ST. LOUIS-MARIE GRIGNION DE MONTORT

advertisement
ST. LOUIS-MARIE GRIGNION DE MONTORT:
Pengajar dan Teladan
Kebaktian yang Benar
kepada
Bunda Maria
PENDAHULUAN
Tahun 2005, dalam rangka Pesta 300 tahun berdirinya Serikat Maria Montfortan, kami memberikan
belasan seminar marial untuk umat umum dan legioner di wilayah Senatus Jakarta. Selain berkeliling
di berbagai kuria di Jakarta dan Bandung, kami juga memberikan seminar di Medan dan Padang. Apa
yang kami lakukan adalah usaha untuk membagikan warisan rohani St. Montfort kepada seluruh
umat. Almarhum Paus Yohanes Paulus II pun secara resmi pernah menyatakan harapan dan
dukunganya dalam usaha penyebaran spiritualitas St. Montfort. Dalam suratnya kepada keluarga
besar Montfortan, Paus berpesan “Buatlah harta warisan berharga St. Louis-Marie de Montfort
berbuah, jangan biarkan ia tersembunyi!” (Surat Santo Bapa kepada keluarga besar Montfortan
dalam rangka 50 tahun kanonisasi St. Montffort tahun 1997). Kedatangan kami ke sini juga
merupakan bagian dari usaha penyebaran spiritualitas Montfortan. Untuk mengisi waktu yang telah
tersedia ini, kita mencoba mendalami kehidupan Montfort, perannya dalam proses kelahiran dan
karya pelayanan Legio Maria, ajarannya yang tertuang dalam tulisan-tulisannya tentang peranan
Maria dalam karya Keselamatan Allah, bagaimana berdevosi kepada Bunda Maria, dll.
1
BAGIAN PERTAMA
RIWAYAT HIDUP ST. MONTFORT
Pengantar.
Kalau kita membaca buku-buku riwayat hidup santo-santa, kita harus membacanya dengan cermat.
Minimal ada tiga tipe penulis (penulisan) buku riwayat hidup. Pertama: penulis yang sangat
devosional. Sang penulis begitu terpesona dan kagum kepada tokoh yang ingin ditulisnya sehingga
dia selalu menyoroti hal-hal istimewa dan luar biasa dari tokoh tersebut. Seolah-olah tokoh tersebut
tidak pempunyai cacat-cela selama hidupnya dan bahkan sudah “setengah” malaikat. Kalau pun dia
mempunyai kelemahan (dosa) masa lalunya, namun hal itu disoroti dengan sesopan mungkin dan
kemudian menonjolkan semangat pertobatannya. Kedua: penulis yang menggunakan pendekatan
historis-psikologis. Dia melihat tokoh yang ditulisnya itu sebagai anak zamannya dan anak
orangtuanya. Dia melihat situasi sosial, keagamaan, termasuk politik zaman itu yang mempengaruhi
tokoh tersebut. Dia melihat kondisi ekonomi keluarga, latar belakang keluarganya, relasi dengan
orangtuanya yang semuanya tentu saja mempengaruhi kondisi dan perkembangan mental-spiritual
sang tokoh. Ketiga: penulis yang realistis. Dia melukiskan sang tokoh sebagai manusia biasa, dengan
segala kelemahan dan kelebihannya sebagai manusia. Secara realistis dia melukiskan bahwa seorang
menjadi santo-santa bukan karena keistimewaan-keistimewaan bawaan dari kandungan ibu atau
rahmat istimewa dari Allah, melainkan karena dia bisa menyatukan dirinya dengan dunia dan
mempersembahkannya kepada Tuhan lewat hidupnya yang nyata.
Demikianpun dengan St. Montfort. Dewasa ini sudah tersedia ratusan judul buku tentang riwayat
hidup St. Montfort. Dan buku-buku itu tentu saja perlu dikelompokkan dalam ketiga kategori di atas.
Namun di sini kami tidak bermaksud memberikan riwayat hidup yang selengkap-lengkapnya tentang
St. Montfort. Kita akan melihatnya secara singkat saja yaitu menyajikan pokok-pokok penting dalam
riwayat hidup Santo Montfort.
2
1. Dari Keluarga menuju Imamat.
Louis Grignion lahir pada tanggal 31 Januari 1673 di Montfort-la-Cane, sekarang dikenal dengan
Montfort- sur-Meu, kota kecil di daerah Bretanye di Perancis-Barat, sekitar 20 kilometer dari kota
Rennes. Ia anak kedua dari delapanbelas bersaudara; mulai dengan putra sulung, banyak di antara
mereka meninggal pada usia muda. Montfort lahir pada zaman Raja Louis ke XIV dari pasangan Jean
Baptiste Grignion de la Bachelleraie (seorang pengacara) dan Jeanne Robert (Putri Walikota Rennes).
Dalam umur satu hari dia dibaptis di Gereja Saint Jean (St. Yohanes) dan diberi nama Louis (untuk
mengenang St. Louis, Raja Prancis yang seleh dan nenek moyang Raja Louis XIV). Nama Montfort
diambil untuk mengenang kota kelahiranya. Sehingga nama aslinya Louis Grignion de Montfort.
Karena cintanya yang begitu besar kepada Bunda Maria maka dia menambahkan sendiri nama Maria
di belakang nama baptisnya, sehingga namanya menjadi Louis-Marie Grignion de Montfort atau
lebih dikenal dengan Louis-Marie de Montfort. Ketika Louis berumur dua tahun, keluarga Grignion
pindah ke sebuah vila di kampung Bois-Marquer, beberapa kilometer di luar kota Montfort. Di sinilah
bakal misionaris kita menjalani hampir seluruh masa kanak-kanaknya.
Pada tahun 1684, ketika berusia sebelas tahun, Louis mulai masa pendidikannya di Kolese Santo
Thomas Becket di Rennes. Dikelola oleh para Yesuit, sarana pendidikan ini menampung dua sampai
tiga ribu siswa. Louis-Marie menjadi seorang siswa yang rajin dan saleh. Ia sering ditemukan berdoa
dalam salah satu dari sekian banyak gereja di Rennes. Sudah cepat ia menonjol dalam kelasnya
sebagai seorang murid yang berbakat. Selama liburan sekolah ia senang mengisi waktu dengan
pelayanan kepada orang-orang miskin.
Tahun-tahun silih berganti dan ia semakin merasa tertarik untuk menjadi imam. Sebagaimana
diakuinya kemudian, keputusan yang menentukan itu ia ambil di kaki sebuah patung Bunda Maria.
Campur tangan yang tak terduga dari Nyonya De Montigny, seorang wanita yang berbudi luhur,
menyediakan baginya sarana finansial untuk dapat mewujudkan cita-citanya. Pada musim gugur
1692 Louis Grignion berjalan kaki ke Paris dan setibanya di tempat tujuan, ia mengalami bahwa apa
yang diurus dengan baik sebelum ia berangkat, ternyata tidak terlaksana sebagaimana diharapkan.
Sebelum ia dapat masuk seminari Saint-Sulpice Kecil pada tahun 1695, ia mengalami nasib sebagai
seminaris yang miskin dalam wisma yang khusus didirikan untuk menampung para seminaris miskin
dan yang dipimpin oleh Pastor de la Barmondière dan Pastor Boucher.
3
Di Saint-Sulpice, sebagaimana dulu di Rennes, ia menonjol dalam studi dan dalam ketaatan. Hampir
dengan sendiri ia diberi tugas-tugas kepercayaan seperti misalnya sebagai penanggung jawab untuk
pelaksanaan upacara liturgi dan sebagai pengurus perpustakaan. Katalog perpustakaan seminari
yang mulai disusun oleh frater Grignion, sampai hari ini masih tersimpan dalam Perpustakaan
"Mazarine" di Paris. Kegiatan Louis-Marie di perpustakaan tidak terbatas sampai hanya mencatat
judul-judul buku. Ia sendiri juga seorang kutu buku yang gemar membaca. Temannya Blain sampai
berani mengatakan, bahwa "hampir semua buku yang membahas hidup rohani melewati tangannya... " Ia membuat banyak catatan dan ringkasan dan buku catatan ini masih disimpan di Roma.
Blain juga mengatakan bahwa dalam periode ini "ia rajin menciptakan syair kantik yang kemudian
hari digunakannya selama penyelenggaraan misi rakyat."
Tahap ini dalam masa pendidikannya boleh dikatakan paling memperkaya. Dari satu segi ia
tersentuh secara mendalam oleh suatu pengalaman akan Allah dan mulai menyadari serta
menghayati tempat istimewa yang disediakan Allah bagi Maria dalam rencana keselamatan. Dari segi
lain oleh semangat membaca yang tinggi dan oleh segala catatan dan ringkasan yang ia buat, ia
dibekali dengan banyak bahan yang akan mengilhamkan dan memperkaya tulisan-tulisan rohaninya.
Kemudian Montfort ditahbiskan menjadi imam pada tanggal 5 Juni 1700 di Katedral Paris.
2.
Montfort Sang Misionaris Pengembara.
Montfort menjalani imamatnya hanya selama 16 tahun. Dari segi pastoral dia suskes dalam
menjalankan misinya, namun kesuksesan itu ditempuh melalui suatu perjuangan yang sulit. Sejak
masa pendidikan di Rennes, Montfort telah bercita-cita untuk menjadi seorang missionaris. Semasa
hidup di Rennes, Montfort berkenalan dengan Pater Julien Bellier, seorang imam diosesan yang
berkecimpung dalam karya misi di derah pedalaman. Dia sering memberikan ceramah untuk anakanak seminari tentang pengalaman misinya di tengah kaum miskin, membantu orang sakit, dan
mengajar katekese. Montfort sering membantu Pater Bellier dalam menyiapkan
dan
menyelenggarakan ceramah-ceramahnya.
Pengalaman pertama dalam karya kerasulan akan melengkapi pendidikan ini dan menghantar dia
kepada suatu pengalaman yang lain, kepada pengalaman yang kaya dan penuh gejolak dalam
hidupnya sebagai misionaris. Setelah ditahbiskan menjadi imam, Montfort berangkat ke Nantes
(salah satu kota di Prancis Barat) untuk bergabung dalam sebuah komunitas para missionaries yang
4
dipimpin Pater Rene Leveque. Montfort tinggal di sana selama satu tahun dan terlibat dalam karya
misi komunitas ini. Kemudian dia menerima tawaran untuk bekerja di rumah sakit di Poitiers untuk
melayani kaum miskin. Di kota inilah dia bertemu dengan Marie-Louise Trichet, yang kemudian
menjadi anggota pertama dan rekan pendiri Suster-Suster Putri Kebijaksanaan (Daughters of
Wisdom). Karena bentrok dengan pejabat Rumah Sakit, Montfort pindah ke Paris dan tinggal di Saint
Sulpice. Namun suasana di bekas seminarinya itu tidak sesuai dengan mud-nya, sehingga dia kembali
ke Poitiers. Perbedaan pendapat dengan pejabat Rumah Sakit tidak bisa didamaikan, maka dia
kembali ke Paris dan bekerja untuk kaum miskin di Rumah Sakit Salpetriere. Di sana pun dia
bermasalah sehingga diusir setelah mengabdi selama beberapa bulan.
Montfort memang seorang yang rajin, kuat, tekun, dan bersemangat, tetapi juga agak aneh sehingga
ditolak di mana-mana. Dalam ketidakpastian hidunya dia bingung untuk menentukan bentuk
kerasulannya: apakah harus bermisi ke luar negeri, bermisi di antara kaum miskin atau hidup
kontemplatif? Dalam kebingungan semacam itu, dia biasanya meminta bimbingan kepada para
imam Jesuit. Tahun 1974, dia mencoba untuk kembali ke Poitiers, namun hubungannya dengan
pejabat Rumah Sakit tidak bisa diperbaiki lagi sehingga memutuskan untuk keluar secara definitif.
Setelah keluar dari Rumah Sakit, dia mencoba menjalankan misi rakyat. Misinya sangat disukai umat
namun mengalami banyak kesulitan karena kesalahpahaman dengan sesama imam, sehingga Uskup
Poitiers mengusirnya. Kemudian Montfort meminta petunjuk Paus. Untuk itu dia berjalan kaki ke
Roma dan tanggal 6 Juni 1706 dia menghadap Paus Clement XI. Pada mulanya dia ingin menjadi
missionaries ke luar negeri, namun Paus memintanya untuk hidup dalam ketaatan kepada para
uskup, mewartakan Injil di dareah-daerah pedalaman di Prancis. " Pastor, di Perancis anda
mempunyai suatu lapangan yang cukup luas untuk mempraktekkan semangat misionermu. Jangan
pergi ke tempat lain dan berkaryalah selalu dalam ketaatan sempurna kepada uskup-uskup dalam
wilayah keuskupan di mana anda akan dipanggil. Bilamana anda melakukan ini, Allah akan
memberkati karyamu."
Untuk meneguhkannya dalam jenis karya ini, Sri Paus menganugerahi dia suatu gelar yang dihargai
tinggi, yaitu "Misionaris Apostolik". Bilamana kita mengambil peta dan menelusuri trayek perjalananperjalanan Santo Montfort sebagai Misionaris Apostolik, kita akan terheran-heran mengenai jumlah
keuskupan yang ia kunjungi, mengenai jumlah misi rakyat dan retret yang ia pimpin, mengenai
jumlah kilometer ia tempuh sambil berjalan kaki tanpa hentinya dari satu tempat ke yang lain: Saint5
Brieuc, Saint-Malo, Rennes, Nantes, Poitiers, Luçon, La Rochelle. Apalagi perjalanan yang lebih
panjang yang membawa dia ke Saint-Lô, Rouen, Paris dan Roma. Pelayanannya sebagai imam
berlangsung selama enambelas tahun. Selama itu ia memimpin 150 sampai 200 misi rakyat dan
retret. Sewaktu-waktu ia berhenti di salah satu pertapaan (Santo Eligius, Mervent, Saint-Lazare, dan
di bawah tangga di Jalan Pot-de-Fer di Paris) untuk mendalami hidup rohaninya. Di situ ia mengambil
waktu pula untuk melestarikan buah-buah karya misinya dengan mencatat inti pewartaan
misionernya dan pengalaman-pengalaman rohaninya sendiri (lihat BS 110).
