BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep

advertisement
 D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bangunan Tahan Gempa
Menurut Pedoman Teknis Bangunan Tahan Gempa-Departemen Pekerjaan
Umum (2006), suatu bangunan dikatakan bangunan tahan gempa bila mengikuti
konsep bangunan tahan gempa sebagai berikut:
1. Gempa ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun pada komponen strukturalnya (kolom
dan balok retak, pondasi amblas, dsb).
2. Gempa sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen
non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
3. Gempa besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada
komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi
jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh
masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar atau
mengungsi ketempat aman. Bangunan yang dibangun tahan gempa
terdapat beberapa batasan batasan dalam perencanaan dan pelaksanaan,
antara lain:
a. Penentuan denah bangunan yang digunakan sebaiknya sederhana,
simetris dan tidak terlalu panjang.
b. Bangunan yang tidak berbentuk simetri sebaiknya menggunakan
dilatasi (alur pemisah) sedemikian rupa, sehingga denah bangunan
merupakan rangkaian dari denah yang simetris.
c. Penempatan dinding – dinding penyekat dan bukaan pintu atau jendela
harus dibuat simetris terhadap sumbu denah bangunan.
d. Bidang dinding harus berbentuk kotak tertutup.
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 1
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.2
Komponen-Komponen Struktur
Komponen-komponen
struktur
pada
bangunan
gedung
merupakan
komponen yang dapat menahan beban. Beban yang dapat ditahan oleh komponen
tersebut
antara lain beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa.
Struktur bangunan gedung terdiri dari komponen pondasi, kolom, balok, pelat,
tangga dan atap.
2.2.1 Pondasi
Pondasi adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi
menempatkan bangunan dan meneruskan beban. Beban yang disalurkan dari
struktur atas ke tanah dasar pondasi yang cukup kuat menahannya tanpa terjadinya
penurunan pada sistem strukturnya. Sistem pondasi yang digunakan pada gedung
yang menggunakan base isolation biasannya menggunakan pondasi dangkal
maupun dalam. Base isolation ditempatkan pada bagian atas pondasi yang
berbatasan dengan kolom dasar bangunan gedung.
2.2.2 Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya adalah
menyangga beban aksial tekan vertikal (SK SNI T-15-1991-03). Kolom
menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom
akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang
berhubungan dengannya, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan
struktur bangunan.
2.2.3 Balok
Komponen lantai atau atap bangunan gedung struktur beton bertulang dapat
berupa pelat dengan seluruh beban yang didukung langsung dilimpahkan ke
kolom dan selanjutnya ke pondasi bangunan. Bentangan struktur pelat demikian
tidak dapat panjang karena pada ketebalan tertentu (termasuk berat sendiri)
menghasilkan struktur yang tidak hemat dan praktis. Jenis struktur pelat untuk
memperoleh bentangan sepanjang mungkin dengan masalah beban mati sekecil
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 2
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
mungkin. Salah satunya sistem balok induk dan balok anak. Sistem tersebut terdiri
dari pelat yang bertumpu pada balok anak dan membentuk rangka dengan balok
induk serta kolom sebagai penompang keseluruhan. Balok direncanakan untuk
menahan
tegangan tekan dan tegangan tarik yang diakibatkan oleh beban lentur
yang diakibatkan oleh balok tersebut.
2.2.4 Pelat
Struktur banguan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat
balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan satu kesatuan monolit
lantai,
pada sistem cetak di tempat atau terangkai seperti pracetak. Pelat digunakan untuk
atap, dinding, lantai tangga, jembatan atau pelabuhan. Pelat atap maupun pelat
lantai merupakan panel-panel beton bertulang yang mungkin berupa pelat dua
arah atau satu arah, tergantung sistem strukturnya.
2.2.5 Tangga
Tangga merupakan salah satu bagian dari bangunan yang berfungsi sebagai
alat penghubung antara lantai pada bangunan bertingkat dalam kegiatan tertentu.
Kenyamanan dan keamanan menjalani tangga sangat tergantung dari besarnya
ukuran rata-rata langkah normal pemakai, langkah datar, langkah naik, serta
besarnya sudut miring tangga. Ukuran-ukuran tangga dapat diperoleh dengan
menggunakan pendekatan sebagai berikut :
2 Op + An ≈ 65 s/d 67 mm
(2.1)
Gambar 2.1 Lebar injakan dan tinggi injakan
Keterangan :
An
= Antrade (lebar injakan, mm)
Op
= Optrade (tinggi injakan, mm)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 3
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Ukuran panjang bordes disesuaikan dengan luas lantai dan tinggi kosong
antara muka lantai dengan plafon di atasnya yang ikut mempengaruhi jumlah anak
tangga. Persyaratan dalam pembuatan tangga sebaiknya mengikuti kaidah sebagai
berikut
:

