BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya 1. Penelitian

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
1.
Penelitian Arnova Dinata (alumni Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT)
Ahlussunnah Bukit Tinggi) pernah melakukan penelitian pada tahun 2004
dengan judul “Pelaksanaan Pengajaran Kitab Kuning Pada Madrasah
Miftahul Ulumi Syar’iyah V Suku Candung”. Fokus penelitiannya adalah
tentang metodologi guru mata pelajaran kitab kuning yang tidak berlatar
belakang pendidikan keguruan.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa guru yang mengajar kitab kuning
mayoritas para buya yang tidak mempunyai kesempatan untuk meneruskan
jenjang pendidikannya ke perguruan tinggi. Jadi, guru yang mengajar kitab
kuning kurang menguasai metodologi pengajaran ini terbukti dengan para
siswa dan siswi kurang menguasai kitab kuning dan juga kurang tepatnya
metode yang digunakan dalam penyampaian materi. 1
2.
Penelitian Dwi Faruqi (alumni UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tahun
2010) yang berjudul “Pengembangan Pembelajaran Kitab Kuning di
Pesantren
al-Mimbar
Jombang”.
Dia
melakukan
penelitian
pada
penggemblengan diri atau pembelajaran yang terjadi di pesantren, tidak dapat
lepas dari unsur-unsur yang berhubungan dengan metode pembelajaran, sebab
1
www.harnova.files.wordpress.com/2008/02 (online tanggal 9 November 2012)
penggunaan metode pembelajaran yang kurang tepat dapat menyebabkan
terhambatnya proses pembelajaran yang dilangsungkan. Sebagaimana
lazimnya pesantren, pola metode pembelajaran yang digunakan, bisanya
masih berpusat pada guru (teacher center), padahal pada saat ini pola
pembelajaran tersebut sudah mulai diubah menjadi berpusat kepada siswa
(student center).
Hasil penelitianya ditemukan bahwa di pesantren Mimbar dilakukan
pengembangan pembelajaran kitab kuning dari beberapa aspek, yaitu metode
pembelajaran dan pengembangan rencana pembelajarannya.2
Penelitian mengenai kitab kuning juga telah dilakukan oleh Syaifullah
3.
(alumni Institut Islam Negeri (IAIN) Antasari Banjarmasin tahun 2012)
yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran Kitab Kuning di Pondok
Pesantren Nurul Hidayah Lok Baintan Sungai Tabuk Kalimantan Selatan”.
Fokus penelitiannya hampir sama dengan Dwi Faruqi yakni lebih kepada
pengembangan rencana pembelajaran dan metode pembelajaran.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa di Pondok Pesantren Nurul
Hidayah Lok Baintan Sungai Tabuk melakukan metode pembelajaran kitab
kuning dari beberapa aspek, yaitu pengembangan rencana pembelajaran
dan metode pembelajaran. Dalam melakukan pengembangan pembelajaran
kitab kuning tersebut, pesantren Nurul Hidayah menghadapi kendala-
2
httplib.uin-malang.ac.idthesisfullchapter05120107-dwi-faruqi.ps (online 13 Februari 2013 )
kendala sebagai berikut: waktu, sarana dan prasarana, niat santri dan
tingkat pemahaman santri. 3
Penelitian di atas memang sama meneliti terkait dengan hal kitab kuning.
Namun, penelitian di atas lebih kepada metode pembelajaran dan rencana
pembelajaran kitab kuning serta pengaruh latar belakang pendidikan gurunya.
Sementara yang peneliti teliti adalah proses pelaksanaan pembelajaran kitab
kuning yang meliputi komponen-komponennya di antaranya tujuan, guru, siswa,
materi pembelajaran, metode, media, dan evaluasi dalam pelaksanaan
pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya.
B. Deskripsi Teoritik
1. Pengertian Pembelajaran
Istilah pembelajaran merupakan bagian yang tak bisa dipisahkan dari dunia
pendidikan dan menjadi pokok utama yang menentukan pembentukan karakter dan
kepribadian seseorang (siswa). Pembelajaran yang dilangsungkan harus memiliki
landasan atau asas-asas yang menjadi acuan dan arahan dalam berlangsungnya
pembelajaran itu sendiri.