Hidupnya berakhir ketika dia sedang menjalani memimpin misi rakyat di Saint Laurent sur Sevre. Ia
menghembuskan nafas terakhuir tgl 28 April 1716 dalam usianya yang baru 43 tahun dan imamatnya
hanya 16 tahun. Kelelahan jasmani dan psikologis telah menggerogoti staminanya, terutama karena
diserang pneumonia dan keracunan (Montfort pernah diracuni oleh orang-orang yang
membencinya. Meskipun tidak mati, tetapi sejak itu, kesehatannya mulai menurun). Tenaga
badannya sudah terkuras habis, namun jiwanya sudah menemukan tempat istirahatnya dalam Allah.
"Saya sudah di antara Yesus dan Maria. Saya tidak akan berdosa lagi", katanya.
Sebelum ia meninggal dunia, Tuhan telah mengabulkan doa Santo Montfort yang dipanjatkannya
pada awal masa imamatnya:
"Mengingat kebutuhan Gereja, saya tidak bisa lain daripada sambil berkeluh kesah
memanjatkan doa terus-menerus memohon suatu serikat kecil dan miskin para imam yang
merasul di bawah panji dan perlindungan Santa Perawan Maria..." (Surat 5).
Allah memberikan dia segenggam misionaris, beberapa bruder, beberapa imam, yang melanjutkan
karya misionernya. Selain itu sejumlah suster "Puteri Kebijaksanaan" berkumpul bersama MarieLouise Trichet dan Catherine Brunet dalam karya pelayanan kepada orang miskin dan untuk
membuka sekolah-sekolah kecil di Poitiers dan La Rochelle. Ia hanya berusia 43 tahun ketika ia
meninggal dunia di Saint- Laurent-sur-Sèvre pada tanggal 28 April 1716. Penyakit paru-paru basah
dalam beberapa hari menghabiskan tenaganya yang pernah begitu kuat, namun yang sudah dikikis
oleh karya dan tapanya. Dia mendapat gelar Beato tanggal 22 Januari 1888 pada masa Paus Leo XIII
dan digelari Santo oleh Paus Pius XII tanggal 20 Juli 1947.
Santo Montfort mendirikan tiga kongregasi religious, yaitu Serikjat Maria Montfortan (SMM), para
Suster Putri Kebijaksanaan (DW), dan para Bruder Santo Gabriel. Suster-Suster Putri Regna Rosari
juga mengambil spiritualitasnya dari ajaran Spiritualitas St. Montfort.
6
3. Montfort Bentara Bunda Allah (Rasul Bunda Maria).
Tidak kebetulan Santo Louis Marie de Montfort disebut "Bentara Bunda Maria". Seluruh hidupnya
dibaktikan kepada Bundanya yang surgawi sambil menyebarkan suatu kebaktian yang sempurna
kepadannya. Kenang-kenangan yang tertua yang dilaporkan tentang dia menceritakan bagaimana ia
membujuk adiknya Louise agar berdoa rosario bersama-sama dengan dia. Dalam kata-katanya yang
terakhir sebelum ia meninggal dunia ia sebutkan kata Maria. Karya utamanya ialah: berkeliling untuk
memberi misi yaitu penataran sekaligus retret untuk semua lapisan paroki selama dua bulan
berturut-turut. Semua misi ia tutup dengan pembaharuan janji baptis dan penyerahan seluruh umat
kepada Maria. Doa rosario dipraktekkan sebagai doa harian bagi seluruh peserta misi.Montfort
sangat terkenal sebagai GURU dalam mengajarkan devosi kepada Bunda Maria. Bahkan motto yang
dipakai oleh Paus Yohanes Paulus II “Totus Tuus” diambil dari ajaran Santo Montfort. Santo Bapa pun
tidak segan-segan mengakui bahwa Montfort merupakan GURU BESAR dalam berdevosi kepada
Bunda Maria. “Montfort mengajarkan pembaktian diri kepada Kristus melalui tangan Bunda Maria
sebagai sarana yang paling efektif bagi umat Kristiani untuk menghayati janji baptisnya dengan
setia” (Redemptoris Mater, no. 48).
Salah satu pertanyaan yang timbul adalah, mengapa Montfort begitu terpikat dengan Bunda Maria?
Dari mana dan bagaimana Montfort mendapatkan pandangan dan ajarannya tentang Bunda Maria?
Untuk itu kita perlu melihat latar belakang pendidikan dan pengalaman hidup St. Montfort.
Montfort mempunyai ayah seorang pengacara yang berwatak keras dan kasar. Persoalan dalam
pekerjaan kadang-kadang dibawa ke rumah, istri dan anak-anak bisa menjadi sasaran. Montfort
melihat ibunya sebagai wanita yang halus dan lembut, tabah dalam menghadapi kekasaran
suaminya dan tekun melindungi anak-anaknya. Montfort juga mewarisi sikap keras seperti ayahnya,
tetapi sekalian mempunyai hati yang melindungi seperti ibunya. Dalam hidup sehari-hari, dia lebih
dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya. Montfort sering menyampaikan keluh kesah,
persoalan, dan pergolakan hidupnya kepada ibunya. Saya menduga, Montfort mengolah pandangan
dan hubungannya dengan Bunda Maria berdasarkan pengalaman bersama ibunya.
Selain itu, Montfort sungguh-sungguh memupuk pemahaman tentang Bunda Maria dan
pengalamannya bersama Bunda Tersuci ini. Menurut sejarah, Montfort sejak kecil mempunyai
devosi yang mendalam kepada Bunda Maria. Oleh sebab itu dia menambahkan sendiri nama “Maria”
7
di belakang nama baptisnya: Louis Grignion menjadi Louis-Marie Grignion. Dalam perjalanan pergi
dan pulang sekolah, Louis Grignion selalu menyempatkan diri berhenti di setiap patung Bunda Maria
untuk berdoa. Dia sering merayu adik-adiknya dengan berkata: “Kamu akan kelihatan lebih cantik
kalau rajin berdoa Salam Maria.” Montfort juga memberikan hadiah permen kepada adik-adiknya
yang rajin berdoa.
Semasa sekolahnya di Rennes, Montfort tergabung dalam Kongregasi Maria, suatu gerakan
kerohanian di sekolah. Gerakan ini bukan terutama untuk mempromosikan devosi kepada Bunda
Maria, melainkan untuk menghayati kehidupan sebagai umat kristiani secara mendalam. Kongregasi
Maria dibentuk oleh imam-imam Jesuit hampir di setiap sekolah yang mereka miliki di Prancis.
Gerakan ini antara lain sebagai jawaban atau langkah defensif terhadap gerakan reformasi
(Protestan) yang mengeritik devosi kepada Bunda Maria dan mengeliminir sebagian doktrin katolik.
Selama masa pendidikan di Seminari St. Sulpice Paris, Montfort banyak dipengaruih mazhab Berulle
yang dikenal dengan sebutan Sekolah Prancis (French School of Spirituality atau Berullian School)
yang didirikan oleh Piere de Berulle (1575-1629). Seminari Saint Sulpice didirikan oleh Jean-Jacques
Olier (+1657) yang merupakan penerus the French School of Spirituality. Berulle sangat menekankan
teologi yang berpusat pada Kristus dan menurut Olier, Kristus itu hidup dalam Maria dan datang ke
dunia lewat Maria. Persatuan antara Yesus dan Maria tidak dapat dipisahkan, sehingga berbakti
kepada Yesus sama dengan berbakti kepada Maria, demikian sebaliknya.
Selain atmosphere Sekolah Prancis, konsep Montfort tentang Bunda Maria dipengaruihi oleh tulisan
teolog-teolog besar di Eropa. Sebagai frater di Seminari Saint Sulpice, Louis Grignion mendapat tugas
sebagai pengurus perpustakaan. Tugas ini sangat mendukung hobinya sebagai “kutu buku”. Dia
membaca hampir semua buku di perpustakaan seminari itu dan membuat catatan-catatan untuk
menunjang refleksi dan tulisannya (ajarannya).
Demikianlah kita melihat latar belakang atau sebab-musabab kedekatan St. Montfort dengan Bunda
Maria. Legio Maria telah mengambil ajaran St. Montfort sebagai sumber spiritualitasnya. Untuk itu
kita perlu melihat juga hubungan antara Montfort dan Legio.
8
BAGIAN KEDUA
MONTFORT DAN LEGIO MARIAE
Pengantar.
Legio Maria didirikan didirikan oelh st. Montfort namun dia pernah mengimpikan atau meramalkan
akan adanya suatu laskar yang akan bereprang melawan setan dan dunia. Dalam buku pegangan
definisi Legio berbunyi sebagai berikut: “Legio Mariae adalah suatu perkumpulan umat katolik yang
dengan restu Gereja dan bimbingan kuat Bunda Maria, telah menggabungkan diri dengan suatu
laskar untuk bertempur dalam peperangan abadi antara Gereja melawan dunia dan kekuatan
jahatnya”. Ini merupakan rumusan “Doa yang Menggelora” yang ditulis oleh Santo Montfort lebih
dari 200 sebelum munculnya Legio Mariae. Dengan demikian, meskipun St. Montfort belum sempat
mendirikan Legio Maria namun Legio Maria merupakan jawaban Tuhan atas doa yang dipanjatkan
Montfort. Maka tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa Legio Maria merupakan salah satu
organisasi awam yang mempunyai kaitan yang sangat erat dengan Montfort dan juga dengan SMM.
1. Frank Duff dan Lahirnya Legio Maria.
Setelah kita melihat riwayat hidup St. Montfort kita sekarang melihat secara sekilas sejarah
berdirinya legio dan pendirinya. Legio Maria lahir tgl 7 September 1921 dengan anggota pertamanya
Frank Duff, Pastor Micahel Toher dan 13 wanita. Ada yang mengatakan bahwa para wanita itu
mayoritas berumur di bawah 20 tahun. Sejarah awal perkembangan Legio tidak bisa dipisahkan dari
sejarah hidup Frank Duff. Oleh sebab itu, sebelum berlangkah lebih lanjut dengan Legio Maria, kita
mengenal dulu siapa pendirinya.
Frank Duff lahir di Dublin tanggal 7 Juni 1889 sebagai anak sulung dari tujuh bersaudara pasangan
suami istri John Duff dan Susan Frehill dengan nama asli Francis Michael Duff. Pada umur 18 tahun
dia menjadi pegawai negeri sipil dan bekerja di departemen keuangan. Sebagai seorang yang sangat
dikenal sebagai jagoan matematika, masa depannya pasti sangat cerah di departemen yang basah
9
itu. Namun dalam usia 24 tahun dia bergabung dalam Serikat Santo Vincentius (SVP=Saint Vincent de
Paul Society) yang kemudian sungguh-sungguh mengubah hidupnya. SSV bertujuan untuk
membantu orang-orang yang mengalami kesulitan dan tekanan besar (karena pengangguran dan
kemiskinan) dan membangkitkan semangat hidup rohani kaum miskin. Frank melihat bahwa
berkenaan dengan kemendesakan dalam pelayanan jasmani (membantu orang-orang miskin secara
ekonomi) maka aspek kerohanian menjadi kurang diperhatikan.
Namun yang menarik perhatian Frank Duff adalah sabda Yesus yang sangat ditekankan dalam SVP:
“Segala sesuatu yang kamu lakukan bagi saudaraku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk aku”
(Mat 25:40). Dari sini kita bisa melihat hubungan yang begitu erat antara Legio Maria dan SVP. Frank
Duff mau menguatkan aspek spiritual yang saat itu agak terbengkalai sehingga Legio Maria muncul
untuk mengisi kekosongan itu. Saya belum sungguh-sungguh membuat studi tentang hal ini, tetapi
saya berani mengatakan bahwa itulah sebabnya Legio Mariae, dalam sistemnya, tidak mengizinkan
penggalangan dana sosial atau penyalur bantuan sosial material dan financial.
2. Frank Duff dan Bakti Sejati.
Sejak masa mudanya, Frank Duff merupakan seorang katolik yang saleh. Dia menjalankan 10
perintah Allah, hadir misa secara teratur, dam juga berdevosi kepada Bunda Maria. Namun dia tidak
mempunyai pemahaman yang memadai tentang dasar-dasar devosi kepasa Bunda Maria dan juga
tidak sungguh-sungguh mempunyai pehartian dan minat terhadap peran Maria dalam rencana
penyelamatan Allah. Namun tahun 1918 dia menemukan buku Bakti Sejati karya St.Louis Marie de
Montfort. Baginya, tahun itu merupakan tahun rahmat Allah.
Pada suatu sore, Frank sedang membereskan ruangan setelah mereka mengadakan pertemuan SSV.
Seorang temannya, Vincent Kelly sedang bercakap-cakap dengan teman-temannya yang lain sambil
memegang buku Bakti Sejati. Vincent Kelly sungguh berapi-api dalam menjelaskan apa yang menjadi
isi buku tulisan St. Montfort itu dengan penuh penghargaan. Beberapa hari kemudian Frank
menemukan buku itu di toko buku dan membelinya. Dia membacanya sampai habis namun tidak
sungguh-sungguh terkesan. Dia menilai bahwa Montfort terlalu berlebihan dalam menampilkan
keistimewaan Bunda Maria. Kemudian temannya yang lain, Tom Fallon, meyakainkan Frank untuk
membacanya sampai habis dan berulang-ulang untuk mendapatka pemahaman yang mendalam
tentang buku itu, dan dia melakukannya. Frank seakan-akan mendapatkan pencerahan khusus
10
sehingga dia dapat memahami isi buku tersebut. Sebenarnya Frank sudah berdevosi kepada Bunda
Maria sebelumnya dan berdoa kepadanya secara teratur, sperti yang dikatakannya kepada Paus
Paulus VI dalam suratnya tahun 1964. “Sejak tahun 1914 saya berdoa 5 peristiwa roasrio setiap hari
tanpa bolong.” Namun sejak tahun 1918 (“pertmuannya” dengan Bakti Sejati), Frank sungguhsungguh terinspirasi untuk mengenal secara lebih dalam ajaran Mariologi (Teologi tentang Bunda
Maria) karena kalau tidak, mungkin dia akan terjerumus ke dalam bentuk devosi yang dangkal
memalukan.
