analisis kesediaan masyarakat menerima pembayaran jasa

advertisement
J. Hidrosfir Indonesia
Vol. 5
No.3
Hal.1 - 11
Jakarta, Desember 2010
ISSN 1907-1043
ANALISIS KESEDIAAN MASYARAKAT MENERIMA PEMBAYARAN JASA
LINGKUNGAN DALAM PENGELOLAAN AIR MINUM
DI DAS CISADANE HULU
M. Fauzi Sutopo(1) dan M. Ikhwanuddin Mawardi(2)
(1)
Mahasiswa Program Doktor (S3), SPs IPB, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(2)
Professor Riset Bidang Hidrologi dan Konservasi Tanah, Peneliti di Pusat Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Naskah diterima : 5 Mei 2010 - Revisi terakhir 28 Juli 2010
Abstract
Ecocentrisme paradigm in development are intended to ensure the sustainability of water
resources in the future for future generations. The research methodology was conducted with the
model approach the public's willingness to accept (receive) payment for environmental services
(YWTA). The results in Willingness to Accept Model in Drinking Water Management in the Upstream
Watershed Cisadane illustrates that the existence of community support during the response
level of society's willingness to accept or receive payment for environmental services (YWTA)
because it will affect the increased revenue (sig. 0037). Variable in income (YWTA) significant
at 95% confidence level. Policy implications of this research that the community (upstream) is
willingness to accept (WTA) for environmental services with averaging Rp 1.589,29 per m3 as
payment or reward for environmental services to society (upstream), so the Government (Local)
PES has a potential revenue to fund conservation of Rp 110,46 billion per years, but in current
conditions the government only accepts Rp20.57 billion per year, so that only reached 18,62%.
Keywords: Paradigm Ecocentrisme, Willingness to Accept (WTA), Payment for Environmental
Services (PES), and Return on Environmental Services.
1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengelolaan ekosistem di wilayah DAS
Cisadane hulu merupakan hubungan antara
sisi pasokan (supply) dan sisi permintaan
(demand) sudah seharusnya menjadi tanggung
jawab bersama antara stakeholders di wilayah
hulu dengan di wilayah hilir, hal demikian dapat
dipahami bila terjadi gangguan di wilayah hulu
maka daya dukung lingkungan untuk melakukan
peresapan air akan menjadi terganggu dan
masyarakat di wilayah hilir akan kekurangan
pasokan air, karenanya tanggung jawab
memelihara kondisi lingkungan DAS selain
masyarakat hulu untuk melakukan rehabilitasi
dan konservasi kawasan, maka masyarakat atau
pemanfaat sumberdaya air di wilayah hilir harus
dikenakan pembebanan biaya lingkungan.
Pengelolaan jasa lingkungan dapat
dipandang sebagai suatu ekosistem yang
Koresponden Penulis
E-mail : [email protected]
1
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
didalamnya terdapat interaksi antara komponen
penyusunnya yaitu komponen penyedia jasa
(produsen atau supplier), lembaga ekonomi
dan sumberdaya manusia sebagai pengelola
(management), dan pengguna atau pemanfaat
atas barang dan jasa lingkungan sebagai
konsumen (demander). Untuk itu maka
diperlukan adanya rumusan masalah tentang
pembayaran atau kompensasi langsung oleh
para pengguna jasa-jasa air di wilayah hilir
kepada para penyedianya di wilayah hulu.
Keadaan demikian dapat didekati dengan
cara pendekatan ekonomi lingkungan untuk
mengetahui kesediaan masyarakat hulu
menerima pembayaran atas jasa lingkungan,
dengan kesediaan untuk menerima atau
Willingness to Accept atau WTA (Fauzi 2006).
