bab ii landasan teori

advertisement
 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Instrumentasi Pengukuran
Dalam
hal ini, instrumentasi merupakan alat bantu yang digunakan dalam pengukuran
dan kontrol pada proses industri. Sedangkan pengukuran merupakan suatu cara yang
digunakan untuk mengetahui variabel proses. Alat bantu untuk mengetahui variabel proses
disebut instrumen ukur. Berdasarkan fungsinya sebagai pengubah sinyal dari variabel proses,
alat ukur dapat
digambarkan menurut blok komponen. Blok komponen ini dapat membantu
dalam mempelajari
fungsi setiap alat ukur yang ingin kita rancang.Blok komponen
instrumentasi
ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Besaran yang
Nilai yang
diukur
terukur
Sensor
Pengkondisian
sinyal
Display
Gambar2.1 blok komponen
Sistem pengukuran pada umumnya terbentuk atas 3 bagian, yaitu:

Sensor, elemen ini merespon nilai yang terukur dengan mengeluarkan sinyal output
yang tergantung dari nilai yang terukur pada inputnya.

Pengkondisian sinyal (signal conditioner), elemen ini mengambil sinyal output sensor
dan mengkonversi sinyal tersebut ke dalam kondisi yang sesuai untuk elemen
selanjutnya.

Tampilan(display), elemen ini menampilkan data atau hasil dari pengukuran yang
berasal dari sinyal yang telah diolah oleh elemen sebelumnya.
2.1.1 Kesalahan dalam Pengukuran
Tidak ada komponen atau alat ukur yang sempurna, biasanya terdapat kesalahan atau
ketidaktelitian dari komponen atau alat ukur tersebut.
Beberapa kesalahan dalam pengukuran muncul dan seringkali terbagi dalam beberapa
kategori, yaitu:
1. Kesalahan umum (General/ Gross / Human error)
Kesalahan
akibat faktor manusia, misalnya:

Kesalahan pembacaan

Penyetelan yang tidak tepat

Pemakaian alat yang tidak sesuai

Kesalahan penafsiran
Kesalahan tersebut dapat dihindari dengan:

Pemilihan alat yang tepat

Perawatan dengan baik

Kalibrasi

Faktor koreksi
2. Kesalahan sistematis (Sistematic Error)
Kesalahan sistematis terdiri dari :

Instrumental error, yaitu akibat konstruksi alat ukur, kalibrasi, metoda pengukuran,
efek pembebanan, dll.

Environmental error, yaitu kesalahan akibat lingkungan sekitar, seperti suhu, medan
magnet, tekanan dan lain-lain.

Observation error, yaitu kesalahan dalam pengamatan seperti dalam memperkirakan
skala.
3. Kesalahan Acak (Random Error)
Kesalahan acak adalah kesalahan yang penyebabnya tidak dapat langsung diketahui
(perubahan terjadi secara acak), biasanya akan terjadi dalam pengukuran secara periodik.
Untuk memperkecil
kesalahan acak, maka harus dilakukan pengukuran lebih dari satu kali,
dan semakin
banyak dilakukan pengukuran maka semakin kecil kesalahan yang
ditimbulkan.
Dalam
pengukuran, digunakan sejumlah istilah yang akan didefinisikan sebagai
berikut:

Ketelitian (accuracy), yaitu harga terdekat suatu pembacaan instrumen yang
mendekati harga sebenarnya dari variabel yang diukur.

Ketepatan
(precision), yaitu suatu ukuran kemampuan untuk mendapatkan hasil
pengukuran
yang serupa. Dengan memberikan suatu harga tertentu bagi suatu
variabel, ketepatan merupakan suatu ukuran tingkatan yang menunjukkan perbedaan
hasil pengukuran pada pengukuran-pengukuran yang dilakukan secara berurutan.

Sensitivitas (sensitivity), yaitu perbandingan antara sinyal keluaran atau respon
instrumen terhadap perubahan masukan atau variabel yang diukur.

Resolusi (resolution), yaitu perubahan terkecil dalam nilai yang diukur yang mana
instrumen akan memberi respon (tanggapan).

Kesalahan (error), yaitu kesalahan maksimum yang diperkenankan, dinyatakan dalam
persen (%) terhadap simpangan skala penuh.

