Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang

advertisement
Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden
Dalam Membentuk Undang-Undang
Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945
Solikhatun Septia Pradini
Prodi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan
Jl. Pramuka No. 42 Sidikan Umbulharjo Yogyakarta 55161
ABSTRAK
Lembaga Kepresidenan sebagai salah satu lembaga yang memegang kekuasaan
negara mempunyai peranan penting dalam keberlangsungan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berbagai perubahan yang terjadi terhadap lembaga ini sebagai implikasi dari
berbagai perubahan yang terjadi seiiring perubahan zaman dan konstelasi bangsa dan
negara. Namun, betapa pun demikian lembaga Kepresidenan harus senantiasa mampu
menjalankan peranan dan fungsinya demi mewujudkan tujuan bangsa dan negara melalui perwujudan lembaga Kepresidenan yang aspiratif, akomodatif dan mementingkan
kepentingan negara diatas segalanya berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang
berlaku. Mekanisme check and balances diantara ketiga kekuasaan negara (eksekutif,
legislatif, dan yudikatif) harus diwujudkan demi tercapainya cita-cita bangsa dan negara.
Sehingga penulis mengambil judul “Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sebelum dan Sesudah Amandemen UUD 1945”. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan kekuasaan Presiden dalam membentuk UndangUndang sebelum dan sesudah amandemen UUD 1945.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif dengan subjek penelitian kekuasaan Presiden serta objek penelitian yaitu pembentukan Undang-Undang.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan yang dilakukan dengan cara
pengumpulan berbagai data yang terdapat dalam buku-buku literatur, makalah, surat kabar, artikel ilmiah, dan peraturan perundangan yang berhubungan dengan objek yang
diteliti.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa 1) kekuasaan Presiden dalam membentuk Undang-Undang sebelum amandemen UUD 1945 sangatlah besar, hal ini dapat dilihat dari
masa pemerintahan Orde Baru, kekuasaan membuat Undang-Undang ada pada Presiden. Perubahan yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan DPR, perubahan pertama UUD 1945 terhadap Pasal 5 dan Pasal 20 dipandang sebagai permulaan terjadinya
pergeseran executive heavy ke arah legislatif heavy; 2) Sesudah amandemen UUD 1945
kekuasaan legislasi berada di tangan DPR dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20
ayat (1) perubahan pertama UUD 1945). Dengan demikian, telah terjadi perubahan kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan Presiden. Setelah adanya Amandemen ke-4, Presiden hanya berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang kepada DPR untuk disetujui DPR. Kini, Dewan Perwakilan Rakyatlah yang memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang, sesuai pasal 20
UUD 1945.
Kata Kunci : lembaga kepresidenan, undang-undang, UUD 1945, membentuk
undang-undang
PENDAHULUAN
Di setiap negara akan selalu ditemukan bagian yang secara khusus mengatur
ketentuan-ketentuan mengenai organisasi negara, yaitu Undang-Undang Dasar
(UUD) atau Konstitusi. Setiap negara
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 1
Solikhatun Septia Pradini
memiliki tujuan negara yang dirumuskan
dalam konstitusi. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, negara memiliki seperangkat
alat-alat atau organ negara, baik eksekutif,
legislatif, maupun yudikatif yang memiliki
fungsi dan peranan masing-masing. UUD
1945 menyatakan secara eksplisit tugas
dan kewenangan Presiden yang mencakup
tidak hanya bidang eksekutif tetapi juga legislatif.
Adanya amandemen UUD menyebabkan adanya perubahan sistem pemerintahan di Indonesia yang membawa
konsekuensi pada kekuasaan Presiden.
Sebelum amandemen, kekuasaan Presiden sangat besar karena masih kurangnya
pasal-pasal dalam konstitusi yang membatasi kekuasaan Presiden masih sangat
kurang. Ketentuan konstitusional tentang
kekuasaan eksekutif yang terbatas diperlukan untuk menutup kemungkinan tumbuhnya rezim otoritarianisme yang cenderung represif. Kegagalan rezim otoriter
menyelamatkan Indonesia dari krisis
ekonomi merupakan pelajaran yang sangat berharga. Oleh karena itu, badan
legislatif dan yudikatif pada khususnya –
dibantu media massa, kampus, kelompok
kepentingan pada umumnya– harus mengkondisikan diri untuk tetap memantau ekspansi kekuatan eksekutif (Presiden) agar
tidak bertindak sewenang-wenang.