Pengelolaan pemulihan atas kerusakan
atau upaya untuk memelihara lingkungan perlu
dikembangkan pendekatan kesediaan masyarakat
untuk menerima pembayaran atas jasa
lingkungan guna mengurangi resiko lingkungan
atau Willingness to Accept (WTA) di kawasan
hulu. Dengan demikian pelibatan masyarakat di
hulu untuk didengar aspirasinya seberapa besar
masyarakat sebagai penyedia jasa bersedia
menerima atas penggunaan jasa lingkungan
oleh pengelola atau pemanfaat (pengusaha) air
minum guna biaya konservasi produktif sebagai
kompensasi atau imbal jasa lingkungan.
Komponen
dalam
pengelolaan
jasa
lingkungan menjelaskan bahwa antara aktor, ruang
dan waktu yang satu dengan lainnya saling terkait
(interconnected), terjadi saling ketergantungan
(interdependent) dan membentuk suatu sistem
ekologis. Terjadinya gangguan atau kerusakan
salah satu komponen ekosistem tersebut
menyebabkan gangguan pada keseluruhan
sistem yang ada. Komponen-komponen tersebut
dapat menyeimbangkan ekosistem dan dapat
berlangsung dan berfungsi dengan baik dan
berkelanjutan, sehingga diperlukan adanya aliran
feedback atas penggunaan bahan dan energi,
misalnya berupa pembebanan biaya kompensasi
atas penggunaan jasa lingkungan berupa
pembayaran dengan uang dari pengguna (users
pay principle) kepada penghasil jasa lingkungan
2
sesuai dengan mekanisme pengelolaan usaha air
minum berupa pembayaran jasa lingkungan (PJL)
Pembayaran (transfer of payment) jasa lingkungan
tersebut digunakan sebagai dana konservasi dan
rehabilitasi di wiliyah hulu (pemulihan kerusakan)
sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan
demikian pemeliharaan dan perbaikan kualitas
lingkungan oleh penghasil jasa lingkungan
akan dilakukan dan akan berlangsung secara
berkelanjutan.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini, yaitu:
(1) Menganalisis nilai kesediaan masyarakat
menerima pembayaran (WTA) atas
jasa lingkungan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
(2) Melakukan sintesa kebijakan sebagai
implikasi penelitian dalam kesediaan
masyarakat menerima pembayaran jasa
lingkungan dalam pengelolaan air minum
di DAS Cisadane hulu.
2 METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari November
2009 sampai dengan Juni 2010. Penelitian
ini dilakukan di DAS Cisadane hulu, meliputi
kecamatan-kecamatan Ciawi, Caringin, Cijeruk,
Cigombong, Tamansari, dan Ciomas Kabupaten
Bogor dan Bogor Selatan, Bogor Tengah, dan
Bogor Barat Kota Bogor.
2.2 Penetapan Responden Contoh
Penetapan responden dengan metode acak
sederhana dengan sengaja dan metode stratifikasi
dengan sengaja yaitu: (1) masyarakat hulu, LSM,
masyarakat pada umumnya dan tokoh masyarakat
35 responden (YWTA), (2) keragaan air minum:
pengusaha air perorangan, badan usaha swasta
39 responden dan 2 lembaga PDAM, (3) pejabat
terkait dengan pengelolaan sumberdaya air
6 responden, (4) pakar sumberdaya air dan
lingkungan 1 responden.
Mawardi, I., 2010
2.3 Model
2.4 Metoda Analisis
Model penelitiaan ini, menggunakan
model persamaan regresi logistik pada model
perilaku kesediaan masyarakat untuk menerima
pembayaran.
Pi = E (Y=1|Xi) =
eln (Px/1-Px)
_________________
1 + eln (Px/1-Px)
Kemudian dari model persamaan regresi
logistik, dimodifikasi menjadi Model Persamaan
Regresi Berganda:
Ln (PX/P1-PX) = YWTA
Analisis terhadap peubah bebas yang
berpengaruh terhadap perilaku pengguna
(pemanfaat) air minum di DAS Cisadane Hulu
akan dilakukan dengan análisis faktor dengan
pendekatan análisis komponen utama (AKU)
atau principal component analysis (PCA)
sebagai suatu metoda untuk meniadakan
(extraction method) peubah bebas yang
tidak penting terhadap variabel atau peubah
yang dimungkinkan berpengaruh terhadap
perilaku pemanfaat air minum apakah bersedia
membayar jasa lingkungan ataukah tidak
YWTA = β0 + β1 X1 +β2 X2 + β3 X3 +β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7
+ β8 X8 + β9 X9 + β10 X10 + β11 X11 + β12 X12 + ε
Keterangan:
PX/P1-PX = Odd ratio, merupakan
perbandingan peluang masyarakat yang
bersedia menerima pembayaran (WTA) dengan
masyarakat (responden) yang tidak bersedia
menerima pembayaran.
