HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI

advertisement
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE DAN
CONTINGENT SELF-ESTEEM PADA REMAJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Monica Jenifer Siandita
139114120
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2017
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN MOTTO
Nothing is more practical than
finding God, than
falling in Love
in a quite absolute, final way.
What you are in love with,
what seizes your imagination will affect
everything.
It will decide
what will get you out of bed in the
morning,
what you do with your evenings,
how you spend your weekends,
what you read, whom you know,
what breaks your heart,
and what amazes you with joy and
gratitude.
Fall in Love, stay in love,
and it will decide everything.
– Fr. Pedro Aruppe, SJ
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karya ini untuk yang tercinta…
Papi,
Mami,
dan adikku Arvandita
serta malaikat-malaikat kami…
Gias, Yohanes, Yakobus, dan Gemma
You’re my source of joy!
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HUBUNGAN ANTARA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE
DAN CONTINGENT SELF-ESTEEM PADA REMAJA
Monica Jenifer Siandita
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat contingent self-esteem berlaku pula pada
perilaku presentasi diri seksual online pada remaja. Hal ini dilakukan dengan metode
kuantitatif dengan analisis statistik korelasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem pada remaja. Hipotesis
utama dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang signifikan antara presentasi
diri seksual online dan contingent self-esteem pada remaja. Responden dalam
penelitian ini adalah remaja dengan rentang usia 14 hingga 25 tahun berjumlah 181
orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara presentasi diri seksual online dengan contingent self-esteem (p<0,05).
Kata kunci: contingent self-esteem, presentasi diri seksual online, remaja, self-esteem
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
CORRELATION BETWEEN ONLINE SEXUAL SELFPRESENTATION AND CONTINGENT SELF-ESTEEM
AMONG ADOLESCENTS
Monica Jenifer Siandita
ABSTRACT
The purpose of this study is to see whether contingent self-esteem also apply or not to
online sexual self-presentation behavior in adolescent. This is done by quantitative
method with correlational analysis to investigate whether there is significant
correlation between online sexual self-presentation and contingent self-esteem among
adolescents. The main hypothesis of this study is that there is a significant correlation
between online sexual self-presentation and contingent self-esteem. Respondents are
181 teenagers between 14 to 25 years old. Results showed that there was significant
correlation between online sexual self-presentation and contingent self-esteem
(p<0,05).
Keywords: adolescent, contingent self-esteem, online sexual self-presentation, selfesteem
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Syukur dan terima kasih kepada Tuhan, Sang Penyelenggara Ilahi. Berkat kasih
dan penyertaan-Nya di setiap waktu sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Deus Meus Omnia Mea!
Tak lupa, penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Papi dan Mami, atas cinta tanpa syarat dan dukungan yang tak pernah putus hingga
saat ini. Menjadi anak Papi dan Mami adalah berkat yang luar biasa bagiku.
2. Adikku Arvandita, atas semangat yang luar biasa, waktu-waktu menyenangkan
penghilang penat, dan atas cerita serta mimpi dibagikan. Terima kasih sudah
melengkapiku  Untuk malaikat-malaikat kami, Gias, Yakobus, Yohanes, dan
Gemma, terima kasih karena selalu berada di sisiku dan menjadi pendoa yang setia
bagi kami.
3. Beribu terima kasih untuk Mama Marcia dan Nenek yang memberikan semangat
dan dukungan bagiku untuk terus berkarya.
4. Dekan Fakultas Psikologi, Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M. Si.
5. Bapak T. M. Raditya Hernawa, M. Psi selaku Dosen Pembimbing Akademik.
6. Pak C. Siswa Widyatmoko selaku dosen pembimbing skripsi dan istri Mbak Haksi
Mayawati sebagai supervisi, atas segala bimbingan dan pendampingannya selama
ini.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7. Teman-temanku, Made Dewinta, Theresia Wira, Ladya Hapsari, dan I Gede Arya.
Terima kasih atas warna-warna yang kalian berikan selama masa perkuliahan ini.
See you on top! – Terima kasih yang spesial untuk Karunia Kusumojati yang selalu
bertanya kapan sidang dan untuk segala cara unik yang dilakukan untuk
memberikan semangat dan dorongan agar terus menulis.
8. Teman-teman Karya Tasih, Mbak Martha, Mbak Citra, Nana, Maria, Keket, Ana,
dan Dessy, atas sharing dan diskusi kita yang membantuku untuk semakin
mengenal dan menyayangi diriku seutuhnya. – Teman seperjuanganku, Kasita,
terima kasih sudah saling menguatkan selama tiga semester terakhir ini! God bless
you, Tita!
9. Teman-teman Psikologi USD 2013, terima kasih atas pengalaman dan
kebersamaannya selama kurang lebih 4 tahun ini. Keep fighting, guys! See you on
top!
10. Semua pihak yang bersedia membantu saya menyebarkan link kuesioner penelitian
skripsi ini dan untuk translator skala penelitian ini. Tanpa kalian semua, saya tidak
mungkin berada di titik ini. Terima kasih banyak!
11. Kalian yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu yang telah membantu dan
mendukung saya sepanjang perjalanan ini, terima kasih banyak. Berkat Tuhan
melimpah 
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Penulis sadar akan kekurangan-kekurangan yang ada dalam skripsi ini. Dengan
segala kerendahan hati, penulis terbuka akan segala kritik serta saran yang membuat
skripsi ini semakin bermanfaat bagi pembaca. Sekian dan terima kasih.
Yogyakarta, 21 Mei 2017
Penulis,
Monica Jenifer Siandita
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................
iii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................
vi
ABSTRAK .........................................................................................................
vii
ABSTRACT .......................................................................................................
viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ..................................
ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................................
xiii
DAFTAR SKEMA ............................................................................................
xviii
DAFTAR TABEL .............................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xx
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ............................................................................
1
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. TUJUAN PENELITIAN .........................................................................
9
C. MANFAAT PENELITIAN .....................................................................
10
1. Manfaat Praktis ...........................................................................
10
2. Manfaat Teoritis ..........................................................................
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................
11
A. SELF........................................................................................................
11
B. SELF-ESTEEM .......................................................................................
12
1. Definisi Self-Esteem ....................................................................
12
2. Dampak Self-Esteem ...................................................................
13
3. Keterbatasan Self-Esteem ............................................................
15
C. CONTINGENT SELF-ESTEEM ..............................................................
17
1. Pemahaman Tentang Self ............................................................
17
2. Definisi Contingent Self-Esteem .................................................
18
3. Perkembangan Contingent Self-Esteem ......................................
19
4. Dampak Contingent Self-Esteem ................................................
21
D. PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE .............................................
22
1. Definisi Presentasi Diri Seksual Online ......................................
22
2. Motif Presentasi Diri Seksual Online..........................................
23
3. Faktor Presentasi Diri Seksual Online ........................................
24
4. Konsekuensi Presentasi Diri Seksual Online ..............................
27
E. REMAJA .................................................................................................
28
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Definisi Remaja ...........................................................................
28
2. Tugas Perkembangan .................................................................
29
F. DINAMIKA ............................................................................................
30
G. SKEMA DINAMIKA VARIABEL ........................................................
35
H. HIPOTESIS .............................................................................................
37
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................
38
A. JENIS PENELITIAN ..............................................................................
38
B. IDENTIFIKASI VARIABEL .................................................................
38
C. DEFINISI OPERASIONAL ...................................................................
39
1. Presentasi Diri Seksual Online ....................................................
39
2. Contingent Self-Esteem ...............................................................
40
3. Self-Estem....................................................................................
40
D. RESPONDEN PENELITIAN .................................................................
41
E. PROSEDUR PENELITIAN....................................................................
42
F. METODE DAN ALAT PENGUMPUL DATA .....................................
43
1. Skala Sexy Online Self-Presentation ...........................................
44
2. Skala Contingent Self-Esteem .....................................................
46
3. Skala Single-Item Self-Esteem.....................................................
46
G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPUL DATA ....
47
1. Validitas Alat Ukur .....................................................................
47
2. Reliabilitas Alat Ukur .................................................................
48
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
a. Skala Sexy Online Self-Presentation ...............................
48
b. Skala Contingent Self-Esteem .........................................
48
c. Skala Single-Item Self-Esteem.........................................
49
H. METODE ANALISIS DATA .................................................................
49
1. Uji Asumsi ..................................................................................
49
2. Uji Hipotesis ...............................................................................
50
3. Analisis Tambahan ......................................................................
50
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................
51
A. PELAKSANAAN PENELITIAN ...........................................................
51
B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN .......................................................
51
1. Data Demografik .........................................................................
51
2. Presentasi Diri Seksual Online ....................................................
53
3. Contingent Self-Esteem ...............................................................
54
4. Self-Esteem ..................................................................................
54
C. ANALISIS DATA ..................................................................................
55
1. Uji Asumsi ..................................................................................
55
a. Normalitas .......................................................................
55
b. Linearitas .........................................................................
56
2. Uji Hipotesis ...............................................................................
57
D. PEMBAHASAN .....................................................................................
58
1. Hasil Penelitian ...........................................................................
58
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Keterbatasan Penelitian ...............................................................
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................
64
A. KESIMPULAN .......................................................................................
64
B. SARAN ...................................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
66
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR SKEMA
Skema 1. Temuan penelitian sebelumnya ...........................................................
35
Skema 2. Dinamika antarvariabel .......................................................................
36
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skala dan Hasil Angket Terbuka ..........................................................
44
Tabel 2. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation ...........................
48
Tabel 3. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem ......................................
48
Tabel 4. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem .....................................
49
Tabel 5. Deskripsi Usia Responden ....................................................................
51
Tabel 6. Deskripsi Jenis Kelamin, Suku, Agama, Tingkat Pendidikan, Lingkungan
Tempat Dibesarkan, dan Ketertarikan Seksual Responden ................................
52
Tabel 7. Deskripsi Tingkat Presentasi Diri Seksual Online Responden .............
53
Tabel 8. Deskripsi Karakteristik Presentasi Diri Seksual Online Responden .....
53
Tabel 9. Deskripsi Contingent Self-Esteem Responden ......................................
54
Tabel 10. Deskripsi Self-Esteem Responden .......................................................
55
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ...........................................................................
55
Tabel 12. Hasil Uji Linearitas antara Presentasi Diri Seksual Online, Contingent SelfEsteem, dan Self-Esteem .....................................................................................
56
Tabel 13. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem .................................................................................................................
xix
57
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian ..............................................................................
73
Lampiran 2.1. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation ..................
80
Lampiran 2.2. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem ...........................
80
Lampiran 2.3. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem............................
81
Lampiran 3. Uji Normalitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online, Contingent SelfEsteem, dan Self-Esteem......................................................................................
81
Lampiran 4.1. Uji Linearitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent
Self-Esteem ..........................................................................................................
83
Lampiran 4.2. Uji Linearitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online dan Self-Esteem
.............................................................................................................................
84
Lampiran 5. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingen SelfEsteem .................................................................................................................
xx
84
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Fenomena selfie, yaitu salah satu bentuk presentasi diri online berupa
perilaku mengunggah foto diri di media sosial, sudah marak sejak tahun 2013
(Rahmawati, Yusaini, & Nurwanti, 2014). Belakangan, muncul bentuk baru
perilaku selfie, yaitu selfie yang berkonten seksual. Secara spesifik, perilaku
mengunggah foto diri berkonten seksual di media sosial dapat disebut presentasi
diri seksual online (Baumgartner, Sumter, Peter, & Valkenburg, 2015). Konten
seksual tersebut dapat disajikan secara eksplisit maupun secara implisit, misalnya
melalui pose tubuh, ekspresi wajah, pakaian yang dikenakan, dan musik atau merek
yang digunakan (Bobkowsi, Shafer, & Ortiz, 2016).
Eksistensi fenomena ini terbukti dari studi-studi prevalensi tentang
presentasi diri seksual online sudah banyak dilakukan. Di Amerika terdapat 30,2%
remaja tahun yang melakukan presentasi diri seksual online (Gordon-Messer,
Bauermeister, Grodzinski, & Zimmerman, 2013). Studi pada 14.946 remaja tahun
di 20 negara Eropa menemukan bahwa secara umum 1%-5% remaja melakukan
presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2014). Di Australia, survei
nasional yang dilakukan oleh Understanding Teenagers pada tahun 2010
menemukan bahwa 59% remaja Australia melakukan presentasi diri seksual online.
Berdasarkan jenis kelamin dan usia, aktivitas ini banyak dilakukan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
perempuan, terutama remaja dengan rentang usia 12 hingga 25 tahun (Klettke,
Hallford, & Mellor, 2014).
Di Indonesia, fenomena presentasi diri seksual online belum pernah diteliti
secara spesifik. Di sisi lain, peneliti sering kali menemukan foto diri bernuansa
seksual di situs jejaring sosial seperti Facebook dan Instagram. Berdasarkan
amatan peneliti, kebanyakan foto diri seksi tersebut diunggah oleh pengguna situs
jejaring sosial yang berusia remaja hingga dewasa awal. Meski belum teruji secara
ilmiah, hal ini menandakan bahwa perilaku presentasi diri seksual online mulai
menjadi hal populer yang dilakukan oleh remaja Indonesia. Beberapa majalah
populer remaja seperti ELLE Indonesia (2016) dan Kawanku Magazine (2015) juga
pernah melansir pose-pose presentasi diri seksual online. Pose-pose yang menjadi
trend antara lain, foto dengan pinggul yang sedikit menungging (Pramudita, 2016),
meletakkan jari di samping mulut dengan ekspresi seksi (fingermouthing)
(Shidqiyyah, 2016), berpose sambil memajukan bibir (duck face), menampakkan
ekspresi seksi dengan sedikit membuka mulut (fish gape) (Silaban, 2015; Setyanti,
2015) dan sambil melebarkan mata (sparrow face) (Soeparyono, 2015). Melihat
kesenjangan antara fenomena yang tertangkap oleh peneliti di lapangan dan kajian
ilmiah terkait presentasi diri seksual online di Indonesia, maka peneliti terdorong
untuk mempelajari lebih lanjut mengenai perilaku presentasi diri seksual online
yang dilakukan oleh remaja Indonesia.
Sama halnya dengan perilaku selfie, presentasi diri seksual online juga telah
dibuktikan dapat menimbulkan beberapa konsekuensi negatif. Perilaku presentasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
diri seksual online dapat menimbulkan perilaku meminta, memohon, atau
memengaruhi orang lain untuk melakukan tindakan seksual dengan iming-iming
dan tujuan tertentu, atau disebut sexual solicitations (Mitchell, Filkenhor, & Wolak,
2007) dan perilaku seksual yang lebih beresiko (Bobkowski, Brown, & Neffa,
2012), seperti melakukan hubungan seksual tanpa pengaman (Benotsch, Snipes,
Martin, & Bull, 2013; Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014; Dake, Price, Marziarz,
& Ward, 2012) dan melakukan hubungan seksual dengan beberapa pasangan
(Benotsch et al., 2013). Hal ini didorong oleh presentasi diri seksual online yang
kerap dianggap sebagai bentuk menggoda (flirting) (Benotsch et al., 2013). Selain
itu, presentasi diri seksual online juga terkait dengan perilaku beresiko lain, seperti
mengkonsumsi narkoba (Benotsch et al., 2014; Ybarra & Mitchell, 2014), alkohol,
dan obat-obat terlarang (Dake et al., 2012). Resiko lain yang bisa muncul adalah
menjadi sasaran empuk bagi predator seksual (Sarabia & Estevez, 2016). Selain itu,
semakin sering remaja melakukan presentasi diri seksual online, maka konsep diri
seksual cenderung mendominasi keseluruhan identitasnya (Shafer, Bobkowski, &
Brown, 2013; Van Oosten & Vandenbosch, 2017). Tak hanya bagi pelaku, individu
yang kerap melihat foto diri yang seksi juga terkena dampak yang serupa.
Menyadari berbagai konsekuensi negatif ini, maka penting untuk mengetahui
faktor-faktor lain yang berhubungan dengan perilaku presentasi diri seksual online.
