Modul Human Relations [TM15]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Human
Relations
Seminar “Interactive Problem
Solving”
Fakultas
Program Studi
Fakultas Ilmu
Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
14
Kode MK
Disusun Oleh
42012
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Abstract
Kompetensi
1. Definisi Masalah
2. Rencana Kerja
3. Implementasi
4. Tindak lanjut
Pada pertemuan ini mahasiswa dapat
mengambil manfaat dan dapat
mengulas kembali dari pertemuan ke 1
sampai 14
Interactive Problem Solving
1. Modul 1
Menurut Onong Uchjana Effendy, Human Relations sebagai hubungan manusia,
bukan hubungan manusiawi. Hal tersebut tidak terlalu salah karena yang berhubungan satu
sama lain adalah manusia. Ia menambahkan:
“Hanya saja (Human Relations) di sini sifat hubungan tidak seperti orang
berkomunikasi biasa, bukan hanya merupakan penyampaian suatu pesan oleh seseorang
kepada orang lain, tetapi hubungan antar orang-orang yang berkomunikasi itu mengandung
unsur-unsur kejiwaan yang sangat mendalam.” (Effendy, 2001: 138)
Jadi, dapat disimpulkan Human Relations adalah suatu hubungan antar manusia
yang lebih dari sekedar hubungan manusia, melainkan hubungan manusiawi yang tidak
hanya mementingkan aspek komunikasi, tetapi juga aspek psikologis dan kepuasan.
Menurut R.F.
Relations dapat
Maier dalam
dilakukan
untuk
bukunya, Principle
menghilangkan
of
Human
Relation “Human
hambatan-hambatan
komunikasi,
meniadakan salah pengertian dan mengembangkan segi konstruktif sifat tabiat manusia.”
Human Relations dilakukan untuk menyembuhkan orang yang menderita frustasi.
Frustasi timbul pada diri seseorang akibat suatu masalah yang tidak dapat dipecahkan
olehnya. Apabila frustasi itu diderita oleh anggota, apalagi jika jumlahnya banyak ini akan
mengganggu jalannya organisasi akan menjadi rintangan bagi tujuan yang hendak dicapai
oleh organisasi. Tidaklah bijaksana jika seorang pemimpin menangani setiap anggota yang
frustasi dengan tindakan kekerasan. Di sinilah pentingnya peranan Human Relations. Dia
harus membawa penderita dari situasi masalah kepada pemecahan masalah situasi.
2. Modul 2
Kadangkala manipulasi yang konstruktif diperlukan, tetapi perlu dilakukan dengan
hati-hati. Mari kita lihat manipulasi dengan dampak sebagai acuan. Jika dampaknya
adalah destruktif, manipulasi menyebabkan sakit hati, marah dan reaksi defensif lainnya. Di
lain pihak, jika dampaknya konstruktif dan membantu orang lain memperoleh tujuannya, ini
mengakibatkan saling penghargaan dan kepercayaan. Sebagai contoh, mengancam
seseorang
adalah
teknik
manipulasi
yang
tidak
positif. Ini
mengancam
esteem” seseorang. Ini bukan apa yang anda lakukan tetapi bagaimana Anda
“self-
melakukan-
nya. “Parenting”, mengajar, “conseling” dan “managing” adalah peran manipulatif dimana
16
2
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kita berusaha orang lain melakukan apa yang harus dilakukan. Manipulasi konstruktif sering
merupakan tindakan yang esensial untuk membantu mengatasi perilaku yang negatif yang
menghambat kinerja yang efektif atau pertumbuhan personal.
3. Modul 3
Konsep-konsep kontemporer dalam pembelajaran pengalaman telah berkembang
dari karya Kolb dalam pengembangan inventaris gaya pembelajaran (learning styles
inventory) (Kolb, Rubin, & McIntyre, 1974). Ia menggambarkan suatu siklus empat tahap
yang dilalui seseorang untuk belajar dari pengalaman.
1. Secara langsung, pengalaman nyata adalah dasar.
2. Observasi dan refleksi; observasi itu dipadukan ke dalam suatu penjelasan.
3. Konsep abstrak dan generalisasi, yang berfungsi sebagai petunjuk untuk
pengujian.
4. Perilaku yang baru dalam situasi yang berbeda
Dalam pandangan ini, seseorang belajar dengan berpartisipasi dalam pengalaman
yang konkret, berefleksi tentang pengalaman tersebut, merumuskan generalisasi dari
refleksi itu, dan mencoba perilaku baru yang menguji generalisasi tersebut.
Dalam interaksinya manusia sangat dipengaruhi oleh faktor situasional sehingga bisa
menimbulkan perbedaan bagaimana gaya dan cara mereka belajar ataupun memecahkan
masalah. Delgrado dalam suatu penelitian menyimpulkan bahwa respons otak sangat
dipengaruhi oleh “setting” atau suasana yang melingkupi organisme (Packard, 1978:45).
Kesimpulan Delgrado membawa kita kepada pengaruh situasi terhadap perilaku manusia.
Edward G. Simpson merangkum seluruh faktor situasional sebagai berikut:
A. Aspek-aspek objektif dari lingkungan
1) Faktor ekologis
a. Faktor geografis
b. Faktor iklim dan meteorologis
2) Faktor desain dan arsitektural
3) Faktor temporal
4) Analisis suasana perilaku
5) Faktor teknologi
6) Faktor sosial
a. Struktur organisasi
b. Sistem peranan
c. Struktur kelompok
16
3
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
d. Karakteristik populasi
B. Lingkungan psikososial seperti dipersepsi oleh kita
1) Iklim organisasi dan kelompok
2) Ethos dan iklim institusional dan kultural
C. Stimuli yang mendorong dan memperteguh perilaku
1) Orang lain
2) Situasi pendorong perilaku
4. Modul 4
Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal
yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka. Bersama-sama dengan
sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian,
saling menghargai, dan paling penting - saling mengembangkan kualitas hubungan
interpersonal. Kepada kedua pihak yang menjalin hubungan, kepada anda dan saya Carl
Rogers berpesan:
...when someone understands how it feels and seems to be me, without wanting to
analyze me or judge me, then I can blossom and grow in that climate.