P(xi) = Peluang Masyarakat dalam
kesediaannya untuk menerima
pembayaran atau WTA (1 = Ya; 0 =
Tidak)
α = Konstant
X1 = Umur
X2 = Tingkat Pendidikan
X3 = Jumlah tanggungan keluarga
X4 = Jenis Pekerjaan
X5 = Pendapatan (Rp per tahun)
X6 = Jenis kelamin
X7 = Jarak rumah ke sumber mata air
X8 = Persepsi atas insentif PJL
X9 = Persepsi terhadap adanya WTP
X10 = Persepsi terhadap masyarakat melakukan konservasi
X11 = Pandangan terhadap PJL
X12 = Persepsi pentingnya konservasi di hulu
β1..β12= Koefisien regresi,
ε
= Kesalahan dalam persamaan atau gangguan
3
bersedia. Penggunaan analisis faktor diperlukan
untuk melakukan penapisan variabel mana yang
bisa dimasukan dalam persamaan model atau
untuk mendapatkan peubah baru yang saling
ortogonal atau bebas dan membuat plot obyek
dalam dimensi yang lebih kecil yang merupakan
análisis antara untuk analisis regresi, termasuk
análisis regresi logistik multinomial (multinomial
logistic regression).
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Keragaan Ketersediaan dan Neraca Air di
DAS Cisadane Hulu
Ketersediaan (stok) sumberdaya air di
lokasi penelitian DAS Cisadane hulu rata-rata
ketersediaan air tanah mencapai 249.55 juta m3
per tahun atau sekitar 7 913.18 liter per detik
bila perhitungan berbasis hidrologi dan bila
perhitungan berbasis CAT Bogor sebesar 527.5
juta m3 per tahun atau sekitar 16 726.92 liter
per detik, sehingga hasilnya diperkirakan ratarata mencapai 388.53 juta m3 per tahun atau
sekitar 12 320.21 liter per detik.
Ketersediaan air permukaan, salah satu
indikasinya diukur dari Debit Sungai Cisadane
dimana neraca airnya masih mengalami surplus
yang relatif tinggi sepanjang tahun dalam setiap
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
bulan baik pada musim kemarau maupun pada
musim hujan karena debit andalan masih lebih
besar daripada debit kebutuhan akan air bersih,
dimana Qmin andalan terjadi pada Agustus
3 400 l/detik sementara Q kebutuhan 1 653 l/
detik masih terjadi surplus sebesar 1 747 l/detik,
sebagaimana disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Neraca Air Sungai Cisadane.
Sumber : Balai PSDA Ciliwung – Cisadane, 2010. Data Diolah.
Debit andalan sungai Cisadane yang
selama ini mengalami surplus dibandingkan
dengan debit kebutuhan air permukaannya,
maka sejatinya dalam hal pemanfaatan air
permukaan masih tetap dimungkinkan yang bisa
jadi di daerah kawasan hulu di DAS Cisadane,
pengaliran air bawah tanahnya relatif masih
baik, terutama di daerah akuifer tertekannya
dimana daerah akuifer tersebut mempunyai
kemampuan tinggi dalam meresapkan air ke
lapisan pengandung air di bawah tanah.