3. Lahirnya Legio.
Anggota SSV semakin banyak maka mereka memutuskan untuk membaginya menjadi dua dan salah
satu kelompok bermarkas di Myra-House dengan ketuanya Frank Duff. Pastor Paroki setempat, yaitu
Pater Michael Toher ikut bergabung dalam kelompok itu. Dalam kelompoknya, Frank Duff selalu
menyertakan pembahasan buku Bakti Sejati dalam setiap pertemuan bulanan SSV dan para anggota
terlibat dalam diskusi yang hangat dan antusias. Akhirnya mereka memutuskan untuk
mengagendakan waktu khusus untuk membahas buku Bakti Sejati dan ajaran St. Montfort. Rencana
itu terlaksana dengan baik dan mendapat tanggapan yang antusias dari para hadirin.
Dalam pertemuan SSV berikutnya, seorang anggota memberikan laporan yang menarik tentang
kunjungannya di Rumah Sakit Dublin. Pada saat itu, tugas kunjungan ke rumah sakit itu hanya
dilakukan oleh laki-laki. Sesudah pertemuan itu, dua wanita mendekati Frank Duff dan P. Michael
Toher, untuk menanyakan apakah wanita juga boleh mengambil bagian dalam kunjungan ke rumah
sakit? Permintaan para wanita itu mendapat restu dari Frank Duff dan Micahel Toher dan kedua lakilaki itu meminta kalau bisa menarik beberapa wanita lainnya untuk bergabung. Lalu mereka berjanji
untuk bertemu (membahas kegiatan para wanita itu di rumah sakit) tgl 7 September jam 8 malam.
Pada waktu yang telah ditentukan, berkumpullah 13 wanita yang mayoritas gadis muda, P. Michael
Toher dan Frank Duff. Tak seorang pun yang sadar bahwa hari yang mereka tentukan adalah malam
menjelang Pesta Kelahiran Bunda Maria.
Ketika Frank masuk, dia terpesona dengan penataan ruang pertemuan. Di atas meja ada patung
Bunda Maria Tak bernoda dengan bunga dan lilin di sekitarnya, sama persis dengan penataan altar
pertemuan legio saat ini. Tentu saja belum ada veksilium. Yang mengagumkan, penataan ruangan
tidak dibahas sebelumnya. Ini hanyalah inisiatif dari seorang peserta baru, yaitu Alice Keogh.
11
Menurut penafsiran banyak orang, Alice Keogh (yang merupakan anggota baru) datang dan
mengundang Bunda Maria. Namun menurut Frank Duff, Bunda Maria sendirilah yang hadir
mendahului mereka, dia sendiri yang mau hadir di tengah mereka untuk menyambut mereka yang
mendaftarkan diri untuk melayani dia. Mereka bukan saja datang untuk membentuk sebuah
perkumpulan (organisasi) melainkan untuk menyediakan diri bagi suatu tugas pelayanan, untuk
mencintai dan melayani seseorang. Patung itu mengingatkan mereka bahwa Maria selalu hadir di
tengah mereka. Pada awalnya, perkumpulan itu dinamakan Perserikatan Maria Berbelaskasih dan
kemudian menjadi Legio Mariae.
Anggotanya berusaha untuk menyatukan dalam hidupnya apa yang telah mereka pelajari dari ajaran
Bakti Sejati kepada Bunda Maria menurut St. Montfort. Penekanannya terletak dalam pelayanan
praktis, yaitu melayani Bunda Maria, bukan hanya dalam perkataan melainkan juga dalam
perbuatan. Mereka akan melayani dia dengan melayani Puteranya Yesus Kristus yang hadir dalam
setiap manusia yang mereka jumpai. Mereka akan melayani Kristus yang menderita dalam diri para
pasien di rumah sakit, mereka akan menghibur Yesus yang kesepian dalam diri orang yang hidup
sendirian, mereka akan bertemu dengan kanak-kanak Yesus dalam diri anak-anak yang mereka
jumpai, mereka akan mencari Kristus yang tersalib dalam diri setiap pendosa. Dengan memandang
patung di atas altar, mereka selalu diingatkan bahwa Bunda Kristus sendirilah yang mengutus
mereka untuk suatu tugas isitimewa. Mereka selalu bergantung kepadanya dan berjuang untuk
menjalani hidup yang suci dalam persatuan dengan dia. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
panggilan mereka adalah: “Melayani Bunda Maria, demi kemuliaan Allah.” Mereka memilih Elisabteh
Kirwin sebagai ketua Legio yang pertama, dia merupakan anggota tertua dan termiskin dari antara
semua yang hadir dalam rapat pertama itu. Elizabeth Kirwin (naman aslinya Elizabeth O’Loughlin)
adalah seorang janda yang ditinggal mati suaminya (John Kirwin), seorang penyala lampu jalanan.
Setelah ditinggal suaminya, dia bekerja sebagai cleaning service.
4. Perkembangan Legio Mariae.
Dalam beberapa tahun, beberapa presidum terbentuk di sekitar Dublin. Pada awalnya, anggota Legio
Maria semuanya perempuan. Namun apakah Legio Maria memang hanya untuk perempuan
(organisasi khusus wanita). Sebenarnya tidak juga, tetapi kecenderungan itu terjadi untuk
menghindari kesan seolah-olah Legio Maria adalah saingan dari SSV. Pada dasarnya ada banyak
kesamaan anatara SSV dan Legio Mariae, karena Legio Mariae mengambil akarnya dari SSV. Legio
12
Mariae lebih menekankan keselarasan dan keseimbangan antara katya fisisk dan pelayanan rohani.
Namun Frank Duff sendiri tetap menjadi salah satu anggota presidum untuk memperlihatkan bahwa
Legio Maria terbuka juga buat laki-laki.
Pengakuan pertama dari pimpinan Gereja datang bukan pertama-tama dari uskup di Dublin,
melainkan Mgr. Donald McIntosh, Uskup Agung Glasgow (Skotlandia) tahun 1928 ketika Frank Duff
berkunjung ke sana. Sebuah presidium langsung didirikan di Glasgow dan dalam waktu singkat, Legio
Maria berkembang di Skotlabdia dan presidium pertama di Inggris (London) dimulai tahun 1929 atas
persetujuan Kardinal Bourne, di London. Sebenarnya Uskup Agung Dublin juga sudah tahu tentang
keberadaan Legio Maria dengan segala aktivitasnya, namun dia belum memberikan pengakuan
resmi. Menjelang akhir tahun 1930 wakil Uskup Roma (wakil Paus), Kardinal Marchetti- Selvaggiani,
mengundang Frank Duff ke Roma untuk menjelaskan Legio Maria. Dalam memenuhi undangan itu,
pada tahun 1931 Frank Duff mendapat kehormatan untuk bisa bertemu dan berbicara pribadi
dengan Paus Pius XI yang memberikan restu bahwa Legio Maria boleh menyebar ke seluruh dunia.
Presdium Legio Maria pertama di luar Inggris Raya lahir tanggal 27 November 1931 di New Mexico,
Amerika. Tahun 1932, para uskup dan imam dari berbagai negara menghadiri kongres International
tentang Ekaristi di Dublin. Mereka mendapat kesempatan untuk diperkenalkan dengan Legio Maria.
Setelah pulang mereka mendirikan Legio Maria di tempat asalnya, sehingga Legio Maria lahir di Los
Angeles dan St. Louis (Amerika) dan kemudian Legio Mariae menyebar di seluruh Amerika. Namun
demikian, tidak semua “pejabat” Gereja menyambut kehadiran Legio Maria dengan antusias. Bahkan
di Dublin sendiri pun mendapat banyak kritikan dari para imam. Legio Maria dan Frank Duff dituduh
mengangmbil alih tugas para imam. Demikian pun dalam penyebarannya di negara lain, tidak semua
imam antusias mendukung Legio Maria. Maka benarlah kalau Uskup Charles Helmings, Pemimpin
Rohani pertama Senatus Amerika mengatakan: ”Saya tidak menganjurkan Legio Maria kepada para
imam, religius, atau kaum awam dengan cara mengagungkannya. Saya juga tidak meminta
seseorang untuk merendahkannya karena kesederhanaan dan kerendahan hatinya. Tetapi silahkan
coba saja.” Perkambangan Legio Maria di Amerika serta hubungannya dengan ajaran St. Montfort
terbantu dengan adanya Majalah “Maria Ratu Segala Hati” pimpinan P. Roger Charest SMM yang
terbit setiap dua bulan.
Legio Maria masuk Afrika berkat usaha P. James Moynagh, seorang misionaris imam dari Irlandia
yang bekerja di Nigeria dan Micahel Engkeng, seorang awam yang dedikasinya kepada Gereja dan
13
Legio Maria mendapat pengakuan dari Mgr. McGetterick, Uskup Ogoja. Presidium pertama di
Nigeria lahir tgl 7 September 1933. Salah satu tokoh terkenal yang dimiliki Legio Maria adalah Edel
Quinn yang lahir di Inggris tgl 14 September 1914. Dia masuk Legio Maria sejak meninggalkan
bangku sekolah ketika keluarganya pindah ke Dublin. Sebagai seorang gadis muda, dia dikirim oleh
Concilium untuk menjadi misionaris awam (perempuan) di Afrika untuk memenuhi permintaan Mgr.
Hefferman, uskup di Zanzibar, Afrika Timur. Dia bekerja selama 8 tahun di Afrika sebelum dia
meninggal dunia tgl 12 Mei 1944 di Nairobi, Kenya karena kesehatannya yang buruk dan sulitnya
wilayah pelayanan di sana. Namun dia sudah menjelajah ribuan kilometer untuk menyebarkan Legio
Maria di Uganda, Kenya, Afrika Selatan, Kepulauan Mauritius, dan Danau Victoria. Edel Quinn telah
menjadi “martir” pertama Legio Maria.
Tahun 1953 Concilium mengirim utusan untuk menyebarkan Legio Maria di Amerika Latin. Mereka
berkeliling dan menyebarkan Legio Maria di Kolombia, Ekuador, Brazil, Argentina, dll. Tak terhitung
jumlah uskup Amerika Latin yang memberikan mengakuan dan penghargaan yang tinggi atas karya
Tuhan melalui para missionaris awam yang tergabung dalam Legio Maria.
Legio Maria masuk Filipina melalui Amerika. Kita tahu bahwa sejak tahun 1898 Filipina “dijual” oleh
Spanyol ke Amerika. Sejak saat itulah Filipina mengaku diri telah merdeka dari penjajahan Spanyol
namun sebenarnya mereka mendapat penjajah baru, yaitu Amerika. Ada banyak orang Amerika di
Filipina dan demikian sebaliknya, banyak sekali orang Filipina yang bermukim di Amerika. Bahkan
banyak sekali orang Filipina yang memegang pasport Amerika. Orang Filipina sangat terkenal
keaktivannya dalam hidup menggereja di mana pun mereka berada. Orang-orang Filipina di Amerika
bergabung dalam Legio Maria dan mereka membawanya ke Filipina. Bahkan Uskup Agung Manila,
Mgr. O’Dougherty mengakui bahwa Legio Maria telah menghidupkan kembali semangat beriman
dari umat katolik Filipina.
Konsul Kedutaan Rusia di London bahkan secara peribadi mengunjungi Frank Duff memintanya
untuk memperkenalkan Legio Maria di Rusia. Maka tahun 1969, sekelompok legioner dari Irlandia
terbang ke Moskow. Salah satu anggota rombongan itu adah Pater Bradshaw (penulis buku biografi
Frank Duff).
Sayang sekali bahwa saya belum sempat mempelajari kapan dan bagaimana sejarah masuknya Legio
Maria ke Indonesia. Mungkin itu akan menjadi tugas perwira dewan (Kuria).
14
5. Akhir Hidup Frank Duff.
Hal yang terindah atau boleh dikatakan paling membanggakan dari kehidupan Frank adalah ketika
dia diundang sebagai peserta awam dalam Konsili Vatikan II di Roma tahun 1965. Dia secara khusus
diundang karena dia merupakan salah satu tokoh awam yang sangat berpengaruh dan berjasa
melalui karya Legio Maria di dalam Gereja dan masyarakat. Dalam salah satu sessi diskusi, Frank di
perkenalkan oleh Kardinal Heenan dari Inggris di hadapan 2500 uskup dari seluruh dunia. Dalam
pertemuan pribadinya dengan Paus Paulus VI tgl 11 Desember 1965, Sri Paus berkata: “Tuan Duuf,
saya ingin berterima kasih kepadamu atas pelayananmu untuk Gereja dan ingin menyatakan
penghargaan saya atas segala yang telah dilakukan Legio Mariae. Tahun 1979 Frank masih
mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan Paus Yohanes Paulus II atas Sri Paus ke Vatican.
Dan akhirnya dia mengembuskan nafas terakhirnya tgl 7 November 1981 dalam usia 91 tahun.
Frank Duff telah tiada namun Legio Marie tetap menyebar ke mana-mana bahkan sampai ke
Indonesia dan juga ke wilayah Kepulauan Seribu ini. Mengapa Frank Duff begitu terpesona dengan
St. Montfort? Apa sebenarnya yang diajarkan St. MONTFORT? Mari kita lihat ajarannya.