Setiap 12 anak tangga diberi bordes (tergantung keadaan).

Tinggi railing +/-800 mm.


Lebar tangga (antar railing), untuk 1 orang berjalan 600-900 mm; untuk 2
orang berjalan 800-1200 mm; untuk tempat publik minimal 1500 mm.
Sudut kemiringan maksimal sebaiknya 35o.

Antrade (lebar injakan); minimal 250 mm, maksimal 290 mm.

Optrade (tinggi injakan); minimal 190 mm, maksimal 210 mm.
2.2.6 Atap
Struktur atap adalah bagian bangunan yang menahan atau mengalirkan
beban-beban dari atap. Struktur atap terbagi menjadi rangka atap dan penopang
rangka atap. Rangka atap berfungsi menahan beban dari bahan penutup atap,
sehingga umumnya berupa susunan balok-balok (dari kayu / bambu / baja) secara
vertikal dan horisontal kecuali pada struktur atap dak beton. Tegangan ijin dan
lendutan ijin untuk perencanaan rangka atap baja menurut PPBBI 84 dapat
dihitung dengan persamaan :
 ijin 
y
FK
 FK  1,5 ( PPBBI '84)
(2.2)
Keterangan :

y
= Tegangan geser izin material baja (N/mm2)
FK
= Faktor keamanan (PPBBI’84  FK = 1,50)
ijin
= Tegangan leleh mínimum baja (N/mm2)
1
L
200
Keterangan :
sijin 
sijin
L
(2.3)
= Lendutan izin material baja (mm)
= Panjang bentang dari baja (mm)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 4
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tegangan akibat beban mati dan beban hidup pada atap harus lebih kecil
dari  ijin dan kontrol lendutan harus lebih kecil dari sijin . Kontrol tegangan dan
lendutan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
Mx My

  ijin
Wy Wx
Keterangan :

