Optimalisasi Kontribusi Muslimah untuk Dunia Islam

advertisement
Optimalisasi Kontribusi Muslimah untuk Dunia Islam
Oleh: Ibnu Djalaluddin
Proses mengembalikan izzul Islam wal muslimin bukan monopoli laki-laki,
karena muslimah juga memiliki peran besar. Dan mempelajari peran muslimah
yang besar itu bukan monopoli perempuan, tapi setiap muslim—laki-laki
maupun perempuan—berhak memahami peran mereka, sehingga mampu
memposisikan muslimah secara tepat, tidak menganggap perempuan sebagai
pihak nomor dua dalam proses kebangkitan Islam kembali.
Terkait pelajaran bagi perempuan dan laki-laki dari kontribusi muslimah, Allah
berfirman yang artinya, "Dan Allah membuat istri Fir'aun perumpamaan bagi
orang-orang yang beriman… dan Maryam puteri Imran…." (QS. Al-Tahrim: 1112). Allah telah memberikan perumpaan kekuatan iman dengan dua perempuan
permata. Dan seruan mengambil pelajaran ini tidak hanya tertuju pada
perempuan, tapi kepada setiap orang beriman, termasuk laki-laki.
Sebagai representasi dari pentingnya optimalisasi peran muslimah, penulis coba
menampilkan beberapa penggal kontribusi besar muslimah, khususnya di bidang
dakwah, ilmu pengetahuan, dan jihad.
Kontribusi Dakwah
Sejak masa awal dakwah, muslimah telah menunjukkan peran yang sangat
penting. Ibnu Qayyim mengatakan, "Seluruh ahlul ‘ilmi sepakat, bahwa orang
pertama yang sujud pada Allah setelah Rasulullah Saw. adalah Khadijah r.a.."
Dan ini tidak kebetulan, karena Allah berfirman yang artinya, "Segala sesuatu di
sisi Allah telah ada ketetapannya. " (QS. Al-Ra'du: 8).
Ketika Rasul terguncang hebat saat awal menerima wahyu, Khadijahlah yang
meneguhkannya. Khadijah menginfakkan seluruh harta di jalan dakwah. Ia
meninggalkan kehidupan hartawan, dan sabar memikul beban dakwah yang
berat, termasuk dalam detik-detik 3 tahun blokade Qurays di Sya'bu Abu
Thalib.
Ummu Habibah juga seperti itu. Awalnya ia menjalani kehidupan bak seorang
ratu, karena ia adalah anak dari pemuka Qurqaisy, Abu Sufyan. Namun untuk
memperjuangkan dakwah, ia meninggalkan perhiasan dunia dan melakukan
hijrah ke Habsyah yang penuh tantangan.
Selain itu, banyak sahabiah lainnya. Sebut saja Fatimah yang menjadi penyebab
masuk Islamnya Umar bin Khattab r.a.. Bila melihat survei 70 orang pertama
yang masuk Islam, ternyata 37 diantaranya adalah perempuan.
Meneliti realita sejarah kontribusi muslimah di awal dakwah, ulama Tarajum
dan Thabaqat memilih sekitar 8.000 nama yang paling berpengaruh dalam
membangun negara Islam di Madinah. Dari 8.000 pilihan ini, ada 1.000 lebih
nama muslimah yang tercatat. Ini berarti, dalam setiap 8 orang sahabat yang
berkontribusi besar untuk Islam, maka di sana terdapat 1 orang muslimah.
Akhirnya, dalam hanya seperempat abad, terbukti Islam berhasil meraih
keusuksesan yang nyata.
Menanggapi realita ini, dalam majalah Al-Risalah edisi Maret 2009 (terbitan
Kairo) peneliti keislaman Sanusi Muhammad Sanusi menulis, "Keterlibatan
perempuan saat awal membangkitkan peradaban Islam sangat tinggi
dibandingkan dengan keterlibatan perempuan dalam membangun peradaban
lainnya."
Jika keterlibatan muslimah merupakan salah satu kunci sukses di masa awal
dakwah Islam, maka sekenario yang sama juga harus diterapkan untuk
membangun kejayaan Islam masa depan, dengan mengoptimalkan keterlibatan
dan peran positif muslimah.
Kontribusi Mencetak Tokoh
Umar bin Abdul Aziz memang tokoh besar. Ia dijuluki khulafaurrasyidin kelima.