Alat ukur presisi, yaitu alat ukur yang mempunyai kelas ketelitian 0.1; 0.2; 5.

Alat ukur praktis, adalah alat ukur yang mempunyai kelas ketelitian 1.5; 2.5; 5.

Paralaks adalah kesalahan akibat sudut pembacaan.
Untuk lebih jelasnya pembacaan instrument ukur, dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut.
Gambar 2.2 Pembacaan Instrumen Ukur
2.2
Sensor/Tranducer
Sensor adalah elemen yang menghasilkan suatu sinyal yang tergantung pada kuantitas
yang diukur.Sedangkan tranduser adalah suatu piranti yang mengubah suatu sinyal ke bentuk
sinyal lainnya.
Sensor terbagi beberapa jenis, diantaranya :

Resistive, capasitive dan inductive sensor.

Sensor suhu

Sensor tekanan, dsb.
Dalam memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem
yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini : (D
Sharon, dkk, 1982)
1. Linearitas
Ada banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu
sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai contoh, sebuah
sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas yang dirasakannya. Dalam
kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara tepat bagaimana perubahan keluaran
dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah grafik
2. Sensitivitas
Sensitivitas akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang
diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan dengan bilangan yang menunjukan “perubahan
keluaran dibandingkan
unit perubahan masukan”. Beberepa sensor panas dapat memiliki
kepekaan yang
dinyatakan dengan “satu volt per derajat”, yang berarti perubahan satu derajat
pada
masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas
lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti memiliki kepakaan
dua kali dari sensor yang pertama.Linieritas sensor juga mempengaruhi sensitivitas dari
sensor. Apabila tanggapannya linier, maka sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan
pengukuran keseluruhan.
3. Tanggapan Waktu
Tanggapan waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap
perubahan masukan. Sebagai contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek
adalah sebuah termometer merkuri.Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah
posisi merkuri.
Beberapa contoh dari sensor suhu yaitu RTD (Resistance Temparature Detector),
Termistor, Termokopel dan IC sensor.Pada tabel 2.1 diperlihatkan perbandingan keempat
sensor tersebut.
Tabel 2.1 Tabel Perbandingan Kelebihan dan Kekurangan Sensor Suhu
Termokopel
Kelebihan
Termistor
IC sensor
 Sederhana
 Lebih stabil
 Keluaran tinggi
 Lebih linier
 Murah
 Lebih akurat
 Respon cepat
 Keluaran yang
 Ukuran yang
 Lebih linier dibanding
 Pengukuran dua
bervariasi
 Jangka suhu
yang bervariasi
 Tidak
membutuhkan
perawatan
RTD
termocouple
penghubung
resistansi
lebih besar
 Murah
Tabel 2.1 Lanjutan
Termokopel
Kekurangan IC sensor
 Mahal
 Tidak linier
 Suhu < 2000C
 Tegangan
 Membutuhkan
 Jangka suhu
 Membutuhkan
rendah
sumber arus
suhu referensi
Termistor
 Tidak linier
 Membutuhkan
RTD
 Kesensitifan
rendah
 Perubahan
resistansi kecil
 Pemanasan sendiri
 Resistansi rendah
terbatas
 Mudah rusak
 Lambat
 Membutuhkan
 Pemanasan
sumber arus
 Pemanasan
sendiri
catu daya
sendiri
 Bentuk fisik
terbatas
2.2.1 Termokopel
Termokopel merupakan sensor temperatur yang terbuat dari dua buah logam yang
berbeda. Prinsip kerja dari termokopel yaitu jika dua buah dari logam yang berbeda
dihubungkan dari satu junction (titik hubung), maka pada ujung-ujung dari masing-masing
logam akan dihasilkan tegangan (berorde milivolt).
Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan (sambungan yang dingin) dijaga sebagai
temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek pengukuran.Sensor suhu
yang lain akan mengukur suhu pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang diperiksa