Sejauh ini, penelitian sebelumnya telah mempelajari tentang motivasi
seseorang melakukan presentasi diri seksual online (Englander, 2012; Henderson
& Morgan, 2011; Walrave, Heirman, & Hallam, 2013). Penelitian menemukan dua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
motif utama seseorang melakukan presentasi diri seksual online, yaitu keinginan
untuk tampil menarik dan mendapatkan penerimaan sosial. Selain itu, banyak pula
penelitian yang berfokus pada anteseden perilaku. Variabel anteseden yang pernah
diteliti berkisar pada faktor demografis (Benotsch et al., 2013; Gordon-Messer et
al., 2013), kepribadian (Baumgartner et al., 2015; Baumgartner et al., 2014;
Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014; Delevi & Weisskirch, 2013; Kerstens &
Stool, 2014), tekanan sosial dan faktor teman sebaya (Baumgartner et al., 2015;
Kim, Lee, Sung, & Choi, 2016; Walrave et al., 2015), serta depresi (Dake et al.,
2012; Gordon-Messer et al., 2013).
Variabel prediktor lain yang pernah diteliti adalah self-esteem (GordonMesser et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015; Scholes-Balog, Francke, & Hemphill,
2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Hasilnya, pada beberapa penelitian tidak
ditemukan hubungan antara presentasi diri seksual online dengan self-esteem
(Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015), namun pada penelitian lain
ditemukan bahwa self-esteem yang rendah merupakan prediktor dari presentasi diri
seksual online (Scholes-Balog et al., 2016; Ybarra & Mitchell, 2014). Tampak
bahwa hasil penelitian yang mempelajari kaitan antara presentasi diri seksual
online dengan self-esteem masih bervariasi. Dengan demikian, hubungan antara
presentasi diri seksual online dan self-esteem belum dapat disimpulkan.
Peneliti berasumsi bahwa variasi hasil yang terjadi antara presentasi diri
seksual online dan self-esteem terjadi salah satunya disebabkan oleh pendekatan
self-esteem yang digunakan. Jika ditelisik lebih lanjut, penelitian yang mempelajari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
hubungan antara self-esteem dengan presentasi diri seksual online menggunakan
skala Rosenberg Self-Esteem (RSE) (Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro,
2015; Scholes-Balog et al., 2016; Ybarra & Mitchell, 2014) yang dikembangkan
oleh Morris Rosenberg pada tahun 1965. Hal ini tidak mengherankan mengingat
RSE memang menjadi skala self-esteem yang paling banyak digunakan (Campbell
& Foddis, 2003). Mengacu pada skala yang dipakai, maka konsep self-esteem yang
digunakan dalam penelitian sebelumnya merujuk pada perasaan positif atau negatif
seseorang terhadap dirinya (Rosenberg, 1965). Self-esteem dipahami sebagai
perasaan seseorang tentang seberapa berharga (worth) dirinya. Berdasakan hal ini,
self-esteem menurut Rosenberg menekankan pada aspek harga diri. Mruk (2006)
mengungkapkan bahwa memahami self-esteem sebagai harga diri akan membawa
kita pada kesimpulan bahwa self-esteem bukanlah atribut psikologis yang
signifikan pada suatu perilaku. Jika didapatkan hasil yang signifikan pun, akan sulit
mengurai self-esteem untuk mendapatkan hasil yang jelas mengenai hubungan
antara self-esteem dengan suatu perilaku. Hal ini salah satunya disebabkan oleh
sifat heterogenitas dalam self-esteem. Self-esteem rendah berkaitan dengan perilaku
negatif, sedangkan self-esteem yang tinggi berkaitan dengan konsekuensi perilaku
yang negatif maupun positif. Dengan demikian, untuk perilaku-perilaku yang
cenderung bersifat negatif, sulit mendapatkan gambaran self-esteem yang
konklusif.
Dampak ini tampak pula pada penelitian antara self-esteem dengan
presentasi diri seksual online yang memberikan hasil bervariasi. Menyadari
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
kelemahan dari definisi yang diungkapkan oleh Rosenberg, banyak peneliti yang
kemudian mengembangkan konsep self-esteem. Dengan demikian, muncul
berbagai skala yang dianggap mampu mengukur self-esteem dengan lebih baik.
Pada penelitian ini, peneliti mempertimbangkan pula temuan-temuan sebelumnya
tentang presentasi diri seksual online untuk menentukan konsep self-esteem mana
yang akan digunakan.
Brown dan Marshall (2013, dalam Racy, 2015) dan Mruk (2006)
merekomendasikan pendekatan tipe-tipe self-esteem. Berdasarkan pendekatan ini,
self-esteem dianggap sudah mulai terbentuk sejak awal dan selanjutnya akan
memengaruhi evaluasi diri dan perasaan harga diri yang dimiliki oleh individu.
Salah satu konsep self-esteem yang bertolak dari pendekatan ini dikemukakan oleh
Deci dan Ryan (1995). Menurut Deci dan Ryan (1995), self-esteem yang terbentuk
merupakan respon atas pengasuhan dari significant others. Jika seorang anak
dibesarkan dengan cinta tak bersyarat, maka ia akan cenderung mengembangkan
self-esteem yang sehat atau true self-esteem (Deci & Ryan, 1995). Sebaliknya, jika
sejak kecil orangtua dan significant others lainnya menitikberatkan pada
pencapaian hasil-hasil tertentu pada anak atau memberikan cinta dengan syarat
tertentu, maka anak akan menangkap bahwa kasih sayang, perhatian, dan dukungan
akan ia dapatkan jika dirinya berhasil mencapai hasil-hasil tertentu yang diinginkan
orang lain terhadapnya. Dengan demikian, self-esteem yang dimiliki akan
bergantung pada pencapaian-pencapaian yang mampu diraihnya (contingent self-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
esteem). Dengan kata lain, seseorang akan merasa berharga apabila dirinya mampu
memenuhi syarat atau standar tertentu yang dikenakan padanya.
Secara lebih rinci, contingent self-esteem didefinisikan sebagai perasaan
keberhargaan diri yang didapatkan, atau bahkan bergantung pada keberhasilan
mencapai standar tertentu, atau dengan menjalani kehidupan sesuai dengan harapan
orang lain yang ditetapkan bagi dirinya (Deci & Ryan,1995). Berdasarkan definisi
tersebut, penilaian orang lain terhadap individu ikut memengaruhi self-esteem yang
ia miliki. Oleh karena itu, seseorang dengan contingent self-esteem akan terus
menerus menampakkan perilaku yang kiranya sesuai dengan harapan orang lain
dalam rangka melakukan validasi terhadap perasaan keberhargaan dirinya. Dengan
demikian, dalam konteks contingent self-esteem, penerimaan sosial menjadi
penting untuk meningkatkan atau mempertahankan self-esteem.
Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan sebelumnya, contingent selfesteem kiranya merupakan konsep self-esteem yang lebih cocok pada perilaku
presentasi diri seksual online. Hal ini didukung dengan temuan-temuan berikut.
Pertama, presentasi diri seksual online muncul karena adanya eksplorasi seksualitas
sebagai salah satu tugas perkembangan pada remaja. Hal ini termanifestasi dalam
berbagai aktivitas seksual, termasuk terlibat dalam relasi romantis. Dalam
eksplorasinya, remaja mengacu pada standar sexual attractiveness. Hal ini
dilakukan karena remaja ingin mendapatkan penerimaan, baik dari teman sebaya,
atau dari lawan jenis yang berpotensi menjadi pasangan mereka. Jika penerimaan
adalah muaranya, maka contingent self-esteem adalah konsep yang sejalan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Kedua, penelitian yang menggunakan Theory of Planned Behavior (TPB)
menemukan bahwa intensitas atau keinginan untuk melakukan suatu perilaku
merupakan prediktor yang kuat pada presentasi diri seksual online (Kim et al.,
2016; Walrave et al., 2015). Dari ketiga komponen anteseden intensitas, norma
subjektif ditemukan sebagai prediktor terkuat dari keinginan melakukan presentasi
diri seksual online. Ajzen (2011) menjelaskan norma subjektif sebagai tekanan
sosial yang dirasakan untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku.
Norma subjektif berawal dari normative beliefs yang merujuk pada anggapan
individu tentang perilaku yang diharapkan padanya untuk dilakukan. Dalam hal ini,
normative beliefs bisa muncul dari orangtua, teman, pasangan, atau orang lain yang
dianggap penting bagi individu. Kekuatan dari normative beliefs ditentukan oleh
seberapa besar motivasi individu untuk mematuhi norma-norma tersebut. Interaksi
antara normative beliefs dan motivasi untuk mematuhi (motivation to comply)
inilah yang kemudian memunculkan norma subjektif. Jika dikaitkan dengan
contingent self-esteem, keduanya sama-sama terkait dengan pencapaian individu
pada standar atau norma yang ditetapkan oleh orang lain pada dirinya. Peneliti
berasumsi bahwa individu melakukan presentasi diri seksual online karena adanya
tekanan dari orang lain untuk melakukan hal tersebut yang sekaligus sebagai cara
untuk meningkatkan atau mempertahankan self-esteem yang dimilikinya karena
dengan cara tersebut individu mendapatkan penerimaan sosial.
Ketiga, penelitian lain menunjukkan bahwa norma teman sebaya, termasuk
tekanan dari pasangan atau teman, juga menjadi prediktor yang kuat dari perilaku
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2015; Englander, 2012;
Henderson & Morgan, 2011; Jewell & Brown, 2013; Welrave et al. 2013). Perilaku
remaja sangat dipengaruhi oleh norma teman sebaya sebab teman sebaya
merupakan kelompok referensi terpenting bagi remaja. Dengan demikian, jika
teman sebaya melakukan suatu perilaku tertentu, maka remaja akan merasa bahwa
dirinya juga perlu untuk melakukan perilaku tersebut. Hal ini juga terkait dengan
penerimaan sosial, di mana remaja memiliki kebutuhan untuk diterima di dalam
kelompok sebayanya (Santrock, 2011). Penerimaan sosial juga menjadi bagian
penting dalam konsep contingent self-esteem. Oleh karena itu, contingent selfesteem tampaknya lebih tepat digunakan mengingat sifat remaja yang perilakunya
banyak dipengaruhi oleh norma teman sebaya agar mendapatkan penerimaan
sosial.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah dipaparkan, peneliti berasumsi
bahwa contingent self-esteem juga berhubungan dengan presentasi diri seksual.
Dengan kata lain, hipotesis dari penelitian ini adalah terdapat hubungan yang
signifikan antar tingkat presentasi diri seksual online dengan contingent selfesteem. Berlandaskan pada data prevalensi sebelumnya, maka responden yang akan
digunakan adalah remaja dengan rentang usia 12 sampai 25 tahun.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara
presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
C. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
tentang presentasi diri seksual online. Melihat hasil penelitian sebelumnya
tentang presentasi diri seksual online dan self-esteem yang masih memberikan
hasil yang inkonklusif, maka diharapkan hasil penelitian ini dapat diketahui
apakah tingkat contingent self-esteem dapat berlaku pada perilaku presentasi
diri seksual online.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan
bagi para orangtua, guru, psikolog, dan pemerhati remaja dalam menanggapi
perilaku presentasi diri seksual online yang mulai tumbuh di Indonesia. Secara
lebih spesifik, hasil penelitian ini dapat memberikan ide intervensi dengan
melibatkan self-esteem bagi individu yang melakukan presentasi diri seksual
online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. SELF
Self adalah hasil interaksi antara persepsi dan pengalaman yang membentuk
keseluruhan properti yang dimiliki individu (Novak, Vallacher, Tesser, &
Borkowski, 2000). Seiring dengan interaksi individu dengan lingkungan yang
terjadi sepanjang hidupnya, self juga merupakan proses yang terjadi terus menerus
(Deci & Ryan, 1995). Self memiliki keterkaitan dengan identitas sebagai nilai-nilai
mendasar yang dimiliki seseorang yang mengarahkan pilihan-pilihan yang diambil
olehnya (Leary & Tangney, 2012). Individu dapat memilih sendiri identitasnya,
misalnya mengadopsi identitas yang dimiliki orangtua atau budaya dan kebiasaankebiasaan yang dominan di lingkungannya. Sayangnya, terkadang identitasidentitas ini tidak sejalan dengan true self individu. Sebaliknya, individu yang
memiliki identitas-identitas yang sejalan dengan true self-nya mampu menghidupi
nilai yang sungguh-sungguh diyakininya sehingga dapat mencapai tujuan yang
bermakna bagi dirinya.
Studi dalam psikologi membagi self dalam tiga aspek besar yang saling
berinteraksi, yaitu: (1) cognitive self, (2) affective self, dan (3) executive self
(Sedikes & Spencer, 2011). Cognitive self atau sering disebut sebagai self-concept
terdiri atas segala sesuatu yang diketahui individu tentang dirinya, seperti nama,
suku, kesukaan, keyakinan, nilai, dan sifat-sifat kepribadiannya. Affective self
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
berkaitan dengan emosi, yaitu berupa afek dan evaluasi seseorang yang
memunculkan reaksi emosi dan memengaruhi pikiran dan perilakunya. Perbedaan
individual terkait afek yang muncul atas evaluasi dirinya disebut self-esteem.
Executive self adalah aspek self yang berupa kemampuan untuk meregulasi dan
mengontrol pikiran dan tindakannya. Executive self seringkali dipahami pula
sebagai regulasi diri. Meskipun tampaknya self hanya terdiri atas tiga aspek besar,
pada kenyataannya self memiliki mekanisme yang sangat kompleks dan saling
berkaitan satu dengan yang lainnya (Myers & Twenge, 2010).
B. SELF-ESTEEM
1. Definisi Self-Esteem
Self-esteem merupakan atribut psikologi yang kompleks dan
kontroversial (Mruk, 2006; Racy, 2015). Selain kompleks, konsep ini juga
cukup kontroversial karena belum ada persetujuan antarpeneliti tentang
definisinya (Mruk, 2013). Munculnya berbagai pandangan terhadap self-esteem
tak lain karena perbedaan aspek yang dilihat oleh peneliti dalam mempelajari
self-esteem (Bosson & Swan, 2009).
Menurut Rosenberg (1965), self-esteem adalah perasaan positif atau
negatif seseorang terhadap dirinya secara keseluruhan. Selanjutnya,
Coopersmith (dalam Emler, 2001) mendefinisikan self-esteem sebagai evaluasi
diri individu. Evaluasi tersebut akan menggambarkan sikap positif atau negatif
individu terhadap dirinya sehingga dapat diketahui sejauh mana ia meyakini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
bahwa dirinya memiliki kemampuan, sukses, dan berharga. Secara singkat, selfesteem merupakan evaluasi individu mengenai harga dirinya yang tercermin
lewat sikap individu tersebut terhadap dirinya. Self-esteem juga dipandang
sebagai penilaian individu terhadap dirinya (Baumeister, Campbell, Krueger,
& Vohs, 2003).
Berdasarkan pengertian di atas, Rosenberg mendefinisikan self-esteem
sebagai aspek afektif, sedangkan Coopersmith (dalam Emler, 2001) dan
Baumeister dan kawan-kawan (2003) memahami self-esteem sebagai aspek
kognitif yaitu berupa evaluasi diri. Mengacu pada pemahaman self-esteem yang
digunakan pada penelitian presentasi diri seksual online yang ada, maka
penelitian ini menggunakan definisi self-esteem yang diungkapkan oleh
Rosenberg. Jadi, self-esteem adalah perasaan positif atau negatif seseorang
terhadap dirinya secara keseluruhan. Makin tinggi self-esteem seseorang maka
semakin positif perasaannya terhadap dirinya, semakin ia merasa bahwa dirinya
berharga, dan sebaliknya.
2. Dampak Self-Esteem
Memiliki self-esteem yang rendah merupakan prediktor dari perilaku
seksual beresiko, penggunaan narkoba, pengangguran, prestasi akademik yang
buruk, dan tindakan kekerasan (Leary, 1999). Self-esteem yang rendah sebagai
indikator kesehatan mental yang buruk semakin diperteguh dengan
dijadikannya sebagai salah satu kriteria untuk diagnosis klinis Bipolar pada
DSM IV dan DSM V (Post, 2015, dalam Racy, 2015).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Rosenberg dan Owens (2001, dalam Mruk, 2006) menemukan bahwa
individu dengan self-esteem rendah cenderung hipersensitif, kurang stabil,
kurang percaya diri, lebih fokus untuk menghindari ancaman dibandingkan
melakukan aktualisasi diri dan menikmati hidup, serta cenderung mengambil
tindakan yang kurang beresiko.
