Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan

advertisement
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan Wahyu Setia Budi Jurusan Fisika Fakultas Sains dan Matematika Universitas Diponegoro Pendahuluan Fisika Medis adalah cabang fisika yang merupakan penerapan Fisika dalam bidang kedokteran. Penerapan prinsip‐prinsip Fisika dalam bidang kedokteran telah dimulai sejak zaman dahulu. Peran Fisika Medis menjadi sangat penting sejak penemuan sinar x oleh Wilhem Roentgen pada tahun 1895. Roentgen yang membuat citra radiografi dari anatomi manusia yang pertama dan menjadi awal teknologi pencitraan medis[1]. Modalitas pencitraan medis kemudian berkembang cepat dengan munculnya pesawat Fluroskopi, mammografi, CT scan, USG, MRI, PET dsb. Perkembangan selanjutnya penggunaan radiasi pengion dalam bidang kesehatan telah mendorong optimasi pemanfaatannya dengan memperhatikan faktor‐faktor proteksi radiasi untuk keselamatan petugas, pasien, masyarakat dan lingkungan. Hal tersebut harus selaras dengan prinsip ALARA As Low As Reasonable Achievable. Dalam rangka optimasi pemanfaatan peralatan dengan memperhatikan aspek keselamatan diperlukan program Quality Assurance (QA) yang mencakup langkah‐langkah Quality Control (QC)[2]. Guna melaksanakan tugas‐tugas tersebut diperlukan tenaga Fisikawan Medik yang profesional, sedang untuk dapat menghasilkan tenaga Fisikawan Medik yang baik diperlukan program dan proses pendidikan yang berkualitas. Bagaimana peran Fisikawan Medis dalam pelayanan kesehatan serta sistem pendidikannya agar dapat melaksanakan peran tersebut dengan baik menjadi bahan bahasan dalam makalah ini. Ruang lingkup Fisika Medik yang menjadi perhatian dan dikembangkan di Indonesia saat ini meliputi bidang Fisika Radiologi Diagnostik, Kedokteran Nuklir dan Fisika Radioterapi, meskipun sebenarnya cakupan Fisika Medik lebih luas dari ketiga bidang tersebut. 23 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Peran Fisikawan Medik Sebagaimana telah diketahui bahwa pelayanan radiologi telah banyak diselenggarakan oleh berbagai lembaga kesehatan seperti rumah sakit, poliklinik, laboratorium klinik negeri mapun swasta. Meskipun demikian fasilitas peralatan dan tenaga yang ada menyebabkan kemampuan dan kualitas pelayanan menjadi berbeda‐
beda. Dalam rangka menjamin kualitas pelayanan dan keselamatan dalam menggunakan radiasi pengion agar tidak menimbulkan dampak negatif serta resiko terhadap pasien, tenaga medis, masyarakat maupun lingkungan Kementrian kesehatan telah mengeluarkan pedoman kendali mutu peralatan radiodiagnostik[3], disamping kewajiban memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku[4]. Untuk melaksanakan kegiatan kendali mutu tersebut secara berkesinambungan diperlukan tenaga Fisikawan Medik. Tenaga Fisikawan Medik merupakan tenaga kesehatan profesional dalam menunjang pelaksanaan tugas medis sehingga masuk dalam tenaga keteknisian medis[5]. Fisikawan Medis bertugas melakukan pengendalian parameter fisika pada penggunaan peralatan kesehatan untuk diagnostik maupun terapi. Tugas dan peran Fisikawan Medis secara garis besar diantaranya adalah sebagai berikut[6‐8] : A. Bidang Radiodiagnostik 1. Membuat rancangan ruang/bangunan radiasi. 2. Menyiapkan alat keselamatan kerja terhadap radiasi untuk pencitraan medik meliputi radiodiagnostik dan kedokteran nuklir. 3. Membuat rencana dan melaksanakan survey radiasi diagnostik, dan melakukan penilaian rencana kerja survey radiasi bagi tingkat madya. 