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan
maupun teori belajar
3
2013)
merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan.
http://syaifullahb.blogspot.com/2012/07/v-behaviorurldefaultvmlo.html (online 13 Februari
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak
guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
Kata pembelajaran adalah terjemahan dari “Instruction” 4. Di dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa pembelajaran merupakan proses, cara,
menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. 5
Konsep pembelajaran menurut Corey dalam Syaiful Sagala:
Adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola
untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,
pembelajaran merupakan subset khusus dari pendidikan.
Mengajar menurut William H. Burton:
Adalah upaya memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan
kepada siswa agar terjadi proses belajar.
Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono, pembelajaran adalah kegiatan
guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. 6
Dijelaskan pula dalam UUSPN No.20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidikan dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh
guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat
meningkatkan
4
Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Jakarta:
Kencana Pranada Media Group, 2005, h. 78.
5
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2000, h.14.
6
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfabeta, 2003, h.61.
kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi
pengetahuan baru sebagai meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi
pelajaran. Hingga nanti sampai pada tahap pengembangan. 7
Berdasarkan beberapa pengertian pembelajaran tersebut di atas dapat
dipahami bahwa yang dimaksud pembelajaran adalah setiap proses kegiatan belajar
mengajar yang dikelola oleh pendidik secara terprogram untuk membuat peserta
didik aktif berinteraksi dengan pendidikan dan mengembangkan kreatifitas berfikir
yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta dapat meningkatkan
kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai meningkatkan penguasaan
yang baik terhadap materi pelajaran.
2. Pengertian Kitab Kuning
Dalam Kamus Bahasa Indonesia “ Kitab “ berarti buku suci yakni buku yang
berisi segala sesuatu yang bertalian dengan agama. 8 Adapun menurut Djunaidatul
Munawaroh dalam Abuddin Nata, kitab merupakan istilah khusus yang digunakan
untuk menyebut karya tulis di bidang keagamaan yang ditulis dengan huruf Arab.
Sebutan ini membedakannya dengan karya tulis pada umumnya yang ditulis dengan
huruf selain Arab, yang disebut buku. Adapun kitab yang dijadikan sumber belajar di
lembaga pendidikan Islam tradisional dan semacamnya, disebut Kitab Kuning.
7
8
Ibid., h. 62.
Tri Rama K., Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung , 2006, h. 267.
Sedangkan sebutan “kuning” dalam konteks ini merupakan kertas yang digunakan
berwarna kuning, mungkin karena lapuk ditelan masa. Oleh karena itu, kitab kuning
juga disebut kitab kuno.9
Adapun sebagaimana yang dijelaskan Masdar F. Mas’udi yang dikutip oleh
Affandi Mochtar
bahwa sementara pengertian yang umum beredar di kalangan
pemerhati masalah kepesantrenan adalah bahwa ”Kitab Kuning merupakan kitab –
kitab keagamaan berbahasa Arab, atau berhuruf Arab, sebagai produk pemikiran
ulama-ulama masa lampau (al-salaf) yang ditulis dengan format khas pramodern,
sebelum abad ke-17-an M.”
Mereka memberikan definisi secara lebih rinci bahwa yang termasuk Kitab
Kuning adalah kitab-kitab yang [a] ditulis oleh ulama-ulama ’asing’, tapi secara turun
temurun menjadi reference yang diperpedomani oleh para ulama Indonesia, [b]
ditulis oleh ulama Indonesia sebagai karya tulis yang ’independen’, dan [c] ditulis
oleh ulama Indonesia sebagai komentar atau terjemahan atas karya ulama ’asing’.10
Istilah kitab kuning sudah menjadi karakteristik fisik yang merupakan identitas
sehingga dilestarikan dalam tradisi percetakan. Kitab kuning dicetak dengan
kertas kuning berukuran khusus yang sedikit lebih kecil dari ukuran kertas
kwarto, sedangkan penataan jilidnya digunakan sistem korasan11, berupa
lembaran-lembaran yang dapat dipisah-pisah sehingga mudah untuk
membacanya, tidak perlu mengangkat seluruh lembaran kitab. Lay outnya,
hampir seluruh kitab kuning yag berisi matan dan syarh untuk bagian matan
9
Abuddin Nata (Ed.), Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di
Indonesia, Jakarta: PT. Grasindo, 2001, h. 170.
