konsumsi pangan dan serat makanan, serta status

advertisement
KONSUMSI PANGAN DAN SERAT MAKANAN, SERTA STATUS
GIZI DAN STATUS KESEHATAN WANITA HAMIL DI KOTA
BOGOR
FITRIYANI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
ABSTRACT
FITRIYANI. Food and Dietary Fiber Consumption, and Nutritional Status and
Health Status of Pregnant Women in Bogor City. Under Direction of SITI
MADANIJAH.
The objective of this study was to determine food and dietary fiber
consumption, as well as nutritional status and health status of pregnant women in
Bogor city. The design of this study was a cross-sectional, and used secondary
data from the study "Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre
Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers" by SEAFAST
Center, Bogor Agricultural University "on November 2010 until Februari 2011.
The study location is taken from the six districts in the city of Bogor. Number of
samples in this study were as many as 203 pregnant women. The study showed
the total food consumption is not much different between sample in quintile-2
(2240.3 g), quintile-3 (2310.2 g), and quintile-4 (2496.3 g) per day. Mostly fiber
intake less than the recommended amount (19-30 g), both in quintile-2 (8.83 g),
quintile-3 (8.92 g), and quintile-4 (10.55 g) per day. Mostly nutritional status is
normal, both in quintile-2 (80.9%), quintile-3 (79.1%), and quintile-4 (83.8%). The
health status sample, slightly constipated, both in quintile-2 (19.1%), quintile-3
(23.9%), and quintile-4 (26.5%).
Key words: Food consumption, dietary fiber, intake Energy, Protein, and fiber
pregnant women
ABSTRAK
FITRIYANI. Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status
Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor. Dibawah bimbingan SITI MADANIJAH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan dan serat
makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota Bogor.
Desain penelitian cross sectional study, menggunakan data sekunder dari
penelitian “Study on Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at
child-bearing age), Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan SEAFAST
Center, IPB” pada November 2010 sampai Februari 2011. Lokasi penelitian di
enam kecamatan di kota Bogor. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak
203 orang ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan total konsumsi pangan contoh
kuintil-2 (2240.3 g), kuintil-3 (2310.2 g), dan kuintil-4 (2496.3 g) per hari. Asupan
serat contoh sebagian besar kurang dari jumlah yang dianjurkan (19-30 g ) pada
kuintil-2 (8.83 g), kuintil-3 (8.92 g), dan kuintil-4 (10.55 g) per hari. Status gizi
contoh sebagian besar normal, pada kuintil-2 (80.9%), kuintil-3 (79.1%), dan
kuintil-4 (83.8%). Status kesehatan contoh hanya sedikit yang mengalami
konstipasi pada kuintil-2 (19.1%), kuintil-3 (23.9%), dan kuintil-4 (26.5%).
Kata kunci: Konsumsi pangan dan serat makanan, asupan Energi, Protein, Serat
ibu hamil
RINGKASAN
FITRIYANI. Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status
Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor. Dibawah bimbingan SITI MADANIJAH.
Tujuan umum penelitian ini untuk mengetahui konsumsi pangan dan serat
makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota Bogor.
Adapun tujuan khusus penelitian ini yaitu: (1) Mengidentifikasi keadaan sosial
ekonomi keluarga, (2) Mengidentifikasi konsumsi pangan dan serat makanan, (3)
Mengidentifikasi asupan energi, protein, dan serat makanan, (4) Mengidentifikasi
status gizi dan status kesehatan, (5) Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi,
protein, dan serat makanan, (6) Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan
keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan, (7) Menganalisis
hubungan konsumsi pangan dengan status gizi, dan (8) Menganalisis hubungan
konsumsi serat makanan dengan status kesehatan pada ibu hamil.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari penelitian “Study on
Nutritional Status and Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age),
Pregnant and Lactating Mothers” yang dilakukan SEAFAST Center, IPB” pada
November 2010 sampai Februari 2011. Oleh karena itu, desain penelitian ini
mengacu pada penelitian tersebut (cross sectional study). Lokasi penelitian di
enam kecamatan di kota Bogor dengan jumlah sampel sebanyak 203 orang ibu
hamil pada usia 20-40 tahun. Contoh dikelompokkan berdasarkan kriteria kuintil,
68 orang di kuintil-2, 67 orang di kuintil-3, dan 68 orang di kuintil-4. Data yang
diperoleh dalam bentuk Recall 2x 24 jam dan FFQ selama 1 minggu.
Pengolahan, analisis dan interpretasi data dilakukan dengan menggunakan
program Microsoft office Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Asupan serat
diperoleh dengan cara mengkonversi jumlah pangan sumber serat kedalam
daftar kandungan serat makanan dari USDA National Nutrient Database for
Standard Reference tahun 2011.
Proporsi usia contoh yang hamil pada usia 20-29 tahun sebesar 57.1%,
dan pada usia 30-40 tahun sebesar 42.9%. Sebagian besar pendidikan contoh
adalah tamatan SMA/sederajat sebesar 33.5% contoh, begitu juga dengan
pendidikan suami 47.3%. Besar keluarga sebagian besar merupakan keluarga
dengan jumlah kecil 62.1%. Semakin tinggi sosial ekonomi (kuintil), semakin
banyak jumlah pangan yang dikonsumsi contoh. Berturut-turut (kuintil-2, 3,dan 4),
2243.2, 2315.6, 2480.1 g/kap/hari. Asupan energi, protein, dan serat semakin
meningkat seiring tingginya sosial ekonomi, walaupun masih kurang dari jumlah
yang dianjurkan. Sayuran dan serealia merupakan golongan pangan yang paling
besar jumlah sumbangan serat makanan. Tingkat kecukupan energi dan protein
sebagian besar defisit tingkat berat berturut-turut energi (54.4%, 53.7%, 38.2%),
protein (54.4%, 49.3%, 36.8%). Begitu juga dengan asupan serat, sebagian
besar kurang dari kecukupan berturut-turut 95.6%, 92.5%, dan 88.2%. Sebagian
besar contoh mempunyai status gizi normal, berturut-turut 80.9%, 79.1%, dan
sebesar 83.8%. Status gizi kurang hanya sebagian kecil contoh, paling banyak
terdapat pada kuintil-3 (20.9%). Konstipasi dialami oleh sebagian kecil contoh,
paling banyak dialami oleh contoh pada kuintil-4 (26.5%). Gangguan kehamilan
yang sebagian besar dialami contoh adalah lelah, sering berseni, mual, dan
influenza.
Berdasarkan analisis terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara
pendidikan contoh dan pendidikan suami contoh dengan tingkat kecukupan
energi dan protein, namun tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05)
dengan tingkat kecukupan serat. Hubungan besar keluarga dan usia contoh tidak
terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) dengan tingkat kecukupan energi,
protein, dan serat, kecuali usia contoh dengan tingkat kecukupan protein
terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05). Hubungan pendidikan contoh dan
pendidikan suami contoh tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan status
gizi dan status kesehatan. Besar keluarga juga tidak berhubungan signifikan
(p>0.05) dengan status gizi dan status kesehatan contoh. Usia contoh
berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status kesehatan, namun tidak
berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status gizi contoh. Tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p>0.05)antara tingkat kecukupan energi dan protein
dengan status gizi contoh, begitu juga dengan tingkat kecukupan serat tidak
berhubungan signifikan dengan status kesehatan yang berhubungan dengan
kejadian konstipasi.
Berdasarkan analisis terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan
energi dan protein dengan sosial ekonomi. Artinya asupan energi dan protein
dapat meningkat dengan semakin tingginya sosial ekonomi. Hampir seluruh
golongan pangan berpengaruh (p<0.05) terhadap asupan serat makanan, kecuali
minuman. Susu merupakan golongan pangan yang paling berpengaruh terhadap
asupan serat makanan. Daging, ikan, telur dan olahannya merupakan pangan
yang tidak mengandung serat makanan. Artinya semakin banyak mengonsumsi
pangan sumber serat, maka semakin tinggi asupan serat makanan, sehingga
kecukupan serat tercukupi.
KONSUMSI PANGAN DAN SERAT MAKANAN, SERTA STATUS
GIZI DAN STATUS KESEHATAN WANITA HAMIL DI KOTA
BOGOR
FITRIYANI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Program Studi Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
Judul
: Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan
Status Kesehatan Wanita Hamil di Kota Bogor
Nama
: Fitriyani
NIM
: I14070113
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS
NIP. 19491130 197603 2 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Disetujui :
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrohim....
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Konsumsi
Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan Wanita
Hamil di Kota Bogor”. skripsi ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana gizi
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari
banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Rimbawan selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa
membimbing dan memberikan arahan, serta saran yang sangat
membangun untuk penyelesaian skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang
senantiasa membimbing, memberi arahan, masukan serta saran yang
sangat membangun kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen
penguji
skripsi
yang
telah
memberikan
saran
perbaikan
dalam
penyelesaian skripsi ini.
4. Kedua orang tua, Papa dan Mama yang selalu sabar menunggu, Adik
semata wayang serta keluarga besar yang senantiasa memberi
dukungan, dorongan, doa serta semangat kepada penulis.
5. Teman-teman seperantauan yang selalu memberikan semangat, dan
motivasi kepada penulis Sri Wahyuningsih, Niswatul Hasanah, Age Indah
Pertiwi, Siti komariyah, Rafina, Nanda Danis Swara, Risma Junita, Sri
Handayani, Lestari,
Dwi Murni Mujayanti, dan yang tak sempat
disebutkan satu persatu.
6. Teman-teman Luminaire (Gizi Masyarakat angkatan 44) yang selalu
memberikan motivasi dan semangat kepada penulis.
7. Teman-teman Senior Resident, Aslimah, Miya, Wulan, Bayu, dan Majid
terimaksih atas dukungannya.
8. Teman-teman Asrama Putri Riau, Kak Titi, Kak sofi, kak Rovan, kak
Febri, Mba Mila, Kak Sri, Kak Diana, Dina, Dini, Dani, Hanifah, dan Rina.
9. Serta semua pihak yang telah membantu selama penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata,
penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Khususnya bagi penulis dan
semua pihak pada umumnya.
Bogor, Maret 2013
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Siak Sri Indrapura, Provinsi Riau pada
tanggal 7 Mei 1990 dari ayah bernama Mukmin S dan ibu Yusrikam. Penulis
merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Suhendri.
Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1995 sampai dengan 2001 di SD
Negeri 004 Benteng Hulu, Siak, Riau. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan
ke tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Siak, Riau dan lulus pada tahun
2004. Penulis kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah umum di SMA
Negeri 1 mempura, Riau, dan lulus pada tahun 2007.
Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) pada
tahun 2007 melalui Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Kabupaten Siak Sri
Indrapura, Riau. Penulis berhasil diterima sebagai mahasiswa Fakultas Ekologi
Manusia (FEMA), Departemen Gizi Masyarakat, dengan program studi Ilmu Gizi.
Selama kuliah penulis pernah aktif pada kepanitiaan Masa Perkenalan
Departemen (MPD) dan Masa Perkenalan Fakultas pada tahun 2009 sebagai
Penanggung Jawab Kelompok (PJK), Seminar Gizi Nasional (Senzasional) 2010,
dan lain-lain. Selain itu penulis juga aktif di Organisasi Daerah (OMDA) Ikatan
Keluarga, Pelajar dan Mahasiswa Riau (IKPMR) Bogor, sebagai ketua Asrama
Putri Riau Dang Merdu 2010, dan Senior Resident Asrama Putri TPB IPB 20102012.
Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melakukan kuliah
kerja profesi (KKP) di Desa Makmur, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Pelalawan,
Riau. Penulis juga pernah mengikuti program Internship Dietetik di Rumah Sakit
Kanker Dharmais 2011. Tahun 2011 penulis melakukan penelitian mengenai
“Konsumsi Pangan dan Serat Makanan, serta Status Gizi dan Status Kesehatan
Wanita Hamil di Kota Bogor” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................i
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................ii
PENDAHULUAN ...............................................................................................1
Latar Belakang............................................................................................1
Tujuan.........................................................................................................3
Hipotesis ................................................................................................... ...3
Kegunaan Penelitian ...................................................................................4
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................5
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil ...........................................................................5
Konsumsi Pangan Ibu Hamil ......................................................................9
Status Gizi dan Berat Badan Selama Kehamilan ........................................11
Serat Makanan ...........................................................................................14
Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga ............................................................19
KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................21
METODE PENELITIAN .....................................................................................23
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................23
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh ...........................................................23
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................23
Pengolahan dan Analisis Data ....................................................................24
Definisi Operasional ....................................................................................28
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................30
Karakteristik Individu ...................................................................................30
Karakteristik Keluarga .................................................................................31
Kebiasaan Makan dan Frekuensi Konsumsi Pangan ..................................33
Konsumsi Pangan ......................................................................................35
Asupan Energi, Protein, dan Serat .............................................................36
Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Serat ...........................................40
Status Gizi .................................................................................................43
Status Kesehatan .......................................................................................43
Hubungan antar Variabel ...........................................................................45
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................48
Kesimpulan ................................................................................................48
Saran .........................................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................49
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Penambahan energi untuk ibu hamil ...................................................6
Tabel 2 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan ................... 12
Tabel 3 Distribusi kenaikan berat badan rata-rata selama kehamilan ............ 12
Tabel 4 Klasifikasi serat makanan ................................................................. 16
Tabel 5 Sumber serat dan khasiatnya ........................................................... 18
Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data ................................................... 24
Tabel 7 Pengkategorian variabel penelitian .................................................. 26
Tabel 8 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ................ 30
Tabel 9 Sebaran pendidikan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ..... 31
Tabel 10 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi ......................................................................................... 32
Tabel 11 Sebaran pendidikan suami contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi ......................................................................................... 33
Tabel 12 Sebaran kebiasaan dan frekuensi konsumsi berbagai jenis
pangan sumber serat contoh berdasarkan tingkat
sosial ekonomi .............................................................................. 34
Tabel 13 Rata-rata jumlah konsumsi pangan berdasarkan tingkat
sosial ekonomi ............................................................................... 36
Tabel 14 Rata-rata asupan energi berdasarkan tingkat sosial ekonomi ........ 37
Tabel 15 Rata-rata asupan protein berdasarkan tingkat sosial ekonomi ....... 37
Tabel 16 Rata-rata asupan serat berdasarkan tingkat sosial ekonomi .......... 39
Tabel 17 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat
sosial ekonomi ............................................................................... 40
Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat
sosial ekonomi ............................................................................... 41
Tabel 19 Sebaran tingkat kecukupan serat contoh berdasarkan tingkat
sosial ekonomi ............................................................................... 42
Tabel 20 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi ..... 43
Tabel 21 Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi ......................................................................................... 44
Tabel 22 Sebaran riwayat kesehatan contoh satu bulan terakhir
berdasarkan tingkat sosial ekonomi ............................................... 45
i
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran mengenai konsumsi pangan dan serat makanan,
serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil
............................... 22
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kehamilan merupakan sesuatu yang banyak diharapkan oleh setiap
wanita. Mutu seorang anak ditentukan sejak awal kehamilan, salah satunya yaitu
dari mutu makanan yang dikonsumsi oleh ibu. Kehamilan menuntut ibu untuk
mengonsumsi makanan lebih banyak dari pada sebelum hamil, untuk menjamin
terpenuhinya kebutuhan janin. Konsumsi pangan yang baik, tidak hanya
mempengaruhi mutu anak yang akan dilahirkan, tetapi juga mempengaruhi
status ibu hamil. Konsumsi pangan yang harus dipenuhi oleh seorang wanita
hamil untuk keperluan janin dan status gizinya, harus mencukupi kebutuhan baik
dari zat gizi maupun jumlah pangan yang dikonsumsi.
Selain
memperhatikan
konsumsi
makanan,
ibu
juga
harus
memperhatikan kesehatan tubuh, kebersihan tubuh, serta bijak mengatasi
gangguan-gangguan selama masa kehamilan. Salah satu gangguan yang sering
dialami oleh wanita dalam masa kehamilan, yaitu sembelit atau konstipasi.
Sembelit atau konstipasi merupakan salah satu hal yang dikhawatirkan oleh ibu
hamil terutama pada kehamilan bulan ketiga (sekitar 9-13 minggu) atau pada
trimester II (Murkoff 2006). Konstipasi didefinisikan sebagai frekuensi defekasi
kurang dari tiga kali per minggu. Namun, frekuensi feses sendiri bukan
merupakan kriteria yang cukup digunakan, karena banyak pasien konstipasi
menunjukkan frekuensi defekasi normal, tetapi menunjukkan keluhan subjektif
mengenai feses keras, mengejan, rasa penuh bagian abdomen bawah dan rasa
evakuasi tak lengkap (Harrison 1999). Frekuensi defekasi yang normal berkisar
dari tiga kali perhari hingga satu kali setiap tiga kali sehari (Ganong 1999 dalam
Jordan 2003).