Berdasarkan Pasal 5 ayat (1), Pasal
20, Pasal 21, dan Pasal 22 UUD 1945,
pembentuk Undang-Undang adalah DPR
bersama dengan Presiden. Sebelum diadakannya Perubahan UUD 1945, titik berat
pembentuk Undang-Undang ada di tangan
Presiden. Namun dengan adanya reformasi, pembentuk UU bergeser ke tangan
DPR. Hal ini dapat dibaca dari Pasal 20
ayat (1) Perubahan Pertama UUD 1945
yang berbunyi: DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang. Rumusan Pasal 20 ayat (1) ini merupakan
pindahan dari Pasal 5 ayat (1) lama yang
berbunyi: Presiden memegang kekuasaan
membentuk Undang-Undang dengan persetujuan DPR. Selama kurang lebih 30 tahun, rumusan Pasal 5 ayat (1) UUD 1945
(lama) ini ditafsirkan bahwa pembentuk
Undang-Undang adalah Presiden, sedangkan DPR hanyalah bersetuju untuk setuju
atau tidak setuju terhadap RUU yang dibentuk atau disusun oleh Presiden. Sebagaimana bunyi Pasal 5 ayat (1) Perubahan
Pertama UUD 1945 yang berbunyi: Presiden berhak mengajukan RUU kepada
DPR, Presiden (Pemerintah) hanyalah
mempunyai “hak” yang dapat digunakan
atau tidak digunakan. Presiden pemegang kekuasaan pemerintah (eksekutif),
kekuasaan membentuk Undang-Undang
(legislatif) dengan persetujuan DPR dan
menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
Berdasarkan latar belakang di atas,
permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimana kekuasaan Presiden dalam membentuk undangundang sebelum dan sesudah amandemen
UUD 1945?
KAJIAN PUSTAKA
1. Undang-Undang Dasar
Dalam kehidupan sehari-hari kita telah terbiasa untuk menerjemahkan kata
“constitution” dengan kata “UndangUndang Dasar”. Para penyusun UUD 1945
menganut pikiran yang menjelaskan pengertian Undang-Undang Dasar yang ter-
2 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang ....
dapat dalam Penjelasan Undang-Undang
Dasar 1945. Dikatakan bahwa “UndangUndang Dasar suatu negara ialah hanya
sebagian dari hukumnya dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar
yang tertulis, sedangkan di sampingnya
Undang-Undang Dasar itu berlaku juga
hukum dasar yang tertulis, ialah aturanaturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktik penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis.”
2. Sistem dan Cara Perubahan UUD
Apabila dipelajari secara teliti mengenai sistem perubahan UUD atau konstitusi di berbagai negara, setidaknya ada
dua sistem yang berkembang. Yang pertama adalah renewel (pembaharuan). Artinya, apabila suatu konstitusi atau UUD
dilakukan perubahan maka yang diberlakukan adalah konstitusi yang baru secara
keseluruhan. Sistem ini dianut di negaranegara Eropa Kontinental seperti Belanda,
Jerman, dan Perancis. Kedua, amandemen
(perubahan), yakni bahwa apabila suatu
konstitusi diubah (diamandemen), maka
konstitusi yang asli tetap berlaku dan hasil
amandemen tersebut merupakan bagian
atau dilampirkan dalam konstitusinya. Negara yang menganut sistem ini adalah negara Anglo-Saxon, seperti Amerika Serikat (Dahlan Thaib, dkk, 2004:67).
3. Teori Pembagian Kekuasaan
Adalah John Locke yang dianggap
mengintrodusir pertama kali konsep tentang pemisahan kekuasaan. Gagasan-gagasannya itu termuat dalam bukunya Two
Treaties of (on) Civil Government (1690).
Locke menyatakan, bahwa untuk menghindari kepemimpinan yang totaliter (ab-
solut), maka kekuasaan negara tidak boleh
terletak pada satu tangan atau satu lembaga saja. Kekuasaan politik dalam negara
harus dipencarkan atau dipisahkan, yaitu
kepada kekuasaan legislatif (pembentuk
Undang-Undang), kekuasaan eksekutif
(pelaksana Undang-Undang), dan kekuasaan yudikatif. Dalam wilayah praktis
politik, prinsip Trias Politica dari Locke
dan Montesquieu ini telah banyak bergeser
atau berubah. Dalam konteks politik Indonesia misalnya, lembaga yang berwenang
membentuk Undang-Undang berdasarkan
UUD 1945 sebelum mengalami perubahan, adalah DPR dengan Presiden. Setelah
mengalami perubahan ke-4, prinsip pembagian kekuasaan yang bersifat vertikal itu
tidak lagi dianut oleh UUD 1945. Sekarang ini, meskipun bukan dalam pengertian Trias Politica ala Montesquieu, UUD
1945 menganut paham pemisahan kekuasaan berdasarkan prinsip check and balances antara lembaga-lembaga negara.
