Modul Filsafat Ilmu dan Logika [TM7]

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
FILSAFAT
ILMU DAN
LOGIKA
FILSAFAT HARI INI
Fakultas
Fakultas
Psikologi
Program
Studi
Tatap
Muka
07
Abstract
Philosophy emerged in the Greek region about two
thousand five hundred years ago as an effort to
seek the truth. This is an important moment for the
birth of science. Philosophy is the mother of
science. Science is essentially an attempt to help
human solve the problem. Science should benefit
humans’ life. However, due to the development of
science is very rapid paradigm change, not more
science to human, but human for the sciences..
Kode MK
Disusun Oleh
Kode MK
Masyhar, MA
Kompetensi
Mengerti tentang alam filsafat yang
menyangkut asal usul, asas-asas,
peranan,
kegunaan,
metode
serta
cabang-cabang dan aliran-aliran filsafat
Mampu berfilsafat berdasarkan metode
yang digunakan
Mampu menganalisis suatu peristiwa
berdasarkan aliran filsafat
Mengerti
dan
memahami
tentang
pengetahuan dan kebenaran yang
disertai dengan cara berpikir logis
Mampu berpikir reflektif terhadap
masalah-masalah psikologi
A. Filsafat Modern dewasa ini
Salah satu perkembangan terbaru dalam ilmu filsafat disebut “Filsafat
Analitis”. Filsafat analitis bukan suatu filsafat sistematik sebagaimana idealism,
realism, atau pragmatism. Kebanyakan ahli filsafat analitik bekerja dengan hati-hati
untuk menanggalkan identitas sebagai filsafat sistematis, mereka berpendapat
bahwa pendekatan sistem dalam filsafat lebih banyak membawa masalah daripada
memberikan solusi kepada masalah-masalah manusia (Knight:1982).
ANALITIK LINGUISTIK
Model analitik linguistik mengandung arti bahwa filsafat sebagai analisis
logis tentang bahasa dan penjelasan makna istilah. Para filosof memakai metode
analitik linguistik untuk menjelaskan arti sebuah istilah dan pemakaian bahasa.
Beberapa filsuf mengatakan bahwa analisis tentang arti bahasa merupakan tugas
pokok filsafat dan tugas analisis konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para
filsuf analitik seperti G.E.Moore, Bertrand Russell, G.Ryle, dan yang lainnya
berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-kekaburan
dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai dalam ilmu
pengetahuan dan dalam kehidupan sehari-hari.
Filsafat analitik linguistik bukan merupakan suatu bangunan pengetahuan,
melainkan
suatu
aktivitas
yang
bertujuan
menjernihkan
istilah-istilah
yang
dipergunakan. Analisis linguistik telah berkembang pada awal abad ke-20 Inggris.
Hal ini didorong oleh Bettrand Russell dan Alfred North Whitehead dalam karyanya
Principia Mathematica . Russell dan Whitehead menggunakan matematika ke dalam
bahasa logika. Ide-ide mereka adalah bahwa matematika memiliki kejelasan dan
logika yang tidak bisa ditemukan dalam penggunaan bahasa yang bersifat umum.
George Edward Moore mengambil jalan yang agak berbeda dengan whitehead
danRussell, mengklaim bahwa analisis bahasa biasa (ordinary language) dan
pemahaman umum (common sense), yang lebih dari bahasa saintifik-matematis,
seharusnya menjadi point utama dalam analisis linguistik. Barangkali orang yang
paling berpengaruh terhadap gerakan analitik adalah Ludwig Wittgenstein, yang
telah mempublikasikan karyanya dalam bukunya Tractatus Logico-Philosophicus
pada awal abad ke-20. Wittgenstein pada masa mudanya dipengaruhi oleh Russell
gurunya dan kemudian telah mempengaruhi filosof-filosof positivistic perkumpulan
Vienna (Vienna Circle).
2016
2
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
ANALITIK POSITIVISTIK LOGIS
Positivisme merupakan salah satu akar utama dari filsafat modern selain
analisis linguistik. Para postivitis Perancis abad ke-19, di bawah kepemimpinan
Auguste Comte, berpegang bahwa pengetahuan (knowledge) harus didasarkan
pada persepsi rasa (sense perception) dan investigasi ilmu pengetahuan (science)
yang objektif. Positivisme menjadi tempat berkumpul bagi kelompok ilmuwan abad
20 yang dikenal dengan nama ”Perkumpulan Vienna (Vienna Circle)” .