10
H. Affandi Mochtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren, Bekasi: Pustaka
Isfahan, 2009, h. 32-33.
11
Berasal dari bahasa Arab Kurrosah.
diletakkan di luar bidang persegi empat, sedangkan bagian syarh diletakkan di
dalamnya. Kitab kuning yang teks bahasa Arabnya diberi terjemah bahasa
lokal, terjemahannya biasanya diletakkan menyondong, disebut jenggotan, di
bawah teks Arabnya yang dicetak tebal. Pola ini disebut terjemahan sela baris.
Adapun terjemahan Melayu kadang mengikuti pola yang berbeda, teks Arab
matan dipotong pendek-pendek kemudian diikuti terjemahannya secara harfiah
yang diletakkan di dalam tanda kurung. Akan tetapi yang sering terjadi,
terjemahan atau syarhnya dicetak secara terpisah tanpa menyertakan teks
Arabnya. 12
Menurut Azyumardi Azra:
“Kitab kuning mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas
“kekuning-kuningan”. 13
Adapun menurut seorang narasumber dalam sebuah Simposium Nasional Kitab
Kuning dan Lektur Islam I yang diselenggarakan oleh Ikatan Cendekiawan Muslim
se-Indonesia (ICMI) Pusat, di Cisarua, pada tanggal 27-29 Januari 1994 silam,
mencoba mendudukkan masalah tersebut. Katanya, istilah kitab kuning itu bukan
hanya di Indonesia, melainkan sudah menjadi istilah internasional. Terbukti, Prof.
Dr.’Abd al-Rahman Raf’at Basya dalam menulis biografi Sahabat Nabi saw yang
merupakan wanita perawat pertama di dunia ini yaitu Rufaidah binti al-Hariṡ alHilaliyah dalam majalah al-Muslimoon terbitan London, beliau menuturkan bahwa
untuk dapat menulis biografi itu beliau terpaksa membongkar al-kutub al-shafra al-
12
13
Abuddin Nata (Ed.).., h.171.
Azyumardi Azra, MA, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Millennium
Baru, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 2002, Cet ke-IV, h. 111.
qadimah (kitab-kitab kuning dahulu). Jadi, menurut narasumber tadi, istilah kitab
kuning itu sudah go international.14
Melihat dari warna kitab ini yang unik maka kitab ini lebih dikenal dengan
kitab kuning. Akan tetapi akhir–akhir ini ciri–ciri tersebut telah mengalami
perubahan. Sebagian besar kitab kuning sudah dijilid. Dengan demikian, penampilan
fisiknya tidak mudah lagi dibedakan dari kitab – kitab baru yang biasanya disebut
“al–kutub al–asriyyah“ (buku–buku modern). Perbedaannya terletak pada isi,
sistematika, metodologi, bahasa, dan pengarangnya. Meskipun begitu, julukan “kitab
kuning“ tetap melekat padanya.
Kitab kuning di pelajari terutama di pesantren memiliki bermacam-macam
ilmu keagamaan untuk mengembangkan ajaran agama dan mengembangkan
pendidikan agama bagi para santri, agar mereka mempunyai keyakinan yang kuat
dalam melaksanakan ibadah.
3. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Pondok berasal dari bahasa Arab yakni funduq, yang berarti hotel, asrama,
rumah dan tempat tinggal sederhana. Sedangkan di dalam Kamus Bahasa Indonesia,
pondok yaitu madrasah dan asrama (tempat mengaji, belajar agama Islam).15
14
15
Ali Musthafa Yaqub, Islam Masa Kini, ……h. 186.