Menurut Harrison (1999), konstipasi saat kehamilan, terjadi akibat
perubahan kadar progesteron serta estrogen yang menurunkan transit intestinal.
Sedangkan menurut Emilia & Freitag (2010) selama kehamilan terjadi
peningkatan hormon estrogen yang menyebabkan otot-otot parasimpatis (yaitu
otot yang tidak bisa dikendalikan oleh kemauan diri) menjadi lebih lambat dan
tiak responsif terhadap rangsangan. Salah satu otot parasimpatis adalah otot di
saluran pencernaan. Peningkatan estrogen menyebabkan pergerakan usus
menjadi lebih lambat sehingga kemampuan mendorong makanan keluar saluran
pencernaan menjadi lebih lambat. Bisa juga dikarenakan pemberian suplemen
1
besi, menurut Gibney (2008) efek samping yang lazim terjadi pada suplementasi
zat besi adalah mual, konstipasi, tinja berwarna hitam, dan diare.
Menurut Wibisono & Dewi (2009), sembelit pada ibu hamil terjadi karena
beberapa hal yaitu konsumsi serat kurang, asupan cairan kurang, penambahan
konsumsi zat besi, peningkatan hormon progesteron yang memperlambat
kontraksi saluran cerna akibatnya proses pencernaan di usus berjalan lambat
dan sari makanan sulit diserap, rahim membesar dan menekan rektum dan
kolom sehingga mengganggu ekskresi, dan kebiasaan buang air besar yang
tidak teratur. Oleh karena itu, wanita hamil dituntut untuk menerapkan pola
makan, pola minum, dan pola hidup yang baik. Salah satu penerapan pola
makan untuk mengatasi konstipasi yaitu dengan cara mengonsumsi makanan
sumber serat.
Serat makanan tidak larut sangat penting peranannya dalam pencegahan
disfungsi alat pencernaan seperti konstipasi (susah buang air besar), ambeien,
kanker usus besar dan infeksi usus buntu. Adanya serat, membantu
mempercepat sisa-sisa makanan melalui saluran pencernaan untuk dieksresikan
keluar. Tanpa bantuan serat, feses dengan kandungan air yang rendah akan
lebih lama tinggal dalam saluran usus dan mengalami kesukaran melalui usus
untuk dapat diekskresikan keluar karena gerakan-gerakan peristaltik usus besar
menjadi lebih lamban (Ide 2009).
Rata-rata konsumsi serat pangan penduduk Indonesia adalah 10.5 g per
hari. Angka ini menunjukkan bahwa penduduk Indonesia baru memenuhi
kebutuhan seratnya sekitar sepertiga dari kebutuhan ideal sebesar 30 g setiap
hari (Astawan dan Kasih 2008). Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar
(Riskesdas) Propinsi Jawa Barat (2007), hampir semua penduduk usia 10 tahun
keatas kurang makan sayur dan buah terdapat merata disemua daerah di
Provinsi Jawa Barat. Hal ini menggambarkan bahwa, pentingnya mengonsumsi
sayur dan buah yang merupakan sumber serat paling banyak, masih kurang
disadari oleh penduduk Indonesia khususnya penduduk Jawa Barat.
Diantara berbagai zat yang ada dalam bahan makanan, serat merupakan
satu-satunya zat non gizi yang banyak dibahas manfaatnya terhadap kesehatan.
Serat bukanlah zat yang dapat diserap oleh usus, namun perannya dalam proses
pencernaan
sangatlah
penting.
Fungsi
serat
diantaranya
melancarkan
pencernaan. Jika pencernaan tidak lancar, maka penyerapan zat gizi oleh tubuh
akan terganggu. Jika penyerapan zat gizi terganggu, maka proses pertumbuhan
2
dan perkembangan janin akan terganggu. Oleh sebab itu, pola konsumsi serat
perlu
diperhatikan,
khususnya
pada
wanita
hamil.
Caranya
dengan
mengkonsumsi serat dalam jumlah yang sedikit lebih banyak dari pada orang
biasanya untuk membantu melancarkan proses pencernaan, dan mengurangi
gangguan kehamilan akibat konstipasi.
Menurut Depkes (1995) dalam Hayati (2002) pola konsumsi pangan
daerah Jawa Barat adalah konsumsi sumber karbohidrat kompleks rendah,
konsumsi lauk pauk, sayuran dan buah sangat rendah. Oleh karena itu, peneliti
ingin melihat konsumsi pangan dan serat makanan, serta status gizi dan status
kesehatan wanita hamil dikota bogor.
Tujuan
Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui konsumsi pangan
dan serat makanan, serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil di kota
Bogor.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi keadaan sosial ekonomi keluarga ibu hamil
2. Mengidentifikasi konsumsi pangan dan serat makanan ibu hamil
3. Mengidentifikasi asupan energi, protein, dan serat makanan ibu hamil
4. Mengidentifikasi status gizi dan status kesehatan ibu hamil
5. Mengidentifikasi tingkat kecukupan energi, protein, dan
serat
makanan ibu hamil
6. Menganalisis hubungan karakteristik contoh dan keluarga dengan
konsumsi pangan serta serat makanan pada ibu hamil.
7. Menganalisis hubungan konsumsi pangan dengan status gizi pada ibu
hamil.
8. Menganalisis hubungan konsumsi serat makanan dengan status
kesehatan pada ibu hamil.
Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
Terdapat hubungan antara sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi
pangan dan serat makanan pada ibu hamil.
Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dan serat makanan dengan
status gizi dan status kesehatan pada ibu hamil.
3
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang
konsumsi pangan dan konsumsi serat makanan, serta status gizi dan status
kesehatan wanita hamil di Kota Bogor. Selain itu dapat memberikan informasi
tentang zat gizi yang diperlukan, serta pentingnya serat makanan bagi ibu hamil.
Peniliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun sangat membantu untuk penelitian
ini.
4
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Gizi Ibu Hamil
Menurut Rahmawati dan Salimar (2006), ibu hamil menjalani tiga tahap
kehamilan yang disebut trimester. Trimester pertama terjadi pada 0-3 bulan
kehamilan. Tubuh ibu sedang mengalami penyesuaian. Pada masa ini terjadi
penyimpanan zat gizi sebanyak-banyaknya untuk cadangan dan persediaan
pada trimester berikutnya. Pada masa ini biasanya nafsu makan ibu kurang, dan
ibu merasa mual dan muntah-muntah. Oleh karena itu, ibu hamil dianjurkan agar
makan dalam porsi kecil tapi sering, makan makanan yang mudah dicerna,
hindari makanan yang merangsang (pedas), makan makanan yang segar,
berserat, sedikit lemak, sumber makanan yang banyak mengandung cairan dan
karbohidrat (buah-buahan, biskuit, roti, dan lainnya), minum lebih banyak,
termasuk satu gelas susu perhari (GAI 2003).
Memasuki
trimester
kedua
(4-6
bulan
kehamilan).
Mulai
terjadi
pertumbuhan janin yang pesat. Tubuh memerlukan energi tambahan untuk
menunjang pertumbuhan janin. Selain itu, mulai menyimpan lemak dan zat gizi
lain sebagai cadangan untuk produksi ASI. Nafsu makan mulai membaik serta
berat badan naik terus. Berat badan naik 12 kg selama kehamilan, dalam 20
minggu pertama terjadi kenaikan 3.5 kg. Selanjutnya, kecepatan pertambahan
berat sekitar 0.5 kg per minggu (Rahmawati & Salimar 2006). Ibu harus
meningkatkan pola makannya yang mengandung protein, karbohidrat, vitamin
dan mineral karena pertumbuhan janin yang pesat (GAI 2003).
Memasuki trimester ketiga (7-9 bulan kehamilan), pada saat ini
pertumbuhan berpusat pada perkembangan otak janin yang sangat cepat. Ibu
harus meningkatkan sumber gizinya, seperti protein dan mineral untuk
pembentukan jaringan otot, kulit, rambut, dan kuku. Zat besi untuk menambah
darah sehingga ibu hamil terhindar dari anemia (kurang darah). Kalsium untuk
menguatkan tulang, sendi dan gigi bayi yang dilahirkan dan mengurangi gejala
osteoporosis pada ibu (GAI 2003). Vitamin dan mineral sangat diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan janin yang makin pesat dan pembentukan sel-sel otak.
Kebutuhan energi janin diperoleh dari cadangan energi yang disimpan pada
trimester sebelumnya (Rahmawati & Salimar 2006).
Kebutuhan berbagai zat gizi tergantung pada beberapa faktor seperti:
umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik. Gizi ibu hamil
mempengaruhi pertumbuhan janin. Perubahan fisiologis pada ibu mempunyai
5
dampak besar terhadap makanan dan kebutuhan zat gizi ibu, karena selama
kehamilan ibu harus memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin yang sangat
pesat, serta dapat melahirkan dengan baik dan sempurna (DGKS FKM UI 2009).
Kebutuhan zat gizi ibu hamil, dapat dilihat sebagai berikut:
Kebutuhan Energi
Selama hamil wanita memerlukan energi tambahan untuk berbagai hal
seperti pertumbuhan janin, plasenta, dan jaringan lainnya (DGKS FKM UI 2009).
Kebutuhan akan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Setelah itu,
sepanjang trimester II dan III, kebutuhan akan terus meningkat sampai pada
akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II diperlukan untuk
pemekaran jaringan ibu, yaitu penambahan volume darah, pertumbuhan uterus
dan payudara, serta penumpukan lemak. Sepanjang trimester III, energi
tambahan digunakan untuk pertumbuhan janin dan plasenta (Arisman 2004).
Banyaknya energi yang harus disiapkan hingga kehamilan berakhir
sekitar 80.000 kkal (National Academy of Sciences, 1980), atau kira-kira 300 kkal
tiap hari di atas kebutuhan wanita tidak hamil (Arisman 2004). Penambahan
energi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 1 Penambahan energi untuk ibu hamil
Sumber
Trimester I
Trimester II
WHO
150 kkal
350 kkal
WKNPG
285 kkal
285 kkal
AKG
180 kkal
300 kkal
Sumber: Arisman (2004) dan DGKS FKM UI (2009)
Trimester III
350 kkal
285 kkal
300 kkal
Makanan yang mengandung karbohidrat, lemak, dan protein digunakan
sebagai sumber energi (DGKS FKM UI 2009). Energi yang terdapat dalam
protein diperkirakan sebanyak 5.180 kkal, dan lemak 36.337 kkal (Arisman
2004).
Kebutuhan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama, selain lemak. Selama
kehamilan, dibutuhkan 60-75% karbohidrat dari total energi harian (Mulya 2011).
Kebutuhan Lemak
Selama kehamilan, lemak dibutuhkan 20-25% dari total energi harian.
Lemak berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E, dan K. Selain itu, juga berperan
penting dalam perkembangan otak dan saraf janin. Lemak merupakan sumber
penyumbang energi cadangan terbesar saat persalinan dan masa menyusui. Ibu
hamil, sebaiknya mengurangi bahkan menghindari mengonsumsi lemak jenuh
misalnya gorengan, santan, gajih (lemak hewan), dan jeroan. Pilihlah makanan
6
yang mengandung lemak tak jenuh, seperti minyak yang berasal dari tumbuhan
(minyak zaitun, minyak canola, dan lemak dalam kacang-kacangan) (Mulya
2011)
Kebutuhan Protein
Protein terdiri dari asam amino yang merupakan penyusun sel-sel
manusia, hal ini sangat penting untuk janin yang sel-selnya terus menggandakan
diri dengan cepat. Usahakan mengkonsumsi 60-75 g protein setiap hari (Murkoff
2006). Bahan pangan yang dijadikan sumber sebaiknya 2/3-nya merupakan
bahan pangan yang bernilai biologi tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan,
telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari tumbuhan (nilai
biologinya rendah) cukup 1/3 bagian (Arisman 2004).
Kebutuhan Vitamin.
Vitamin A. Vitamin ini dibutuhkan untuk pertumbuhan serta kesehatan sel
dan jaringan seluruh tubuh ibu dan janin. Ibu hamil tidak perlu mengkonsumsi
suplemen untuk mendapatkan vitamin A karena kebutuhan ini sudah bisa
dipenuhi dari makanan yang dikonsumsinya. Bahkan, suplemen tidak dianjurkan
karena kadar vitamin A pada beberapa suplemen jauh lebih besar dibandingkan
dengan yang dianjurkan. Jika berlebihan vitamin A dapat mengganggu kelahiran
bayi nantinya (Soenardi 2011).
Vitamin D. Kekurangan vitamin D selama hamil berkaitan dengan
gangguan metabolisme kalsium pada ibu dan janin. Kekurangan vitamin D sering
dialami oleh wanita hamil yang bermukim di daerah yang hanya sedikit
bersentuhan dengan sinar matahari sehingga sintesis vitamin D dikulit tidak
terjadi. Untuk mengurangi resiko penyakit akibat kekurangan vitamin D maka
dapat dilakukan pemberian 10 µg (400 IU) setiap hari (Arisman 2004).
Vitamin E. Ibu hamil memerlukan vitamin E sebanyak 14 UI, dan banyak
terdapat pada minyak goreng, susu, telur, dan tomat. Fungsi utama dari vitamin
E adalah untuk membantu pertumbuhan jaringan sel serta membantu
pembentukan sel darah merah (Muaris 2002).
Vitamin C. Vitamin C adalah zat gizi yang tidak dapat disimpan oleh
tubuh, jadi diperlukan asupan segar setiap hari. Ibu hamil dan janin
membutuhkan vitamin C untuk perbaikan jaringan tubuh, penyembuhan luka,
untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang serta gigi yang kuat pada janin,
dan berbagai proses metabolisme. Makanan yang kaya akan vitamin C
7
sebaiknya dimakan segar dan tidak dimasak, karena kontak dengan cahaya,
panas, dan udara menghancurkan vitamin (Murkoff 2006).
Vitamin B1 (Thiamin). Fungsi thiamin adalah untuk mengubah
karbohidrat menjadi energi yang digunakan oleh ibu hamil maupun janinnya.
Selain itu, thiamin merupakan zat esensial bagi perkembangan otak janin, juga
membantu sistem syaraf dan kerja jantung agar berjalan normal. Sumber thiamin
yang utama adalah daging, biji-bijian atau kacang-kacangan (Muaris 2002).
Vitamin B2 (Riboflavin). Fungsi Riboflavin adalah untuk membantu
produksi energi, untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, sistem
pertahanan tubuh, kesehatan kulit, kesehatan rambut, kesehatan sel-sel darah,
sistem saraf dan otak. Makanan sumber riboflavin dapat diperoleh dari daging
dan produk susu (Mulya 2011).
Vitamin B3 (Niasin). Fungsi niasin adalah untuk membantu produksi
energi, kesehatan kulit, kesehatan sel-sel darah, kesehatan sistem pencernaan,
untuk pertumbuhan dan perkembangan yang normal, kesehatan otak, kesehatan
sistem saraf, dan produksi hormon. Makanan sumber niasin dapat diperoleh dari
daging, ikan, dan biji-bijian (Mulya 2011).
Vitamin B6 (Piridoksin). Penting untuk pembuatan asam amino, yaitu
zat yang menyusun protein di dalam tubuh. Jika kekurangan vitamin ini akan
berpengaruh pada proses pertumbuhan janin, ada kemungkinan otaknya tidak
berkembang secara optimal. Kebutuhannya berkisar 2.5 mg per hari yang dapat
dipenuhi dengan mengonsumsi biji-bijian, jagung, hati, daging, dan susu (Muaris
2002).
Vitamin B12. Fungsi vitamin B12 adalah untuk membantu produksi energi,
metabolisme protein dan lemak, kesehatan saraf, kesehatan sel-sel darah,
kesehatan kulit,
dan kesehatan rambut, produksi material untuk gen,
pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Makanan sumber vitamin B12
dapat diperoleh dari daging, ikan, telur, dan produk susu (Mulya 2011).
Folat. Sekitar 24-60% wanita, baik di negara sedang berkembang
maupun yang telah maju mengalami kekurangan asam folat karena kandungan
asam folat di dalam makanan sehari-hari tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
wanita hamil (Arisman 2004). Wanita hamil dapat mengkonsumsi suplemen folat
sebesar 0.4 mg setidaknya dua belas minggu pertama sejak kehamilan, atau
sebesar 0.8 mg selama kehamilan (Wiseman 2002).
8
Kebutuhan Mineral.
