Makalah Prosedur TE Pada Sapi

advertisement
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mengatasi kurangnya konsumsi protein hewani dan rendahnya
penghasilan masyarakat Indonesia, usaha yang telah dilakukan adalah
meningkatkan produksi peternakan. Salah satu usaha kearah tersebut adalah
penerapan teknologi modern dalam reproduksi. Teknologi yang dimaksud
adalah Inseminasi Buatan (IB) dan Transfer embrio. Transfer embrio banyak
dibicarakan di Indonesia pada akhir tahun 1982, sejak datangnya seorang tamu
penceramah dari Amerika Serikat yang menyampaikan suatu bahasan
mengenai TE. Ceramah diadakan di Balai Penelitian Ternak Ciawi yang diikuti
oleh para cendekia peternakan dari kalangan perguruan tinggi, lembaga
penelitian maupun Direktorat Jenderal Peternakan.
Sedangkan teknologi transfer embrio untuk pertama kali diintroduksi
pada sapi di Cicurug Jawa Barat pada tahun 1984 dengan menggunakan embrio
beku import dari Texas, USA. Transfer dilakukan pada 77 ekor resepien
dengan cara pembedahan lewat daerah kampong oleh tim dari Granada
Livestock Transplant Co, USA.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Transfer Embrio ?
2. Apa saja tahapan utama dalam Transfer Embrio pada sapi ?
3. Apa saja metode Transfer Embrio pada sapi ?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan Transfer Embrio, tahapan-tahapan Transfer Embrio, dan apa
saja metode Transfer Embrio itu sendiri. Sedangkan manfaat dari penulisan
makalah ini adalah agar kita dapat mengetahui apa yang di maksud dengan
Transfer Embrio, tahap-tahap transfer embrio dan apa-apa saja metode dari
Transfer Embrio itu sendiri.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
1
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Selama beberapa puluh tahun program IB telah menjadikan “Genetic
Progress” menyebar relative cepat dengan penggunaan frozen semen (semen
beku). Pada program IB sumbangan genetic (genetic progress) terutama dari
pejantan karena betina hanya menghasilkan satu pedet per tahun. Dengan
berkembangnya teknik transfer embrio, dimana betina dapat memberikan banyak
keturunan sehingga menghasilkan hasil genetik yang cepat sebagai komplementer
terhadap program IB.
Pada teknik TE diperlukan betina donor yang pada pelaksanaannya akan
mengalami
superovulasi
dengan bantuan preparat
FSH sehingga
akan
mengakibatkan timbulnya berahi. Selanjutnya dilakukan perkawinan dengan
pejantan bermutu melalui program IB. Hasil perkawinan tersebut akan
menghasilkan embrio yang berkualitas 7 hari post IB.
Untuk lebih memperinci teknik TE tersebut dapat diperhatikan Schema di
bawah ini :
Pada proses koleksi embrio, dalam setiap koleksi dilanjutkan dengan
identifikasi embrio dengan tujuan untuk pembekuan embrio (konservasi embrio)
atau untuk segera ditransfer dalam bentuk embrio segar ke resipien. Betina
resipien terlebih dahulu mengalami proses Penyerentakan berahi dengan betina
donor dengan menggunakan hormon Prostaglandin.
Keberhasilan teknik TE ini sangat bergantung kepada :
1. Donor, sebagai produksi embrio transferable
2. Resipien, dengan laju kebuntingan tinggi dan konsisten
3. Prosedur, jadwal, teknik dan peralatan
4. Sumber daya manusia, harus terampil
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
2
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transfer Embrio
Transfer Embrio merupakan suatu teknik yang dikenal juga dengan
genetic manipulation. Keuntungan praktis dari transfer embrio adalah untuk
meningkatkan kapasitas reproduksi ternak yang berharga. Untuk beberapa
tahun peningkatan mutu genetic ternak sapi telah dilakukan dengan metode
inseminasi buatan dengan memanfaatkan sisi pejantan.
Berbeda halnya dengan Transfer embrio dimana dapat mempercepat
percepatan dari sisi betina, namun berjalan sangat lambat karena ternak sapi
betina bersifat monotokus dan mempunyai masa kebuntingan yang cukup
panjang.
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova)
dikoleksi
dari
alat
kelamin
ternak
betina
menjelang
nidasi
dan
ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan
kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan
kelahiran.
Produksi embrio dapat dilakukan secara in vivo dan in vitro. Dalam
teknik in vivo, hewan betina donor akan menjalani superovulasi, yakni
penyuntikan hormone gonadotropin (FSH, PMSG/CG atau HMG) guna
melipat gandakan produksi sel telur. Sel-sel telur yang diovulasikan tersebut,
setelah mengalami pembuahan dan berkembang menjadi embrio ditampung
atau dikoleksi untuk kemudian ditransfer pada betina resipien.
Disamping ditransfer secara langsung embrio dapat dibekukan atau
dimanipulasi guna menghasilkan kembar identik. Embrio paruh yang
dihasilkan dapat ditransfer atau sebagai bahan untuk menentukan jenis
kelamin. Pada teknik in vitro, sumber sel telur umumnya berasal dari ovarium
yang berasal dari hewan yang telah dipotong. Dibeberapa Negara maju, limbah
rumah potong hewan (RPH) tersebut, setelah melalui serangkaian teknik
tertentu teryata terbukti telah secara komersial dapat meyediakan embrio bagi
penyediaan ternak potong. Dengan bantuan ultrasonografi, teknik “ovum pick-
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
3
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
up” telah dapat diterapkan guna menyediakan oosit ternak unggul yang masih
produktif tanpa harus menunggu di potong.