Sebaliknya, self-esteem yang tinggi merupakan salah satu indikator
kesehatan mental (Brown, 2010). Self-esteem mampu bertindak sebagai
penyanggah (Mruk, 2006). Artinya, self-esteem yang tinggi membantu
seseorang untuk menghadapi masalah dan terus berfungsi dan bertumbuh
meskipun sedang cemas atau stres. Selain itu, self-esteem yang tinggi juga
terkait dengan kebahagiaan dan dapat membantu memecahkan masalah
pekerjaan yang membutuhkan inisiatif dan ketekunan. Self-esteem yang tinggi
juga terkait dengan perilaku-perilaku prososial dan kepuasan relasi.
Namun demikian, penelitian-penelitian selanjutnya mendapati bahwa
memiliki self-esteem yang tinggi, artinya merasa bahwa dirinya berharga, juga
terkait dan konsekuensi negatif, seperti tindak kekerasan, kecenderungan
narsisistik, depresi terutama pada anak-anak, kecenderungan meletakkan
keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering terpengaruh pada social
desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif (Mruk, 2006; Racy, 2015).
Selain itu, self-esteem yang tinggi juga tumpang tindih dengan sifat kepribadian
narsistik, neuroticism, dan extraversion.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
3. Keterbatasan Self-Esteem
Temuan dua kutub yang dipaparkan sebelumnya disebut sifat
heterogenitas dalam self-esteem yang juga dipercaya menimbulkan banyak
kebingungan dalam mempelajari self-esteem dan kaitannya dengan perilaku
tertentu. Sifat heterogenitas tersebut juga ditemukan pada subjek remaja
(Kwan, Kuang, & Hui, 2009) telah membuktikan bahwa self-esteem yang
bersifat heterogen juga terjadi pada remaja. Penelitian lain yang membuktikan
adanya sifat heterogenitas dari self-esteem pernah dilakukan oleh Schneider dan
Turkat (1975, dalam Baumeister et al., 2003) yang menemukan bahwa individu
dengan self-esteem tinggi disertai skor yang tinggi pada skala self-deception
cenderung bersifat defensif. Hal ini disebabkan karena individu tersebut
berusaha menyesuaikan dirinya dengan social desireability masyarakat.
Penelitian Kernis dan Waschull (1995, dalam Baumeister et al., 2003)
menemukan bahwa individu dengan tingkat self-esteem yang tinggi namun
tidak stabil juga memperoleh skor hostility yang cenderung tinggi. Sebaliknya,
individu yang memiliki self-esteem yang tinggi dan stabil memperoleh skor
hostility yang cenderung rendah. Selanjutnya, sebagian individu yang memiliki
self-esteem tinggi juga memiliki tingkat narsisistik yang tinggi, sedangkan
sebagian lainnya tidak. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki
kecenderungan self-positivity bias. Artinya, individu tersebut memiliki
penilaian yang cenderung sangat positif terhadap dirinya. Hal ini berdampak
pada self-esteem yang cendung tinggi, sekaligus kecenderungan narisisistik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Berdasarkan temuan-temuan tersebut, Baumeister dan kawan-kawan
(2003) menyimpulkan bahwa di satu sisi, memiliki self-esteem yang tinggi
terkait dengan atribut yang positif, seperti martabat, kehormatan, dan
conscientiousness, namun di sisi lain juga terkait dengan atribut yang negatif,
seperti permusuhan, narsisisme, dan agresi. Dengan demikian, pandangan selfesteem sebagai harga diri kurang dapat membedakan individu dengan atribut
psikologis seperti permusuhan, narsisisme, dan agresi, dengan individu yang
tidak atau kurang memiliki atribut psikologis tersebut (Mruk, 2006; Campbell
& Foddis, 2003). Akibatnya, penelitian yang bertujuan untuk mempelajari arah
dan hubungan antara self-esteem dengan perilaku tertentu yang tidak konklusif
masih didapati hingga kini. Hal ini diperkuat oleh temuan Niel Smelser (1989,
dalam Mruk, 2006) yang melakukan review literatur dan mendapati bahwa
keterkaitan antara self-esteem dengan konsekuensi yang diharapkan dalam
suatu penelitian bersifat tidak signifikan, membingungkan, atau bahkan tidak
ada keterkaitan sama sekali. Nicholas Emler juga melakukan hal yang sama
pada tahun 2001 di Inggris dan mendapati hal yang serupa tentang self-esteem
dan kaitannya dengan perilaku tertentu.
Selain itu, konsep self-esteem sebagai harga diri juga bermasalah pada
tataran praktis. Baumeister, Smart, dan Boden (1996, dalam Mruk, 2006)
mengungkapkan bahwa implikasi praktis dari konsep self-esteem sebagai harga
diri adalah individu dapat mencapai self-esteem yang tinggi dengan cara yang
sederhana, yaitu dengan membuat dirinya merasa berharga atau bermakna.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Nyatanya, beberapa penelitian yang bertujuan meningkatkan self-esteem
dengan cara memberikan pujian sehingga individu merasa berharga tidak
memberikan konsekuensi perilaku yang diharapkan (Mruk, 2006).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
memandang self-esteem sebagai harga diri memiliki masalah teoretis dan
praktis sehingga kurang akurat dalam memprediksi suatu perilaku. Ferris, Lian,
Brown, dan Keeping (2009) menyimpulkan bahwa bukti-bukti empiris yang
membingungkan terkait self-esteem dan perilaku tertentu mengindikasikan
kebutuhan untuk memahami self-esteem dengan lebih luas, salah satunya
adalah dengan melihat sifat kontingensi dari self-esteem.
C. CONTINGENT SELF-ESTEEM
1. Pemahaman tentang Self
Deci dan Ryan (1995) memandang self dengan menekankan pada aspek
proses. Self dipandang sebagai suatu proses integrasi identitas yang dilakukan
individu secara terus menerus. Selain itu, proses terbentuknya self didorong
oleh kebutuhan akan otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Kebutuhan akan
otonomi adalah kebutuhan untuk memiliki kehendak bebas untuk mengikuti
nilai dan ketertarikannya dalam berperilaku. Otonomi membuat seseorang
memiliki kontrol terhadap dirinya. Kebutuhan akan kompetensi berkaitan
dengan kemampuan untuk menghadapi lingkungan secara efektif. Kebutuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
akan keterikatan berkaitan dengan keinginan seseorang untuk berinteraksi,
memiliki hubungan, dan memberikan perhatian pada orang lain.
Proses integrasi ini juga dipengaruhi oleh interaksi individu dengan
lingkungannya. Lingkungan sosial yang mendukung akan memfasilitasi
perkembangan self seseorang. Sebaliknya, lingkungan sosial yang tidak
mendukung akan mengganggu proses terbentuknya self sehingga menghambat
seseorang dalam memenuhi kebutuhan otonomi, kompetensi, dan keterikatan.
Dengan kata lain, true self akan terbentuk apabila individu berhasil
mengintegrasikan perilakunya dengan kebutuhan otonomi, kompetensi, dan
keterikatannya.
2. Definisi Contingent Self-Esteem
Deci dan Ryan (1995) menegaskan bahwa memiliki tingkat self-esteem
(sebagai worthiness) yang tinggi tidak selalu menunjukkan kesehatan
psikologis yang baik. Motivasi seseorang melakukan perilaku yang beresiko
dan tidak sehat dapat dipahami dengan lebih baik dengan memandang selfesteem sebagai atribut psikologis yang stabil atau tidak stabil. Self-esteem yang
bersifat stabil disebut dengan istilah true self-esteem, dan self-esteem yang
kurang stabil disebut dengan istilah contingent self-esteem.
Konsep contingent self-esteem berakar dari konsep self, terutama selfdetermination atau determinasi diri. Determinasi diri terkait dengan motivasi
seseorang dalam melakukan suatu perilaku. Seseorang dengan determinasi diri
cenderung
digerakkan
oleh
motivasi
intrinsik,
seperti
ketertarikan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
keingintahuan, aspirasi, dan passion. Seseorang yang memiliki determinasi diri
juga merasa bahwa dirinya berharga. Self-esteem sudah melekat padanya tanpa
harus memenuhi harapan-harapan yang berasal dari luar dirinya. Oleh karena
itu, individu dengan true self-esteem tidak mendasarkan self-esteem-nya pada
faktor-faktor eksternal, kesuksesan material, dan penerimaan orang lain.
Tidak semua perilaku yang didasarkan pada keinginan seseorang
(intensi) merupakan cerminan dari determinasi diri. Banyak pula intensi yang
muncul karena adanya tekanan, paksaan, atau kontrol yang bersumber dari
faktor-faktor di luar diri individu. Individu yang perilakunya cenderung
digerakkan oleh faktor-faktor eksternal inilah yang disebut memiliki contingent
self-esteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem yang bergantung
pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapan-harapan
yang diberikan padanya. Dengan demikian, self-esteem merupakan fungsi dari
pencapaian faktor-faktor ekstrinsik, misalnya penerimaan dari orang lain,
popularitas, tampilan diri yang menarik, atau uang.
3. Perkembangan Contingent Self-Esteem
Munculnya self-esteem yang cenderung bersifat kontingen dapat
bermula sejak masa kanak-kanak (Deci & Ryan, 1995). Jika sejak kecil
orangtua, guru, dan significant others lainnya sudah menitikberatkan pada
pencapaian hasil-hasil tertentu pada anak, maka ia akan menangkap bahwa
kasih sayang, perhatian, dan dukungan akan didapatkan jika berhasil mencapai
hasil-hasil tertentu yang diinginkan orang lain terhadapnya. Misalnya, anak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
akan merasa disayangi ketika ia pintar, cerdas, atau menarik. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang membuktikan bahwa anak dengan contingent selfesteem merasa bahwa ketika dirinya gagal, orangtuanya tidak menyanginya,
dan
jika
mereka
berhasil
mencapai
sesuatu,
orangtuanya
kembali
menyayanginya (Assor et al., 2004, dalam Kernis, 2006).
Sebaliknya, true self-esteem akan berkembang jika anak mendapatkan
dukungan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan perhatian tanpa syarat kepada anak,
mendukung kemandirian anak, dan memfasilitasi pengembangan kompetensi
anak. Penelitian yang dilakukan oleh Kasser, Ryan, Zax, dan Sameroff (1995,
dalam Kernis 2006) juga menunjukkan hal yang sama. Mereka menemukan
bahwa anak yang ibunya selalu memberikan perhatian tanpa syarat dan
mendukung kemandiriannya akan tumbuh menjadi remaja yang kurang
materialistik dan memiliki kemampuan adaptasi yang lebih baik.
Deci dan Ryan (1995) menyimpulkan bahwa sejauh mana seseorang
mengembangkan true self-esteem atau contingent self-esteem bergantung pada
dua hal. Pertama, keinginan dalam diri seseorang untuk memenuhi kebutuhan
psikologisnya berupa otonomi, kompetensi, dan keterikatan. Jika individu sejak
kecil mampu untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya,
maka ia akan cenderung merasa aman dengan dirinya dan merasa bahwa dirinya
memang berharga, sehingga self-esteem-nya cenderung stabil. Kedua, sejauh
mana lingkungan sosial individu mendukung usahanya untuk memenuhi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
kebutuhan psikologisnya. Apabila sejak kecil lingkungan sosial anak
mendukungnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya,
maka anak cenderung akan memiliki self-esteem yang stabil dan dapat
berfungsi secara otentik dan memiliki kesehatan psikologis yang baik. Dengan
demikian, jika kedua hal ini dapat berinteraksi dengan baik dan saling
mendukung, maka seseorang akan cenderung untuk mengembangkan true selfesteem.
4. Dampak Contingent Self-Esteem
Semakin tinggi tingkat contingent self-esteem, maka harga diri individu
akan semakin tergantung pada pencapaiannya dan bagaimana orang lain
memandang dirinya. Mereka berusaha secara terus menerus untuk mencapai
suatu standar tertentu untuk memvalidasi keberhargaan dirinya. Bagi individu
yang memiliki true self-esteem, uang dan popularitas tidak begitu penting dan
bukan merupakan sumber self-esteem-nya. Mereka memiliki aspirasi dan
tujuan, serta bekerja keras untuk mencapai aspirasi dan tujuan yang dimiliki.
Jika tujuannya tercapai, maka mereka akan merasa senang. Sebaliknya, jika
gagal mencapai tujuan, maka mereka juga akan merasa sedih dan kecewa.
Perbedaannya, individu dengan true self-esteem tetap merasa dirinya berharga
meskipun mengalami kegagalan dan tidak menjadi pribadi yang cenderung
narsis ketika telah mencapai kesuksesan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
D. PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE
1. Definisi Presentasi Diri Seksual Online
Presentasi diri seksual secara online didefinisikan sebagai perilaku foto
diri berkonten seksual yang kemudian dikirim melalui handphone, e-mail, dan
alat-alat teknologi lain (Crimmins & Seigfried-Spellar, 2014) atau diunggah ke
media sosial (Baumgartner et al., 2015). Konten seksual dalam foto diri tersebut
bisa ditampilkan secara eksplisit (foto telanjang atau hampir telanjang) maupun
secara implisit (pose tubuh seksi, pakaian yang seksi, ekspresi yang seksi)
(Bobkowski et al., 2016).
Presentasi diri seksual secara online juga sering disebut sebagai sexting
(Bobkowski et al., 2016; Baumgartner et al., 2015; Dake et al., 2012; Klettke
et al., 2014). Namun, dari review penelitian yang dilakukan oleh Gomez dan
Ayala (2014), definisi sexting masih sangat bervariasi dan tumpang tindih
dengan pengertian presentasi diri seksual online sehingga perlu adanya kajian
lebih lanjut mengenai definisi presentasi diri seksual online. Selain itu,
penelitian yang dilakukan oleh Lenhart pada tahun 2009 melibatkan penerima
konten seksual dalam definisinya. Sedangkan, penelitian ini berfokus pada
individu yang melakukan foto diri berkonten seksual, bukan penerima dari foto
diri tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan istilah
presentasi diri seksual online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
2. Motif Presentasi Diri Seksual secara Online
Cooper, Quayle, Jonsson, dan Svedin (2016) melakukan review
penelitian tentang presentasi diri seksual online. Terdapat dua motif utama
seseorang melakukan presentasi diri seksual online yang saling berkaitan, yaitu:
a. Eksplorasi seksual. Layaknya identitas, aspek seksual juga diekplorasi oleh
remaja. Hal ini berujung pada keinginan untuk mendapatkan penerimaan,
perhatian, dan umpan balik yang positif dari teman sebayanya. Hal ini
berguna untuk pembentukan identitas seksualnya. Khususnya bagi individu
pada usia akhir remaja, peluang untuk melakukan presentasi diri seksual
semakin besar. Presentasi diri seksual online merupakan tanda kesiapan
seseorang untuk melakukan aktivitas seksual dan menjalin hubungan yang
intim.
b. Mendapatkan penerimaan sosial dari teman sebaya. Presentasi diri seksual
online dianggap sebagai salah satu norma atau standar untuk mencapai
popularitas dan penerimaan. Secara spesifik, individu ingin mencapai
sexual attractiveness sehingga ia berusaha terlihat seksi dan menggoda.
Presentasi diri seksual online juga ditujukan pada individu lain yang
berpotensi menjadi pasangannya. Hal ini sekaligus menjadi salah satu
strategi remaja perempuan untuk mencapai popularitas di antara remaja
laki-laki.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
3. Faktor Presentasi Diri Seksual Online
Peneliti telah merangkum hasil dari beberapa penelitian tentang faktorfaktor yang terkait dengan presentasi diri seksual secara online. Secara umum,
terdapat dua faktor, yaitu faktor intrapersonal dan faktor interpersonal.
a. Faktor intrapersonal
o Kepribadian
Individu yang melakukan presentasi diri seksual secara online
memiliki kepribadian yang cenderung histrionik (Ferguson, 2011).
Faktor kepribadian lain berupa kombinasi antara kecenderungan
neoriticism yang tinggi dan agreeableness yang rendah (Benotsch et al.,
2013; Delevi & Weisskirch, 2013). Sedangkan Bobkowski dan kawankawan (2016) menemukan extraversion sebagai moderator perilaku
presentasi diri seksual secara online. Selain itu, penelitian yang
dilakukan oleh Dir, Cyder, dan Coskunpinar (2014) menunjukkan
adanya kecenderungan impulsivitas pada individu yang melakukan
presentasi diri seksual secara online.
o Emosi
Secara emosi, perilaku presentasi diri seksual secara online
terkait dengan kebutuhan akan popularitas (Baumgartner et al., 2015).
