peran serta individu dan kelompok dalam komunikasi organisasi

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
PERAN SERTA INDIVIDU
DAN KELOMPOK DALAM
KOMUNIKASI
ORGANISASI
Pokok Bahasan
1. Peran Serta Individu Dalam Organisasi
2. Peran Serta Kelompok Dalam Organisasi
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Public Relations
Tatap Muka
10
Kode MK
Disusun Oleh
42008
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Abstrak
Kompetensi
Modul ini menjelaskan tentang peran
serta individu mauun kelompok
dalam komunikasi organisasi
Mampu menjelaskan peran serta
individu dan kelompok dalam
komunikasi organisasi
Pembahasan
Kehidupan manusia tidak terlepas dari ruang lingkup komunikasi. Dalam konteks
manusia sebagai mahluk sosial, maka komunikasi tidak saja sebagai alat untuk melakukan
kontak hubungan dengan antar individu, namun komunikasi juga merupakan alat bagi
manusia untuk bertahan hidup.
Dalam bukunya ’Pengantar Komunikasi’, Sasa Djuarsa (1999) menyatakan bahwa
istilah komunikasi berasal dari bahasa latin, yaitu communicatus dan bersumber dari kata
communis yang berarti ’berbagi’ atau ’menjadi milik bersama’. Sama disini adalah ‘sama
makna’. Kegiatan komunikasi selain merupakan kegiatan penyampaian informasi, juga
mengandung unsur persuasi, yakni agar orang lain bersedia menerima suatu pemahaman
dan pengaruh, melakukan suatu perintah, bujukan, dan lainnya.
Kendati komunikasi merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupannya,
manusia tidak dapat menghindar dari timbulnya komunikasi yang tidak efektif. Salah satu
alasan mengapa timbul komunikasi yang tidak efektif adalah karena komunikasi kerap
dipandang sebagai proses yang sederhana. Padahal sebenarnya komunikasi adalah proses
yang cukup rumit. William Albright dalam Rd Soemanagara (2006) memberikan definisi
komunikasi sebagai: “ The process of transmitting meaningfull symbols between individuals”.
Definisi ini memberikan implikasi bahwa komunikasi merupakan sebuah proses sosial yang
terjadi antara paling sedikitnya dua orang, dimana seseorang mengirimkan sejumlah simbol
tertentu kepada orang lain. Komunikasi terjadi bila kedua pihak saling mengolah dengan
baik simbol-simbol yang disampaikan. Premis dasar komunikasi menjadi konsep stimulusrespon. Semakin banyak stimuli yang mirip atau hampir sama disampaikan, maka pesan
yang disampaikan harus lebih kuat, sehingga komunikan dapat mengabaikan stimuli yang
lebih lemah. Stimuli yang akan dipilih dan stimuli yang akan diabaikan tergantung dari
sejauhmana stimuli tersebut dapat memberikan rangsangan yang lebih kuat dari stimulistimuli yang lain.
Pengertian komunikasi yang sama juga disampaikan oleh Richard & Lynn (2003)
yaitu, “ Communication is a social process in which individuals employ symbols to establish
and interpret meaning in their environment”. Dalam pemahaman ini terdapat lima komponen
yaitu : social, process, symbols, meaning dan environment, dengan uraian sebagai berikut :
2016
2
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id

komunikasi adalah kebutuhan manusia sebagai mahluk sosial. Tidak ada manusia
yang dapat bertahan hidup tanpa komunikasi.

komunikasi adalah suatu proses, bahwa komunikasi merupakan serangkaian
tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan serta berkaitan satu sama lain
dalam kurun waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi tidak statis tetapi
dinamis dalam arti akan selalu mengalami perubahan dan berlangsung terus
menerus.

komunikasi bersifat simbolis, bahwa pada dasarnya komunikasi merupakan tindakan
yang dilakukan dengan menggunakan lambang verbal (kata-kata, kalimat, angka dll)
maupun nonverbal (gesture, warna, sikap duduk atau berdiri dll).

komunikasi adalah suatu kegiatan dengan tujuan atau keinginan tertentu.