15
BAGIAN KETIGA
AJARAN ST. MONTFORT
Pengantar.
Montfort sangat dikenal sebagai Guru Besar (istilah yang dipakai Paus Yohanes Paulus II) dalam
devosi kepada Bunda Maria. Montfort dan SMM sangat identik dengan devosi kepada Bunda Maria.
Identifikasi ini memberikan kesan dan penilaian bahwa Spiritualitas St. Montfort berpusat pada
Maria (Mariocentris) bahkan ada tuduhan bahwa Montfort mengembangkan suatu Mariolatreia
(pemujaan kepada Bunda Maria), misalnya karena dia menyebut Maria sebagai Dewi, Ilahi, dsb.
Penilain dan kesan-kesan semacam itu (bahwa ajarannya sangat devosional, Mariocentris,
Mariolatreia, dsb) tidak salah (alias benar) tetapi tidak lengkap. Kalau rentang nilainya 0 – 100 (nol
sampai seratus) maka kebenaran penilaian tadi hanya 25. Dengan demikian, kesan atau penilaian itu
menunjukkan bahwa pengenalan dan pengetahuan tentang ajaran Santo Montfort hanya 25% (itu
pun penilaian maksimal). Oleh sebab itu, kalau kita mau memahami ajaran Santo Montfort dan
memberikan penilaian yang objective kepada tokoh ini, kita sebaiknya mengikuti nasehat Charles
Dickson, seorang Pendeta Lutheran (salah satu sekte Protestan) yang tinggal di Taylorsville, North
Carolina, USA.
Dalam tulisannya di Majalah Mary Queen of all Hearts, (Edisi September Oktober 1996) dia
mengatakan:
“Untuk dapat menghargai ajaran St. Montfort, kita harus membaca semua tulisaanya
dengan lengkap dan bukan hanya mengacu kepada tulisan para pengamat atau bukubuku komentar tentang tulisan Santo Montfort. Dengan mempelajari tulisannya, kita
akan mengetahui ajaran St. Montfort bukanlah suatu mariolatreia (pemujaan kepada
Maria) melainkan suatu spirituaitas Marial yang berpusat pada Kristus”.
Pendapat Pendeta Dickson sangat benar. Kebanyakan orang mengenal Montfort hanya sebagai
pengajar devosi kepada Bunda Maria. Montfort menulis banyak, namun bukunya yang dikenal hanya
Bakti Sejati Kepada Maria. Apa yang dimaksudkan Montfort dengan Bakti Sejati, juga tidak jelas
16
karena orang tidak membacanya. Untuk itu, sebaiknya kita mengenal beberapa karya tulis Santo
Montfort agar dapat memahami ajarannya secara (mendekati) lengkap.
1. Karya Tulis
Dalam biografinya dicatat bahwa selama belajar di Seminari Saint Sulpice di Paris, Montfort
bertugas sebagai pengurus perpustakaan. Di situ dia menjadi “kutu buku” yang membaca berbagai
buku yang ada dan membuat catatan tentang bacaan-bacaan yang menarik baginya. Dengan
demikian, dia mempunyai banyak referensi untuk tulisan-tulisaanya. Karya tulisnya yang terkenal
adalah:
Cinta dari Kebijaksanaan Abadi
Buku ini ditulis sekitar tahun 1703, tetapi kalah tenar dibandingkan dengan Bakti Sejati. Padahal
inilah buku utama yang dihasilkan St. Montfort karena dalam buku ini dia menjelaskan ajaran
teologinya tentang cinta dan kebijaksanaan Allah yang sudi menjadi manusia untuk menyelamatkan
kita. Kita tidak dapat memahami ajaran Santo Montfort secara utuh tanpa membaca buku ini.
Banyak orang yang hanya mengenal Santo Montfort sehubungan dengan ajarannya tentang Maria,
padahal Montfort juga memberikan ajaran yang menarik tentang Allah Tritunggal.
Bakti Sejati kepada Santa Perawan Maria.
Buku ini ditulis sekitar tahun 1712. Selama masa revolusi Prancis, buku ini hilang dan tersembunyi
dan baru ditemukan tahun 1842. Beberapa bagian telah hilang sehingga apa yang kita miliki
sekarang ini sebenarnya tidak lengkap. Namun ketidaklengkapan ini tidak mengurangi kedalaman
ajaran Montfort tentang Bunda Maria. Dalam buku ini Montfort mengajarkan persiapan untuk
pembaktian diri kepada Yesus melalui Maria sebagai bentuk pembaharuan janji baptis.
Rahasia Maria.
Buku kecil ini mempunyai isi yang sama seperti buku Bakti Sejati, jadi semacam ringkasan dari Bakti
Sejati. Ada yang mengatakan bahwa Rahasia Maria ditulis sesudahBakti Sejati tetapi ada juga yang
berpendapat sebaliknya. Kedua buku ini mempunyai tujuan yang sama, yaitu menjelaskan peran
yang unik dan partisipasi Bunda Maria dalam karya penyelamatan Allah. Judul aslinya tidak
diketahui, sedangkan judul yang kita pakai sekarang diambil dari salah satu teks dalam buku itu yang
berbunyi: “Berbahagialah jiwa yang kepadanya Roh Kudus mewahyukan Rahasia Maria supaya dia
17
bisa mengenalnya” (RM. 21). Seluruh pewartaan Montfort terarah kepada pembaharuan janji baptis.
Ada suatu “rahasia” agar kita dapat hidup sesuai dengan janji baptis kita, dan “rahasia” itu adalah
pembaktian diri secara total kepada Yesus melalui Maria (Per Mariam ad Jesum).
Rahasia Rosario.
Dalam buku ini Montfort menjelaskan asal-usul rosario dan bagaimana mendoakan rosario. Buku ini
telah dicetak dan diterbitkan dengan baik oleh Penerbit OBOR Jakarta.
Surat Kepada Sahabat-Sahabat Salib.
Selama hidupnya, Montfort mengalami banyak penderitaan, penghinaan, ketidakadilan,
penganiayaan, dan sebagainya. Untuk melukiskan berbagai penderitaan itu, Montfort menulis buku
refleksi dalam bentuk Surat kepada Sahabat-Sahabat Salib. Perlu diketahui, setiap menyelesaikan
suatu karya misi di suatu tempat, Montfort selalu memancangkan salib dan membentuk
Persaudaraan Sahabat-Sahabat Salib.
Selain buku-buku tersebut di atas, Montfort juga menghasilkan beberapa tulisan lain, dalam bentuk
doa, lagu-lagu, surat-surat, homili, dan anggaran dasar untuk Serikat Maria Montfortan dan SusterSuster Putri Kebijaksanaan, dan lain-lain.
2. Ciri Khas Ajaran St. Montfort.
Ajaran St. Montfort sangat kental dengan nuansa Marial. Bahkan dia dapat disebut sebagai devotan
Maria terbesar yang dimiliki Gereja Katolik. Namun, seperti yang diakui Charkes Dickson, spiritualitas
Santo Montfort bukanlah suatu Mariolatreia yang Mariocentris, melainkan a genuine Christocentric
Marian Spirituality. Mereka yang mempelajari tulisan-tulisaanya akan menemukan bahwa ajaran
mariologi Montfort ditandai dengan cirri-ciri yang Trinitaris, Christocentris, Pneumatologis, dan
Mariologis.
Trinitaris
Misteri Allah Tritunggal sangat kuat dalam tulisan-tulisan St. Montfort. Dia sangat memahami ajaran
St. Thomas Aquinas dalam menjelaskan misteri Allah Tritunggal: Bapa, Putera, dan Roh Kudus.
Pribadi pertama adalah sumber dan asal segala sesuatu, dia mempunyai kesuburan yang daripada-
18
Nya lahirlah pribadi kedua, maka pribadi pertama itu disebut Bapa (RR. no. 41). “Dengan memanggilNya ‘Bapa’, kita menyentuh hati-Nya yang terdalam’ (RR. no. 39).
Menurut Montfort, Allah Bapa telah membuat Maria mengambil bagian dalam kesuburan-Nya
sejauh seorang makhluk murni mampu untuk itu, Ia memberi Maria kemampuan untuk melahirkan
Putera-Nya dan semua anggota Tubuh Mistik-Nya (BS. no. 17). Allah Putera itu berasal dari Bapa,
buah cinta Allah Bapa, dan berada dalam “rahim” Bapa sejak sediakala dan berada dalam rahim
Maria sejak peristwa inkarnasi (CKA. no. 14). Allah Bapa sungguh mencintai Putera-Nya dan
demikian pun sebaliknya. Buah cinta dari keduanya itu menghasilkan Roh Kudus. Allah Roh Kudus
tidak menghasilkan pribadi yang lain lagi, atau bisa dikatakan mandul, tetapi dalam kerjasama-Nya
dengan Bunda Maria, Dia menyebabkan Allah Putera menjadi manusia. “Allah Roh Kudus yang tidak
menghasilkan suatu pribadi ilahi yang lain, menjadi subur melalui Maria yang merupakan mempelaiNya” (BS 20).
Dengan demikian kita melihat bahwa Montfort tidak memposisikan Maria sebagai makhluk
independent yang mendapatkan hormat dan pujian dari dan untuk dirinya sendiri. Montfort melihat
Maria sebagai makhluk yang mempunyai kedekatan yang istimewa dengan Allah Tritunggal
Mahakudus. Menurut Montfort, Maria menjadi istimewa karena partisipasinya yang aktif dalam
karya penyelamatan Allah, yaitu dengan menjadi sarana yang memungkinkan pribadi kedua dari
Allah Tritunggal untuk menjadi manusia. Montfort mengagumi dan menghormati Bunda Tersuci ini
karena menjadi obyek yang istimewa dari cinta Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.
Christocentris (Berpusat pada Kristus).
Mariologi St. Montfort bersifat Christosentris karena focus utama dari ajarannya bukanlah Bunda
Maria melainkan Yesus Kristus. Secara utuh dia menempatkan peranan Maria dalam karya
keselamatan Allah dalam misteri Yesus Kristus yang menjadi manusia dalam rahim Maria.
Dalam urainnya tentang Bakti Sejati, Montfort berulang-ulang menegaskan bahwa tujuan utama dan
terkahir dari kebaktian kita hanyalah Yesus Kristus. Kristuslah satu-satunya pengantara dan jalan
menuju keselamatan. “Kalau kebaktian kita kepada Bunda Maria menjauhkan kita dari Yesus Kristus,
kita harus menolaknya sebagai usaha penyesatan dari setan” (BS 62).
Pandangannya yang sangat Kristosentrik ini tentu saja dipengaruhi oleh aliran Sekolah Prancis yang
sangat menekankan Kristus sebagai pusat kebaktian kristiani. Yesus harus disembah dalam misteri
19
penjelmaan dan dalam segala misteri-Nya, kita harus bersatu dengan Kristus, dengan hati-Nya yang
suci dan mulia. Kita harus hidup di dalam Kristus dan Kristus hidup di dalam kita. Maria mempunyai
persatuan yang khusus dengan Yesus, karena Yesus memberikan kehidupan kepada Maria dan Maria
memberikan tubuh manusiawi kepada Yesus. Sedangkan bagi kita, hidup sebagai orang kristiani
berarti Kristus hidup di dalam kita, Dia adalah hidup dari hidup kita. Seperti kata St. Paulus: “Bukan
lagi aku ayng hidup, melainkan Kristuslah yang hidup di dalam aku” (Gal 2:20).
Pneumatologis.
Montfort menulis banyak buku, antara lain tentang Kebijaksanaan Allah, tentang Maria, Rosario,
Salib, dan sebagainya, namun dia tidak menulis satu buku kecil pun yang khusus tentang Allah Roh
Kudus. Bukan hanya Montfort, para teolog besar pun tidak menulis buku-buku tentang Roh Kudus,
kalau pun ada, jumlahnya sangat minim. Studi tentang Roh Kudus pun tidak sungguh-sungguh
dikembangkan secara mendalam. Paus Paulus VI pun menyadari hal itu, sehingga dia menghimbau
para katekis dan teolog untuk menyadarkan umat akan peranan Roh Kudus dalam karya
penyelamatan dan kehadiran-NYA dalam kehidupan umat. Juga para teolog perlu menjelaskan
hubungan yang yang misterius antara Roh Kudus dan Bunda Maria dalam misteri penjelamaan (bdk.
Marialis Cultus no. 27).
St. Montfort, meskipun tidak menulis buku khusus tentang Allah Roh Kudus, tetap menyinggung
peranan Roh Kudus dalam karya penyelamatan Allah. Setidak-tidaknya 72 kali dia menyebut Roh
Kudus dalam buku Bakti Sejati. Bagi Montfort, seluruh kitab suci, baik Perjanjian Lama maupun Baru,
adalah buah karya Roh Kudus, bahkan dia mengidentikkan Kitab Suci dengan Roh Kudus. Dengan
demikian, dia menggunakan kata Roh Kudus untuk mengacu kepada kitab suci. Sebagai contoh,
dalam buku Cinta dari Kebijaksanaan Abadi, dia menggunakan sebutan Roh Kudus untuk
menggantikan Kitab kebijaksanaan (CKA 5) atau untuk menggantikan Surat Yakobus (CKA 13).
St. Montfort, mengikuti ajaran teolog yang berkembang pada zamannya, terutama St. Thomas
Aquinas, yang mengajarkan bahwa Roh Kudus adalah buah cinta dari Allah Bapa dan Putera. Namun
secara khusus Montfort menyoroti hubungan antara Roh Kudus dan Bunda Maria dalam karya
penyelamatan Allah. Menurut Montfort, Roh Kudus bekerjasama dengan Maria dalam penjelmaan
Allah Putera menjadi manusia dan dalam menghasilkan orang-orang pilihan Allah (umat kristiani).
