BAB I - IPB Repository

advertisement
77
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Komponen Bioaktif Propolis
Berdasarkan analisis fitokimia, didapatkan hasil secara kualitatif senyawa
yang terkandung dalam propolis Indonesia (PI) hampir sama dengan propolis
Brasil (PB), kecuali kandungan saponinnya dimana PB tidak mengandung
saponin (Tabel 6). Selain itu dapat dilihat bahwa kandungan flavonoid serta
senyawa fenolik dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding PB. Hal ini
menunjukkan bahwa PI mirip dengan kandungan propolis Cina yang banyak
mengandung flavonoid dan asam fenolat. Negara lainnya yang terbukti
mempunyai kandungan flavonoid tinggi pada propolisnya adalah Argentina,
Australia, Bulgaria, Hungaria, New Zealand, dan Uruguay. Sedangkan
kandungan PB terutama mengandung terpenoid, turunan prenylated (Bankova et
al. 2008; Kumazawa et al. 2004).
Hasil analisis fitokimia secara kualitatif PI ditemukan tanin, flavanoid,
steroid. Kandungan tersebut juga ditemukan pada propolis Pandeglang dalam
penelitian Tukan (2009). Namun propolis pada penelitian Tukan tidak
mengandung alkaloid yang dikandung pada PI di penelitian ini.
Tabel 6. Hasil analisis fitokimia secara kualitatif
Golongan
Ekstrak Etanol PI
Ekstrak Etanol PB
1. Flavonoid & senyawa
fenolik
2. Tanin
3. Minyak Atsiri
4. Steroid & Triterpenoid
5. Saponin
6. Alkaloid
7. Glikosida
8. Gula Produksi
++
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Keterangan: Tanda + menunujukkan ada kandungan, dan tanda – menunjukkan tidak ada atau
tidak terdeteksi. Tanda ++ menunjukkan lebih banyak dari tanda +
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
78
Uji komponen bioaktif propolis untuk mencari komponen bioaktif CAPE
dan Artepillin C dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi. Komponen
Artepillin C hanya ditemukan pada PB dan tidak pada PI. Sedangkan komponen
bioaktif CAPE tidak ditemukan pada kedua propolis tersebut. Hal ini mendukung
penemuan Sforcin dan Bankova (2011) dan Salatino et al. (2005) yang
menyatakan bahwa kandungan utama PB (Green Brazilian) adalah prenylated pcoumaric acid dimana Artepillin C merupakan komponen bioaktif dari
kandungan ini. Sedangkan komponen bioaktif CAPE biasanya ditemukan pada
jenis propolis “poplar” yaitu yang berasal dari Eropa, Amerika Utara, beberapa
daerah non-tropis di Asia, dan New Zealand (Sforcin & Bankova 2011; Bankova
et al. 2000).
Tidak ditemukannya CAPE dan Artepillin C pada PI juga sejalan dengan
penelitian lain yang menggunakan juga PI yaitu penelitian Tukan (2009) dengan
menggunakan propolis dari Pandeglang, penelitian Syamsudin et al. (2009) yang
menggunakan propolis dari tiga tempat yang berbeda di Jawa dan penelitian
Trusheva et al. (2011) menggunakan propolis di Jawa Timur.
Uji komponen bioaktif kemudian dilanjutkan dengan menggunakan
teknik kromatografi gas spektrometri massa (KG-SM). Berdasarkan teknik KGSM, ditemukan komponen bioaktif utama dalam PI yaitu α Amyrin, cyclolanost,
turunan fenol (termasuk senyawa resorcinol), senyawa eudesmane, senyawa
ethyl acridine, senyawa lupeol, senyawa friedoolean, senyawa pyrimidine.
Sedangkan komponen bioaktif utama dari PB adalah α Amyrin, β Amyrin,
hydrocinnamic ethyl ester, Cyclolanost, turunan fenol, dan senyawa pyrimidine
(Tabel 7).
Komponen bioaktif propolis yang hanya ditemukan pada PI dan tidak
pada PB adalah senyawa lupeol, senyawa friedooleanan, 5 heptyl resorcinol,
senyawa eudesmane, dan senyawa ethyl acridine. Sedangkan β Amyrin dan
Hydrocinnamic ethyl ester hanya ditemukan pada PB dan tidak pada PI. Semua
komponen bioaktif yang ditemukan pada PI dan PB, terlihat bahwa PI
mempunyai kandungan lebih besar daripada PB yaitu α Amyrin (1.5 kali),
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
79
cyclolanost (8.7 kali), turunan fenol (1.2 kali) dan senyawa pyrimidine (2 kali)
(Lampiran 8, 9 dan 10)
Dari semua kandungan bioaktif yang ditemukan pada PB dan PI,
kandungan kimia yang pertama kali ditemukan pada propolis adalah senyawa
friedoolean, senyawa eudesmane, ethyl acridine dan senyawa pyrimidine. Semua
temuan baru ini berbeda dengan penelitian Syamsudin et al. (2009)
menggunakan PI dari tiga tempat yang berbeda di Indonesia (Batang, Lawang,
dan Sukabumi) yaitu menemukan 1,3-bis(trimethylsilylloxy)-5,5-proyllbenzene,
3,4-dimethylthio quinoline, 4-oxo-2-thioxo-3-thiazolidinepropionic acid, D-gluco
furanuronic acid, dofuranuronic acid, patchoulene dan 3-quinolinecarbox
amine.
Komponen α Amyrin, β Amyrin, lupeol, senyawa friedooleanan dan
cyclolanost merupakan senyawa triterpenoid. Ditemukannya komponen α
Amyrin, β Amyrin dan lupeol pada PB sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Furukawa et al. (2002). Sedangkan pada PI ditemukan komponen α Amyrin,
senyawa lupeol dan senyawa friedoolean.
Ditemukannya komponen α Amyrin dan cyclolanost pada PI sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tukan (2009). Komponen α, ß-Amyrin
dan lupeol diketahui mempunyai khasiat antiinflamasi (Pinto et al. 2007; Akihisa
et al. 2010) dan antitumor (Akihisa et al, 2010; Akihisa et al. 2001; Saleem et al.
2001). Senyawa friedooleanan juga mempunyai aktifitas antiinflamasi (Akihisa
et al. 1994) dan anti tumor (Akihisa et al. 2001; Tanaka 2008).
Senyawa cyclolanost yang ditemukan pada PI lebih besar 8 kali lipat
dibanding dengan PB. Senyawa cyclolanost yaitu suatu senyawa saponin
cycloartane yang telah diteliti oleh Shen et al. (2008) secara in vitro berkhasiat
sitotoksik terhadap human prostate tumor cell line. Penelitian yang dilakukan
oleh Tukan (2009), menemukan bahwa senyawa cyclolanost mempunyai
aktifitas antibakteri yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diisolasi
dari usus halus sapi. Cyclolanost merupakan senyawa saponin cycloartane yang
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
80
ditemukan pertama kali pada propolis oleh Trusheva et al. (2011) yang
menggunakan propolis dari Jawa Timur.
Tabel 7. Hasil analisis komponen bioaktif dengan KGSM/GCMS
Komponen bioaktif
Terpenoid
α Amyrin
Propolis
Indonesia PI
(%)
Propolis
Brasil - Perbandingan PI
PB
dan PB (PI/PB)
(%)
4.32
2.87
1.5
-
1.40
-
Senyawa lupeol
0.68
-
-
Senyawa friedooleanan
3.92
-
-
Cyclolanost
15.75
1.81
8.7
Senyawa eudesmane
0.66
-
-
0.57
0.47
1.2
9.33
-
-
-
9.70
-
Senyawa Nitrogen
Senyawa ethyl acridine
1.93
-
-
Senyawa pyrimidine
0.81
0.40
2
β Amyrin
Senyawa Polifenol
Turunan fenol
5 heptyl resorcinol
Prenylated p-coumaric acid
Hydrocinnamic ethyl ester
Senyawa terpen lainnya adalah komponen eudesmane yang merupakan
suatu senyawa sesquiterpen lakton eudesmane dan hanya ditemukan pada PI.
Pada penelitian Zhang et al. (2010) komponen ini mempunyai sifat sitotoksik
terhadap beberapa cell line kanker.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
81
Berbagai penelitian menunjukkan komponen fenol seperti flavonoid,
asam aromatik dan benzopiren mempunyai efek biologis yang sangat bermanfaat
untuk pengobatan (Bankova et al. 2000; Burdock 1998; Sforcin 2007). Propolis
diketahui mempunyai kandungan flavonoid yang tinggi (Ahn et al. 2007;
Bankova et al. 2008; Chen et al. 2004; Coneac et al. 2008; Kumazawa et al.