(bila orang lain memahami bagaimana perasaan dan pandangan saya, tanpa berkeinginan
untuk menganalisa atau menilai saya, barulah saya dapat tumbuh dan berkembang pada
iklim seperti itu.)
5. Modul 5
A. Pengertian Analisis Transaksional
Dalam buku “Transactional Analysis in Psychotherapy”, Berne (1961) mendefinisikan
analisis transaksional sebagai sistematika analisis struktur transaksi, mencakup aspekaspek kepribadian dan dinamika sosial yang disusun berdasar pengalaman klinis serta
merupakan bentuk terapi rasional yang mudah dipahami, dan mampu menyesuaikan
dengan latar budaya klien. Analisis transaksional adalah metode yang menyelidiki peristiwa
dalam interaksi orang per-orang, cara mereka memberikan umpan balik serta pola
permainan status ego masing-masing. Metode ini kemudian dikenal sebagai salah satu
teknik psikoterapi yang dapat digunakan dalam pelatihan individual, tetapi lebih cocok
digunakan secara berkelompok (Corey, 2005). Analisis transaksional menurut pandangan
Stewart (1996) berbeda dengan sebagian besar model terapi lain karena merupakan bentuk
terapi berdasarkan kontraktual dan desisional. Analisis transaksional melibatkan suatu
16
4
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
kontrak yang dibuat oleh klien, yang dengan jelas menyatakan tujuan-tujuan dan arah
proses pelatihan. Analisis transaksional juga berfokus pada putusan-putusan awal yang
dibuat oleh klien dan menekankan pada aspek-aspek kognitif rasional-behavioral serta
berorientasi pada peningkatan kesadaran, sehingga klien akan mampu membuat putusanputusan baru untuk mengubah cara hidupnya (Spanceley, 2009). Sementara menurut
pandangan Spanceley (2009), metode analisis transaksional sebagai bentuk penanganan
masalah-masalah psikologis yang didasarkan atas hubungan antara klien dan terapis demi
mencapai pertumbuhan dan kesejahteraan diri. Kesejahteraan diri dimaksud meliputi:
terbebas dari keadaan tertekan, gangguan alam perasaan, kecemasan, berbagai gangguan
perilaku khas serta masalah-masalah ketika membangun hubungan dengan orang lain. Dari
berbagai definisi dapat disimpulkan bahwa analisis transaksional merupakan model analisis
struktur dan fungsi status ego seseorang yang mempengaruhi dirinya dalam membangun
transaksi dan interaksi dengan lingkungan dimana seseorang berada.
Dasar Filosofi dan Tujuan Analisis Transaksional Analisis transaksional (AT) berakar
pada sebuah filsafat antideterministik bahwa manusia sanggup melampaui pengondisian
dan pemrograman awal. Di samping itu, analisis transaksional berpijak pada asumsi-asumsi
bahwa setiap orang sanggup memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa
mereka pun mampu memilih untuk kemudian memutuskan kembali setiap keputusan yang
telah dibuat sebelumnya (Covey, 2005). Dengan demikian analisis transaksional meletakkan
kepercayaan pada kesadaran dan kesanggupan individu.
Sebagai pendiri dan pengembang AT, Berne (Spanceley, 2009) memiliki pandangan
optimis tentang hakikat individu, yaitu:
1) Individu adalah makhluk yang mempunyai kemampuan untuk hidup sendiri. Individu
memiliki potensi untuk mengelola dirinya, termasuk mengatasi masalah-masalah
yang dihadapinya, sehingga menjadi pribadi yang otonom dan mandiri, terlepas dari
ketergantungan terhadap orang lain.
2) Individu adalah makhluk yang memiliki potensi untuk membuat keputusan. Individu
mempunyai kemampuan untuk membuat rencana-rencana kehidupan, kemudian
memilih dan memutuskan rencana-rencana terbaik bagi dirinya. Rencana-rencana
yang telah dibuatnya itu terus dinilai sesuai dengan irama perkembangan hidupnya,
sehingga ia dapat memutuskan rencana yang lebih baik lagi bagi kehidupan
selanjutnya.
3) Individu adalah makhluk yang bertanggung jawab. Individu bukan hanya mampu
hidup mandiri dan membuat keputusan untuk dirinya, namun ia juga mampu
bertanggung jawab atas pilihan dan putusan yang diambilnya serta konsekuensi
yang akan ditimbulkannya. Pandangan ini sangat mempengaruhi usaha-usaha
bantuan terapi terhadap klien. Dalam hal hubungan terapis dan klien, maka ciri
16
5
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
hubungan idealnya adalah transaksi sejajar (compliment) dalam proses terapi dan
keduanya harus sama-sama berbagi tanggung jawab dalam penetapan dan
pencapaian
tujuan
terapi. Berne
(1961)
kemudian
menjadikan
argumentasi
mengenai hakekat individu tersebut sebagai indikator menunjuk pada istilah OK bagi
setiap individu. Oleh sebab itu hubungan diantara individu harus mencapai keadaan
OK dengan jalan masing-masing harus mengakui prinsip dasar hakekat individu.