Di masanya, tidak ada lagi peminta-minta. Namun di balik kebesarannya itu,
ada gadis penjual susu yang mengatakan pada ibunya yang ingin menambahkan
air ke dalam susu supaya lebih banyak saat dijual, "Memang amirul mukminin
tidak tahu, tapi Allah yang menciptakan amirul mukminin pasti tahu.”
Mendengar perkataan itu Umar bin Khattab terinspirasi mencetak tokoh besar.
Langsung ia menikahkan anaknya bernama Asim dengan sang gadis penjual susu
tersebut dengan obsesi, "Semoga dari perempuan tersebut lahir pemimpin Islam
yang hebat, yang akan memimpin orang-orang Arab dan 'Ajam (non-Arab).” Dari
pernikahan Asim dengan sang gadis, lahirlah anak perempuan bernama Laila.
Dari pernikahan Laila dengan Abdul Aziz bin Marwan, lahirlah sang tokoh
bernama Umar bin Abdul-Aziz.
Begitu juga di balik kebesaran Muhammad Al-Fatih, di sana ada peran seorang
perempuan. Setiap pagi ibunya berdiri di hadapan benteng Konstatinopel dari
jarak jauh, dan mengatakan kepada Al-Fatih kecil dalam pangkuannya, "Wahai
anakku, sesungguhnya engkau adalah panglima yang dijanjikan Rasulullah
dalam hadisnya, 'Sungguh Konstatinopel akan dibebaskan. Maka panglima yang
paling beruntung adalah panglima pembebasnya dan tentara yang paling
beruntung adalah para tentaranya." Akhirnya Muhammad Al-Fatih berhasil
membebaskan Konstatinopel pada tahun 857 H/1517 M.
Kontribusi Ilmu dan Mencetak Ulama
Muslimah berkiprah dalam berbagai cabang ilmu. Sebut saja ilmu hadis, di sana
ada Aisyah r.a. yang merupakan perawi terbanyak kedua setelah Abu Hurairah.
Dalam cabang ilmu tafsir, tercatat nama Zaib binti Syah Muhyiddin Uzbek (1048
H-1113 H) yang berasal dari India. Dalam kitab Mu'jam Al-Mufassirin min Shadri
Al-Islam hatta Al-Ashri Al-Hadhir Prof. Muhammad Khair Yusuf mengatakan,
"Satu-satunya muslimah yang melahirkan tafsir Al-Quran adalah Zaib. Kitab
tafsirnya berjudul Zaib Al-Tafasir." Ini merupakan kontribusi yang besar, karena
melahirkan karya tafsir berarti terlebih dahulu harus menguasai ilmu bahasa
Arab, Syariah, Fiqh, dan Ushul Fiqh. Selain itu, masih banyak peran muslimah,
baik di bidang ilmu syariah, kedokteran, dan lainnya.
Secara umum, pada abad 8 H, dalam bukunya Al-Nafis Imam Ibnu Hajar AlAsqalani mencatat 232 orang ahli hadis. Sedangkan di abad 9 H, dalam bukunya
berjudul Al-Dhau' Al-Lami' fi A'yan Al-Qarni Al-Tasi' Imam Al-Shakhawi mencatat
1.570 muslimah yang berkontribusi besar untuk dunia Islam.
Selain ilmu, muslimah juga berperan dalam mencetak ulama. Imam Al-Hafiz
Ibnu Asakir (751 H) memang perawi hadis yang terpercaya sehingga mendapat
julukan Hafiz Al-Ummah. Namun di balik kebesaran itu, tercatat dalam
Thabaqât Al-Syâfi'iyyah karangan Imam Al-Subki, bahwa guru dari Imam Ibnu
Asakir yang perempuan mencapai lebih dari 80 orang.
Ulama-ulama yang menjadi mujtahid mutlak juga tak terlepas dari peran sang
ibu. Waqi' mengatakan, Ibu dari Imam Sufyan Al-Tsauri selalu mendorong
anaknya menuntut ilmu. Begitu juga ibu dari Imam Malik yang menasehati sang
imam sejak kecil, "Tuntutlah ilmu pada Rabi'ah. Pelajarilah akhlak yang baik
sebelum kamu mempelajari ilmu darinya." Begitu juga dengan Imam Syafi'i.