komunikasi pada dasarnya menuntut dua tindakan : memberi dan menerima. Dua
tindakan ini perlu dilakukan secara seimbang oleh para pelaku yang terlibat dalam
komunikasi. Bahwa keberhasilan komunikasi tidak hanya ditentukan oleh salah satu
pihak, tetapi oleh kedua belah pihak yang terlibat komunikasi. Komunikasi akan
berhasil apabila kedua belah pihak yang terlibat mempunyai kesepakatan tentang
hal-hal yang dikomunikasikan.
KOMUNIKASI ORGANISASI DYADIC
Kesuksesan pertemuan dalam hubungan yang bersifat dyadic dalam suatu
organisasi terjadi ketika masing-masing
memperlihatkan adanya
saling kejujuran,
kepercayaan dan cinta. Sisanya adalah dengan keterbukaan dan bersifat permisif satu sama
lain, Sehingga dapat menumbuhkan dan mengembangkan suatu kemanfaatan bagi para
individu dan organisasi.
Carl Rogers menyatakan bahwa hubungan interpersonal yang efektif terjadi ketika
keduanya telah memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut:

Adanya pertemuan secara personal dalam basis satu orang dengan satu orang.

Adanya saling memahami dan saling berempati.

Adanya saling menghormati secara hangat dan positif.

Saling menghormati tanpa evaluasi dan dan reservasi.

Adanya perasaan keikhlasan, menerima dan berempati .

Selalu memelihara keterbukaan dan iklim supportif yang mengurangi tendensi yang
mengubah makna.
2016
3
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
IKLIM DEFENSIF &SUPPORTIF
Menurut Jack Gibb ada beberapa karakter defensive climate, yaitu:

Strategy
Strategi adalah penggunaan tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain.

Netralitas
Sikap impersonal memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, melainkan
sebagai objek.

Superioritas
Sikap menunjukkan anda lebih tinggi atau lebih baik daripada orang lain karena
status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan. Superioritas
akan melahirkan sikap defensif dan mengkomunikasikan perilaku superior dalam
posisi, kekayaan, kemampuan intelektual dan karakteristik fisik.

Kepastian atau certainty
Orang yang memiliki kepastian bersifat dogmatis, ingin menang sendiri dan melihat
perbedaan sebagai kebenaran mutlak yang tidak dpaat diganggu gugat.
Sementara itu, karateristik dari Iklim Suportive adalah sebagai berikut:

Deskripsi: penyampaian perasaan dan persepsi anda tanpa menilai.

Orientasi (masalah dengan perilaku kontrol):
berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilaku untuk mengubah
sikap, pendapat dan tindakan yang berorientasi pada masalah.

Spontanitas: sikap jujur dan dianggap tidak memiliki motif yang terpendam.

Empati: berupaya memahami orang lain.

Persamaan: sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis.
Dalam sikap persamaan tidak mempertegas perbedaan.

Profesionalisme: kesediaan untuk meninjau kembali pendapat pribadi, serta
mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan.
2016
4
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
KOMUNIKASI ORGANISASI KELOMPOK KECIL
Kelompok kecil adalah kumpulan perorangan yang relatif kecil (5 hingga 12 orang),
dimana masing-masing orang terhubung oleh beberapa tujuan yang sama dan memiliki
tingkatan organisasi tertentu diantara mereka. Adapun karakteristik yang dimiliki oleh
kelompok kecil dalam organisasi adalah:

Setiap anggota dalam kelompok harus bisa berfungsi sebagai sumber maupun
penerima secara bergantian .

Para anggota terhubung satu sama lain dengan tujuan yang sama sehingga perilaku
anggota menjadi nyata bagi anggota lainnya.

Para anggota kelompok terhubung oleh beberapa aturan dan struktur yang
terorganisasi berdasarkan kesepakatan bersama.
TIPE-TIPE KELOMPOK
Brooks mengidentifikasi 5 tipe kelompok dalam suatu organisasi yaitu:

Kelompok primer: biasanya terdiri dari individu dalam keluarga dan teman dekat.

Kelompok kasual: kelompok terbentuk untuk pertukaran ide-ide yang bermanfaat dan
mengembangkan hubungan sosial yang sifatnya informal.

Kelompok pendidikan: kelompok terbentuk terkait proses pembelajaran.

Kelompok terapeutik: biasanya terdiri dari para pekerja sosial, psikolog, psikater dan
konselor yang bertujuan adanya perubahan perilaku diantara klien mereka.