Depdikbud, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1983, h. 1644.
Sedangkan pesantren yaitu bangunan yang di dalamnya berlangsung kegiatan belajar
ilmu agama.16
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan pondok
pesanten yaitu bangunan atau lembaga pendidikan Islam yang di dalamnya digunakan
untuk menyelenggarakan pendidikan ilmu agama.
b. Unsur-unsur Pondok Pesantren
Dalam lembaga pendidikan Islam yang disebut pesantren sekurang-kurangnya
ada unsur-unsur: kiai yang mengajar dan mendidik serta jadi panutan, santri yang
belajar kepada kiai, masjid sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan dan sholat
jamaah, dan asrama tempat tinggal santri. Sementara itu menurut Zamakhsyari
Dhofier ada lima elemen utama pesantren yaitu pondok, masjid, pengajian kitab-kitab
klasik, santri dan kiai. 17
4.
Pelaksanaan Pembelajaran Kitab Kuning
16
Ibid., h. 1601.
17
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982, h. 44.
Pelaksanaan ( actuating ) menurut Terry yang dikutip Sagala berarti
“merangsang anggota-anggota kelompok untuk melaksanakan tugas-tugas dengan
antusias dan kemampuan yang baik.18
Dalam sebuah kegiatan pembelajaran memiliki sejumlah komponenkomponen, begitupun halnya dengan pembelajaran kitab kuning yang meliputi halhal sebagai berikut.
a.
Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan,
Tujuan dalam pengajaran adalah suatu cita-cita yang bersifat normatif, dengan
perkataan lain dalam tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan kepada
anak didik. Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai cara anak didik bersikap dan
berbuat dalam lingkungan sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah. 19
Segala sesuatu tentunya harus memiliki tujuan, dan banyak cara yang ditempuh
untuk mencapai suatu tujuannya itu. Tentu tujuan tersebut sebagai titik akhir dari
proses untuk mencapainya. Sama dengan halnya tujuan pendidikan yang integralnya
adalah pembelajaran (belajar mengajar).
Dalam kaitan ini, menurut Ali Yafie dalam H.Affandi Mochtar menjelaskan
bahwa, Kitab Kuning sebagai salah satu unsur mutlak dari pengajaran/pendidikan
pesantren adalah sedemikian pentingnya dalam proses terbentuknya kecerdasan
18
19
Syaiful Sagala,.. h. 145.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2002, h. 48-49.
intelektual dan moralitas kesalehan (kualitas keberagamaan) pada diri peserta didik
(thalib/santri).20
b. Guru
Guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar,
yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial di
bidang pembangunan. Oleh karena itu guru yang merupakan salah satu unsur di
bidang kependidikan harus berperan secara aktif dan menempatkan kedudukannya
sebagai tenaga profesional. Guru tidak semata-mata sebagai “pengajar” yang transfer
of knowledge, tetapi juga sebagai “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus
“pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa (santri) dalam
belajar.21
Menurut Djamarah, dalam bukunya Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, mengemukakan bahwa guru adalah orang yang memberikan ilmu
pengetahuan kepada anak didik.22 Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga
pendidikan formal tetapi bisa juga di masjid, surau dan di rumah.
20
21
H.Affandi Mochtar, Kitab Kuning dan Tradisi Akademik Pesantren…, h. 55.
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996,
h. 123
22
Syaiful Bahri Djamarah….., h. 31.
Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka
profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini.
1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu
pengetahua yang mendalam.
2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan
profesinya.
3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai.
4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang
dilaksanakannya.
5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. 23
Di samping itu juga sebagai manusia yang fitrah dan tugasnya untuk menjadi
pemimpin (khalifah) di muka bumi ini memberikan dan mengajarkan kebaikan,
sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT, manusia diciptakan sebagai
khalifah di muka bumi diberi kesempurnaan akal dan dengan adanya akal tersebut
mereka memperoleh ilmu pengetahuan (knowledge), sehingga mempertinggi derajat
mereka di antara makhluk yang lain.
c.