Kelompok ini terdiri atas ilmuwan ahli matematika, ahli logika simbol (symbolic
logician) yang tertarik pada filsafat. Perkumpulan Vienna tersebut melihat filsafat
sebagai logika sains dan bentuk pemikiran mereka yang kemudian dikenal sebagai
positivisme logis. Pada dasarnya logical positivisme berfikir bahwa tidak ada dalil
yang dapat diterima dengan penuh arti kecuali jika dapat diverifikasi dengan alasanalasan formal (yaitu: logika dan matematika) atau diverifikasi pada tataran empiris,
atau data yang nyata.
Model analitik positivistik logis dikenal dengan neo positivism dikembangkan
oleh Bertrand Russell yang berakar pada dan meneruskan filsafat positivisme dari
Comte yang merupakan peletak dasar pendekatan kuantitatif dalam pengembangan
ilmu (science), dengan meletakkan matematika sebagai dasar bagi semua cabang
ilmu.
Prinsip dan prosedur dalam ilmu alam dan ilmu sosial,yang berasal dari
asumsi John Stuart Mill (1843), terus hidup sampai sekarang sebagai paradigm
metodologis. Mill tidak membedakan metodologi ilmu social dan ilmu kealaman.
Adapun Tokoh-Tokoh filsafat analitik
George Edward Moore (1873-1958). Suatu ketahanan dari ”akal sehat (common
sense)” adalah salah satu ide terbesar Moore. Pada dasarnya, Moore tertarik
pada sesuatu yang kita sebut ”ordinary life”. Moore percaya bahwa sebagian
besar akal sehat (common sense) adalah sesuatu yang benar dan bahwa kita
tahu apa yang kita bicarakan tentang kebiasaan, bahasa, dan
akal sehat.
Kebanyakan ahli filsafat, selain Moore, telah membuat suatu cara keluar dari
perdebatan tentang akal sehat. Moore berfikir cara yang dapat memperjelas
terhadap pemahaman yang lebih baik terhadap arti kebenaran dan kebenaran
dari apa yang kita katakan dan kita tulis.
Ludwig
Wittgenstein
(1889-1951).
Dalam
bukunya
Tractatus
Logico-
Philosophicus, Ludwig berargumentasi bahwa ilmu-ilmu alam adalah sumber
2016
3
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
utama dari kebenaran dalil dan maksud utama dari ditemukannya fakta-fakta
baru. Ilmu Filsafat tidak seharusnya melihat penemuan kebenaran, akan tetapi
lebih merupakan kegiatan untuk memecahkan dilema-dilema, memperjelas
masalah-masalah, dan memperjelas pemikiran-pemikiran yang berasal dari
sumber-sumber yang lain. Para ahli filsafat tidak seharusnya terfokus pada diri
mereka sendiri dengan kebenaran dari data yang ada, tetapi harus selalu
dihubungkan dengan “bahasa” dan pernyataan-pernyataan sekitar data tersebut.
Kesimpulannya kita perlu menetapkan apa yang dapat dan tidak dapat dikatakan,
itulah yang disebut “limits of language”
Tujuan filsafat analitik secara ringkas digambarkan oleh Wittgenstein sebagai
berikut: Filsafat bertujuan pada klarifikasi filsafat yang bersifat logis- Filsafat
bukanlah sebuah tubuh dokrin tetapi sebuah aktivitas- sebuah karya filsafat
secara essensial terdiri dari uraian – Filsafat tidak menghasilkan dalil-dalil filsafat
(philosophical prepositions) tetapi lebih kepada klarifikasi dalil-dalil tersebut–.
Tugas filsafat adalah adalah membuat jelas dan memberikan batas-batas yang
jelas terhadap sesuatu.
FILSAFAT STRUKTURALISME
Strukturalisme merupakan suatu gerakan pemikiran filsafat yang mempunyai
pokok pikiran bahwa semua masyarakat dan kebudayaan mempunyai suatu struktur
yang sama dan tetap. Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi
keadaan aktual obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya
yang tidak terikat oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsurunsur sistem tersebut melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan
melukiskan struktur inti dari suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsurunsur pada setiap tingkat) (Bagus, 1996: 1040)
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam
memajukan
studi
interdisipliner
tentang
gejala-gejala
budaya,
dan
dalam
mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi
metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang
sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996:
1040)
Secara garis besar ada dua pengertian pokok yang sangat erat kaitannya
dengan strukturalisme sebagai aliran filsafat.