Mx
My
(2.4)
= Momen total sb-x (kgm)
= Momen total sb-y (kgm)
Wx
= Momen tahanan sb-x (m3)
Wy
= Momen tahanan sb-y (m3)
smax  (sx ) 2  (s y ) 2  sijin
(2.5)
Keterangan :
smax
= Total lendutan (mm)
sx
= Lendutan sb-x (mm)
sy
= Lendutan sb-y (mm)
2.3
Pembebanan
Besar dan macam beban yang bekerja pada struktur sangat tergantung dari
jenis struktur. Berikut ini akan disajikan jenis-jenis beban, data beban serta faktorfaktor dan kombinasi pembebanan sebagai dasar acuan bagi perhitungan struktur.
2.3.1 Jenis-jenis beban
Jenis-jenis beban yang biasa diperhitungkan dalam perencanaan struktur
bangunan gedung adalah sebagai berikut :
1. Beban Mati (Dead Load)
Beban mati merupakan beban yang bekerja akibat gravitasi yang bekerja
tetap pada posisinya secara terus menerus dengan arah ke bumi tempat struktur
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 5
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
didirikan. Beban mati adalah berat struktur sendiri dan juga semua benda yang
tetap posisinya selama struktur berdiri.
Tabel 2.1 Berat sendiri bahan bangunan dan komponen gedung
(sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
Bahan Bangunan
Beton bertulang
Komponen Gedung
Adukan, per cm tebal dari semen
Dinding pasangan batu bata setengah batu
Berat
Sendiri
(Kg/m3)
2400
Berat
Sendiri
(Kg/m2)
21
250
Langit-langit dan dinding (termasuk rusuk-rusuknya, tanpa penggantung
langit-langit atau pengaku) terdiri dari semen asbes (eternit dan bahan lain
sejenisnya), dengan tebal maksimum 4mm
11
Penggantung langit-langit (dari kayu), dengan bentang maksimum 5m dan
jarak s.k.s minimum 0.8 m
7
Penutup lantai dari ubin semen portland, teraso dan beton, tanpa adukan,
per cm tebal.
24
2. Beban Hidup (Live load)
Beban hidup merupakan beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung dan barang-barang yang dapat berpindah, mesin dan
peralatan lain yang dapat digantikan selama umur gedung.
Tabel 2.2 Beban hidup pada lantai gedung
(sumber : Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983)
Komponen bangunan
Lantai Sekolah, ruang kuliah, kantor, toko, toserba, restoran, hotel,
asrama dan rumah sakit
Lantai dan balkon dalam dari ruang-ruang untuk pertemuan, seperti
mesjid, gereja, ruang pagelaran, ruang rapat, bioskop dan panggung
penonton dengan tempat duduk tetap
Tangga, dan bordes tangga sekolah, ruang kuliah, toko, toserba,
restoran, hotel, asrama dan rumah sakit
Beban
Hidup
(Kg/m2)
250
400
300
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 6
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
3. Beban Gempa ( Earthquake Load )
Struktur beraturan dapat direncanakan terhadap pembebanan gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama
struktur tersebut, berupa beban gempa nominal statik ekivalen. Beban geser
denah
dasar nominal statik ekivalen (V) yang terjadi di tingkat dasar.
2.3.2 Kombinasi Pembebaan
Kombinasi pembebanan mengacu standar kombinasi pembebanan mengacu
standar
SNI 03 –2847 – 2002 (Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk
Bangunan Gedung), yaitu :
1. 1,4 DL
2. 1,2DL + 1,6 LL
3. 1,2DL + LL + Ex + 0,3Ey
4. 1,2DL + LL + Ex - 0,3Ey
5. 1,2DL + LL - Ex + 0,3Ey
6. 1,2DL + LL - Ex - 0,3Ey
7. 1,2DL + LL + 0,3Ex + Ey
8. 1,2DL + LL + 0,3Ex - Ey
9. 1,2DL + LL – 0,3Ex + Ey
10. 1,2DL + LL – 0,3Ex – Ey
Keterangan :
DL (Dead Load)
= Beban mati
LL (Live Load)
= Beban hidup
Ex (Earthquake arah x)
= Gempa arah sumbu x
Ey (Earthquake arah y)
= Gempa arah sumbu y
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 7
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4
Metode Analisis Statik.
Analisis perancangan struktur bangunan terhadap pengaruh beban gempa
secara statis, pada prinsipnya adalah menggantikan gaya-gaya horisontal yang
bekerja
pada struktur akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis yang
ekivalen, dengan tujuan penyederhanaan dan kemudahan di dalam perhitungan.
Metode ini disebut metode gaya lateral ekivalen (equivalent lateral force method).
Pada metode ini diasumsikan bahwa gaya horisontal akibat gempa yang bekerja
pada suatu elemen struktur, besarnya ditentukan berdasarkan hasil perkalian
suatu konstanta berat atau massa dari elemen struktur tersebut. (Arizona,
antara
Femy dan Mulyanto, Hery, Tugas Akhir, 2006, BAB II Hal.3)
Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung
(SNI 03-1726-2003) menyebutkan analisis statik ekivalen cukup dapat dilakukan
pada gedung yang memiliki struktur beraturan. Ketentuan-ketentuan mengenai
struktur gedung beraturan disebutkan dalam pasal 4.2.1 dari SNI 03-1726-2003.
Apabila gedung memiliki struktur yang tidak beraturan, maka selain dilakukan
analisis statik ekivalen juga diperlukan analisis lebih lanjut, yaitu analisis respon
dinamik. Perhitungan respon dinamik struktur gedung tidak beraturan terhadap
pembebanan gempa, dapat menggunakan metode analisis ragam spektrum respons
atau metode analisis respons dinamik riwayat waktu pada pasal 7.1.3 dari SNI 031726-2003. Prosedur analisis gempa dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Prosedur analisis gempa yang diijinkan
(sumber : SNI 03-1726-2003)
Karakteristik Struktur
Tipe Analisis Struktur
Dinamik
Statik
Respons
Riwayat
Ekivalen
Dinamik
Waktu
Gedung Beraturan
(< 10 tingkat/ tinggi < 40 m)
Y
Y
Y
Gedung Tidak Beraturan
(> 10 tingkat/ tinggi > 40 m)
N
Y
Y
Note : (Y) = diijinkan, (N) = tidak diijinkan
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 8
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Struktur bangunan gedung ditetapkan sebagai struktur bangunan gedung
beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:

Tinggi struktur bangunan gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak
lebih dari 10 tingkat atau 40 m.

Denah struktur bangunan gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan
dan kalaupun mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih

dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur bangunan gedung dalam arah
tonjolan tersebut.
Denah struktur bangunan gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan
kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak
lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur bangunan gedung
dalam arah sisi coakan tersebut.
Struktur bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan-ketentuan diatas
menurut SNI 03-1726-2003 Pasal 4.3.2, ditetapkan sebagai struktur bangunan
gedung tidak beraturan. Pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh
pembebanan gempa dinamik untuk struktur bangunan gedung tidak beraturan,
sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamik.
Semua proses desain seismic isolation perlu dilakukan analisis statik. Hal ini
diperlukan untuk menetapkan tingkat minimum dari desain perpindahan dan
kekakuan dari suatu struktur. Analisis statik ini juga berguna untuk perencanaan
awal dari sistem isolasi dan analisis dinamik struktur diperlukan untuk pengkajian
desain. Dalam keadaan tertentu mungkin metode analisis statik sudah cukup untuk
digunakan sebagai acuan desain bila semua syarat ini terpenuhi (Winata, Gilang
Pandu, Tugas Akhir, 2011, BAB III Hal. 3) :

Struktur yang menggunakan peredam (base isolation) tidak boleh lebih
dari 4 lantai atau tingginya melebihi 19,8 m.

Periode efektif pada perpindahan maksimum dari sistem yang terisolasi,
TM (periode efektif maksimum), tidak melebihi 3,0 detik.

Sistem struktur yang menggunakan peredam (base isolation) berbentuk
teratur (regular).
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 9
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Karakteristik defleksi kekuatan dari sistem isolasi bersifat independen dari