Iodine. Adalah salah satu mineral yang dibutuhkan ibu hamil.
penambahan kebutuhan iodine pada masa kehamilan adalah 25 µg. Kekurangan
iodine pada masa kehamilan akan mengakibatkan kretin (tubuh kerdil) yang
ditunjukkan dengan adanya gangguan mental dan fisik menyerupai karakteristik
anak yang mengalami down syndrome. Bahan makanan sumber iodine adalah
garam dapur yang sudah difortifikasi (diperkaya) iodine, bahan makanan yang
berasal dari laut, serta tumbuhan yang hidup dekat pantai (Ruslianti 2006).
Seng (Zn). Kebutuhan ibu hamil akan zinc (seng) meningkat 5 mg karena
tingkat zinc yang rendah akan menyebabkan kenaikan tingkat kelahiran tidak
normal. Zinc berperan untuk meningkatkan sistem imun dan memperbaiki fungsi
organ perasa, penglihatan, penciuman, dan pengecapan. Sumber zinc dapat
diperoleh dari daging, hati, telur, ayam, seafood, susu, dan kacang-kacangan
(Ruslianti 2006).
Kalsium. Janin yang sedang tumbuh memerlukan kalsium untuk
perkembangan otot, jantung, syaraf, pembekuan darah, dan kegiatan enzim. Jika
asupan kalsium kurang, untuk memenuhi kebutuhan maka diambil dari tulangtulang ibu. Hal ini menyebabkan osteoporosis dikemudian hari (Murkoff 2006).
Menurut Wiseman (2002) kebutuhan kalsium pada masa kehamilan sebesar
1200-1500 mg per hari.
Fosfor. Fungsi fosfor adalah untuk perkembangan otot dan sistem
pernafasan. Sumber makanan yang mengandung fosfor dapat diperoleh dari
garam fosfat yang digunakan dalam pengolahan makanan (Mulya 2011).
Zat besi. Menurut Wiseman (2002) kebutuhan zat besi selama kehamilan
sebesar 900 mg, yaitu sekitar 3 mg zat besi setiap hari dari awal kehamilan.
Karena sering kali sulit untuk memenuhi kebutuhan zat besi melalui makanan
saja, maka dianjurkan sejak minggu ke-20, ibu hamil perlu mengkonsumsi
tambahan 30-50 mg zat besi ferrous setiap hari. Untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dari bahan tambahan ini, ibu hamil harus mengkonsumsi di
antara waktu makan dengan sari buah yang kaya akan vitamin C atau dengan
air. Jika hasil tes untuk anemia menunjukkan rendahnya cadangan zat besi,
maka disarankan menambahkan zat besi sebesar 60-120 mg (Murkoff 2006).
Konsumsi Pangan Wanita Hamil
Konsumsi pangan adalah informasi mengenai jenis dan jumlah pangan
yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.
9
Susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu dinamakan
sebagai pola konsumsi pangan. Pengukuran terhadap konsumsi pangan dapat
ditinjau dari segi jenis maupun jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah &
Martianto 1992). Menurut Jelliffe & Jelliffe (1989) dalam Furkon (2006),
pengukuran terhadap konsumsi pangan, baik individu maupun masyarakat,
sangat diperlukan bagi penilaian status gizi dan sebaga\ petunjuk atas gejala
penyakit yang disebabkan oleh masalah konsumsi zat gizi.
Persyaratan kecukupan untuk mencapai keberlanjutan konsumsi pangan
adalah adanya aksesibilitas fisik dan ekonomi terhadap pangan. Aksesibilitas ini
tercermin dari jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga
(RANPG 2010). Banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu baik
di tingkat keluarga maupun daerah. Faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosial
budaya dan religi yang ada di suatu daerah sangat mempengaruhi konsumsi
pangan penduduknya. Di tingkat rumah tangga, faktor kesehatan sangat
berperan terhadap konsumsi pangan anggota keluarganya.
Dalam keadaan
sakit seseorang tidak dapat mengkonsumsi pangan yang sama dengan jika ia
dalam keadaan sehat, hal ini disebabkan oleh adanya jenis-jenis makanan
tertentu yang tidak boleh dikonsumsi berkaitan dengan penyakitnya tersebut
(Hardinsyah et al 2002).
Keadaan fisiologis seseorang juga sangat menentukan jenis dan jumlah
pangan yang dikonsumsinya. Ibu hamil, ibu menyusui, serta bayi, dan anak-anak
memerlukan makanan dengan jumlah dan jenis yang lebih banyak, karena
mereka memerlukan zat gizi yang cukup untuk pertumbuhan janin yang
dikandung dan bayi yang disusui (ibu hamil dan ibu menyusui), serta untuk
pertumbuhan dan perkembangan (bayi dan anak-anak) (Hardinsyah et al 2002).
Wanita hamil dan menyusui akan mengalami kesulitan dalam memenuhi
kebutuhan pangan, jika mereka makan kurang dari tiga kali sehari (Suhardjo
2003).
Ibu hamil sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi berbagai makanan
yang bergizi, beragam, dan berimbang. Beberapa makanan berikut sangat
penting untuk melengkapi kebutuhan gizi ibu selama kehamilan. Sayuran hijau
dan kuning serta buah-buahan kuning sangat penting untuk pertumbuhan sel
(sel-sel bayi yang sedang menggandakan diri dengan kecepatan yang luar
biasa), kulit, tulang, dan mata yang sehat. Sayuran hijau dan kuning juga
memberikan sejumlah karotenoid dan vitamin yang pokok (vitamin E, riboflavin,
10
asam folat, dan vitamin B lainnya), menyediakan berbagai mineral (banyak
sayuran hijau menyediakan sejumlah besar kalsium dan beberapa mineral lain),
fitokimia yang melawan penyakit, dan serat yang melawan sembelit (Murkoff
2006).
Selain itu, padi-padian ( biji gandum utuh, havermut, jagung, beras, dan
sebagainya) dan legum (kacang polong, kacang-kacangan lain, dan kacang
tanah) penuh dengan gizi, terutama vitamin B5 yang dibutuhkan oleh setiap tubuh
bayi. Sejumlah zat besi ditemukan dalam sebagian besar buah, sayuran, biji, dan
daging (Murkoff 2006). Jenis makanan yang banyak mengandung asam folat
antara lain ragi (1000 µg/100 g), hati (250 µg/100 g), brokoli, sayur berdaun hijau
(bayam, asparagus dan kacang-kacangan, misalnya kacang kering, kacang
kedelai 100 µg/100 g). Sumber lain adalah ikan, daging, jeruk, dan telur.
(Arisman 2004).
Hati, telur, ikan (terutama tuna), kerang, daging, unggas, susu, dan keju
merupakan pangan sumber vitamin B12. Sedangkan pangan sumber kalsium
dapat ditemukan pada susu dan hasil olahannya seperti whole milk, skimmed
milk, yoghurt, keju, udang, sarang burung, sarden dalam kaleng, serta beberapa
bahan makanan nabati seperti sayuran warna hijau tua dan lain-lain (Arisman
2004).
Kebutuhan asam lemak esensial, linoleat dan asam alfa-linolenat,
meningkat selama kehamilan. Asam lemak ini sangat penting untuk pertumbuhan
dan perkembangan otak. asam linoleat ditemukan di minyak nabati seperti
jagung, safflower, kedelai, biji kapas, dan minyak bunga matahari. Asam linoleat
didapat dari makanan yang mengandung minyak nabati, seperti margarin, saus
salad, kanola, biji rami, kedelai, kenari, dan minyak gandum permata (atau
margarin dibuat dengan minyak ini. Sumber lainnya didapat pada kenari, dan
produk kedelai. Sedangkan untuk makanan sumber magnesium ditemukan
dalam sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, biji, dan gandum (Drummond
dan Brefere 2007).
Status Gizi dan Berat Badan Selama Kehamilan
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau
sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi) dan
penggunaan ( utilization) zat gizi (Riyadi 2001). Status gizi erat kaitannya dengan
sistem imunitas tubuh. Menurut Hardinsyah (2007) semakin rendah status gizi
seseorang semakin rentan sakit dan meningkatkan morbiditas. Dalam tingkat
11
parah, morbiditas dapat mengakibatkan kematian (mortalitas). Sehingga status
gizi ibu sebelum dan selama kehamilan mempengaruhi kesehatan ibu dan bayi.
Faktor risiko yang mempengaruhi gizi wanita selama kehamilan
mencakup diet yang tidak memadai, merokok, pengguna alkohol, pengguna
obat-obatan terlarang, kehamilan diusia remaja, kehamilan diusia lebih dari 35
tahun, asupan energi yang tidak memadai, kehamilan dengan berat badan
dibawah BMI 18.5 atau lebih tinggi dari BMI 25, mempunyai penyakit kronis
seperti diabetes, atau tekanan darah tinggi, kemiskinan atau rawan pangan, dan
kehamilan lebih dari satu (kembar, kembar tiga, dan lain-lain) (Drummond dan
Brefere 2007). Pada trimester II-III (umur kehamilan 4-9 bulan), berat badan ibu
hamil normalnya akan naik 9-12 kg selama kehamilan (sampai usia 9 bulan) (GAI
2003).
Tabel 2 Rekomendasi kenaikan berat badan selama kehamilan
Berat kehamilan
Berat badan kurang (BMI kurang dari 18.5)
Normal (BMI 18.5-24.9)
Berat badan lebih (BMI 25-29.9)
Obes (BMI lebih dari 30)
Sumber: Drummond dan Brefere (2007)
Rekomendasi kenaikan berat
12.5- 18 kg
11.5-16 kg
7-11.5 kg
Kurang dari 7 kg
Tabel di atas menunjukkan kenaikan berat badan optimal selama
kehamilan. Wanita dengan berat badan kurang (BMI kurang dari 18.5) harus
menambahkan berat badan sebelum kehamilan atau menaikkan berat badan
lebih banyak selama kehamilan. Wanita dengan berat badan kurang memiliki
kesempatan lebih tinggi memiliki bayi yang lahir prematur, berat lahir bayi
rendah, dan kematian bayi dalam tahun pertama. Sedangkan wanita kelebihan
berat badan, perlu menurunkan berat badan sebelum kehamilan karena mereka
berisiko lebih besar mengalami masalah seperti diabetes dan hipertensi, yang
keduanya dapat menimbulkan komplikasi bagi ibu dan bayi (Drummond dan
Brefere 2007).
Tabel 3 Distribusi kenaikan berat badan rata-rata selama kehamilan
Distribusi berat
Fetus
Plasenta
Kenaikan volume darah
Kenaikan uterus dan payudara
Cairan amniotik
Simpanan lemak dan retensi cairan
Total
Sumber: Anderson 2007
Berat (gram)
3300-3500
650
1300
1300
800
4200-6000
11550-13550
12
Menurut Suririnah (2008), kenaikan berat badan setiap wanita hamil
berbeda, tergantung dari tinggi badan dan berat badannya sebelum kehamilan,
ukuran bayi dan plasenta, dan kualitas diet makan sebelum dan selama
kehamilan. Berdasarkan dari perhitungan BMI (Body Mass Index), peningkatan
berat badan selama kehamilan tergantung dari berat badan sebelum hamil.
Perhitungan BMI menggunakan ukuran berat badan dan tinggi badan untuk
memperkirakan jumlah total lemak dalam tubuh. BMI juga dapat untuk menilai
adanya risiko penyakit jantung, diabetes, dan penyakit lainnya secara umum.
Kenaikan berat badan ibu hamil dapat dipakai sebagai indeks untuk menentukan
status gizi wanita hamil, karena terdapat kesamaan dalam jumlah kenaikan berat
badan diwaktu hamil pada semua ibu hamil (Soetjiningsih 1995).
Beberapa faktor yang mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil
adalah sebagai berikut: (1) Berat badan ibu sebelum hamil. Pertambahan berat
badan ibu hamil optimal kira-kira 20 % dari berat badan sebelum hamil; (2)
Asupan zat gizi selama hamil. Semakin baik asupan zat gizi maka semakin baik
pertambahan berat badan ibu hamil; (3) Penyakit-penyakit kronis yang diderita
ibu hamil. Bila ibu hamil menderita penyakit kronis, seperti tuberclosis, cacingan
dan lainnya, walaupun asupan zat gizi cukup baik pertambahan berat badan ibu
hamil tidak seperti ibu hamil sehat; dan (4) Sirkulasi antara rahim dan ari-ari. Bila
sirkulasi ini terganggu akan menyebabkan pertumbuhan janin terganggu, secara
tidak langsung juga mempengaruhi pertambahan berat badan ibu hamil (Hakimi,
1990 dalam Mutiara 2003).
Selain menggunakan BMI, penilaian status gizi dapat dilakukan dengan
menggunakan parameter lingkar lengan atas (LILA). Parameter lingkar lengan
atas merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah
dilakukan, tidak memerlukan alat-alat yang sulit diperoleh, dan harganya lebih
murah. Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia
subur (WUS) adalah salah satu cara deteksi dini yang mudah dan dapat
dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk mengetahui kelompok berisiko
Kekurangan Energi Kronik (KEK). Wanita usia subur adalah wanita usia 15-45
tahun. Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah 23.5 cm.
Apabila ukuran LILA kurang 23.5 cm atau dibagian merah pita LILA, artinya
wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat
bayi lahir rendah (BBLR) (Supariasa 2001).
13
Serat Makanan
Definisi Serat Makanan
The American Association of Cereal Chemist (AACC) tahun 2001 telah
mendefinisikan serat sebagai bagian yang dapat dimakan dari tanaman atau
karbohidrat analog yang tahan (resisten) terhadap pencernaan dan penyerapan
pada usus halus dengan fermentasi lengkap atau sebagian (parsial) pada usus
besar. Serat makanan meliputi pati, polisakarida, oligosakarida, lignin, dan
bagian tanaman lainnya. Serat ternyata memiliki keunggulan dalam menjaga
kesehatan tubuh (IKAPI 2009).
Menurut Rusilanti & Kusharto (2007) istilah dietary fiber dipakai untuk
membedakan serat makanan dengan serat kasar (crude fiber). Serat kasar
(crude fiber) digunakan dalam analisis proksimat bahan pangan, yaitu dari
pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh bahan-bahan kimia (asam sulfat dan
natrium hidroksida). Serat yang berasal dari sayuran dan buah disebut dengan
serat kasar (crude fuber). Sementara itu, dietary fiber adalah semua yang
termasuk polisakarida dan yang tidak dapat dihidrolisis oleh kerja enzim-enzim
pencernaan usus manusia. Serat ini tidak hanya terdapat pada sayuran dan
buah, tetapi terdapat di dalam makanan lain, seperti beras, kentang, kacangkacangan, dan umbi-umbian. Dietary fiber atau serat dalam makanan biasanya
beberapa kali lipat intake crude fiber, termasuk unavailable carbohydrate.
Menurut Lubis (2009), penting untuk diketahui, bahwa serat makanan merupakan
komponen yang hanya terdapat didalam tanaman, tidak terdapat pada hewan.
Serat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu serat larut dan serat tak larut
dalam air. Serat larut tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia tetapi
larut dalam air panas, sedangkan serat tak larut tidak dapat dicerna dan juga
tidak larut dalam air panas. Serat larut dan serat tak larut terkandung pada jenis
makanan yang sama memiliki bentuk dan fungsi yang tidak dapat dipilih-pilih
menjadi bagian-bagian tersendiri. Kedua serat ini memiliki bentuk menyatu dan
saling terkait menjadi satu yang akan melakukan pekerjaan tertentu dan bekerja
saling melengkapi sedemikian rupa antara satu dengan lain (Lubis 2009).
Serat makanan larut air, di dalam pencernaan mengikat asam empedu
dan membawanya keluar bersama feses. Semakin tinggi konsumsi serat
makanan larut air, semakin banyak asam empedu dan lemak yang dikeluarkan
tubuh. Sedangkan serat makanan tidak larut air, berfungsi melancarkan
pencernaan sehingga buang air besar menjadi teratur. Kekurangan serat
14
makanan tidak larut air akan menyebabkan feses menjadi keras dan diperlukan
kontraksi otot yang besar untuk mendorong feses keluar (Herlinawati 2006). Hal
ini dapat menyebabkan konstipasi atau keadaan sulit buang air besar. Jika hal ini
berlangsung terus menerus maka otot menjadi lelah dan lemah sehingga muncul
penyakit diverticulosis (Khomsan 2008).
Jika serat dikonsumsi secara berlebihan, akan mengganggu pencernaan
dan akan menguras zat gizi yang dikonsumsi. Jika terjadi dalam jangka waktu
rutin dan lama, hal itu dapat berakibat terjadinya kekurangan gizi akut. Konsumsi
serat berlebihan akan mengakibatkan serat menguras sejumlah zat gizi dalam
makanan dan dikeluarkan sebagai feses sehingga zat gizi terbuang sia-sia.