2016
4
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
a. Strukturalisme adalah metode atau metodologi yang digunakan untuk
mempelajari ilmu-ilmu kemanusiaan dengan bertitik tolak dari prinsip-prinsip
linguistik yang dirintis oleh Ferdinandde Saussure.
b. Strukturalisme merupakan aliran filsafat yang hendak memahami masalah
yang muncul dalam sejarah filsafat. Di sini metodologi struktural dipakai untuk
membahas tentang manusia, sejarah, kebudayan dan alam, yaitu dengan
membuka secara sistematik struktur-struktur kekerabatan dan strukturstruktur yang lebih luas dalam kesusasteraan dan dalam pola-pola psikologik
tak sadar yang menggerakkan tindakan manusia.
Ciri khas strukturalisme ialah pemusatan pada deskripsi keadaan aktual
obyek melalui penyelidikan, penyingkapan sifat-sifat instrinsiknya yang tidak terikat
oleh waktu dan penetapan hubungan antara fakta atau unsur-unsur sistem tersebut
melalui pendidikan. Strukturalisme menyingkapkan dan melukiskan struktur inti dari
suatu obyek (hirarkinya, kaitan timbal balik antara unsur-unsur pada setiap tingkat)
(Bagus, 1996: 1040)
Gagasan-gagasan strukturalisme juga mempunyai metodologi tertentu dalam
memajukan
studi
interdisipliner
tentang
gejala-gejala
budaya,
dan
dalam
mendekatkan ilmu-ilmu kemanusiaan dengan ilmu-ilmu alam. Akan tetapi introduksi
metode struktural dalam bermacam bidang pengetahuan menimbulkan upaya yang
sia-sia untuk mengangkat strukturalisme pada status sistem filosofis. (Bagus, 1996:
1040)
Ferdinand de Saussure
Walaupun bukan orang pertama yang mengungkapkan strukturalisme.
Banyak hal yang menunjukkan Ferdinand de Saussure adalah bapak strukturalisme.
Selain ia sebagai bapak strukturalisme ia juga sebagai bapak linguistik yang
ditunjukkan dengan mengadakan perubahan besar-besaran di bidang lingustik. Ia
yang pertama kali merumuskan secara sistematis cara menganalisa bahasa, yang
juga dapat dipergunakan untuk menganalisa sistem tanda atau simbol dalam
kehidupan masyarakat, dengan menggunakan analisis struktural. Ia mengatakan
bahwa linguistik adalah ilmu yang mandiri, karena bahan penelitiannya, yaitu
bahasa, juga bersifat otonom. Bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap.
Menurutnya ada kemiskinan dalam sistem tanda lainnya, sehingga untuk masuk ke
dalam analisis semiotik, sering digunakan pola ilmu bahasa. De Saussure
mengatakan bahwa bahasa adalah sistem tanda yang mengungkapkan gagasan,
2016
5
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dengan demikian dapat dibandingkan dengan tulisan, abjad orang-orang bisu tulis,
upacara simbolik, bentuk sopan santun, tanda-tanda kemiliteran dan lain sebagainya
Gagasan yang paling mendasar dari de Saussure adalah sebagai berikut:
1.
Diakronis dan sinkronis: penelitian suatu bidang ilmu tidak hanya dapat
dilakukan secara diakronis (menurut perkembangannya) melainkan juga
secara sinkronis (penelitian dilakukan terhadap unsur-unsur struktur yang
sezaman)
2.
Langue dan parole: langue adalah penelitian bahasa yang mengandung
kaidah-kaidah, telah menjadi milik masyarakat, dan telah menjadi konvensi.
Sementara parole adalah penelitian terhadap ujaran yang dihasilkan secara
individual.
3.
Sintagmatik dan Paradikmatik (asosiatif): sintagmatik adalah hubungan
antara unsur yang berurutan (struktur) dan paradikmatik adalah hubungan
antara unsur yang hadir dan yang tidak hadir, dan dapat saling
menggantikan, bersifat asosiatif (sistem).
4.
Penanda dan Petanda: Saussure menampilkan tiga istilah dalam teoi ini,
yaitu tanda bahasa (sign), penanda (signifier) dan petanda (signified).
Menurutnya setiap tanda bahasa mempunyai dua sisi yang tidak terpisahkan
yaitu penanda (imaji bunyi) dan petanda (konsep). Sebagai contoh kalau kita
mendengan kata rumah langsung tergambar dalam pikiran kita konsep
rumah.
Dalam memahami kebudayaan kita tidak bisa terlepas dari prinsip-prinsip
dasarnya. de Saussure merumuskan setidaknya ada tiga prinsip dasar yang penting
dalam memahami kebudayaan, yaitu:
1.