Allah Roh Kudus menjadi subur dan berbuah dalam kerjasama-Nya dengan Bunda Maria.
20
“Allah Roh Kudus yang tidak menghasilkan pribadi Ilahi yang lain menjadi subur melalui
mempelai-Nya, Maria. Dengan wanita ini, di dalam dia, dan dari dia, Roh Kudus telah
menghasilkan karya seni-Nya: Allah menjadi manusia. Dengan cara yang sama Ia masih
melahirkan setiap hari, sampai akhir zaman, kaum pilihan, yaitu anggota-anggota tubuh dari
kepala yang pantas disembah ini” (BS 20).
Pernyataan Montfort ini bisa menyesatkan, karena seolah-olah Allah Roh Kudus tidak bisa berbuat
apa-apa tanpa Maria. Untuk itu, dengan segera dia menjelaskan:
“Bukan maksud kami untuk mengatakan bahwa Perawan tersuci memberi kesuburan kepada
Roh Kudus, seakan-akan Dia belum memilikinya. Sebab Roh Kudus sungguh-sungguh Allah,
karena itu Dia, sama seperti Bapa dan Putra, sungguh memiliki kesuburan, artinya Dia memiliki
kemampuan untuk melahirkan. Hanya Dia tidak mewujudkannya, karena Dia tidak
menghasilkan satu pribadi Ilahi yang lain. Satu-satunya yang kami maksudkan adalah, bahwa
Roh Kudus secara mutlak tidak memerlukan Perawan suci, tetapi bahwa Dia memang mau
menggunakannya supaya melalui perantaraan Maria Ia mewujudkan kesuburan-Nya, yaitu
dengan menghasilkan di dalam dia dan melalui dia Yesus Kristus dan anggota-anggota-Nya. Ini
adalah suatu misteri rahmat yang tidak dipahami oleh orang kristiani yang paling terpelajar
dan saleh sekalipun” (BS 21).
Marialis.
Santo Montfort sangat terkenal karena devosinya yang besar kepada Bunda Maria. Hal ini didukung
oleh ajarannya dalam buku yang sangat terkenal, yaitu Bakti Sejati. Sebagai statement (pernyataan)
pembukaan buku Bakti Sejati dia menulis: “Melalui Santa Perawan Maria, Yesus Kristus telah datang
ke dunia. Melalui Maria pulalah Dia harus berkuasa di dunia” (BS 1). Kemudian Montfort
menjelaskan peran (fungsi) Bunda Maria sebagai sarana yang sempurna untuk menjalin persatuan
dengan Kristus:
“Perawan tersuci adalah sarana yang telah digunakan Tuhan untuk datang kepada kita. Kita
harus memakai sarana yang sama untuk datang kepada-Nya. Tidak ada yang lebih diinginkan
Maria daripada menyatukan diri kita dengan Putranya Yesus Kristus, dan tidak ada yang lebih
disukai Putranya daripada bahwa kita datang kepada-Nya melalui Bunda-Nya yang kudus.
Perawan suci adalah jalan untuk pergi menuju Tuhan” (BS 75).
21
BAGIAN KEEMPAT
MARIA DALAM KARYA KESELAMATN ALLAH
Pengantar.
Soteriology (ajaran keselamatan) St. Montfort tidak terlepas dari kisah kejatuhan manusia ke dalam
dosa dan belas kasih Allah untuk menyelamatkan makhluk yang diciptakan-NYA dengan “sungguh
amat baik” (Kej 1:31). Montfort menjelaskan sejarah keselamatan Allah dalam bukunya Cinta dari
Kebijaksanaan Abadi.
1. Manusia tidak pernah puas.
Setelah menciptakan langit dan bumi dan segala isinya, Allah menciptakan manusia. Allah
memberikan segala yang telah dicptakannya kepada manusia untuk dikuasai: "Beranakcuculah dan
bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan
burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi." (Kej. 1:28). Manusia hidup
dalam kebebasan dan kelimpahan tanpa harus mengusahakan apa, mereka telanjang tetapi tidak
merasa malu, karena mereka hidup bagaikan dalam rahim ibu. Ketika dalam rahim ibu, manusia itu
telanjang, tetapi tidak merasa malu, manusia tidak perlu mengusahakan apa, karena segala yang
diperlukannya secara langsung dan berlimpah dialirkan dari kehidupan sang ibu. Itulah suasana
Firdaus, suasana Taman Eden, Allah memberikan segala yang diperlukan manusia tanpa harus
bekerja.
Suatu kelemahan yang paling mendasar dalam hidup setiap manusia adalah tidak pernah puas.
Manusia ingin mendapatkan lebih dan lebih banyak lagi. Manusia tidak puas dengan apa yang sudah
ada, sehingga melupakan kepentingan orang lain bahkan melupakan larangan Tuhan. Pelaku korupsi
terbesar adalah orang-orang kaya dan pejabat tinggi. Orang yang dinilai serakah adalah orang-orang
kaya yang sudah memiliki segala-galanya secara berkelebihan dan berkelimpahan, tetapi tidak
pernah berhenti untuk berekspansi, bahkan lahan untuk orang kecil pun diserobot. Demikian juga
dengan Adam dan hawa, manusia yang hidup di Taman Firdaus. Kemewahan dan keistimewaan
22
hidup di Taman Eden rupanya tidak membuat manusia itu puas. Manusia ingin mendapatkan
segalanya, dan menjadi segala-galanya, termasuk ingin menjadi sama seperti Allah.
Allah telah memberikan segala-galanya kepada manusia di Taman Eden, tetapi hanya satu yang tidak
boleh, yaitu memetik buah dari pohon kehidupan. Namun manusia tetap tergoda untuk
melawannya. Terlebih lagi setelah mendapat tipuan dari setan “bahwa pada waktu kamu
memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik
dan yang jahat" (Kej 3:5). Keinginan untuk menjadi dan mendapatkan segala-galanya itu
mengakibatkan manusia kehilangan segala-galanya. Manusia diusir dari Taman Eden dan dibuang ke
“taman edan”. Penderitaan manusia itu pun diperparah karena taman baru yang dimasukinya itu
merupakan tanah yang terkutuk. “terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah
engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan
dihasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan
berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari
situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu" (Kej 3: 17-19).
2. Keprihatinan Allah terhadap Nasib Manusia.
Sejak diusir dari Taman Eden, kehidupan manusia diwarnai dengan perjuangan, penderitaan,
perselisihan, dan perpecahan. Dengan kata lain, manusia hidup dalam kekuasaan dosa dan setan
karena hubungannya dengan Allah sudah rusak (putus). Dalam kerahiman-NYA, Allah tidak tega
membiarkan manusia hidup menderita. Montfort menulis:
“Kebijaksanaan Abadi merasa sangat iba oleh kemalangan Adam dan seluruh keturunannya.
Dengan kesedihan yang besar Dia melihat bagaimana wadah-Nya yang mulia terpecah belah,
bagaimana gambar yang serupa dengan-Nya terkoyak, bagaimana karya-Nya yang ulung
hancur lebur, dan wakil-Nya di dunia digulingkan” (CKA no. 41).
Allah berkeinginan untuk menyelamatkan bangsa manusia, namun bagaimana caranya? Allah
melihat bahwa tidak ada sesuatu pun dalam semesta alam yang dapat menebus dosa manusia, tak
ada kekuatan yang mampu melawan kekuatan setan (bdk. CKA no. 45). Namun Allah, dalam
kerahimannya, rindu meyelamatkan manusia yang celaka itu, karena dia mencintainya dengan
begitu mesra. Maka Dia menemukan suatu sarana yang ampuh. Allah Tritunggal mengadakan
pertemuan dan memutuskan untuk mengutus Pribadi Kedua ke dunia. Dia akan menjadi manusia
23
untuk memulihkan kondisi manusia yang sudah malang itu. Dan ketika waktunya telah tiba bagi
penyelamatan umat manusia, dia membangun bagi-Nya suatu kediaman yang pantas di dalam rahim
Santa Anna (bdk. CKA 105).
Dengan demikian, menurut Montfort, kehamilan St Anna merupakan rencana Allah. Allah dengan
sengaja membentuk Maria dalam rahim St. Anna tanpa cacat cela. Uraian St. Montfort kiranya
mengatasi kebingunan seputar penjelasan tentang Dogma Maria Dikandung Tanpa Noda (8
Desember 1854). Penjelasan-penjelasan tentang Immaculate Conception (dikandung tanpa noda)
sering dikacaukan dengan Virginal Conception (mengadung sebagai perawan). Virginal Conception
mengacu kepada ajaran kitab suci yang mengatakan bahwa Maria mengandung Yesus walaupun dia
dalam keadaan tetap perawan. Dan Gereja Katolik (Konsili Lateran th 649) mengajarkan bahwa
Maria itu tetap seorang perawan ante partum, in partu, dan post partum (sebelum, ketika, dan
setelah melahirkan Yesus). Sedangkan Immaculate Conception mengacu kepada kehamilan St. Anna.
Menurut teologi traditional, akibat dosa Adam dan Hawa setiap manusia sudah terjangkit dosa asal
sejak dalam kandungan ibunya. Tetapi Maria sama sekali tidak ketularan dosa asal itu sejak dalam
kandungan ibunya, karena Allah sendirilah yang secara khusus membentuk Maria dalam rahim Santa
Anna. Saya sering membaca tulisan atau mendengar kotbah-kotbah seputar Hari Raya yang
mencampur-adukkan Immaculate Conception dan Virginal Conception.
Pemilihan Bunda Maria merupakan keputusan Dewan Ilahi (hasil rapat Allah Tritunggal). Dalam buku
Bakti Sejati, Montfort menjelaskan bahwa bertahun-tahun sebelum peristiwa inkarnasi, para kudus
dan para nabi telah berdoa dan berkeluh kesah mohon kedatangan sang juru selamat, namun segala
usaha mereka sia-sia sampai akhirnya Allah memilih Bunda Maria.
“Allah Putera menjadi manusia demi keselamatan kita hanya dalam dan melalui Maria. Para
bapa bangsa telah memohon harta ini, para nabi dan para kudus Perjanjian Lama telah berdoa
4000 tahun lamanya untuk mendapatkannya. Tetapi hanya Maria yang memperolehnya dan
mendapat kemurahan di mata Allah berkat kekuatan doanya dan keutamannya yang luhur”
(BS no. 16).
Tawaran Allah diterima Maria. Keputusan diambil dan ditetapkan bahwa Kbijaksanaan Abadi atau
Putera Allah akan menjadi manusia pada saat yang tepat dan dalam keadaan tertentu (CKA 46). Atau
menurut St. Paulus, “Setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari
seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat” (Gal 4:4).
24
3. Maria Bunda Kristus dan Bunda Gereja.
Jawaban Maria kepada malaikat Gabriel: “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut
perkataann-Mu,” (Luk 1:38), menjadi awal dari kehadiran Allah yang menjelma menjadi manusia.
Maria telah menyatakan “ya” dalam peristiwa anunsiasi dan tetap mengatakan “ya” untuk bersama
dengan Puteranya menjalankan karya penyelamatan dunia. Menurut Montfort, kalau Yesus adalah
kepala dan umat Kristiani adalah anggota-anggota-Nya, maka Maria tidak hanya melahirkan kepala
tetapi juga anggota-anggotanya. Dengan kata lain, setiap orang kristiani, melalui pembaptisannya
dilahirkan kembali melalui rahim Maria yang tak bercela. Oleh sebab itu, penyerahan Yohanes
kepada Maria dan sebaliknya di Golgota, merupakan lambang penyerahan seluruh Gereja kepada
keibuan Maria.
Dalam hal “kelahiran” Gereja, Montfort mempunyai pandangan yang agak berbeda atau, kalau boleh
dikatakan, lebih mendalam tentang kelahiran Gereja. Kalau kita perhatikan dengan baik, bacaan Injil
dalam peringatan Maria Bunda Gereja selalu diambil dari Yoh 19 26-27, ketika Yesus mengatakan
“Inilah anakmu”, dan ‘Inilah ibumu”. Gereja menafsirkan bahwa penyerahan Yohanes kepada Maria
melambangkan penyerahan seluruh Gereja. Yohanes mewakili seluruh Gereja untuk mengambil
Maria sebagai ibunya. Sehingga peristiwa di kali salib merupakan hari kelahiran Gereja. Namun
Montfort mempunyai pandangan yang lebih jauh. Montfort sependapat dengan pandangan umum
bahwa Kristus merupakan kepala Gereja. Tetapi hari kelahiran Gereja, bagi Montfort, sudah terjadi
saat inkarnasi, yaitu saat Putera Allah diserahkan kepada Maria untuk dikandung, dilahirkan, dan
dipelihara. Karena menurut Montfort, Maria tidak mungkin hanya melahirkan kepala tanpa anggota.
Dengan melihat peran penting Bunda Maria dalam karya keselamatan dan perannya sebagai Bunda
yang dipercayakan Allah untuk mengayomi umat pilihan-Nya (anggota Gereja), maka pantaslah kalau
kita menjadi anak yang berbakti kepada Bunda Maria. Dalam buku BAKTI SEJATI Kepada Santa
Perawan Maria dan buku Rahasia Maria, St. Louis-Marie de Montfort menjelaskan pentingnya
berbakti kepada Bunda Maria dan bentuk kebaktian yang benar.
25
BAGIAN KELIMA
KEBAKTIAN KEPADA MARIA
Buku Pegangan resmi Legio Maria mengatakan bahwa setiap legioner berkewajiban untuk
menjunjung tinggi kebaktian kepada Maria dan mempraktekkannya secara dengan sungguhsungguh, dan sudah selayaknya, hal itu (kebaktian kepada Maria) menjadi kewajiban Legioner yang
hakiki, lebih penting dari kewajiban apa pun (bdk. BP. hlm. 26). Lebih lanjut Buku Pegangan Legio
menjelaskan: “Legioner sepatutnya melakukan kebaktian sejati kepada Maria menurut ajaran St.