2004; Salatino et al. 2005; Sheng et al.2007). Pada penelitian secara in vitro
diketahui bahwa flavonoid mempunyai efek antiimflamasi, antialergi, antiviral,
dan antikarsinogenesis (Middleton 1998; Middleton et al. 2000; Benavente &
Castillo, 2008; Moon et al. 2006; González-Gallego et al. 2010).
Pada PI banyak mengandung senyawa polifenol seperti turunan fenol dan
senyawa resorcinol. Senyawa 5 heptyl resorcinol, merupakan kandungan yang
pertama kali ditemukan pada PI. Senyawa resorcinol juga ditemukan pada
penelitian Trusheva et al. (2011) yang tepatnya menemukan empat kandungan
alk(en)ylresorcinol. Penemuan ini merupakan yang pertama kali di dunia.
Resorcinol merupakan turunan dari fenol (WHO 2006). Senyawa resorcinol
ditemukan secara luas di berbagai produk seperti pada broad bean (Vicia faba),
komponen pembentuk rasa pada honey mushroom (Armillaria mellea) dan
ditemukan pada eksudat bibit bunga lili (Nuphar lutea). Senyawa polifenol
merupakan senyawa yang berkhasiat terutama sebagai antioksidan (Nijveldt et
al. 2001).
Komponen Hydrocinnamic ethyl ester adalah bentuk ester hydrocinnamic
acid yang merupakan senyawa prenylated p-coumaric acids. Senyawa ini hanya
ditemukan pada PB. Hal ini memang mendukung pembuktian dari Bankova et
al. (2008) yaitu turunan prenylated terutama berasal dari PB. Senyawa ini
mempunyai efek antibakteri dan antiparasit (Marcucci et al. 2001),
hepatoprotektif dan antitumor (Bankova 2005a)
Komponen ethyl acridine adalah turunan dari acridine merupakan salah
satu komponen yang baru ditemui pada propolis. Komponen ini tidak ditemukan
pada penelitian lainnya yang menggunakan PI. Ethyl acridine mempunyai efek
anti tumor pada murine Lewis lung carcinoma (Finlay et al. 1993; Finlay &
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
82
Bagulay 1989), antitumor pada tumor solid (Kestel et al. 1999), dan leukemia
(Finlay et al. 1996). Komponen ini merupakan agen antitumor yang berikatan
dengan Topoisomerase II DNA dan mempunyai DNA binding properties.
Pyrimidine merupakan senyawa aromatik heterosiklik organik yang mirip
dengan benzene dan pyridine. Penelitian terhadap senyawa pyrimidine seperti
oleh Dao dan Grinberg (1963) ditemukan bahwa pyrimidine berkhasiat pada
pengobatan pasien kanker payudara. Penelitian lain yang dilakukan oleh Saad
(2001) menemukan bahwa pyrimidine berkhasiat pada pengobatan solid tumor.
Perbedaan kandungan bioaktif antara PI dan PB ini sekali lagi
mendukung pernyataan Bankova (2005b) yaitu bahwa kandungan propolis
sangat dipengaruhi oleh letak geografis, jenis lebah, jenis tanaman habitatnya,
dan musim.
5.2.Analisis Kandungan Vitamin dan Mineral Propolis
Berdasarkan hasil analisis kandungan vitamin dan mineral didapatkan
bahwa kedua jenis propolis mengandung zat gizi vitamin A, C, E, B1, B2, B6,
dan mineral Cu, Zn, Mn, Fe, Na, Ca, dan Mg. Temuan berbagai jenis vitamin
dan mineral pada PI mendukung penelitian sebelumnya yang telah menemukan
kandungan
vitamin dan mineral pada propolis (Bankova et al. 2000; Hegazi
1998; Syamsudin et al. 2009). Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang
mengkaji kandungan gizi vitamin dan mineral dari PI.
Hampir semua kandungan vitamin dan mineral pada PI lebih tinggi dari PB
kecuali kadar vitamin A (Tabel 8). Beberapa kandungan vitamin dan mineral PI
jauh melebihi PB yaitu terutama berturut-turut vitamin B2 (115.6 kali lipat),
vitamin B1 (44 kali lipat), magnesium (43 kali lipat), vitamin C (27.6 kali lipat),
vitamin B6 (17.5 kali lipat) dan vitamin E (10.2 kali lipat), hal tersebut
kemungkinan disebabkan karena untuk analisa PI digunakan ekstrak propolis
segar yang baru dibuat sedangkan untuk analisa PB digunakan ekstrak propolis
yang sudah dilarutkan dalam propilenglikol sehingga mempengaruhi kadar dari
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
83
vitamin yang seperti diketahui vitamin adalah zat organik sehingga dapat rusak
karena penyimpanan dan pengolahan (Almatsier 2006).
Tabel 8. Hasil uji zat gizi vitamin dan mineral Propolis Indonesia dan Brasil
Vitamin A
IU/100
gram
Propolis
Indonesia
(PI)
< 0.5
tt/tt
Vitamin B1
mg/100
gram
1.10
1.14/1.07
0.05
<0.025
tt/tt
-
>44
Vitamin B2
mg/100
gram
2.89
2.92/2.88
0.03
<0.025
tt/tt
-
>115.6
Vitamin B6
mg/100
gram
0.35
0.33/0.36
0.02
<0.02
tt/tt
-
>17.5
Vitamin C
mg/100
gram
5.51
5,51/-
-
<0.2
tt/tt
-
>27.6
Vitamin E
mg/kg
4.09
4.61/3.56
0.74
0.40
0.41/0.39
0.01
10.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
4.51
4.55/4.47
0.06
1,07
1.17/0.98
0.13
4.2
Seng (Zn)
mg/kg
35.2
35.6/34.7
0.64
1.61
1.87/1.36
0.36
21.9
Mangan (Mn)
mg/kg
5.98
5.98/5.83
0.11
0.30
0.28/0.31
0.02
20
Besi (Fe)
mg/kg
5.32
5.78/4.86
0.65
3.22
3.22/-
-
1.7
Natrium (Na)
mg/100
gram
56.6
-
-
34.0
34/-
-
1.7
Kalsium (Ca)
mg/100
gram
69.6
-
-
1.04
1.04/-
-
67
Magnesium
((Mg)
mg/100
gram
80.6
-
-
1.86
1.84/1.88
0.03
43.3
Parameter
Satuan
Propolis
Brasil (PB)
SD
(PB)
-
445
448.5/441.35
5.06
Perbandingan
PI dan PB
(PI/PB)
<0.001
SD (PI)
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
84
Vitamin B merupakan koenzim dalam proses reaksi reduksi oksidasi
metabolisme karbohidrat (B1 atau tiamin), protein (B6 atau piridoksin) dan
lemak (B3 atau niasin) untuk menghasilkan energi (Disckinson 2002). Vitamin
A, C, E, tembaga, dan Zn berperan sebagai antioksidan dan dapat mencegah
kerusakan sel akibat radikal bebas (Maggini 2007; Winarsi 2007).
Magnesium bersama dengan kalsium, mangan, vitamin D, fosfor, dan
fluoride berperan dalam metabolisme tulang (Dickinson, 2002), membantu
dalam pembentukan formasi tulang dan secara tidak langsung terlibat dengan
hormon pengatur metabolisme tulang (Cotter et al. 2007). Selain berguna dalam
pembentukan tulang, mangan (Mn) merupakan komponen esensial dalam enzim
yang terlibat dalam metabolisme karbohidrat, protein dan lemak (Dickinson
2002).
Kegunaan mineral tembaga adalah untuk memepertahankan kesehatan
tulang, pembuluh darah dan saraf (Fernandez & Adams 2007). Sedangkan
kegunaan besi (Fe) adalah sebagai komponen pembentuk hemoglobin yang
berguna dalam transportasi oksigen ke seluruh jaringan tubuh, dan juga sebagai
komponen dalam berbagai protein dan enzim (Dickinson 2002).
5.3.Analisis Aktifitas Antioksidan
Metode yang digunakan untuk menguji aktifitas antioksidan ada beberapa
yaitu dengan menggunakan metode β-carotene bleaching, ferric thiocyanate
(FTC), ferric reducing ability assay (FRAP), chemoluminescenscence assay dan
dengan assay antiradikal 1,1-diphenyl-2-pierylhydrazyl (DPPH). Pada penelitian
ini digunakan metode yang ke-dua untuk menguji aktifitas antioksidan pada PI
dan PB. Metode penelitian DPPH merupakan metode yang paling sering
digunakan dan telah berhasil baik dalam mengukur aktifitas antioksidan (Sawaya
et al. 2011). Penelitian ini merupakan yang pertama kali dalam hal pengujian
efek antioksidan yang terkandung dalam PI.