Secara garis besar tujuan analisis transaksional dapat dijelaskan (Steiner, 2005)
sebagai berikut:
1) Mencapai otonomi diri termasuk menggunakan setiap unsur status ego secara sadar
dan memadai.
2) Membuat setiap individu menjadi akrab dengan metode analisis transaksional.
Artinya bahwa pada saatnya akan terjadi pertukaran dalam bentuk transaksi,
interaksi dan komunikasi yang sesuai tanpa mengganggu transaksi ciri status ego
secara
tumpang-tindih
dan
berlangsung
secara
spontan
(menjadi
kebiasaan). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dasar filosofi AT adalah
bahwa manusia merupakan mahluk yang bebas, bertanggungjawab, mandiri dan
sanggup melampaui keputusan awal dengan keputusan baru untuk menyongsong
perubahan yang lebih baik. Oleh sebab itu konsep AT menggunakan dasar filosofi ini
untuk mendudukan kembali fungsi-fungsi manusia sebenarnya melalui bentukbentuk transaksi yang seimbang, positif dan OK.
6. Modul 6
Dasar Pemikiran: manusia, memiliki dorongan yang tidak disadari
Dasar pemikiran:
pembentukan dan pengembangan kepribadian didasari hubungan sosial
Dasar pemikiran:
kepribadian manusia bisa diukur menurut karakteristik psikologis khusus yang disebut sifat
Kepribadian manusia dipengaruhi tiga komponen: Id, Superego, Ego.
Kepribadian
manusia digolongkan ke dalam tiga kelompok: Patuh, Agresif, Lepas dari orang lain
(detached)
Manusia berbeda karena adanya sifat berbeda pada setiap individu.
Keinovatifan, Materialisme, Etnosentrisme.
A. Faktor-faktor Penentu Kepribadian
Kepribadian seseorang dihasilkan oleh faktor keturunan, lingkungan dan kondisi
situasional (Stephen dan Timothy, 2008:127), antara lain:
1) Faktor Keturunan
16
6
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor keturunan ditransimisikan melalui ”gen”, yang berada dalam kromosom, yang
menentukan keseimbangan hormon, bentuk fisik, dan menentukan atau membentuk
kepribadian. Kepribadian tidak seluruhnya dipengaruhi oleh faktor keturunan, faktor
lingkungan juga dapat mempengaruhi bentuk kepribadian seseorang.
2) Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang dapat memberikan tekanan kepada kepribadian seseorang
adalah kultur masyarakat dimana seseorang dibesarkan, norma-norma keluarga, temanteman dan kelompok sosial, serta pengaruh-pengaruh lain yang kita alami. Kultur akan
membentuk norma, sikap, dan nilai-nilai yang diwariskan dari satu generasi ke genarasi
berikutnya yang terus menerus berlangsung secara konsisten.
3) Kondisi Situasional
Kondisi situsional dapat mempengaruhi efek dari faktor-faktor keturunan dan
lingkungan terhadapa kepribadian. Kepribadian seseorang meskipun relatif stabil dan
konsisten, namun dapat berubah pada situasi-situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda
pada situasi yang berbeda dapat menimbulkan reaksi dan aspek yang berbeda pada
kepribadian seseorang. Oleh karena itu, sebaiknya tidak melihat corak kepribadian secara
terisolasi, tetapi juga mengetahui bahwa situasi-situasi tertentu lebih relevan dari situasisituasi lain dalam mempengaruhi kepribadian sehingga dapat dilihat adanya perbedaanperbedaan individual yang signifikan
7. Modul 7
Motivasi adalah kekuatan atau daya dorong yang menggerakkan sekaligus
mengarahkan kehendak dan perilaku seseorang dan segala kekuatannya untuk mencapai
tujuan yang diinginkannya, yang muncul dari keinginan memenuhi kebutuhannya.
Motivasi disebut juga dengan istilah kebutuhan (need), desakan (urge), keinginan
(wish) dan dorongan (drive), yang semuanya ini mempunyai pengertian yang sama yaitu
sebagai suatu keadaan yang ada pada diri seseorang yang mendorong untuk melakukan
suatu kegiatan guna mencapai keinginan atau tujuan. Dorongan ini biasanya diwujudkan
dalam bentuk perilaku.
Motivasi timbul karena adanya kebutuhan yang ingin dipenuhi. Kebutuhan ini
menimbulkan keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhinya. Di sini kebutuhan dapat
dilihat sebagai kekurangan (defisiensi) yang dialami individu pada suatu waktu tertentu.
16
7
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
A. Teori-Teori Motivasi
1) Teori petunjuk (prescriptive theories) yaitu, bagaimana memotivasi para karyawan,
yang di dasarkan atas pengalaman coba-coba.
2) Teori isi (content theories), menanyakan apa penyebab perilaku, macam teori ini
yaitu hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow, teori motivasi higienis Freed Rick
Herzberg dan teori prestasi David McCleland.
3) Teori proses (process theories). Menjelaskan bagaimana perilaku di mulai dan di
laksanakan. Termasuk dalam hal ini, teori pengharapan, teori pembentuk perilaku,
teori Porter Lawler dan teori keadilan.
4) Teori Pengharapan (Expectancy Theory)
Teori pengharapan: di mana individu diperkirakan akan menjadi pelaksanaan dengan
prestasi tertinggi bila kemungkinan usaha mereka mengarah ke prestasi yang tinggi.
kemungkinan mencapai hasil yang menguntungkan hasil-hasil tersebut akan menjadi
pada keadaan keseimbangan, penarik efektif bagi mereka.