Tanda (dalam bahasa) terdiri atas yang menandai (signifiant, signifier,
penanda) dan yang ditandai (signifié, signified, petanda). Penanda adalah
citra bunyi sedangkan petanda adalah gagasan atau konsep. Hal ini
menunjukkan bahwa setidaknya konsep bunyi terdiri atas tiga komponen (1)
artikulasi kedua bibir, (2) pelepasan udara yang keluar secara mendadak,
dan (3) pita suara yang tidak bergetar.
2.
Gagasan penting yang berhubungan dengan tanda menurut Saussure
adalah tidak adanya acuan ke realitas obyektif. Tanda tidak mempunyai
nomenclature. Untuk memahami makna maka terdapat dua cara, yaitu,
pertama, makna tanda ditentukan oleh pertalian antara satu tanda dengan
2016
6
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
semua tanda lainnya yang digunakan dan cara kedua karena merupakan
unsur dari batin manusia, atau terekam sebagai kode dalam ingatan
manusia, menentukan bagaimana unsur-unsur realitas obyektif diberikan
signifikasi atau kebermaknaan sesuai dengan konsep yang terekam.
Permasalahan yang selalu kembali dalam mengkaji masyarakat dan
kebudayaan adalah hubungan antara individu dan masyarakat. Untuk bahasa,
menurut Saussure ada langue dan parole (bahasa dan tuturan). Langue adalah
pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama
oleh semua warga masyarakat; parole adalah perwujudan langue pada individu.
Melalui individu direalisasi tuturan yang mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku
secara kolektif, karena kalau tidak, komunikasi tidak akan berlangsung secara
lancar.
Pierre Bourdieu
Bourdieu pada awalnya menghasilkan karya-karya yang memaparkan
sejumlah
pengaruh
teoritis,
termasuk
fungsionalisme,
strukturalisme
dan
eksistensialisme, terutama pengaruh Jean Paul Sartre dan Louis Althusser.
Kelebihan Bourdieu adalah menghasilkan cara pandang dan metode baru
yang
mengatasi
berbagai
pertentangan
di
antara
penjelasan-penjelasan
sebelumnya. Pemikirannya bukan hanya menjawab pertanyaan tentang asal usul
dan seluk beluk masyarakat tetapi lebih pada menjawab persoalan-persoalan baru
yang diturunkan dari pemikiran-pemikiran terdahulu. Terdapat 3 konsep penting
dalam pemikiran Bourdieu yaitu Habitus, Field dan Modal.
1. Habitus adalah “struktur mental atau kognitif” yang digunakan aktor untuk
menghadapi kehidupan sosial. Setiap aktor dibekali serangkaian skema atau
pola
yang
diinternalisasikan
yang
mereka
gunakan
untuk
merasakan,
memahami, menyadari, dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah aktor
memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya. Secara dialektis habitus
adalah ”produk internalisasi struktur” dunia sosial. Atau dengan kata lain habitus
dilihat sebagai ”struktur sosial yang diinternalisasikan yang diwujudkan”.
Habitus menjadi konsep penting baginya dalam mendamaikan ide tentang
struktur dengan ide tentang praktek. Ia berusaha mengkonsepkan kebiasaan
dalam berbagai cara, yaitu:
a) Sebagai kecenderungan-kecenderungan empiris untuk bertindak dalam
cara-cara yang khusus (gaya hidup)
2016
7
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
b) Sebagai motivasi, preferensi, cita rasa atau perasaan (emosi)
c) Sebagai perilaku yang mendarah daging
d) Sebagai suatu pandangan tentang dunia (kosmologi)
e) Sebagai keterampilan dan kemampuan sosial praktis
f) Sebagai aspirasi dan harapan berkaitan dengan perubahan hidup dan
jenjang karier.
Habitus
membekali
seseorang
dengan
hasrat.
Motivasi,
pengetahuan,
keterampilan, rutinitas dan strategi untuk memproduksi status yang lebih rendah.
Bagi Bourdieu keluarga dan sekolah merupakan lembaga penting dalam
membentuk kebiasaan yang berbeda.
2. Field bagi Bourdieu lebih bersifat relasional ketimbang struktural. Field adalah
jaringan hubungan antar posisi obyektif di dalamnya. Keberadaan hubungan ini
terlepas dari kesadaran dan kemauan individu. Field bukanlah interaksi atau
ikatan lingkungan bukanlah intersubyektif antara individu. Penghubi posisi
mungkin agen individual atau lembaga, dan penghubi posisi ini dikendalikan oleh
struktur lingkungan. Bourdieu melihat field sebagai sebuah arena pertarungan.