3.2 Keseimbangan Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Minum di DAS
Cisadane Hulu
Pengambilan dan pemanfaat air baku baik
air permukaan maupun air bawah tanah untuk
dipergunakan sebagai air bersih atau air minum
di DAS Cisadane hulu secara keseluruhan
(holistik) masih mengalami surplus sebesar
39.593.482 m3 per tahun atau 39,59 juta m3
air per tahun atau surplus 31% karena jumlah
4
kapasitas air terpasang sebesar 127.716 128
m3 per tahun dibandingkan dengan jumlah air
terdistribusi dan/atau air terjual yaitu sebesar
88.122.646 m3 per tahun.
Keseimbangan ketersediaan air baku di
DAS Cisadane hulu apabila dilihat secara parsial
dalam bentuk pengambilan dan pemanfaatan air
baku untuk air curah, AMDK, dan PDAM adalah
sebagai berikut.
1. Keseimbangan sumberdaya air baku yang
digunakan sebagai air curah masih terjadi
surplus mencapai 24.139.547 m3 per tahun
atau sekitar 24,14 juta m3 per tahun atau
surplus 51,93% dari kapasitas terpasang,
karena kapasitas terpasang (46.481.290
m3 per tahun) masih lebih besar daripada
jumlah air terjual (22.341.650 m3 per
tahun).
2. Keseimbangan sumberdaya air baku
yang digunakan sebagai air minum dalam
kemasan (AMDK) masih terjadi surplus
6.439.756,56 m3 per tahun atau sekitar
6,44 juta m3 per tahun atau surplus
36,76% dari kapasitas terpasang. karena
kapasitas terpasang (17.516.350 m3 per
tahun) masih lebih besar daripada jumlah
air terjual (11.076.593,44 m3 per tahun).
3. Keseimbangan sumberdaya air baku
yang digunakan sebagai air bersih atau
air minum pada Perusahaan Daerah Air
Minum (PDAM) masih terjadi surplus
9.014.085 m3 per tahun atau sekitar 9,01
juta m3 per tahun atau surplus sebesar
14,15% dari kapasitas terpasang, karena
kapasitas terpasang (63.718.488 m3 per
tahun) masih lebih besar daripada jumlah
air terdistribusi (54.704.403 m3 per tahun)
atau apalagi bila dibandingkan dengan air
terjual (36.084.723 m3 per tahun).
3.3 Menetapkan Model
Cisadane Hulu
YWTA
di
DAS
Model regresi logistik kesediaan masyarakat
untuk menerima pembayaran (YWTA) atas jasa
lingkungan dalam pengelolaan usaha air minum
sangat penting dilakukan; hal ini dimaksudkan untuk
Mawardi, I., 2010
mengetahui seberapa jauh persepsi masyarakat
atas keberadaan usaha air minum curah maupun
AMDK (air minum dalam kemasan) di wilayah DAS
Cisadane hulu sebagai kompensasi atau imbal
jasa lingkungan bagi masyarakat di hulu. Dengan
adanya imbal jasa lingkungan sebagai kompensasi
berupa pembayaran jasa lingkungan diharapkan
akan mampu atau dapat memperkecil nilai resiko
terjadi kerusakan atau kerugian lingkungan yang
ada di sekitar masyarakat tinggal atas adanya
kegiatan pengusahaan air minum, seperti resiko
berkurangnya sumberdaya air baku, sehingga
masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam
memperoleh air bersih untuk kepentingan air
minum atau kegiatan rumah tangga atau kegiatan
lainnya.
Hasil analisis faktor menunjukkan bahwa
variabel-variabel tingkat pendidikan, tanggungan
keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan per
tahun, jenis kelamin responden, jarak rumah
ke sumber air baku, persepsi atas insentif PJL,
persepsi adanya PJL, pandangan terhadap PJL,
dan pentingnya konservasi di hulu merupakan
variabel-variabel yang akan dianalisis dan
diduga signifikan mempengaruhi kemauan
atau kesediaan untuk menerima pembayaran
(WTA) dengan menggunakan model persamaan
regresi logistik multinomial. Hasil sintesis atas
pengolahan data menunjukkan bahwa terdapat
54,3 % responden setuju bahwa masyarakat
bersedia menerima pembayaran sebagai
kompensasi atau imbal jasa lingkungan atas
pemanfaatan sumberdaya air minum.