4. Melakukan tindakan kedaruratan pencitraan radiodiagnostik. 5. Melakukan dosimetri peralatan konvensional, intervensional dan non pengion. 6. Menyiapkan alat dan melaksanakan QA/QC untuk pencitraan medik meliputi radiodiagnostik, kedokteran nuklir, peralatan non pengion dan fasilitas pengolahan film . 7. Melakukan kalibrasi dan pengukuran film badge dan TLD serta menyusun tabel data eksposi. 8. Melakukan perawatan dan pemeliharaan alat proteksi radiasi. 24 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 9. Melakukan penelitian terkait pengembangan radiologi B. Bidang Kedokeran Nuklir 1. Mendesain ruangan/bangunan radiasi fasilitas kedoteran nuklir. 2. Menyusun rencana survey radiasi, dan penilaian rencana survey bagi tingkat madya. 3. Menyusun analisis kebutuhan peralatan bidang kedokteran nuklir. 4. Melakukan tindakan kedaruratan. 5. Melakukan dosimetri kalibrasi aktivitas radioisotop dan dosimetri menghitung dosis untuk pasien. 6. Melakukan QA/QC pesawat kedokteran nuklir. 7. Melaksanakan pembinaan teknis dengan tenaga kesehatan lain dan instalasi radiologi lain, monitoring dan evaluasi pelayanan fisika medik. 8. Melaksanakan pengawasan pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi dan sosialisasi budaya keselamatan kerja terhadap radiasi. 9. Pengelolaan limbah radioaktif. 10. Melakukan penelitian terkait pengembangan kedokteran nuklir C. Bidang Radioterapi 1. Memdesain ruangan/bangunan radioterapi . 2. Menyusun/menganalisa kebutuhan alat pelayanan radioterapi . 3. Menyiapkan alat keselamatan kerja dan alat QA/QC radioterapi. 4. Melaksanakan keselamatan radiasi dengan alat ukur radiasi dan melakukan tindakan kedaruratan radioterapi. 5. Merancang pengolah limbah radiasi. 6. Melakukan perhitungan dosis radiasi dan distribusinya pada radioterapi eksternal dan brakhiterapi dengan Treatment Planning System (TPS). 7. Melakukan verifikasi data TPS dan data alat 8. Melakukan QA/QC pesawat LINAC, telegama (Co), peralatan brakhiterapi, pesawat simulator dan TPS, serta alat ukur radiasi, baik untuk yang harian dan bulanan serta tahunan 25 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 9. Melaksanakan pengukuran/kalibrasi keluaran sumber radiasi. Juga melakukan pengukuran radiasi output terbuka/ wedge/ tray untuk seluruh lapangan sinar; melakukan pengukuran PDD (Percentage depth dose),TMR (tissue maximum ratio), TAR (tissue air ratio), BSF (Back Scatter Factor), BSC (back scater collimator), SCP (scater collimator and phantom). 10. Melakukan penelitian terkait pengembangan radioterapi. Tugas dan peran Fisikawan medik sudah dimulai sejak merancang ruang/bangunan, penyusunan kebutuhan peralatan baik untuk keperluan pelayanan, peralatan keselamatan dan perlatan untuk keperluan kontrol kualitas sehingga dapat dicapai mutu pelayanan yang berkualitas baik. Dalam bidang Radiodiagnostik dan Kedokteran Nuklir diharapkan peralatan yang digunakan dapat menghasilkan citra dan atau data yang baik sehingga mendukung ketepatan diagnosa, serta terjaminnya keselamatan pekerja, pasien, masyarakat dan lingkungan. Dalam bidang Radioterapi peran Fisikawan Medik selain hal‐