Efek antioksidan dipengaruhi oleh kandungan polifenol dalam propolis
yaitu salah satunya adalah flavonoid. Kumazawa et al. (2004) meneliti
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
85
kandungan polifenol dan flavonoid yang berasal dari 16 negara menemukan
bahwa propolis dari negara Argentina, Australia, Cina, Hungaria dan New
Zealand mempunyai aktifitas antioksidan yang tinggi dan berkorelasi dengan
kandungan polifenol dan flavonoidnya. Matsushige et al. (1996) mengisolasi
komponen ekstrak Baccharis dracunculifolia propolis yang menunjukkan adanya
aktifitas antioksidan lebih kuat dari vitamin C dan E.
Pada penelitian ini ditemukan bahwa kandungan flavonoid dan senyawa
fenol dari PI lebih tinggi dua kali lipat dibanding PB. Namun, uji aktifitas
ditemukan bahwa PB mempunyai aktifitas antioksidan 1.2 kali lipat lebih kuat
dari PI yaitu PB 55451.95 dan PI 44656.8 (Tabel 9). Hal tersebut mungkin
dipengaruhi oleh kandungan aktif dari propolis PB yang mempunyai aktifitas
antioksidan selain flavonoid. Namun lebih jauh lagi Kumazawa et al. (2003),
menemukan bahwa komponen caffeic acid, quarcetin, kaempferol, phenetyl
caffeate, cinamyl caffeate dan artepillin C mempunyai aktifitas antiradikal DPPH
kuat melebihi 60%. Pada penelitian ini diketahui bahwa PB mempunyai
kandungan bioaktif utama yang tidak dimiliki oleh PI yaitu Artepillin C.
Hasil uji t-student aktifitas antioksidan PI dan PB menyatakan bahwa ada
perbedaan yang bermakna diantara PI dan PB dengan p=0.02 (p< 0.05) yang
menunjukkan bahwa PB mempunyai kekuatan antioksidan lebih kuat dari PI.
Tabel 9. Hasil uji aktifitas antioksidan PI dan PB
No.
1
Jenis Contoh
PI in Alkohol 20%
Unit
μg/g AAE
Aktifitas Antioksidan
44656.8±574.17
2
PB in Alkohol 21%
μg/g AAE
55451.95±1286.23
Keterangan : AAE = Ascorbic Acid Equivalent Activity
PI in alkohol 20 %= 20 % Propolis Indonesia dilarutkan dalam alkohol 70 %
PB in alkohol 21 %= 21 % Propoils Brasil dilarutkan dalam alkohol 70 %
Selain itu jenis ekstraksi dari propolis juga dapat mempengaruhi
kandungan flavonoid dan aktifitas antioksidannya. Penelitian Sheng et al (2007)
dengan menggunakan PB, menemukan bahwa aktifitas antioksidan PB lebih kuat
jika menggunakan metode ekstraksi ethanol dibanding dengan metode
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
86
petroleum. Penelitian Banskota et al. (2000) menemukan bahwa aktifitas
antioksidan PB lebih kuat dengan menggunakan ekstraksi dari air dibanding
dengan methanol.
Lebih jauh lagi penelitian Jun (2006) membandingkan ektraksi ethanol
dengan menggunakan metode ekstraksi yang berbeda yaitu ekstraksi tekanan
hidrostatik tinggi, leaching pada suhu ruang, dan ekstraksi heat reflux. Penelitian
tersebut menemukan bahwa metode ekstraksi dengan menggunakan tekanan
hidrostatik tinggi mempunyai aktifitas paling tinggi dibanding 2 metode
ekstraksi lainnya.
Jenis metode pemeriksaan aktifitas antioksidan juga ikut mempengaruhi.
Misalnya, metoda penelitian DPPH berhasil membuktikan korelasi dengan
kandungan flavonoid pada ekstraks propolis dari Brazil Selatan namun tidak jika
menggunakan metoda penelitian
FRAP.
Sedangkan kandungan fenol
berkorelasi baik dengan kedua metode penelitian tersebut (Cottica et al. 2011).
Metode lain yaitu chemoluminescenscence assay yang diaplikasikan pada green
propolis, dan ditemukan bahwa 3-prenyl-4-hydroxycinnamic acid mempunyai
aktifitas antioksidan paling tinggi jika menggunakan metode ini. Oleh karena
banyaknya metode yang menjadi pilihan dalam memeriksa aktifitas antioksidan,
direkomendasikan untuk menggunakan lebih dari 1 metode (Sawaya et al. 2011).
5.4.Uji Sitotoksik (Daya Hambat) Propolis pada MCF-7 cell line.
Uji sitotoksik PI dan PB dengan menggunakan teknik MTT assay
terhadap cell line kanker payudara MCF-7. Uji ini menghasilkan bahwa bahwa
PI memiliki potensi menghambat pertumbuhan cell line MCF-7 lebih kuat dari
PB (Tabel 10) yaitu hampir dua kali lipat. Jika dibandingkan dengan kontrol
positif yaitu cisplatin, PI mempunyai daya hambat seperlima kalinya dan PB
hanya sepersepuluhnya.
Penelitian sitotoksisitas propolis dari beberapa negara telah dilakukan, di
banyak negara. Di Indonesia, penelitian sejenis telah dilakukan oleh
Nugrahaningsih (2009) yang menguji sitotoksisitas berbagai ekstrak dan fraksi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
87
propolis Malang terhadap sel HeLa (kanker serviks) dan MCF-7. Hasil yang di
dapat adalah sebagai berikut, ekstrak metanol dan fraksi etil asetat propolis
merupakan bahan uji yang paling sitotoksik terhadap sel HeLa dengan IC 50
164.83±4.34 dan 155.87±10.45 µg/ml. Namun selektivitasnya terhadap sel HeLa
rendah dengan IS-nya berturut-turut 9.15±0.88 dan 6.33±0.59. Sitotoksisitas
ekstrak metanol dan fraksi etil asetat propolis melalui jalur apoptosis ditunjukkan
dengan EC 50 berturut-turut 398.11±24.43 dan 109.75±6.47 µg/ml. Disimpulkan
bahwa ekstrak dan fraksi propolis tidak sitotoksik terhadap sel HeLa dan MCF-7
tetapi mampu menginduksi apoptosis dan gen p53 pada sel HeLa.
Penelitian Luo et al. (2001) dengan menggunakan PB telah menemukan
PM-3 (3-[2-dimethyl-8-(3-methyl-2-butenyl)benzopyran]-6-propenoic acid) yang
diisolasi dari PB secara bermakna mempunyai efek menghambat pertumbuhan
sel kanker payudara manusia MCF-7. Efek ini berhubungan dengan
penghambatan pada progresi siklus sel dan induksi apoptosis. Terapi sel MCF-7
dengan PM-3 akan menghentikan sel pada fase G1 dan ditandai dengan
penurunan protein siklin D1 dan siklin E. PM-3 juga menghambat ekspresi siklin
D1 pada level traskripsi. Induksi apoptosis oleh PM-3 muncul 48 jam setelah
pemberian terapi. Sel MCF-7 yang diterapi juga memperlihatkan adanya
penurunan level reseptor estrogen dan menghambat aktifitas promoter estrogen
response element (ERE). Hormon estrogen mempunyai peran dalam memperkuat
proses perkembangan kanker dengan meningkatkan pembelahan sel yang sudah
mengalami mutasi pada beberapa gen onkogen (sel kanker). Untuk memulai
aksinya hormon estrogen harus berikatan dengan reseptor estrogen di sitoplasma.
Kemudian kompleks hormon-reseptor yang terbentuk kemudian bergerak
menuju nukleus dan kemudian berikatan dengan DNA spesifik sehingga
membentuk estrogen-response element (ERE) dan mengaktifkan transkripsi di
nukleus (Henderson et al. 1997).
Penelitian Najafi et al. (2007), dengan menggunakan ekstrak air propolis
dari Iran menemukan bahwa propolis dapat menghambat pertumbuhan beberapa
sel kanker seperti McCoy, HeLa, SP2/0 dan BHK21. Selain itu propolis juga
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
88
dapat menstimulasi pertumbuhan sel normal seperti limfosit manusia, ginjal
tikus, liver tikus, dan limpa tikus. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa
meskipun ekstrak air hanya mengandung beberapa bagian yang larut air, namun
dapat menghambat pertumbuhan berbagai sel kanker dan meningkatkan
pertumbuhan beberapa jenis sel normal.