dapat dihitung.
Termokopel dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat termopile,
dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih tinggi dan semua
sambungan dingin ke suhu yang lebih rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap
termokopel menjadi naik, yang memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih
tinggi. Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna untuk pengukuran
di laboratorium, secara sederhana termokopel tidak mudah dipakai untuk kebanyakan
indikasi sambungan langsung dan instrumen kontrol. Mereka menambahkan sambungan
dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain yang sensitif terhadap suhu (seperti
diode) untuk mengukur suhu sambungan input pada peralatan, dengan tujuan
termistor atau
khusus untuk
mengurangi gradiasi suhu di antara ujung-ujungnya.
Pembuatan termokopel didasarkan atas sifat thermal bahan logam. Jika sebuah batang
logam dipanaskan
pada salah satu ujungnya maka pada ujung tersebut elektron-elektron
dalam logam akan bergerak semakin aktif dan akan menempati ruang yang semakin luas,
elektron-elektron saling desak dan bergerak ke arah ujung batang yang tidak dipanaskan.
Dengan demikian pada ujung batang yang dipanaskan akan terjadi muatan positif.
+
Ujung panas
e
-
Arus elektron
akan
mengalir dari
ujung panas
ke ujung
dingin
Ujung dingin
Gambar 2.3. Arah gerak elektron jika logam dipanaskan
Kerapatan elektron untuk setiap bahan logam berbeda tergantung dari jenis logam. Jika
dua batang logam disatukan salah satu ujungnya, dan kemudian dipanaskan, maka elektron
dari batang logam yang memiliki kepadatan tinggi akan bergerak ke batang yang kepadatan
elektronnya rendah, dengan demikian terjadilah perbedaan tegangan diantara ujung kedua
batang logam yang tidak disatukan atau dipanaskan. Besarnya termolistrik atau gem ( gaya
electromagnet ) yang dihasilkan menurut T.J Seeback (1821) yang menemukan hubungan
perbedaan panas (T1 dan T2) dengan gaya gerak listrik yang dihasilkan E, Peltir (1834),
menemukan gejala panas yang mengalir dan panas yang diserap pada titik hot-juction dan
cold-junction, dan Sir William Thomson, menemukan arah arus mengalir dari titik panas ke
titik dingin dan sebaliknya, sehingga ketiganya menghasilkan rumus sebagaimana dinyatakan
dalam persamaan (2.1)
E = C1(T1-T2) + C2(T12 – T22)
Efek Peltier
atau
Efek Thomson
2
2
E = 37,5(T
1_T2) – 0,045(T1 -T2 )
...........................................................................(2.1)
di mana 37,5 dan 0,045 merupakan dua konstanta C 1 dan C2 untuk termokopel
tembaga/konstanta.
+
Ujung panas
VR
Vs -
Beda potensial
yang terjadi
pada kedua
ujung logam
yang berbeda
panas jenisnya
Ujung dingin
Gambar 2.4. Beda potensial pada Termokopel
Bila ujung logam yang tidak dipanaskan dihubung singkat, perambatan panas
dari ujung panas ke ujung dingin akan semakin cepat. Sebaliknya bila suatu termokopel
diberi tegangan listrik DC, maka diujung sambungan terjadi panas atau menjadi dingin
tergantung polaritas bahan (deret Volta) dan polaritas tegangan sumber. Dari prinsip ini
memungkinkan membuat termokopel menjadi pendingin.
Termokopel sebagai sensor temperatur memanfaatkan bedaworkfunction dua bahan
metal seperti terlihat pada gambar 2.5 (a). Sedangkan pada gambar 2.5 (b) menunjukkan
penerapan termokopel di mana sebuah termokopel (satu junction) digunakan untuk mengukur
suhu sedangkan yang lainnya diletakkan pada suhu referensi (cool junction) .
Gambar 2.5. Hubungan Termokopel
Tegangan keluaran EMF (elektro motive force) termokopel masih sangat rendah, hanya
beberapa milivolt.Termokopel bekerja berdasarkan perbedaan pengukuran. Oleh karena itu
jika untuk mengukur
suhu yang tidak diketahui, terlebih dulu harus diketahui tegangan Vc
pada suhu referensi
(reference temperature).