Bourdieu menyusun 3 langkah proses untuk menganalisa lingkungan,
pertama, menggambarkan keutamaan lingkungan kekuasaan (politik). Langkah
kedua, menggambarkan struktur obyektif hubungan antar berbagai posisi di dalam
lingkungan tertentu, ketiga, analis harus mencoba menetukan ciri-ciri kebiasaan
agen yang menempati berbagai tipe posisi di dalam lingkungan.
Dengan kata lain, Field adalah wilayah kehidupan sosial, seperti seni, industri,
hukum, pengobatan, politik dan lain sebagainya, dimana para pelakunya berusaha
untuk memperoleh kekuasaan dan status.
3. Bourdieu menganggap bahwa modal memainkan peranan yang penting, karena
modallah yang memungkinkan orang untuk mengendalikan orang untuk
mengendalikan nasibnya sendiri maupun nasib orang lain.
4. Ada 4 modal yang berperan dalam masyarakat yang menentukan kekuasaan
sosial dan ketidaksetaraan sosial, pertama modal ekonomis yang menunjukkan
sumber ekonomi. Kedua, modal sosial yang berupa hubungan-hubungan sosial
yang memungkinkan seseorang bermobilisasi demi kepentingan sendiri. Ketiga,
modal simbolik yang berasal dari kehormatan dan prestise seseorang. Dan
keempat adalah modal budaya yang memiliki beberapa dimensi, yaitu:
2016
8
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
1. Pengetahuan obyektif tentang seni dan budaya, Cita rasa budaya (cultural
taste) dan preferensi
2. Kualifikasi-kualifikasi formal (seperti gelas-gelar universitas)
3. Kemampuan-kemampuan budayawi dan pengetahuan praktis.
4. Kemampuan untuk dibedakan dan untuk membuat perbedaan antara yang
baik dan buruk.
Modal kultural ini terbentuk selama bertahun-tahun hingga terbatinkan dalam
diri seseorang.Setelah dibahas tentang ketiga konsep diatas maka akan dijelaskan
hubungan ketiga konsep tersebut.
Habitus mendasari field yang merupakan jaringan relasi antar posisi-posisi
obyektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran individu.
Field semacam hubungan yang terstruktur dan tanpa disadari mengatur posisi-posisi
individu dan kelompok dalam tatanan masyarakatyang terbentuk secara spontan.
Habitus memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara
spontan dan melakukan hubungan dengan pihak-pihak diluar dirinya. Dalam proses
interaksi dengan pihak luar tersebut terbentuklah Field.
Dalam suatu Field ada pertarungan kekuatan-kekuatan antara individu yang
memiliki banyak modal dengan individu yang tidak memiliki modal. Diatas sudah di
singgung bahwa modal merupakan sebuah konsentrasi kekuatan, suatu kekuatan
spesifik yang beroperasi di dalam field dimana di dalam setiap field menuntut untuk
setiap individu untuk memiliki modal gara dapat hidup secara baik dan bertahan di
dalamnya.
AKTUALISASI FILSAFAT
Pada zaman sekarang merupakan zamannya berpikir praktis-realistik,
sehingga belajar filsafat dianggap hal yang tidak berguna dan membuang-­buang
waktu. Sekarang, belajar filsafat telah sampai pada paradigma baru. Belajar filsafat
tidak hanya menghafal pemikiran-pemikiran para tokoh filsafat/filsuf, akan tetapi
belajar filsafat dimaksudkan untuk membangun kesadaran, semangat, dan
kepedulian agar hidup kita lebih bermakna. Yang penting dalam belajar filsafat
adalah aktualisasinya.
A.
Aktualisasi Filsafat Sebelum Ilmu
Dalam masyarakat hingga saat ini masih menganggap ilmu filsafat adalah
ilmu `ngawang-ngawang' yaitu ilmu yang sulit untuk dimengerti atau ilmu yang
2016
9
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
membingungkan orang. Memang, setiap ilmu tentu memiliki sisi negatif/sinisme.
Seperti ilmu filsafat sisi negatifnya dengan mempelajari filsafat akan mencetak
pengangguran. Seperti ilmu ekonomi sisi negatifnya dengan mempelajari ilmu
ekonomi orang akan bersifat materialistik. Sisi negatif ilmu agama dengan
mempelajari ilmu agama orang akan terhindar dari neraka. Sisi negatif ilmu
kedokteran dengan mempelajari ilmu kedokteran pikirannya akan buruk karma
mendoakan orang lain sakit.