Makan serat secara berlebihan juga akan memperberat tekanan dalam usus dan
berakibat tidak baik untuk kesehatan usus. Serat mempunyai kemampuan
menyerap air yang cukup tinggi sehingga dapat mengikat zat gizi yang telah
disederhanakan oleh enzim pencernaan, seperti asam lemak, gula sederhana
(glukosa), asam amino yang larut dalam air, vitamin dan mineral yang sangat
dibutuhkan oleh tubuh. Zat gizi tersebut larut dan terikat pada serat dan
selanjutnya akan dikeluarkan melalui feses. Keadaan itu akan mengurangi
ketersediaan zat gizi yang berakibat berkurangnya ketersediaan energi, protein,
gula, vitamin, dan mineral (Khomsan 2008).
Serat tergolong zat non gizi dan kini konsumsinya makin dianjurkan agar
bisa
dilakukan
secara
teratur
dan
seimbang
setiap
hari.
Para
ahli
mengelompokkan serat makanan sebagai salah satu jenis polisakarida yang
lebih lazim disebut karbohidrat kompleks. Karbohidrat ini terbentuk dari beberapa
gugusan gula sederhana yang bergabung menjadi satu membentuk rantai kimia
panjang. Akibatnya, rantai kimia tersebut sangat sukar dicerna oleh enzim
pencernaan. Serat makanan tidak dapat diserap oleh dinding usus halus dan
tidak dapat masuk kedalam siklus darah. Namun, akan dilewatkan menuju ke
usus besar (kolon) dengan gerakan peristaltik usus. Serat makanan yang tersisa
didalam
kolon
tidak
membahayakan
organ
usus,
justru
kehadirannya
berpengaruh positif terhadap proses-proses didalam saluran pencernaan dan
metabolisme zat-zat gizi, asalkan jumlahnya tidak berlebihan (Sulistijani 2002).
15
Klasifikasi serat makanan dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4 Klasifikasi serat makanan
Tipe
Tidak Larut
Non Karbohidrat
Karbihidrat
Komponen
Efek Faali
Sumber Utama
Lignin
Tidak jelas
Semua tanaman
Selulosa
Hemiselulosa
Massa tinja
Waktu transit
Semua tanaman
Sayuran dan gandum
Pektin
Gum
Waktu
pengosongan
lambung dan efek
metabolik
Kacang-kacangan
Larut
Karbohidrat
Sumber: waspadji (1990) dalam Rusilanti dan Kusharto (2007)
Komponen serat makanan yang berbeda memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap aktivitas enzim. Serat makanan memengaruhi aktivitas enzimenzim protease. Namun, tidak semua enzim protease yang diproduksi oleh
pankreas dapat dipengaruhi aktivitasnya oleh serat makanan. Penurunan
aktivitas enzim-enzim tersebut diduga karena pengikatan oleh serat makanan.
Perbedaan serat makanan asal buah dan sayuran adalah kemampuannya
menyerap air. Serat buah dan sayur tersusun dalam bentuk matrik yang dapat
menyerap air secara menakjubkan. Zat gizi yang diserap dalam matrik serat itu
sebagian besar masih dapat diserap oleh usus karena umumnya serat buah dan
sayur adalah jenis serat tidak larut. Serat yang larut akan membentuk gel jika
dilarutkan dalam air. Serat itu akan mengikat zat gizi secara kuat sehingga tidak
tersedia dan sulit diserap oleh usus, akhirnya dibuang dalam bentuk feses
(Khomsan 2008).
Fungsi Serat Makanan
Menurut Rusilanti dan Kusharto (2007), serat larut yang berbentuk viskus
dapat memperpanjang waktu pengosongan lambung. Sementara itu, guar dan
pektin memperpanjang waktu transit time di usus. Sebaliknya, serat tidak larut
akan memperpendek transit time atau dengan kata lain, kurun waktu antara
masuknya makanan dan keluarnya sebagai sisa makanan yang tidak dibutuhkan
oleh tubuh menjadi lebih singkat. Transit time yang pendek menyebabkan kontak
antara zat-zat iritatif dan mukosa kolorektal menjadi singkat, sehingga bisa
mencegah terjadinya penyakit dibagian kolon dan rektum. Serat makanan
berpengaruh juga terhadap pelepasan hormon intestinal (pencernaan di dalam
usus), kalsium, zat besi, seng, dan zat organik lainnya. Namun, serat juga dapat
mengikat kolesterol dan asam empedu sehingga berpengaruh terhadap sirkulasi
16
enterohepatik kolesterol (peredaran darah tidak langsung melalui hati menuju ke
jantung).
Didalam usus besar, serat difermentasi oleh bakteri kolon dan akan
menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid). Asam lemak ini
dapat menghambat mobilisasi lemak dan mengurangi glukoneogenesis sehingga
berpengaruh pada pemakaian glukosa, sekresi insulin, dan pemakaian glukosa
oleh sel hati. Serat juga berfungsi untuk mencegah kanker kolon. Serat makanan
yang terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin sebagian besar tidak dapat
dihancurkan oleh enzim dan bakteri yang ada di dalam traktus digestivus
(saluran pencernaan). Di dalam kolon, serat makanan ini akan menyerap air
sehingga vlolume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang saraf pada
rectum.
Rangsangan
ini
akan
menimbulkan
keinginan
untuk
defekasi
(mengeluarkan feses), feses yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir
(dikeluarkan) (Rusilanti & Kusharto 2007).
Selain menyerap air, serat makanan juga menyerap asam empedu
sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat merangsang mukosa
kolorektal. Mekanisme serat seperti ini bisa mencegah terjadinya karsinoma
kolorektal (kanker bagian usus besar kolon-rektum). Selain itu, serat makanan
juga bisa mengurangi asupan energi. Diet rendah kalori yang disertai diet tinggi
serat bermanfaat untuk mengatasi masalah kegemukan (obesitas) (Rusilanti &
Kusharto 2007). Kegunaan lain dari serat makanan yaitu mampu melindungi
kolon dari gangguan konstipasi, diare, divertikulum, wasir, dan kanker kolon.
Selain itu serat makanan mencegah terjadinya gangguan metabolisme sehingga
tubuh terhindar dari kegemukan dan kemungkinan serangan penyakit diabetes
mellitus, jantung koroner, dan batu empedu (Sulistijani 2002).
Kebutuhan Serat Makanan
Saat ini, asupan serat dianjurkan lebih tinggi, mengingat banyak
manfaatnya
bagi
kesehatan
tubuh.
Badan
Kesehatan
Dunia
sudah
mengeluarkan Adequate Intake (AI) serat makanan yang bisa dijadikan acuan
untuk menjaga kesehatan saluran pencernaan dan kesehatan organ tubuh
lainnya. Nilai AI serat makanan bagi orang dewasa, sekarang ditetapkan sebesar
25-30 g per hari. Sebelumnya (pada tahun 1972), hanya ditetapkan sebesar 1628 g per hari atau setara dengan 1-4% crude intake british diets.
Dalam american diet, serat makanan yang dianjurkan sebesar 5-8 g per
100 g crude fiber (Rusilanti & Kusharto 2007). Sedangkan berdasarkan petunjuk
17
diet RSCM (1982), angka kecukupan serat yang dianjurkan 25 g per 1.000 kkal.
Berdasarkan hasil widyakarya nasional pangan dan gizi (2004), kecukupan serat
makanan dianjurkan sebesar 19-30 g per kapita per hari (Rusilanti & Kusharto
2007).
Sumber Serat Makanan
Sayuran hijau, buah-buahan, kelompok padi-padian, bekatul beserta
olahannya merupakan contoh dari beberapa pilihan yang tepat untuk dapat
digunakan sebagai sumber serat makanan yang baik. Buah-buahan, lidah buaya,
rumput laut, agar-agar, apel, pisang, jeruk, wortel, bekatul, kacang merah, dan
buncis beberapa contoh makanan yang merupakan sumber serat larut.
Sedangkan contoh makanan sumber serat tak larut diantaranya:
ï‚·
Kelompok padi-padian: padi, gandum, sorgum, yang pada kulit bulirnya
lebih banyak mengandung serat tak larut.
ï‚·
Kelompok sayuran: bayam, kangkung , sawi, selada, kol, lidah buaya,
daun pepaya, dan daun singkong.
ï‚·
Kelompok kacang-kacangan: kacang hijau, kacang tolo, kacang bogor,
kacang merah, kedelai, yang pada bagian luar dari butirnya banyak
mengandung serat tak larut.
ï‚·
Kelompok makanan olahan: roti, sayur buah nangka, sayur gudeg, sayur
asem, gado-gado, cingcau, salad, es krim, jam (selai), dan jelly.
ï‚·
Kelompok buah-buahan: semangka, pisang, jeruk, alpukat, stroberi, jeruk,
mangga, apel, pepaya, belimbing, dan nanas.
Berikut secara singkat tabel jenis, sumber dan khasiat dari serat makanan
Tabel 5 Sumber serat dan khasiatnya
Jenis
Tidak larut
Selusosa, hemiselulosa,
lignin
Sumber
Beras tumbuk, beras giling,
jangung, tempe, ubi, buahbuahan, sayuran
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Larut
Pektin, agar, gum
Rumput laut, agar-agar
ï‚·
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Khasiat
Mencegah konstipasi
Mempercepat waktu
transit feses
Mencegah radang
usus
Menurunkan
kolesterol darah
Menurunkan kadar
glukosa darah
Mencegah kanker
kolon
Mencegah diare
Sumber: Khomsan 2008
18
Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga
Besar Keluarga
Data besar keluarga berdasarkan BKKBN 1998 dikategorikan menjadi
tiga kelompok yaitu keluarga kecil yang terdiri dari kurang atau sama dengan
empat orang, keluarga sedang dengan jumlah anggota keluarga sebanyak lima
sampai enam orang, dan keluarga besar dengan jumlah anggota keluarga
sebanyak lebih atau sama dengan tujuh orang. Besar keluarga didefinisikan
sebagai keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, istri, anak,
dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama (Suhardjo 2003).
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi konsumsi pangan.
Suhardjo (1989 a) dalam Mutiara (2003) mengatakan bahwa ada hubungan
nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga.
Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan
meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan
akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang
besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari
keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk mencegah
timbulnya gangguan gizi pada keluarga besar.
Pendidikan
Menurut Atmarita dan Fallah (2004) salah satu faktor yang menentukan
mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang
diperoleh adalah faktor pendidikan. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi
akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi. Tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat
untuk menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan
gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Menurut
Khomsan (2002) ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat
untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam
pengasuhan anaknya.
Menurut Syarief (1997) tingkat pendidikan orang tua merupakan salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian
makanan, pola konsumsi pangan, dan status gizi. orang yang berpendidikan
tinggi cenderung lebih memilih makanan yang kandungan gizinya tinggi, sesuai
19
dengan jenis pangan yang tersedia dan kebiasaan makan sejak kecil sehingga
kebutuhan zat gizi dapat terpenuhi dengan baik.
Pendapatan Keluarga
Menurut Sumarwan (2003) Pendapatan adalah imbalan yang diperoleh
seseorang karena pekerjaan yang dilakukan. Pendapatan yang diterima pada
umumnya dalam bentuk uang. Pendapatan keluarga biasanya diukur bukan
hanya dari pendapatan seorang saja, tetapi berdasarkan pendapatan dari
seluruh anggota keluarga yang bekerja. Menurut Khomsan et al (2003) tingkat
pendapatan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi
pangan.
Menurut Suhardjo (1989) dalam Zai (2003) dengan meningkatnya
pendapatan maka terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan
tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih
beragamnya konsumsi pangan. Pendapatan keluarga yang rendah diduga
membawa akibat pada pemberian makanan yang kurang banyak dan kurang
bermutu akibat daya beli pangan untuk makanan menurun. Meningkatnya
pendapatan berarti memperbesar peluang untuk membeli.
Ditingkat rumah tangga, kemampuan memberi pangan yang sesuai
dengan kebutuhan akan ditentukan oleh pendapatan, yang diperoleh dari
kemampuan anggota rumah tangga memperoleh kesempatan kerja dan
berpenghasilan cukup (Hardinsyah et al 2002). Menurut Soekirman (2000),
apabila pendapatan meningkat pola konsumsi pangan akan makin beragam,
serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih bernilai
gizi tinggi. Peningkatan pendapatan lebih lanjut tidak hanya akan meningkatkan
keanekaragaman konsumsi pangan dan peningkatan konsumsi pangan yang
lebih mahal, tetapi juga meningkatkan konsumsi pangan di luar rumah.
20
KERANGKA PEMIKIRAN
Keadaan sosial ekonomi keluarga, yang dalam penelitian ini meliputi,
besar keluarga dan pendidikan yang merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi
kebiasaan
makan
ibu
hamil.
Besar
keluarga
terkait
pendistribusian konsumsi pangan bagi setiap anggota keluarga, dan pendidikan
terkait pengetahuan tehadap pangan yang dikonsumsi. Keadaan sosial ekonomi
keluarga ini, dapat melihat kebiasaan makan ibu hamil yang seterusnya berkaitan
dengan konsumsi makanan, asupan, dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi
ibu hamil.
Kebiasaan makan dapat dilihat dari konsumsi pangan ibu hamil.
Konsumsi pangan ibu hamil meliputi jumlah pagan yang dikonsumsi, frekuensi
konsumsi pangan, dan jenis sumber pangan. Konsumsi serat dapat dilihat dari
konsumsi pangan, serat merupakan zat non gizi yang penting untuk membantu
mengatasi gangguan sembelit selama kehamilan. Kebutuhan serat pada ibu
hamil, sedikit lebih banyak dari pada orang dalam kondisi fisiologi normal. Pada
penelitian ini, yang dilihat dari konsumsi serat adalah jumlah serat yang
dikonsumsi, frekuensi konsumsi serat yaitu seberapa sering ibu hamil
mengonsumsi makanan sumber serat, dan jenis sumber serat yang biasa atau
sering dikonsumsi. Konsumsi serat dihubungkan dengan status kesehatan yang
berkaitan dengan kejadian konstipasi kehamilan.
Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat ibu hamil, diperoleh dari
perbandingan asupan dan kecukupan makanan. Jika konsumsi pangan ibu baik,
maka tingkat kecukupanpun semakin baik, dan mempengaruhi status gizi ibu.
Selain konsumsi yang baik, status kesehatan juga ikut mempengaruhi status gizi
ibu. Status kesehatan yang dimaksud adalah ada atau tidaknya keluhan
kehamilan dan kejadian konstipasi. Status gizi ibu hamil pada penelitian ini
dihitung menggunakan pengukuran lingkar lengan atas (LILA). Ibu hamil juga
harus mengetahui dan mengontrol status gizinya selama kehamilan. Pentingnya
ibu hamil menjaga dan mengontrol status gizinya, agar mengurangi kehamilan
dan kelahiran yang berisiko.
21
Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga:
ï‚· Besar keluarga
ï‚· Pendidikan
Kebiasaan Makan
ï‚·
ï‚·
Jenis kelompok pangan
Frekuensi konsumsi pangan
Konsumsi Pangan Ibu Hamil
ï‚· Jenis pangan yang
dikonsumsi
ï‚· Jumlah pangan yang
dikonsumsi
Konsumsi Serat
Asupan
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Energi
Protein
Serat
Kebutuhan Energi, Serat dan
Zat Gizi
ï‚· Berat Badan
ï‚· Umur
ï‚· Tinggi badan
Tingkat Kecukupan Energi, serat dan Zat Gizi
ï‚· Energi
ï‚· Protein
ï‚· Serat
ï‚·
Status Gizi
LILA
Status Kesehatan
ï‚· Kejadian konstipasi
ï‚· Keluhan kehamilan
Keterangan:
= variabel yang diteliti
= Hubungan yang diananlisis
= variabel yang tidak diteliti
= Hubungan yang tidak dianalisi
Gambar 1 Kerangka pemikiran mengenai konsumsi pangan dan serat makanan,
serta status gizi dan status kesehatan wanita hamil
22
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Desain studi penelitian ini adalah cross sectional study. Menggunakan
data sekunder dari penelitian yang berjudul “Study on Nutritional Status and
Food Pattern of Pre Pregnant (at child-bearing age), Pregnant and Lactating
Mothers” yang dilakukan oleh “Southeast Asian Food & Agricultural Science and
Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor” pada November 2010
sampai
Februari
2011.