Konfigurasi standar tertentu dari termokopel menggunakan logam tertentutelah
diadopsi dan memberikan penandaan, sebagai contoh ditunjukkan pada tabel 2.2 masingmasing tipe mempunyai perbedaan ,seperti range, linieritas, keadaan lingkungan, sensitivitas
dan sebagainya, yang dipilih tergantung dariaplikasi yang dibuat. Pada setiap tipe, variasi
ukuran konduktor diterapkan untukkasus tertentu, misalnya pengukuran oven, lokasi
pengukuran
tinggi, dansebagainya.
Tabel 2.2 Sifat dari beberapa tipe termokopel pada 250C
Tipe
Material( + dan -)
Temp.Kerja(0C)
Sensitivitas(µV/0C)
E
Ni-Cr dan Cu-Ni
-270 ~ 1000
60.9
J
Fe dan Cu-Ni
-210 ~ 1200
51.7
K
Ni-Cr dan Ni-Al
-270 ~ 1350
40.6
T
Cu dan Cu-Ni
-270 ~ 400
40.6
R
Pt dan Pt(87%)-Rh(13%) -50 ~ 1750
6
S
Pt dan Pt(90%)-Rh(10%) -50 ~ 1750
6
B
Pt(70%)-h(30%)dan
6
-50 ~ 1750
Pt(94%)-Rh(6%)
Masing –masing tipe memiliki karakteristik suhu terhadap tegangan seperti gambar 2.6 di
bawah ini.
Gambar 2.6 Karakteristik Termokopel
Termokopel
yang akan digunakan pada rangkaian ini adalah termokopel tipe K, yang
mempunyai bahan dasar chromel dan alumel. Tipe ini dipilih karena murah dan lebih peka.
2.2.2Sensor
suhu LM 335
Sensor suhu LM 335 adalah komponen elektronika yang memiliki fungsi untuk
mengubah besaran
suhu menjadi besaran listrik dalam bentuk tegangan.Sensor Suhu LM 335
yang
dipakai dalam penelitian ini berupa komponen elektronika elektronika yang diproduksi
oleh
NationalSemiconductor. LM 335 memiliki keakuratan tinggi dan kemudahan
perancangan jika dibandingkan dengan sensor suhu yang lain, LM 335 juga mempunyai
keluaran impedansi yang rendah dan linieritas yang tinggi sehingga dapat dengan mudah
dihubungkan dengan rangkaian kendali khusus serta tidak memerlukan penyetelan lanjutan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang diberikan
kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu daya tunggal dengan
ketentuan bahwa LM 335 hanya membutuhkan arus sebesar 60 µA hal ini berarti LM 335
mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-heating) dari sensor yang dapat
menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC
.Self-heating adalah efek pemanasan oleh komponen itu sendiri akibat adanya arus yang
bekerja melewatinya.Untuk komponen sensor suhu, parameter ini harus dipertimbangkan dan
di-handle dengan baik karena hal ini dapat menyebabkan kesalahan pengukuran.
Gambar 2.7 Sensor Suhu LM 335
Gambar diatas menunjukan bentuk dari LM 335.Tiga pin LM 335 menujukan fungsi
masing-masing pin diantaranya, pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja dari LM 335,
pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau V out dengan jangkauan kerja dari
0 Volt sampai
dengan 1,5 Volt dengan tegangan operasi sensor LM 335 yang dapat
digunakan antar
4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap
derajad celcius sehingga diperoleh persamaan sebagaimana ditunjukkan pada persamaan (2.2)
= Suhu* 10 mV ........................................................................................(2.2)
VLM35
Secara prinsip sensor akan melakukan penginderaan pada saat perubahan suhu setiap
suhu
1 ºC akan menunjukan tegangan sebesar 10 mV. Pada penempatannya LM 335 dapat
ditempelkan
dengan perekat atau dapat pula disemen pada permukaan akan tetapi suhunya
akan sedikit berkurang sekitar 0,01 ºC karena terserap pada suhu permukaan tersebut. Dengan
cara seperti ini diharapkan selisih antara suhu udara dan suhu permukaan dapat dideteksi oleh
sensor LM 335 sama dengan suhu disekitarnya, jika suhu udara disekitarnya jauh lebih tinggi
atau jauh lebih rendah dari suhu permukaan, maka LM 335 berada pada suhu permukaan dan
suhu udara disekitarnya .
Berikut ini adalah karakteristik dari sensor LM335.
1.Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan suhu 10
mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius.