Menurut teori Victor Vroom (teori nilai pengharapan Vroom) orang dimotivasi bekerja
bila usaha-usaha yang akan di tingkatkan akan mengarah ke balas jasa tertentu, menilai
balas jasa dari hasil usahanya.
Teori yang sangat berpengaruh dalam teori humanistik ini adalah Theory of Human
Motivation yang dikembangkan oleh Abraham Maslow (1954). Maslow mengemukakan
gagasan hirarki kebutuhan manusia, yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu deficiency
needs dan growth needs. Deficiency needs meliputi (dari urutan paling bawah) kebutuhan
fisiologis, kebutuhan rasa aman, kebutuhan akan cinta dan rasa memiliki, dan kebutuhan
akan penghargaan. Dalam deficiency needs ini, kebutuhan yang lebih bawah harus dipenuhi
lebih dulu sebelum ke kebutuhan di level berikutnya. Growth needs meliputi kebutuhan
kognitif, kebutuhan estetik, kebutuhan aktualisasi diri, dan kebutuhan self-transcendence.
Menurut Maslow, manusia hanya dapat bergerak ke growth needs jika dan hanya jika
deficiency needs sudah terpenuhi. Hirarki kebutuhan Maslow merupakan cara yang menarik
untuk melihat hubungan antara motif manusia dan kesempatan yang disediakan oleh
lingkungan (Atkinson, 1983).
Berdasarkan Masllow dalam teori Hierarki Kebutuhannya, manusia mempunyai lima
dasar kebutuhan yaitu:
1) Kebutuhan fisiologikal: makanan, oksigen, serta kebutuhan dasar lainnya (sandang,
pangan)
2) Kebutuhan akan rasa aman: perlindungan dari bahaya, bebas dari ancaman.
3) Kebutuhan sosial akan cinta, kasih sayang, afiliasi, dan penerimaan.
4) Kebutuhan dihargai untuk status, harga diri.
16
8
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
5) Kebutuhan aktualisasi diri (potensi seseorang sebagai makhluk hidup). Kebutuhan
aktualisasi diri adalah yang paling abstrak dan berada pada level yang paling tinggi.
8. Modul 8
Perilaku adalah semua yang dilakukan seseorang. Perilaku merupakan reaksi/
respon Individu yang terwujud dalam sikap, tindakan maupun ucapan. Perilaku dapat
diamati dan diukur.
A. Karakteristik Perilaku:
1) Perilaku adalah akibat (variabel tergantung)
2) Perilaku diarahkan oleh tujuan
3) Perilaku dapat dimotivasi dan didorong
B. Teori-teori Pembentukan Kelompok
Banyak teori yang mencoba mengembangkan suatu anggapan mengenai awal mula
terbentuk dan tumbuhnya suatu kelompok. teori dasar tentang terbentuknya kelompok ini
ialah mencoba menjelaskan tentang adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Teori ini
disebut propinguity yaitu teori kedekatan. arti kedekatan teori ini ialah bahwa seseorng
berhubungan dengan orang lain disebabkan Karena adanya kedekatan ruang dan
daerahnya.
Teori pembentukan kelompok yang lebih komprehensif adalah suatu teori yang
berasal dari George Homans. Teorinya berdasarkan pada aktifitas-aktifitas, interaksiinteraksi dan sentimen-sentimen (perasaan atau emosi).
Semakin banyak aktifitas-aktifitas seseorang dilakukan dengan orang lain (shared),
semakin beraneka interaksi-interaksinya, dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimensentimen mereka.
Semakin banyak interaksi-interaksi di antara orang-orang maka semakin banyak
kemungkinan aktifitas-aktifitas dan sentiment yang ditularkan (shared) pada orang lain.
Semakin banyak aktifitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain,dan semakin
banyak sentiment seseorang difahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan
ditularkannya aktifitas dan interaksi-interaksi.
Teori
lain
dari
pembentukan
kelompok
adalah
didasarkan
atas
alasan-
alasan praktisi. Contoh dari teori ini, antara lain karyawan-karyawan suatu organisasi
mungkin dapat mengelompok karena disebabkan alasan ekonomi, keamanan, atau alasanalasan social. secara logis, karyawan-karyawan yang mendasarkan pertimbangan ekonomi
bisa bekerja dalam suatu proyek karena dibayar untuk itu, atau mereka dapat bersama16
9
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
sama di dalam serikat buruh karena mempunyai tuntutan yang sama mengenai kenaikan
upah. untuk alasan keamanan, bersatunya kedalam suatu kelompok karena membuat
dirinya satu front untuk menghadapi diskriminasi, pemecahan, perlakuan sepihak dan lain
sebagainya. alasan-alasan peraktis ini membuat orang-orang dapat mengelompok dalam
satu grup.
9. Modul 9
Argumentasi untuk penataan-ulang (redesign) pekerjaan sekitar tim cukup rumit,
tetapi Ketchum dan Trist (1992) melakukan pengamatan ringkas sebagai berikut:
Pekerjaan yang buruk harus disingkirkan, bersama-sama dengan kepercayaan yang
tidak pada tempatnya pada motivasi ekstrinsik, khususnya pengawasan yang
memaksa. Pekerjaan yang baik memerlukan peningkatan ruang lingkup dan
keanekaragaman pekerjaan setiap orang, jauh melebihi yang biasa dilakukan
menurut cara lama. Umumnya, menanggulangi keterbatasan ruang lingkup dan
keanekaragaman berarti memasukkan para pekerja ke dalam tim-tim. Tim, sebagai
unit dapat diberi cakupan tanggungjawab yang amat luas, jadi amat memperluas
ruang lingkup dan keanekaragaman bagi setiap orang. Dengan alasan ini, tim
menjadi balok pembangun organisasi yang baru.