B. Produksi Embryo In Vivo
1. Managemen Donor
a. Seleksi Donor
Dalam seleksi donor hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Nilai genetik sangat diutamakan yang merupakan kemampuan
memindahkan atau menurunkan nilai atau karakter yang baik.
2) Harus berdasarkan kepada :
 Superioritas genetik
 Kemampuan reproduksi
 Nilai pasar atau ekonomi dari keturunannya
 Kondisi kesehatan
Adapun seleksi untuk superioritas genetik ditujukan kepada :
 Maternal breeding value
 Yearling breeding value
 Weaning breeding value
 Untuk sapi perah ditunjukkan dengan produksi susu yang tinggi
 Klasifikasi score yaitu berupa konformasi
b. Kesehatan Ternak Donor
Kriteria calon betina donor adalah harus benar-benar sehat, karena
apabila kesehatan menurun akan mempengaruhi proses superovulasi yang
akan menurun juga sebagai akibat kondisi reproduksi yang menurun.
Dengan demikian betina donor mutlak sehat setelah melalui beberapa
pengujian sebagai berikut :
1) Test darah
2) Vaksinasi
3) Kondisi reproduksi normal melalui pengujian dengan palpasi rektal
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
4
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
c. Makanan/Pakan Ternak Donor
Terdapat korelasi positif antara kondisi tubuh dengan pakan yang baik
(rasional), karena dengan kondisi pakan yang jelek akan mempengaruhi
tingkat fertilitas sehingga akan menurunkan tingkat fertilitas. Dengan
demikian diperlukannya kondisi tubuh yang optimal yang didukung dengan
kondisi pakan yang baik dan seimbang.
d. Siklus Berahi Donor
Salah satu kunci utama keberhasilan Transfer embrio (TE) adalah
deteksi berahi, dimana siklus berahi harus setepat mungkin. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah lamanya siklus berahi harus normal dan teratur,
karena apabila siklus berahi abnormal akan berpengaruh terhadap proses
superovulasi.
Dalam melaksanakan deteksi berahi sebaiknya dilakukan dari 2 siklus
berahi yang berturut-turut dan biasanya dilakukan pada pagi hari (jam 06.00
am) dan sore hari (jam 06.00 pm).
Dari pelaksanaan deteksi tersebut di atas diharapkan untuk
menghindari abnormalitas siklus berahi misalnya adanya kejadian silent
heat.
2. Managemen Resipien
a. Seleksi Resipien
Resipien yang ideal adalah betina-betina yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
1) Bebas penyakit
2) Fertilitas teruji
3) Kemampuan memelihara anak
4) Tidak ada gejala distokia
Bila ditinjau dari segi bangsa atau breed, tidak merupakan masalah
karena adanya crossbreed memberikan tingkat fertilitas yang lebih baik.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
5
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
b. Kesehatan Ternak Resipien
Calon resipien harus melaksanakan beberapa pengujian terhadap
hal-hal berikut:
1) Kesehatan
2) Status reproduksi
3) Diterapkannya sistem karantina
4) Dilakukan pemeriksaan routine setiap hari terhadap gejala penyakit,
kenaikan suhu tubuh dengan hati-hati, karena akan mempengaruhi
fertilitas yang pada akhirnya akan menyebabkan abortus.
c. Managemen Resipien dan Donor
1) Deteksi Berahi
Penyerentakan berahi dilaksanakan antara donor dan resipien
dengan tepat sehingga akan menunjang akan keberhasilan program
TE. Selain itu visual observasi merupakan faktor utama yang perlu
diperhatikan, yakni melalui :
a) Deteksi estrus pasca IB (Inseminasi Buatan) pada pagi dan sore
hari selama 30 menit
b) Teknik TE yang harus dilaksanakan tepat waktu dengan timbulnya
gejala berahi yang akan menghasilkan grade berahi sinkronisasi
Intensitas pengamatan sebaiknya dilakukan satu hari sebelum
dan sesudah berahi, dan setiap hari dilakukan 5 kali pengamatan yaitu
pada jam 06.00; 10.00; 14.00; 18.00 dan jam 22.00.
Pelaksanaan deteksi berahi dilakukan dengan hati-hati dan tepat,
karena keserentakan berahi antara resipien dan donor sangat
berpengaruh terhadap keberhasilan TE.
Dari
hasil
sebuah
penelitian
menunjukkan
bahwa
laju
keberhasilan akan lebih baik apabila resipien berahi dalam 1 (satu)
hari donor.
Bagan berikut menunjukkan program TE yang dilaksanakan
antara resipien dan donor.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
6
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar di bawah menunjukkan cara deteksi berahi pada
Kambing dan Sapi dengan menggunakan pejantan atau dengan
menggunakan pewarna chain ball marker.
Gambar 1. Deteksi berahi pada Kambing dan Sapi
2) Penyerentakan Berahi
Pada program TE, berahi sinkronisasi dilakukan dengan
menggunakan PGF2𝛼 (Prostaglandin). Namun dalam penggunaannya
terutama pada resipien sebelum dilakukan treatment PGF2𝛼 ini harus
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan secara pelpasi rektal untuk
memastikan adanya Korpus luteum (Corpus luteum). Hal ini
disebabkan daya guna preparat hormon PGF2𝛼 ini adalah melisiskan
Korpus luteum. Dengan demikian bila resipien dengan korpus luteum
positif maka dapat dilakukan penyuntikan PGF2𝛼, dan diharapkan
berahi akan timbul 48 – 96 jam post injeksi. Akan tetapi masih
dimungkin bila treatment tersebut dilakukan tanpa dilakukan
pemeriksaan palpasi rectal, dengan catatan dilakukan 2 kali
penyuntikan PGF2𝛼 dengan program penyuntikan sebagai berikut :
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
7
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Pemberian PGF2𝛼, pada resipien sebaiknya satu hari lebih cepat
dari pada donor, hal tersebut disebabkan pada donor berahi akan
timbul 36 – 60 jam setelah penyuntikan PGF2𝛼, sedangkan pada
resipien berahi timbul 48 – 96 jam setelah penyuntikan PGF2𝛼.