Berdasar UUD 1945, sistem pemerintahan Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensiil, sebagaimana yang
dijalankan semasa Orde Baru di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Ciri dari
sistem pemerintahan presidensiil adalah
adanya kekuasaan yang amat besar pada
lembaga kepresidenan. Setelah diadakan
amandemen UUD 1945, sistem pemerintahan di Indonesia mengambil unsurunsur dari sistem pemerintahan parlementer dan melakukan pembaruan untuk
menghilangkan
kelemahan-kelemahan
yang ada dalam sistem presidensial.
Kekuasaan Presiden sebagai kepala
negara mempunyai sejumlah hak prerogatif atau hak istimewa, yaitu hak yang
hanya dimiliki oleh seorang kepala negara.
Hak-hak tersebut terdiri atas pelaksana dari
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 3
Solikhatun Septia Pradini
Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal
14 dan Pasal 15 UUD 1945. Ditinjau dari
teori pembagian kekuasaan, maka yang
dimaksud kekuasaan pemerintahan adalah kekuasaan eksekutif. Dalam ranah kekuasaan eksekutif, penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan Presiden dapat
dibedakan antara kekuasaan penyelenggaraan yang bersifat umum (kekuasaan menyelenggarakan administrasi negara) dan
kekuasaan penyelenggaraan yang bersifat
khusus (tugas dan wewenang pemerintah
yang secara konstitusional terletak pada
Presiden yang bersifat prerogatif).
sia bukanlah DPR, melainkan Presiden.
Dalam UUD 1945 sebelum amandemen
kekuasaan eksekutif dan legislatif berada
ditangan Presiden. Sedangkan kedudukan DPR sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 hanya menegaskan bahwa pembentukan UU harus
mendapatkan persetujuan bersama, antara
pemerintah dan DPR. Sebelum diadakannya amandemen UUD kekuasaan Presiden
sangat besar dalam membentuk UndangUndang. Hal yang membuat lembaga
eksekutif menjadi berkuasa begitu besar
yaitu adanya 13 (tiga belas) pasal dari 37
pasal dalam UUD 1945 yang mengatur
langsung tentang jabatan Presiden.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sebelum
Amandemen UUD 1945
2. Kekuasaan Presiden dalam Membentuk Undang-Undang Sesudah
Amandemen UUD 1945
Sebelum diadakan amandemen, UUD
1945 membangun sistem politik yang
memberikan kekuasaan sangat besar kepada Presiden (executive heavy) sehingga Presiden menjadi steril dari kekuasaan
kontrol dan penyeimbangan kekuatan dari
luarnya karena tidak ada mekanisme check
and balances yang ketat. Lembaga legislatif (yang secara praktis didominasi oleh
Presiden) memiliki atribusi dan delegasi
kewenangan yang sangat besar untuk menafsirkan lagi hal-hal penting yang ada di
dalam UUD 1945 dengan peraturan pelaksanaan atau Undang-Undang organik.
Oleh karena kekuasaan Presiden sangat
besar, maka implementasi atribusi dan
delegasi kewenangan itu sangat ditentukan
oleh kehendak-kehandak Presiden yang
cenderung menimbun kekuasaan secara
terus-menerus.
Sesudah amandemen UUD 1945, kekuasaan legislasi ada di tangan DPR dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20
ayat (1) perubahan pertama UUD 1945).
Dengan demikian, telah terjadi perubahan
kewenangan legislasi dari Presiden dengan
persetujuan DPR kepada DPR dengan persetujuan Presiden. Selain fungsi legislasi,
DPR juga memiliki fungsi anggaran dan
pengawasan (Pasal 20A ayat (1) perubahan
ke-2 UUD 1945). Sementara kewenangan
mengajukan rancangan Undang-Undang
dibahas oleh DPR dan presiden untuk
mendapat persetujuan bersama (Pasal 20
ayat (2) perubahan pertama UUD 1945).
Setelah diadakannya amandemen
UUD kekuasaan membuat UndangUndang ada di tangan DPR. Presiden
tidak lagi mempunyai kekuasaan besar
tapi DPR yang mempunyai kekuasaan besar. Oleh karena itu, terjadilah pergeseran
kekuasaan legislatif dari Presiden ke DPR.
