teknologi sudah tidak terkontrol lagi.
Dengan demikian analisis kelas kehilangan maknanya.
Horkheimer dan Adorno dalam essay-nya yang berjudul The Culture of Industry:
Enlightement as Mass Deception. mengungkap bahwa budaya massa berhubungan erat
dengan standarisasi produksi budaya melalui film, radio, dan majalah untuk
memanipulasi massa. Dengan demikian, secara tidak disadari, khalayak dipaksa untuk
membutuhkan dan berusaha memiliki budaya yang serupa, bagaimanapun kondisi
mereka. Adorno dan Horkheimer membaca fenomena ini sebagai bencana bagi high
culture atau budaya ‘adiluhung’. Dalam tesisnya mengenai cultural industry, mereka
menyebut
bahwa
atas
nama
kepentingan
khalayak,
industri
kapitalis
telah
menggerakkan massa dengan keinginan dan kebutuhan palsu. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa Cultural industry menjadi term yang menggantikan istilah budaya
massa atau pop culture yang dapat diidentifikasi melalui beberapa karakter khususnya:
budaya massa, komodifikasi, dan standarisasixvi
5. Ekonomi Politik Kontemporer
Ekonomi politik ini sebenarnya hanya meneruskan paradigma yang ditinggalkan oleh
pemikir aliran Frankfurt sebelumnya. Secara teoritis sesungguhnya tidak ada yang
terlalu baru tokoh-tohon disini kelihatannya hanya menyempurnakan padangaanpandangan kaum Kritis sebelumnya. Ada juga yang menyebut ekonomi politik ini adalah
generasi ketiga dari aliran kritis, merujuk pada tokoh-tokoh seperti Axel Honeth
(Rush, 2000; dalam Dedi Nurhidayat, ). Namun kini lingkup teori-teori kritis telah
makin meluas, mencakup – ataupun menjadi dasar rujukan – analisis kritis dari pakar
seperti Jacques Lacan (psikoanalisis), Roland Barthes (semiotik and linguistik), Peter
Golding, Janet Wasko, Noam Chomsky, Douglas Kellner (ekonomi-politik media),
‘13
9
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hingga
berbagai
tokoh
dalam
topik
masalah
gender,
etnisitas
dan
ras,
postkolonialisme, dan hubungan internasional
Daftar Pustaka
Albarian, Alan B, Media Economics: Understanding Markets, Industries, and Concept, Iowa:
Iowa State University Press, 1996.
Alexander, Alison et.al (ed), Media Economics: Theories and Practice, New Jersey:
Lawrence Erlbaum Associates Publishers, 1998.
Dimmick dan Rothenbuhler, The Theory of Niche: Quantifing Competition among Media
Industry, Jurnal of Communication, Winter 1984.
Mirza Jan. Globalization of Media: Key Issues and Dimensions. European Journal of
Scientific Research. ISSN 1450-216X Vol.29 No.1 (2009), pp.66-75
Kansong, Usman. Ekonomi Media : Pengantar Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Ghalia
Indonesia. 2009.
Komang Sunarta. Dampak Globalisasi Terhadap Budaya Lokal dan Prilaku Masyarakat.
www.karangasem.go.id Rabu, 5 Oktober 2011.
John Theobald, Radical Mass Media Criticism, Sage Publication, 2010
i
Deliarnov, Ekonomi Politik. Erlangga; Jakarta, 2006.
James A Caporaso dan David P Livine. Teori-teori Ekonomi Politik, Pustaka Pelajar: Yogyakarta,
2008.
iii Ibid,
iv Didik J. Rachbini. Ekonomi Politik dan Teori Pilihan Publik. Ghalia Indonesia: Bogor, 2006
v Ibid
vi Boediono. Ekonomi Makro, BPFE:Yogyakarta, 1984
vii Ibid, Hal, 56.
viii Ibid, hal. 41
ix George Ritzer dan Barry Smart, Handbook Teori Sosial. Nusa Media: Bandung, 2011 hal 82-84
x Frans Magnis-Suseno, Pijar-pijar Filsafat. Kanisius; Yogyakarta, 2005 Hal 121-124
xi Ibid.
xii Frans Magnis-Suseno, Filsafat sebagai Ilmu Kritis, Kanisius; Yogyakarta, 1992 hal 152-153.
xiii James A Caporaso dan David P Livine Op.cit hal 130-133.
xiv Ibid
xv Frans Magnis-Suseno Filsafat sebagai Ilmu Kritis hal, 130-131.
ii
‘13
10
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
xvi
‘13
Cultural Studies and Political Economy: Toward A New Integration. Lexington Books, 2009 hal 18.
11
Ekonomi Politik Media
Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm., PhD
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download