Lokasi
penelitian
di
kota
Bogor
diambil
dari
enam kecamatan yaitu Bogor Barat, Bogor Utara, Bogor Selatan, Bogor Tengah,
Bogor Timur, dan Tanah Sareal.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Pada penelitian ini menggunakan data dari contoh ibu hamil sebanyak
203 contoh. Penarikan contoh dipilih dari Posyandu setelah mendapatkan surat
izin dari Puskesmas dari masing-masing lokasi di kota Bogor. Contoh dipilih
melalui dua tahapan, tahapan pertama menggunakan kriteria inklusi dan tahapan
kedua menggunakan kriteria kuintil (kuintil 2, 3, dan 4). Kriteria inklusi dari
kelompok ibu hamil yaitu wanita hamil pada kehamilan trimester kedua (3-6 bulan
kehamilan), dan berusia diantara 20-40 tahun. Sedangkan kriteria kuintil untuk
kota Bogor dihitung berdasarkan tingkat sosial ekonomi dari data SUSENAS
2009.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data sekunder yang digunakan meliputi karakteristik individu dan
keluarga, data konsumsi pangan, dan gambaran umum daerah penelitian.
Secara umum data diperoleh dengan menggunakan kuisioner, kemudian
melakukan wawancara (Recall 2x 24 jam, FFQ selama 1 minggu
dan
wawancara mendalam) dan pengukuran.
23
Tabel 6 Jenis dan cara pengumpulan data
No
Variabel
Data yang dibutuhkan
Cara
1.
Karakteristik
individu
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Umur
Berat Badan
Tinggi Badan
Wawancara
dengan kuisioner,
dan pengukuran
2.
Karakteristik
keluarga
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Besar keluarga
Pendapatan keluarga
Pendidikan
Wawancara
dengan kuisioner
3.
Kebiasaan makan
ï‚·
ï‚·
Kelompok makanan/minuman
Frekuensi
Wawancara
dengan FFQ satu
minggu
4.
Konsumsi pangan
ï‚·
ï‚·
Jenis pangan yang dikonsumsi
Jumlah makanan (gram/URT)
Wawancara
dengan kuisioner
Recall 2x24 jam
5.
Status kesehatan
ï‚·
ï‚·
ï‚·
Kejadian konstipasi
Keluhan kehamilan
Penyakit 1 bulan terakhir
Wawancara
dengan kuisioner
6.
Status gizi
ï‚·
LILA (lingkar lengan atas)
Pengukuran
dengan kuisioner
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah, proses pengolahan data meliputi
editing/cleaning dan analisis data. Editing/cleaning data dilakukan untuk
memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Pengolahan data
dengan
menggunakan
Microsoft
office
Excel
2007
dan
analisis
data
menggunakan Statistical Program for Sosial Sciences (SPSS) versi 16.0 for
Windows. Data yang diolah dan dianalisis terdiri dari karakteristik individu,
keadaan sosial ekonomi keluarga (besar keluarga dan pendidikan), kebiasaan
makan, konsumsi pangan, asupan ( energi, protein, dan serat), tingkat
kecukupan (energi, protein, dan serat), status gizi ibu (LILA), dan status
kesehatan (kejadiaan konstipasi dan keluhan kehamilan).
Keadaan sosial ekonomi keluarga dalam penelitian ini dilihat dari besar
keluarga dan pendidikan. Pendidikan dikategorikan berdasarkan sebaran contoh,
tamatan SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, dan Perguruan Tinggi.
Sedangkan data besar keluarga dikategorikan menjadi tiga kategori menurut
Hurlock (1998) yaitu keluarga kecil, sedang, dan besar.
Data kebiasaan makan dikumpulkan menggunakan Food Frequency
Quetionnairre (FFQ). Jenis makanan dikelompokkan berdasarkan kelompok
makanan atau minuman yang terdiri dari kelompok serealia dan olahannya;
kacang-kacangan dan olahannya; daging dan olahannya; ikan dan olahannya;
24
telur, susu dan olahannya; minuman; suplemen/herbal; buah; sayur; dan
makanan jajanan
(gorengan, cikian,
biskuit, coklat). Kemudian untuk
mengetahui frekuensi konsumsi dikategorikan menjadi jarang dan sering menurut
Kusumaningsih (2007).
Konsumsi pangan dikumpulkan menggunakan Recall 2x24 jam, dari hasil
Recall dapat diketahui jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Data jenis
dan jumlah makanan dalam gram atau URT diolah untuk mendapatkan asupan
energi, protein, dan serat. Jumlah makanan dalam bentuk gram atau URT
dikonversi menjadi energi dan protein dengan menggunakan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM). Sedangkan untuk mendapatkan asupan serat, jumlah
pangan sumber serat dikonversi menggunakan daftar kandungan serat makanan
dari USDA National Nutrient Database for Standard Reference tahun 2011.
Rumus yang digunakan untuk menghitung asupan energi, protein, dan serat dari
pangan yang dikonsumsi adalah sebagai berikut:
Kgij = {(Bj/100) x Gij x (BDDj/100)}
Keterangan:
Kgij
= Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam bahan makanan-j yang
dikonsumsi (g)
Bj
= Berat bahan makanan-j yang dikonsumsi (g)
Gij
= Kandungan Energi, Protein, dan Serat dalam 100 gram BDD bahan
makanan-j
BDD-j = Persen bahan makanan-j yang dapat dimakan (% BDD)
Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat dapat diperoleh dengan
membandingkan asupan dengan kecukupan. Kecukupan diperoleh dengan
melihat Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan tahun 2004. Kemudian tingkat
kecukupan energi dan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) yaitu
defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan
(80-89%), normal (90-119%), dan lebih (≥120%). Sedangkan untuk menghitung
tingkat kecukupan serat membandingkan antara asupan dengan kebutuhan serat
menurut WKNPG 2004 yaitu cukup (19-30 g), kurang (<19 g) dan lebih (<30 g).
Status gizi ditentukan dengan menggunakan ukuran lingkar lengan atas
(LILA), yang kemudian dikategorikan normal (≥ 23.5 cm) dan kurang energi
kronik (KEK <23.5 cm). Sedangkan status kesehatan dilihat dari kejadian
konstipasi, gangguan kehamilan yang sering terjadi dan penyakit yang diderita
25
satu bulan terakhir. Lebih jelasnya, pengkategorian variabel penelitian yang telah
disebutkan diatas dapat dilihat pada tabel 7:
Tabel 7 Pengkategorian variabel penelitian
No
Variabel
Sub Variabel
Kategori
1.
Karakteristik
individu
Umur
20-40 tahun
Karakteristik
keluarga
Besar keluarga
1. Keluarga kecil (≤ 4
orang)
2. Keluarga sedang (5-7
orang)
3. Keluarga besar (≥ 8
orang)
Hurlock (1998)
Pendapatan
1. Miskin
(<278.530/kap/bulan)
2. Tidak miskin
(>278.530/kap/bulan)
Pendidikan
1.
2.
3.
4.
5.
Kelompok
makanan/minuman
1. Serealia dan olahannya
2. Kacang-kacangan dan
olahannya
3. Daging dan olahannya
4. Ikan dan olahannya
5. Telur, susu dan
olahannya
6. Minuman
7. Suplemen/herbal
8. Buah
9. Sayur
10. Makanan Jajanan
(gorengan, cikian,
biskuit, coklat)
Frekuensi
1. Jarang : < 4 kali/minggu
2. Sering : ≥ 4 kali/minggu
Kusumaningsih (2007)
Jenis pangan yang
dikonsumsi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
2.
3.
4.
Kebiasaan makan
Konsumsi pangan
Berat badan
Tinggi badan
Jumlah makanan
(gram/URT)
Tidak sekolah
SD/ Sederajat
SMP/ Sederajat
SMA/ Sederajat
Perguruan Tinggi
Makanan pokok
Lauk hewani
Lauk nabati
Buah dan gula
Sayuran
Minuman
Susu dan olahannya
Minyak dan buah biji
berminak
DKBM
26
Tabel 7 (lanjutan)
No
5.
Variabel
Konsumsi serat
6.
Tingkat
kecukupan
7.
Status kesehatan
Sub Variabel
Jenis sumber serat
Jumlah serat (gram)
Energi dan protein
Kategori
Serat
1. Cukup (19-30 gram)
2. Kurang (< 19 gram )
3. Lebih (> 30 gram)
WKNPG (2004)
1. Ya
2. Tidak
Kejadian konstipasi
Keluhan kehamilan
1. Defisit tingkat berat (<
70 % AKG)
2. Defisit tingkat sedang
(70-79% AKG)
3. Defisit tingkat ringan
(80-89% AKG)
4. Normal 90-119% AKG)
5. Kelebihan (≥ 120%
AKG)
Depkes (1996)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
Penyakit 1 bulan terakhir
8.
Status gizi
LILA (lingkar lengan atas)
Mual
Pusing
Sakit punggung
Kurang nafsu makan
Kurang tidur
Mudah lelah
Lesu
Sering kesemutan
Tekanan darah tinggi
Tekanan darah rendah
Flek, pendarahan/
keputihan
Bagian tubuh bengkak
Gatal – gatal
Sesak nafas
Keram
Anemia/kurang sel
darah merah
Sering buang air seni
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Influenza
Diare
Tipus
Radang tenggorokan
Maag
TBC
Demam berdarah
Malaria
Sakit karena kecelakaan
(pendarahan Hebat)
10. Menjalani Transfusi
darah
1. Normal (LILA ≥23.5 cm)
2. KEK (LILA < 23.5 cm)
27
Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis dengan analisis statistik
deskriptif dan statistik inferensia. Analisis statistik inferensia berupa analisis
statistik non parametrik dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan analisis
statistik parametrik menggunakan uji korelasi Pearson. Uji Korelasi Spearman
digunakan untuk menguji hubungan antar variabel, sedangkan uji korelasi
Pearson untuk melihat variabel hubungan, meliputi analisis hubungan antara
keadaan sosial ekonomi keluarga dengan konsumsi pangan serta serat makanan
pada ibu hamil, analisis konsumsi pangan terhadap status gizi ibu hamil, dan
analisis konsumsi serat terhadap status kesehatan. Analisis regresi linier, untuk
melihat pengaruh makanan sumber serat terhadap asupan serat dan uji beda
one-way ANOVA untuk melihat perbedaan antar kuintil.
Definisi Operasional
Pendidikan adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan anggota keluarga.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal bersama atau
dan menjadi tanggungan dari kepala keluarga.
Kebiasaan makan adalah informasi perilaku makan makanan yang dikonsumsi
secara berulang dan terus menerus dalam kondisi tertentu.
Kelompok makanan/minuman adalah pengelompokan makanan berdasarkan
jenisnya
Frekuensi Konsumsi Pangan adalah banyaknya konsumsi pangan persatuan
waktu tertentu (satu minggu).
Jenis pangan yang dikonsumsi adalah jenis pangan yang dikonsumsi
berdasarkan golongan makanan di DKBM
Konsumsi pangan ibu hamil adalah semua jenis dan jumlah makanan yang
dikonsumsi ibu selama kehamilan.
Jumlah makanan yang dikonsumsi banyaknya makanan yang dikonsumsi
persatuan gram atau URT.
Konsumsi serat makanan adalah banyaknya serat makanan yang diperoleh
dari
konsumsi
makanan
sehari-hari
yang
dinyatakan
dalam
gram/kapita/hari.
Asupan energi, protein, dan serat adalah sejumlah energi, protein, dan serat
yang diperoleh dari konsumsi pangan.
Tingkat kecukupan energi, protein, dan serat adalah perbandingan antara
asupan energi, protein, dan serat dan kebutuhan energi, protein, dan
serat.
28
Status gizi ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan secara
antropometri dengan menggunakan LILA.
Status kesehatan ibu adalah keadaan kesehatan ibu yang ditentukan dengan
melihat kejadian konstipasi dan gangguan kesehatan
Kebutuhan pangan adalah jumlah pangan yang dibutuhkan untuk memenuhi
energi dan zat gizi lainnya
Penyakit yang diderita satu bulan terakhir adalah penyakit yang diderita ibu
hamil satu bulan terakhir terhitung dari satu bulan sebelum pengambilan
data.
Keluhan kehamilan adalah keluhan atau gangguan kehamilan selama
kehamilan berlangsung.
Kejadian konstipasi adalah ada atau tidak adanya keluhan sembelit atau
konstipasi
29
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Individu
Karakteristik individu meliputi usia, pendidikan, status gizi, dan status
kesehatan ibu hamil. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik individu dapat
dilihat dalam tabel-tabel berikut:
Usia
Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan usia di bawah 20
tahun 2-5 kali lebih tinggi dibandingkan kematian maternal yang terjadi pada usia
20-29 tahun, dan kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35
tahun (Wiknjosastro 2006). Pada Tabel 8 disajikan sebaran contoh berdasarkan
usia. Rata-rata usia contoh adalah 28.6 ± 5.7 tahun. Menurut Detiana (2010) usia
ideal untuk hamil adalah antara 20-29 tahun. Pada penelitian ini, contoh yang
hamil pada usia ideal (20-29 tahun) paling banyak terdapat pada kuintil-4 yaitu
(70.6%), jika dibandingkan dengan kuintil-3 (56.7%) dan kuintil-2 (44.1%). Hal ini
menunjukkan bahwa proporsi contoh yang hamil pada usia ideal lebih banyak
pada keluarga dari tingkat sosial ekonomi tinggi.
Hamil di usia lebih dari 30 tahun akan membuat proses kehamilan
menjadi rawan. Hal ini dikarenakan tingkat kesuburan seorang wanita semakin
menurun seiring bertambahnya usia. Selain itu, kehamilan pada usia lebih dari
30 tahun memiliki kemungkinan mengalami kelahiran risiko tinggi seperti
melahirkan bayi dengan kelainan mental (down syndrome) (Detiana 2010). Pada
penelitian ini, contoh yang hamil pada usia rawan kehamilan (> 30 tahun) paling
banyak terdapat pada kuintil-2 yaitu sebesar 55.9%, dibandingkan dengan kuintil3 (43.3%), dan kuintil-4 (29.4%). Hal ini menunjukkan bahwa proporsi contoh
yang hamil pada usia rawan banyak terdapat pada keluarga dari tingkat sosial
ekonomi rendah. Berdasarkan analisis tidak terdapat perbedaan yang nyata
antara rata-rata usia contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.086).
Tabel 8 Sebaran usia contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Usia
(tahun)
Kuintil 2
Kuintil 3
Kuintil 4
Total
20-29
n
30
%
44.1
n
38
%
56.7
n
48
%
70.6
n
116
%
57.1
30-40
38
55.9
29
43.3
20
29.4
87
42.9
68
100
67
100
68
100
203
100
Total
30
Pendidikan
Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan praktik hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap
informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup,
khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita dan Fallah 2004). Pada Tabel
9 disajikan sebaran contoh berdasarkan pendidikan contoh. Sebagian besar
pendidikan contoh pada kuintil-2 adalah tamatan SD/sederajat sebesar 42.6%,
sedangkan pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan tertinggi contoh adalah
tamatan SMA/sederajat yaitu sebesar 41.8% dan 41.2%.
Tabel 9 Sebaran pendidikan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Pendidikan
Kuintil 2
Kuintil 3
Kuintil 4
Total
n
%
n
%
n
%
n
%
SD/ Sederajat
SMP/Sederajat
29
26
42.6
38.2
16
17
23.9
25.4
14
22
20.6
32.4
59
65
29.1
32.0
SMA/Sederajat
12
17.6
28
41.8
28
41.2
68
33.5
Perguruan Tinggi
Total
1
68
1.5
100
6
67
9.0
100
4
68
5.9
100
11
203
5.4
100
Penelitian ini menunjukkan semakin besar tingkat sosial ekonomi semakin
tinggi pendidikan contoh, dan sebaliknya. Artinya contoh dengan tingkat sosial
ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang lebih tinggi. Menurut
Sedayu (2010), seorang ibu yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi
akan lebih berkesempatan untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan.
Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat pendidikan
contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.000).
Karakteristik Keluarga
Karakteristik
keluarga,
diantaranya
meliputi
besar
keluarga
dan
pendidikan suami. Sebaran contoh berdasarkan karakteristik keluarga disajikan
dalam tabel-tabel berikut:
Besar Keluarga
Pada Tabel 10 disajikan sebaran contoh berdasarkan besar keluarga.
Besar keluarga pada penelitian ini, dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4
orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Hasil penelitian menunjukkan
rata-rata besar keluarga contoh adalah 4.2 ± 1.8 orang, sebagian besar
merupakan keluarga kecil dengan jumlah anggota keluarga kurang atau sama
dengan 4 orang pada semua kuintil.
31
Tabel 10 Sebaran besar keluarga contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Kuintil 2
Kuintil 3
Kuintil 4
Total
Besar
keluarga
n
%
n
%
n
%
n
%
Kecil
34
50.0
42
62.7
50
73.5
126
62.1
Sedang
28
41.2
24
35.8
15
22.1
67
33.0
Besar
6
8.8
1
1.5
3
4.4
10
4.9
Total
68
100
67
100
68
100
203
100
Keluarga dengan kategori kecil paling banyak terdapat pada kuintil-4
(73.5%) jika dibandingkan dengan kuintil-3 (62.7%), dan kuintil-2 (50%).