Sejak kecil beliau yatim, sehingga ibunya yang bernama Fatimah binti Abdullah
bin Hasan bin Husen bin Ali bin Abi Thalib mendidiknya dan memotivasinya
untuk belajar pada seluruh ulama di masanya, sehingga akhirnya ia menjadi
seorang ulama besar.
Kontribusi Jihad dan Mencetak Mujahid
Jihad merupakan amal yang sangat berat, namun muslimah juga memiliki
peran. Sehingga tidak heran jika Rasulullah Saw. melibatkan muslimah dalam
setiap peperangan, baik untuk mengobati korban perang, atau berperang
langsung jika kondisi mendesak.
Sejarah mencatat, orang pertama yang syahid mempertahankan agama Allah
justru seorang perempuan. Ialah Sumayyah yang sabar menahan siksaan Abu
Jahal, hingga akhirnya ia menggapai syahid. Padahal ia seorang sahabiah yang
telah berumur 60 tahun. Badannya kurus, berkulit hitam, dan seorang budak
miskin yang tidak memiliki apa-apa. Namun kekuatan imannya melebihi ratarata laki-laki. Di waktu yang sama, anak laki-lakinya bernama Ammar tidak
sanggup menahan siksaan yang sama, sehingga ia terpaksa menuruti
permintaan Abu Jahal untuk menghina Nabi, walau hatinya ingkar.
Selain itu, orang pertama yang matanya dicungkil saat mempertahankan Islam
juga perempuan. Dialah Zinnirah yang disiksa oleh Umayyah bin Khalaf. Dan
orang pertama yang syahid di eropa juga seorang muslimah. Ialah Ummu Haram
yang turut berjihad di masa Usman bin Affan, melalui jalur laut menuju wilayah
Qubrus.
Saat ini, jihad masih dilakoni oleh muslimah dunia Islam. Baik jihad dalam arti
luas yang mencakup seluruh sisi kehidupan, maupun jihad dalam arti khusus
berjihad di medan perang. Potret jihad secara menyeluruh tampak nyata di
beberapa negara mayoritas muslim, khususnya negara Islam Palestina. Mereka
berjihad dalam taat pada Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Mereka
berjihad dalam mendidik anak-anak sehingga banyak anak kecil Palestina yang
telah mampu menghafal Al-Quran di usia dini. Mereka juga mencetak mujahid
Palestina, seperti Ummu Nidhal yang dijuluki dengan al-khansa.
Pada kondisi tertentu, muslimah Palestina juga tidak segan-segan melakukan
bom syahid. Bukan untuk mencari mati, tapi untuk menentukan kehidupan
abadi. Bukan untuk mati, tapi justru untuk kehidupan orang lain. Kehidupan
hati dan mental umat Islam. Kehidupan dalam arti sebenar-benarnya hidup,
hingga dunia Islam mampu untuk membangun kebangkitan yang Allah janjikan.
Optimalisasi Kontribusi Muslimah untuk Dunia Islam
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa optimalisasi kontribusi muslimah sangat
penting dalam proses kebangkitan dunia Islam. Mereka telah berperan di
kancah dakwah, ilmu, bahkan di medan perang. Tentu dalam menjalankan
peran lainnya muslimah lebih mampu.
Optimalisasi peran muslimah ini tidak memandang umur. Seorang nenek tua
yang telah berumur 60 tahun nyatanya masih bisa berkontribusi untuk Islam,
seperti yang dilakoni Sumayyah, sahabiah yang dijanjikan surga oleh Rasulullah.
Begitu juga yang berumur dini. Seorang gadis miskin penjual susu nyatanya
telah menginspirasi Umar bin Khattab untuk mencetak tokoh besar hingga
lahirlah Umar bin Abdul Aziz, hanya karena akhlak sang gadis yang mulia.
Apalagi optimalisasi peran ibu yang merupakan madrasah pencetak tokoh,
ulama, bahkan mujahid.
Mengoptimalisasi kontribusi muslimah ini juga berarti mengoptimalisasi
kontribusi laki-laki di masa sekarang dan masa depan. Di masa sekarang,
muslimah bisa berkontribusi di bidang dakwah maupun membantu dakwah lakilaki seperti yang dilakoni Khadijah r.a. dll.. Di masa depan, muslimahlah yang
akan melahirkan laki-laki hebat pengubah sejarah, seperti yang dilakoni Ummu
Muhammad Al-Fatih, yang telah melahirkan sang pembebas Konstatinopel.
Wallâhu al-musta'an.
Download