Penelitian sejenis lainnya yang juga menghasilkan efek daya hambat
propolis terhadap berbagai jenis sel kanker seperti sel K-562 (Aliyazicioglu et al.
2005) sel HL-60 (Mishima et al. 2005), sel leukemia (Hamblin 2006, Kimoto et
al. 2001a), Melanoma (Chen et al. 2004a), Glioblastoma (Borges et al. 2011).
Menurut hasil dari beberapa penelitian pada sel kultur, sangat diduga kuat
bahwa propolis dengan berbagai tipe komponen bioaktif di dalamnya, khususnya
asam fenolat dan flavonoid, yang dapat mengkontrol pertumbuhan sel dan
membedakan sel normal dari sel kanker. Terdapat beberapa laporan yang
mengindikasikan adanya beberapa kandungan kimia spesifik dalam propolis
seperti caffeic acid phenethyl ester (CAPE) yang dapat menghambat
pertumbuhan sel yang telah mengalami mutasi tanpa menganggu sel normal
(Guarini et al. 1992; Rao et al. 1993).
Di dalam propolis juga ditemukan komponen lain yang juga mempunyai
kemampuan sitotoksik dan sitostatik secara in vitro yaitu Artepillin C. Artepillin
C, telah terbukti mempunyai efek sitotoksik pada sel kanker gaster manusia,
kanker paru manusia dan sel kanker usus besar tikus (Kimoto et al. 2001b).
Lebih jauh lagi, peneliti lainnya (Kimoto et al. 2001c) melaporkan bahwa
Artepillin C mengiduksi apoptosis dari sel kanker leukemia, namun dengan efek
inhibisi yang terbatas pada limfosit normal. Hasil yang sejenis juga didapatkan
oleh peneliti lain yaitu Matsuno et al. (1997) yang menemukan bahwa Artepillin
C mempunyai kemampuan apoptosis-like DNA framntation. Komponen tersebut
mempertihatkan efek antitumor yang lebih efektif dibanding 5-fluorouracil
(salah satu obat kemoterapi).
Pada penelitian ini, senyawa flavonoid dan fenol dari PI lebih tinggi dua
kali lipat dibanding dengan PB. Kandungan komponen tersebut sejalan dengan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
89
daya hambat PI yang hampir dua kali lipat dibanding PB. Tampak jelas bahwa
kandungan Artepillin C yang dikandung dalam PB memberikan kontribusi dalam
hal efek daya hambat terhadap sel kanker MCF-7. Sedangkan pada PI tidak
mengandung kedua komponen tersebut, nampaknya ada komponen lain yang
mempunyai kemampuan antitumor yang setara atau bahkan melebihi CAPE dan
Artepillin C. Ini merupakan tantangan bagi penelitian selanjutnya untuk
menemukan komponen bioaktif yang terkandung dalam PI.
Hasil uji t-student aktifitas/daya hambat PI dan PB terhadap MCF7 cell
line menghasilkan perbedaan yang sangat bermakna dengan p=0.000 (p< 0.005).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa PI mempunyai aktifitas sititoksik/daya
hambat terhadap MCF7 cell line secara bermakna lebih kuat daripada PB.
Tabel 10. Hasil uji sitotoksik terhadap MCF-7 PI dan PB
No.
1.
Nama
Sampel Propolis Brasil
2.
Sampel Propolis Indonesia
IC50 (μg/ml)
115.74±2.39
67.3±1.20
Keterangan: Pada uji sitotoksik ini dipakai Kontrol (+) Cisplastin dengan nilai IC50 sebesar
12.47 μg/ml dan Kontrol (-) DMSO dengan IC50 sebesar 137931.93 μg/ml
5.5.Uji Keamanan Propolis Indonesia
Produk kesehatan dari bahan alami dipromosikan ke tengah-tengah
masyarakat sama efektifnya atau bahkan lebih dengan toksistas yang kurang jika
dibandingkan dengan obat-obatan konvensional. Propolis merupakan salah satu
produk alami dari lebah yang mempunyai banyak komponen, sehingga
merupakan masalah yang sangat menantang dalam hal penentuan dosis dan
keamanan (Boukraâ & Sulaiman 2009).
Uji keamanan propolis Indonesia (PI) dilakukan menggunakan mencit, PI
mempunyai toksisitas oral akut yang rendah, pada penelitian sebelumnya
terhadap propolis luar negri dengan mengggunakan mencit membuktikan bahwa
propolis tidak toksik dan mempunyai LD50 2000 sampai 7300 mg/kg, kadar
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
90
NOEL (No Effect Level) pada mencit adalah 1400mg/kg (Hunter 2006). Jadi
LD50 propolis dari luar negeri termasuk Brazil pada penelitian sebelumnya
setara dengan 120000 mg-438000 mg.
Tabel 11. Hasil uji toksisitas /keamanan propolis Indonesia
LD50
Gram/kg BB
Tikus jantan
6.15
Potensi dari Toksisitas
Akut
Hampir tidak toksik
Tikus betina
6.32
Hampir tidak toksik
Toksisitas akut potensial berdasarkan LD50 (berdasarkan buku panduan laboratorium
farmakologi UI Depok) : < 1mg= sangat tinggi, 1-50 mg/kg BB= tinggi, 50-500 mg/kg BB=
menengah, 500-5000 mg/kg BB= agak toksik, 5-15 g/kg BB= hampir tidak toksik, >15 g/kg BB
= relatif tidak berbahaya.
Dari hasil uji coba diketahui bahwa potensi dari toksisitas akut PI adalah
Hampir Tidak Toksik (Tabel 11). Angka tersebut diatas setara dengan 6.32 gram
x 60= 379.2 gram (379200 mg) perhari dan manusia tidak mungkin
mengkonsumsi propolis sedemikian banyak (379.2 g/hari) karena harga yang
mahal dan rasa yang tidak enak oleh karena itu PI aman untuk dikonsumsi.
Sedangkan efek samping yang pernah dilaporkan pada beberapa
penelitian adalah berupa kejadian alergi dan dermatitis kontak (Sforcin 2007).
Sebuah surveilens di Italia sejak April 2002 sampai Agustus 2007, terdapat 18
kasus efek simpang yang berhungan dengan produk yang mengandung propolis
dilaporkan ke national surveillance system of natural health products. Enam
belas kasus di antaranya adalah kejadian alergi (dengan gejala pada kulit dan
saluran nafas), dan 2 kasus adalah gejala saluran cerna. Beberapa kasus
merupakan kasus serius yaitu 6 pasien harus ke Rumah Sakit atau ke Gawat
Darurat dan 2 dari 6 pasien dilaporkan mengancam nyawa. Pada 7 pasien (4
diantaranya adalah anak-anak), terdapat predisposisi alergi. Meskipun propolis
telah digunakan untuk berbagai tujuan (dermatitis, laringitis, oral ulcer), namun
sebaiknya propolis tidak digunakan untuk pasien yang mempunyai riwayat
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
91
alergi, khususnya alergi terhadap serbuk sari. Dan pada tahun 2010, laporan
kasus efek simpang propolis meningkat menjadi 20 kasus (Anonim 2010).
Pada tahun 2005 dilaporkan untuk pertama kalinya sebuah kasus gagal
ginjal akut yang diinduksi oleh propolis. Laki-laki berusi 59 tahun membutuhkan
hemodialisa untuk gagal ginjalnya. Pasien ini mempunyai cholangiosarkoma dan
telah mengkonsumsi propolis 2 minggu sebelum kejadian gagal ginjal. Fungsi
ginjal membaik setelah penghentian propolis, dan memburuk kembali saat reekposur, dan kemudian kembali normal setelah penghentian propolis untuk
kedua kalinya. Kasus ini mengindikasikan bahwa propolis dapat mendinduksi
gagal ginjal akut dan membutuhkan pengawasan khusus jika propolis digunakan
sebagai terapi atau suplemen (Li et al. 2005).
5.6.Uji Efek Imunomodulator, Kadar SOD, Kadar Vitamin dan Mineral
Propolis pada Pasien Kanker Payudara.
Karakteristik Subyek Penelitian
Karakteristik sampel yang diambil dari penelitian ini meliputi usia saat
mengikuti penelitian, pendidikan terakhir, status kawin, berat badan, tinggi
badan, jumlah kelahiran, penggunaan KB atau tidak, berolahraga atau tidak,
stadium kanker payudara dan kadar glukosa darah.