Siswa (Santri)
Siswa atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati
posisi sentral dalam proses belajar-mengajar di dalam proses belajar-mengajar, siswa
sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin
mencapainya secara optimal. Siswa atau anak didik itu akan menjadi faktor penentu,
23
h.15
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,Cet.XII, 2001,
sehingga menuntut dan dapat mempengaruhi segala sesuatu yang diperlukan untuk
mencapai tujuan belajarnya. 24
Memang dalam berbagai statement dikatakan bahwa anak didik (santri) dalam
proses pelaksanaan belajar mengajar sebagai kelompok manusia yang belum dewasa
dalam artian jasmani maupun rohani. Oleh karena itu memerlukan pembinaan,
pembimbingan, dan pendidikan serta usaha orang lain yang dipandang sudah dewasa,
agar anak didik (santri) dapat mencapai tingkat kedewasaannya. 25
Ahmadi dan Uhbiyati menyatakan:
Anak didik adalah anak yang belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan,
bimbingan orang lain untuk menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan
tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai umat manusia, sebagai warga negara,
sebagai anggota masyarakat dan sebagai suatu pribadi atau individu. 26
Adapun istilah siswa atau anak didik yang lebih dikenal di lingkungan
pesantren dengan sebutan santri. Santri merupakan elemen penting dalam suatu
lembaga pesantren. Walaupun demikian, menurut tradisi pesantren, terdapat dua
kelompok santri:
1. Santri Mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah yang jauh dan
menetap dalam kelompok pesantren.
2. Santri Kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekeliling
pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti
pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik (nglajo) dari rumahnya
sendiri. 27
24
Sardiman,…..h. 109.
25
Ibid., h. 110.
26
Abu Ahmadi, Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h. 251.
27
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, ….. h. 51-52.
Berdasarkan uraian diatas dapatlah dipahami bahwa peserta didik (santri)
adalah orang yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk
menjadikannya dewasa serta mampu melaksanakan kegiatan-kegiatan dan menjadi
anggota masyarakat yang berguna bagi bangsa dan negara. Dengan demikian
motivasi-motivasi yang diberikan kepada siswa (santri) sangat diharapkan dalam
proses pelaksanaan pembelajaran.
d. Materi
Materi ( bahan pelajaran ) adalah substansi yang akan disampaikan dalam
proses pembelajaran. Tanpa bahan pelajaran proses pembelajaran tidak akan berjalan,
karena itu guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran
yang akan disampaikan pada anak didik. Ada dua persoalan dalam penguasaan bahan
pelajaran ini, yaitu penguasaan bahan pelajaran pokok dan bahan pelengkap, bahan
pelajaran pokok adalah bahan pelajaran yang menyangkut bidang studi yang
dipegang oleh guru sesuai profesinya, sedangkan bahan pelajaran pelengkap adalah
bahan pelajaran yang dapat membuka wawasan seseorang guru agar dalam mengajar
dapat menunjang penyampian bahan pelajaran pokok.28
Kitab kuning yang merupakan bahan pelajaran pokok yang merupakan
komponen dari sebuah kehidupan pondok pesantren. Dalam penelitian tentang Kitab
28
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2002, h. 50.
Kuning van Bruinessen telah menghimpun sekitar 900 kitab kuning yang berbedabeda. Kitab tersebut sekitar 500 karya berbahasa Arab, 200 karya berbahasa Melayu,
120 karya berbahasa Jawa, 35 karya berbahasa Sunda, 25 karya berbahasa Madura,
dan 5 karya berbahasa Aceh. Di antara kitab-kitab tersebut terdapat 100 yang populer
sebagai bahan pelajaran di pondok pesantren.29
Keseluruhan kitab-kitab kuning yang diajarkan di pondok pesantren dapat
digolongkan ke dalam 8 kelompok:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Nahwu dan Sharaf
Fiqh
Ushul fiqh
Hadiṡ
Tafsir
Tauhid
Tasawuf
Cabang-cabang lain seperti Tarikh dan Balaghah.30
Kitab-kitab tersebut meliputi teks yang sangat pendek sampai teks yang terdiri dari
berjilid-jilid tebal.