Kelompok pemecahan masalah: kelompok yang disusun untuk tugas yang spesifik.
FORMAT KELOMPOK KECIL
Panel atau meja bundar
Dalam format ini anggota kelompok mengatur diri sendiri dalam pola melingkar atau
semi melingkar. Mereka berbagi informasi atau memecahkan permasalahan tanpa
pengaturan siapa dan kapan mereka bicara. Anggota akan memberikan kontribusi jika
mereka sendiri merasa layak untuk itu.
2016
5
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seminar
Dalam format ini anggota kelompok adalah para pakar yang berpartisipasi dalam
format panel atau meja bundar. Perbedaannya adalah dalam seminar terdapat peserta yang
anggotanya diminta untuk berkontribusi. Mereka bisa diminta untuk mengajukan pertanyaan
atau memberikan beberapa umpan balik.
Symposium
Dalam format ini setiap anggota menyajikan presentasi yang telah disiapkan seperti
pidato di depan umum. Semua pembicara menilik dari aspek yang berbeda mengenai satu
topik. Dalam simposium, moderator akan memperkenalkan para pembicara mengatur alur
dari satu pembicara ke pembicara lain dan menyampaikan ringkasan secara berkala.
Symposium - forum
Format ini terdiri dari bagian-bagian, yaitu simposium dengan pembicara yang sudah
disiapkan dan forum yang mempersilahkan para hadirin untuk mengajukan pertanyaan dan
dijawab oleh pembicara. Pimpinan dalam forum akan memperkenalkan para pembicara dan
menjadi moderator dalam acara tanya jawab.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS DARI KELOMPOK KECIL
Fungsi peran
Peran dimainkan oleh anggota kelompok dapat membantu menyelesaikan tugas
kelompok dan memelihara suasana emosional dengan baik. Ada dua peran, yaitu:

Group task roles atau peran tugas kelompok
Yaitu memecahkan masalah atau melahirkan gagasan-gagasan baru. Peran tugas
berhubungan dengan upaya memudahkan dan mengkoordinasikan kegiatan yang
menunjang tercapainya tujuan kelompok.

Group building or maintenance roles
Yaitu memelihara hubungan emosional diantara kelompok.
2016
6
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Conformity
Perubahan perilaku atau kepercayaan berdasarkan norma kelompok sebagai
konsekuensi kesepakatan bersama. Sebagai gambaran adalah orang dalam kelompok akan
melakukan sesuatu hal berdasarkan norma kelompok, dimana perilaku ataupun perkataan
tersebut akan ditiru oleh para anggota lainnya. Dalam hal in kepemimpinan adalah faktor
yang paling menentukan keefektifan kelompok.
KOMUNIKASI ORGANISASI PUBLIK

Melibatkan pertukaran pesan dari organisasi ke audience atau publik, terdiri dari
internal ataupun eksetrnal.

Medium dari komunikasi dapat face to face atau melalui saluran bermedia. Suatu
organisasi perlu berkoordinasi dengan publik dan berusaha mengkomunikasikan
pesan secara sinergi dengan publik internal maupun eksternal.

Menurut Zelko dan Dance komunikasi internal digunakan untuk memperbaiki
efisiensi dalam operasional didalam organisasi, termasuk aspek dari fungsi
manajemen dan sumber daya manusia. Yaitu orientasi, keamanan, kompensasi dan
benefit, pelatihan dan pengembangan dan perbaikan moral pekerja dan kepuasan
kerja.

Komunikasi publik eksternal termasuk Korporat / komunikasi citra/image organisasi,
isu dan opini publik, dan komunikasi komersial yang mempromosikan produk atau
jasa
BEBERAPA KEMUNGKINAN YANG MEMPENGARUHI KOMUNIKASI PUBLIK

Faktor ekonomi, yaitu sejumlah stabilitas dalam kompetisi pasar dan berpengaruh
pada sumber modal yang tersedia bagi organisasi.

Faktor teknologi, yaitu tingkatan inovasi dalam penelitian dan pengembangan ilmu
dan teknologi yang mempengaruhi organisasi.

Faktor legal sosiopolitik budaya, yaitu berkaitan dengan atuan, petunjuk atau
undang-undang yang berlaku secara lokal, tingkat negara dan lain-lain.

Faktor lingkungan dan kesehatan, yaitu tingkat pengaruh dari iklim, geografi,
populasi, energi yang tersedia bagi organisasi
2016
7
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
PERBEDAAN KOMUNIKASI ORGANISASI PUBLIK DENGAN KOMUNIKASI DYAD DAN
KELOMPOK KECIL

Komunikasi adalah lebih berorientasi pada sumber (pembicara)
Kalau dalam komunikasi organisasi dyad dan kelompok kecil hubungan bersifat
resiprokal antara sumber dengan penerima sedangkan dalam komunikasi organisasi
publik lebih menekankan pada pembicara dimana pembicara/speaker lebih
mendominasi.