Penelitian ini menunjukkan besar keluarga dengan jumlah anggota keluarga
kecil, banyak terdapat pada keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi dan
sebaliknya. Artinya keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu
memperhitungkan kesejahteraan keluarga dengan jumlah anggota keluarga.
Besar keluarga berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pangan. Menurut
Yulita (2012) pemenuhan konsumsi pangan akan lebih mudah jika yang harus
diberi makan jumlahnya sedikit. Lebih lanjut Gabriel (2008) menjelaskan bahwa
besar keluarga juga mempengaruhi tingkat perhatian dalam memenuhi
kebutuhan pangan.
Pendidikan Suami
Pendidikan formal meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang
keluarga berencana serta memahami kondisi istri yang sedang hamil. Dan
dengan pendidikan yang tinggi pula, seorang suami dapat mengambil keputusan
dengan tepat (Gerke 1990). Pengetahuan yang dimiliki suami tentang kehamilan,
persalinan dan nifas akan sangat membantu menurunkan angka kematian ibu
dan kematian bayi. Pengetahuan suami yang tinggi, akan memotivasi istri untuk
periksa kehamilan dan lebih cepat untuk mengambil keputusan yang rasional
yang tidak akan membahayakan bayi dan ibunya (Soemantri 2004).
Pendidikan suami, dikelompokkan sama seperti pendidikan contoh.
Sebaran contoh berdasarkan pendidikan suami dapat dilihat pada Tabel 11.
Sebagian besar pendidikan suami contoh pada kuintil-2 adalah tamatan
SMP/sederajat (35.3%). Pada kuintil-3 dan kuintil-4, pendidikan suami sebagian
besar adalah tamatan SMA/sederajat masing-masing yaitu sebesar 53.7% dan
55.9%.
32
Tabel 11 Sebaran pendidikan suami contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Kuintil 2
Pendidikan
Kuintil 3
Kuintil 4
Total
SD/ Sederajat
n
21
%
30.9
n
13
%
19.4
n
14
%
20.6
n
48
%
23.6
SMP/Sederajat
24
35.3
11
16.4
10
14.7
45
22.2
SMA/Sederajat
22
32.4
36
53.7
38
55.9
96
47.3
Perguruan Tinggi
1
1.5
7
10.4
6
8.8
14
6.9
Total
68
100
67
100
68
100
203
100
Penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi,
semakin tinggi pendidikan suami contoh dan sebaliknya. Artinya suami contoh
dengan tingkat sosial ekonomi tinggi mampu untuk membiayai pendidikan yang
lebih tinggi. Secara umum, pendidikan suami paling banyak adalah tamatan
SMA/sederajat. Berdasarkan analisis terdapat perbedaan yang nyata antara
tingkat pendidikan suami contoh dengan tingkat sosial ekonomi (p=0.001).
Kebiasaan Makan dan Frekuensi Konsumsi Pangan
Jenis Kelompok Pangan Sumber Serat
Jenis kelompok pangan yang menyumbang serat diantaranya adalah
serealia dan olahannya, kacang-kacangan dan olahannya, buah dan olahannya,
sayur dan olahannya, susu dan olahannya, umbi-umbian, dan lainnya.
Sedangkan jenis kelompok pangan yang tidak menyumbang serat diantarannya
ikan dan olahannya, telur dan olahannya, serta minuman (air putih dan beberapa
jenis minuman berasa lainnya). Kelompok susu dan olahannya yang tidak
mengandung serat yaitu dari sub kelompok susu kental manis.
Kelompok pangan serealia dan olahannya terdiri dari beras, mi, dan
terigu. Kelompok pangan kacang-kacangan dan olahannya terdiri dari kacang
hijau, kacang kedelai, kacang merah, kacang mete, kacang polong, kacang
tanah, dan kwaci. Kelompok buah dan olahannya terdiri dari buah segar, buahan
campur, dan olahn buah. Kelompok sayur dan olahannya dibagi menjadi sayur
toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran campur, sayuran daun, sayuran
umbi. Kelompok susu dan olahannya dibagi menjadi susu bubuk, susu cair, dan
susu kental manis. Susu kental manis tidak mengandung serat pangan, sehingga
tidak termasuk kelompok susu dan olahannya yang mengandung serat.
Kelompok umbi-umbian dan olahannya dibagi menjadi singkong, ubi jalar, dan
talas.
33
Tabel 12 Sebaran kebiasaan dan frekuensi konsumsi berbagai jenis pangan
sumber serat contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Kuintil 2 (n=68)
Kelompok
pangan
n
%
Frek*
Serealia dan olahannya
Beras
68
100
16.7
Mi
4
5.9
0.1
Terigu
64
94.1
4.6
Kacang-kacangan dan olahannya
Kacang hijau
28
41.2
0.8
Kacang
67
98.5
9.1
kedelai
Kacang merah
0
0.0
0.0
Kacang mete
0
0.0
0.0
Kacang
0
0.0
0.0
polong
Kwaci
1
1.5
0.0
Kacang tanah
8
11.8
0.3
Buah dan olahannya
Buah segar
67
98.5
5.7
Buahan
3
4.4
0.0
campur
Olahan buah
29
42.6
1.5
Sayur dan olahannya
Sayur toge
5
7.4
0.1
Sayuran buah
42
61.8
1.7
Sayuran
10
14.7
0.3
bunga
Sayuran
40
58.8
1.7
campur
Sayuran daun
64
94.1
4.7
Sayuran umbi
24
35.3
0.7
Susu dan olahannya
Susu bubuk
10
14.0
0.9
Susu cair
0
0.0
0.0
Umbi-umbian dan olahannya
Singkong
33
48.5
0.9
Ubi jalar
36
52.9
1.1
Talas
3
4.4
0.0
Lainnya
Agar-agar
2
2.9
0.1
* Frekuensi =kali/minggu
n
Kuintil 3 (n=67)
%
Frek*
Kuintil 4 (n=68)
n
% Frek*
67
8
62
100
11.9
92.5
17.5
0.1
4.2
67
8
62
98.5
11.8
91.2
16.5
0.2
5.3
33
49.3
1.0
39
57.4
1.3
66
98.5
9.2
67
98.5
8.2
2
3
3.0
4.5
0.0
0.1
4
0
5.9
0.0
0.1
0.0
1
15.0
0.0
3
4.4
0.1
0
15
0.0
22.4
0.0
0.5
2
18
2.9
26.5
0.1
0.7
66
98.5
6.9
67
98.5
6.3
3
4.5
0.1
3
4.4
0.1
31
46.3
1.4
39
57.4
2.0
5
37
7.5
55.2
0.1
1.6
10
38
14.7
55.9
0.3
1.2
13
19.4
0.4
15
22.1
0.5
40
59.7
2.1
38
55.9
1.8
63
24
94.0
35.8
5.0
0.7
67
21
98.5
30.9
5.7
0.7
14
1
22.4
1.5
2.0
0.0
17
0
25
0
2.2
0.0
39
35
5
58.2
52.2
7.5
1.1
1.0
0.1
40
30
2
58.8
44.1
2.9
1.2
0.9
0.0
0
0.0
0.0
0
0.0
0.0
Frekuensi Konsumsi Pangan Sumber Serat
Kelompok pangan serealia dan olahannya yang sering dikonsumsi (> 4
kali/minggu) yaitu beras dan terigu. Semua contoh pada kuintil-2 dan kuintil-3
mengkonsumsi beras, dan pada kuintil-4 sebesar 98.5%, ada contoh yang tidak
mengkonsumsi beras, hal ini diduga contoh sedang melakukan diet konsumsi
beras.
Semakin
tinggi
tingkat
sosial
ekonomi
semakin
sedikit
yang
mengkonsumsi terigu, dan sebaliknya, berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) 94.1%,
92.5%, dan 91.2%. Walaupun pada kuintil-4 contoh yang mengkonsumsi terigu
lebih sedikit, tetapi frekuensi konsumsi terigu lebih sering (5.3 kali/minggu) jika
34
dibandingkan dengan kuintil-3 (4.2 kali/minggu) dan kuintil-2 (4.6 kali/minggu).
Contoh yang mengkonsumsi mi hanya sebagian kecil dan jarang dikonsumsi (< 4
kali/minggu).
Kacang-kacangan dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu kacang
kedelai, pada semua kuintil sebesar 98.5% yang mengkonsumsi kacang kedelai.
Hal ini dapat dilihat dari makanan hasil olahan kacang kedelai yang sering
dikonsumsi masyarakat Indonesia yaitu tempe dan tahu. Kacang hijau, kacang
merah, kacang mete, kacang polong, kwaci, dan kacang tanah jarang dikonsumsi
contoh dan hanya sebagian kecil yang mengkonsumsi.
Buah dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu buah segar, sebesar
98.5% contoh pada setiap kuintil yang mengkonsumsi buah segar. Buahan
campur, dan olahan buah jarang dikonsumsi contoh pada setiap kuintil. Sayuran
dan olahannya yang sering dikonsumsi yaitu sayuran daun. Semakin tinggi
tingkat sosial ekonomi, semakin sering dan banyak contoh yang mengkonsumsi
sayuran daun 98.5% contoh pada kuintil-4, 94.0% contoh pada kuintil-3, dan
94.1% contoh pada kuintil-2. Sayur toge, sayuran buah, sayuran bunga, sayuran
campur, dan sayuran umbi jarang dikonsumsi dan hanya sebagian kecil yang
mengkonsumsi.
Susu dan olahannya yaitu susu bubuk dan susu cair jarang dikonsumsi
dan hanya sebagian kecil contoh yang mengkonsumsi susu dan olahannya
merata pada semua kuintil. Umbi-umbian dan olahannya yang terdiri dari
singkong, talas, dan ubi jalar jarang dikonsumsi contoh dan hanya sebagian kecil
contoh yang mengkonsumsi umbi-umbian dan olahannya merata pada semua
kuintil. Agar-agar hanya dikonsumsi contoh pada kuintil-2 dengan frekuensi
jarang.
Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah informasi jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi dalam waktu tertentu. Tabel 13 menunjukkan jenis dan jumlah
konsumsi pangan per hari. Semakin tinggi sosial ekonomi, semakin banyak
jumlah pangan yang dikonsumsi contoh berturut-turut yaitu kuinti-2 (2243.2),
kuinti-3 (2315.6) dan kuintil-4 (2480.1) g/kap/hari. Jenis pangan yang paling
banyak dikonsumsi contoh pada setiap kuintil adalah minuman. Serealia (520.9),
unggas (39.9), telur (24.6), susu (264.3), sayuran (167.1), buah (72.4), dan
makanan jajanan (108.3) g/kap/hari, merupakan kelompok pangan yang banyak
dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4.
35
Golongan daging (76), ikan (25.3), dan minuman (1206.3) g/kap/hari,
banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-3. Sedangkan contoh pada kuintil-2,
banyak mengonsumsi kacang-kacangan (97.2 g/kap/hari). Buah dan sayur
merupakan pangan sumber serat tinggi. Pada penelitian ini, jumlah konsumsi
buah dan sayur dari setiap kuintil, kurang dari jumlah yang dianjurkan WHO
(2003) yaitu 400 g per hari.
Tabel 13 Rata-rata jumlah konsumsi pangan berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Golongan
Serealia dan olahannya
Daging dan olahannya
Unggas dan olahannya
Ikan dan olahannya
Telur dan olahannya
Susu dan olahannya
Kacang-kacangan dan olahannya
Sayuran
Buah
Minuman
Makanan jajanan
Total
Jumlah konsumsi pangan (g/kap/hari)
Kuintil-2
Kuintil-3
Kuintil-4
488.6
474.1
520.9
3.9
7.6
3.4
19.3
31.2
39.9
22.0
25.3
20.8
14.2
23.5
24.6
110.2
170.1
264.3
97.2
63.9
83.9
153.4
158.7
167.1
50.5
52.7
72.4
1191.8
1206.3
1192.5
92.1
102.2
108.3
2243.2
2315.6
2480.1
Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi,
semakin tinggi total konsumsi pangan contoh. Artinya contoh dengan sosial
ekonomi tinggi, mampu memenuhi konsumsi pangannya dari segi kualitas.
Sebagian besar golongan pangan, banyak dikonsumsi oleh contoh pada kuintil-4,
dan hanya beberapa golongan pangan yang banyak dikonsumsi kuintil-2 dan
kuintil-3.
Asupan Energi, Protein, dan Serat
Asupan Energi
Asupan Energi dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata asupan energi pada
setiap kuintil kurang dari jumlah yang dianjurkan berdasarkan AKG, yaitu 2200
kkal ( contoh usia ≤ 29 tahun), dan 2100 kkal (contoh usia > 29 tahun), Pada
kuintil-4 rata-rata asupan energi sebesar 1803 kkal per hari, jumlah ini paling
tinggi jika dibandingkan dengan asupan energi pada contoh di kuintil-3 sebesar
1595 kkal per hari dan kuintil-2 sebesar 1521 kkal per hari. Terlihat, sebagian
besar asupan energi dari masing-masing golongan pangan cenderung meningkat
seiring tingginya sosial ekonomi. Pangan yang paling besar sumbangan
energinya untuk setiap kuintil adalah serealia dan olahannya.
36
Tabel 14 Rata-rata asupan energi berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Golongan
Serealia dan olahannya
Daging dan olahannya
Unggas dan olahannya
Ikan dan olahannya
Telur dan olahannya
Susu dan olahannya
Kacang dan olahannya
Sayuran
Buah
Minuman
Makanan jajanan
Total
Asupan Energi (kkal/kap/hari)
Kuintil-2
745
5
27
44
44
85
222
66
31
20
232
1521
Kuintil-3
719
11
51
46
69
145
159
63
35
33
263
1595
Kuintil-4
779
8
62
37
79
219
181
69
55
14
300
1803
Hasil penelitian ini menunjukkan total asupan energi tertinggi terdapat
pada contoh dengan sosial ekonomi tinggi, diikuti dengan sosial ekonomi
menengah, dan rendah. Semakin tinggi sosial ekonomi, asupan energi contoh
semakin dapat terpenuhi, dan sebaliknya. Berdasarkan analisis terdapat
perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan energi dengan sosial ekonomi. Artinya
asupan energi dapat meningkat dengan semakin tingginya sosial ekonomi,
karena contoh dengan sosial ekonomi tinggi mampu menyediakan pangan yang
beraneka ragam untuk memenuhi asupan energinya.
Asupan Protein
Asupan Protein dapat dilihat pada Tabel 15. Rata-rata asupan protein
contoh pada semua kuintil kurang dari jumlah yang dianjurkan berdasarkan AKG
protein untuk ibu hamil yaitu 67 g per hari.
Tabel 15 Rata-rata asupan protein berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Golongan
Serealia dan olahannya
Daging dan olahannya
Unggas dan olahannya
Ikan dan olahannya
Telur dan olahannya
Susu dan olahannya
Kacang dan olahannya
Sayuran
Buah
Minuman
Makanan jajanan
Total
Asupan protein (g/kap/hari)
Kuintil-2
12.7
0.5
3.0
5.5
2.2
3.5
12.4
4.1
0.5
0.9
3.5
48.9
Kuintil-3
12.7
1.0
4.8
6.0
3.7
6.3
8.5
4.1
0.4
0.8
3.6
52.0
Kuintil-4
14.8
0.6
5.6
4.5
3.8
10.3
10.0
4.8
0.9
0.4
4.0
59.9
37
Pada kuintil-4 rata-rata asupan protein sebesar 59.9 g per hari, lebih
tinggi dibandingkan dengan kuintil-3 sebesar 52 g per hari dan kuintil-2 sebesar
48.9 g per hari. Pangan yang paling besar sumbangan proteinnya adalah
serealia dan olahannya, serta kacang-kacangan dan olahannya. Hasil penelitian
ini menunjukkan total asupan Protein tertinggi terdapat pada contoh dengan
sosial ekonomi keluarga tinggi, diikuti dengan sosial ekonomi keluarga
menengah, dan rendah.
Semakin
tinggi
sosial
ekonomi,
semakin
tinggi
asupan
protein.
Berdasarkan analisis terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara asupan protein
dengan sosial ekonomi.
Artinya, asupan protein dapat meningkat dengan
semakin tingginya sosial ekonomi, karena contoh dengan sosial ekonomi tinggi
mampu menyediakan pangan yang beraneka ragam untuk memenuhi asupan
proteinnya.