Nilai Nagelkerke R Square pada model ini
nilainya adalah 0,465. Nilai Nagelkerke R Square
menunjukkan seberapa besar pengaruh variabelvariabel penduga dalam menentukan peluang
responden bersedia membayar (WTP). Tampak
dengan Nilai Nagelkerke R Square 46,5%,
artinya secara bersama-sama, semua variabel
penduga menentukan 46,5% peluang responden
untuk bersedia menerima pembayaran atas jasa
lingkungan dalam pengusahaan sumberdaya
air baku untuk keperluan air minum, sementara
53,5% adalah pengaruh variabel lain yang tidak
diamati dalam penelitian. Menurut Mitchell dan
Carson (1989) dalam Putri (2002) niali R square
dalam penelitian ekonomi sumberdaya alam dan
lingkungan dapat ditolerir sampai dengan 15%.
Model YWTA ini relatif baik.
Hasil sintesa pada penetapan Variables
in the Equation maka nilai koefisien dari setiap
peubah pada model persamaan regresi logistik
WTA disajikan pada Tabel 1 yang ditunjukan pada
nilai signifikansi (sig.) pada level kepercayaan
95% atau pada nilai  = 5%.
Tabel 1 Nilai Koefisien pada Peubah Kesediaan Masyarakat untuk Menerima Pembayaran atas
Jasa Lingkungan di DAS Cisadane Hulu, 2010
Variables in the Equation
Step 1a
Pendidikan
Tanggungan
Pekerjaan
Pendapatan
B
S.E.
Wald
Df
Sig.
Exp(B)
-1.438
.889
2.618
1
.106
.237
-.298
.364
.670
1
.413
.742
.107
.752
.020
1
.887
1.113
2.240
1.074
4.350
1
.037
9.389
Jenis Kelamin
.914
1.526
.359
1
.549
2.495
Jarak
.145
.460
.100
1
.752
1.156
PersepsiInsentif
.055
.544
.010
1
.919
1.057
PersepsiWTP
.178
.645
.077
1
.782
1.195
PemahamanJasling
.981
.853
1.325
1
.250
2.668
.592
1.087
.297
1
.586
1.808
-5.587
3.270
2.919
1
.088
.004
KonservasiHulu
Constant
a. Variable(s) entered on step 1: Pendidikan, Tanggungan, Pekerjaan, Pendapatan, jenis kelamin Responden, Jarak,
PersepsiInsentif, Persepsi WTP, PemahamanJasling, KonservasiHulu.
Sumber : Data Primer. Hasil Penelitian. Data Diolah.
5
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
Tabel 1 merupakan hasil sintesis atas
pengolahan data yang menghasilkan nilai
Variables in the Equation maka nilai koefisien dari
setiap peubah pada model persamaan regresi
logistik WTA selanjutnya dimasukan dalam
model YWTA, sebagaimana disajikan pada
model persamaan regresi logistik multinomial
berikut.
Potensi
dana
kompensasi
berupa
pembayaran dan imbal jasa lingkungan yang
relatif besar sebagai biaya konservasi untuk
penyedia jasa di wilayah hulu DAS Cisadane dari
berbagai kelompok pengelola usaha air minum
sebagai pengguna jasa lingkungan (users pay
principle) di hilir dalam pengelolaan air minum
untuk tujuan perbaikan kualitas hidup masyarakat
YWTA = - 5,587 - 1,438 X1 - 0,298 X2 + 0,107 X3 + 2,240 X4*) + 0,914 X5
+ 0,145 X6 + 0,055 X7 + 0,178 X8 + 0,981 X9 + 0,592 X10
Hasil analisis dari model regresi logistik
YWTA maka koefisien variabel dari model WTA
tersebut yang signifikan adalah variabel
pendapatan yaitu sebesar 0,037*) (P-Value)
lebih kecil daripada 0,05 ( = 0,05). Artinya,
setiap kenaikan (penurunan) 1 unit tingkat
pendapatan mengakibatkan terjadinya kenaikan
(penurunan) 2,24 kali kesediaan
untuk
menerima pembayaran (WTA); dengan kata lain
bila terjadi kenaikan kesediaan untuk menerima
pembayaran jasa lingkungan dari masyarakat
sebesar 2,24 kali maka secara signifikan
tingkat pendapatan masyarakat terjadi pula
kenaikannya pada tingkat kepercayaan 95%.