Presentasi diri seksual secara online merupakan salah satu cara remaja
untuk mendapatkan popularitas di antara teman sebayanya. Faktor
lainnya adalah sensation seeking. Faktor ini muncul juga karena
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dimediasi oleh dorongan seksual yang mulai dialami dan dieksplor oleh
remaja. Selain itu, depresi juga terkait dengan presentasi diri seksual
secara online. Remaja yang mengalami depresi merasa dicintai atau
diperhatikan ketika ia melakukan presentasi diri seksual secara online.
o Self-esteem
Beberapa penelitian menemukan bahwa self-esteem merupakan
prediktor dari presentasi diri seksual online (Scholes-Balog et al., 2016;
Ybarra & Mitchell, 2014). Bahkan penelitian tersebut menyebutkan
bahwa self-esteem berpotensi menjadi faktor protektif perilaku
presentasi diri seksual online. Dengan demikian, memiliki self-esteem
yang tinggi akan mengurangi probabilitas seseorang melakukan
presentasi diri seksual online. Namun, penelitian lain menyebutkan
bahwa self-esteem tidak ada kaitannya dengan presentasi diri online
(Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015).
o Norma subjektif
Penelitian yang menggunakan TPB sebagai kerangka teori
mengungkapkan bahwa intensi merupakan prediktor yang kuat pada
individu yang melakukan presentasi diri seksual secara online (Kim et
al., 2016; Walrave et al., 2013; Walrave et al., 2015). Intensi itu sendiri
muncul karena adanya sikap yang positif terhadap perilaku presentasi
diri seksual secara online, memiliki sumber daya yang mendukung
untuk melakukannya, dan didorong oleh norma subjektif. Dari ketiga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
hal tersebut, norma subjektif merupakan prediktor terkuat dari intensi
untuk melakukan presentasi diri seksual secara online. Norma subjektif
merujuk pada tekanan sosial yang dirasakan seseorang untuk
melakukan suatu perilaku. Pada konteks ini, tekanan sosial biasanya
muncul dari teman sebaya dan pasangan.
b. Faktor interpersonal
o Relasi
Sejauh ini, penelitian banyak berfokus pada relasi dengan teman
sebaya. Hal ini terkait dengan norma yang dimiliki oleh teman sebaya
(Baumgartner et al., 2015; Jewell & Brown, 2013). Selain itu, gaya
kelekatan dengan teman sebaya yang ambivalen juga terkait dengan
perilaku presentasi diri seksual secara online (Crimmins & SeigfriedSpellar, 2014).
o Media
Penelitian yang dilakukan oleh Bobkowski dan kawan-kawan
(2016) menemukan bahwa media dengan konten seksual berperan
sebagai mediator munculnya perilaku presentasi diri seksual secara
online. Selain itu, media sosial yang memungkinkan seseorang
melakukan interaksi dengan orang asing, misalnya Tinder, juga
memiliki keterkaitan dengan munculnya presentasi diri seksual secara
online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
4. Konsekuensi Presentasi Diri Seksual Online
Peneliti melakukan review terhadap beberapa penelitian dan
menemukan tiga masalah yang berpotensi timbul dari perilaku presentasi diri
seksual online.
a. Perilaku beresiko
Presentasi diri seksual online dapat menimbulkan konsekuensi perilaku
seksual beresiko seperti sexual solicitations (Mitchell et al., 2007),
berhubungan seksual tanpa pengaman dan berganti pasangan (Benotsch et
al., 2013; Crimmins & Siegfried-Spellar, 2014; Dake et al., 2012), dan
berganti-ganti pasangan (Bobkowski et al., 2012). Perilaku lain adalah
penggunaan narkoba (Benotsch et al., 2013; Ybarra & Mitchell, 2014),
alkohol, dan obat-obat terlarang (Dake et al., 2012).
b. Individu yang melakukan perilaku presentasi diri seksual online rentan
menjadi sasaran bagi para predator seksual (Sarabia & Estevez, 2016) dan
rentan menjadi korban cyberbullying (Livingstone & Smith, 2014).
c. Memengaruhi konsep diri.
Semakin sering remaja melakukan presentasi diri seksual secara online,
maka identitasnya akan didominasi oleh konsep diri seksual. Tak hanya
bagi pelaku, individu yang kerap melihat foto diri yang seksi juga
cenderung akan mengalami perubahan sikap terhadap seksualitas dan
perubahan konsep diri yang didominasi oleh aspek seksualitas (Van Oosten,
Peter, & Boot, 2014).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
E. REMAJA
Penelitian-penelitian sebelumnya menemukan bahwa presentasi diri
seksual online dilakukan baik oleh remaja awal maupun remaja akhir menjelang
dewasa awal. Dir dan kawan-kawan (2012), Lenhart (2009), serta Mitchell dan
kawan-kawan (2012) melakukan penelitian presentasi diri seksual online pada
remaja dengan rentang usia 12 hingga 18 tahun.
Di sisi lain, penelitian yang dilakukan oleh Benotsch dan kawan-kawan
(2013), Gordon-Messer dan kawan-kawan (2012), serta Hudson (2011)
menemukan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan oleh remaja dengan
rentang usia 18-25 tahun yang hampir seluruhnya adalah mahasiswa. Penelitian
oleh Englander (2012) hanya menggunakan sampel dengan usia 18 tahun.
1. Definisi Remaja
Curtis (2015) menelisik kembali penelitian-penelitian tentang rentang
usia remaja yang ditemukan berbeda-beda dan menyusunnya kembali
disesuaikan dengan temuan penelitian dan teori perkembangan. Tahapan
remaja yang disebut sebagai masa transisi dependensi anak-anak menuju
independensi kedewasaan dimulai pada usia 11 tahun hingga 25 tahun.
Terdapat dua subtahap remaja, yaitu remaja awal dan dewasa muda.
Subtahap remaja awal dimulai pada usia 11 tahun hingga 13 tahun. Salah satu
tanda awal seseorang memasuki usia remaja adalah pubertas yang biasanya
terjadi kurang lebih di umur 11 tahun. Usia 13 tahun merupakan akhir dari
subtahap ini sebab secara budaya seseorang akan memasuki jenjang pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
yang lebih tinggi sehingga dianggap akan memasuki tahapan remaja. Tahap
remaja dimulai pada umur 14 tahun hingga 17 tahun. Di usia ini seseorang
memasuki jenjang pendidikan SMA dan mengalami perubahan psikososial
yang signifikan. Individu mulai memiliki pola penalaran yang dewasa.
Meskipun demikian, mekanisme penalaran mereka bersifat fluktuatif sebagai
akibat dari pengaruh faktor-faktor eksternal, seperti teman sebaya.
Subtahap selanjutnya adalah dewasa muda dengan rentang usia 18
hingga 25 tahun. Di usia ini seseorang telah lulus SMA dan di akhir usia ini
rata-rata individu telah lulus dari universitas. Individu juga mulai mendapat
berbagai otoritas yang legal di mata hukum dan mulai dituntut untuk mandiri
secara sosial dan ekonomi.
2. Tugas Perkembangan
Secara umum, terdapat tiga aspek besar tugas-tugas perkembangan
remaja (Subrahmanyam & Smahel, 2010). Pertama terkait aspek seksualitas.
Remaja perlu menyesuaikan diri dengan perkembangan seksualitasnya, baik
secara biologis maupun secara psikologis. Hal ini lazim disebut dengan
eksplorasi seksualitas. Semakin bertambahnya usia remaja, maka semakin
besar peluang baginya untuk melakukan berbagai eksplorasi seksual. Remaja
memiliki ketertarikan dan dorongan seksual yang lebih besar dibandingkan
dengan tahun perkembangan sebelumnya. Sebagai akibatnya, muncul berbagai
aktivitas seksual yang dilakukan termasuk mencari pasangan dan terlibat dalam
relasi romantis. Bagi sebagian besar remaja, relasi romantis dengan lawan jenis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
mendapatkan perhatian yang cukup besar dan melalui relasi ini remaja merasa
terdukung.
Kedua, pembentukan identitas. Dalam hal ini, eksplorasi dan komitmen
sangatlah penting untuk membentuk identitas yang sehat. Identitas yang sehat
hendaknya stabil dan koheren sehingga membuat individu merasa nyaman dan
aman dengan identitasnya tersebut. Pada masa remaja, individu masih
melakukan berbagai eksplorasi identitas. Identitas yang stabil dan koheren
biasanya akan terbentuk pada usia akhir dewasa muda.
Ketiga,
membangun
keterhubungan
dan
keintiman.
Remaja
menghabiskan banyak waktunya dengan teman sebaya dan pasangannya.
Seiring seorang remaja makin mandiri dan jauh dari orangtua, ia membutuhkan
kedekatan dengan teman sebaya dan menginginkan hubungan yang intim
dengan teman dan pasangannya. Hal ini diikuti dengan kecenderungan remaja
untuk membuka dirinya sehingga sering kali ditemui remaja yang lebih terbuka
pada teman atau pasangannya dibandingkan dengan orangtuanya.
F. DINAMIKA
Presentasi diri seksual online merupakan perilaku foto diri berkonten
seksual yang kemudian diunggah di situs jejaring sosial (Baumgartner et al., 2015).
Konten seksual yang dimaksud dapat berupa postur atau pose tubuh yang seksi,
berpakaian seksi, menampilkan tatapan atau ekspresi yang seksi, dan menampilkan
bagian-bagian tubuh sehingga terlihat seksi (Van Oosten & Vandenbosch, 2017).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Penelitian-penelitian sebelumnya telah menemukan beberapa faktor yang berkaitan
dengan perilaku presentasi diri seksual online. Pada aspek kepribadian terdapat
kecenderungan histrionic, neuroticism yang tinggi, dan agreeableness yang
rendah, extraversion sebagai moderator, dan kecenderungan impulsivitas. Pada
aspek emosi terdapat need for popularity dan sensation seeking. Selain itu, terdapat
pula faktor intensi, norma subjektif, media, dan relasi dengan teman sebaya.
Presentasi diri seksual online sebagai salah satu bentuk presentasi diri erat
kaitannya dengan self-esteem yang merupakan salah satu motivasi utama seseorang
melakukan presentasi diri (Leary & Kowalski, 1990). Namun demikian, penelitian
yang mempelajari kaitan self-esteem dan presentasi diri seksual online memberikan
hasil yang berbeda-beda. Beberapa penelitian menemukan bahwa self-esteem
berkaitan dengan presentasi diri seksual online (Scholes-Balog et al, 2016; Ybarra
& Mitchell, 2014). Bahkan penelitian tersebut menyebutkan bahwa self-esteem
berpotensi menjadi faktor protektif perilaku presentasi diri seksual online. Dengan
demikian, memiliki self-esteem yang tinggi akan mengurangi probabilitas
seseorang melakukan presentasi diri seksual online. Namun, penelitian lain
menyebutkan bahwa self-esteem tidak ada kaitannya dengan presentasi diri online
(Gordon-Messer et al., 2013; Hudson & Fetro, 2015).
Jika ditelisik lebih lanjut, penelitian-penelitian yang mempelajari
keterkaitan antara self-esteem dengan presentasi diri seksual online juga
menggunakan pemahaman self-esteem yang dicetuskan oleh Rosenberg. Hal ini
tampak dari alat ukur yang digunakan pada penelitian tersebut. Rosenberg
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
memahami self-esteem sebagai harga diri. Kelemahan dari pendekatan ini adalah
adanya sifat heterogenitas pada self-esteem yang tinggi. Konsekuensi dari
heterogenitas ini adalah self-esteem kurang mampu membedakan individu yang
juga memiliki karakter-karakter seperti narsisistik, egoisme, defensivitas, dan
permusuhan. Di sisi lain, presentasi diri seksual online (Walrave et al., 2013;
Walrave et al., 2015) dan perilaku selfie secara umum (Kim et al., 2016) berkitan
dengan narsisistik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa penelitian
sebelumnya bersifat inkonklusif karena pemahaman self-esteem yang digunakan
belum cukup akurat dalam memprediksi perilaku presentasi diri seksual online.
Dengan demikian, dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan pendekatan lain
yang lebih sesuai dengan konteks presentasi diri seksual online pada remaja yang
telah ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya.
Konsep self-esteem yang diduga memiliki hubungan yang lebih erat dengan
kemunculan perilaku presentasi diri seksual online adalah contingent self-esteem
(Deci & Ryan, 1995). Contingent self-esteem merupakan salah satu tipe global selfesteem. Contingent self-esteem merujuk pada self-esteem yang bergantung pada
sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapan-harapan yang
diberikan padanya. Dengan menggunakan konsep contingent self-esteem dapat
diketahui seberapa jauh perasaan berharga seseorang bergantung pada hasil dari
dari tindakan-tindakan yang bertujuan untuk memenuhi standar dan harapanharapan orang lain yang diberikan padanya. Contingent self-esteem juga sangat
berkaitan dengan kebutuhan akan penerimaan sosial. Seseorang dengan contingent
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
self-esteem yang tinggi menganggap bahwa penerimaan sosial bergantung pada
sejauh mana mereka dapat memenuhi standar-standar yang diberikan padanya.
Pemilihan contingent self-esteem dalam penelitian ini juga didasarkan pada
penelitian-penelitian sebelumnya tentang presentasi diri seksual online. Pertama,
eksplorasi seksual dan penerimaan sosial merupakan motif utama presentasi diri
seksual online. Dari segi perkembangan, salah satu indikator perhatian remaja pada
aspek seksualnya adalah keinginan untuk tampil menarik (Shafer et al., 2013).
Dalam prosesnya, remaja berusaha mencari informasi tentang apa yang pantas,
tidak pantas, diharapkan, dan yang tidak diharapkan terkait identitas seksualnya.
Sementara itu, kehidupan remaja saat ini juga sangat dekat dengan internet (Ahn,
2011) sehingga internet digunakan untuk mencari informasi tentang hal-hal yang
terkait dengan seksualitas. Di sisi lain, internet, khususnya situs jejaring sosial,
memfasilitasi remaja untuk menjadi “produsen” konten seksual dengan
mempresentasikan diri mereka secara seksual (Subrahmanyam & Smahel, 2010).
Dengan demikian, presentasi diri seksual online merupakan usaha remaja untuk
berkonformitas terhadap standar-standar sexual attractiveness yang berlaku.
Ekplorasi seksual ini semakin intensif terjadi pada remaja yang usianya mendekati
dewasa terkait dengan kebutuhan mereka untuk menarik sehingga diterima oleh
lawan jenisnya (Van Oosten & Vandenbosch, 2017).
Kedua, bentuk presentasi diri yang diberikan seseorang juga bergantung
pada karakteristik audiens (Baumgartner et al., 2015). Dengan demikian, untuk
memahami presentasi diri seksual online perlu untuk membertimbangkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
audiensnya. Audiens utama remaja pada situs jejaring sosialnya adalah teman
sebayanya. Penelitian terdahulu menemukan bahwa teman sebaya, termasuk
pasangan, memiliki peran yang penting dalam presentasi diri seksual online
(Baumgartner et al., 2015; Cooper et al., 2016). Peranan teman sebaya berasal dari
tekanan yang bersumber dari teman sebaya (peer pressure) dan norma teman
sebaya (peer norms). Kedua hal tersebut terbukti mendorong seseorang melakukan
presentasi diri seksual online. Dengan demikian, seseorang merasa perlu untuk
melakukan presentasi diri seksual online karena adanya tekanan dari teman sebaya
untuk melakukan hal tersebut.
Penelitian lain juga menunjukkan bahwa norma subjektif merupakan
prediktor terkuat dari intensi untuk melakukan presentasi diri seksual online
(Walrave et al., 2013; Walrave, et al., 2015). Artinya, keinginan untuk melakukan
presentasi diri seksual online muncul karena adanya ekspektasi-ekspektasi orang
lain agar individu melakukan presentasi diri seksual online.