Sisi-sisi negatif pads setiap ilmu ini hendaknya dibuang jauh-jauh, dan kita
seharusnya lebih berpikir positif terhadap setiap ilmu. Jadi, syarat agar orang dapat
mengaktualisasikan ilmu filsafat pertama-tama harus berpikiran positif.
Dengan berpikir positif pikiran kita akan berkembang dan kon­struktif dan
edukatif. Dengan berpikir positif pikiran kita akan lebih bersemangat dan realistik,
yaitu bersemangat untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama. Dengan
berpikir positif kita akan lebih banyak melihat hal-hal yang realistik dan pragmatik.
Sebagai ilmu, filsafat juga seperti ilmu-ilmu yang lain seperti: antropologi,
sosiologi, atau ilmu ekonomi. Akan tetapi, kelebihan ilmu filsafat adalah memiliki
objek formal dan material lebih lugs, clan setiap ilmu memuat unsur filsafat.
Misalnya, sosiologi memiliki filsafat so­sial, ilmu hukum memiliki filsafat hukum, ilmu
kedokteran memiliki filsafat kedokteran, ilmu agama memiliki filsafat agama, clan
seba­gainya. Sehingga, setiap ilmu tentu memiliki bidang yang sulit untuk ditembus
oleh ilmu tersebut, maka untuk menembusnya hanya dengan ilmu filsafat.
Bagi orang yang belajar ilmu filsafat hendaknya dapat 'berdialog' dengan ilmu
lain. Artinya, mempelajari ilmu filsafat tidaklah cukup dan untuk berdialog dengan
ilmu lain, maka orang harus mempelajari (misalnya) ilmu kependudukan/demografi.
Sehingga, orang tersebut pikirannya tidak selalu 'ngawang-ngawang' dalam filsafat,
tetapi pikiran orang tersebut diperkenalkan dengan pikiran yang realistik/praktis.
Karena,
dalam
ilmu
kependudukan
diajarkan
tentang
migrasi/perpindahan
penduduk, program keluarga berencana, kelahiran, kematian, kualitas sumber daya
manusia, mengatasi pengangguran semakin banyak.
Jadi, filsafat harus berdialog dengan ilmu-ilmu lain, karena ilmu-ilmu (selain
filsafat) dapat dipakai untuk membantu dalam kerangka berpikir kita.
B.
2016
10
Aktualisasi Filsafat Sebagai Cara Berpikir
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berpikir secara filsafat salah satunya: sinoptif, yaitu berpikir secara
menyeluruh dan bersama-sama. Artinya, berpikir menyeluruh sama dengan berpikir
secara komprehensif.
Misalnya, apabila kita menghadapi masalah seperti "kenakalan anak".
Kenakalan anak akan terns menjadi masalah sepanjang masa khususnya para
orang tua. Untuk menanggulangi kenakalan anak, maka masalah tersebut harus
dilihat secara filsafat, yaitu kenakalan anak harus dilihat dari semua aspek ilmu yang
terkait. Misalnya, kenakalan anak dilihat dari sudut ilmu agama, ilmu ekonomi, ilmu
jiwa/psikologi, sosiologi, dan lain-lain. Menurut ilmu ekonomi, kenakalan anak
disebabkan oleh faktor ekonomi, biasanya kenakalan berasal dari anak-anak yang
tingkat ekonominya rendah. Jarang kita temui anak-anak dari orang kaya yang
nakal, mungkin pola kenakalannya berbeda.
Menurut ilmu agama, kenakalan anak lebih disebabkan karena faktor
keberagamaan kurang, antara kehidupan lahir dan batin tidak seimbang, sehingga
tidak mampu membedakan antara teman yang baik clan buruk kemudian
terpengaruh lingkungan buruk.
Menurut ilmu jiwa, kenakalan anak dianggapnya 'lumrah' asal tidak merusak
(destruktio, karena anak yang nakal (konstruktio sebe­tulnya anak yang semangat,
kreatif dan energik, dan sebagainya. Jadi, cara berpikir filsafat itu adalah berpikir
kritis, analisis, clan dilihat dari berbagai aspek. Begitu juga kenakalan orang tua juga
harus dilihat dari berbagai aspek. Kenakalan orang tua seperti: perselingkuhan,
korupsi, emosional, dan lain-lain.
Bagaimana cara filsafat menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib. Dalam
kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan pada hal-hal yang mistis, gaib, atau di
luar jangkauan akal, maka dalam filsafat pun dikenal dengan metafisika. Bagi orang
yang mempelajari metafisika, menghadapi hal-hal yang mistis dan gaib tidak
masalah. Sebab, dalam dunia mistis dan gaib memiliki ruang dan penalaran
tersendiri.