Mencakup sekelompok besar penerima yang dilibatkan
Dalam hubungan dyad dan kelompok kecil tidak mencakup publik yang luas karena
hanya terdiri tidak lebih dari dua belas anggota. Komunikasi dilakukan dengan tatap
muka, manakala menjadi sulit dan tidak mungkin untuk berkomunikasi secara tatap
muka dengan anggota maka perlu dipertimbangkan dengan komunikasi publik
sehingga pembicara dapat mengakomodasi kelompok yang luas.

Interaksi antara pembicara dan pendengar
Menurut Brook tidak mungkin memahami masing-masing individu secara spesial
seperti dalam kelompok kecil.

Bahasa adalah lebih umum
Dalam komunikasi organisasi publik, pembicara harus menggunakan bahasa yang
umum karena besarnya audience.
MENGAPA ORGANISASI MENGGUNAKAN KOMUNIKASI ORGANISASI PUBLIK

Untuk menciptakan, memperkuat dan mendefinisikan kembali citra organisasi dimata
publik maupun kastemer.
2016

Mempengaruhi legislatif dan isu-isu lain yang penting bagi organisasi.

Mempromosikan produk-produk atau jasa-jasa yang diproduksinya.

Berkomunikasi dengan pihak publik internal dan eksternal.
8
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMUNIKASI DYAD.
Uncertainty Reduction Theory
Tokoh teori Uncertainty Reduction adalah Charles Berger. Ada dua hal penting
dalam teori ini, yaitu :self awareness dan knowledge for others (kesadaran diri dan
mengenal orang lain). Menurut Burger, self awareness tiap orang berbeda dan tergantung
dari situasinya, yaitu:

Objective self-awareness, bila seseorang memusatkan perhatian pada dirinya sendiri
dan bukan pada obyek lain disekitarnya, contoh: narsisme.

Subjective self-awareness, bila seseorang mengesampingkan identitas dirinya, dan
menjadikan dirinya bukan sebagai sentral, serta menyatu dengan lingkungan yang
ada.
Ketika seseorang sadar bahwa dirinya menjadi obyek, keadaan ini disebut self-
conciousness dan karena situasi tersebut - individu cenderung self-monitor
atau watch
yourself (tahu diri). Dalam situasi seperti ini, individu akan melakukan high self-monitor,
yaitu kehati-hatian terkait dengan impresi yang akan diberikan kepada orang lain. Biasanya
individu cenderung menjadi sensitif terhadap umpan balik, dan mencoba mengadaptasikan
perilakunya sesuai dengan lingkungan dimana ia berada. Dengan kata lain, individu
cenderung menjadi aktor.
Sementara, low self-monitor adalah keadaan dimana seseorang cenderung kurang
sensitif terhadap dirinya dan orang lain, dan tidak peduli apakah dirinya akan memberikan
impresi pada orang lain atau tidak. Individu pada kondisi ini cenderung tampil apa adanya.
Hal pokok dari teori mengurangi ketidakpastian, dan menjadi dimensi utama dalam
membangun hubungan adalah bahwa ketika seseorang bertemu dengan orang yang asing,
maka untuk mengurangi ketidakpastian tentang orang tersebut, orang yang bersangkutan
akan mengumpulkan informasi sebanyak mungkin terkait orang yang asing itu. Pada situasi
ketidakpastian yang sangat tinggi, individu menjadi semakin sadar atau mindful pada apa
yang akan dilakukannya. Tingkat ketidakpastian yang tinggi membuat jarak pada hubungan
(relasi), dan mengurangi ketidakpastian cenderung membuang jarak dan menyatukan orang.
Ada beberapa cara untuk mengurangi ketidakpastian:

Passive
Strategies:
dalam
mencari
informasi,
masing-masing
pihak
saling
mengamati (mengobservasi). Ada dua cara dalam proses ini, yaitu:
 Reactivity Searching: individu bereaksi terhadap situasi. Contoh: untuk mengenal
seseorang, terlebih dahulu akan diamati perilaku orang tersebut untuk beberapa
2016
9
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
saat. Seperti mengamati bagaimana reaksi orang tersebut ketika berkomunikasi
dengan orang lain.
 Disinhibition Searching: seseorang diamati ketika dalam situasi yang informal, dan
berperilaku natural. Contoh: mengamati perilaku teman sekelas
di luar kelas,
misalnya ketika di kantin.