Melihat peran dari eksplorasi seksual, tekanan, dan norma yang teman
sebaya yang penting, serta norma subjektif yang ditemukan sebagai prediktor,
peneliti menduga bahwa contingent self-esteem juga berkaitan dengan perilaku
presentasi diri seksual online. Penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa
perilaku presentasi diri seksual online didorong oleh keinginan untuk memenuhi
standar, ekspektasi, atau harapan orang lain (teman sebaya atau pasangan) yang
diberikan padanya sehingga individu dapat mengalami penerimaan dan merasa
menjadi bagian dari suatu kelompok (belongingness) (Baumgartner et al., 2015;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Cooper et al., 2016). Hal ini sejalan dengan konsep contingent self-esteem yang
juga mensyaratkan penerimaan dari orang lain agar individu merasa dirinya
berharga. Dengan demikian, konsep contingent self-esteem juga dapat menjelaskan
perilaku presentasi diri seksual online. Secara spesifik, peneliti berasumsi bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara presentasi diri seksual online dan
contingent self-esteem.
G. SKEMA DINAMIKA VARIABEL
Skema 1. Temuan penelitian sebelumnya
REMAJA
Mencapai standar
sexual
attractiveness dalam
eksplorasi seksual
Mendapatkan
penerimaan
teman sebaya
PRESENTASI DIRI SEKSUAL
ONLINE



Norma subjektif
Tekanan teman
sebaya
Norma teman
sebaya
Memenuhi standar,
harapan/ekspektasi
yang diberikan
padanya untuk
mendapatkan
penerimaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
Skema 2. Dinamika antarvariabel
CONTINGENT
SELF-ESTEEM




Perilaku bertujuan
untuk memenuhi
standar, harapan
atau ekspektasi
yang diberikan
padanya.
Perilaku didorong
oleh motivasi
ekstrinsik
Penerimaan sosial
adalah hal yang
penting bagi
individu.
Harga diri
didapatkan dari
penerimaan.
PRESENTASI DIRI
SEKSUAL ONLINE
1. Berpakaian seksi,
minim, atau
terbuka
2. Berpose atau
bergaya seksi,
sensual, atau
terkesan hot
3. Memperlihatkan
bentuk tubuh yang
seksi
4. Tatapan mata yang
seksi atau
menggoda
5. Dandanan
(misalnya riasan
atau gaya rambut)
yang seksi
6. Ekspresi wajah
yang seksi,
menggoda, atau
menarik perhatian
Memenuhi standar,
harapan/ekspektasi
sexual
attractiveness yang
diberikan padanya
untuk mendapatkan
penerimaan, baik
dari teman sebaya
maupun pasangan
REMAJA
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
G. HIPOTESIS
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini
adalah terdapat hubungan yang signifikan antara contingent self-esteem dengan
presentasi diri seksual online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian kuantitatif.
Penelitian kuantitatif adalah jenis penelitian yang bertujuan untuk menguji sebuah
teori secara objektif dengan mengukur hubungan antarvariabel (Denis & Cramer,
2011). Variabel-variabel ini kemudian diukur menggunakan instrumen tertentu
sehingga diperoleh data-data yang dapat dianalisis dengan prosedur statistik yang
sesuai. Prosedur statistik yang dianggap sesuai untuk penelitian ini adalah uji
korelasi. Tujuan dari teknik adalah untuk menguji apakah ada hubungan antara dua
variabel.
B. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini menggunakan tiga variabel penelitian, yaitu:
1. Variabel X
: Tingkat contingent self-esteem
Tingkat self-esteem
2. Variabel Y
: Tingkat presentasi diri seksual online
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
C. DEFINISI OPERASIONAL
1. Presentasi Diri Seksual Online
Presentasi diri seksual online didefinisikan sebagai perilaku foto diri
berkonten seksual yang kemudian diunggah ke media sosial (Baumgartner et
al., 2015). Konten seksual dalam foto diri tersebut bisa ditampilkan secara
eksplisit, seperti foto telanjang atau hampir telanjang, maupun secara implisit,
seperti pose tubuh seksi, pakaian yang seksi, ekspresi yang seksi (Bobkowski,
Shafer, & Ortiz, 2016). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Van Oosten dan
Vandenbosch (2017) telah menemukan beberapa karakteristik foto diri
berkonten seksual. Karakteristik tersebut berupa pose tubuh yang seksi,
berpakaian seksi, tatapan mata yang seksi, dan penampilan yang seksi.
Di sisi lain, Gomez dan Ayala (2014) menemukan bahwa definisi yang
diungkapkan peneliti mengenai presentasi diri seksual online masih berbeda
beda. Hal ini ditambah dengan definisi yang masih tumpang tindih antara
presentasi diri seksual online dan sexting. Oleh karena itu, peneliti melakukan
penelitian awalan mengenai definisi presentasi diri seksual online. Peneliti
menyebar angket terbuka tentang definisi presentasi diri seksual online kepada
540 remaja dan mendapatkan hasil sebagai berikut.
1. Berpakaian seksi, minim, atau terbuka
2. Berpose atau bergaya seksi, sensual, atau terkesan hot
3. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi
4. Tatapan mata yang seksi atau menggoda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
5. Dandanan (misalnya riasan atau gaya rambut) yang seksi
6. Ekspresi wajah yang seksi, menggoda, atau menarik perhatian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan karakteristik yang didapatkan
dari hasil penyebaran angket karena lebih spesifik dan lebih sesuai dengan
konteks remaja di Indonesia karena hampir seluruh responden angket terbuka
adalah remaja di Indonesia. Dengan demikian terdapat dua kriteria yang harus
terpenuhi dalam presentasi diri seksual online, yaitu:
a. Pernah melakukan foto diri dengan nuansa seksi.
b. Pernah mengunggah foto diri bernuansa seksi tersebut ke situs jejaring
sosial.
2. Contingent Self-Esteem
Contingent self-esteem didefinisikan sebagai
self-esteem
yang
bergantung pada sejauh mana seseorang dapat memenuhi standar atau harapanharapan yang diberikan padanya (Deci & Ryan, 1995). Dalam penelitian ini,
contingent self-esteem diukur menggunakan skala Contingent Self-esteem
(CSE). Semakin tinggi skor CSE, maka self-esteem seseorang semakin
bergantung pada pencapaian standar dan pemenuhan harapan yang diberikan
padanya (Kernis, 2003).
3. Self-Esteem
Self-esteem yang dimaksud dalam penelitian ini adalah konsep selfesteem yang dikemukakan oleh Rosenberg pada tahun 1965. Konsep ini adalah
konsep self-esteem yang paling banyak digunakan dalam penelitian-penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
yang melibatkan harga diri (Mruk, 2013). Self-esteem ini bersifat
unidimensional, yaitu mengungkapkan worthiness atau keberhargaan diri yang
dimiliki seseorang. Penelitian ini menggunakan definisi self-esteem yang
diungkapkan oleh Rosenberg (1965; dalam Mruk 2006) yaitu self-esteem
sebagai sikap tertentu terhadap diri yang didasarkan pada perasaan seseorang
mengenai seberapa berharga dirinya. Peneliti akan melakukan uji korelasi
tingkat presentasi diri seksual online dan self-esteem sebagai analisis tambahan.
Self-esteem akan diukur dengan skala Single-Item Self-Esteem (SISE).
Skala SISE hanya terdiri atas 1 aitem pernyataan. Peneliti menggunakan skala
ini untuk mengurangi kemungkinan demotivasi responden karena banyaknya
skala yang harus dijawab dalam survei yang diberikan.
D. RESPONDEN PENELITIAN
Responden penelitian yang sesuai sebagai sumber data adalah perempuan
atau laki-laki rentang usia 12-25 tahun. Dalam penelitian ini teknik sampling yang
digunakan adalah non-probability sampling. Pada teknik nonprobability sampling
setiap anggota atau unsur dari populasi tidak memiliki kesempatan yang sama
untuk dijadikan sebagai sumber data (Priyono, 2016).
Jenis non-probability sampling yang digunakan adalah purposive sampling.
yaitu teknik sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria khusus dalam
menentukan responden penelitian (Priyono, 2016). Pada penelitian ini terdapat dua
tahap pengambilan data. Kriteria responden pada tahap pertama adalah individu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
laki-laki atau perempuan dengan rentang usia 11-25 tahun dan pernah melakukan
presentasi diri seksual online. Pada tahap kedua hanya terdapat satu kriteria yaitu
laki-laki atau perempuan dengan rentang usia 11-25 tahun.
E. PROSEDUR PENELITIAN
Peneliti melakukan penelitian awalan mengenai definisi presentasi diri
seksual online yang ditujukan pada remaja. Hasil penelitian ini kemudian
digunakan untuk mengetahui pemahaman remaja mengenai perilaku presentasi diri
seksual online. Hasil ini pula yang digunakan sebagai landasan untuk memodifikasi
skala tingkat presentasi diri seksual online yang digunakan pada penelitian ini.
Skala CSE menggunakan skala asli yang digunakan pada penelitianpenelitian sebelumnya. Aitem-aitem pada skala CSE kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia oleh orang yang menguasai bahasa Inggris. Hasil
terjemahan kemudian diteliti kembali dan didiskusikan dengan translator lain.
Setelah itu, aitem skala didiskusikan bersama dosen pembimbing dan akademisi
yang lain untuk meninjau kembali apakah aitem skala dapat dipahami oleh
responden penelitian.
Skala presentasi diri seksual online didapatkan melalui skala yang disusun
oleh Vandenbosch, Van Oosten, dan Peter (2015). Peneliti kemudian memodifkasi
skala yang ada dengan menyesuaikannya dengan hasil angket terbuka definisi
presentasi diri seksual online yang pernah disebarkan sebelumya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
Pengukuran self-esteem menggunakan skala self-esteem yang dipersingkat,
yaitu Single-Item Self-Esteem. Peneliti menggunakan skala yang singkat karena
alasan kepraktisan. Hal ini menyangkut banyaknya skala yang perlu diisi responden
dalam survei online sehingga peneliti berusaha mengurangi kemungkinan
demotivasi yang mungkin dialami responden saat mengisi survei.
Selanjutnya, skala tersebut kemudian dibuat secara online. Survei online
dibuat menggunakan surveymonkey.com dan link survei tersebut disebarluaskan
melalui situs jejaring sosial yang dimiliki oleh peneliti. Sistem yang terdapat pada
surveymonkey.com memungkinkan peneliti untuk menyeleksi responden sesuai
dengan kriteria yang sudah ditentukan. Bagi responden yang sesuai dengan kriteria
dan mengisi skala hingga penuh akan diberi reward berupa pulsa sebesar 5.000
rupiah. Peneliti sempat mengalami kesulitan dalam mendapatkan responden
penelitian, sehingga reward pulsa dinaikkan menjadi 10.000 rupiah.
F. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
survei. Survei dapat berisi kumpulan pertanyaan atau pernyataan yang telah disusun
sedemikian rupa dan diberikan kepada sekelompok individu untuk mengukur sikap,
keyakinan, nilai, atau kecenderungan perilaku (Denis & Cramer, 2011). Metode
survei dalam penelitian ini menggunakan electronic surveying, yaitu survei yang
dirancang dalam bentuk online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Survei dalam penelitian ini berisi beberapa skala. Skala yang digunakan
dalam penelitian ini adalah skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP), skala
Contingent Self-Esteem (CSE), dan skala Single-Item Self-Esteem (SISE).
1. Skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP)
Skala presentasi diri seksual online pertama kali dibuat oleh
Vandenbosch dan kawan-kawan (2015). Skala ini terdiri atas 5 aitem berupa
karakteristik presentasi diri seksual online. Peneliti memodifikasi skala ini
berdasarkan hasil angket terbuka tentang definisi presentasi diri seksual online.
Berikut tersaji perbandingan antara skala milik Vandenbosch dan kawan-kawan
(2015) dengan data hasil angket terbuka yang disebarkan oleh peneliti.
Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat dilihat bahwa hasil yang
ditemukan peneliti cenderung lebih spesifik, sedangkan skala yang sudah ada
cenderung lebih singkat. Selain itu, responden pada angket terbuka yang
disebarkan adalah remaja di Indonesia sehingga lebih sesuai dengan konteks di
Indonesia. Dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka peneliti
memutuskan untuk menyesuaikan skala yang ada dengan hasil yang ditemukan
oleh peneliti.
Tabel 1
Skala dan Hasil Angket Terbuka
Aitem Skala Vandenbosch et al.,
(2015)
Berpakaian seksi.
Pose tubuh yang seksi.
Hasil Angket Terbuka
Berpakaian seksi, minim, atau
terbuka.
Berpose atau bergaya seksi, sensual,
atau terkesan hot.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tatapan mata yang seksi.
Penampilan yang seksi.
Memperlihatkan bentuk tubuh yang
seksi.
Tatapan mata yang seksi atau
menggoda.
Dandanan (misalnya riasan atau
gaya rambut) yang seksi.
Ekspresi wajah yang seksi,
menggoda, atau menarik perhatian.
Terdapat tujuh aitem pada skala ini. Enam aitem pertama skala
menanyakan apakah seseorang pernah melakukan selfie dengan nuansa seksi
dengan karakteristik-karakteristik tertentu. Pilihan respon pada masing-masing
aitem berupa 5 poin skala Likert, yaitu Tidak Pernah, Jarang, Kadang-kadang,
Sering, dan Sangat Sering. Pada aitem terakhir menanyakan apakah seseorang
pernah mengunggah foto selfie bernuansa seksi tersebut ke situs jejaring sosial.
Pada aitem ini terdapat 3 pilihan respon, yaitu (1) pernah mengupload, (2) tidak
pernah mengupload, dan (3) saya tidak pernah berfoto selfie bernuansa seksi.
Responden tergolong individu yang pernah melakukan presentasi diri
seksual online jika dirinya pernah mengunggah foto seksi bernuansa seksual
tersebut ke jejaring sosial. Sebaliknya, jika individu tidak pernah mengunggah
foto seksi tersebut meskipun pernah berfoto dengan nuansa seksual, maka
individu tersebut tergolong tidak pernah melakukan presentasi diri seksual
online sehingga mendapatkan skor 0.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
2. Skala Contingent Self-Esteem (CSE)
Skala Contingent Self-esteem (CSE) merupakan skala yang dibuat oleh
Michael Kernis dan Andrew W. Paradise pada tahun 1999. Skala ini dibuat
berdasarkan konsep contingent self-esteem yang dicetuskan oleh Deci dan Ryan
di tahun 1995. Skala ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar self-esteem
seseorang bergantung pada hasil-hasil atau pencapaian tertentu. Skala ini juga
dapat sekaligus mengukur stabil atau tidaknya self-esteem seseorang.
Pada skala adaptasi ini terdapat 15 aitem. Pilihan respon pada masingmasing aitem berupa 5 poin skala Likert, yaitu Sangat Tidak Sesuai, Tidak
Sesuai, Netral, Sesuai, dan Sangat Sesuai. Aitem-aitem tersebut terdiri atas 10
aitem favorable dan 5 aitem unfavorable. Rentang skor total yang mungkin
didapatkan responden adalah sebesar 15 hingga 75. Semakin tinggi skor
menunjukkan semakin kontingen sifat self-esteem yang dimiliki.
3. Skala Single-Item Self-Esteem (SISE)
Skala SISE merupakan salah satu skala versi singkat dari skala
Rosenberg Self-Esteem (RSE) yang banyak digunakan. Robins, Hendin, dan
Trzesniewski (2001) melakukan empat studi dengan tujuan untuk menguji
validitas konstruk dari RSE dan SISE. Hasilnya, SISE memiliki validitas
konvergen yang tinggi dengan rentang 0,89 hingga 0,94 pada wanita dan pria,
kelompok etnis yang berbeda, mahasiswa, dan status pekerjaan yang berbeda.
SISE merupakan alat ukur self-esteem yang dianggap praktis dalam penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
ini mengingat banyaknya skala yang perlu diisi oleh reponden dalam survei
yang diberikan.
Sesuai dengan namanya, skala SISE hanya terdiri atas satu aitem
pernyataan saja yang terdiri atas 7 poin pilihan, yaitu 1 = sangat tidak sesuai, 2
= tidak sesuai, 3 = agak tidak sesuai, 4 = netral, 5 = agak sesuai, 6 = sesuai, dan
7 = sangat sesuai. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin
seseorang merasa dirinya berharga atau berarti.
G. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT PENGUMPULAN DATA
1. Validitas Alat Ukur
Validitas berarti sejauh mana akurasi suatu tes atau skala dalam
menjalankan fungsi pengukurannya (Azwar, 2012). Suatu pengukuran
dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila menghasilkan data yang secara
akurat memberikan gambaran mengenai variabel yang diukur. Perlu dipahami
bahwa validitas tidak terletak pada alat ukur itu sendiri, melainkan pada
interpretasi dari skor yang diperoleh dari alat ukur tersebut (Cronbach, 1971,
dalam Azwar, 2012). Kedua alat ukur (CSE dan SOSP) menggunakan validitas
isi melalui professional judgement. Hal ini dilakukan melalui penilaian dosen
yang mengampu mata kuliah Metode Penelitian, peneliti bidang psikologi
sosial yang telah bergelar M.Si, mahasiswa lulusan psikologi, mahasiswa
magister sains bidang Psikologi Sosial, dan mahasiswa S1 psikologi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
2. Reliabilitas Alat Ukur
Reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu proses pengukuran dapat
dipercaya (Azwar, 2012). Estimasi terhadap reliabilitas merupakan fungsi dari
skor yang diperoleh melalui tes, bukan fungsi dari tes itu sendiri (Thompson,
1999, dalam Azwar, 2012).
a. Skala Sexy Online Self-Presentation (SOSP)
Tabel 2
Hasil Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation
Cronbach’s Alpha
N of items
0,965
6
Berdasarkan hasil analisis SPSS 21, reliabilitas skala Sexy Online
Self-Presentation sebesar 0,965. Hal ini berarti skala Sexy Online Selfpresentation sangat reliabel untuk mengukur tingkat presentasi diri seksual
online seseorang.
b. Skala Contingent Self-esteem (CSS)
Tabel 3
Hasil Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem
Cronbach’s Alpha
N of items
0,654
15
Berdasarkan hasil analisis SPSS 21, reliabilitas skala Contingent
Self-Esteem sebesar 0,654 dari 181 responden. Hal ini berarti skala
Contingent Self-esteem cukup reliabel untuk mengukur tingkat contingent
self-esteem seseorang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
c. Skala Single-Item Self-Esteem (SISE)
Skala SISE hanya terdiri hatas 1 aitem sehingga uji reliabilitas
menggunakan teknik test-retest. Responden merupakan 28 mahasiswa
Psikologi dengan rentang waktu antara tes pertama dan tes kedua selama
dua minggu.
Tabel 4
Hasil Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem
Pearson Correlation
Sig
N
0,443
0,01
28
Berdasarkan hasil analisis di atas, didapatkan signifikansi sebesar
0,01. Skala dianggap reliabel apabila p<0,05. Dengan demikian, skala SISE
reliabel untuk mengukur tingkat self-esteem seseorang.
H. METODE ANALISIS DATA
1. Uji Asumsi
a. Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak (Pallant, 2001). Pada
penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan analisis KolmogorowSmirnov. Kumpulan data terbukti berdistribusi normal jika uji analisis
memberikan hasil yang tidak signifikan atau p>0,05. Sebaliknya, kumpulan
data terbukti melanggar asumsi normalitas jika uji analisisi memberikan
hasil yang signifikan atau p<0,05.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
b. Linearitas
Uji linearitas digunakan untuk melihat apakah kedua variabel
memiliki hubungan yang sifatnya linear (membentuk garis lurus) atau tidak
(Pallant, 2001). Dua variabel berhubungan secara linear jika diperoleh
p<0,05. Jika dua variabel terbukti linear, maka penurunan atau peningkatan
satu variabel akan diikuti oleh penurunan atau peningkatan variabel lainnya.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan teknik korelasi. Uji
statistik ini digunakan untuk melihat apakah ada hubungan yang signifikan
antara dua variabel Penelitian ini akan menguji apakah hubungan yang
signifikan antara tingkat presentasi diri seksual online dan tingkat contingent
self-esteem.
3. Analisis Tambahan
Analisis korelasi juga dilakukan antara tingkat presentasi diri seksual
online dan self-esteem (menggunakan skala Rosenberg). Jika hipotesis
penelitian diterima, maka hasil analisis tambahan dapat dijadikan perbandingan
antara penggunaan konstruk self-esteem dan contingent self-esteem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
BAB IV
PEMBAHASAN
A. PELAKSANAAN PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian dilaksanakan sejak akhir Desember 2016 hingga
akhir Maret 2017. Pada tahap pertama pengambilan data, didapatkan responden
penelitian dengan jumlah 1557, namun hanya 77 responden yang pernah
melakukan presentasi diri seksual online. Pada tahap kedua terdapat 134 responden
namun hanya 104 reponden yang mengisi dengan lengkap. Dengan demikian, total
responden yang dapat digunakan pada penelitian ini berjumlah 181.
B. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
1. Data Demografik
Pada tabel berikut akan ditampilkan beberapa informasi demografis dari
responden penelitian. Data demografis disajikan untuk mengetahui bagaimana
karakteristik responden dalam penelitian ini.
Tabel 5
Deskripsi Usia Responden
N
Minimum
Maximum
181 14
25
Mean
20,59
Std. deviation
1,713
Hasil temuan usia responden dalam penelitian ini cukup sejalan dengan
penelitian-penelitian sebelumnya. Perilaku presentasi diri seksual online
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
cenderung dilakukan oleh individu dengan usia remaja hingga menuju dewasa
awal.
Tabel 6
Deskripsi Jenis Kelamin, Suku, Agama, Tingkat Pendidikan, Lingkungan
Tempat Dibesarkan, dan Ketertarikan Seksual Responden
Jumlah Responden
Jenis Kelamin
Laki-laki
49
Perempuan
132
Suku
Bali
6
Batak
2
Bugis
5
Dayak
5
Flores
6
Jawa
110
Minang
3
Sunda
6
Tionghoa
25
Lain-lain
13
Agama
Budha
7
Hindu
6
Islam
46
Katolik
92
Kong Hu Cu
1
Kristen
29
Tingkat Pendidikan
SMP
1
Lingkungan Tempat
Dibesarkan
Ketertarikan Seksual
SMA
17
D1/D2/D3
S1
Kawasan
pedesaan
Kawasan
pinggir kota
Kawasan
perkotaan
Tertarik dengan
lawan jenis
Tertarik dengan
sesama jenis
6
157
37
41
103
168
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
Status Relasi
Tertarik dengan
sesama jenis
dan lawan jenis
Berpacaran
Tidak
berpacaran
9
85
96
2. Presentasi Diri Seksual Online
Berikut tabel deskripsi tingkat presentasi diri seksual online pada
responden yang melakukan presentasi diri seksual online dalam penelitian ini.
Tabel 7
Deskripsi Tingkat Presentasi Diri Seksual Online
N
Rerata Empiris Rerata Teoretis
Std. deviation
77
10,62
12
5,209
Dari 181 responden pada penelitian ini, sebanyak 77 responden
melakukan presentasi diri seksual online. Responden memiliki tingkat
presentasi diri seksual online yang tidak begitu tinggi. Hal ini dilihat dari rerata
empiris yang lebih kecil dari rerata teoretis. Dari jumlah tersebut, deskripsi
karakteristik presentasi diri seksual online terdapat pada tabel berikut.
Tabel 8
Deskripsi Karakteristik Presentasi Diri Seksual Online Responden
Karakteristik
Mean
Std. deviation
Berpakaian seksi, minim, atau
1,74
1,069
terbuka
Berpose atau bergaya seksi,
1,58
1,092
sensual, atau terkesan hot
Memperlihatkan bentuk tubuh
1,91
1,002
yang seksi
Tatapan mata yang seksi atau
1,78
1,154
menggoda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dandanan (misalnya riasan atau
gaya rambut) yang seksi
Ekspresi wajah seksi, menggoda
1,75
1,160
1,86
1,073
Berdasarkan hasil analisis deskriptif terlihat bahwa mean pada
karakteristik memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi cenderung lebih tinggi
dibandingkan dengan karakteristik yang lain. Hal ini berarti responden yang
melakukan presentasi diri seksual online lebih banyak mengunggah foto diri
dengan memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi ke media sosial sebagai
bentuk presentasi diri mereka.
3. Contingent Self-Esteem
Berikut tabel deskripsi tingkat contingent self-esteem responden pada
penelitian ini.
Tabel 9
Deskripsi Contingent Self-esteem Responden
N
Rerata Empiris
Rerata Teoretis
181
51,18
30,5
Std. deviation
5,641
Berdasarkan data deskriptif, ditemukan bahwa responden dalam
penelitian ini cenderung memiliki tingkat contingent self-esteem yang tinggi.
Hal ini terlihat dari rerata empiris yang lebih besar dari rerata teoretis.
4. Self-Esteem
Berikut adalah tabel deskripsi tingkat self-esteem dari 196 responden
penelitian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Tabel 10
Deskripsi Self-Esteem Responden
N
Rerata Empiris Rerata Teoretis
181
56,2
3,5
Std. Deviation
1,181
C. ANALISIS DATA
1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Penelitian ini menggunakan uji normalitas Kolmogorov-Smirnov
karena jumlah sampel >50. Uji normalitas dilakukan pada data presentasi
diri seksual online, contingent self-esteem, dan self-esteem. Asumsi
normalitas data terpenuhi jika hasil uji normalitas menunjukkan tidak
signifikan atau p>0.05.
Tabel 11
Hasil Uji Normalitas
Presentasi diri seksual online
Contingent Self-Esteem
Self-Esteem
Kolmogorov-Smirnov
Statistic
df
Sig.
0,339
181
0,000
0,060
181
0,200
0,346
181
0,000
Berdasarkan hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov, hanya data
contingent self-esteem yang memenuhi uji normalitas. Dengan demikian,
asumsi normalitas data pada penelitian ini tidak terpenuhi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
b. Linearitas
Asumsi linearitas terpenuhi jika diperoleh hasil yang signifikan atau
p<0,05. Berdasarkan hasil uji linearitas pada SPSS 21, didapatkan hasil
sebagai berikut.
Tabel 12
Hasil Uji Linearitas antara Presentasi Diri Seksual Online, Contingent
Self-Esteem, dan Self-Esteem
Tes for Liniearity
Presentasi Diri Seksual Online
F
Sig.
Contingent Self-Esteem
9,641
0,002
Self-Esteem
1,391
0,240
Berdasarkan hasil uji linearitas antara tingkat presentasi diri seksual
online dan contingent self-esteem, diperoleh hasil yang signifikan (p=0,002)
dengan nilai F=9,641 sehingga asumsi linearitas terpenuhi. Dengan kata
lain, terdapat hubungan yang bersifat linier antara presentasi diri seksual
online dan contingent self-esteem.
Di sisi lain, hasil uji linearitas antara presentasi diri seksual online
dan self-esteem tidak terpenuhi. Hal ini dapat dilihat dari besar nilai p=0,240
atau p>0,05. Dengan demikian, hubungan antara presentasi diri seksual dan
self-esteem tidak bersifat linear. Penurunan atau peningkatan pada selfesteem tidak selalu diikuti dengan penurunan atau peningkatan pada
presentasi diri seksual online, atau sebaliknya. Berdasarkan hasil ini maka
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
teknik korelasi antara presentasi diri seksual online dan self-esteem tidak
dapat dilanjutkan.
2. Uji Hipotesis
Peneliti menggunakan teknik statistik non-parametrik karena data
presentasi diri seksual online dan self-esteem yang terkumpul pada penelitian
ini tidak berdistribusi normal. Teknik korelasi untuk statistik non-parametrik
adalah uji Spearman’s Rho.
Tabel 13
Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem
Spearman’s
rho
Contingent
self-esteem
Correlation
coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Presentasi diri Correlation
seksual online coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Contingent
self-esteem
1.000
Presentasi diri
seksual online
0,218
0,218
0.003
181
1.000
0,003
181
181
Terdapat hubungan antara dua variabel yang signifikan apabila uji
korelasi menunjukkan hasil yang signifikan atau p<0,05. Berdasarkan hasil
analisis korelasi yang dilakukan didapatkan p=0,003 atau p<0,05. Selanjutnya
didapatkan koefisien korelasi sebesar 0,218 yang tergolong rendah (Pallant,
2001). Dengan demikian, terdapat hubungan yang lemah dan positif antara
presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem. Dengan kata lain, jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
salah satu variabel meningkat maka akan diikuti oleh peningkatan variabel yang
lainnya, dan sebaliknya.
D. PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Sejauh ini belum ada penelitian di Indonesia yang secara khusus
meneliti tentang perilaku presentasi diri seksual online. Berdasarkan analisis
deskriptif, bentuk presentasi diri online yang banyak dilakukan oleh responden
adalah dengan memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi. Selain itu, responden
yang pernah melakukan presentasi diri seksual rata-rata berumur 20 tahun dan
didominasi oleh perempuan.
Tujuan utama dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah pendekatan contingent self-esteem memiliki keterkaitan yang lebih baik
dengan tingkat perilaku presentasi diri seksual online. Hal ini dilakukan dengan
menguji ada tidaknya hubungan yang signifikan antara presentasi diri seksual
online dan contingent self-esteem.
Hasil analisis korelasi menunjukkan adanya hubungan yang lemah dan
positif antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem (r=0,218,
p=0,003). Dengan kata lain, peningkatan pada salah satu variabel juga akan
diikuti oleh peningkatan pada variabel lainnya, atau sebaliknya. Dalam konteks
penelitian ini terdapat beberapa kemungkinan. Semakin tinggi tingkat
contingent self-esteem maka akan semakin tinggi pula tingkat presentasi diri
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
seksual online, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat contingent self-esteem,
semakin rendah pula tingkat presentasi diri seksual online. Kemungkinan
lainnya adalah semakin tinggi tingkat presentasi diri seksual online maka akan
semakin tinggi pula tingkat contingent self-esteem. Sebaliknya, semakin rendah
tingkat presentasi diri seksual online, maka semakin rendah pula tingkat
contingent sefl-esteem.
Berdasarkan review literatur yang dilakukan oleh peneliti, belum ada
penelitian sebelumnya yang meneliti tentang hubungan antara presentasi diri
seksual online dan contingent self-esteem. Contingent self-esteem merujuk pada
self-esteem seseorang yang bergantung pada pencapaian standar atau ekspektasi
yang berasal dari luar diri individu tersebut (Deci & Ryan, 1995). Perilaku
individu yang self-esteem-nya cenderung kontingen merupakan upaya untuk
mencapai standar dan ekspektasi dari luar yang diberikan padanya. Hal ini
bermuara pada penerimaan dari orang lain yang kemudian membuat individu
tersebut merasa berharga. Peneliti menduga bahwa adanya hubungan yang
signifikan dalam penelitian terjadi karena konsep contingent self-esteem yang
sejalan dengan temuan-temuan sebelumnya tentang presentasi diri seksual
online.
Salah satu karakteristik perilaku remaja di situs jejaring sosial adalah
interaksi dengan teman sebaya. Oleh karena itu, perilaku online remaja di situs
jejaring sosialnya banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya (Subrahmanyam
& Smahel, 2010). Penelitian sebelumnya menemukan bahwa salah satu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
prediktor presentasi diri seksual online adalah norma teman sebaya
(Baumgartner et al., 2015). Penting bagi remaja untuk tampil secara menarik,
yaitu salah satunya dengan tampil seksi (Shafer et al., 2013). Dengan demikian,
tampil seksi merupakan salah satu norma atau standar yang perlu dicapai oleh
remaja untuk mendapatkan penerimaan dari teman sebayanya. Hal ini diperkuat
dengan kebutuhan untuk mencapai popularitas yang juga menjadi prediktor
perilaku presentasi diri seksual online (Baumgartner et al., 2015). Presentasi
diri seksual merupakan salah satu cara remaja agar mampu mencapai standar
dan popularitas tersebut.
Masih terkait dengan pengaruh teman sebaya pada perilaku online
remaja, prediktor lain yang ditemukan adalah tekanan dari teman sebaya untuk
melakukan presentasi diri seksual online (Cooper et al., 2016). Teman sebaya
dalam konteks ini termasuk tekanan dari pasangan. Tekanan ini terutama
dialami oleh remaja perempuan. Sejalan dengan tekanan teman sebaya,
prediktor intensi remaja melakukan presentasi diri seksual online adalah norma
subjektif (Walrave et al., 2013). Norma subjektif merujuk pada adanya
ekspektasi-ekspetasi orang lain agar individu melakukan presentasi diri seksual
online.