Louis-Marie de Montfort” (BP. hlm. 40). Seperti sudah dikatakan di atas, bentuk kebaktian yang
diajarkan Montfort tertuang dalam dua bukunya, yaitu Bakti Sejati dan Rahasia Maria. Namun
sebelumnya, kita perlu melihat sejarah dan tingkatan devosi.
1. Tingkatan-tingkatan Devosi.
Legio Maria sangat identik dengan Devosi kepada Bunda Maria dan Bunda Maria selalu
identik dengan agama Katolik. Hal ini bisa merupakan kebanggaan tetapi juga sebagai
tantangan. Kalau dikatakan memembanggakan karena orang bisa mengenal atau melihat
Bunda Maria karena mengenal kita, orang bisa mengetahui bahka kita orang katolik karena
bedevosi kepada Bunda Maria, dan lebih jauh lagi, Maria tidak bisa dipisahkan dari Yesus
Kristus. Maka mengenal Maria berarti mengenal Yesus.
Namun di lain pihak, hal ini merupakan tantangan bagi kita. Tantangannya bisa bersifat
lahiriah, spiritual, dan intelektual. Tantangan yang bersifat lahiriah meminta kita untuk tidak
malu-malu mengakui bahwa kita umat beragama katolik. Di tengah kelompok-kelompok
kategorial yang sinis dan apatis terhadap Bunda Maria, kita tidak perlu malu-malu
memperkenalkan diri sebagai legioner. Tantangan spiritual mengajak kita untuk
menampakkan semangat
Bunda Maria dalam hidup kita. Kita bertindak dan bersikap
dengan meneladani sikap dan semangat hidup Bunda Maria. Apakah orang bisa mengenal
kita sebagai orang katolik tanpa memegang rosario? Apakah orang dapat mengenal kita
sebagai legioner tanpa memegang Buku Pegangan Legio? Dari segi intelektual (baca
pengetahuan) kita ditantang karena orang akan menanyakan banyak hal kepada kita:
26
mengapa berdevosi kepada Bunda Maria? Mengapa Maria disebut perawan? Bagaimana
mungkin Maria diangkat ke surga? Mengapa begini dan mengapa begitu? Dan masih banyak
lagi pertanyaan-pertanyaan yang bisa bersifat informatif tetapi terkadang juga bersifat
menguji. Pertanyaan-pertanyaan di atas menantang kita untuk mengenal Maria secara lebih
mendalam dan belajar lebih banyak lagi tentang Bunda Sang Penebus. Dengan demikian,
kita harus memiliki dua hal, yaitu pemahaman tentang Maria (Mariologi) dan devosi kepada
Bunda Maria (Marioduli).
Kita bisa berbicara tentang Bunda Maria dalam konteks Mariologi (ilmu tentang Maria) atau
juga Marioduli (kebaktian kepada Bunda Maria). Kata Yunani douleia berasal dari kata
doulos yang berarti budak atau hamba. Kata doulos menurunkan kata douleuein yang berarti
berhamba atau berbakti sebagai budak atau hamba. Sedangkan dalam kontkes kristiani,
douleia atau douleuein berati kebaktian kepada seorang manusia atau orang kudus.
Berhubung Ibu Yesus merupakan orang yang paling kudus di antara semua orang kudus,
maka kebaktian kepadanya disebut Hyper-douleia atau adi kebaktian.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada tingkatan-tingkatan kebaktian. Tingkat
pertama disebut idolatreia. Hal ini sebenarnya tidak boleh dilakukan tetapi banyak orang
yang mengaku katolik masih mempraktekkannya. Secara sederhana idolatreia artinya
menyembah berhala. Urutan kedua disebut douleia. Makna aslinya adalah berbakti kepada
orang atau lembaga tertentu. Namun dalam tradisi kristen (katolik) dimengerti sebagai
penghormatan kepada orang kudus atau santo-santa. Urutan ketiga adalah hyper-douleia
(adi kebaktian). Kebaktian pada tingkat ini hanya diberikan kepada Bunda Maria, karena dia
merupakan orang yang paling kudus di antara semua orang kudus. Devosi kepada Maria
tidak bisa disamakan dengan devosi kepada Santa Helena atau Santo Agustinus. Dan tingkat
yang paling tinggi disebut latreia atau adoratio, yaitu penghormatan yang hanya diberikan
kepada Allah (Bapa-Putra-Roh Kudus). Bahasa Latin menggunakan istilah devotio (Inggris
devotion) dari kata kerja devovere. Devotio atau devosi adalah suatu sikap dan tindakan
orang yang mengarahkan diri kepada seseorang yang dijunjung tinggi, dihargai atau
dianggap kudus.
27
2. Sejarah Devosi.
Bunda Maria telah menjadi pribadi yang dimuliakan dan dihormati umat kristiani sejak awal.
Bentuk-bentuk penghormatan kepada Bunda Maria berkembang secara mengagumkan.
Bentuk kebaktian (devosi) kepadanya Maria telah menjadi pusat spiritualitas dan seni dalam
tradisi Katolik dan Ortodoks. Sejak tahun 150CE (Common Era atau Tahun Masehi) telah
ditemukan sebuah fresco (lukisan dinding) Bunda Maria dan Anaknya dalam sebuah
Katakombe di Priscilla (Roma). Penghormatan kepada Bunda Maria muncul dalam berbagai
bentuk: doa, kebaktian, perayaan liturgis, memberi nama Maria kepada manusia atau
gereja. Para seniman mengarang lagu atau membuat lukisan atau patung, dan lain-lain.
Awal mula lahirnya tradisi berdevosi kepada Bunda Maria sebenarnya tidak terlalu jelas.
Namun kebiasaan berdevosi kepada para martir sudah ada sejak abad pertama. Pada zaman
penganiayaan banyak pengikut Kritus (penganut agama kristen) yang dibunuh. Mereka
dibunuh karena mempertahankan imannya. Kematian mereka tidaklah menghambat
pekembangan agama kristen atau melunturkan iman umat. Justeru sebaliknya, darah
mereka mengobarkan semangat umat untuk tetap teguh dalam iman akan Yesus Kristus dan
kematiannya memberi keyakinan akan kebenaran ajaran kristiani. Maka mulailah tradisi
berdevosi kepada para martir. Sejak tahun 150 CE para martir mulai diikutsertakan dalam
kebaktian (ibadat) umat. Kesempatan yang dipilih pada umumnya hari kematian mereka.
Mereka dinilai telah mengambil bagian dalam penyelamatan Yesus Kristus. Devosi ini mulamula hanya bersifat devosi rakyat, namun kemudian masuk ke dalam ibadat (liturgi) resmi.
Devosi dan ibadat rakyat seputar seorang martir secara lahiriah bukanlah sesuatu yang khas
kristiani. Dalam arti bahwa sebelum adanya agama kristiani, kebiasaan penghormatan
terhadap para pahlawan sudah ada dalam budaya Yunani dan Romawi. Pahlawan-pahlawan
itu dihormati dan dikenang karena berjasa dalam membela kerajaan, membangun sebuah
kota atau mempunyai keahlian tertentu. Ada kemungkinan bahwa devosi rakyat kristiani
terhadap para martir dipengaruhi oleh devosi rakyat Yunani dan Romawi kepada pahlawan
mereka. Sehingga sekitar abad IV dan V ada sementara pemimpin umat (uskup) yang kwatir
kalau-kalau devosi kepada para martir itu dapat menghidupkan kebiasaan kafir itu. Namun
bedanya adalah devosi kafir tidak berhubungan dengan dewa-dewi, sedangkan devosi
28
kepada para martir berhubungan dengan Allah. Artinya bahwa para martir itu diakui sebagai
orang yang dekat dengan Allah dan dapat menjadi penghubung atau penyambung antara
manusia dengan Allah.
Devosi dan ibadat kepada Bunda Maria merupakan kelanjutan dan perkembangan devosi
kepada para martir. Setelah Edikta Milan (312) agama kristen diakui dan bahkan dijadikan
agama resmi kekaiseran Romawi maka zaman kemartiran pun berakhir. Konsep kemartiran
fisik diganti menjadi kemartiran rohani. Orang menjadi martir (kudus) bukan hanya karena
mati demi iman akan Kristus tetapi juga orang yang hidup demi Kristus. Dengan demikian,
Bunda Maria pun, orang yang membaktikan seluruh hidupnya demi Kristus, diakui sebagai
orang kudus dan martir secara rohani. Umat pun mulai menghormati Maria dan berdoa
kepadanya. Mereka memberinya gelar Bunda Allah atau Theotokos.
Ketegangan terjadi dalam Gereja ketika Nestorius, Kepala Gereja Konstantinopel mengecam
gelar Theotokos. Untuk menjawab atau menyelesaikan polemik yang dibuat oleh Nestirius
maka diadakan Konsili Efesus tahun 431. Umat berkumpul di luar gedung konsili menantikan
keputusan resmi. Setelah konsili menghasilkan keputusan yang positif, umat berteriak:
“Maria Theotokos!” Di kota yang sama, rakyat berteriak: Besarlah Artemis, Dewi orang
Efesus!” Artemis adalah Dewi Kesuburan, Ibu Perawan dan Ibu Besar.
Di sini juga terjadi kemungkinan bahwa penghormatan kepada Maria merupakan kelanjutan
atau boleh dikatakan bentuk kristiani dari penghormatan kepada dewi-dewi Yunani dan
Romawi, terutama Artemis. Memang pada dasarnya devosi kepada Maria merupakan
kelanjutan dari devosi kepada para martir, namun tak dapat disangkal bahwa pengaruh
dewi-dewi kafir tetap ada. Beberapa ciri dewi-dewi itu dipindahkan oleh umat kepada
Maria. Dewi-dewi itu digantikan dengan Ibu Yesus. Sehingga di atas puing kuil Dewi Artemis
di Efesus dibangun gereja Bunda Maria, begitu juga di atas kuil Dewi Vesta di Roma
dibangun gereja untuk menghormati Maria. Perkembangan ini sangat mengkwatirkan,
antara lain Punjangga Gereja Epiphanius abad IV. Dia melihat bahwa umat menjadikan
Maria semacam dewi, sama dengan dewi mitologi Yunani-Romawi.
29
Sejak abad VII sampai zaman pertenghan devosi marial berkembang dengan pesat bahkan
hampir tak terkendali. Devosi rakyat pun sudah mempengaruhi liturgi resmi. Beberapa pesta
marial telah dimasukkan dalam kalender liturgi. Kisah-kisah kehidupan Maria baik yang
tercatat dalam Kitab Suci (Maria diberi Kabar Gembira, Maria mengunjungi Elisabeth, Maria
mengungsi ke Mesir) maupun yang bersumber pada injil apokrief (Kelahiran Maria, Maria
dipersembahkan di Kenisah, dan lain-lain) mulai dikenangkan. Perkembangan devosi marial
di kalangan umat tidak semuanya sehat dan terkendali, namun tidak perlu seluruhnya
dikecam. Tentu saja selalu ada pro dan kontra. Namun sejak zaman reformasi, kaum
Protestan mengecam devosi marial sebagai sesuatu yang terlalu berlebihan, tidak sesuai
dengan kitab suci, bahkan liar. Mereka hanya mengambil devosi marial yang bersifat
Kristologis dan biblis.
Terlepas dari banyaknya kritikan dan kecaman terhadap devosi marial, baik dari kalangan
non katolik maupun dari kalangan katolik sendiri, devosi marial tetap berkembang bahkan
Gereja Katolik mengeluarkan paling tidak empat dogma resmi tentang Maria. Pertengahan
abad XIX sampai pertengahan abad XX bisa dikatakan sebagai zaman keemasan mariologi
dan marioduli dan hal ini semakin mempersulit usaha ekumene. Melihat hal itu, konsili
ekumenis Vatican II (1962-1965) berusaha untuk menempatkan Maria pada proporsi yang
wajar. Maria merupakan anggota bagian dari Gereja sehingga pembahasan tentang topik tentang
Maria dalam Vatican II tidak bisa dekeluarkan dari kontek Gereja. Dewasa ini sedang digalang
dukungan, terutama dari gerakan Mary Queen of All Nation untuk meminta Paus mengeluarkan
dogma baru tentang Maria sebagai Coredemptrix.
3.
Kebaktian kepada Maria Menurut St. Montfort.
3.1. Berbakti kepada Maria berarti Berbakti kepada Yesus.
Bakti yang sejati kepada Maria menurut Montfort adalah penyerahan diri secara total kepada Yesus
melalui tangan Bunda Maria. Karena bagi Montfort, penyerahan diri kepada Yesus sama dengan
penyerahan diri kepada Maria, dan sebaliknya, penyerahan diri kepada Maria sama dengan
penyerahan diri kepada Yesus karena tidak ada yang paling diinginkan Maria daripada menyatukan
30
kita dengan Putera dan tidak ada yang paling diinginkan Yesus daripada datang kepada-Nya lewat
Maria (bdk. BS. no. 75).
Pandangan Montfort ini tentu saja tidak bisa dipisahkan dari latar belakang tempat pendidikannya,
yaitu atmosphere the French School of Spirituality yang dipelopori Piere de Berulle. Berulle selalu
berbicara tentang Maria ketika berbicara tentang Yesus. Keduanya tidak pernah dipisahkan, baik
dalam diskusi, refleksi, doa, maupun kebaktian. Bagi Berulle, berhamba kepada Yesus berarti
berhamba kepada Maria. Mengikuti ajaran St. Bernardus, Berulle mengatakan bahwa kita harus
pergi kepada Yesus melalui Maria dan dalam kebaktian kita, kita tidak boleh memisahkan apa yang
telah dipersatukan Allah dengan begitu mesra. Apa yang harus kita minta kepada Maria adalah
supaya Dia menyerahkan kita kepada Yesus. Yesus sungguh-sungguh hidup dan meraja di dalam
Maria, Yesus adalah hati dari hatinya, sehingga kita dapat mengatakan bahwa dengan menghormati
dan memuliakan hati Bunda Maria sama dengan menghromati dan memuliakan Yesus. Berhamba
kepada Yesus berarti berhamba kepada Maria. Dan untuk sungguh-sungguh hidup sebagai hamba
Yesus dan Maria berarti hidup sesuai dengan janji baptis atau suatu komitmen untuk menjalankan
janji baptis dengan setia (bdk. Batista Cortinovis, smm, Montfort Pilgrim in the Church, hlm. 64-68).