Jumlah subyek penelitian dalam penelitian ini berjumlah 20 orang,
setelah dikurangi 10 orang yang drop out. Karakteristik umum sampel yang
digunakan selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.
Usia
Rata-rata usia subyek dalam penelitian ini adalah 47.2 tahun, usia paling
muda adalah 27 tahun dan yang paling tua adalah 56 tahun. Mengacu pada
klasifikasi oleh Ugnat et al. (2004), usia subyek dibagi menjadi usia 0-39 tahun,
40-49 tahun dan diatas sama dengan 50 tahun. Sebaran sampel berdasarkan
kategori ini didapatkan sebanyak 3 orang (15%) berusia antara 0-39
tahun,
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
92
7 orang (35%) berusia antara 40-49 tahun dan 10 orang (50%) berusia diatas
sama dengan 50 tahun. Terlihat bahwa hasil penelitian ini mirip dengan
penelitian Ugnat et al. (2004) yang menemukan bahwa pasien kanker payudara
di Kanada paling banyak berusia diatas 50 tahun yaitu sebanyak 72.8%.
Usia sangat terkait dengan sistem imunitas dimana secara umum aktifitas
sistem imunitas menurun sejalan dengan bertambahnya usia, terutama
mengganggu sell mediated immunity (CMI) khususnya fungsi sel T limfosit
(Fuente 2002).
Pendidikan
Sebaran
karakteristik
subyek
penelitian
berdasarkan
pendidikan
bervariasi mulai dari tamat SD sampai tamat perguruan tinggi (PT) atau akademi.
Hanya sedikit subyek yang berpendidikan rendah yaitu tamatan SD yaitu hanya 2
orang (10%), dan 1 orang tamatan SLTP (5%). Sedangkan untuk subyek tamat
SLTA sebanyak 9 orang (45%), dan 8 orang tamat perguruan tinggi atau
akademi (40%). Hasil ini menandakan bahwa sebagian besar subyek penelitian
mempunyai tingkat pendidikan yang cukup tinggi dan sudah memenuhi wajib
belajar 9 tahun yang dicanangkan oleh Pemerintah RI. Pendidikan secara tidak
langsung dapat mempengaruhi sistem imun yaitu melalui status gizi (Tada et al.
2002).
Indeks Massa Tubuh (Status Gizi)
Indeks massa tubuh (IMT) digunakan untuk mengukur status gizi dari
subyek penelitian (Depkes 1996). Berdasarkan IMT, didapatkan hanya 1 subyek
(5%) yang mempunyai status gizi kurang, sebagian besar subyek mempunyai
status gizi baik yaitu sebanyak 13 orang (65%), dan sisanya sebanyak 6 orang
(30%) mempunyai status gizi lebih dan obesitas.
Malnutrisi (status gizi kurang) merupakan hal yang sering terjadi pada
pasien kanker yaitu terjadi pada 40-80% pasien kanker (Berrera 2002). Kejadian
malnutrisi ini paling sering dialami oleh pasien dengan kanker pankreas (83%),
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
93
gaster (83%), esofagus (79%) dan kepala leher (72%) (Laviano et al. 2006).
Sedangkan kejadian malnutrisi pada pasien kanker payudara tidak terlalu sering.
Pressoir et al. (2010) menemukan kejadian malnutrisi pada pasien kanker
payudara hanya 18.3%. Survei gizi yang dilakukan oleh bagian gizi RS. Kanker
Dharmais tahun 2008 (Sutandyo & Hariani 2008) menemukan bahwa kejadian
malnutrisi pasien kanker payudara hanya 10.4%. Hasil-hasil tersebut mendukung
hasil penelitian ini yang mendapatkan kejadian malnutrisi pada kanker payudara
sangat kecil.
Keadaan malnutrisi sangat mempengaruhi sistem imun (von Meyenfeldt
2005). Villa et al. (1991) meneliti dampak malnutrisi terhadap sistem imun pada
pasien kanker dibanding dengan orang sehat. Hasil yang ditemukan adalah pada
pasien kanker dengan malnutrisi mengalami penurunan aktifitas sel natural
killer (NK) dan produksi sitokin IL2 dibanding dengan orang sehat.
Status Pernikahan
Sebanyak 18 subyek yang telah kawin (90%) dan hanya 2 subyek yang
belum kawin (10%). Status pernikahan secara tidak langsung mempengaruhi
sistem imun melalui status gizi (Tada et al. 2002; Dodor 2008).
Penelitian Kim et al. (2000) menemukan bahwa status pernikahan secara
bermakna berhubungan dengan asupan nutrisi dan suplemen yang berimplikasi
pada kanker.
Jumlah Kelahiran
Dari 18 orang yang telah menikah, 14 orang di antaranya mempunyai
anak 0-3 anak. Hal ini berarti dalam satu keluarga terdapat 2-5 orang. Sedangkan
4 subyek mempunyai 4-7 anak, yang berarti dalam satu keluarga terdapat 6-9
orang. Banyaknya anggota keluarga secara tidak langsung dapat mempengaruhi
status gizi (Tada et al. 2002; Dodor 2008).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
94
Tabel 12. Karakteristik subyek penelitian
Variabel
Klasfikasi Usia
0-39
40-49
>50
Pendidikan
Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SLTA
Tamat PT/Akademi
Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT < 18.5 (gizi kurang)
IMT 18.5-24.9 (gizi baik)
IMT 2.0-27.0 (gizi lebih/overweight)
IMT >27 (obesitas)
Status Kawin
Kawin
Tidak Kawin
Jumlah Kelahiran
0-3
4-7
Mengikuti KB
Ya
Tidak
Olah Raga
Ya
Tidak
Stadium Kanker
I
II
III
IV
n
Persen (%)
3
7
10
15.0
35.0
50.0
2
1
9
8
10
5
45
40
1
13
5
1
5
65
25
5
18
2
90
10
16
4
80
20
3
17
15
85
10
10
50
50
3
11
6
0
15
55
30
0
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
95
Penggunaan KB
Lebih dari tigaperempat subyek (85%) tidak mengikuti KB sehingga
berdampak dengan semakin banyaknya melahirkan anak, yang kemudian akan
memeperbesar jumlah anggota keluarga dan akhirnya akan mempengaruhi status
gizi. Selain itu penggunaan KB hormonal (pil, suntik, susuk) terutama pil KB
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker payudara premenopause
terutama jika pil KB digunakan sebelum kehamilan pertama (Kahlenborn et al.
2006).
Aktifitas Olah raga
Sebanyak 50% subyek mengaku berolahraga secara teratur dan 50% tidak
berolahraga sama sekali. Aktifitas fisik berupa olah raga dapat mempengaruhi
sistem imun. Nieman (1998) mengemukakan bahwa olah raga mempengaruhi
jumlah dan fungsi sel natural killer (NK), neutrofil, dan makrofag. Namun
respon tersebut bergantung pada banyak faktor seperti intensitas, durasi dan tipe
olah raga, status hidrasi, perubahan temperatur tubuh dan posisi tubuh.
Stadium
Pembagian stadium kanker payudara mengacu pada Ugnat et al. (2004),
yang membagi stadium menjadi stadium I, II, III, dan IV (metastasis jauh).
Sebaran subyek berdasarkan klasifikasi stadium adalah sebagai berikut, 3 subyek
(15%) mempunyai stadium I, 11 subyek (55%) mempunyai stadium II, dan 6
subyek (30%) mempunyai stadium III, serta tidak ada satupun yang mengalami
metasatasis jauh (stadium IV). Jadi sebagian besar subyek merupakan kanker
payudara stadium dini (Ia-IIIa).
Pasien kanker telah terbukti mengalami gangguan dalam sistem imun.
Pada kanker yang semakin lanjut ditemukan produksi sitokin Th2 yang lebih
banyak dibanding Th1, sehingga sistem imun seluler semakin lemah dan pada
akhirnya memungkinkan kanker semakin berkembang (Fearon et al. 1990; Goto
et al. 1999; Sato et al. 1998). Keadaan ini ditemukan pada berbagai macam
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
96
kanker seperti kanker mulut (Agarwal et al. 2003), multipel mieloma (Frassanito
et al. 2001), kanker prostat (Filella et al. 2000), gastrointestinal (Nakayama et al.
2000), kanker buli-buli (Agarwal et al. 2006), kanker nasofaring (Sparano et al.
2004), kanker paru (Huang et al. 1995; Puturel et al. 1998), kanker otak (Kumar
et al. 2006), kanker serviks (Sharma et al. 2007), dan kanker esofagus (Johanna
et al. 2003).