Selain itu, eksplorasi seksual di usia remaja semakin intensif. Situs
jejaring sosial mampu memfasilitasi segala bentuk eksperimen identitas seksual
yang dilakukan oleh remaja (Subrahmanyam & Smahel, 2011). Di sisi lain,
dorongan seksual remaja membuatnya terlibat dalam relasi romantis. Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
membuktikan bahwa presentasi diri seksual online dilakukan untuk membuat
pasangan yang potensial tertarik pada remaja (Cooper et al., 2016). Hal ini
dilakukan dengan mencapai standar sexual attractiveness, yaitu dengan tampil
seksi. Dengan kata lain, presentasi diri seksual online dilakukan remaja agar
terlihat menarik sehingga ia diterima oleh lawan jenis yang dianggap potensial
menjadi pasangan.
Jika dicermati, eksplorasi seksual, norma teman sebaya, tekanan dari
teman sebaya, dan norma subjektif sebagai prediktor perilaku presentasi diri
seksual
online
mengindikasikan
adanya
kebutuhan
untuk
mencapai
standar/norma atau ekspektasi-ekspetasi teman sebaya. Individu berupaya
mencapai standar dan ekspektasi tersebut agar mendapatkan penerimaan dari
orang lain sehingga dirinya merasa berharga. Dengan demikian, kemungkinan
self-esteem individu yang melakukan presentasi diri seksual online cenderung
bersifat kontingen. Hal ini sejalan dengan temuan penelitian ini yang
menunjukkan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara presentasi
diri seksual online dan contingent self-esteem.
Meski demikian, perlu diperhatikan bahwa hubungan yang ditemukan
antara presentasi diri seksual online dan contingent sefl-esteem cenderung
lemah. Hal ini makin dipertegas dengan nilai r sebesar 0,218. Jika dihitung
koefisien determinasinya, maka didapatkan nilai 0,047. Hal ini berarti,
contingent self-esteem hanya menjelaskan 4,7% variasi skor presentasi diri
seksual online. Kecilnya koefisien determinasi ini dapat disebabkan oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
faktor-faktor lain yang lebih berkontribusi pada munculnya presentasi diri
seksual online.
Sebagai analisis tambahan, peneliti ingin melakukan analisis korelasi
antara presentasi diri seksual dan self-esteem. Namun, data-data tersebut
melanggar uji asumsi linearitas sehingga tidak dapat dilanjutkan. Pelanggaran
atas uji linearitas mengindikasikan bahwa hubungan antara presentasi diri
seksual online dan self-esteem tidak terjadi secara linear. Hal ini kemungkinan
dipengaruhi oleh sifat heterogenitas self-esteem.
Penelitian-penelitian menemukan bahwa memiliki self-esteem yang
rendah terkait dengan perilaku-perilaku yang negatif (Mruk, 2006). Sebaliknya,
self-esteem yang tinggi terkait dengan perilaku-perilaku yang positif, seperti
resiliensi seseorang terhadap stress dan kecemasan. Namun demikian,
penelitian-penelitian yang lebih mutakhir membuktikan bahwa self-esteem
yang tinggi juga dapat menimbulkan perilaku yang negatif, seperti tindak
kekerasan, kecenderungan narsisistik, depresi terutama pada anak-anak,
kecenderungan meletakkan keyakinan pada sesuatu yang kurang nyata, sering
terpengaruh pada social desireability, rasionalisasi, egoistis, dan defensif
(Mruk, 2006; Racy, 2015). Dengan demikian, suatu perilaku yang negatif dapat
dipengaruhi baik oleh self-esteem yang tinggi ataupun rendah.
Adanya sifat heterogenitas self-esteem disebut sebagai hal yang
menyebabkan inkonklusivitas dalam penelitian-penelitian yang melibatkan
self-esteem selama ini (Mruk, 2006; Foddis & Campbell, 2003). Sifat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
hetergonitas ini juga terbukti muncul pada remaja (Kwan et al., 2009). Hal
inilah yang mungkin berpengaruh pada penelitian sebelumnya sehingga kaitan
antara self-esteem dan presentasi diri seksual online juga inkonklusif.
2. Keterbatasan Penelitian
Peneliti tidak memungkiri adanya beberapa keterbatas dalam penelitian
ini. Pertama, jumlah responden pada penelitian ini tergolong minim. Hal ini
ditambah dengan pengambilan sampel pada tahap pertama yang menggunakan
teknik purposive sampling. Dengan demikian, hasil penelitian ini belum dapat
digeneralisasi pada populasi.
Kedua, meski terbukti adanya korelasi yang signifikan antara kedua
variabel, namun koefisien korelasinya menunjukkan bahwa kuat korelasi
tergolong rendah. Kecilnya peran contingent self-esteem seseorang dalam
perilaku presentasi diri seksual online mengindikasikan bahwa contingent selfesteem saja tidaklah cukup untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
mempelajari fenomena presentasi diri seksual online, maupun dalam
intervensinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah pendekatan contingent selfesteem berlaku pada perilaku presentasi diri seksual online. Hal ini dilakukan
dengan menguji apakah ada hubungan antara tingkat presentasi diri seksual online
dengan contingent self-esteem. Hasilnya, terdapat hubungan yang lemah dan positif
antara presentasi diri seksual online dan contingent self-esteem.
B. SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan keterbatasan-keterbatasan yang ada dalam
penelitian ini, saran untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1. Suatu penelitian dapat digeneralisasi apabila sampel yang diambil cukup
representatif. Penelitian selanjutnya dapat menambah jumlah responden
dan menggunakan teknik random sampling agar sampel yang didapatkan
semakin mampu merepresentasikan populasi.
2. Hubungan antara contingent self-esteem dan presentasi diri seksual online
yang lemah memberikan peluang bagi penelitian selanjutnya untuk
menelusuri lebih lanjut tipe-tipe self-esteem lain atau faktor lain yang
berkontribusi terhadap munculnya presentasi diri seksual online.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
3. Penelitian selanjutnya dapat menggunakan desain analisis lain untuk
memperjelas hubungan antara presentasi diri seksual online dan contingent
self-esteem.
4. Penelitian selanjutnya juga dapat meneliti perilaku-perilaku lain dengan
meninjau baik dari sisi tingkat self-esteem dan sifat kontingensinya agar
mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif mengenai efek dari selfesteem terhadap suatu perilaku.
5. Secara tidak langsung, penelitian ini semakin mempertegas kelemahankelemahan praktis dan teoretis dari self-esteem. Diharapkan agar
selanjutnya self-esteem tidak hanya dilihat sebagai perasaan positif terhadap
diri semata. Selain tingkatnya, stabil atau tidaknya self-esteem juga perlu
mendapatkan perhatian dalam upaya intervensi.
6. Agar hasil penelitian dapat tersampaikan pada masyarakat, khususnya
praktisi, maka peneliti selanjutnya dapat memuat hasil penelitian ke dalam
jurnal ilmiah atau media lain yang memungkinkan masyarakat untuk
mengakses hasil penelitian tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, J. (2011). The effects of social network sites on adolescents’ social and academic
development: current theories and controversies. Journal of The American
Society for Information Science and Technology, 62(8), 1435-1445.
Ajzen, I. (2011). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and Human
Decision Processes, 50, 179-211.
Arnett, J. J. (2000). Emerging adulthood: A theory of development from the late teens
through the twenties. American Psychological Association, 55(5), 469-480.
Azwar, S. (2012). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Baumeister, R. F., Campbell, J. D., Krueger, J. I., & Vohs, K. D. (2003). Does high
self-esteem cause better performances, interpersonal success, happiness, or
healthier lifestyles. Psychological Science in the Public Interest, 4, 1-44.
Baumgartner, S. E., Sumter, S. R., Peter, J., & Valkenburg, P.M. (2015). Sexual selfpresentation on social network sites: Who does it and how is it perceived?
Computers in Human Behavior, 50, 90-100.
Baumgartner, S. E., Sumter, S. R., Peter, J., Valkenburg, P. M., & Livingstone, S.
(2014). Does country context matter? Investigating the predictors of teen
sexting across Europe. Computers in Human Behavior, 34, 157-164.
Benotsch, E. G., Snipes, D. J., Martin, A. M., Bull, S.S. (2013). Sexting, substance use,
and sexual risk behavior in young adults. Journal of Adolescent Health, 52,
307-313.
Berk, L. E. (2007). Exploring lifespan development. Boston: Pearson.
Bobkowski, P. S., Brown, J. D., & Neffa, D. R. (2012). “Hit me up and we can get
down” US youths’ risk behaviors and sexual self-disclosure in MySpace
profiles. Journal of Children and Media, 6(1), 119-134.
Bobkowski, P. S., Shafer, A., & Ortiz, R. R. (2016). Sexual intensity of adolescents’
online self-presentations: Joint contribution of identity, media consumption,
and extraversion. Computers in Human Behavior, 58, 64-74.
Bosson, J. & Swann, W. B., Jr. (2009). Self-esteem: Nature, origins, and consequences.
Dalam R. Hoyle & M. Leary (Eds.), Handbook of individual differences in
social behavior (pp. 527-546). New York: Guilford.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Brown, J. D. (2010). High self-esteem buffers negative feedback: Once more with
feeling. Cognition and Emotion, 24, 1389-1404.
Brown, B. B., & Larson, J. (2009). Peer relationships in adolescence. Dalam R. M.
Lerner & L. Steinberg (Eds.), Handbook of adolescent psychology, 3rd edition
(pp. 74-103). New York: Willey.
Buzwell, S., & Rosenthal, D. (1996). Constructing a sexual self: Adolescents’ sexual
self-perception and sexual risk taking. Journal of Research on Adolescent, 6,
489-513.
Campbell, R. L., & Foddis, W. F. (2003, Juli). Implicit and explicit self-esteem: Toward
an interactivist perspective. Makalah ilmiah yang dipresentasikan pada
Interactivist Summer Institute, Copenhagen.
Cooper, K., Quayle, E., Jonsson, N., & Svedin, C. G. (2016). Adolescent and self-taken
sexual images: A review of the literature. Computers in Human Behavior, 55,
706-716.
Crimmins, D.M., & Seigfried-Spellar, K. C. (2014). Peer attachment, sexual
experience, and risky online behaviors as predictor of sexting among
undergraduate students. Computers in Human Behavior, 32, 268-275.
Curtis, A. C. (2015). Defining adolescence. Journal of Adolescent and Family Health,
7(2), artikel 2.
Dake, J. A., Price, J. H., Marziarz, L., & Ward, B. (2012). Prevalence and correlates of
sexting behavior in adolescents. American Journal of Sexuality Educations,
7(1), 1-15.
Deci, L. E., & Ryan, R. M. (1995). Human autonomy: The basis for true self-esteem.
Dalam M. H. Kernis (Eds.), Efficacy, agency, and self-esteem (pp. 31-46). New
York: Plenum Press.
DeLamater, J., & Friedrich, W. N. (2002). Human sexual development. The Journal of
Sex Research, 39, 10-14.
Delevi, R., & Weisskirch, R. S. (2013). Personality factors as predictors of sexting.
Computers and Human Behavior, 29, 2589-2594.
Denis, H., & Cramer, D. (2011). Introduction to research methods in psychology.
Harlow: Pearson Education Limited.
Dir, A. L., Cyders, M. A., & Coskunpinar, A. (2013). From the bar to the bed via mobile
phone: a first test of the role of problematic alcohol use, sexting, and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
impulsivity-related traits in sexual hook-ups. Computers in Human Behavior,
29, 1664-1670.
Emler, N. (2001). Self-esteem: The cost and causes for low self-worth. New York:
York Publishing Service.
Englander, E. (2012). Low Risk Associated with Most Teenage Sexting: A Study of
617 18-Years-Old. Massachusetts Aggression Reduction Center, Bridgewater
State.
Ferris, D. L., Brown, D. J., Lian, H., & Keeping, L. M. (2009). When does self-esteem
relate to deviant behavior? The role of contingencies of self-worth. Journal of
Applied Psychology, 94(5), 1345-1353.
Ferguson, C. J. (2011). Sexting behaviors among young Hispanic woman: Incidence
and association with other high risk sexual behaviors. Psychiatric Quarterly,
82, 239-243.
Gardner, M., & Steinberg, L. (2005). Peer influence on risk taking, risk preference, and
risky decision making in adolescence and adulthood: An experimental study.
Developmental Psychology, 41(4), 625-635.
Gomez, L. C., & Ayala, E. S. (2014). Psychological aspects, attitudes and behavior
related to the practice of sexting: A systematic review of the existent literature.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 132, 114-120.
Gordon-Messer, D., Bauermeister, J. A., Grodzinski, A., & Zimmerman, M. (2013).
Sexting among young adults. Journal of Adolescent Health, 52, 301-306.
Harter, S. (2012). The construction of the self: A developmental perspective. New
York: Guilford Press.
Henderson, L., & Morgan, E. (2011). Sexting and sexual relationship among teens and
young adults. McNair Scholars Research Journal, 7(1).
Hudson, H. K. (2011). Factors affecting sexting behavior among selected
undergraduate students (Doctoral dissertation, University of Illinois,
Springfield,
USA).
Diunduh
dari
https://pdfs.semanticscholar.org/82db/961c6ff47693d91f38e0acc324a7fb4165
65.pdf
Hudson, H. K., & Fetro, J. V. (2015). Sexual activity: Predictors of sexting behavior
and intentions to sext among selected undergraduate students. Computer in
Human Behavior, 49, 615-622.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Jewell, J. A., & Brown, C. S. (2013). Sexting, catcalls, and butt slaps: How gender
stereotypes and perceived group norms predict sexualized behavior. Sex Roles,
69, 594-604.
Kernis, M. H. (203). Toward a conceptualization of optimal self-esteem. Psychological
Inquiry, 14(1), 1-26.
Kernis, M. H. (2006). Self-esteem Issues and Answers: A sourcebook of current
perspective. New York: Psychology Press.
Kerstens, J., & Stol, W. (2014). Receiving online sexual request and producing online
sexual images: the multifaceted and dialogic nature of adolescents’ online
sexual interactions. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research on
Cyberspace, 8(1), artikel 8.
Kim, E., Lee, J., Sung, Y., & Choi, S. M. (2016). Predicting selfie-posting behavior on
social network sites: An extension of theory of planned behavior. Computers in
Human Behavior, 62, 116-123.
Klettke, B., Hallford, D. J., & Mellor, D. J. (2014). Sexting prevalence and correlates:
A systematic literature review. Clinical Psychology Review, 34, 44-53.
Leary, M. R. (1999). The social and psychological importance of self-esteem. Dalam
M. R. Kowalski & M. R. Leary (Eds.), The social psychology of emotional and
behavioral problems: Interfaces of social and clinical psychology (pp. 197221). Washington DC: American Psychological Association.
Leary, M. R., & Kowalski, R. M. (1990). Impression management: A literature review
and two component model. Psychological Bulletin, 107(1), 34-47.
Leary, M. R., & Tangney, J. P. (2012). Handbook of self and identity. New York: The
Guilford Press.
Lenhart, A. (2009). Teens and sexting. Washington DC: Pew Internet & American Life
Project.
Lenhart, A., Madden, M., & Hitlin, P. (2005). Teens and technology. Washington DC:
Pew Internet & American Life Project.
Livingstone, S., & Brake, D. (2009). On the rapid rise of social networking sites: New
findings and policy implications. Children and Society, 24(1), 75-83.
Livingstone, S., Haddon, L., Gorzig, A., & Olafsson, K. (2011). Risk and safety on the
internet: The perspective of Europe children: Full findings. London: EU Kids
Online, LSE.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Livingstone, S., & Smith, P. K. (2014). Annual research review: Harms experienced
by child users of online and mobile technologies: The nature, prevalence and
management of sexual and aggressive risk in the digital age. The Journal of
Child Psychology and Psychiatry, 55(6), 635-654.
Mitchell, K. J., Filkenhor, D., & Wolak, J. (2007). Youth Internet users at risk for the
most serious online sexual solicitations. American Journal of Preventive
Medicine, 32, 532-537.
Mruk, C. J. (2006). Self-esteem research, theory, and practice. New York: Springer
Publishing Company.
Mruk, C. J. (2013). Defining self-esteem as a relationship between competence and
worthiness: How a two factor approach integrates the cognitive and affective
dimensions of self-esteem. Polish Psychological Bulletin, 44(2), 157-164.