Interactive Strategies: masing-masing berkomunikasi aktif untuk saling mendapat
informasi. Misalnya: saling menginterogasi dan saling membuka diri (self disclosure).
Adapun tiga tahapan dari perkembangan relasional menurut teori ini, adalah :

Tahap entry - tahap dimana para pelaku komunikasi melakukan pendekatan awal
dengan menanyakan hal-hal yang umum, seperti demografi, cuaca dan lainnya.
Pada tahapan ini interaksi ditentukan oleh norma-norma sosial yang ada dalam
masyarakat.

Tahap personal – pada tahapan ini individu melakukan pembicaraan yang lebih
mendalam, seperti penilaian mengenai sikap, kepercayaan, politik dan lainnya.
Interaksi pada tahapan ini tidak se-kaku seperti pada tahap entry.

Tahap exit – pada tahapan ini pembicaraan berkisar pada masalah - masalah yang
bersifat pribadi. Tahapan ini disebut exit, karena setelah mencapai pembicaraan
yang bersifat pribadi, seperti masalah anak, penghasilan, masalah suami/istri,
seseorang akan memutuskan untuk melanjutkan atau tidak sebuah hubungan. Jika
dirasakan hubungan bermanfaat, ada kemungkinan kedua orang bersepakat untuk
merencanakan interaksi di masa mendatang. Menurut Berger, jika seseorang telah
mencapai tahap ini maka orang tersebut dianggap telah berhasil dalam menjalin
hubungan dengan orang lain. Tahapan ini merupakan puncak dari sebuah
hubungan.
ANXIETY-UNCERTAINTY MANAGEMENT
William Gudykunst, dan koleganya mengembangkan pemikiran Berger, terutama
terkait dengan ketidakpastian (uncertainty) dan kecemasan (anxiety) dalam konteks
antarbudaya.
Mereka
menemukan
bahwa
semua
budaya
berusaha
mengurangi
ketidakpastian dalam tahap awal suatu hubungan dengan gaya yang berbeda-beda.
Perbedaan itu terlihat pada seseorang dari budaya konteks tinggi (high-context
culture/HCC) atau budaya konteks rendah (low-context culture/LCC). HCC menekankan
pada keseluruhan situasi untuk menginterpretasi peristiwa, sementara LCC mendasarkan
pada isi pesan verbal yang eksplisit.
2016
10
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Ketika seseorang melihat orang dari kelompok budaya lain, mungkin akan timbul
rasa cemas dan ketidakpastian meningkat. Pengalaman dan persahabatan dengan orang
yang memiliki budaya yang berbeda akan membantu meningkatkan rasa percaya diri
seseorang ketika bertemu dengan orang asing dari kelompok lain. Selain itu, pemahaman
mengenai
bahasa
akan
meningkatkan
tolerasi
seseorang
terhadap
ambiguitas
(ketidakjelasan). Ketika seseorang lebih percaya diri dan kecemasan berkurang dalam
menemui seseorang dari kelompok lain, maka akan lebih mudah memperoleh informasi dan
mengurangi ketidakpastian.
Ketidakpastian dan kecemasan dalam konteks antarbudaya ini menyebabkan
komunikasi tidak efektif dan kurang adaptif. Semakin tidak tahu dan kecemasan meningkat,
maka komunikasi makin tidak efektif dalam konteks antarbudaya. Hal ini membuat upaya
pengurangan atau manajemen ketidakpastian dan kecemasan menjadi penting.
Setiap individu memiliki ambang-batas (tresholds) ketidakpastian dan kecemasan
yang berbeda. Jika tingkat ketidakpastian melampaui ambang-batas atas, individu akan
kehilangan kepercayaan diri dan kecemasan menjadi tinggi, sehingga mungkin menghindar
untuk berkomunikasi. Namun bila ketidakpastian di bawah ambang-batas, seseorang juga
tidak termotivasi atau cukup alasan untuk berkomunikasi karena sudah memiliki
pengetahuan memadai. Dalam konteks komunikasi antarkelompok, idealnya ketidakpastian
dan kecemasan berada di antara ambang-batas atas dan bawah sehingga memacu motivasi
dan penerapan strategi untuk mengurangi ketidakpastian. Secara umum ada tiga tahap
proses komunikasi dalam teori ini, yaitu:
(a) Tahap awal - tahapan ini sama dengan tahapan awal pada teori Berger. Yaitu
tahap untuk menjajaki hubungan dengan mencari informasi di antara dua orang yang
berkomunikasi. Namun pada teori William, kerangka budaya dari masing-masing pelaku
komunikasi turut mempengaruhi. Misalnya : orang Inggris yang belum pernah ke Jakarta,
mempunyai bayangan bahwa di Jakarta masih banyak macan berkeliaran. Sehingga
manakala orang Inggris tersebut bertemu dengan orang Indonesia, terbesit pemikiran bahwa
orang Indonesia adalah suku primitif.
(b) Tahap pengembangan hubungan. Pada tahap ini, masing-masing partisipan
berusaha menurunkan ketidakpastian dengan gaya yang berbeda-beda. Perbedaan dapat
terlihat pada seseorang dari budaya konteks tinggi (high-context culture/HCC) atau budaya
konteks rendah (low-context culture/LCC). Misalnya: orang Inggris (LCC) mengajukan
pertanyaan langsung terkait dengan pengalaman, sikap, dan kepercayaan. Sementara
orang Jepang (HCC) mencari informasi nonverbal mengenai latarbelakang seseorang.
2016
11
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
(c) Tahap mindfullness. Pada tahap ini, terjadi saling pengertian. Tidak ada lagi
stereotipe. Misalnya, pada tahap ini antara orang Inggris dan Indonesia telah tercipta
pengertian, rasa saling menghargai. Sehingga kecurigan bahwa orang Indonesia masih
primitif- pun sirna.
TEORI YANG BERHUBUNGAN DENGAN KOMUNIKASI KELOMPOK.
TEORI FUNGSIONAL
Teori-teori fungsional dari komunikasi kelompok memandang komunikasi sebagai
sebuah alat melalui mana kelompok membuat keputusan, dan menekankan pada hubungan
antara kualitas komunikasi dan kualitas hasil kelompok. Komunikasi melakukan beberapa
hal atau fungsi-fungsi (functions) dengan beberapa cara untuk menentukan hasil kelompok.
Ini yang disebut sebagai cara berbagi informasi, yaitu cara anggota kelompok
mengeksplorasi, mengidentifikasi kesalahan serta sebuah alat untuk persuasi.
Fungsionalisme dalam teori komunikasi kelompok sangat dipengaruhi oleh pragmatis
dari pengajaran diskusi kelompok kecil, didasari karya filsuf John Dewey yang dipublikasikan
dari How We Think di tahun 1910. Hingga abad ke 20 pemikiran pragmatis ini masih tetap
berpengaruh. Versi Dewey pada proses pemecahan masalah memiliki 6 tahap, yaitu (1)
mengungkapkan sebuah kesulitan, (2) mendefiniskan masalah, (3) analisa masalah, (4)
mengusulkan solusi, (5) membandingkan alternatif dan mengujinya pada serangkaian tujuan
atau kriteria dan (6) implementasi solusi terbaik.
Teori Fungsional Umum
Randy Hirokawa dan kawan-kawan, adalah para pemuka pada tradisi fungsi ini.
Karya mereka melihat berbagai kesalahan yang dibuat oleh kelompok dan bertujuan untuk
mengidentifikasi hal-hal yang harus dipertimbangkan untuk menjadi lebih efektif.
Teori versi Hirokawa pada proses pengambilan keputusan ini terlihat serupa dengan
urutan penyelesaian masalah milik Dewey. Pada umumnya, kelompok mulai dengan
mengidentifikasi dan memperhitungkan masalah serta akan timbul beberapa pertanyaan :
Apa yang terjadi? Mengapa? Siapa yang terlibat? Apa kerugian yang timbul? Siapa yang
terluka? Selanjutnya kelompok berkumpul dan
mengevaluasi informasi. Kemudian
kelompok membangun berbagai proposal alternatif untuk menangani masalah dan
mendiskusikan tujuan yang ingin dicapai. Alternatif dan tujuan ini kemudian dievaluasi untuk
mencapai konsensus.
2016
12
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Faktor-faktor yang berpengaruh pada diambilnya keputusan yang salah dapat
disimpulkan dengan mudah dari proses pengambilan keputusan tersebut, yaitu: (1)
perhitungan yang tidak tepat terkait masalah, yang berasal dari analisis situasi yang tidak