Nilai
rataan
kesediaan
menerima
pembayaran (WTA) jasa lingkungan adalah Rp
1.589,29 per m3 sebagai imbal jasa lingkungan
yang diterima masyarakat untuk memperkecil
resiko kerusakan lingkungan di daerah DAS
Cisadane hulu, disajikan pada Gambar 2.
di hulu, yaitu sebesar Rp 110,46 miliar per tahun,
sementara pada kondisi saat ini Pemerintah
hanya menerima Rp 20.57 miliar per tahun,
sehingga baru mencapai 18,62%. Bandingkan
pula dengan total nilai ekonomi air secara
keseluruhan dalam pengelolaan air minum (air
curah dan AMDK, air bersih PDAM dan Pajak
bagi Pemerintah) di DAS Cisadane hulu sebesar
Rp 12,04 triliun pertahun, namun masih terjadi
eksternalitas negatif bagi Pemerintah (Daerah)
dimana terjadi kehilangan pendapatan dari air
mencapai Rp 9.231.119.770 per tahun atau ratarata Rp 25.290.739,10 per hari. Artinya terjadi
income potential loss pendapatan Pemerintah
Daerah sebesar 44,87% atas pengelolaan air
minum di DAS Cisadane hulu.
4
4.1 Kesimpulan
1.
2.
Gambar 2 Keragaan Nilai WTA dan Rataan WTA
6
KESIMPULAN DAN SARAN
Peubah yang berpengaruh terhadap
YWTA: jenis kelamin responden, tingkat
pendidikan, jumlah tanggungan dalam
keluarga, jenis pekerjaan, pendapatan,
jarak dari rumah ke sumber air baku,
persepsi atas insentif PJL, persepsi
terhadap adanya WTP, pandangan
terhadap pembayaran jasa lingkungan,
dan persepsi pentingnya konservasi di hulu
dan Peubah yang signifikan pada YWTA
adalah peubah pendapatan.
Terdapat potensi dana kompensasi
sebagai biaya konservasi untuk penyedia
jasa di wilayah hulu dari berbagai kelompok
Mawardi, I., 2010
3.
pengelola usaha air minum sebagai
pengguna jasa lingkungan (users pay
principle), yaitu Rp 110,46 miliar per tahun,
sementara pada kondisi saat ini Pemerintah
hanya menerima Rp20.57 miliar per tahun,
sehingga baru mencapai 18.62%.
Rataan nilai WTA sebesar Rp1 589,29
merupakan basis perhitungan dasar
tentang nilai pembayaran dan/atau imbal
jasa lingkungan di DAS Cisadane hulu
oleh Pemerintah Daerah sebagai regulator
dan fasilitator kebijakan yang dikenakan
kepada para pengelola atau pemanfaat air
minum.
4.2 Saran
1.
2.
7
Pentingnya pengendalian dan pengawasan
oleh instansi terkait secara rutin dan
berkala dalam menetapkan jumlah air yang
terdistribusi dan/atau dari jumlah air yang
terjual, guna mengurangi terjadi income
potential loss dalam jumlah yang relatif
besar bagi pemerintah dalam pengelolaan
sumberdaya air baku untuk air minum.