Myers, D. G., & Twenge, J. M. (2013). New York: McGraw-Hill.
Nowak, A., Vallacher, R. R., Tesser, A., & Borkowski, W. (2000). Society of self: The
emergence of collective properties in self-structure. Psychological Review, 39,
39-61.
Pallant, J.(2001). SPSS survival manual: A step by step guide to data analysis using
SPSS. Philadelphia: Open University Press.
Priyono. (2016). Metode penelitian kuantitatif. Sidoarjo: Zifatama Publishing.
Racy, F. (2015). New directions in the controversial study of self-esteem: A review
with suggestion for future research. Behavioral Sciences Undergraduate
Journal, 2(1), 42-57.
Robins, R. W., Hendin, H. M., & Trzesniewski, K. H. (2001). Personality and Social
Psychology Bulletin, 27(2), 151-161.
Rahmawati, S., Yusainy, C. A., & Nurwanti, R. (2014). Selfie: Peranan jenis komentar
tehadap hubungan antara kecemasan sosial dan perilaku agresif perilaku selfie.
Progam Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas
Brawijaya, Malang.
Salimkhan, G., Manago, A. M., & Greenfield, P. M. (2010). The construction of the
virtual self on MySpace. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial Research
on Cyberspace, 4, artikel 1.
Santrock, J. W. (2011). Life-span development. New York: McGraw-Hill.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Sarabia, I., & Estevez, A. (2016). Sexualized behavior on Facebook. Computers in
Human Behavior, 61, 219-226.
Scholes-Balog, K., Francke, N., & Hemphill, S. (2016). Relationships between sexting,
self-esteem, and sensation seeking among Australian young adults.
Sexualization, Media, & Society, 1-8.
Sedikes, C., & Spencer, S. J. (2007). The self. New York: Psychology Press.
Setyanti, C. A. (2015, Oktober 12). Duck face ditinggalkan, fish gape mulai populer
untuk
selfie.
CNN
Indonesia.
Diunduh
dari
http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20151009144911-277-83971/duckface-ditinggalkan-fish-gape-mulai-populer-untuk-selfie/
Shafer, A., Bobkowski, P., & Brown, J. D. (2013). Sexual media practice: How
adolescents select, engage with, and are affected by sexual media. Dalam K. E.
Dill (Ed.), The oxford handbook of media psychology (pp. 223-251). New York:
Oxford University Press.
Shidqiyyah, S. (2016, Juli, 24). Fingermouthing, gaya foto selfie yang sedang tren.
Brilio.net. Diunduh dari https://www.brilio.net/cewek/fingermouthing-gayafoto-selfie-yang-sedang-tren--1607248.html
Siibak, A. (2009). Constructing the self through the photo selection-Visual impression
management on social networking websites. Cyberpsychology: Journal of
Psychosocial Research on Cyberspace, 3(1), artikel 1.
Silaban, F. (2015, Oktober 12). Trend duck face selfie sudah berakhir. Coba gaya ini!
ELLE Indonesia. Diunduh dari http://elle.co.id/news/lifestyle/tren-duck-faceselfie-sudah-berakhir-coba-gaya-ini
Soeparyono, A. (2015, Desember 18). 8 jenis ekspresi selfie andalan para seleb cewek
di
Instagram
(bagian
1).
Kawanku
Magazine.
Diunduh
dari
http://kawankumagz.com/Feature/Celeb-And-Entertainment/8-Jenis-EkspresiSelfie-Andalan-Para-Seleb-Cewek-Di-Instagram-Bagian-1
Soeparyono, A. (2015, Desember 18). 8 jenis ekspresi selfie andalan para seleb cewek
di Instagram (bagian 2). Kawanku Magazine. Diunduh dari
http://kawankumagz.com/Feature/Celeb-And-Entertainment/8-Jenis-EkspresiSelfie-Andalan-Para-Seleb-Cewek-Di-Instagram-Bagian-2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Strano, M. M. (2008). User descriptions and interpretations of self-presentation
through Facebook profile images. Cyberpsychology: Journal of Psychosocial
Research on Cyberspace, 2, artikel 5.
Subrahmanyam, K., & Smahel, D. (2011). Advancing responsible adolescent
development: Digital youth – The role of media in development. New York:
Springer
The National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy. (2009). Sex and
tech: Results from a survey of teens and young adults. Washington DC: The
National Campaign to Prevent Teen and Unplanned Pregnancy.
Understanding Teenangers (2010). Teenagers & Sexting: What is it & what to do about
it.
Diakses
pada
Oktober,
2,
2016
dari
http://understandingteenangers.com.au/blog/2010/07/teenagers-sexting-whatis-it-what-to-do-about-it/
Vandenbosch, L., Van Oosten, J. M. F., & Peter. J. (2015). The relationship between
sexual content mass on social media: A longitudinal study. Cyberpsychology,
Behavior, and Social Networking, 18, 697-703.
Van Oosten, J. M. F., Peter, J., & Boot, I. (2014). Exploring associations between
exposure to sexy online self-presentations and adolescents’ sexual attitudes and
behavior. Journal of Youth and Adolescent.
Van Oosten, J. M. F., & Vandenbosch, L. (2017). Sexy online self-presentation on
social network sites and the willingness to engage in sexting: A comparison of
gender and age. Journal of Adolescence, 54, 42-50.
Walrave, M., Heirman, W., & Hallam, L. (2013). Under pressure to sext? Applying the
theory of planned behavior to adolescent sexting. Behavior & Information
Technology, 1-13.
Walrave, M., Ponnet, K., Van Ouytsel, J., Van Gool, E., Heirman, W., & Verbeek, A.
(2015). Whether or not to engage in sexting: Explaining adolescent sexting
behavior by applying the prototype willingness model. Telematics and
Informatics, 32, 796-808.
Ybarra, M. L., & Mitchell, K. J. (2014). “Sexting” and its relation to sexual activity
and sexual risk behavior in a National Survey of Adolescents. Journal of
Adolescent Health, 55, 757-754.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Skala Penelitian
Penjelasan dan Pernyataan Kesediaan
Halo, teman-teman! Perkenankan kami memperkenalkan diri terlebih dahulu, ya.
Kami, Siswa Widyatmoko, Haksi Mayawati, Cahyani Indah Triyani, Matha Hesty,
Jenifer Siandita, dan Fidelia Kasita.
Kami adalah kelompok yang ingin lebih memahami perilaku remaja dalam dunia maya.
Untuk itu, kami ingin meminta bantuan teman-teman untuk mengisi kuesioner ini.
Teman-teman sangat diharapkan untuk memberikan jawaban yang jujur, spontan, dan
apa adanya. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah, jawaban yang tepat adalah
jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri teman-teman.
Informasi yang teman-teman berikan mungkin bersifat pribadi, oleh karena itu kami
menjaga kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh teman-teman. Angket ini bersifat
anonin atau tanpa nama, sehingga kami tidak mengetahui identitas teman-teman.
Dalam mengisi kuesioner ini, teman-teman membutuhkan waktu kurang lebih 20
menit. Jika teman-teman merasa keberatan, teman-teman boleh meninggalkan
kuesioner ini tanpa sanksi apapun. Sebagai bentuk terima kasih, kami juga
menyediakan pulsa sebesar Sepuluh Ribu Rupiah (Rp 10.000,00) bagi teman-teman
yang bersedia menyelesaikan kuesioner ini dengan lengkap. Informasi tersebut akan
kami cantumkan di akhir kuesioner ini.
Jika ada hal-hal yang belum jelas, teman-teman dapat bertanya melalui email
[email protected] atau [email protected]. Terimakasih :))
Setelah membaca dan memahami penjelasan kami di atas, apakah teman-teman
bersedia berpartisipasi dalam mengisi angket online ini?
o YA
o TIDAK
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
DEMOGRAFI
Di bawah ini terdapat beberapa pernyataan tentang data diri, silakan diisi.
1. Usia:…
2. Jenis Kelamin:
o Laki-laki
o Perempuan
3. Suku bangsa/etnis
o Bali
o Jawa
o Batak
o Flores
o Bugis
o Minang
o Dayak
o Tionghoa
o Lainlain
4. Pendidikan saat ini
o SMP
o S1
o SMA/SMK
o S2
o D1/D2/D3
5. Di lingkungan mana kamu dibesarkan?
o Kawasan perkotaan
o Kawasan pinggir kota
o Kawasan pedesaan
6. Agama
o Budha
o Islam
o Hindhu
o Kristen
o Katolik
o Kong
Hu Cu
7. Status relasi
o Berpacaran
o Tidak berpacaran
o Lainlain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
o Lainnya
8. Ketertarikan seksual
o Saya tertarik dengan lawan jenis
o Saya tertarik dengan sesama jenis
o Saya tertarik dengan sesma jenis dan lawan jenis
9. Sosial media yang dimiliki (boleh lebih dari satu)
o Facebook
o Instagram
o Twitter
o Tinder
o Path
o Line
o Youtube
10. Berapa jam dalam sehari kamu mengakses sosial media?
o 1-2 jam per hari
o 3-4 jam per hari
o 5-6 jam per hari
o Lebih dari 6 jam perhari
11. Sosial media apa saja yang paling sering kamu akses? (boleh lebih dari satu)
o Facebook
o Instagram
o Twitter
o Tinder
o Path
o Line
o Youtube
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
SKALA PRESENTASI DIRI SEKSUAL ONLINE
Dalam tiga bulan terakhir, seberapa sering kamu berfoto selfie dengan:
1. Berpose atau bergaya sexy, sensual, hot
1
2
3
Tidak
Jarang
Kadangpernah
kadang
2. Berpakaian sexy, minin, atau terbuka
4
Sering
5
Sangat
sering
1
2
3
Tidak
Jarang
Kadangpernah
kadang
3. Tatapan mata sexy, meggoda
4
Sering
5
Sangat
sering
1
2
3
4
5
Tidak
Jarang
KadangSering
Sangat
pernah
kadang
sering
4. Dandanan (misalnya riasan atay gaya rambut) yang seksi
1
2
3
4
Tidak
Jarang
KadangSering
pernah
kadang
5. Memperlihatkan bentuk tubuh yang seksi
5
Sangat
sering
1
2
3
4
5
Tidak
Jarang
KadangSering
Sangat
pernah
kadang
sering
6. Ekespresi wajah sexy, menggoda, atau menarik perhatian
1
2
3
4
5
Tidak
Jarang
KadangSering
Sangat
pernah
kadang
sering
7. Dalam 3 bulan terakhir ini, apakah kamu pernah mengupload foto selfie
bernuansa seksi tersebut ke media sosial?
o Pernah mengupload
o Tidak pernah mengupload
o Saya tidak pernah melakukan foto selfie bernuansa sexy
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
SKALA CONTINGENT SELF-ESTEEM
Dibawah ini terdapat beberapa pernyataan yang menyangkut diri seseorang. Bacalah
setiap pernyataan dengan teliti dan tentukan sejauh mana pernyataan tersebut sesuai
dengan diri Anda. Berilah tanda silang (X) pada satu pilihan jawaban yang paling
mencerminkan diri Anda. Tidak ada jawaban yang benar ataupun salah; jawaban yang
paling benar adalah yang paling sesuai dengan diri Anda.
1. Jika aku melakukan sesuatu dengan kompeten, maka aku semakin merasa
berharga/berarti.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
2. Ketika aku mengalami kegagalan, aku tetap merasa diriku berharga/berarti.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
3. Aku menyukai diriku ketika aku bisa melakukan sesuatu sesuai dengan standar
yang telah aku tetapkan.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
4. Perasaanku terhadap diriku dipengaruhi oleh sejauh mana orang lain menyukai dan
menerimaku.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
5. Aku merasa keadaanku lebih baik jika aku memiliki relasi yang baik dengan
seseorang.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
6. Jika penampilanku menarik, maka aku semakin merasa berharga/berarti.
1
Sangat tidak
sesuai
2
Tidak sesuai
3
Netral
4
Sesuai
5
Sangat sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
7. Perasaanku terhadap diriku dipengaruhi oleh perkataan dan pendapat orang lain
tentang diriku.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
8. Jika orang lain berpendapat bahwa aku baik, maka aku merasa diriku
berharga/berarti.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
9. Ketika aku mendapatkan perakuan buruk dari orang lain, aku tetap merasa diriku
berharga/berarti.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
10. Aku semakin merasa berharga/berarti ketika aku dapat melakukan sesuai harapan
orang lain.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
11. Jika seseorang menyukaiku, hal itu memengaruhi bagaimana perasaanku terhadap
diriku.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
12. Ketika tindakanku tidak sesuai dengan harapan-harapanku, aku merasa tidak puas
dengan diriku sendiri.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
13. Ketika aku tidak dapat menampilkan yang terbaik, aku tetap merasa diriku
berharga/berarti.
1
Sangat tidak
sesuai
2
Tidak sesuai
3
Netral
4
Sesuai
5
Sangat sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
14. Perasaanku terhadap diriku sangat dipengaruhi oleh seberapa baik penampilanku.
1
2
3
4
5
Sangat tidak
Tidak sesuai
Netral
Sesuai
Sangat sesuai
sesuai
15. Ketika mengalami penolakan, aku tetap merasa diriku berharga/berarti.
1
Sangat tidak
sesuai
2
Tidak sesuai
3
Netral
SKALA SELF-ESTEEM
Aku merasa diriku sangat berarti/berharga
o
o
o
o
o
o
o
1 : Sangat tidak sesuai
2 : Tidak sesuai
3 : Agak tidak sesuai
4 : Netral
5 : Agak sesuai
6 : Sesuai
7 : Sangat sesuai
4
Sesuai
5
Sangat sesuai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Lampiran 2.1. Uji Reliabilitas Skala Sexy Online Self-Presentation
Case Processing Summary
N
Valid
Cases
%
181
100.0
0
.0
181
100.0
Excludeda
Total
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.965
6
Lampiran 2.2. Uji Reliabilitas Skala Contingent Self-Esteem
Case Processing Summary
N
Valid
Cases
%
181
100.0
0
.0
181
100.0
Excludeda
Total
a. Listwise deletion based on all variables in the
procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
N of Items
Alpha
.654
15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Lampiran 2.3. Uji Reliabilitas Skala Single-Item Self-Esteem
Correlations
SISE Tes 1
Pearson Correlation
SISE Tes 1
.443*
1
Sig. (2-tailed)
.018
N
SISE Tes 2
SISE Tes 2
28
28
*
1
Pearson Correlation
.443
Sig. (2-tailed)
.018
N
28
28
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Lampiran 3. Uji Normalitas Tingkat Presentasi Diri Seksual Online, Contingent
Self-Esteem, dan Self-Esteem
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Shapiro-Wilk
Sig.
Statistic
df
Sig.
CSE
.060
181
.200*
.993
181
.477
RSE
.346
181
.000
.803
181
.000
Tingkat Presentasi Diri
.339
181
.000
.746
181
.000
Seksual Online
*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Lampiran 4.1. Uji Linearitas Presentasi Diri Seksual Online dan Contingent SelfEsteem
ANOVA Table
Sum of
df
Mean
Squares
(Combined)
F
Sig.
Square
1017.801
28
36.350
1.033
.430
339.392
1
339.392
9.641
.002
678.409
27
25.126
.714
.847
Within Groups
5350.680
152
35.202
Total
6368.481
180
Between Groups Linearity
Tingkat_Sexy_Selfie
Deviation from Linearity
* CSE
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lampiran 4.2. Uji Linearitas Presentasi Diri Seksual Online dan Self-Esteem
ANOVA Table
Sum of
df
Mean
Squares
(Combined)
F
Sig.
Square
1183.032
6
197.172
6.616
.000
41.445
1
41.445
1.391
.240
1141.587
5
228.317
7.661
.000
Within Groups
5185.449
174
29.801
Total
6368.481
180
Between Groups Linearity
Tingkat_Sexy_Selfie
Deviation from Linearity
* RSE
Lampiran 5. Uji Spearman’s Rho Presentasi Diri Seksual Online dan SelfEsteem
Correlations
CSE
Tingkat
Presentasi Diri
Seksual Online
1.000
.218**
.
.003
181
181
.218**
1.000
Sig. (2-tailed)
.003
.
N
181
181
Correlation Coefficient
CSE
Sig. (2-tailed)
N
Spearman's rho
Correlation Coefficient
Tingkat Presentasi
Diri Seksual Online
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Download