3) Superovulasi pada Donor
Pada sapi potong, superovulasi dilakukan 9 hari post berahi (9 –
14 hari post berahi) dengan melakukan penyuntikan preparat hormon
FSH sebagai berikut :
Hari ke 9 : Pagi 5 mg FSH i.m.
Sore 5 mg FSH i.m.
Hari ke 10 : Pagi 4 mg FSH i.m.
Palpasi rectal, bila korpus luteum positif suntik dengan 15
mg PGF2𝛼, secara i.m.
Sore 4 mg FSH i.m.
Hari ke 11 : Pagi 3 mg FSH i.m.
Sore 3 mg FSH i.m.
Hari ke 12 : Pagi 2 mg FSH i.m.
Sore 2 mg FSH i.m.
Hari ke 13: Berahi pada donor dan resipien
Selanjutnya dilakukan IB pada donor pada 12 – 24 jam setelah
standing heat, dengan interval 2 kali IB yaitu IB pertama 12 jam post
berahi dan IB ke dua 24 jam post berahi.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
8
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Pelaksanaan superovulasi pada sapi perah secara prosedural
adalah sama dengan pada sapi potong, hanya dosis FSH yang berbeda
yaitu :
FSH
: I dengan dosis pagi dan sore sebanyak 6 – 6 mg
II dengan dosis 5 – 5 mg
III dengan dosis 4 – 4 mg
IV dengan dosis 3 – 3 mg
4) Inseminasi Buatan (IB)
Inseminasi Buatan umumnya dilakukan pada donor 12 – 24 jam
pasca standing heat karena dari hasil penelitian dihasilkan laju
fertilitas yang cukup tinggi. Adapun pelaksanaan IB dilakukan 2 kali
sebagai berikut :
Yang perlu diperhatikan adalah biasanya efek atau pengaruh
superovulasi tersebut memberikan kepekaan yang tinggi sehingga
faktor kebersihan (hygiene) harus diperhatikan dalam artian prosedur
dilakukan dengan aseptik.
5) Koleksi Embrio (Embryo collection/Recovery)
Koleksi embrio dapat dilakukan 2 cara atau metode, yaitu :
a) Tanpa pembedahan (Non surgery/non operatif/Transcervical)
b) Dengan pembedahan (Surgery/operatif ) pada Fossa Para Lumbal
(kiri/kanan)
Metode Non surgery lebih popular di Eropa, Jepang, Asia
(Indonesia) dan Brazil, sedangkan metode surgery biasa digunakan di
USA.
Tahap Pelaksanaan
Adapun tahap pelaksanaan koleksi embrio terdiri dari :
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
9
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
a) Tahap persiapan hewan donor
Hewan donor yang dapat digunakan adalah donor pada 7 – 8
hari post berahi dan persiapan tersebut meliputi :
 Ditempatkan dalam kandang pemaksa
 Rambut pada pangkal ekor yang panjang digunting
o Lakukan pencucian dengan sabun antiseptik
o Lakukan pembilasan dengan alcohol 70%
 Lakukan anestise Epidural dengan menggunakan 2 – 5 ml
Lidocain Chloride 2 %
o Pada ruang antar vertebra yaitu
tulang coccygea pertama
 Faeces dikeluarkan dari dalam rectum hingga kosong
 Dalam rectum ada udara, dikeluarkan dengan menggunakan
pompa isap
 Vulva dan vagina
o Dicuci bersih dan dikeringkan dengan handuk
o Sterilisasi atau desinfeksi dengan alkohol 70 %
Tahap persiapan alat dan bahan
Alat-alat yang diperlukan adalah :
 Cervical expander, yaitu alat untuk membuka canalis cervicalis
 Mucus remover, yaitu alat untuk membersihkan canalis cervicalis
dari lendir atau mucus
 Foley catheter (two way) berukuran 16 – 20 G (tergantung ukuran
canalis cervicalis) terdiri dari 3 saluran yaitu :
o Saluran – masuk media – flushing
o Saluran – keluar media – hasil flushing
o Saluran – penggembung balon kecil
 Tabung media
 Tabung penampung hasil flushing embrio
 Injeksi spuit :
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
10
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
o Pengisap media hasil flushing
o Penekan/pengisap balon pada foley catheter
Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan terdiri dari :
 Modified Dulbecco’s Phosphat Buffered Saline (M-PBS) dengan
komposisi:
 PBS (-)
9,8 g
 Metal salt (NaCl dan Ca Cl2)
1,0 ml (PBS +)
 Glucose/Dextrose
1,0 g
 Sodium Pyruvate
0,036 g
 Penicilline
100.000 IU
 Streptomycin
100 mg
 Bovine Serum Albumin (BSA)
3,0 mg
Larutan ini dibuat dalam volume 1 Liter.
Tahap pelaksanaan Koleksi Embrio
 Teknik Transcervical
 Pelaksana atau teknisi bekerja dengan tangan kiri di dalam
rektum, yang bertujuan untuk :
1. Estimasi jumlah korpus luteum, folikel dan ukuran ovarium
2. Manipulasi atau menuntun pemasukan alat ke dalam cervix
dan uterus
3. Manipulasi pelaksanaan koleksi embrio
 Cervical expander dimasukkan ke dalam vagina hingga ke
dalam lumen cervix.
Dianjurkan memakai mucous remover untuk mengeluarkan
lendir yang terdapat banyak di dalam lumen cervix.