Ini berarti bahwa pekerjaan organisasi dapat diselesaikan paling efektif bila
pekerjaan itu ditata-ulang di sekitar konsep timnya. Pekerjaan dilaksanakan oleh tim karena
pekerjaan
tersebut
diorganisasikan
untuk
kerja
tim.
Taylor
dan
Felten
(1993)
mengemukakan enam kondisi yang harus ada agar pekerjaan dilaksanakan oleh sebuah
tim:
1) Beberapa pekerja harus bertanggungjawab bersama-sama atas kinerja mereka
sendiri.
2) Tugas-tugas para pekerja harus mandiri.
3) Interdependensi tugas harus merupakan fungsi keseluruhan proses kerja, aliran,
atau produk akhir.
4) Pekerjaan harus memerlukan para pekerja yang keahliannya berbeda-beda.
5) Agar bekerja secara efektif, keahlian para pekerja harus terintegrasi.
6) Para pekerja, dengan penuh kesadaran, berbagi tujuan atau maksud bersama.
Keenam kondisi ini terpusat pada penyusunan pekerjaan, sehingga tugas-tugas yang
dilaksanakan menjadi mandiri dan semuanya penting bagi penyelesaian produk akhir, dan
keahlian mereka yang mengerjakan tugas tersebut harus berlainan dan terintegrasi agar
penyelesaian produk akhir efektif (Taylor & Felten). Bila pekerjaan itu sendiri diorganisasikan
16
10
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
menurut keenam pedoman ini, maka mereka yang melaksanakan pekerjaan tersebut akan
otomatis bekerja dalam tim.
Job redesign mendesain ulang pekerjaan adalah mengacu pada perubahan kerja
yang meningkatkan kualitas atau produktivitas kerja. Dalam terminologi ini termasuk juga
rotasi (job rotation), perluasan bidang kerja (job enlargement), pengayaan kerja (job
enrichment). Job redesign merupakan cara yang unik untuk meningkatkan efisiensi
organisasi.
Job enrichment adalah memperluas rancangan tugas untuk memberi arti lebih dan
memberikan kepuasan kerja dengan cara melibatkan pekerja dengan pekerjaan
perencanaan, penyelenggaraan organisasi dan pengawasan pekerjaan sehingga job
enrichment bertujuan untuk menambah tanggung jawab dalam pengambilan keputusan,
menambah hak otonomi dan wewenang merancang pekerjaan dan memperluas wawasan
kerja.
Job
enrichment
dapat
meningkatkan
otonomi
seseorang
dalam
mengatur
pekerjaannya. Misalnya seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur
oleh suatu prosedur yang ketat, di mana dia tidak diberikan wewenang atau hak untuk
memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang di
butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan tantangan
yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dan
produktifitasnya.
10.
Modul 10
Tujuan kepemimpinan adalah membantu orang untuk menegakkan kembali,
mempertahankan dan meningkatkan motivasi mereka. Jadi, pemimpin adalah orang yang
membantu orang lain untuk memperoleh hasil-hasil yang diinginkan. Pemimpin bertindak
dengan cara-cara yang memperlancar produktivitas, moral tinggi, respons yang energik,
kecakapan kerja yang berkualitas, komitmen, efisiensi, sedikit kelemahan, kepuasan,
kehadiran, dan kesinambungan dalam organisasi.
Model kepemimpinan Fiedler (1967) disebut sebagai model Kontingensi karena
model tersebut beranggapan bahwa kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja
kelompok tergantung pada cara atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian
situasi (the favourableness of the situation) yang dihadapinya.
Menurut Fiedler, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan
ketiga faktor ini selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut
adalah:
16
11
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1) hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations),
2) struktur tugas (the task structure) dan
3) kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan menjelaskan sampai sejauh mana
pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan, dan kemauan bawahan untuk mengikuti
petunjuk pemimpin.
Struktur tugas menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi
didefinisikan secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku.
Kekuatan posisi menjelaskan sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang
dimiliki oleh pemimpin karena posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan
rasa memiliki akan arti penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan
posisi juga menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan
otoritasnya dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan
pangkat (demotions).
Sebenarnya efektivitas pemimpin ditentukan oleh kesesuaian antara gaya
kepemimpinan (tugas atau hubungan) dengan keharmonisan situasinya. Situasi terbaik bila
relasi pemimpin-anggotanya baik, tugas terstruktur rapi dan pemimpin mempunyai
kekuasaan yang besar. Situasi yang paling tidak baik adalah bila relasi pemimpin –
anggotanya buruk, tugas tidak terstruktur dan kekuasaan pemimpin lemah. Sudah tentu
setiap situasi mempunyai berbagai tingkat keharmonisan yang meliputi aspek-aspek
karakter yang baik maupun yang buruk.
11.
Modul 11
Sedangkan menurut Prof. Onong Uchjana Effendy, MA dalam bukunya Ilmu, Teori
dan Filsafat Komunikasi, ada 4 jenis hambatan komunikasi, yaitu:
A. Gangguan
Ada dua jenis gangguan terhadap jalannya komunikasi yang menurut sifatnya dapat
diklasifikasikan sebagai gangguan semantik dan mekanik.
1) Gangguan semantik
Gangguan jenis ini bersangkutan dengan pesan komunikasi yang pengertiannya
menjadi rusak. Gangguan semantik tersaring dalam ke dalam pesan melalui penggunaan
bahasa. Lebih banyak kekacauan mengenaipengertian suatu istilah atau konsep yang
terdapat pada komunikator, akan lebih banyak gangguan semantik dalam pesannya.
Gangguan ini dalam salah pengertian.