2.Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5ºC pada suhu 25 ºC.
3.Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC.
4.Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt.
5.Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA.
6.Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari 0,1 ºC pada udara
diam.
7.Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA.
8.Memiliki ketidaklinieran hanya sekitar ± ¼ ºC.
Dari gambar 2.8 dapat dilihat bahwa grafik karakteristik IC LM 335 .
Gambar 2.8 Grafik Karakteristik LM 335
2.3 Penguat Operasional
Penguat operasional (Op-amp) adalah penguat DC dengan perolehan tinggi yang
mempunyai impedansi masukan tinggi dan impedansi keluaran rendah.Istilah
Operasional menunukkan bahwa penambahan komponen luar yang sesuai dapat
dikonfigurasikan untuk melakukan berbagai operasi, seperti penambahan, pengurangan,
perkalian, integrasi dan diferensial.Pada umumnya, operasi-operasi ini digunakan untuk
operasi linier dan non-linier.
2.3.1 Inverting Amplifier
Inverting amplifier ini, input dengan outputnya berlawanan polaritas. Jadi ada
tanda minus pada rumus penguatannya. Penguatan inverting amplifier adalah bisa
lebih kecil nilai besaran dari 1, misalnya -0.2 , -0.5 , -0.7 , dst dan selalu negatif.
Penguatan juga bisa lebih besar dari 1. Gambar 2.9 menunjukkan rangkaian amplifier.
Gambar 2.9 Rangkaian Inverting Amplifier
Tegangan
keluaran Vo ditunjukkan pada persamaan (2.3)
................................................................................................................(2.3)
2.3.2 Non-Inverting Amplifier
Rangkaian non-inverting amplifier ini hampir sama dengan rangkaian
inverting amplifier hanya perbedaannya adalah terletak pada tegangan inputnya dari
masukan non-inverting. Gambar 2.10 memperlihatkan rangkaian non inverting
amplifier.
Gambar 2.10 Rangkaian Non-inverting Amplifier
Hasil tegangan output non-inverting ini akan lebih dari satu dan selalu positif.
Persamaan (2.4) memperlihatkan tegangan keluarn non-inverting amplifier.
.......................................................................................(2.4)
2.3.3 Adder/ Penjumlah
Rangkaian penjumlah atau rangkaian adder adalah rangkaian penjumlah yang
dasar rangkaiannya adalah rangkaian inverting amplifier dan hasil outputnya adalah
dikalikan
dengan penguatan seperti pada rangkaian inverting. Gambar2.11
menunjukkan
rangkaian penguat penjumlah.
Gambar 2.11Rangkaian penjumlah dengan hasil negatif
Pada dasarnya nilai outputnya adalah jumlah dari penguatan masing masing
dari inverting. Tegangan keluaran penguat penjumlahan diperlihatkan pada persamaan
(2.5)
..................................................................(2.5)
Bila Rf = Ra = Rb = Rc, maka persamaan menjadi :
2.4 Span and Zero
Output suatu tranduser jarang yang sesuai dengan pengkondisi sinyal, display,
atau komputer. Pengubah span dan zero dapat dibuat dengan menggunakan rangkaian
penjumlah (inverting summer), seperti tampak pada gambar 2.14 berikut ini :
+- V
Ros
e in
Ri
-(mx+b)
Rf
-
R
U1
+
eu1
-V
Rcomp
R
+V
U2
+
R/2
Gambar 2.12 Inverting summer
eu2
+(mx+b)
Rumus umum span and zero converter ditunjukkan pada persamaan (2.6)
R
R
e u2  f ein  f V
Ri
R os .................................................................................................(2.6)
dengan kurva alih :
V
e
out2
e
out1
e
e
in-1
V
in-2
Gambar 2.13 Kurva alih rangkain span and zero converter
2.5Catu Daya
Power Supply merupakan rangkaian yang penting dalam sistem elektronika.
Rangkaian power supply memberikan supply tegangan pada alat pengendali. Terdapat
beberapa macam power supply, yaitu power supply tegangan teteap dan power supply
tegangan variabel. Power supply tegangan teteap adalah power supply yang tegangan