 Disesuaikan dengan ukuran lumen cervix, masukkan two way
Foley catheter hingga masuk ke dalam cornua uteri.
 Catheter memanipulasi ke dalam uterus (cornua superovulasi
terjadi). Balon terletak 5 cm di bawah bifurcatio uteri.
 Hati-hati jangan sampai melukai pada saat memasukan catheter.
 Pegang uterus dalam posisi lurus.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
11
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
 Isi balon catheter dengan udara 10 – 15 x sehingga ketegangan
balon cukup.
 Ketegangan balon sedemikian rupa sehingga menekan dinding
uterus, sehingga media flushing tidak akan masuk ke dalam
corpus uteri.
 Hati-hati dalam memanipulasi ketegangan balon karena dapat
menyebabkan ruptura endometrium sehingga terjadi perdarahan.
Volume udara balon untuk Heifer adalah 12 – 16 ml, sedangkan
untuk Calves adalah 16 – 20 ml.
 Melalui inlet tube masukkan media flushing (M-PBS) pada suhu
37° C dalam botol sebanyak 1 Liter.
 Tekan uterus hingga mencapai ukuran seperti dalam keadaan
bunting 40 – 60 hari.
 Uterus di masase dan diaduk media yang masuk, melalui
pemijitan per rectal sehingga ova atau fertilized egg terlepas dari
endometrium
 Drainage atau pencucian sebanyak 8 – 10 kali sebanyak 400 –
500 ml per uterus.
 Hasil flushing kemudian dilakukan isolasi embrio dengan cara
filtrasi (Emcon, Immuno system)
 Diperoleh 40 – 50 ml flushing (70 μ Filter) dan tetap
dalam filter
 Tuangkan ke dalam gelas petri (2 – 3 buah)
 Lakukan isolasi atau pencarian embrio dengan bantuan
mikroskop stereoskopik (invected microscope)
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar 2 dan 3 berikut.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
12
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar 2. Rangkaian proses panen (Flushing) Embrio pada Sapi
dengan menggunakan Folley Catheter
Gambar 3. Flushing (Panen) Embrio pada Sapi
6) Penanganan Embrio
Embrio
hasil
koleksi
harus
melalui
beberapa
tahapan
penanganan yaitu :
 Isolasi embrio atau unfertilized ova (UFO)
 Identifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO)
 Manipulasi embrio atau unfertilized ova (UFO)
 Klasifikasi embrio atau unfertilized ova (UFO)
Untuk melaksanakan penanganan embrio hasil koleksi atau
flushing tersebut diperlukan tenaga sumber daya manusia yang
terampil dan disarankan setiap sample dikerjakan oleh dua orang
teknisi terutama dalam hal penentuan identifikasi dan klasifikasi
embrio.
Embrio hasil koleksi di tuangkan ke dalam cawan petri (petri
dish) yang berskala pada bagian alasnya sehingga memudahkan dalam
pencarian embrio.
Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan gambar peralatan untuk
evaluasi embrio di bawah ini.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
13
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar 4. Cawan Petri berskala
Adapun prosedur pencarian embrio adalah :
1. Emrbio harus berada dalam “fresh storage medium” (M-PBS
+ 20 % Calf serum), buang sel-sel runtuhan dari uterus
2.
– 250 μm)
7) Evaluasi Embrio
Embrio diklasifikasi dan disimpan dalam “storage medium”
pada suhu 15 - 25° C selama tidak lebih dari 5 jam. Selanjutnya
dilakukan pemisahan embrio tersebut menjadi 2 bagian sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk ditransplantasi atau ditransfer ke betina resipien
atau dilakukan pembekuan embrio (freezing embryo).
Dalam melakukan evaluasi embrio dengan menggunakan
mikroskop dengan pembesaran 100 – 200 kali dengan melihat criteria
sebagai berikut :
 Perkembangan sel (Cell stage development)
 Morphologi
 Kualitas embrio
Umumnya sebagian besar embrio terkoleksi pada tahap
perkembangan yang sama, dimana tahap perkembangan embrio
tersebut terdiri dari :
 3 hari post berahi : 4 – 8 sel
 4 hari post berahi : 8 – 16 sel
 5/6 hari : Morula
 7 hari : Blastocyst
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
14
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Selain itu ada cirri-ciri khas pada tahapan morula yang dapat
dibedakan yaitu :
 Morula merupakan embrio dengan jumlah sel 32 sel, dengan cirriciri blastomer individual dan sulit dibedakan satu dengan lainnya.
Kondisi Blastomer seperti massa dari sel- sel.