Berpikir secara filsafat tidak hanya berpikir secara komprehensif, rasional,
konsepsional saja, tetapi inter disipliner. Di era global saat ini pemikiran dituntut
untuk lebih lugs dan satu sama lain saling terkait. Misal, keadaan pasar modal di
New York akan berpengaruh (positif/negatif) pada pasar modal seluruh dunia.
Penegakan hukum Indonesia akan memengaruhi investasi asing di Indonesia.
2016
11
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Berpikir secara inter disipliner adalah berpikir dengan meng­gunakan ilmuilmu terkait yang dapat mendukung solusi suatu per­masalahan. Misalnya, untuk
membangun anak berkualitas diperlukan pandangan dari berbagai ilmu, seperti: ilmu
pendidikan, ilmu agama, ilmu gizi, ilmu sosial, dan lain-lain.
Ilmu pendidikan diperlukan untuk mengarahkan dan membimbing anak dalam
mencerdaskan intelektualnya/IQ. Ilmu agama diperlukan untuk membangun anak
dalam mencerdaskan emosi/EQ Ilmu gizi diperlukan untuk membangun anak agar
memiliki kemampuan berpikir lebih (IQ tinggi) yaitu dengan memberikan asupan
makanan sesuai kualitas dan kuantitas gizi yang diperlukan. Ilmu sosial diperlukan
untuk memberikan lingkungan sosial yang edukatif, karena memilih lingkungan
sosial harus selektif dan mendidik/edukatif.
Jadi, aktualisasi filsafat sebagai cara berpikir adalah kemampuan berpikir
sendiri, mampu melihat mana yang negatif dan yang positif dan mampu
membedakan mana yang baik dan yang buruk.
C.
Aktualisasi Filsafat Sebagai Pandangan Hidup
Perlu diketahui bahwa filsafat (dalam artian) pandangan hidup banyak sekali
ragamnya. Berawal dari pembagian filsafat secara garis besar terdapat dua kutub
filsafat besar: filsafat barat dan filsafat timur. Filsafat barat meliputi: filsafat Yunani,
filsafat
abad
pertengahan,
filsafat
modern
(pragmatisme,
materialisme,
eksistensialisme, humanisme, ateisme, liberalisme, dan lain-lain).
Filsafat timur meliputi: filsafat Cina/Tiongkok, filsafat Jepang, filsafat India,
filsafat Islam, filsafat Indonesia/Nusantara (filsafat Jawa, filsafat Sunda, filsafat
Minangkabau, filsafat Dayak, filsafat Bugis, filsafat Madura, filsafat Aceh, dan lainlain).
Di samping itu, sekarang banyak aliran pemikiran dari luar mau­pun dalam
negeri yang muncul justru meresahkan masyarakat, seperti mengaku nabi utusan
Tuhan, mengaku mendapat wangsit dari malaikat, mengaku sebagai murid Nyi Roro
Kidul, dan lain-lain.
Dari berbagai ragam filsafat atau ideologi atau doktrin ini ada yang cocok dan
tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia. Karena, paham filsafat yang
berasal dari luar lasing) yang tidak cocok dengan kepribadian bangsa Indonesia
justru akan berpengaruh negatif dan bisa merusak kepribadian bangsa Indonesia.
Sehingga, untuk menghadapi berbagai ragam paham filsafat tersebut harus tetap
kritis, mencari asal­usulnya (epistemologi), bagaimana paham tersebut diajarkan
2016
12
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
apakah sesat atau menguntungkan (metodologi), bagaimana riwayat pembawa
paham tersebut, apakah paham tersebut bertentangan dengan akidah agama atau
menyuburkan keimanan (aksiologi), dan lain-lain.
Jadi, dalam menghadapi berbagai ragam paham filsafat/pemikiran hendaknya
kira harus kritis, jeli, dan memiliki pendirian/tidak mudah terprovokasi, mampu
mengadakan penilaian apakah pemikiran tersebut baik atau tidak, apakah pemikiran
tersebut menguntungkan dan memberikan makna lebih dalam kehidupan kita atau
tidak. Matra, dalam mempelajari filsafat jangan lupa mempelajari filsafat nilai.
D.
Aktualisasi Filsafat Sebagai Pemikiran yang Reflektif
Berpikir reflektif berarti berpikir yang dipantulkan kepada dirinya sendiri.