Sehingga menurut Montfort, dua motivasi dasar pembaktian diri kepada Yesus melalui Maria adalah,
pertama agar kita mempersembahkan seluruh diri kita untuk melayani Tuhan. Tidak ada panggilan
yang lebih tinggi dan mulia daripada panggilan untuk melayani Tuhan Allah. Hamba-hama Allah
adalah hamba-hamba penuh cinta dari Yesus dan Maria. Sedangkan motivasi kedua adalah untuk
meniru contoh yang ditunjukkan Allah Trintunggal: Allah Bapa mengirim Putra-Nya ke dunia lewat
Maria, Allah Putra menjadi manusia lewat Maria, dan Allah Roh Kudus menyerahkan segala rahmat
dan berkat kepada dunia lewat Maria. Maka sepantasnyalah kalau kita pun mempercayakan hidup
kita kepada Allah lewat Maria (bdk. Rahasia Maria, no. 35).
3.2. Kriteria untuk membedakan Kebaktian yang Benar dan Kebaktian yang Palsu.
Penting bagi kita untuk merefeleksikan sejauh mana kebaktian kita kepada Bunda Ilahi ini
merupakan devosi yang benar atau kebaktian yang palsu. Kita perlu mengenal devosi-devosi semu
untuk dapat menjauhinya dan devosi yang sejati untuk merangkulnya. Pembedaan ini juga perlu,
supaya di antara begitu banyak praktik devosi sejati kepada Perawan Suci, kita tahu mana yang
paling baik, yang paling berkenan kepadanya, yang paling memuliakan Allah dan yang paling
menguduskan diri kita sendiri, supaya kita bisa menghayati dan mengamalkannya (BS. no. 91).
31
a. Devosi-Devosi yang Semu kepada Bunda Maria.
Santo Montfort memberikan tujuh ciri atau tujuh macam penghormat dan devosi yang semu kepada
kepada Bunda Maria: 1) tukang kritik, 2) mereka yang kelewat peka, 3) mereka yang dangkal, 4)
mereka yang lancang, 5) mereka yang tidak berpendirian tetap, 6) mereka yang sok suci, 7) mereka
yang mencari untung sendiri (BS. no. 92).
a. 1. Tukang Kritik (critical devotees).
Pada dasarnya mereka mempunyai sedikit penghormatan terhadap Perawan suci, tetapi mereka
melancarkan kritik terhadap hampir semua praktik penghormatan terhadap Perawan suci yang
dipersembahkan orang-orang sederhana dengan cara yang polos dan saleh kepada Bunda yang
begitu baik itu; semuanya itu tidak sesuai dengan selera mereka. Mereka meragukan semua mukjizat
yang memberikan kesaksian tentang kerahiman dan kuasa Perawan tersuci. Mereka hampir tidak
tahan melihat orang-orang sederhana dan rendah hati berlutut di depan altar atau patung Perawan
suci atau kadang-kadang di sudut jalan untuk berdoa kepada Allah. Malahan mereka menuduh
orang-orang itu menyembah berhala, seakan-akan mereka menyembah kayu atau batu. Umumnya
para pengritik ini adalah kaum terpelajar yang sombong (BS no. 93).
a. 2. Para Penakut yang Kelewat Peka (scrupulous devotees).
Mereka takut, bahwa dengan menghormati Bunda, mereka akan merusak kehormatan Putera dan
bahwa dengan memuliakan Bunda, mereka menghina Putera. Mereka tidak akan membiarkan orang
menyampaikan kepada Perawan suci, kata-kata pujian yang sangat pantas yang pernah disampaikan
oleh para Bapa Gereja. Mereka hampir tidak bisa tahan, apabila di depan altar Perawan suci lebih
banyak orang berlutut daripada di depan Sakramen Mahakudus, seakan-akan yang satu berlawanan
dengan yang lain; seakan-akan doa kepada Perawan Suci bukan pula doa kepada Yesus Kristus
melalui dia. Mereka tidak suka jika orang bicara begitu banyak tentang Perawan Suci dan begitu
sering berdoa kepadanya. Apa yang mereka katakan ini dalam arti tertentu benar, tetapi di dalam
pelaksanaan, mereka menghalangi devosi kepada Perawan suci. Ini sangat berbahaya, karena hal itu
merupakan kelicikan yang culas dan setani dengan dalih mau mencapai sesuatu yang lebih besar.
Karena semakin kita menghormati Perawan tersuci, semakin kita menghormati Yesus Kristus. Sebab
kita menghormati Maria hanya supaya menghormati Yesus Kristus dengan lebih baik: kita hanya
pergi kepadanya, seperti orang pergi ke jalan, hanya supaya bisa mencapai tujuan akhir, yaitu Yesus
(BS. no. 94).
32
a. 3. Penghormat yang Dangkal (superficial atau external devotees).
Orang-orang dangkalA adalah mereka yang menyusutkan seluruh penghormatan kepada Perawan
suci menjadi praktik-praktik lahiriah. Mereka hanya berminat terhadap sisi luar penghormatan
terhadap Perawan tersuci, karena mereka tidak memiliki semangat keheningan. Mereka
mengucapkan sederetan doa rosario dengan tergesa-gesa, mengikuti sejumlah misa tanpa
perhatian, ikut berjalan dalam perarakan tanpa devosi, menjadi anggota segala macam
persaudaraan; tetapi mereka lupa memperbaiki hidupnya, lupa mengekang nafsu-nafsunya dan lupa
meneladani keutamaan-keutamaan Perawan yang sangat suci ini (BS. no. 96).
a. 4. Penghormat-penghormat yang Lancang (presumptuous devotees).
Orang-orang yang lancang adalah orang berdosa yang membiarkan dirinya diseret oleh nafsunafsunya atau para pencinta dunia yang menyembunyikan keangkuhan, keserakahan, percabulan,
kemabukan, kemarahan, makian, pemfitnahan, ketidakadilannya, dan lain-lain di bawah kedok yang
bagus sebagai Kristiani dan penghormat Perawan Suci. Dengan dalih bahwa mereka adalah
penghormat Perawan Suci, mereka terus bergumul dalam kebiasaan-kebiasaannya yang buruk, dan
tidak banyak berusaha memperbaiki diri (BS. no. 97).
a. 5.
Para Penghormat yang mood-mood-an (inconstant devotees).
Para penghormat yang tidak berpendirian tetap yaitu orang yang pada saat-saat tertentu
menghormati Perawan Suci, lalu pada saat-saat lain tidak, sesuai dengan selera mereka pada saat
itu. Kadang-kadang mereka penuh semangat, kadang-kadang juga loyo. Kadang-kadang mereka
kelihatan siap melakukan segala-galanya untuk melayani Perawan Suci, lalu tidak lama kemudian
mereka bukan lagi orang yang sama. Mereka mulai dengan melakukan semua devosi kepada
Perawan Suci secara serentak, dan mendaftarkan diri pada segala macam perserikatan yang ada.
Tetapi kemudian mereka tidak mengikuti peraturan-peraturannya dengan setia. Mereka itu sama
berubah-ubahnya seperti bulan (BS. no. 101).
a. 6. Penghormat yang Sok Suci (hypocritical devotees).
Menurut pengertian St. Montfort, orang yang sok suci adalah mereka yang menyelubungi dosa dan
kebiasaan buruknya di balik mantel Perawan Suci, supaya dengan demikian di mata orang banyak
mereka kelihatan suci, padahal tidak demikian (bdk. BS, no. 102).
33
a. 7. Orang yang Mencari Kepentingan Diri (interested devees).
Mereka berlindung kepada Perawan suci hanya supaya bisa memenangi suatu perkara, supaya luput
dari bahaya, supaya sembuh dari suatu penyakit, atau untuk keperluan lain semacam itu. Di luar itu
mereka tidak mengingat dia sama sekali (BS. no. 103).
b. Bakti Sejati kepada Bunda Maria.
Setelah menggambarkan ciri dan bentuk penghormat dan penghormatan yang palsu kepada Bunda
Maria, marilah kita melihat pendapat St. Montfort tentang kriteria Bakti Sejati kepada Bunda Maria.
Menurut St. Montfort, devosi yang benar kepada Bunda Mari harus memenuhi lima kriteria ini, yaitu
bersifat:1) batin, 2) lembut, 3) suci, 4) teguh, 5) tanpa pamrih (bdk. BS, no. 105).
b. 1. Batin (interior).
Devosi yang sejati kepada Bunda Maria harus bersifat batin. Ia berasal dari budi dan hati. Ia
bertumbuh dari rasa hormat yang kita unjukkan terhadapnya, dari gagasan luhur yang kita bentuk
tentang perbuatan-perbuatan ajaibnya dan dari kasih yang kita amalkan kepadanya (bdk. BS, no.
106).
b. 2.
Penuh Keyakinan dan Lembut (Trustful).
Bakti itu lembut, artinya penuh kepercayaan terhadap Perawan tersuci, seperti seorang anak
terhadap bundanya yang baik. Dalam kesederhanaan besar dan dengan kepasrahan dan
kelembutan, orang seperti ini berlindung kepadanya dalam segala bahaya jasmaniah dan rohaniah.
Dalam segala sesuatu yang bisa menimpa dirinya baik badan maupun jiwa, Maria selalu menjadi
tempat perlindungan, tanpa perlu menjadi takut bahwa ia mengganggu Bunda yang baik ini atau
menyakiti hati Yesus Kristus (BS. no. 107).
b. 3. Suci (Holy).
Bakti sejati kepada Perawan suci adalah suci, artinya: mengantar orang untuk menjauhi dosa, untuk
mengikuti keutamaan-keutamaan Perawan tersuci, terutama kerendahan hatinya yang dalam,
imannya yang hidup, ketaatannya yang buta, doanya yang terus-menerus, matiraganya yang menyeluruh, kemurniannya yang surgawi, kasihnya yang menyala-nyala, kesabarannya yang gagah berani,
kelembutannya yang seperti malaikat dan kebijaksanaannya yang luhur (BS. no. 108).
34
b.4. Tak Tergoyahkan atau Teguh (Constant).
Bakti sejati kepada Perawan suci juga teguh dan tak tergoyahkan. Kebaktian meneguhkan hati orang
dalam hal yang baik dan mendorong dia agar tidak lalai dalam mengolah kesalehannya. Bakti ini
memberi dia keberanian untuk melawan dunia dengan segala kebiasaan dan patokannya, daging
dengan masalah-masalah dan nafsu-nafsunya, setan dengan segala godaannya (BS. no. 109).
b. 5.
Tanpa Pamrih (disinterested).
Bakti sejati kepada Perawan suci akhirnya tanpa pamrih. Di bawah pengaruh Maria orang tidak
mencari dirinya sendiri, melainkan hanya Allah di dalam Bunda-Nya yang suci. Seorang penghormat
Maria yang sejati melayani Ratu yang mulia ini tidak karena mencari keuntungan atau pamrih
pribadi, tidak untuk kesejahteraannya yang sementara atau yang kekal, yang jasmani atau yang
rohani, melainkan semata-mata karena Maria dan Allah yang ada dalam dia pantas dilayani (BS. no.
110).
3. Praktek Lahiriah dan Batiniah Bakti Sejati.
Kebaktian kepada Maria dijalankan baik secara lahiriah maupun batiniah. Kedua praktek ini harus
saling mendukung dan meneguhkan dalam arti bahwa praktik lahiriah harus sejalan dengan praktek
yang batiniah. Seperti pepatah mengatakan: “tindakan yang baik pasti datang dari hati yang baik”.
a. Praktek lahiriah Bakti Sejati.
1. Pembaharuan janji baptis secara sempurna.
Penyerahan diri yang sempurna kepada Yesus berarti penyerahan diri secara sempurna kepada
Bunda Maria. Dan hal ini dilakukan melalui pembaharuan yang sempurna dari janji baptis kita.
Karena sebelum pembaptisan kita semua adalah hamba dan milik setan, tetapi melalui pembatisan
kita menyangkal dan menolak setan, dan menjadi milik dan hamba Kristus seutuhkan. Kemerosotan
moral dan susila di kalangan umat Kristiani, menurut Raja Louis (yang menjadi pelindung St.
Montfort) adalah karena orang telah lupa atau tidak menyadari janji-janji baptisnya yang suci. (bdk.
BS. 120,126, 128).
35
2. Mendoakan Mahkota Kecil.
Doa ini terdiri dari tiga Bapa Kami dan 12 Salam Maria untuk menghormati kedua belas hal istimewa
dan gelar kehormatan Santa Maria. Praktek ini bersumber pada Kitab Wahyu (12:1) di mana Yohanes
melihat seorang wanita yang dimahkotai 12 bintang dan berselubungkan matahari dengan bulan di
bawah kakinya (bdk. BS 234).