 Compact Morula, ditandai dengan :
 Blastomer individual menggumpal (agglutinated) membentuk
massa padat dari sel-sel
 Massa embrio mengisi 60 – 70 % ruangan perivitelline, dimana
ruang perivitelline lebih besar dari tahapan morula
 Blastocyst dini (Early blastocyst) :
 Memiliki ruangan berisi cairan Blastocoele
 Pada tahapan ini memungkinkan membedakan Trophoblast dan
Inner Cell Mass (ICM)
 Ruang perivitelline sempit tetapi ada
 Blastocyst :
 Differensiasi jelas bagian luar Trophoblast
 Inner cell mass mengisi sebagian besar ruang perivitelline
 Expanded Blastocyst
 Diameter keseluruhan meningkat (1,2 – 1,5 kali)
 Zona Pellucida menipis (1/2 kali), dan terkadang collapsed
 Inner cell mass jelas dan kompak
 Hatched Blastocyst
 Merupakan embrio yang telah terlepas dari Zona Pellucida
 Bentuknya spheris dan lebih besar
 Identifikasi pada saat ini lebih sulit
Gambar 5,6 dan 7 menunjukkan tahapan perkembangan Embrio
pada Sapi.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
15
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar 5. Tahap Perkembangan
embrio di dalam Uterus
Gambar 6. Tahap Perkembangan
Embrio
Gambar 7. Tahap Perkembangan Embrio
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
16
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
8) Kategori Kualitas Embrio
Kualitas embrio ditentukan dengan parameter :
1. Bentuk
2. Warna
3. Jumlah sel kompak
4. Jumlah sel degenerasi dan terlepas (extruded)
5. Jumlah dan ukuran vesicle
Adapun criteria dari kualitas embrio tersebut adalah sebagai
berikut :
a) A – Excellent (Istimewa)
Embrio ideal, morphologi sempurna dalam perkembangannya
pada setiap tahapan (normal typical)
b) A’ – Good (Bagus)
Terdapat kelainan pada beberapa sel blastomer (extruded),
bentuk tidak seragam, terdapat beberapa vesicle (10 – 20 % tidak
seragam dan tidak beraturan)
c) C – Poor (Kurang)
Terdapat sejumlah besar blastomer extruded, degenerasi,
ukuran berbeda dan vesicle banyak. Tampak masih hidup (50 %
tidak seragam dan tidak beraturan)
d) D – Non Transferable Embryo
Sel degenerasi total, sel terlalu muda (2 – 32 sel) atau
unfertilized ova (UFO).Gambar-ganbar berikut adalah gambar dari
berbagai embrio dalam berbagai tahap perkembangan embrio :
Gambar 8. Embrio tanpa zona
pellucida
Gambar 9. Sel telur tanpa zona
Pellucida
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
17
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar 10. Embrio tahap 16
Sel
Gambar 11. Embrio tahap 4 sel
dengan zona Pellucida
Gambar 12. Embrio dengan
zona Pellucida tidak normal
Gambar 13. embrio tahap 4 sel
dengan zona yang normal
Gambar 14. Sel telur sapi yang
telah difertilisaasi
Gambar 15. Gaambar embrio sapi
pada hari ke 3 pada Tahap 8 sel
Gambar 16. Blastocyst hari ke 5
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
18
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
C. PRODUKSI EMBRYO IN VITRO
Teknik produksi embryo secara in Vitro terdiri dari beberapa tahapan
yaitu :
1. Koleksi oocyte immature (oocyte yang belum masak) dari donor
2. Maturasi oocyte yang dikoleksi
3. Fertilisasi In Vitro
4. Kultur embryo dibawah kondisi laboratorium (Inkubator CO2)
Teknik ini merupakan satu potensi yang baik untuk pemanfaatan sapi
dengan genetik unggul dalam waktu yang singkat.
1. Koleksi Oocyte (Recovery of Oocytes)
Oocyte (sel telur) dapat dikoleksi atau diperoleh dengan dua (2) cara
yaitu :
a. Koleksi oocyte dari Induk sapi hidup (donor)
Dari induk donor, sel telur yang belum masak (immature
eggs/oocytes) dapat dikoleksi melalui dua cara pula yaitu :
1) Koleksi oocyte melalui vaginal (Ovum Pick-Up Transvaginal /
Transvaginal OPU)
Transvaginal OPU dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan
alat USG, tetapi dengan bantuan USG merupakan metode yang umum
dilakukan. Dengan teknik atau metode tersebut dapat dihasilkan 4 – 5
sel telur immatur dalam sekali percobaan tanpa adanya stimulasi atau
rangsangan hormonal pada ovarium. Sedangkan dengan stimulasi FSH
pada ovarium telah dapat dihasilkan 8 – 10 sel telur per percobaan.
Metode ini dapat dilakukan dalam 1 atau 2 kali per minggu dan
dapat diulang untuk beberapa minggu dengan resiko yang kecil pada
kesehatan dan fertilitas donor. Metode ini terutama ditujukan atau
abaik dilakukan baik pada induk donor yang sangat responsif terhadap
stimulasi hormonal, ataupun yang tidak.
2) Koleksi oocyte melalui aspiraasi laparoskopi (laparoscopic
aspiration)
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
19
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Dengan metode aspirasi laparoskopi dapat dihasilkan 3 – 9 sel
telur/percobaan pada induk sapi dan sekitar 22 – 32 sel
telur/percobaan pada sapi dara. Dengan metode ini, rataan jumlah sel
telur yang diperoleh lebih tinggi.
Kedua teknik tersebut di atas dapat dilakukan untuk koleksi sel
telur selama periode kebuntingan tanpa adanya efek yang yang
berkepanjangan pada fertilitas ataupun kesehatan reproduksi induk
donor. Sebagai contoh, pada teknik transvaginal OPU, sel telur dapat
dikoleksi pada masa umur kebuntingan mulai 30 – 120 hari, setiap dua
minggu sekali dengan dihasilkan sekitar 60 buah sel telur selama 3
bulan periode kebuntingan. Jika diasumsikan diperoleh 30% embryo
yang diperoleh layak untuk ditransfer kelak dan angka kebuntingan
50%, maka dapat dihasilkan 8 – 9 ekor anak sapi yang berasal dari sel
telur yang dikoleksi dari seekor induk bunting. Berarti secara teori,
sangat dimungkinkan untuk menghasilkan lebih dari 10 ekor anak dari
induk bunting selama 13 bulan.