keluarannya tetap dan tidak dapat diatur. Sedangkan power supply tegangan variabel
adalah power supply yang tegangan keluarannya dapat diubah atau diatur. Terdapat dua
sumber power supply, yaitu sumber AC dan sumber DC.
Sumber tegangan AC tegangan berayun sewaktu-waktu pada kutub positif dan sewaktuwaktu pada kutub negatif, sedangkan untuk sumber DC selalu pada kutub positif saja
ataupun pada kutub negatif saja. Dari sumber AC dapat disearahkan menjadi sumber DC
dengan menggunakan rangkaian penyearah.
2.6 Konverter Tegangan ke Arus (Floating Load)
Rangkaian konverter arus ke tegangan yang paling sederhana adalah rangkaian
converter
arus
ke
tegangan
di
mana
beban
rangkaian
berada
dalam
kondisi
mengambang(floating load). Rangkaian konverter tegangan ke arus dasar dalam konfigurasi
penguat inverting dan penguat non-inverting persamaan kinerja ideal rangkaian, I = ei n/R1,
dapat digunakan langsung berdasarkan asumsi-asumsi kinerja op-amp ideal. Pada konfigurasi
pembalik, sumber
sinyal masukan harus mensuplai arus yang sama dengan arus beban.
Sedangkan konfigurasi rangkaian non-pembalik, sejumlah arus besarnya dapat diabaikan
akan ditarik dari sumber sinyal. Namun demikian batasan-batasan mode kommon dan
kesalahan-kesalahan kinerja rangkaian yang mungkin terjadi tetaplah harus kita perhatikan.
Dalam semua konversi tegangan ke arus, op-amp yang digunakan di dalam rangkaian
harus mampu menghasilkan arus beban maksimum yang diinginkan.Di samping itu tegangan
keluaran untuk arus beban maksimum tidak boleh melebihi rating tegangan op-amp. Tetapi
perlu
dicatat bahwa pada beberapa macam aplikasi rangkaian booster, batasan-batasan
keluaran op-amp
pada umumnya selalu dapat ditingkatkan.
sinyal-sinyal dalam kontrol proses paling sering ditransmisikan sebagai arus,
Karena
khususnya
4-20 mA, maka perlu untuk memakai sebuah konverter linier tegangan ke arus.
Rangkaian seperti ini harus mampu memasukkan arus ke sejumlah beban yang berbeda tanpa
mengubah karateristik-karateristik transfer tegangan ke arus. Rangkaian dapat mengirimkan
arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh sebuah aplikasi khusus. Gambar 2.14
menunjukkan rangkaian konverter tegangan ke arus dengan beban mengambang.
Gambar 2.14 Rangkaian konverter V to I floating load
Arus yang mengalir pada beban adalah :
IL = VR/R = (ein + eref)/2R = ein/2R + eref/2R
Sehingga menghasilkan arus keluaran seperti ditunjukkan pada persamaan (2.7)
IL= m.ein + c .......................................................................................................(2.7)
di mana
m = 1/2R = span
c = eref/2R = zero
Dalam pembuatan konverter, harus dipertimbangkan tegangan saturasinya.
V6max = Vsat
VBasis-Emitor = V
Batasan linier ditunjukkan pada formulasi (2.8) di bawah ini:
Vsat– V ILmax(Rcab+RLoad+R) .............................................................................(2.8)
Rcab = tahanan kabel
2.7 Konverter Arus ke Tegangan (Floating Load)
Sekali sinyal arus dikirimkann pada suatu lokasi, sinyal ini harus diubah menjadi
tegangan. Biasanya instrumen display atau recording data mempunyai input dalam bentuk
tegangan. Untuk pengiriman arus dalam bentuk floating load ditunjukkan pada gambar 2.17.
Arus dikirim dan dikembalikan melalui beban dengan dua kawat. Kenaikan atau penurunan
akan terjadi pada kedua kawat sehingga pengaruhnya saling menghilangkan. Gambar 2.15
menunjukkan rangkaian konverter arus ke tegangan dengan beban mengambang.
Gambar 2.15 Rangkaian Konverter Arus ke Tegangan
Setelah didapat tahanannya, maka arus di span dapat dicari dengan:
i.Ri/Rspan
IRspan = 2I
I = Ii + IRspan = Ii(1 + 2Ri/Rspan)  Ii = I.Rspan/(Rspan + 2Ri)
Sehingga tegangan output adalah:
Vo = 2IiRf + Vz = IRspan.Rspan.Rf/Ri + Vz
= 2I.Rspan.Rf/(Rspan+2Ri) + Vz = m.I + c
Dengan
persamaan garis:
m = 2Rspan.Rf /(Rspan+2Ri) = span
c = Vz = zero
Download