16
12
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
2) Gangguan mekanik
Gangguan yang disebabkan oleh saluran komunikasi atau kegaduhan yang bersifat
fisik.
B. Kepentingan
Kepentingan akan membuat seseorang selektif dalam menanggapi atau menghayati
suatu pesan.
C. Motivasi terpendam
Motivasi akan mendorong seseorang berbuat sesuatu yang sesuai benar dengan
keinginan, kebutuhan dan kekurangannya. Semakin sesuai komunikasi dengan motivasi
seseorang semakin besar kemungkinan komunikasi itu dapat diterima dengan baik pihak
yang bersangkutan. Sebaliknya, komunikan akan mengabaikan suautu komunikasi yang
tidak sesuai dengan motivasinya.
D. Prasangka
Prasangka merupakan salah satu rintangan dan hambatan yang berat bagi suatu
kegiatan komunikasi oleh karena orang yang mempunyai prasangka belum apa-apa sudah
bersikap curiga dan menentang komunikator yang hendak melancarkan komunikasi.
E. Cara mengatasi gangguan dan rintangan komunikasi
Ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan dan hambatan komunikasi antara
lain:
1) Gunakan umpan balik (feed back), setiap orang berbicara memperhatikan umpan
balik yang diberikan lawan bicaraya bak bahasa verbal maupun non verbal,
kemudian memberikan penafsiran terhadap umpan balik itu secara benar.
2) Pahami perbedaan individu dan kompleksitas individu dengan baik. Setiap individu
adalah pribadi yang khas yang berbeda baik dari latar belakang psikologis, social,
ekonomi, budaya dan pendidikan. Dengan memahami maka seseorang dapat
menggunakan taktik yang tepat dalam berkomunikasi.
3) Gunakan komunikasi langsung (face to face), komunikasi langsung dapat mengatasi
hambatan
komunikasi
karena
sifatnya
lebih
persuasif.
Komunikator
dapat
memadukan bahasa verbal dan non verbal. Selain kata-kata yang selektif, dapat juga
menggunakan kontak mata, mimik wajah, bahasa tubuh lainnya dan meta-language
(isyarat di luar bahasa). Yang membuat komunikasi dapat berdaya guna.
16
13
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
4) Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah.
Kosa kata yang digunakan
hendaknya dapat dimengerti dan dipahami. Jangan menggunakan istilah-istilah
yang sukar dimengerti pendengar. Gunakan pola kalimat yang sederhana (kanonik)
Karena kalimat yang banyak mengandung anak kalimat akan sulit dimengerti.
Dengan mengetahui gangguan / hambatan komunikasi maka kita akan lebih bijak
dalam berkomunikasi. Gangguan / hambatan komunikasi bisa diminimalisir, dengan
demikian apa yang menjadi tujuan berkomunikasi berupa penyampaian pesan bisa diterima
dan dipahami dengan benar oleh komunikan.
Memang ada faktor-faktor gangguan komunikasi yang tidak bisa dihindari, misalnya
gangguan teknis media komunikasi karena pengaruh cuaca atau yang lainnya, namun
faktor-faktor yang lainnya seperti gangguan semantik, psikologis, fisik / organik, kerangka
berpikir dan budaya bisa dihindari dengan cara belajar mengatasi hambatan tersebut.
F. Fungsi Mendengarkan Aktif
1) Mendengarkan aktif mempunyai beberapa fungsi penting.
a. Pertama, ia memungkinkan pendengar mengecek pemahamannya terhadap apa
yang dikatakan pembicara dan, lebih penting lagi, apa yang dimaksud
pembicara. Ketika pendengar menyampaikan-balik kepada pembicara apa yang
dipahaminya tentang pesan pembicara, pendengar ini memberikan kesempatan
kepada pembicara untuk menjelaskan apa saja yang masih perlu dijelaskan.
Dengan cara ini, pesan berikutnya akan lebih relevan dan jelas tujuannya.
b. Kedua,
melalui
proses
mendengarkan
aktif
pendengar
mengutarakan
akseptansinya terhadap perasaan pembicara. Perhatikanlah bahwa pada contoh
di atas, tiga pendengar pertama menentang perasaan pembicara. Pendengar
yang aktif, yang mengulang-balik apa yang dikatakan pembicara, memberikan
akseptansi. Perasaan pembicara tidak ditentang; pendengar menyuarakan sikap
yang simpatik dan empatik. Perhatikan juga bahwa dalam tiga tanggapan
pertama perasaan pembicara ditolak. Tetapi pendengar 4 bukan hanya
menerima perasaan pembicara melainkan juga mengidentifikasikannya secara
eksplisit (“Kedengarannya kamu benar-benar kecewa dan marah”), kembali
memberikan kesempatan untuk perbaikan.
c. Ketiga, dan barangkali yang terpenting, mendengarkan aktif merangsang
pembicara menggali perasaan dan pemikirannya. Dengan tanggapan dari
pendengar 4, pembicara mendapat kesempatan untuk mendalami perasaannya.
Pendengar aktif mendorong pembicara untuk menggali dan mengutarakan
pikiran dan perasaannya. Pendengar aktif memungkinkan terjadinya dialog yang
bermakna dan pengertian bersama. Dalam merangsang eksplorasi lebih lanjut
16
14
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ini, pendengar aktif juga mendorong pembicara untuk memecahkan sendiri
masalahnya dengan memberikan kesempatan untuk membicarakannya secara
lebih mendalam.
12.