Berfilsafat berarti refleksi terhadap dirinya sendiri. Berfilsafat pada hakikatnya adalah
menonton dirinya sendiri ketika dirinya sedang berada di atas panggung. Semua
ragam pemikiran filsafat tentunya dapat direfleksikan dalam kehidupan sehari-hari.
Berpikir reflektif mendorong kita akan mampu berpikir ke arah pemikiran yang
lebih berkualitas (quality thinking) dan pemikiran ke masa depan (future thinking).
Misalnya, pemikiran filsafat yang reflektif tidak hanya sebatas pada memperbaiki
kualitas diri sendiri, akan tetapi juga bagaimana memperbaiki kualitas generasi
mendatang (anak-anak kita), sehingga kita akan terhindar dari degradasi keturunan.
Di zaman sekarang (era global) membuat/melahirkan anak mudah, akan
tetapi membuat agar anak-anak kita lebih berkualitas dari diri kita, maka diperlukan
berbagai pemikiran (inter disipliner). Hal ini sejalan dengan keberadaan konsepkonsep pemikiran filsafat tentang: manusia unggul menurut pemikiran barat, menurut
pemikiran Indone­sia, menurut pemikiran Jawa, dan lain-lain.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran barat yang dikemukakan
oleh Nietzsche yaitu pemikirannya tentang manusia pemberani, superman, manusia
cerdas, manusia yang tidak pernah bersalah, manusia berkuasa. Manusia unggul
menurut pemikiran Jepang adalah manusia yang memiliki jiwa 'samurai' yaitu
semangat tidak pernah kenal lelah, pan-tang menyerah, tahan menderita yang
dilambangkan dengan semangat ksatria (boshido).
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Indonesia yang tertuang
dalam GBHN 1999 dikemukakan bahwa manusia Indonesia adalah manusia yang
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, cerdas, berkepribadian, bersemangat,
rajin bekerja, dan lain-lain.
2016
13
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Islam yaitu `insan kamil',
Insan kamil adalah manusia yang telah mencapai derajat imuttaqiin' yaitu manusia
yang benar-benar aktivitas hidupnya hanya untuk mencari keridhaan Allah.
Manusia unggul (berkualitas) menurut pemikiran Jawa yaitu `manungsa
utomo' (manusia utama). Manusia utama adalah manusia yang dapat memenuhi
hakikat kodratnya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan.
Manusia utama adalah manusia yang memiliki kemampuan untuk: memayu
hayuning seliro (berperilaku baik menjaga dirinya dari perbuatan vista), memayu
hayuning bebrayan/ sesami (berperilaku baik terhadap sesama), memayu hayuning
bawono (berperilaku untuk kepentingan bangsa/negara).
Dari berbagai konsep manusia berkualitas (unggul) tersebut kita akan dapat
memperoleh inspirasi bahwa melahirkan dan membangun anak berkualitas di era
global ini sangat penting. Karma, di era glo­balisasi saat ini diperlukan anak-anak
yang memiliki kemampuan daya saing tinggi.
2016
14
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Asmoro, 2012, Filsafat Umum, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Bagus, Loren. 1996.”Kamus Filsafat”. Jakarta: Pustaka Gramedia
Bertens, Kees, 2002, Filsafat Barat Kontemporer; Inggris-Jerman, Jakarta: Gramedia.
George R.Knight (1982). Issues and Alternatives in Educational Philosophy. Andrews
University Press, Berriens Springs Micigan
Harker, Richard, Cheelen Mahar, Chris Wilkes. 2005.”(Habitus x Modal) + Praktik:
Pengantar Paling Komprehensif kepada Pemikiran Pierre Bourdieu”. Yogyakarta:
Jalasutra
Heidegger, Martin, 2002, The Essence of Truth (terj. Ted Sadler), London-New York:
Continuum Press.
Howard A.Ozman. (1990).Philosophical Foundations of Education. Merrill Publishing
Company
Kanisius
Keraf, Sonny A, 2001, Ilmu Pengetahuan. Sebuah Tinjauan Filsafat, Yogyakarta: Kanisius.
Lechte, John. 2001.” 50 Filusuf Kontemporer: Dari Strukturalisme sampai Postmodernitas”.
Yogyakarta: Kanisius
Mudhofir, Ali, 2001, Kamus Istilah Filsafat dan Ilmu, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Press.
Muntasyir, (1995) Filsafat Analitik, Jakarta, Rajawali Press
Zaprulkhan, , 2012, Filsafat Umum; Sebuah Pendekatan Tematik, Jakarta: Rajawali Pers
2016
15
Filsafat Ilmu dan Logika
Masyhar, MA
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download