Metode ini dapat juga diterapkan untuk koleksi sel telur dara
yang belum puber atau belum dewasa kelamin (pre puberal), dimana
produksi embryo dari ternak donor pre puberal ini mempunyai potensi
untuk mereduksi interval generasi dan meningkatkan mutu genetik,
walaupun kapasitas perkembangan dan pertumbuhan sel telur masih
rendah dibandingkan bila sel telur berasal dari donor yang telah
dewasa kelamin. Dengan demikian masih diperlukannya penelitian
lebih lanjut untuk dapat diaplikasikan secara komersial.
b. Koleksi dari Ovarium yang berasal dari induk sapi yang dipotong di
RPH (pemanfaatan limbah induk sapi dari RPH)
Sumber sel telur untuk menghasilkan embryo dalam skala besar
dapat diperoleh dari Ovarium yang berasal dari induk yang dipotong di
Rumah Potong Hewan (RPH).
Sehingga selain untuk tujuan produksi embryo in vitro, juga
sebagai pemanfaatan limbah dari RPH berupa pemanfaatan ovarium.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
20
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Sel telur dapat dikoleksi dari ovarium dengan dua cara yaitu :
1) Aspirasi folikel ovarium
2) Slicing (sayatan) ovarium
Kualitas sel telur yang dihasilkan dengan metode ini, hampir sama
dengan sel telur yang berasal donor hidup, akan tetapi kelemahan dari
metode ini adalah potensi genetik induk tidak dapat diketahui dengan
pasti.
2. Maturasi Oocyte (Oocyte maturation)
Segera setelah koleksi sel telur, sel telur tersebut disimpan pada media
maturasi dan diinkubasi selama 22 – 24 Jam untuk menstimulasi atau
meramgsang pemasakan sel telur dibawah kondisi laboratorium, dalam hal
ini inkubasi di dalam inkubator CO2. Untuk mendapatkan kualitas embryo
yang baik, maka dapat juga dilakukan co-cultur dengan sel somatic. Kuiltur
atau inkubasi selm telur umumnya dilakukan dalam satu kelompok 10 – 40
sel telur dalam satu cawan guna mendapatkan perkembangan yang baik.
3. In Vitro Fertilisaasi (In Vitro Fertilization)
Fertilisasi dilakukan dengan menggunakan semen beku. Pada metode
ini, pertama-tama silakukan pemisahan bahan pengencer dari sperma motil,
segera setelah semen beku di thawing. Cara pemisahan dapat dengan cara :
a. Pencucian langsung
b. Swim-up centrifugasi
c. Percoll gradient centrifugasi
Teknik selanjutnya adalah sperma ditempatkan di dalam mikrodrops
yang telah berisi sel telur kapasitasi dan larutan heparin. Inkubasi sel telur
dengan sperma kapasitasi dilakukan selama 6 – 24 Jam. Umumnya sekitar
30 buah sel telur dan 200.000 sperma diinkubasi dalam sati mikrodrops
untuk mendapatkan hasil fertilisasi yang optimal.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
21
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
4. Kultur Embryo
Sel telur yang telah difertilisasi dicuci untuk dibebaskan dari sperma.
Selanjutnya dikultur 5 – 7 hari untuk mengikuti perkembangan embryo
hingga layak untuk ditransfer. Fertilisasi dapat dikatakan berhasil dengan
adanya pembelahan sel yang secara visual dapat dilihat setelah 40 – 42 Jam
setelah inseminasi.
Terdapat tiga sistem kultur embryo, yaitu :
a. Kultur embryo di dalam oviduct resipien sementara (domba dan kelinci).
Dengan metode ini, angka kebuntingan mencapai 60 – 70 % setelah
embryo yang dihasilkan dibekukan dan ditransfer pada resipien
b. In Vitro kultur zygote (sel telur yang telah difertilisasi) dengan somatik
sel (contoh sel epithel oviduct, sel granulosa) di dalam medium tertentu
c. In vitro kultur zygote dalam medium sederhana sepeti cairan oviduct
sintetis tanpa menggunakan sel somatik
Pada ke tiga sistem di atas, embryo dikultur di dalam mikrodrops
dengan dilindungi dengan mineral oil. Angka kebuntinan untuk ketiga
sistem tersebut mencapai 40 – 56 %. Dari hasil sebuah penelitian
menunjukkan bahwa, kultur embryo di dalam mikrodrops atau dengan sel
somatik dapat meningkatkan produksi, daya tahan serta kualitas embryo.
Tabel 1 di bawah menunjukkan keberhasilan produksi in Vitro dengan
metode Transvagianal OPU.
Tabel 1. In vitro embryo production following transvaginal OPU.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
22
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Bagan Produksi Embrio dan Pelaksanaan Transfer
D. Teknik Transfer Embrio
1. Teknik transfer embrio pada Sapi dan Kerbau
Teknik transfer embrio (TE) pada Sapi dan Kerbau awalnya melalui
proses laparotomy atau metode surgery (dengan pembedahan)dengan
anesthesia umum atau local. Tetapi sejak tahun 1978, dilakukan metode
tanpa pembedahan yakni transfer embrio melalui transcervical. Pada metode
transcervical tersebut, mula-mula akan dilakukan palpasi rectal pada
resipien untuk mengetahui apakah pada ovarium terdapat Korpus luteum.
Selanjutnya dilakukan anesthesia epidural untuk induced to prevent
straining selama proses transfer berlangsung.
Embrio yang telah disimpan dalam straw (0,25 ml Straw) dalam
keadaan steril dimasukkan kedalam Transfer Gun (Cassou) dan dilindungi
dengan plastik penutup yang steril. Langkah selanjutnya Transfer Gun
masuk ke dalam vagina dan melalui cervix dengan bantuan tangan operator
melalui palpasi rektal akan menuntun Transfer Gun memasuki tanduk uterus
bagian ipsilateral dengan Korpus Luteum. Embrio didesposisikan ke dalam
tanduk uterin.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
23
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
2. Teknik transfer embrio pada Domba dan Kambing
Pada Domba dan Kambing umumnya transfer embrio dilakukan
dengan cara pembedahan atau laparotomy dibawah anesthesia umum atau
local. Dengan melakukan penyayatan midventral, embrio dapat ditransfer
disertai satu sedikit medium lansgung ke dalam oviduct, dimana ujung dari
pipet kapiler yang mengandung embrio disisipkan melalui infundibulum
untuk mendesposisikan embrio ke dalam ampulla.