Implementasi kebijakan dari hasil penelitian
adalah
agar
Pemerintah
(Daerah)
mempertimbangkan hasil penelitian ini dan
menetapkan nilai rataan WTA sebesar Rp
1.589,29 per m3 sebagai basis perhitungan
dasar tentang nilai pembayaran jasa
lingkungan (PJL) dan/atau
imbal jasa
lingkungan di DAS Cisadane hulu oleh
Pemerintah (Daerah) terhadap para pengelola
air (users pay principle) untuk masyarakat di
hulu karena terdapat potensi dana kompensasi
sebagai biaya konservasi untuk penyedia
jasa di wilayah hulu dari berbagai kelompok
pengelola usaha air minum sebagai pengguna
jasa lingkungan (users pay principle), yaitu
Rp 110.46 miliar per tahun. Hal ini sejalan
dengan diberlakukannya UU No. 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup pada tahun 2011 baik dalam Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Air Tanah
maupun Peraturan Daerah tentang Pajak Air
Tanah tingkat Kabupaten atau Kota, maupun
pada Peraturan Daerah Pengelolaan Air
Permukaan dan Pajak Air Permukaan oleh
Pemerintah Propinsi se-Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahlheim M, W Buchholz. (siap terbit). WTP or
WTA-Is that the Question? Reflections
on the Difference between “Willingness to
Pay” and “Willingness to Accept”.
Bergh
JCJMVD.
2002.
Handbook
of
Environmental and Resource Economics.
Edward Elgar. United Kingdom.
Fauzi A. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam
dan Lingkungan. Teori dan Aplikasi. PT
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Flint RW. 2003. The Sustainable Development
of Water Resources.
Http://www.
Sustainabledevelopmentsolutions.com.
[10July 2003].
Dunn, WN 2000. Pengantar Analisis Kebijakan
Publik. Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Folmer H, HL Gabel. 2000. Principles of
Environmental and Resource Economics :
A Guide for Student and Decision Makers.
Second Edition. Edward Elgar Publishing
Limited. UK. Inggris.
Mawardi MI. 2009. Krisis Sumber Daya Air di
Pulau Jawa dan Upaya Penanganannya:
Proyeksi Tahun 2025. “Orasi Pengukuhan
Profesor Riset Bidang Hidrologi dan
Konservasi Tanah”. 2 Desember 2009.
BPPT-LIPI. Penerbit IPB Press. Bogor.
McKitrick R. 2005. Environmental Economics.
Depart. of Economics. Guelph Univ.
Munasinghe M. 1993. Environmental Economics
and Sustainable Development. World Bank
Environmental Paper Number 3. The WB.
Washington, D.C.
Narimawati U. 2008, Teknik-teknik Analisis
Multivariat untuk Riset Ekonomi. Graha
IImu. Yogyakarta.
Kerusakan Daerah Aliran Sungai dan Penurunan..... J. Hidrosfir. Vol. 5 (2) 1 - 11
Ostrom E. 1990. Governing the Commons.
The Evolution of Institutions for Collective
Action. Cambridge University Press.
Ostrom E. 2003. How Types of Goods and
Property Rights Jointly Affect Collective
Action. Journal of Theoretical politics. Vo.
15. No.3: 239-270.
Panayotou T. 1994. Economic Instruments
for Environmental Management and
Sustainable Development. International
Environment Program Harvard Institute
for International Development Harvard
University. UNEP-EEU.
Putri EIK. 2002. Partizipativen Ansatzen am
Beispiel des Gunung Gede Pangrango
Nationalparks in Indonesien.
Cuvilier
verlag Gottingen. German.
8
Sanim B. 2003. Ekonomi Sumberdaya Air dan
Manajemen Pengembangan Sektor Air
Bersih Bagi Kesejahteraan Publik. “Orasi
Ilmiah Guru Besar Tetap Bidang Ilmu
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan”,
Faperta IPB.
Schlager E, E Ostrom. 1992. Property Rights
Regime and Natural Resources: A
Conceptual Analysis. Lands Economics.
Vol 68. No. 3. August 1992.
Uyanto SS. 2009.
Pedoman Analisis Data
dengan SPSS. Edisi 3. Graha Ilmu.Yogya.
Zeleny M. 1982. Multiple Criteria Decision
Making:
Quantitative
Methods
for
Management. McGraw-Hill Book Company.
The USA.
Mawardi, I., 2010
Download