akurat atau tidak memadai, (2) tujuan organisasi yang kurang tepat, (3) perhitungan yang
kurang tepat pada hasil positif dan negatif, (4) kemungkinan kelompok mengembangkan
basis informasi yang tidak memadai, (5) kelompok mungkin salah – akibat pemikiran yang
keliru dari basis informasi yang minim.
Mengapa kelompok dapat masuk perangkap seperti ini ? Hirokawa berpendapat
bahwa kesalahan-kesalahan tersebut dikarenakan pengaruh anggota tertentu yang tanpa
sengaja telah salah mengarahkan kelompok.
TEORI BERPIKIR KELOMPOK DARI JANIS
Hipotesis berpikir kelompok dari Irving Janis menekankan pada pemikiran kritis yang
menunjukkan bagaimana kondisi tertentu dapat mengarah kepada kepuasan kelompok yang
tinggi dengan hasil yang tidak efektif. Berpikir kelompok merupakan hasil langsung dari
kekompakan di dalam kelompok. Kekompakan (cohesiveness) adalah suatu akibat dari
sejauhmana semua anggota memandang bahwa tujuan para anggota dapat dicapai di
dalam kelompok. Keadaan ini tidak menuntut para anggota untuk memiliki sikap yang sama
tetapi para anggota tersebut saling bergantung dan mengandalkan satu sama lain untuk
mencapai tujuan tertentu yang diinginkan bersama. Semakin kompak suatu kelompok,
semakin besar tekanan atas anggota-anggotanya.
Menurut Janis, kekompakan selain mengandung nilai positif juga membahayakan.
Kelompok yang sangat kompak mungkin menginvestasikan terlalu banyak energi untuk
memelihara niat baik di dalam kelompok, sehingga mengorbankan pengambilan keputusan.
Ada enam hasil negatif yang timbul dari cara berpikir kelompok, yaitu:
1. Kelompok membatasi diskusinya hanya pada sedikit alternatif, dan tidak banyak
melakukan penelusuran terhadap pemikiran yang lain.
2. Kelompok tidak begitu kritis dalam meneliti penyimpangan-penyimpangan dari solusi
yang dipilih.
3. Pendapat-pendapat yang minoritas dengan cepat diabaikan, tidak hanya oleh
mayoritas tetapi juga oleh mereka yang awalnya mendukung.
4. Pendapat ahli tidak dicari. Kelompok puas dengan keputusannya sendiri, dan
mungkin merasa terancam oleh pendapat pihak luar.
5. Kelompok sangat selektif dalam mengumpulkan dan memperhatikan informasi yang
tersedia.
2016
13
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
6. Kelompok merasa sangat yakin akan alternatif pilihannya, sehingga kelompok tidak
mempertimbangkan rencana kemungkinan lain.
Lebih lanjut, Janis menegaskan bahwa berpikir kelompok ditandai beberapa gejala,
yaitu: (1) ilusi ketidakrentanan, yang menimbulkan suasana optimis yang berlebihan, (2)
terbentuknya upaya bersama untuk merasionalkan tindakan yang sudah diputuskan, (3)
mempertahankan sebuah keyakinan yang tidak perlu dipertanyakan dalam moralitas yang
tertanam, dengan menganggap diri termotivasi kuat untuk bekerja mencapai hasil terbaik.
Hal ini mengarahkan kelompok pada konsekuensi moral dan etis yang lemah. (4) Para
pemimpin out-group distereotipekan sebagai jahat, atau tolol, (5) tekanan langsung pada
anggota untuk tidak mengekspresikan pertentangan pendapat, (6) penyensoran diri dari
ketidaksepakatan, (7) adanya ilusi kesepakatan bersama didalam kelompok, dan terakhir
berpikir kelompok melibatkan munculnya pengawal pikiran yang ditunjuk untuk melindungi
kelompok, dan pemimpin dari opini buruk dan informasi yang tidak dikehendaki.
2016
14
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
Arni Muhammad. Arni. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Pace, Wayne., Faules, Don.F. 2005. Komunikasi Organisasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Robbins, Stephen. 2002. Perilaku Organisasi. Jilid 2. Jakarta: PT Prenhallindo
2016
15
Komunikasi Organisasi
Dr. Inge Hutagalung, M.Si
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download