hal di atas masih ditambah dengan akurasi dosis dan ketepatan sasaran yang diberikan pada pasien. Sehingga selain harus memahami Fisika Radiasi dan Dosimetri, bekal pengetahuan Anatomi dan penguasaan teknologi peralatan yang digunakan mutlak diperlukan. Pendidikan Fisika Medik Meningkatnya pemanfaatan radioisotop dalam bidang radioterapi dan kedokteran nuklir serta perkembangan peralatan radiodiagnostik modern seperti CT scan dsb, telah menyadarkan kebutuhan akan tenaga Fisikawan Medik yang sangat mendesak. Hal tersebut telah mendorong dibukanya Pendidikan Fisika Medik pada tahun 1986 di Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Departemen Kesehatan. Setelah alumni program pendidikan Fisika Medik angkatan pertama tersebut dikembalikan ke Departemen Kesehatan untuk bertugas sebagai tenaga Fisikawan Medik di Rumah Sakit pada berbagai propinsi di seluruh Indonesia, program pendidikan tersebut sempat terhenti. Selanjutnya perkembangan teknologi peralatan kesehatan yang semakin pesat, khususnya perkembangan peralatan yang menggunakan radiasi pengion, maka 26 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 pada tahun 1996 Universitas Diponegoro kembali bekerjasama dengan Departemen Kesehatan membuka kembali pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika Medik. Program Pendidikan Sarjana Fisika dengan bidang minat Fisika Medik, memberikan bekal kekhususan kepada peserta didik meliputi bidang Radiodiagnostik, Kedokteran Nuklir dan Radioterapi. Pada saat ini kebutuhan tenaga Fisikawan Medik dalam rangka pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagian besar diisi oleh Sarjana Fisika dengan pendidikan tambahan, hal ini telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku[9]. Profesi Fisikawan Medik pada dasarnya memerlukan bekal penguasaan Fisika dan Matematika yang memadai. Sedang karena profesi Fisikawan Medik di rumah sakit berkaitan dengan pelayanan pasien baik langsung maupun tidak langsung, maka diperlukan pengalaman klinis yang cukup. Oleh sebab itu sebenarnya untuk dapat menjalankan profesi sebagai Fisikawan Medik di rumah sakit diperlukan pula tambahan pendidikan profesi, melalui residensi atau clinical training di rumah sakit. Fisikawan Medik semestinya merupakan Fisikawan yang menguasai Fisika dan Matematika dengan dengan baik serta memiliki ketrampilan profesional. Sehingga pendidikan Fisika Medik sebaiknya diawali dengan jenjang pendidikan akademik dan dilanjutkan dengan pendidikan profesional. Pada bidang radioterapi Fisikawan Medik juga mempunyai tugas melakukan penelitian dan pengembangan, selain itu Fisikawan Medik juga diharapkan mampu mengikuti perkembangan sains dan teknologi, tentu bukan hal yang berlebihan bila diusulkan agar Fisikawan Medik berpendidikan strata dua. Sampai dengan saat ini minimum telah dua perguruan tinggi yang membuka program S2 dengan bidang minat Fisika Medik. Kendala umum yang dihadapi dalam menyelenggarakan pendidikan Fisika medik adalah masih terbatasnya sumber daya manusia dengan keahlian dan kualifikasi yang dibutuhkan serta peralatan. Organisasi profesi yang ada juga telah menunjukkan perannya sangat penting dalam membina profesionalisme anggotanya. Meningkatnya kebutuhan jumlah tenaga dan pentingnya peran Fisikawan Medik dalam pelayanan kesehatan, telah mendorong berbagai perguruan tinggi untuk ikut serta menyelenggarakan pendidikan Fisika Medik yang tergabung dalam Asosiasi Institusi Pendidikan Fisika Medik Indonesia yang dimotori oleh Universitas Indonesia. Asosiasi 27 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 tersebut menjadi forum komunikasi dalam menyusun program pendidikan Fisika Medik seperti kurikulum, perencanaan program residensi, perencanaan laboratorium Fisika Medik Nasional. Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan dihasilkan tenaga Fisikawan Medik yang profesional dan berkualitas sesuai standar nasional maupun internasional. Kesimpulan Berdasarkan hal‐hal di atas tampak bahwa peran Fisikawan Medis dalam pelayanan kesehatan khususnya radiodiagnostik, kedokteran nuklir dan radioterapi sangat penting. Peran tersebut menyangkut keselamatan aplikasi radiasi pengion maupun non pengion, jaminan kualitas unjuk kerja pesawat yang digunakan sehingga akan diperoleh citra dan data yang baik sehingga mendukung ketepatan diagnostik, serta akurasi dosis yang diberikan pada pasien dalam radioterapi. Agar dapat melaksanakan tugas dan peran tersebut diperlukan Fisikawan Medik yang memiliki pengetahuan akademik yang baik dengan kemampuan profesional yang memadai. Sumber daya manusia dengan kualifikasi tersebut dapat dihasilkan melalui sistem pendidikan akademik kemudian dilanjutkan dengan pendidikan profesional. Daftar Pustaka 1. Bushberg J T, Siebert J A, Leidholdt E M and J M Boone; “The Essential Physics of Medical Imaging”, Lippincott Williams & Wilkins 2002. 2. Papp J; “Quality managemant in the Imaging Sciences”, Mosby Inc 2002. 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1250/ MENKES/SK/XII/2009, tentang Pedoman Kendali Mutu (Quality Control) Peralatan Radiodiagnostik. 4. Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2008 tentang Perizinan Pemanfaatan Sumber Radiasi Pengion dan Bahan Nuklir. 5. Keputusan Menteri Kesehatan RI N0; 048/ Menkes/SK/I/2007, tentang Penetapan Tenaga Fisika Medik sebagai Tenaga Kesehatan. 6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No: 262/Menkes/Per/IV/2009, tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya. 7. AAPM Report No.42, The Role of the clinical medical physicist in diagnostic radiology, Woodbury, 1994. 8. AAPM Report No.38, The Role of the physicist in radiation oncology, American Institute of Physics, New York 1993. 9. Peraturan Menteri PAN Nomor : PER/12/M.PAN/5/2008, tentang Jabatan Fungsional Fisikawan Medis dan Angka Kreditnya. 28 Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains VIII, Fakultas Sains dan Matematika, UKSW Salatiga, 15 Juni 2013, Vol 4, No.1, ISSN:2087‐0922 Nara Sumber : Prof. Wahyu
Institusi
No.
1
: UNDIP
NAMA
PENANYA
Ibu Ninan
INSTANSI
PERTANYAAN
JAWABAN
STIKES
BUKU KESEHATAN
Di bandung ada bisa
DARMA
MASIH KURANG,
mengkontak RS Hasan
HUSADA
MOHON INFORMASI
Sadikin
Buku2 pegangan yang bisa
dipakai selain dr Gabriel....
2
Pak
ITB
Muhammad
Martoprawiro
Ada tidak langkah strategis
dari asosiasi untuk
mengatasi masalah.
Asosiasi fis medik akan di
infokan ke asosiasi sains.
Langkah strategis:
Ada assosiasi sains,
sehingga asosisi fis medik
bisa diinfokan ke asosiasi
sains
a.Menyusun kurikulum
bersama ( 21 SKS)
2. 5 th ke depan
menggunakan standart
nasional. ( untuk jadi fis med
yg akan bekerja ke rs harus
profesi)
3. 6 th ke depan fis med
harus S2
Asosiasi harus
memperjuangkan ke depkes
untuk fismed harus S2 ( 6 Th
ke depan), sehingga 10 th ke
depan kita sudah memenuhi
standart internasional
3
Pak Adi
Sanata
Darma
Di UGM akan dibangun RS
Akademik UGM,
bagaimana kualitasnya
apakah untuk pendidikan (
coba-coba mahasiswa)
29 Untuk RS Sardjito juga
berasal dari Rs Pendidikan
UGM. Untuk menangani
pasien tetap dengan standart
RS. Penanganan pasien tetap
Dr spesialis
Download