Adapun kitab-kitab yang biasa dipakai yang dipelajari di dalam dan di seputar
pesantren sesuai dalam kumpulan tulisan Martin van Bruinessen dalam penelitian
beliau tentang pesantren di Nusantara31. Pesantren berbeda dengan madrasah dalam
hal, di samping beberapa hal lainnya, tidak adanya keseragaman dan kurikulum.
Tidak ada satu pesantren pun yang memberikan kurikulum yang “mewakili” semua
29
Abudddin Nata (Ed.),..h.173.
30
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren, Jakarta: LP3ES, 1982, h. 50.
31
Seorang antropolog, peneliti, orientalis dan pengarang berkebangsaan Belanda.
dengan dirinya sendiri. Sehingga dalam penelitiannya, beliau mengambil beberapa
pesantren sekaligus untuk dapat memastikan karya-karya apa sajakah yang dipelajari
rata-rata santri selama masa belajarnya di pesantren. 32
e. Metode
Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang
dipergunakan oleh seorang guru atau instruktur. Pengertian lain ialah tekhnik
penyajian yang kuasai guru untuk mengajar atau menyajikan bahan pelajaran kepada
siswa didalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok/ klasikan, agar
pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Makin baik metode mengajar, makin efektif pula pencapaian tujuan. 33
Menurut Ahmad Tafsir yang dimaksud dengan metode adalah istilah yang
digunakan untuk mengungkapkan pengrtian-pengertian cara yang paling tepat dan
cepat dalam melakukan sesuatu.34
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah suatu cara
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan
menyesuaikan dengan materi atau bahan pelajaran.
32
Martin Van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren, dan Tarekat: Pendidikan Tradisional
Islam di Indonesia, Yogyakarta: Mizan, 1995, h. 146.
33
Abu Ahmadi dan
Setia,1997,h.52.
34
Joko Tri Prasetya, Strategi Belajar Mengajar, Bandung : Pustaka
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya
Offset, 2004, h. 9.
Adapun macam- macam metode mengajar adalah sebagai berikut :
1) Metode Ceramah
Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran
dimana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada
anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Metode ini
tentunya sedikit lebih memudahkan guru untuk menguasai kelas dan mengatasi
keterbatasan referensi. 35
2) Metode Tanya Jawab
Metode tanya jawab ialah suatu metode di dalam pendidikan dan
penagajaran di mana guru bertanya sedangkan murid- murid menjawab tentang
bahan materi yang ingin diperolehnya. Metode ini tidak sebatas murid yang
bertanya kemudian gurunya menjawab, namun juga sebaliknya bahkan murid
dengan murid. 36
Adapun dalam pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren
diselenggarakan pada setiap waktu yang ada, tidak terbatas seperti halnya dalam
kelas formal dan biasanya menggunakan metode yang bervariasai. Macam- macam
metode pembelajaran kitab kuning adalah sebagai berikut :
1) Metode Hafalan
35
Ibid., h.53.
36
Ibid., h.56.
Metode hafalan adalah metode yang dilakukan dengan cara santri
diharuskan membaca dan mengahafal teks-teks berbahasa Arab secara individual,
guru menjelaskan arti kata demi kata.
2) Metode Sorogan
Metode sorogan merupakan metode yang ditempuh dengan cara santrinya
men “sorog” kan (mengajukan) sebuah kitab kepada kyai atau ustadz untuk dibaca
di hadapannya, kesalahan dalam bacaannya itu langsung dibenarkan oleh kyai atau
ustadz.37 Proses tersebut dilakukan setiap santri secara bergilir ini biasanya
dipraktekkan pada santri yang jumlahnya sedikit. Melalui metode sorogan,
perkembangan intelektual santri dapat ditangkap kyai atau ustadz secara utuh.