Cara lain adalah apabila transfer embrio di arahkan langsung ke
uterus, maka tanduk uterus ditusuk dengan jarum tumpul, selanjutnya pipet
kapiler disisipkan ke dalam lumen uterus. Proses tersebut dapat dilakukan
dengan teknik laparoscopy.
E. Penanganan setelah Transfer Embrio
Setelah dilakukan transfer embrio, sebaiknya dilakukan pendugaan atau
evaluasi kebuntingan, dimana angka kebuntingan (Pregnancy rates) tidak dapat
dikaitkan dengan prosentase daya tahan embrio (embryo survival). Angka
kebuntingan dan daya tahan embrio dapat dideteksi pada awal masa
kebuntingan.
Dibawah kondisi ideal, lebih dari 80 % embrio survive setelah ditransfer
pada resipien yang telah mengalami Penyerentakan berahi terlebih dahulu.
Angka kebuntingan tertinggi pada Sapi, Domba dan Kambing adalah melalui
transfer satu embrio ke dalam masing-masing tanduk uterus resipien. Sehingga
kelahiran kembar sering terjadi. Lain halnya pada Babi, melalui transfer 6 – 10
embrio pada masing-masing sisi akan menghasilkan litter size normal, karena
hanya sekitar 1,5 embrio yang ditransfer yang akan menghasilkan keturunan
yang sehat saat dilahirkan.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
24
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Tahapan Pelaksanaan Transfer Embryo pada Sapi
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
25
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
Gambar 17. Tahap pelaksanaan Transfer embrio
F. Pembekuan Embrio
Kelebihan utama dari pembekuan embrio dibandingkan dengan
pembekuan sperm atau oocyt, adalah embrio mengandung komplet genom
yang berasal dari pejantan unggul (semen beku) dan betina unggul, dan embrio
dapat ditransfer kepada induk resipien tanpa diketahui atau diketahui latar
belakang genetik atau catatatn genetik dari resipien tersebut serta tanpa adanya
kehawatiran adanya resiko perubahan mutu genetik.
Pembekuan embrio sebaiknya di arahkan untuk ternak-ternak di pusatpusat pembibitan, dimana bertujuan penyebaran bibit unggul.
Proses pembekuan di awali oleh peneliti Audrey Smith pada tahun 1952
dalam
penelitiannya
mengenai
“Efek
temperatur
rendah
terhadap
perkembangan ovum mammalia”, dan selanjutnya menghasilkan beberapa
penelitian dengan pembekuan embrio. Beberapa penelitian telah berhasil
dilakukan terutama tentang cryopreservasi embrio pada berbagai spesies
mammalia dengan berbagai variasi temperatur.
1. Prinsip dari Cryobiologi
Prinsip dari biofisik telah diaplikasikan pada cryopreservasi dari sel
hidup dan jaringan serta pada embrio. Embrio akan mengalami kerusakan
selama proses pembekuan dan atau pada proses thawing (pencairan
kembali) melalui pembentukan kristal-kristal es intra seluler atau melalui
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
26
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
peningkatan konsentrasi cairan intra seluler yang berubah sehingga terjadi
dehidrasi sel selama pembekuan. Ini dapat disebut sebagai Efek Larutan
(Solution Effects). Pada proses pembekuan cepat (penurunan temperatur
cepat) dapat mengurangi kerusakan akibat efek larutan, tetapi menyebabkan
pembetukan krista es yang akan menyebabkan kerusakan mekanik pada
embrio. Dengan demikian tingkat atau angka pembekuan optimum untuk
jaringan sangat tergantung dari toleransi relatif dari kerusakan akibat
pembentukan kristal es dan akibat efek larutan.
Saat suspensi sel dibekukan dibawah 0° C, akan terbentuk kristal es
ekstra seluler, akan mengakibatkan konsentrasi larutan di dalam air.
Membran sel akan akan beraksi untuk menghalangi penyebaran kristal es ke
dalam kompartemen intra selular. Penambahan agen cryoprotektan seperti
Glyserol atau dimethyl sulfoxide pada pembekuan medium memberikan
hasil pembekuan dengan temperatur rendah. Hal tersebut disebabkan tidak
adanya dehidrasi sel dan akibat dari hilangnya efek larutan, sehingga embrio
dapat dibekukan dengan cukup lambat untuk menghindari pembentukan
kristal es yang besar.
Temperatur kritis dengan pembekuan lambat untuk menghasil angka
survival optimal adalah dari – 4° - - 60° C selama pembekuan, dan dari –
70° - - 20° C selama pemanasan kembali.
Embrio mammalia dapat dibekukan untuk waktu lama di dalam
larutan jika sesuai dengan temperatur pembekuan dan tidak ada lagi
kejadian aktivitas biologi. Larutan Nitrogen pada temperatur – 196° C
adalah cocok untuk kondisi tersebut. Embrio Sapi, Domba dan Tikus dapat
tahan pada pencairan kembali yang cepat (rapid thawing) pada pembekuan
lambat dengan proses terminasi pembekuan paa temperatur – 30° dan – 50°
C dan kemudian langsung disimpan ke dalam larutan Nitrogen cair pada
temperatur – 196°.