3. Memakai Rantai Kecil.
Rantai ini melambangkan perhambaan karena cinta kepada Yesus dan Maria. Rantai ini terbuat dari
besi dan tentu saja tidak berkilap. Tetapi menurut Montfort, rantai yang digunakan sebagai lambang
perhambaan kepada Yesus dan Maria mempunyai nilai yang melebihi semua kalung emas para
kaisar (bdk. BS. 236)
4. Mendoakan Magnificat.
Magnificat adalah doa pujian yang dilambungkan Bunda Maria Ain Karem (kampung tempat tinggal
keluarga Imam Zakaria dan Elisabeth) setelah dia mendengar pujian Elisabeth yang anaknya
melonjak-lonjak kegirangan di dalam rahim karena bertemu dengan Yesus yang juga masih dalam
rahim ibu-Nya (bdk. Luk. 1)
5. Mendoakan Rosario.
Banyak orang yang memberikan penilain yang salah terhadap doa rosario, bahkan para iman sekali
pun. Mereka mengatakan bahwa doa rosario adalah doa untuk memuji dan memuliakan Bunda
Maria. Kalau orang sungguh mengerti, doa rosario adalah doa yang sangat Trinitaris, Inkarnatoris
dan Biblis. Doa ini dibuka dengan menghubungkan Maria dengan Allah Tritunggal, doa Salam Maria
menjelaskan dengan singkat misteri penjelmaan Allah menjadi manusia, don keseluruhan pristiwaperistwa dalam doa merupakan renungan kitab suci. Menurut Montfort, Rosario adalah doa yang
patut didaraskan oleh semua orang: terpelajar atau buta huruf, kaya atau miskin, pejabat atau orang
kecil , orang kudus atau orang berdosa untuk memuji dan menghormati Yesus dan Maria (bdk. RR.
8). Karena bagi Montfort: “Aku tidak menemukan sarana yang lebih ampuh untuk dapat bersatu
dengan Sang Kebijaksanaan Ilahi daripada gabungan antara doa lisan dan doa batin dalam doa
rosario suci dan permenungan ke lima belas peristiwanya” (CKA.no. 193). Yang pasti, semakin rajin
berdoa rosario, semakin kita mendalami misteri kehidupan Yesus. Karena perstiwa-peristiwa rosario
adalah renungan akan kehidupan Yesus mulai peristiwa anunsiasi sampai kemuliaanNya.
36
6. Menjadi Anggota Perserikatan Maria Ratu Segala hati.
Salah satu bentuk lahiriah pembaktian diri kepada Yesus melalui Maria adalah menjadi anggota
Perserikatan Maria Ratu Segala Hati (lihat BP Legio Maria, Tambahan 5, hlm. 373). Kita akan melihat
hal ini kalau kita masih punya banyak waktu.
b. Praktek Batiniah.
Praktek batiniah sungguh membawa kesucian bagi semua orang yang dipanggil oleh Roh Kudus
kepada kesempurnaan yang tinggi. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa praktek batiniah berarti
segala tindakan kita harus dilakukan melalui Maria, dengan Maria, dalam Maria, dan untuk Maria,
karena pada akhirnya semuanya itu berarti kita melakukannya melalui Yesus, dengan Yesus, dalam
Yesus, dan untuk Yesus (bdk. BS. no. 257).
Kalau St. Paulus mengatakan: “Bukan lagi aku yang hidup, melainkan Kristuslah yang hidup di dalam
aku” (Gal 2:20), maka praktek batiniah bakti sejati berarti “Bukan lagi aku yang hidup melainkan
Marialah yang hidup di dalam aku”.
Dalam Doksologi Doa Syukur Agung kita berdoa: “Dengan perantaraan Kristus dan bersama Dia,
serta bersatu dalam Roh Kudus, kami menyampaikan kepada-Mu, Allah Bapa yang Mahakuasa,
segala hormat dan pujian, kini dan sepanjang masa”.
Maka praktek batiniah bakti sejati berarti Doksologi Bunda Maria:
“Dengan perantaraan Maria dan bersama Maria, serta bersatu dengan Maria, kita menyampaikan
kepada Allah, Bapa yang Mahakuasa, segala hormat, dan pujian, kini, dan sepanjang masa”.
I am all yours and all that I have is yours,
o virgin, blessed above all
✯✯✯✯✯
37
LAMPIRAN 1 : DOA MAHKOTA KECIL
MAHKOTA KECIL SANTA PERAWAN MARIA
Oleh: St. Louis-Marie Grignion de Montfort
Catatan:
Bentuk doa ini bertitik tolak dari kitab Wahyu tentang penampakan seorang wanita yang bermahkotakan 12 bintang (Why
12:1). Maka doa ini terdiri dari 3 Bapa Kami dan 12 Salam Maria.
Seruan kepada Roh Kudus.
P:
Datanglah Roh Kudus, penuhilah hati umatMu dan nyalakanlah di dalamnya api cintaMu.
Utuslah RohMu, maka semuanya akan dijadikan lagi.
U:
Dan Engkau akan membaharui muka bumi.
P:
Marilah kita berdoa:
U:
Ya Allah, Engkau yang mengajar hati umatMu dengan penerangan Roh Kudus: berilah kami
dengan perantaraan Roh Kudus kebijaksanaan yang sejati serta karunia selalu merasa
gembira atas penghiburanNya. Demi Kristus Tuhan kami.
Amin.
I.
P:
Mahkota Kemuliaan:
Marilah kita menghormati Maria Bunda Allah, kita menghormati keperawanannya yang tak
terlukiskan, kemurniannya yang tanpa cacat dan keutamannya yang tak terbilang.
Bapa Kami......
Salam Maria......
1.
Berbahagialah engkau, ya Perawan Maria, yang mengandung Tuhan Pencipta semesta alam.
Engkau melahirkan yang membentuk engkau, namun engkau perawan selalu.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria........
38
2.
Ya Perawan yang suci dan tak bernoda, kami tidak mampu memujimu sepantasnya. Sebab
yang tidak dapat ditampung oleh semesta alam engkau kandungkan dalam rahimmu.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
3.
Sungguh elok engkau, hai Perawan Maria cela apa pun tak terdapat padamu.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
4.
Kebajikan-kebajikanmu, ya Perawan yang suci, melebihi jumlah bintang di langit.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Kemuliaan.......
II. Mahkota Kekuasaan:
P:
Marilah kita menghormati Santa Perawan Maria sebagai Ratu, kita menghormati kebesaran,
kepengantaraannya yang universal dan kekuatan peranannya.
Bapa kami.......
Salam Maria........
5.
Terpujilah engkau, ya Maria permaisuri dunia, hantarkan kami masuk bersama dikau ke
dalam kebahagiaan firdaus.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
6.
Terpujilah engkau, ya Maria,
engkaulah
perbendaharaan rahmat-rahmat Allah.
Kurniakanlah kami sebagian dari harta kekayaanmu.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
39
P:
Salam Maria.......
7.
Terpujilah engkau, ya Maria. Engkau pengantara antara Allah dan manusia. Semoga engkau
membuat Allah murah hati bagi kami.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
8.
Terpujilah engkau, ya Maria, yang menghancurkan bidaah-bidaah dan menginjak setan.
Jadilah pemimpin kami.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Kemuliaan.........
III. Mahkota Kebaikan:
P:
Marilah kita menghormati Santa Perawan Maria yang menaruh cintakasih terhadap para
pendosa, kaum miskin, orang adil dan yang lemah.
Bapa Kami........
Salam Maria..........
9.
Terpujilah engkau, ya Maria, engkaulah pengungsian orang berdosa. Jadilah pengantara
kami pada Allah.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
10.
Terpujilah engkau, ya Maria, engkaulah bunda anak yatim piatu. Semoga, berkat usahamu,
Bapa yang Mahakuasa memperhatikan kami.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
40
P:
Salam Maria.......
11.
Terpujilah engkau, ya Maria, engkaulah kegembiraan orang saleh. Bimbinglah kami masuk
bersama dikau ke dalam sukacita surgawi.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Salam Maria.......
12.
Terpujilah engkau, ya Maria, engkau senantiasa bersedia membantu kami dan mendampingi
kami pada waktu hidup maupun mati. Bimbinglah kami agar masuk bersama dikau dalam
kerajaan surga.
P:
Bersukacitalah, ya Perawan Maria.
U:
Bersukacitalah senantiasa.
P:
Kemuliaan.........
P:
Marilah kita berdoa:
Salam Maria, Puteri tercinta Allah Bapa.
Salam Maria, Bunda yang dikagumi Allah Putera.
Salam Maria, Mempelai setia Allah Roh Kudus.
Salam Maria, Bait megah bagi Allah Tritunggal.
Salam Maria, Pemimpinku dan bundaku yang baik,
Ratu hatiku, Hidupku, Manisku dan Harapanku pada Yesus, Hatiku dan Jiwaku.
Aku ini seluruhnya kepunyaanmu, dan segala kepunyaanku adalah milikmu.
Hai Perawan yang terberkati oleh semua makhluk yang murni, aku mohon kepadamu, agar pada hari
ini jiwamu tinggal dalam aku untuk memuliakan Tuhan. Semoga semangatmu tinggal dalam aku,
supaya dapat bergembira dalam Allah.
Hai Perawan yang setia, letakkan dirimu bagaikan meterai kekasih pada hatiku, agar melalui engkau
dan dalam engkau aku didapatkan tetap setia kepada Allahku.
Ya Bunda yang murah hati, kurniakanlah aku agar ditambahkan kepada jumlah mereka yang
kaucintai dan kau didik, yang kau pelihara dan kau bimbing dan yang kau lindungi sebagai anakanakmu.
Hai Permaisuri surga, janganlah mengizinkan sesuatu terdapat dalam aku yang bukan milikmu, sebab
aku mulai melepaskannya sekarang ini juga.
41
Hai Puteri Raja para raja, kemuliaanmu yang terbesar letaknya di dalam batinmu. Jangan
membiarkan diriku dilarutkan dalam segala hal lahiriah dan yang bersifat sementara.
Tetapi buatlah oleh berlimpahnya rahmat, agar aku selalu memperhatikan hidup batinku. Maka di
dalam Allah aku dapat menemukan kegairahan dan hartaku, rasa diriku, kemuliaanku.
Semoga oleh Roh Kudus mempelaimu yang setia, dan melalui dikau, mempelainya yang setia, Yesus
Kristus Puteramu yang tercinta dibentuk dengan sempurna di dalam hati kami, demi berkembangnya
kemuliaan Allah Bapa, kini dan sepanjang masa.
Amin
LAMPIRAN 2 : RUMUSAN JANJI BAPTIS
PENOLAKAN SETAN
I : Sanggupkah sudara menentang kejatahan dalam diri saudara sendiri dan dalam masyarakat?
U
:
Ya, kami sanggup.
42
I : Sanggupkan saudara menolak godaan-godaan dalam bentuk takhyul, perjudian, dan hiburan
yang tidak sehat?
U
:
Ya, kami sanggup.
I : Sanggupkah saudara berjuang malawan segala tindakan dan kebiasaan yang tidak adil atau tidak
jujur dan yang melanggar hak asasi manusia?
U
:
Ya, kami sanggup.
LAMPIRAN 3 : RUMUSAN PEMBAKTIAN DIRI
PEMBAKTIAN DIRI
Tuhan Yesus Kristus, Putera Allah Bapa dan Putera Maria, Kebijaksanaan abadi dan Kebijaksanaan
yang menjelma menjadi manusia.
Aku bersembah sujud kepada-Mu, aku memuji Dikau dan bersyukur kepada-Mu, karena Engkau
berkenan mengenakan kemanusiaan kami untuk menyelamatkan kami. Melalui peristiwa
penjelmaan yang tak terpahami, Engkau melepaskan kebebasan-Mu dan menggantungkan diri-Mu
kepada Maria, ibu-Mu dan ibuku. Bersama wanita mulia ini dan melalui dia, aku rindu mengenal diriMu lebih mendalam dan ingin mencintai Dikau lebih mesra.
Maka pada Marialah aku menghadap, agar ia memenuhi sampai penuh kerinduanku akan
Kebijaksanaan Ilahi dan memperoleh rahmat bagiku untuk melaksanakan, dengan penuh tanggung
jawab, semua kewajiban pembaptisanku yang amat sering kulalaikan.
Ya Maria yang tak bernoda, Kenisah Allah yang hidup, Ratu surga dan bumi, Perlindungan yang aman
bagi orang berdosa, terimalah semua janji dan persembahan yang ingin kusampaikan kepada-Mu.
Sadar akan panggilanku sebagai pengikut Kristus, aku membaharui janji-janji baptisku; untuk
selamanya aku menolak setan dan segala karyanya, janji-janjinya yang kosong dan rencanarencananya yang jahat.
Aku serahkan diriku seluruhnya kepada Yesus Kristus, Kebijaksanaan yang menjelma menjadi
manusia, agar mulai sekarang aku lebih setia kepada-Nya dan sambil memikul salibku mengikuti
jejak-Nya segala hari hidupku.
Di depan hadirat seluruh Gereja, aku memilih engkau hari ini, ya Maria, menjadi Ibuku dan Ratuku.
Demi pengabdian kepadamu,sebagai hamba demi cinta, aku menyerahkan dan membaktikan
kepadamu tubuhku dan jiwaku, segala milikku yang rohani maupun jasmani, termasuk juga nilai
43
pahala dari setiap perbuatanku yang baik di masa lampau, kini, dan kelak.Aku memberi hak
kepadamu untuk menggunakan diriku dan segala yang kumiliki, sekehendakmu, agar Allah semakin
dimuliakan kini dan sepanjang masa.
Ya, Perawan yang berbelaskasih,terimalah persembahanku ini, yang kuserahkan seutuhnya dalam
tanganmu. Aku melakukannya dalam persatuan dengan Yesus, sambil menunduk kepadamu, seperti
yang diteladani-Nya,sambil bersyukur atas kasih karunia yang dicurahkan Allah Tritunggal ke atasmu.
Ya Perawan yang baik hati, kerinduanku dalam segala hal, ialah menghormati dan
menaatimu.Perawan yang setia,bagikanlah kesetiaanmu denganku,agar dengan bantuan doa
restumu, dengan mengikuti teladanmu, pada suatu hari aku akan mencapai kedewasaan Yesus
Kristus di sini, di dunia dan sepanjang segala masa.
Amin
44
Download