Pada penelitian ini, asupan energi dan protein dibawah jumlah yang
dianjurkan pada setiap kuintil. Jumlah asupan energi dan protein, dibawah
jumlah asupan energi pada tahun 1999 sekitar 1851 kkal/kap/hari. Padahal
menurut Ariani (2007) asupan energi dan protein mengalami peningkatan dari
tahun ketahun, seiring meningkatnya ketersediaan. Hal ini dapat dikarenakan
ketersediaan pangan yang terbatas dan faktor pendapatan yang berbeda. Selain
itu, menurut Ariani (2007) diduga masih kurang akuratnya konversi energi dan
protein yang berasal dari makanan/minuman jadi, mengingat jenis ini sangat
beragam antar wilayah. Hal ini berpengaruh terhadap perhitungan tingkat
kecukupan energi dan protein.
Asupan Serat
Asupan serat dapat dilihat pada Tabel 16. Rata-rata asupan serat contoh
pada setiap kuintil kurang dari angka kecukupan serat (19-30 g per hari). Total
asupan serat tertinggi terdapat pada kuintil-4 yaitu sebesar 10.6 g per hari.
Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan asupan serat pada kuintil-3 (9 g
per hari), dan kuintil-2 (8.9 g per hari). Terlihat, sebagian besar asupan serat dari
masing-masing golongan pangan cenderung meningkat seiring tingginya sosial
ekonomi. Pangan yang paling besar sumbangan seratnya adalah sayuran dan
olahannya.
38
Tabel 16 Rata-rata asupan serat berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Asupan Serat per hari
(g/kap/hari)
Golongan
Kuintil-2
2.16
0.00
0.04
0.00
0.00
0.25
1.29
3.15
1.06
0.05
0.83
8.83
Serealia dan olahannya
Daging dan olahannya
Unggas dan olahannya
Ikan dan olahannya
Telur dan olahannya
Susu dan olahannya
Kacang dan olahannya
Sayuran
Buah
Minuman
Makanan jajanan
Total
Kuintil-3
2.08
0.00
0.04
0.00
0.00
0.35
1.00
3.17
1.16
0.13
0.98
8.92
Kuintil-4
2.68
0.00
0.11
0.00
0.00
0.49
1.15
3.04
1.99
0.13
0.96
10.55
Hal ini sejalan dengan penelitian Jahari (2001), rata-rata konsumsi serat
rumah tangga per orang diberbagai region masih belum mencapai jumlah
konsumsi serat yang dianjurkan, hanya sebesar 10.5 g/orang/hari. Rata-rata
konsumsi serat di Jawa Barat hanya sebesar 8.0 g/orang/hari. Pada penelitian
ini, pangan yang paling besar sumbangan seratnya adalah sayuran dan
olahannya. Sumbangan serat dari sayuran, terbesar dari sayuran bayam.
Kebiasaan masyarakat Jawa Barat yang juga suka mengkonsumsi lalapan,
menjadikan sayuran dan olahannya sebagai pangan sumber serat tertinggi.
Sedangkan berdasarkan penelitian Jahari (2001), sumbangan serat tertinggi
diperoleh dari pangan serealia sebesar 3.8 g/kap/hari ini mencakup seluruh
provinsi di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan total asupan serat tertinggi terdapat pada
contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, diikuti dengan tingkat sosial
ekonomi menengah, dan rendah. Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin
besar jumlah asupan serat. Artinya, contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi
mampu menyediakan pangan sumber serat untuk memenuhi asupan seratnya,
dan sebaliknya.
Berdasarkan analisis Regresi, golongan minuman tidak berpengaruh
nyata terhadap asupan serat (p>0.05), sedangkan golongan lainnya (serealia,
unggas,
susu,
berpengaruh
kacang-kacangan,
nyata
terhadap
buah,
asupan
sayur,
serat
dan
(p<0.05).
makanan
jajanan)
Golongan
yang
mengandung serat cukup tinggi mampu mempengaruhi asupan serat contoh.
39
Susu, golongan pangan yang rendah kandungan seratnya, tetapi berdasarkan
analisis, susu merupakan golongan pangan yang paling berpengaruh terhadap
asupan serat. Artinya semakin tinggi konsumsi susu, semakin tinggi sumbangan
serat. Secara matematis, persamaannya ditulis sebagai berikut:
y = -1.189 + 0.022 x1 + 0.030 x2 + 0.00160 x3 + 0.014 x4 + 0.016 x5 +
0.026 x6 + 0.007 x7 + 0.004 x8
Keterangan:
X1
: Sayuran
X2
: Makanan jajanan
X3
: Unggas
X4
: Susu
X5
X6
X7
X8
: Kacang-kacangan
: Buah
: Serealia
: Minuman
Tingkat Kecukupan Energi, Protein, dan Serat
Tingkat Kecukupan Energi
Tingkat kecukupan energi contoh pada semua kuintil sebagian besar
defisit tingkat berat. Defisit energi tingkat berat pada kuintil-2 sebesar 54.4%,
lebih besar dari pada defisit tingkat berat pada kuintil-3 sebesar 53.7%, dan
kuintil-4 sebesar 38.2%. Defisit energi tingkat sedang paling banyak terdapat
pada kuintil-4 sebesar 13.2%, sebesar 10.4% pada kuintil-3, dan 10.3% pada
kuintil-4.
Defisit energi tingkat ringan paling banyak juga terdapat pada kuintil-4
sebesar 16.2%, diikuti persentase terbesar berikutnya terdapat pada kuintil-2
sebesar 14.7%, dan sebesar 10.4% pada kuintil-3. Tingkat kecukupan energi
normal paling banyak terdapat pada kuintil-4 (19.1%), jika dibandingkan dengan
kuintil-3 (17.9%), dan kuintil-2 (13.2%). Tingkat kecukupan energi berlebih paling
banyak juga terdapat pada kuintil-4 (13.2%), jika dibandingkan dengan kuintil-3
(7.5%), dan kuintil-2 (7.4%). Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan
energi dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran tingkat kecukupan energi contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi
Energi
Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Berlebih
Total
Kuintil 2
n
%
37
54.4
7
10.3
10
14.7
9
13.2
5
7.4
68
100
Kuintil 3
n
%
36
53.7
7
10.4
7
10.4
12
17.9
5
7.5
67
100
Kuintil 4
n
%
26
38.2
9
13.2
11
16.2
13
19.1
9
13.2
68
100
Total
n
99
23
28
34
19
203
%
48.8
11.3
13.8
16.7
9.4
100
40
Hasil penelitian ini menunjukkan, tingkat kecukupan energi secara umum
berstatus defisit tingkat berat. Defisit energi tingkat berat paling banyak terdapat
pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sedangkan tingkat
kecukupan energi normal dan berlebih paling banyak terdapat pada contoh
dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa, semakin
tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin sedikit yang mengalami defisit energi
tingkat berat. Artinya, contoh dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi
mampu menyediakan pangan untuk memenuhi konsumsi dan asupan pangan
secara kuantitas maupun kualitas.
Tingkat Kecukupan Protein
Tingkat kecukupan protein contoh pada semua kuintil sebagian besar
defisit tingkat berat. Defisit protein tingkat berat pada kuintil-2 sebesar 54.4%,
lebih besar dari pada defisit tingkat berat pada kuintil-3 sebesar 49.3%, dan
kuintil-4 sebesar 36.8%. Defisit protein tingkat sedang paling banyak terdapat
pada kuintil-3 sebesar 13.4%, sebesar 13.2% pada kuintil-2, dan 11.8% pada
kuintil-4.
Defisit protein tingkat ringan paling banyak terdapat pada kuintil-2
sebesar 13.2%, diikuti persentase terbesar berikutnya terdapat pada kuintil-3
sebesar 11.9%, dan sebesar 10.3% pada kuintil-4. Tingkat kecukupan protein
normal paling banyak terdapat pada kuintil-4 (19.1%), jika dibandingkan dengan
kuintil-3 (10.4%), dan kuintil-2 (7.4%). Tingkat kecukupan energi berlebih paling
banyak juga terdapat pada kuintil-4 (22.1%), jika dibandingkan dengan kuintil-3
(14.9%), dan kuintil-2 (11.8%). Tingkat kecukupan protein dapat dilihat pada
Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran tingkat kecukupan protein contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi
Protein
Defisit tingkat berat
Defisit tingkat sedang
Defisit tingkat ringan
Normal
Berlebih
Total
Kuintil 2
n
%
37
54.4
9
13.2
9
13.2
5
7.4
8
11.8
68
100
Kuintil 3
n
%
33
49.3
9
13.4
8
11.9
7
10.4
10
14.9
67
100
Kuintil 4
n
%
25
36.8
8
11.8
7
10.3
13
19.1
15
22.1
68
100
Total
n
%
95
46.8
26
12.8
24
11.8
25
12.3
33
16.3
203
100
Hasil penelitian ini menunjukkan, tingkat kecukupan protein secara umum
berstatus defisit tingkat berat. Defisit protein tingkat berat, sedang, maupun
ringan paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi
41
rendah. Sedangkan tingkat kecukupan protein normal dan berlebih paling banyak
terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi keluarga, semakin
terpenuhi kecukupan protein anggota keluarga.
Tingkat Kecukupan Serat
Tingkat kecukupan serat pada ibu hamil di kota Bogor dapat dilihat pada
Tabel 19. Sebesar 95.6% contoh mempunyai tingkat kecukupan serat yang
kurang dari cukup terdapat di kuintil-2, persentase ini paling besar jika
dibandingkan dengan kuintil-3 sebesar 92.5%, dan kuintil-4 sebesar 88.2%.
Tingkat kecukupan serat cukup paling banyak terdapat pada kuintil-4 sebesar
10.3%, sebesar 6% pada kuintil-3, dan sebesar 4.4% pada kuintil-2. Tingkat
kecukupan serat lebih dari cukup paling banyak terdapat pada contoh di kuintil-4
dan kuintil-3 yaitu sebesar 1.5%, dan pada kuintil-2 tidak ada contoh yang tingkat
kecukupan seratnya berlebih.
Tabel 19 Sebaran tingkat kecukupan serat contoh berdasarkan tingkat sosial
ekonomi
Serat (g/hari)
Cukup (19-30 g/hari)
Kurang (<19)
Lebih (>30)
Total
Kuintil 2
n
%
3
4.4
65
95.6
0
0.0
68
100
Kuintil 3
n
%
4
6.0
62
92.5
1
1.5
67
100
Kuintil 4
n
%
7
10.3
60
88.2
1
1.5
68
100
Total
n
%
14
6.9
187
92.1
2
1.0
203
100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum tingkat kecukupan
serat contoh kurang dari jumlah yang dianjurkan. Tingkat kecukupan serat
kurang, paling banyak terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi
rendah. Sedangkan tingkat kecukupan serat cukup dan berlebih, paling banyak
terdapat pada contoh dengan tingkat sosial ekonomi tinggi. Sehingga dapat
dikatakan bahwa, semakin tinggi tingkat sosial ekonomi, semakin terpenuhi
kecukupan serat contoh.
Berdasarkan penelitian Raissa (2012), yang dilakukan terhadap lansia di
panti wreda, tingkat kecukupan serat pada lansia 100% kurang. Penelitian yang
dilakukan Zulaika (2011) juga menunjukkan tingkat kecukupan serat kurang,
yang dilakukan pada orang dewasa dengan status obes dan normal. Tingkat
kecukupan serat pada siswa SMP dalam penelitian Rahmania (2012), juga
menunjukkan tingkat kecukupan serat pada keseluruhan contoh defisit tingkat
berat. Hal yang sama juga dituliskan Badrialaily (2004), bahwa rata-rata
konsumsi serat Mahasiswa GMSK dan Kehutan tidak jauh berbeda sebesar 7.8
g/kap/hari. Amalia (2002) menemukan bahwa rata-rata konsumsi serat di desa
42
dan kota Bogor sebesar 12.3 gram/kapita/hari. Hal ini menunjukkan konsumsi
serat masih kurang, pada ibu hamil, lansia, remaja, mahasiswa dengan
pengetahuan gizi maupun tidak, dan orang dewasa dengan status gizi normal
maupun obes.
Status Gizi
Pada Tabel 20 menunjukkan sebaran status gizi contoh. Status gizi
contoh pada penelitian ini, dihitung menggunakan LILA dengan nilai ukur 23.5
cm. Sebesar 83.8% contoh pada kuintil-4 mempunyai status gizi normal, paling
banyak jika dibandingkan dengan contoh pada kuintil-2 sebesar 80.9%, dan
kuintil-3 sebesar 79.1%. Status gizi kurang hanya sebagian kecil saja sebesar
19.1% pada kuintil-2, sebesar 20.9% pada kuintil-3, dan sebesar 16.2 % pada
kuintil-4. Secara umum status contoh normal untuk semua kuintil.
Tabel 20 Sebaran status gizi contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Kuintil 2
Kuintil 3
Kuintil 4
Total
Status
Gizi
n
%
n
%
n
%
n
%
Normal
58
80.9
55
79.1
56
83.8
169
81.3
KEK
10
19.1
12
20.9
12
16.2
34
18.7
Total
68
100
67
100
68
100
203
100
Hasil penelitian ini menunjukkan semakin tinggi tingkat sosial ekonomi,
semakin banyak contoh yang mempunyai status gizi normal, dan sebaliknya.
Artinya, contoh dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi tinggi, mampu
mencapai dan mempertahankan status gizi normal karena konsumsi pangan
secara kualitas dan kuantitas dapat dipenuhi. Menurut Sirajuddin dan Gani
(2010), terdapat hubungan antara besarnya pengeluaran dengan kejadian KEK.
Artinya contoh dengan pengeluaran yang rendah berpeluang lebih besar untuk
menderita KEK. Hal ini disebabkan karena rendahnya pengeluaran berkorelasi
positif dengan kuantitas belanja pangan. Semakin rendah kuantitas belanja
pangan menyebabkan pemenuhan kebutuhan gizi khususnya energi dan protein
semakin kecil. Hasil penelitian yang dilakukan Sandjaja (2009) juga menyebutkan
semakin tinggi tingkat pengeluaran per kapita (kuintil), makin rendah prevalensi
risiko KEK. Ibu hamil resiko KEK di Jawa barat sekitar 19.3%, sedangkan resiko
KEK pada ibu hamil ditingkat nasional sebesar 21.6%.
Status Kesehatan
Status kesehatan contoh dapat dilihat dari berbagai gangguan kesehatan
yang sering dialami saat kehamilan berlangsung. Gangguan kehamilan yang
43
sering dialami contoh adalah mual, mudah merasa lelah, sering buang air kecil,
pusing, lesu, kurang nafsu makan, sakit punggung, kurang tidur, sering
kesemutan, tekanan darah rendah, anemia, sembelit, keram, gatal-gatal, sesak
nafas, flek pendarahan atau keputihan, bagian tubuh bengkak, tekanan darah
tinggi dan lainnya.
Pada Tabel 21 disajikan sebaran contoh penyakit yang biasanya dialami
oleh contoh. Lebih dari 50% contoh mengalami gangguan-gangguan kehamilan
yang sering dialami oleh contoh diataranya mual, pusing, sakit pinggang, kurang
makan, lelah, lesu, dan sering berseni. Kurang dari 50% ibu hamil mengalami
gangguan kurang tidur, konstipasi, kesemutan, hipertensi, hipotensi, flek,
bengkak, gatal, sesak nafas, kram, anemia, keputihan, dan lainnya.
Gangguan yang paling banyak dialami oleh contoh pada kuintil-2 adalah
lelah (73.5%) dan sering berseni (73.5%). Mual merupakan gangguan kehamilan
yang paling banyak mengganggu kesehatan ibu hamil pada kuintil-3 (83.6%) dan
kuintil-4 (80.9%). Hipertensi merupakan jenis penyakit yang paling sedikit dialami
oleh contoh yaitu pada kuintil-2 (0%), dan kuintil-3 (1.5%). Sedangkan pada
kuintil-4, jenis penyakit yang paling sedikit dialami contoh adalah bengkak
(1.5%).