Modul 12
Proyeksi menurut KBBI merupakan perkiraan tentang keadaan masa yang akan
datang dengan menggunakan data yang ada (sekarang). Proyeksi mengandung unsur
perkiraan yang akan terjadi yang sudah diarahkan sebelumnya. Dalam konteks
berkomunikasi maka proyeksi dapat dilakukan dengan memperbaiki atau menyesuaikan
citra diri atau individu yang ada sekarang menjadi lebih baik, sehingga di masa mendatang
mencapai tujuan citra yang lebih positif. Misalnya cara berbicara atau cara berpakaian yang
sekarang kurang baik perlu ditingkatkan agar dimasa mendatang lebih baik dari yang ada
sekarang.
Image atau Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang
ada di dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila
kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.
A. Komunikasi Melalui Suara dan Intonasi
Kita membedakan lima dimensi suara: volume, kecepatan (rate), nada, artikulasi dan
pengucapan, dan jenak (pause). Sementara Intonasi yaitu tinggi rendahnya nada pada
kalimat yang memberikan penekanan pada kata-kata tertentu di dalam kalimat.
B. Bahasa Tubuh
Jalan pertama di antara semua jalan komunikasi nonverbal adalah tubuh. Kita
mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kita seringkali dan secara akurat melalui gerakangerakan tubuh, gerakan wajah, dan gerakan mata.
Bahasa tubuh adalah komunikasi pesan nonverbal (tanpa kata-kata). Bahasa tubuh
merupakan proses pertukaran pikiran dan gagasan dimana pesan yang disampaikan dapat
berupa isyarat, ekspresi wajah, pandangan mata, sentuhan, artifak (lambang yang
digunakan), diam, waktu, suara, serta postur dan gerakan tubuh. Bahasa tubuh dipercayai
sangat penting dalam melancarkan atau menghambat efektifitas komunikasi. Menurut
Freud, tidak ada manusia yang bisa menyimpan rahasia bila bibirnya diam. Ia akan
berceloteh dengan ujung jarinya. Rahasia terbersit dari seluruh pori-pori kulitnya
C. Penggunaan Waktu Bicara
16
15
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Kecepatan bicara orang merupakan aspek penting dalam efektivitas komunikasi.
Aspek ini diminati oleh pengiklan, politisi, dan nyatanya setiap orang yang berusaha
menyampaikan informasi atau mempengaruhi orang lain. Aspek ini khususnya penting bila
menyangkut waktu terbatas dan mahal. Daya persuasi dan kredibilitas yang diukur dalam
suatu penelitian memperlihatkan responden menilai pembicara cepat dalam komunikasi satu
arah sebagai paling cerdas dan obyektif.
Sementara dalam konteks penggunaan waktu dikenal istilah komunikasi temporal
menyangkut penggunaan waktu – bagaimana kita mengaturnya, bagaimana kita bereaksi
terhadapnya, dan pesan yang dikomunikasikannya. Waktu kultural dan waktu psikologis
merupakan dua aspek yang sangat menarik dalam komunikasi antarmanusia.
D. Umpan Balik
Umpan balik menyangkut reaksi terhadap apa yang telah disampaikan. Dalam
menyampaikan umpan balik, kita mengatakan kepada pembicara apa dampak perkataannya
terhadap diri kita. Berdasarkan umpan balik ini, pembicara dapat menyesuaikan,
memodifikasi, memperkuat, atau mengubah isi atau bentuk pesannya.
13.
Modul 13
Konflik antarpribadi adalah suatu rangkaian akan terjadi ketika dua orang tidak dapat
menyetujui tentang
cara
untuk
memenuhi kebutuhan mereka.
Ketika kebutuhan
bertentangan, jika di sana juga mempunyai sedikit sumber untuk menyenangkan mereka,
atau jika suatu individu boleh memilih untuk bersaing daripada bekerjasama untuk mereka
capai, kemudian konflik bisa terjadi. Lingkup konflik bisanya terjadi karena perbedaanperbedaan tujuan, pengalaman, jenis kelamin, kebudayaan dan faktor lainnya.
The presence of conflict-“an incompatibility of interest between two or more people
giving rise to struggles between them” – can have a major impact on communication
dynamics. Communication researcher Alan Sillars suggests that when people are involved in
conflict situations they develop their own personal theories, in turn, have a great influence on
how interactants deal with one another.
Tipe konflik yang diidentifikasi para peneliti terdiri dari:
1) Pseudo conflict, masalah palsu (tidak sebenarnya masalah) dengan menggerakkan
sebuah ketidakpahaman pada kekurangan.
2) Simple conflict, ide-ide yang berbeda, definisi, persepsi, atau tujuan.
3) Ego conflict, perbedaan-perbedaan pribadi.
16
16
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Persepsi Umum tentang Konflik:
1) Konflik dapat selalu dihindari.
2) Konflik selalu terjadi, karena “salah pengertian”.
3) Konflik adalah sebuah simbol dari kurangnya komunikasi.
4) Konflik dapat selalu diatasi (dicari jalan keluarnya).
5) Konflik selalu buruk/jelek.
Manajemen konflik yang efektif yang dibahas diilhami oleh buku George Bach dan
Peter Wyden Intimate Enemy (1968). Buku ini sederhana namun efektif sebagai pedoman
membuat konflik antarpribadi menjadi lebih produktif.
1) Berkelahi secara sportif. Persis seperti petinju di atas ring, setiap kita mempunyai
“batas pinggang”. “Bila terkena pukulan di bagian bawahnya, kita akan merasa
sangat kesakitan. Akibat rasa sakit ini, hubungan kita mungkin tidak akan pernah
pulih kembali. Tetapi, bila terpukul di atas pinggang, kita dapat menahan rasa sakit
yang ditimbulkannya.