Campbell et al. (2005) menemukan bahwa pada kanker payudara terjadi
penurunan persentase sel T (CD4+ dan CD8+) yang memproduksi sitokin
intraselular tipe 1 (IL2, IFNγ, atau TNF α) dan tipe 2 (IL4) dibanding dengan
orang sehat. Pasien kanker payudara dengan tumor yang besar, respon sitokin
akan semakin tersupresi. Disfungsi sistem imun ini bahkan juga teramati pada
pasien dengan stadium dini (Standish et al. 2008).
Kejadian Diabetes Melitus
Tidak ada satupun subyek yang menderita Diabetes Mellitus ditandai
dengan semua subyek mempunyai kadar glukosa sewaktu dalam batas normal
(<200 mg/dl). Penetapan tidak adanya diabetes melitus sebagai kriteria penelitian
adalah atas dasar pemikiran adanya hubungan sistem imun dengan diabetes
melitus. Pickup dan Crook (1998) menyebutkan bahwa diabetes melitus tipe II
berhubungan dengan peningkatan konsentrasi penanda acute-phase response
yaitu salah satunya adalah interleukin-6 (IL6) yang merupakan sitokin mediator
utama dalam respon fase akut. Hal tersebut mungkin diakibatkan adanya
gangguan toleransi glukosa jangka panjang dan stimulasi dari lingkungan
sehingga menyebabkan hipersensitifitas respon fase akut.
5.6.1. Kadar CD8+ dalam Darah Pasien
Cluster of Differentiation (CD) adalah istilah untuk molekul permukaan
leukosit yang merupakan epitop dan dapat diidentifikasi dengan antibodi
monoklonal. Sel limfosit yang ada dalam berbagai fase pematangan dapat
dibedakan dari ekspresi molekul membran yang dapat ditentukan dengan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
97
menggunakan antibodi monoklonal yang spesifik untuk epitop tunggal antigen.
Secara internasional telah dibuat nomenklatur standar untuk antigen permukaan
sel. Kelas limfosit dengan fungsi tertentu mengekspresikan protein permukaan
tertentu pula. Molekul permukaan tersebut disebut antigen Cluster of
Differentiation (CD) atau nomor molekul. Istilah antigen digunakan oleh karena
dapat diproduksi antibodi terhadapnya.
Sistem imun yang berguna untuk melawan kanker adalah sistem imun
seluler yaitu sel T sitotoksik (sel T CD8+) (Abbas 2000; Male et al. 1996;
Baratawidjaja & Rengganis 2009b). Fungsi utama sel CD8+ adalah
menyingkirkan sel terinfeksi virus, menghancurkan sel ganas dan sel histoin
kompatibel yang menimbulkan penolakan pada transplantasi. Sel CD8+
menimbulkan sitolisis melalui perforin/granzim, FasL/Fas (apoptosis), TNFα dan
memacu produksi sitokin (Baratawidjaja & Rengganis, 2009b). Produksi sel
CD8+ ini dipengaruhi oleh pelepasan sitokin IL-2 dan IFN-γ yang dikeluarkan
oleh sel CD4+ ( sel T helper 1), dan IL12 yang dikeluarkan oleh sel makrofag
dan sel dendritik (Baratawidjaja & Rengganis 2009c)
Hasil yang didapat dari pemeriksaan kadar CD8+ dalam darah tepi ada 2
jenis yaitu CD8+ absolut dan CD8+ %. CD8+ absolut adalah jumlah sel CD8+
per μl darah, sedangkan CD8+ % adalah persentase sel CD8+ dibanding dengan
limfosit. Baik kadar sel CD8+ absolut dan CD8+% pada saat baseline berada
pada range nilai normal. Hal ini menandakan bahwa pada subyek penelitian ini
tidak mengalami gangguan sistem imun yang ditandai dengan sel CD8+ yang
normal. Berdasarkan uji normalitas tidak bermakna yaitu p= 0.856 yang berarti
baik grup propolis dan plasebo mempunyai baseline sel CD8+ yang sama.
Kadar sel CD8+ absolut pada saat baseline adalah berturut-turut
327.4+135.6 sel/μl untuk grup propolis dan 436.7+219.1 sel/μl untuk grup
plasebo. Sedangkan setelah perlakuan adalah kadar CD8+ absolut mengalami
perubahan pada kedua grup (propolis/plasebo) yaitu kenaikan pada grup propolis
menjadi 462+155.3 sel/μl, dan pada grup plasebo mengalami penurunan menjadi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
98
372.5+247 sel/μl. Hasil uji kedua kelompok tersebut mengalami perbedaan yang
bermakna yaitu p= 0.0192 (p<0.05) (Tabel 13).
Tabel 13. Kadar CD8+ absolut sebelum dan setelah perlakuan
Fase
CD8+ absolut (sel/μl)
Propolis (x+SD)
Plasebo (x+SD)
Sebelum
327.4+135,6
436.7+219.1
Setelah
462.0+155,3
372.5+247.0
41.1
0.0048
14.7
0.3715
% selisih
p-value
p
0,0192
Kadar CD8+ absolut normal 190-1140 sel/µl (Laboratorium Rumah Sakit Kanker Dharmais)
Sedangkan kadar CD8+ % pada kedua grup (propolis/plasebo) sebelum
perlakuan adalah berturut-turut 21.4+9.4% dan 23.6+6.4%. Setelah perlakuan,
kedua grup mengalami perubahan yaitu pada grup propolis meningkat menjadi
31.8±7% dan pada grup plasebo mengalami penurunan menjadi 19.7±9.5%.
Hasil uji statistik diantara kedua grup tersebut menghasilkan perbedaan yang
sangat bermakna dengan p=0.0008 (p<0,001) (Tabel 14).
Tabel 14. Kadar CD8+ % sebelum dan sesudah perlakuan
Fase
CD8+% (%)
p
Propolis (x+SD)
Plasebo (x+SD)
Sebelum
21.4+9.4
23.6+6.4
Setelah
31.8+7.0
19.7+9.5
48.6
16.5
0.0007
0.2132
% selisih
p-value
0.0008
Kadar CD4+% normal 13-41 % (Laboratorium Rumah Sakit Kanker Dharmais)
Hasil tersebut menunjukkan bahwa intervensi propolis dapat meningkatkan baik
kadar CD8+ absolut maupun kadar CD8+% dalam darah tepi pasien kanker
payudara secara bermakna dibanding dengan plasebo. Propolis dapat menaikkan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
99
kadar CD8+ absolut pada pasien kanker payudara sebanyak 41.1 % dan kadar
CD8+% sebanyak 48.6 %.
Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali meneliti efek
propolis terhadap sistem imun pada manusia. Secara in vivo dan in vitro, propolis
telah terbukti dapat memodulasi respon imun, yaitu dapat meningkatkan maupun
menurunkan respon imun (Sforcin & Bankova 2011; Sforcin 2007). Misalnya
penelitian Misima et al. (2005) pada mencit dengan melanoma yang diinduksi
stress akut. ditemukan bahwa propolis menstimulasi IFN-γ dan IL-2 yang
dikeluarkan oleh sel T CD4+ yang berguna untuk mengaktifkan respon imun
seluler.
Park et al. (2004) menemukan bahwa pemberian CAPE (5, 10, 20 mg/kg)
yang diekstraksi dari propolis mempunyai efek imunomodulator pada mencit
BALB/c. Pemberian CAPE 20 mg/kg dapat meningkatkan secara bermakna
subpopulasi sel T CD4 namun tidak meningkatkan sel B. Selain itu produksi IL2. IL-4 dan IFN-γ juga meningkat secara bermakna pada kelompok CAPE 20
mg/kg.
Hasil
tersebut
menunjukkan
bahwa
CAPE
mempunyai
efek
imunomodulator secara in vivo. Sitokin IL2 dan IFN-γ yang dikeluarkan oleh
CD4+ diketahui dapat meningkatkan produksi sel CD8+ dan kemudian
mengaktivasi antitumour cell-mediated immunity.
Sedangkan penelitian propolis terhadap manusia. pertama kali dilakukan
oleh Bratter et al. (1999) yang merupakan uji klinik pendahuluan (clinical pilot
study). Penelitian ini dilakukan pada 10 orang sehat usia antara 18-45 tahun yang
diberikan kapsul propolis 500 mg selama 13 hari. Hasil yang ditemukan adalah
peningkatan lebel sitokin pada plasma darah yaitu TNFα, IL6, dan IL8. Namun
peningkatan sitokin-sitokin ini tidak bermakna secara statistik. Hal ini mungkin
diakibatkan oleh jumlah subyek penelitian yang terlalu sedikit. Namun dari
penelitian awal ini dapat diketahui bahwa pada manusia propolis juga
mempunyai efek pada respon imun.