3) Metode Wetonan ( Bandongan )
Metode wetonan atau disebut bandongan adalah metode yang paling utama
di lingkungan pesantren. Zamakhsyari Dhofier yang dikutip oleh Mujamil Qomar
bahwa metode wetonan (bandongan) ialah suatu metode pengajaran denga cara
guru membaca, menterejemahkan, menerangkan dan mengulas buku-buku Islam
dalam bahasa Arab sedang sekelompok santri mendengarkannya. Mereka
memperhatikan bukunya sendiri dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun
keterangan) tentang kata atau buah pikiran yang sulit.
Metode yang disebut bandongan ini ternyata juga merupakan hasil adaptasi
dari metode pengajaran agama yang berlangsung di Timur Tengah terutama di
37
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1996, h. 26.
Mekah dan al-Azhar, Mesir. Kedua tempat ini menjadi “kiblat” pelaksanaan
metode wetonan lantaran dianggap sebagai poros keilmuan bagi kalangan
pesantren sejak awal pertumbuhan hingga perkembangan yang sekarang ini.
4) Metode Mużakarah
Metode mużakarah adalah suatu pertemuan ilmiah yang secara spesifik
membahas masalah diniyyah seperti aqidah, ibadah dan masalah agama pada
umumnya. Metode ini dapat membangkitkan semangat intelektual santri. Mereka
diajak
berpikir
ilmiah
dengan
menggunakan
penalaran-penalaran
yang
disandarkan pada al-Qur’an dan al-Hadits serta penelaahan kitab kuning mengenai
masalah-masalh actual yang belakangan muncul di masyarakat.
5) Metode Majelis Ta’lim
Metode majelis ta’lim adalah suatu metode menyampaikan ajara Islam yang
bersifat umum dan terbuka, yang dihadiri jama’ah yang memiliki berbagai latar
belakang pengetahuan, tingkat usia, dan jenis kelamin. Metode ini tidak saja
melibatkan santri tetapi juga masyarakat sekitar pesantren yang tidak memiliki
kesempatan untuk mengikuti pengajian melalui wetonan atau bandongan. Majelis
ta’lim ini bersifat bebas dan dapat menjalin hubungan yang akrab antara pesantren
dan masyarakat sekitar.38
f. Media
38
Mujamil Qomar, Pesantren Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, Jakarta: Erlangga,
t.th. h. 213-214.
Media pengajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan (message), merangsang fikiran, perasaan, perhatian dan
kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar. Bentuk-bentuk media
digunakan untuk meningkatkan pengalaman belajar agar menjadi lebih kongkrit.
Pengajaran dengan menggunakan media tidak hanya sekadar menggunakan kata-kata
(simbol verbal).39
Media merupakan sesuatu yang bersifat
menyalurkan pesan dan dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Penggunaan media secara kreatif
akan memungkinkan audien (siswa) untuk belajar baik dan dapat meningkatkan
performan mereka dengan tujuan yang ingin dicapai. 40
Dari pengertian tersebut peneliti mencoba memberi gambaran, bahwa proses
pembelajaran/proses komunikasi yang bersumber dari seorang guru, memberikan
pesan melalui media kemudian diterima oleh siswa (santri) kemudian memberikan
respons berupa pesan melalui media itu sendiri dan diterima oleh guru sebagai tindak
lanjut dari proses pembelajaran ataupun juga penentuan jenis media yang akan
digunakan.
g . Evaluasi
39
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mangajar,Bandung : Sinar Baru Algensindo,
2002,h. 88-89.
40
Asnawir dan Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, Jakarta : Ciputat Pers, 2002, h.11.
Evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu: “ Evaluation”. Dalam buku”
Essentials of Education Evaluation”,karangan Edwind Wand dan Gerald W.
Brown dikatakan bahwa “Evaluation refer to the act or proses to determining the
value of something”. Jadi menurut Wand dan Brown, evaluasi adalah suatu
tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai daripada sesuatu. Sesuai
dengan pendapat diartikan sebagai suatu tindakan atau suatu proses untuk
menentukan nilai segala sesuatu dalam dunia pendidikan atau segala sesuatu
yang ada hubungannya dengan dunia pendidikan.41 Dengan demikian evaluasi
pembelajaran merupakan
bagian dari evaluasi pendidikan secara umum
dengan mengacu pada tujuan pendidikan.