Pada kebanyakan hubungan antarpribadi, kita tahu dimana garis batas yang harus
ditarik, khususnya dalam hubungan yang berlangsung lama. Kita tahu bahwa,
misalnya, mencela ketidakmampuan Patty mempunyai anak atau mencela Kris
karena ketidakmampuannya mendapatkan pekerjaan yang pasti merupakan pukulan
di bawah pinggang bagi mereka. Jagalah anda hanya menyerang daerah yang tidak
menyakiti pihak lawan dan tidak akan menyebabkan semakin parahnya permusuhan
dan kemarahan.
2) Bertengkar Secara Sportif. Rencanakanlah peran aktif dalam konflik antarpribadi
anda. Jangan tutup telinga (dan pikiran) Anda, menyetel radio keras-keras, atau
meninggalkan rumah selama pertengkaran. Ini tidaklah berarti bahwa periode
pendinginan tidak bermanfaat. Sebaliknyalah, jika konflik ingin diselesaikan, ia harus
dihadapi secara aktif oleh kedua pihak.
3) Bertanggungjawab atas Pikiran dan Perasaan Anda. Bila anda tidak sependapat
dengan
mitra
Anda
atau
menjumpai
perilakunya
yang
tidak
benar,
bertanggungjawablah atas perasaan ini dan katakanlah, misalnya, ”Saya tidak setuju
dengan....” atau “Saya tidak menyukai hal itu bila kamu ...”. Janganlah mengelakkan
tanggungjawab dengan mengatakan, misalnya “Setiap orang mengatakan bahwa
kamu salah mengenai ....” atau “Kris berpendapat bahwa kamu seharusnya tidak ...”.
Pertanggungjawabkanlah
pikiran
dan
perasaan
tanggungjawab ini secara eksplisit dengan “pesan saya”.
16
17
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Anda
dan
tegaskanlah
4) Langsung dan Spesifik. Pusatkanlah konflik Anda pada saat kini dan di sini dan
jangan melantur ke masalah-masalah yang terjadi dua bulan yang lalu (seperti pada
teknik karung goni). Begitu juga, pusatkanlah konflik Anda pada orang yang menjadi
lawan Anda bertengkar, jangan bawa-bawa ibunya, atasannya, anaknya, atau
kawan-kawannya.
Pusatkanlah konflik Anda pada perilaku yang terlihat pada apa yang dilakukan orang
itu yang Anda tidak setujui. Jangan sok membaca pikiran. Jangan menuduhkan motif
apapun tanpa terlebih dahulu menguraikan memahami perilakunya. Jadi, jika mitra
Anda melupakan hari ulangtahun Anda dan ini mengecewakan Anda, bicarakanlah
soal perilaku melupakan hari ulangtahun ini (perilaku aktual). Jangan menduga-duga
motif. “Nah, jelas sekali bahwa kamu tidak mempedulikanku. Kamu Cuma
memikirkan dirimu sendiri! Kalau kamu betul-betul peduli padaku, kamu pasti tidak
pernah melupakan hari ulangtahunku!”.
5) Gunakan Humor untuk Meredakan Ketegangan. Jangan untuk mengejek. Dalam
hampir setiap situasi konflik, humor akan dimanfaatkan. Sayangnya, paling sering
humor dibunakan secara sarkastis untuk menyindir atau mempermalukan pihak lain.
Pemanfaatan humor seperti ini memperparah dan memperkuat konflik. Bila humor
digunakan, seharusnya ia dapat meredakan ketegangan. Hindarilah humor sebagai
strategi untuk memenangkan perang atau menjatuhkan pihak lain.
A. Perubahan
Setiap perubahan pasti akan menimbulkan sikap dan reaksi tertentu dari setiap
individu, yang akan mempengaruhi proses dari perubahan. Sikap dan reaksi seseorang
dapat terbagi ke dalam sikap efektif dan tidak efektif. Ciri-ciri dari kedua sikap tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:
1) Sikap efektif dalam menghadapi perubahan
a. Memberi bantuan/dikungan.
b. Meningkatkan kerjasama.
c. Menerangkan situasi, kondisi, dan proses perubahan.
d. Memunculkan masalah penolakan ke permukaan untuk dibahas.
e. Menanggapi penolakan secara serius.
f.
Melibatkan semua individu dalam perubahan.
g. Melakukan negosiasi.
2) Sikap tidak efektif dalam menghadapi perubahan
16
18
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Mempertahankan diri.
b. Memberikan nasihat yang tidak perlu.
c. Membujuk dan mempengaruhi orang lain supaya menolak.
d. Tidak menyetujui dan menolak perubahan secara terbuka.
Demikianlah beberapa kutipan penting dalam keseluruhan modul perkuliahan Human
Relations. Semoga dapat membantu kita semua untuk terus menerus belajar, terus menerus
memperbaiki diri. Sehingga tujuan Human Relations dapat dirasakan baik individu maupun
perusahaan/organisasi yang menerapkannya dalam beraktivitas.
16
19
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Davis, Keith dan John W. Newstrom. Perilaku dalam Organisasi: Jilid 1. Jakarta:
Erlangga, 2003.
DeVito, Joseph A, Komunikasi Antarmanusia, Professional Books, Jakarta 1997.
Effendy, Drs. Onong Uchjana. Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2000.
Effendy, Drs. Onong Uchjana. Human Relations & Public Relations. Bandung:
Mandar Maju, 1993.
Kossen, Stan. Aspek Manusiawi dalam Organisasi. Jakarta: Erlangga, 1993.
Pace, R.Wayne & Don F. Faules. Komunikasi Organisasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Badung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Sentot, Imam Wahjono. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.
Toha, MIftah. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2011.
16
20
Human Relations
Ervan Ismail, S.Sos., M.Si.
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download