Saat ini telah banyak penelitian-penelitian herbal yang diklaim dapat
memodulasi sistem imun. Sebanyak 80% pasien kanker menggunakan CAM. dan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
100
54% diantaranya menggunakan herbal untuk meningkatkan sistem imun mereka.
yang dipercaya mempunyai efek untuk menghambat pertumbuhan tumor
(Cassileth & Deng 2004; Bernstein & Grasso 2001). Dari semua herbal yang
dikenal sebagai imunostimulan. 3 herbal yang paling populer adalah echinacea.
ginseng dan astralagus (Block & Mead 2003). Echinacea banyak diteliti di
Amerika Serikat dan Eropa, sedangkan ginseng dan astralagus banyak diteliti di
Asia terutama di Cina. Ketiga herbal tersebut direkomendasikan sebagai CAM
untuk pasien kanker dan telah diteliti pada manusia (uji klinik) (Block & Mead
2003).
Uji klinik echinacea telah dilakukukan pada berbagai kondisi. Salah
satunya penelitian yang dilakukan oleh Lersch et al. (1992) menemukan adanya
peningkatan aktifitas lymphokine-activated killer (LAK) sebesar 180% dengan
pemberian kombinasi E. purpura, thymostimulant, dan siklofosfamid dosis
rendah pada kasus kanker hati stadium lanjut. Namun pada penelitian tersebut
tidak dapat diketahui pengaruh echinacea terhadap modulator imun lainnya dan
diperlukan sebuah uji klinik yang melibatkan banyak subyek.
Penelitian yang dilakukan Lin et al. (1995) merandomisasi 63 pasien
kanker gaster menjadi kelompok kemoterapi kombinasi dengan injeksi herbal
yang mengandung gingseng (Shenmai) dan kelompok kemoterapi saja (kontrol).
Hasil dari penelitian ini adalah menunjukkan kelompok Shenmai mengalami
peningkatan sel T dan NK (natural killer) secara bermakna. sedangkan pada
kelompok kontrol mengalami penurunan sel-sel imun tersebut. Penelitian lain
menemukan bahwa pemberian ginseng merah pada pasien kanker gaster stadium
3 mempunyai kesintasan hidup 5 tahun lebih banyak daripada kontrol. Ginseng
juga berhubungan dengan mengembalikan level CD4 ke sebelum operasi pada
pasien yang mendapat kemoterapi setelah operasi (Suh et al. 2002).
Pada penelitian randomisasi (Li 1992) melibatkan 120 pasien. pemberian
astralagus secara intravena bersama dengan kemoterapi pada pasien kanker
saluran cerna. Pada kelompok yang diberikan astralagus menunjukkan insiden
progresi yang lebih kecil, kejadian penurunan sel darah putih akibat kemoterapi
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
101
lebih kecil, peningkatan rasio CD4/CD8 dan peningkatan level IgG dan IgM
dibanding dengan kelompok kontrol.
Sedangkan di Indonesia, ada uji klinik herbal yang melibatkan 15 pasien
kanker nasofaring di RS. Kanker Dharmais (Reksodiputro et al. 2011). Herbal
yang digunakan adalah kombinasi dari ekstrak 14 herbal yang sudah digunakan
sebagai suplemen selama 10 tahun untuk pasien kanker bernama Tien-Hsien
Liquid (THL). Penelitian ini menunjukkan efek THL meningkatkan sitokin
intraselular dari sel CD8+ yaitu TNFα dan IFNγ. Namun penelitian ini tidak
menggunakan kontrol sebagai pembanding sehingga peningkatan sitokin tidak
dapat dibandingkan dengan kelompok tanpa THL.
5.6.2. Kadar SOD dalam Darah Pasien
Di
dalam
tubuh
secara
normal
terdapat
keseimbangan
antara
pembentukan radikal bebas/reactive oxygen species (ROS) dengan antioksidan
endogen seperti katalase. glutation redoktase. dan superoksida dismutase (SOD).
maupun antioksidan endogen seperti β-carotene, vitamin C, vitamin E, selenium,
dan flavonoid. Tapi jika keseimbangan ini terganggu maka akan menghasilkan
stres oksidatif. Stres oksidatif ini dapat mengkibatkan kerusakan pada semua
komponen selular penting seperti protein. DNA dan membran lipid yang
berakhir pada kematian sel (Brambilla et al. 2008; Tandon et al. 2005). Diet
yang mengandung antioksidan bersama dengan antioksidan endogen dapat
membantu mempertahankan efek ROS yang tidak diinginkan (Seifried et al.
2003).
Sebelum perlakuan, rata-rata kadar SOD pada grup propolis adalah
32.876+4.614 dan pada kelompok plasebo adalah 21.811+11.263. Setelah
perlakuan selama 21 hari, terlihat penurunan pada kedua grup secara bermakna
pada masing-masing grup yaitu menjadi 13.636±6.618 pada grup propolis dan
11,27+10.069 pada grup plasebo. Hasil uji statistik yang membandingkan kedua
grup tersebut didapatkan hasil yang tidak bermakna yaitu p= 0.6245 (p> 0.05).
karena penurunan kadar SOD terjadi pada kedua grup (tabel 15).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
102
Tabel 15. Hasil analisis kadar SOD dalam darah pasien
Fase
SOD (unit/ml)
Propolis (x+SD)
Plasebo (x+SD)
Sebelum
32.876+4.614
31.811+11.263
Setelah
19.240+4.319
20.541+8.103
41.5
35.4
0.0001
0.0259
% selisih
p-value
p
0.6245
Penelitian ini merupakan penelitian yang pertama kali meneliti efek
propolis terhadap kadar SOD pada manusia. Enzim SOD adalah salah satu dari
jenis enzim antioksidan endogen yang berperan melindungi sel dari kerusakan
oksidatif dan merupakan pertahanan pertama untuk menghindari terbentuknya
radikal bebas. Enzim SOD sudah ada dalam tubuh namun untuk bekerja enzim
ini membutuhkan bantuan zat-zat seperti lain Cu, Mn, dan Zn (Harris 1992).
Suplemenatasi zat-zat tersebut terbukti dapat meningkatkan kadar SOD di dalam
darah menurut penelitian Ernawati (2009). Kandungan Cu, Mn, dan Zn dalam
propolis sangat kecil sehingga tidak mampu meningkatkan kadar SOD dan pada
plasebo sama sekali tidak mengandung ketiga mineral tersebut.
Penurunan yang terjadi pada kedua kelompok tersebut menandakan
bahwa SOD digunakan untuk melawan radikal bebas yang dihasilkan dalam
tubuh. Pada beberapa kondisi patologis yaitu pada saat stress oksidatif, maka
level antioksidan akan menurun. Aricioglu et al. (2001) meneliti pada tikus yang
diradiasi ultraviolet B (UVB) secara akut dapat menurunkan kadar SOD
dibanding dengan kontrol. Sel kanker sendiri merupakan stres oksidatif karena
memproduksi ROS lebih banyak dibanding dengan sel normal (Szatrowski &
Nathan 1991). Vieira et al. (2011) meneliti bahwa faktor yang meningkatkan
stres oksidatif pada pasien kanker payudara adalah meningkatnya usia dan diet
(daging ayam, minyak, produk susu tinggi lemak, lemak hewan, dan makanan
manis).