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan. Tujuan itulah
yang mengarahkan evaluasi itu digunakan pada hal apa dengan melihat tujan yang
ingin dicapai. Dalam hal ini kegiatan diarahkan pada evaluasi pembelajaran, kegiatan
evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan memperoleh kepastian
mengenai keberhasilan belajar anak didik dan membersihkan masukan kepada guru
mengenai yang dia lakukan dalam pengajaran. Dengan kata lain, evaluasi yang
dilakukan guru bertujuan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang bertujuan
untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikannya sudah dikuasai atau
41
Wayan Nurkancana dan P.P.N. Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha
Nasional,1986, h. 1.
belum oleh anak didik, dan apakah kegiatan pengajaran yang telah dilaksanakan
sesuai dengan yang diharapkan. 42
Dari penjelasan mengenai evaluasi diatas penulis menarik suatu definisi
singkat bahwa evaluasi adalah proses sistematis dari pengumpulan, analisis dan
interpretasi informasi untuk menunjukkan sejauh mana santri dalam hal ini telah
mencapai tujuan pembelajaran. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
komponen pembelajaran itu saling bersinergi dan saling mempengaruhi.
C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian
1.
Kerangka Pikir
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan keagamaan Islam yang
tumbuh dan berkembang di masyarakat yang berfungsi sebagai salah satu
benteng pertahanan umat Islam dan pusat pengembangan masyarakat muslim di
Indonesia.
Dalam sejarahnya itu pula, pondok pesantren telah menyumbangkan sesuatu
yang tidak kecil bagi Islam di negeri ini. Eksistensinya sampai sekarang tentu
menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam. Di tengah arus globalisasi yang
semakin mengental, pondok pesantren masih konsisten menyuguhkan sistem
pendidikan yang khas yakni dengan pembelajaran kitab kuning.
42
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didik Dalam Interaksi Edukatif…. h.208.
Suatu pembelajaran tentunya akan terlaksana dengan maksimal apabila
beberapa komponennya telah terpenuhi diantaranya komponen-komponen
pembelajaran tersebut adalah meliputi tujuan pembelajaran, guru, siswa, materi,
metode, media dan yang tak kalah pentinganya adalah komponen evaluasi
sebagai tolak ukur keberhasilan dalam pembelajaran. Komponen pembelajaran
tersebut bersinergi satu sama lain dan saling mempengaruhi dan menjadi faktor
penentu dalam menciptakan suatu pembelajaran yang ideal sehingga tujuan
pembelajaran itu dapat tercapai.
Terkait dengan hal di atas, maka yang menjadi perhatian peneliti adalah
bagaimana pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di pondok pesantren Darul
Ulum Palangka Raya. Pada akhirnya penelitian ini menuangkannya rangkaian
bahasan teori di dalam suatu skema agar mudah dimengerti sebagai berikut:
Tujuan
Evaluasi
Guru
Proses
Pembelajaran
Metode
Siswa
Media
Materi
2. Pertanyaan Penelitian
Dari uraian kerangka pikir di atas, maka muncul pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
a. Bagaimana tujuan pembelajaran kitab kuning di Pondok Pesantren Darul
Ulum Palangka Raya?
b. Bagaimana keadaan guru-guru yang mengajar kitab kuning di Pondok
Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
c. Bagaimana keadaan siswa (santri) dalam pembelajaran kitab kuning di
Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
d. Apa saja materi yang diajarkan dalam pembelajaran kitab kuning di Pondok
Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
e. Apa saja metode yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran kitab
kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
f. Apa saja media
yang digunakan pada pelaksanaan pembelajaran kitab
kuning di Pondok Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
g. Bagaimana evaluasi pelaksanaan pembelajaran kitab kuning di Pondok
Pesantren Darul Ulum Palangka Raya?
Download