Pasal 5 UUD 1945 menunjukan bahwa
pemegang kekuasaan legilatif di Indone-
4 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang ....
Tabel 1.
Kekuasaan Presiden dan DPR dalam Membentuk UU
Nama
Lembaga
Sebelum Amandemen
UUD 1945
Sesudah Amandemen
UUD 1945
Presiden
• Kekuasaan Presiden sangat dominan.
• Presiden memiliki kekuasaan yang
besar dalam membentuk undangundang.
• Menetapkan peraturan pemerintah
untuk menjalankan undang-undang.
• Posisi Presiden tidak dominan.
• Membatasi beberapa kekuasaan presiden.
• Kekuasaan membuat undang-undang sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
DPR
• Memberikan persetujuan atas RUU • Posisi dan kewenangannya diperkuat.
yang diusulkan Presiden.
• Mempunyai kekuasaan membentuk undang-undang sementara pemerintah berhak mengajukan
• Memberikan persetujuan atas Perpu.
rancangan undang-undang.
• Memberikan persetujuan atas Anggaran.
• Proses dan mekanisme membentuk UndangUndang antara DPR dan Pemerintah.
• Mempertegas fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi,
fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.
Presiden mempunyai kedudukan yang
sederajat dengan DPR, dan dalam keadaan itu Presiden wajib bekerjasama dengan
DPR dalam membuat Undang-Undang.
Fungsi pembuatan Undang-Undang
dipertegas sebagai kekuasaan DPR, bukan
lagi kekuasaan Presiden.
KESIMPULAN
1. Sebelum adanya perubahan UUD 1945
kekuasaan Presiden dalam membuat
Undang-Undang sangatlah besar. Hal
ini dapat dilihat dari masa pemerintahan Orde Baru (Soeharto), kekuasaan membuat Undang-Undang ada
di tangan Presiden. Sesuai pasal 5 ayat
(1) DPR hanya sekadar memberikan
persetujuan atas Undang-Undang itu.
Perubahan yang berkaitan dengan kekuasaan Presiden dan DPR, perubahan
pertama UUD 1945 terhadap Pasal 5
ayat (1) dan Pasal 20 UUD 1945 dipandang sebagai permulaan terjadinya
pergeseran executive heavy ke arah
legislatif heavy. Hal tersebut terlihat
dari pergeseran kekuasaan Presiden
dalam membentuk Undang-Undang
yang diatur dalam Pasal 5, berubah
menjadi Presiden berhak mengajukan
Rancangan Undang-Undang, dan DPR
memegang kekuasaan membentuk
Undang-Undang (Pasal 20). Perubahan pasal-pasal tersebut memindahkan
titik berat kekuasaan legislatif nasional
yang semula berada di tangan Presiden
beralih ke tangan DPR.
2. Sesudah amandemen UUD 1945 kekuasaan legislasi ada ditangan DPR
dengan persetujuan dari Presiden (Pasal 20 ayat (2) perubahan pertama
UUD 1945). Dengan demikian, telah
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 5
Solikhatun Septia Pradini
terjadi perubahan kewenangan legislasi dari Presiden dengan persetujuan
DPR kepada DPR dengan persetujuan bersama. Selain memiliki fungsi
legislasi, DPR juga memiliki fungsi
anggaran dan pengawasan (Pasal 20A
ayat (1) perubahan ke-2 UUD 1945).
Sementara kewenangan mengajukan
Rancangan Undang-Undang dibahas
oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Pasal 20 ayat
(2) perubahan pertama UUD 1945).
Dari hasil Rancangan Undang-Undang
yang telah disetujui oleh DPR dan Presiden untuk menjadi Undang-Undang
tidak lagi bersifat final, tetapi dapat dilakukan uji material (yudicial review)
oleh Mahkamah Konstitusi atas permintaan pihak tertentu. Dalam pasal
24C ayat (1) UUD 1945 perubahan
ke-3, disebutkan Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir, yang putusannya
bersifat tetap untuk menguji UndangUndang terhadap UUD.
DAFTAR PUSTAKA
Al Rasyid. (1999). UUD 1945 Tidak
Mengenal Hak Prerogatif. Jakarta: Kajian Pusat Studi Hukum dan
Kebijakan Indonesia.
Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur
Penelitian: Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Asshiddiqie, Jimly. (2004). Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran
Kekuasaan dalam UUD 1945.
Yogyakarta: FH UII Press.
Asshiddiqie, Jimly. (2005). Konstitusi dan
Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta: Konstitusi pres.
Assidiqqie, Jimly. (2007). Pokok-pokok
Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: Gramedia.