2. Teknik Pembekuan embrio (Cryopreservasi Embryo)
Berbagai variasi teknik pembekuan embrio digunakan untuk
cryopreservasi dan thawing embrio Sapi, Domba, Babi dan Kuda. Ada
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
27
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
beberapa kriteria yang harus diperhatikan dalam teknik pembekuan atau
cryopreservasi yakni sebagai berikut :
 Embrio yang akan dibekukan harus dalam kategori Excellent (Istimewa)
 Embrio berada pada tahap pembelahan yang benar (Cleavage)
 Embrio ditransfer dalam keadaan steril, segar tersimpan dalam media
kultur hingga saat digunakan
 Jika embrio disimpan dalam medium lebih dari 2 Jam sebelum ditransfer,
embrio harus ditransfer ke dalam medium segar setiap 2 jam.
 Embrio diisap ke dalam mikro pipet dengan sedikit volume medium
(kurang dari 0,2 ml medium) untuk mencegah kontaminasi.
3. Kultur dan penyimpanan pada Temperatur 0° dan 37° C
Segera setelah dilakukan panen embrio, embrio disimpan dalam media
kultur (culture medium) pada temperatur 37° C. Perkembangan embrio in
vitro sangat lambat dibandingkan in vivo. Embrio akan berkembang dalam 2
– 3 hari atau lebih. Embrio dapat disimpan di dalam kultur media untuk
beberapa jam antara waktu koleksi hingga transfer pada temperatur 15 –
25°C. Jika embrio dibekukan pada 0° dan 10° C atau transfer ke dalam
oviduct Kelinci, maka dapat disimpan dan bertahan untuk beberapa hari
dengan sedikit mengalami penurunan daya tahannya. Terkecuali embrio
Babi tidak dapat survive pada pembekuan di bawah –
Beberapa medium yang umum digunakan untuk kultur embrio, yakni :
a. Tissue Culture Medium (TCM 199)
b. Dulbecco’s phosphat-buffered saline (PBS)
TCM 199 biasa digunakan untuk koleksi embrio, sedangkan media
untuk penyimpanan mengandung 25 mM HEPES buffer dan 10 – 20 % Calf
serum yang telah di filtrasi dengan menggunakan Millipore-filtered dan di
inaktifkan dengan pemanasan selama 30 menit pada temperatur 56° C.
4. Prosedur pembekuan Embrio (Embrio Cryopreservation)
 Medium yang digunakan adalah modifikasi Dulbecco’s PBS, dengan
suplemen bovine serum albumin (BSA)
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
28
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
 Cryopotectant agen ditambahkan pada setiap step pada temperatur 0°C
dan 20°C.
 Embrio dibekukan secara cepat pada 0°C dengan derajat kecepatan
pembekuan 1°C/menit hingga - 7°C. Pada titik beku dilakukan seeding,
yakni pembentukan kristal es kecil pada medium. Seeding akan
meminimalkan fluktuasi temperatur sebagai akibat panas yang terbentuk.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
29
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Transfer embrio adalah suatu teknik dimana embrio (fertilized ova)
dikoleksi
dari
alat
kelamin
ternak
betina
menjelang
nidasi
dan
ditransplantasikan ke dalam saluran reproduksi betina lain untuk melanjutkan
kebuntingan hingga sempurnah, seperti konsepsi, implantasi/nidasi dan
kelahiran.
B. Kesimpulan
Saran yang dapat kami sampaikan dalam makalah ini ialah sebelum kita
melakukan Transfer embrio kita perluh memperhatikan tahap-tahap sebelum
melakukan transfer embrio yaitu inuksi super ovulasi, sinkronisasi estrus,
pemanenan embrio, klasifikasi embrio, penyiapan embrio dan kultur,
kriopreservasi, transfer Embrio.
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
30
Makalah Mandiri
Mata Kuliah : Teknologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan
DAFTAR PUSTAKA
Soehadji. 1995. Pengembangan Bioteknologi peternakan. Keterkaitan penelitian,
pengkkajian dan Aplikasi. Lokakarya Nasional I Bioteknologi Peternakan.
Kerjasama Kantor menristek dengan Departemen pertanian. Bogor.
Supriatna, I. 1993. Metode-metode dasar pembekuan embrio mamalia. Mata kulia
Inti Dalam Pelatihan Tugas teknisi. Dr. Bina prod. Peternakan. Balai
pembibitan Ternak dan hijaun makanan, purwokerto.
Supriatna, I dan F.H. Pasarribu. 1992. In Vitro Fertilisasi, Transfer Embrio dan
Pembekuan Embrio. Depdikbud, DIKTI dan PAU IPB Bogor.
Toelihere, M.R. 1981. Fisiologis Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung.
Anonim., Laporan pelaksanaan Transfer Embrio. http://www.disnaksumbar.org.
Generated: 2 January, 2009, 21:38)
Anonim.,
Saturday,
03
January
2009. Transfer
Embrio.
http://www.biotek.lipi.go.id/index.php.
Lubis., A, M. 2000. Pemberdayaan bioteknologi reproduksi Untuk peningkatan
mutu genetik ternak. WARTAZOA Vol. 10 No. 1. Balai Penelitian Ternak.
Bogor.
Hafez, E.S.E. 2000. Reproduction In Farm Animals. 7th Ed. Lippincott Williams
& Wilkins
Toelihere, M. R. 1985. Fsisologi Reproduksi Pada Ternak. Penerbit Angkasa
Bandung
Sixth Edition. Pearson. Prentice Hall. New Jersey.
Rasad,
SD.
2004.
Teknologi
Reproduksi
Ternak.
Buku
Ajar
(unpublish)Partodihardjo, S. 1987. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara
Sumber Widya. Jakarta
Darodjah, Siti R. Lab. Reproduksi Ternak Fak. Peternakan UNPAD
Prosedur Pelaksanaan Transfer Embrio pada Ternak
Sapi
31
Download