Tabel 21 Sebaran status kesehatan contoh berdasarkan tingkat sosial ekonomi
Jenis penyakit
Mual
Pusing
Sakit pinggang
Kurang makan
Kurang tidur
Konstipasi
Lelah
Lesu
Kesemutan
Hipertensi
Hipotensi
Flek
Bengkak
Gatal
Sesak nafas
Kram
Anemia
Sering berseni
Keputihan
Lainnya
Kuintil 2 = 68
n
%
49
72.1
48
70.6
36
52.9
38
55.9
34
50
13
19.1
50
73.5
48
70.6
31
45.6
0
0
21
30.9
9
13.2
6
8.8
8
11.8
11
16.2
15
22.1
20
29.4
50
73.5
27
39.7
5
7.4
Kuintil 3 = 67
n
%
56
83.6
47
70.1
38
56.7
37
55.2
26
38.8
16
23.9
48
71.6
37
55.2
26
38.8
1
1.5
21
31.3
3
45
4
6
11
16.4
7
10.4
14
20.9
21
31.3
47
70.1
31
463
0
0
Kuintil 4 = 68
n
%
55
80.9
46
67.6
34
50
36
52.9
33
48.5
18
26.5
50
73.5
44
64.7
26
38.2
4
5.9
23
33.8
6
8.8
1
1.5
15
22.1
7
10.3
14
20.6
16
23.5
46
67.6
24
35.3
3
4.4
44
Selain gangguan-gangguan kehamilan tersebut, status kesehatan ibu
dapat juga dilihat dari riwayat kesehatan ibu hamil satu bulan terakhir yang
dirujuk pada Tabel 22. Pada Tabel 22, riwayat kesehatan ibu hamil menunjukkan
kurang dari 50% contoh mengalami gangguan kesehatan. Influenza adalah jenis
penyakit yang paling banyak dialami oleh contoh satu bulan terakhir baik pada
kuintil-2 (44.1%), kuintil-3 (49.3%), dan kuintil-4 (33.8%). Sedangkan jenis
penyakit yang paling sedikit dialami contoh adalah Tipus (1.5%) pada kuintil-4,
pada kuintil-2 dan kuintil-3 tidak ada contoh yang terkena Tipus. Contoh untuk
semua kuintil tidak mengalami TBC, DBD, Malaria, kecelakaan, dan transfusi.
Tabel 22 Sebaran riwayat kesehatan contoh satu bulan terakhir berdasarkan
tingkat sosial ekonomi
Jenis penyakit
Flu
Diare
Tipus
Radang
Maag
TBC
DBD
Malaria
Kecelakaan
Transfusi
Lainnya
Kuintil 2 = 68
n
%
30
44.1
6
8.8
0
0
11
16.2
26
38.2
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
10
14.7
Kuintil 3 = 67
n
%
33
49.3
6
9
0
0
13
19.4
24
35.8
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
7
10.4
Kuintil 4 = 68
n
%
23
33.8
6
8.8
1
1.5
9
13.2
20
29.4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
16.2
Hubungan antar Variabel
Hubungan Karakteristik dengan Tingkat Kecukupan Energi, Protein,
dan Serat. Terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara pendidikan
dengan tingkat kecukupan energi, dan protein. Artinya semakin tinggi pendidikan,
semakin mudah memahami informasi gizi. Semakin banyak informasi gizi dan
makanan yang didapat, semakin beragam jenis makanan yang dikonsumsi
sehingga semakin tinggi tingkat kecukupan energi dan protein. Namun,
hubungan pendidikan dengan tingkat kecukupan serat tidak signifikan (p>0.05).
Artinya pendidikan tinggi tidak selalu menjamin praktik konsumsi serat sesuai
dengan teori yang ada.
Pendidikan suami berhubungan signifikan (p<0.05) dengan tingkat
kecukupan energi, dan protein. Artinya selain mendapatkan pengetahuan gizi
dari pendidikan formal, contoh juga mendapatkan pengetahuan gizi dari suami.
Namun, hubungan pendidikan suami dengan tingkat kecukupan serat tidak
45
signifikan (p>0.05). Artinya pendidikan suami tidak memberikan pengaruh
terhadap praktik konsumsi serat sesuai dengan teori yang ada.
Hubungan besar keluarga dengan tingkat kecukupan energi, protein, dan
serat tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05). Artinya besar atau kecil
jumlah anggota keluarga tidak selalu dapat memenuhi kecukupan pangan. Ada
faktor lain yang berperan diantaranya sosial ekonomi, keluarga dari sosial
ekonomi
rendah
dengan
jumlah
anggota
keluarga
besar
cenderung
mengutamakan pemenuhan pangan, sebaliknya keluarga kecil dari sosial
ekonomi tinggi biasanya lebih mengutamakan pemenuhan selain pangan.
Usia contoh tidak berhubungan nyata (p>0.05) dengan tingkat kecukupan
energi dan serat. Artinya usai tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan
energi dan serat, karena bertambahnya usia tidak selalu bertambahnya kualitas
dan kuantitas pangan yang dikonsumsi. Namun, usia berpengaruh nyata
(p<0.05) dengan tingkat kecukupan protein, artinya dengan meningkatnya usia,
contoh memperhatikan tingkat kecukupan proteinnya, terlebih ketika hamil.
Hubungan Karakteristik dengan Status gizi dan Status Kesehatan.
Tidak terdapat hubungan yang signifikan (p>0.05) antara pendidikan contoh dan
pendidikan suami dengan status gizi dan status kesehatan. Artinya pendidikan
formal tidak selalu memberikan dan menghasilkan pengetahuan gizi dan
kesehatan yang baik.
Besar keluarga tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status gizi
dan status kesehatan. Artinya ada faktor lain yang berperan diantaranya sosial
ekonomi, keluarga dari sosial ekonomi tinggi dengan jumlah anggota keluarga
besar mampu membiayai perawatan kesehatan dan pemenuhan pangan yang
berlanjut terhadap status gizi. Sebaliknya, walaupun jumlah anggota keluarga
kecil dari sosial ekonomi rendah akan sulit untuk membiayai perawatan
kesehatan dan status gizi .
Usia contoh berhubungan signifikan (p<0.05) dengan status gizi, tetapi
tidak berhubungan signifikan (p>0.05) dengan status kesehatan. Artinya semakin
bertambah usia status gizi semakin baik, tetapi usia tidak menentukan baik atau
buruknya status kesehatan, karena gangguan kesehatan bisa terjadi pada siapa
saja tanpa melihat usia.
Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein dengan Status
Gizi, dan Tingkat Kecukupan Serat dengan Status Kesehatan. Tidak terdapat
hubungan yang signifikan (p>0.05) antara tingkat kecukupan energi dan protein
46
dengan status gizi. Artinya tingkat kecukupan energi dan protein tidak memberi
pengaruh terhadap status gizi, diduga dengan bertambahnya usia cenderung
meningkatkan berat badan karena metabolisme tubuh mulai melambat.
Sehingga, tingkat kecukupan energi dan protein tercukupi ataupun tidak, tidak
mempengaruhi pengukuran status gizi.
Begitu juga dengan tingkat kecukupan serat tidak berhubungan signifikan
(p>0.05) dengan status kesehatan (kejadian konstipasi). Artinya status
kesehatan dalam hal ini kejadian konstipasi, tidak ada hubungannya dengan
tingkat kecukupan serat. Hal ini dapat disebabkan konsumsi air cukup, walaupun
kecukupan serat tidak tercukupi tetapi dapat diatasi dengan konsumsi air yang
cukup.
47
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian mengenai konsumsi pangan dan serat makanan telah dilakukan pada ibu
hamil trimester II di enam kecamatan di kota Bogor. Sebagian besar (57.1%) ibu hamil
berusia diantara 20-29 tahun, contoh dan suami contoh sebagian besar (33.5% dan 47.3%)
menyelesaikan pendidikan tingkat SMA/sederajat, dan 62.1% mempunyai besar keluarga ≤
4 orang. Asupan Energi dan Protein mengacu pada anjuran AKG 2004 (2200 kkal untuk
contoh usia ≤ 29 tahun dan 2100 kkal untuk contoh usia > 29 tahun), pada semua kuintil
asupan Energi dan Protein contoh kurang dari yang dianjurkan. Total asupan Energi contoh
berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 1521, 1595, dan 1803 kkal/kap/hari. Total asupan
Protein contoh berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 48.9, 52.0, dan 59.9 g/kap/hari. Total
asupan serat mengacu pada WKNPG 2004 (19-30 g per hari), total asupan serat contoh
pada semua kuintil kurang dari yang dianjurkan, berturut-turut (kuintil-2, 3, dan 4) yaitu 8.83,
8.92, dan 10.55 g/kap/hari.
Tingkat kecukupan energi (49%) dan protein contoh (47%) sebagian besar defisit
tingkat berat, begitu juga dengan tingkat kecukupan serat contoh (92%) sebagian besar
kurang. Namun, status gizi dan status kesehatan menunjukkan sebagian besar contoh
berstatus gizi normal (81.3%) dan tidak mengalami gangguan kesehatan berupa konstipasi
(23.2%). Hasil analisis menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05) antara tingkat
kecukupan energi dan protein dengan status gizi, serta tingkat kecukupan serat dengan
status kesehatan (kejadian konstipasi). Meskipun demikian, tetap harus menjaga konsumsi
makanan agar status gizi tidak menurun, dan terhindar dari berbagai gangguan kesehatan.
Saran
Pangan sumber serat makanan di Indonesia sangat beraneka ragam dan mudah
didapat, diantaranya serealia, sayur, buah, kacang-kacang, dan umbi-umbian. Saran untuk
ibu hamil, hendaklah mengkonsumsi pangan yang beraneka ragam dalam jumlah yang
cukup, agar serat makanan yang dibutuhkan dapat tercukupi dan terhindar dari penyakitpenyakit yang berhubungan dengan kekurangan serat. Selain itu, perlu adanya penelitian
lebih lanjut terhadap kejadian konstipasi dengan mengumpulkan data frekuensi dan
gangguan buang air besar.
48
DAFTAR PUSTAKA
Ariani M. 2007. Konsumsi pangan masyarakat indonesia analisis data susenas
1999-2005. Jurnal Gizi Indonesia, 30(1), 47-56.
Arisman. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: EGC.
Anderson AS. 2007. Pre-pregnancy, pregnancy and lactation. In:Essentials of
Human Nutrition (Third Edition). United States: Oxford University
PressInc. pp 443-455.
Astawan M, Kasih AL. 2008. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di
dalam: Soekirman et al., editorKetahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
VII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. Hlm 129-161.
Badrialaily. 2004. Studi tentang pola konsumsi serat pada mahasiswa [skripsi].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Benson RC, Pernoll ML. 2008. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi. Wijaya S,
penerjemah; Primarianti SS, Resmisari T, editor. Jakarta: EGC.
Terjemahan dari: Benson & Pernoll’s Handbook of Obstetrics and
Gynecology.
[BPPK] Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. 2007. Laporan hasil
riset kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
[DGKSFKMUI] Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. 2009. Gizi dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: Rajawali Pers.
Detiana P. 2010. Hamil Aman dan Nyaman di atas 30 Tahun. Yogyakarta: Media
Pressindo
Drummond KE, Brefere LM. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary
Professionals (Sixth Edition). United States: John Wiley & Sons, Inc.
Emilia O, Freitag H. 2010. Tetap Bugar dan Energik Selama Hamil. Jakarta:
AgroMedia.
Furkon LA. 2006.Konsumsi pangan sumber antioksidan mahasiswa tpb-ipb serta
kaitannya dengan daya tahan terhadap penyakit flu dan diare akibat
infeksi. [laporan penelitian dosen muda]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor. 23 halaman.
Gibney MJ. 2008. Gizi Kesehatan Masyarakat. Andry H, penerjemah; Palupi W,
Erita AH, editor. Jakarta (ID): Penerbit EGC. Terjemahan dari: Public
Health Nutrition.
[GAI] Global Alliance Indonesia, [ASPPUK] Asosiasi Pendamping Perempuan
Usaha Kecil, [PKBI] Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia Jawa
Barat,
[PPSW]
Pusat
Pengembangan
Sumberdaya
Wanita,
[YPMK]Yayasan Pengembangan Manajemen Kesehatan Perdhaki. 2003.
Tanya Jawab Seputar Kesehatan Reproduksi Buku Pegangan Promosi
Kesehatan Kerja. Jakarta : Global alliance for workers and communities.
49
Hardinsyah, Briawan D, Retnaningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis
Kebutuhan Konsumsi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hardinsyah. 23 Juni 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial bagi
Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan pengentasan Kemiskinan [orasi
ilmiah]. Bogor: GWW Kampus IPB Darmaga Bogor.
Harrison.1999. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dlalam. Asdie AH, editor. Jakarta:
EGC.
Hayati AW. 2002. Konsumsi pangan dan seng, serta determinan status seng ibu
hamil di kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang kabupaten Bogor.
[tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Herlinawati Y. 2006. Terapi Jus untuk Kolesterol + Ramuan Herbal. Jakarta:
Puspa Swara
Ide P. 2009. Health Secret of Dragon Fruit, Menguak Keajaiban si Kaktus dalam
Penyembuhan Penyakit. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Jahari Ab, Sumarno I. 2001. Epidemiologi konsumsi serat di indonesia. Jurnal
Gizi Indonesia, 25: 37-56.
Jordan S. 2003. Farmakologi Kebidanan. Andry H, penerjemah; Monica E, editor.
Jakarta. Penerbit EGC. Terjemahan dari: Pharmacology for Midwives.
Khomsan A. 2002. Pangan dan Gizi dalam Dimensi Kesejahteraan. Bogor:Institut
Pertanian Bogor.
2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan
Tepat. Jakarta: Hikmah (PT Mizan Publika).
Khomsan A, Madanijah S, Martianto D, Djamaluddin MD, Briawan D. 2003.
Rekayasa sosial dan pengembangan teknik edukasi untuk peningkatan
diversifikasi konsumsi pangan pokok. [laporan penelitian]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor. 115 halaman.
Lubis Z. 2009. Hidup Sehat dengan Makanan Kaya Serat. Bogor: IPB Press.
Muaris H. 2002. Hidangan Sehat Favorit Ibu Hamil, Kehamilan Triwulan Kedua
Cita Rasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulya N. 2011. The Pregnancy Handbook, Panduan Food, Fashion, dan Fitness
untuk Kehamilan yang Sehat dan Menyenangkan. Jakarta: Qanita
Murkoff H, Eisenberg A, Hathaway S. 2006. Apa yang Anda Hadapi Bulan
Perbulan. Susi P, penerjemah; Surya S, editor. Jakarta: Penerbit Arcan.
Terjemahan dari: What To Expect When You’re Expecting.
Mutiara E. 2003. Faktor-faktor yang berhubungan dengan konsumsi pangan ibu
hamil keluarga nelayan kaitannya dengan status gizi bayi lahir di
kelurahan labuhan deli kecamatan medan marelan kota medan. [tesis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahmania R. 2012. Hubungan antar tingkat pemenuhan kebutuhan air dan
asupan serat pangan dengan status hidrasi dan konstipasi siswa SMP
[skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rahmawati R, Salimar.2006. Hidangan Sehat Ibu Hamil. Jakarta: Puspa Swara.
50
Raissa T. 2012. Asupan serat dan cairan, aktivitas fisik, serta gejala konstipasi
pada lanjut usia [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rusilanti. 2006. Menu Bergizi untuk Ibu Hamil. Jakarta: Kawan Pustaka.
Rusilanti, Kusharto CM. 2007. Sehatdengan Makanan Berserat. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Sandjaja. 2009. Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Indonesia.
Jurnal Gizi Indonesia, 32(2): 128-138.
Sedayu TR. 2010. Pengetahuan, sikap, dan konsumsi cairan serta hubungannya
dengan pemenuhan kebutuhan cairan pada remaja SMA Negeri 2 Bogor
[skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Sirajuddin, Gani K. 2010. Analisis hubungan pengeluaran, asupan protein, dan
kejadian kurang energi kronik pada wanita dewasa di sulawesi selatan.
Jurnal Media Gizi Pangan:44-49
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga Dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Soenardi T. 2011. Agar Terhindar Penyakit Degeneratif saat Dewasa. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Suhardjo. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara.
Sulistijani DA. 2002. Sehat dengan Menu Berserat. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Sumarwan U. 2003. Perilaku Konsumen, Teori dan Penerapannya dalam
Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Suririnah. 2008. BukuPintar Kehamilan & Persalinan, Panduan bagi Calon Ibu
untuk Menjalani Kehamilan yang Sehat & Menyenangkan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wibisono H, Dewi ABFK. 2009. Solusi Sehat Seputar Kehamilan. Jakarta:
AgroMedia Pustaka.
Wiseman G. 2002. Nutrition and Health. London: Taylor & Francis
Yulita J. 2012. Analisis hubungan pengetahuan gizi dan keamanan pangan serta
konsumsi pangan dengan status gizi siswa sekolah dasar [skripsi]. Bogor:
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Zai HE. 2003. Pola pemberian ASI dan MP-ASI serta status gizi anak baduta di
desa Maliwa’a dan desa Bobozioli Loloana’a Kecamatan Idanogawo
Kabupaten Nias Provinsi Sumatera Utara [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Zulaika. 2011. Konsumsi serat dan fast food serta aktivitas fisik orang dewasa
yang berstatus gizi obes dan normal [skripsi]. Bogor: Institut pertanian
Bogor.
51
Download