Chamin, Asykuri Ibnu, dkk. (2002). Pendidikan Kewarganegaraan: Menuju
Kehidupan yang Demokratis dan
Berkeadaban. Yogyakarta: PP Muhammadiyah.
Effendi, Marwan. (2005). Kejaksaan RI:
Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Farida, Siti. (2009). Kebebasan Beragama
Persepektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia. Yogyakarta: Skripsi UAD, tidak diterbitkan.
Huda, Ni’matul, (2003). Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap Dinamika Perubahan UUD
1945. Yogyakarta: UII Press.
Huda, Ni’matul. (2007). Lembaga Negara
dalam Masa Transisi Demokrasi.
Yogyakarta: UII Press.
Kaelan. (1993). Pancasila Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. (2002). Hukum dan Konstitusi.
Yogyakarta: Paradigma.
Kansil, CST. (1984). Pancasila dan UUD
1945. Jakarta: Pradnya Paramita.
Kansil, CST. (1986). Hukum Tata Negara
Republik Indonesia. Jakarta: PT
Asdi Mahasatya.
Kusnandi, Moh. dan Harmaily Ibrahim.
(1983). Pengantar Hukum Tata
Negara Indonesia. Jakarta: Sinar
Bakti.
Mahendra, Yusril Izha. (2007). “Sistem
Ketatanegaraan Pasca Amandemen UUD RI 1945”. Makalah. 22
Maret 2007.
Mahfud MD, Moh. dkk. (2008). Jurnal
Konstitusi, Volume 5 Nomor 2, November 2008. Jakarta: Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia.
Mahfud MD, Moh. (2001). Dasar dan
6 | Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011
Analisis Yuridis Kekuasaan Presiden Dalam Membentuk Undang-Undang ....
Struktur Ketatanegaraan Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka
Cipta
Mahfud MD, Moh.. (2007). Kontribusi
Pemikiran untuk 50 Tahun: Retrospeksi Terhadap Masalah Hukum
dan Kenegaraan. Yogyakarta: FH
UII Press.
Malian, Sobirin. (2001). Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti
UUD 1945. Yogyakarta: UII Press.
Manan, Bagir. (2003a). DPR, DPD, dan
MPR dalam UUD 1945 Baru.
Yogyakarta: UII Press.
Manan, Bagir. (2003b). Lembaga Kepresidenan. Yogyakarta: FH UII Press
Manan, Bagir. (2004). Perkembangan
UUD 1945. Jakarta: FH UII Press.
Marzuki, dkk, (2006). Penelitian Hukum.
Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Maschab, Mashuri. (1983). Kekuasaan
Eksekutif di Indonesia. Jakarta: PT
Bina Aksara.
Moleong, Lexy J. (2002). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya.
Moleong, Lexy J. (2008). Metode Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Rosdakarya.
Rajak, Abdul. (1994). Buku Pintar Tata
Pemerintahan Indonesia. Solo:
CV Aneka.
Sadono, Bambang. (2010). “Perda dalam
Bayang-Bayang Kekuasaan Eksekutif” Makalah Masukan untuk
Revisi UU 10 Tahun 2004. 02 Maret 2010.
Siahaan, Pataniari. (2008). “Membangun Kerangka Politik Perundangundangan yang Jelas dan Terarah
melalui Program Legislasi Nasional”. Makalah. Jakarta, Medio Mei
2008.
Sinaga, Budiman NPD. (2005). Hukum
Konstitusi. Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta.
Soekamto, Soerjono. (1981). Pengantar
Penelitian Hukum. Jakarta: UII
Press.
Subardjo. (2008). DPD: Antara Harapan
dan Kenyataan. Yogyakarta: Dini
Mediapro.
Surbakti, Ramlan. (1998). Reformasi Kekuasaan Presiden. Jakarta: PT
Grasindo.
Thaib, Dahlan, Jazim Hamidi, Ni’matul
Huda. (2004). Teori dan Hukum
Konstitusi. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Thaib, Dahlan. (1991). Pancasila Yuridis
Ketatanegaraan.
Yogyakarta:
AMP YKPN.
Thaib, Dahlan. (1993). Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut
UUD 1945. Yogyakarta: Liberty
Tim Kajian Amandemen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya. 2000.
Amandemen UUD 1945: Antara
Teks dan Konteks dalam Negara
yang Sedang Berubah. Jakarta: Sinar Grafika.
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 dan Amandemennya.
UU RI No. 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Zaini, Abdullah. (1991). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Jurnal Citizenship, Vol. 1 No. 1, Juli 2011 | 7
Download