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
103
5.6.3. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Darah Pasien
Hasil pemeriksaan retinol (vitamin A) pada kedua grup sebelum
perlakuan adalah 1.518+0.393 μmol/L (propolis) dan 1.571+0.304 μmol/L
(plasebo). Setelah 21 hari perlakuan, hasil pemeriksaan retinol (vitamin A)
mengalami perubahan yaitu pada grup propolis mengalami penurunan menjadi
1.232+0.392 μmol/l dan pada grup plasebo juga mengalami penurunan menjadi
1.299+0.465 μmol/l. Hasil uji statistik tidak menemukan perbedaan bermakna
pada sebelum dan sesudah perlakuan pada grup propolis dan plasebo (p=
0.9542). Hal ini terjadi kemungkinan karena pada penderita kanker radikal bebas
yang terbentuk lebih banyak daripada orang normal dan untuk menetralkannya
diperlukan viamin A sehingga kadar vitamin A dalam darah grup perlakuan dan
plasebo menurun, sedangkan kadar vitamin A dalam propolis tidak cukup
banyak untuk menangkal radikal bebas yang terbentuk
Pada hasil pemeriksaan kadar vitamin C pada kedua grup sebelum
perlakuan adalah 5.066+1.762 mg/ml (propolis) dan 5.253+2.020 mg/mL
(plasebo). Setelah 21 hari perlakuan, hasil pemeriksaan vitamin C mengalami
penurunan pada kedua grup yaitu menjadi 4.519+1.479 mg/ml pada grup
propolis dan 5.205+2.143 mg/ml pada grup plasebo. Hasil uji statik tidak
menemukan perbedaan bermakna pada sebelum dan sesudah perlakuan pada
grup propolis dan plasebo (p= 0,3662). Hal ini mungkin disebabkan karena
vitamin C dalam propolis tidak cukup banyak untuk menetralkan radikal bebas
yang terbentuk pada penderita kanker payudara sehingga menggunakan vitamin
C yang ada yang akibatnya menurunkan kadar vitamin C dalam darah. Demikian
juga yang terjadi pada kadar vitamin E dimana hasil pemeriksaan kadar vitamin
E sebelum perlakuan pada grup propolis adalah 16.096+6.627 μmol/l dan pada
grup plasebo adalah 18.549+4.133 μmol/l. Setelah 21 hari perlakuan, hasil
pemeriksaan vitamin E mengalami penurunan pada kedua grup yaitu menjadi
13.817+3.812 μmol/l pada grup propolis dan 17.994+3.356 μmol/l pada grup
plasebo. Hasil uji statistik tidak menemukan perbedaan bermakna pada sebelum
dan sesudah perlakuan pada grup propolis dan plasebo (p= 0,6045). Disini juga
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
104
terjadi penggunaan vitamin E yang ada dalam darah untuk menetralkan radikal
bebas yang terbentuk karena vitamin E dalam propolis tidak cukup banyak
sehingga kadar vitamin E dalam darah menurun baik pada grup perlakuan
maupun pada grup plasebo. Dan terakhir adalah hasil pemeriksaan kadar mineral
seng (Zn) sebelum perlakuan pada grup propolis adalah 5.891+1.739 μmol/l dan
pada grup plasebo adalah 5.646+2.103 μmol/l. Setelah 21 hari perlakuan, hasil
pemeriksaan mineral seng (Zn) mengalami penurunan pada grup propolis
menjadi 5.753+1.549 μmol/l dan peningkatan pada grup plasebo menjadi
5.860+2.318 μmol/l. Hasil uji statistik tidak menemukan perbedaan bermakna
pada sebelum dan sesudah perlakuan pada grup propolis dan plasebo (p=
0.7607). Hal ini berarti bahwa Zn dalam propolis sebagai antioksidan tidak
cukup kuat untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk sehingga kadar Zn
dalam darah pasien kanker payudara digunakan untuk menetralkan radikal bebas
tersebut yang akibatnya adalah penurunan dari kadar Zn dalam darah pada grup
perlakuan sedangkan adanya kenaikan sedikit kadar Zn pada grup plasebo
kemungkinan sampel dari grup plasebo mengkonsumsi makanan yang kaya
Zn/antioksidan sehingga kadar Zn dalam darah meningkat .
Dari semua hasil pemeriksaan di atas menujukkan bahwa pemberian
propolis 900 mg selama 21 hari tidak mempunyai efek meningkatkan kadar
vitamin (vitamin A, C, E) dan mineral (Zn), dan sebaliknya malah sedikit
menurunkan kadar kadar vitamin (vitamin A, C, E) dan mineral (Zn) di dalam
darah (Tabel 16).
Meskipun propolis telah terbukti mengandung beberapa zat gizi dan
vitamin, namun kandungannya sangat kecil dan bahkan kadarnya jauh
melampaui dibawah
angka kecukupan gizi (AKG). Angka kecukupan gizi
(AKG) untuk orang Indonesia (Depkes 2004) untuk perempuan sehat pada
rentang usia 19 sampai di atas 60 tahun dapat dilihat pada Tabel 17. Untuk
mineral natrium (Na) dan tembaga (Cu) tidak tersedia pada tabel AKG orang
Indonesia. Berdasarkan Recommended Daily Allowance yang dikeluarkan oleh
Amerika Serikat untuk usia 31-50 tahun (Fernandez & Adams 2007). Dan untuk
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
105
kebutuhan natrium, ahli merekomendasikan asupan natrium kurang dari 2.3 gram
setiap hari karena berefek meningkatkan tekanan pembuluh darah (Read 2007).
Vitamin A, vitamin C, vitamin E dan Zn adalah termasuk dalam
golongan antioksidan yang dapat membantu menghambat kerusakan sel tubuh
dari radikal bebas dan kerusakan sel ini berperan dalam berkembangnya penyakit
kanker (Doyle et al. 2006). Pada penderita kanker terbentuknya radikal bebas
lebih banyak daripada orang sehat sehingga kebutuhan vitamin dan mineral dari
pasien kanker lebih banyak daripada orang sehat karena itu intervensi propolis
yang mengandung vitamin dan mineral tidak cukup untuk menaikkan kadar
vitamin dan mineral dalam darah pasien kanker payudara.
Tabel 16. Hasil analisis kadar vitamin A (retinol), C, E, dan Zn
Parameter
Retinol
(μmol/l)
vit C
(mg/ml)
vit E
(μmol/l)
Zn
(μmol/l)
Fase
Propolis (x+SD)
Plasebo (x+SD)
sebelum
setelah
% selisih
p-value
sebelum
setelah
% selisih
p-value
sebelum
setelah
% selisih
p-value
sebelum
setelah
% selisih
p-value
1.518+0.393
1.232+0.392
18.8
0.1125
5.066+1.762
4.519+1.479
10.8
0.0865
16.096+6.627
13.817+3.812
14.2
0.4564
5.891+1.739
5.753+1.549
2.3
0.8735
1.571+0.304
1.299+0.465
17.3
0.2118
5.253+2.020
5.205+2.143
0.9
0.9186
18.549+4.133
17.994+3.356
3.0
0.7120
5.646+2.103
5.860+2.318
3.8
0.7863
p
0.9542
0.3662
0.6045
0.7607
Untuk dapat meningkatkan kadar vitamin dan mineral di dalam darah
maka propolis perlu disuplementasi dengan beberapa vitamin dan mineral yang
terbukti bermanfaat sebagai antioksidan seperti vitamin A, B kompleks, C, E dan
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
106
mineral Zn serta Se tapi waktu intervensi harus diperpanjang agar didapat efek
yang diinginkan seperti yang telah dilakukan oleh Ernawati (2009) dalam
penelitiannya yang memberikan suplementasi mutivitamin dan mineral pada para
pekerja wanita di sebuah pabrik, dapat meningkatkan kadar vitamin A, E,
mineral Zn dan Se dalam darah setelah suplementasi selama 10 minggu.
Tabel 17. Kandungan vitamin dan mineral pada PI dosis 900 mg dan angka
kecukupan gizi
Kandungan
Parameter
vitamin/mineral dalam
AKG
AKG (%)
PI Dosis 900 mg
Vitamin A
<0.005 IU
500 IU
0.001
Vitamin B1
0.01 mg
1 mg
1
Vitamin B2
0.03 mg
1.1 mg
2.7
Vitamin B6
0.004 mg
1.3-1.5 mg
0.3
Vitamin C
0.05 mg
75 mg
0.1
Vitamin E
0.004 mg
15 mg
0.03
Tembaga (Cu)
0.004 mg
0.9 mg
0.4
Seng (Zn)
0.03 mg
9.3 -9.8 mg
0.3
Mangan (Mn)
0.005 mg
1.8 mg
0.3
Besi (Fe)
0.005 mg
12-26 mg
0.02-0.04
Natrium (Na)
0.5 mg
2.4 gr
0.02
Kalsium (Ca)
0.6 mg
800 mg
0.08
Magnesium (Mg)
0.7 mg
240-270 mg
0.03
Berdasarkan fakta diatas propolis Indonesia yang berasal dari Wonosobo
mempunyai potensi anti kanker yang lebih atau setara dengan propolis Brasil
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
107
bahkan propolis Indonesia mengandung zat bioaktif yang tidak terdapat pada
propolis Brasil yaitu senyawa eudesmane. senyawa friedooleanan, senyawa
lupeol, dan senyawa ethyl acridine, propolis Indonesia juga dapat meningkatkan
kadar CD8+ dalam darah pasien kanker payudara yang berarti dapat
meningkatkan sistem imun seluler/ mempunyai efek imunomodulator, yang
dapat digunakan untuk pengobatan komplementer alternatif pada penderita
kanker pada umumnya dan penderita kanker payudara pada khususnya.
Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at: http://www.software602.com/
Download