tingkat pembebanan, beban vertikal dan beban bilateral.
Beban Gempa Dasar Nominal
2.4.1
Beban gempa dasar nominal horisontal akibat gempa menurut SNI 03-1726-
2003 Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Rumah dan
Gedung, dinyatakan sebagai berikut :
V
(2.6)
CI
Wt
R
Keterangan :
V
= Beban gempa dasar nominal (beban gempa rencana) (kN)
Wt
= Kombinasi beban mati dan beban hidup vertikal yang direduksi (kN)
C
= Faktor respons gempa, yang besarnya tergantung dari jenis tanah dasar
dan waktu getar struktur
I
= Faktor keutamaan struktur
R
= Faktor reduksi gempa
Rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3,0, maka 0,1 V harus dianggap
sebagai beban horisontal terpusat. Beban tersebut menangkap pada pusat massa
lantai tingkat paling atas, sedangkan 0,9 V sisanya harus dibagikan sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen.
2.4.2 Perhitungan Berat Bangunan (Wt)
Besarnya beban gempa sangat dipengaruhi oleh berat dari struktur
bangunan, maka perlu dihitung berat dari masing-masing lantai bangunan. Berat
dari bangunan dapat berupa beban mati yang terdiri dari berat sendiri materialmaterial konstruksi dan elemen-elemen struktur, serta beban hidup yang
diakibatkan oleh hunian atau penggunaan bangunan. Kemungkinan terjadinya
gempa bersamaan dengan beban hidup yang bekerja penuh pada bangunan adalah
kecil, maka beban hidup yang bekerja dapat direduksi besarnya. Berdasarkan
standar pembebanan yang berlaku di Indonesia, untuk memperhitungkan pengaruh
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 10
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
beban gempa pada struktur bangunan gedung, beban hidup yang bekerja dapat
dikalikan dengan faktor reduksi sebesar 0,3. (Arizona, Femy dan Hery Mulyanto,
Tugas Akhir, 2006, BAB II Hal.5)
2.4.3 Waktu Getar Alami Struktur Gedung
Waktu getar alami struktur gedung diperlukan untuk mencari nilai C, yaitu
nilai faktor respon gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana.
Acuan awal nilai waktu getar alami struktur gedung (T) dapat ditentukan dengan
persamaan
dibawah ini :
T = 0,085 H3/4
untuk portal baja
(2.7)
T = 0,06 H3/4
0,09
H
T=V=
B
untuk portal beton
(2.8)
untuk struktur lain
(2.9)
Keterangan :
H = Tinggi stuktur (m)
B = Lebar struktur dalam arah gempa yang ditinjau (m)
Waktu getar dari struktur bangunan pada arah-X (Tx) dan arah-Y (Ty) yang
telah dihitung, maka harga dari faktor respons gempa (C) dapat ditentukan dari
Diagram spektrum respons gempa rencana (lihat Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Respons spektrum gempa rencana untuk wilayah gempa 4.
(sumber: SNI 03-1726-2003 Hal.18)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 11
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.4 Faktor Keutamaan Struktur (I)
Standar ini menentukan pengaruh gempa rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur bangunan gedung serta berbagai bagian dan peralatannya
secara
umum. Kategori gedung bergantung pada tingkat kepentingan gedung
pasca gempa, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu
faktor keutamaan (I) pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4 Faktor keutamaan untuk berbagai kategori gedung dan bangunan
(sumber: SNI 03-1726-2003 Hal.8).
Faktor
Keutamaan
Kategori gedung
I1
I2
I
Gedung umum seperti untuk penghunian,
1,0
1,0
1,0
perniagaan dan perkantoran
Monumen dan bangunan monumental
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat
penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio
dan televisi.
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti
gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.
Cerobong, tangki di atas menara.
1,0
1,6
1,6
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
2.4.5 Faktor Reduksi Gempa (R)
Faktor reduksi gempa digunakan untuk menentukan sistem struktur dalam
mengakomodasi beban gempa. Sistem struktur ditentukan berdasarkan pada hasilhasil pengujian kualifikasi yang menunjukkan rotasi inelastis. Faktor daktilitas
berbagai sistem struktur gedung terdapat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih
total beberapa jenis sistem dan subsistem struktur bangunan gedung
(sumber: SNI 03-1726-2003 Hal.12)
Sistem dan subsistem struktur
Uraian sistem pemikul beban gempa
Rm
F
μm
bangunan gedung
1. Sistem dinding penumpu
1. Dinding geser beton bertulang
(Sistem struktur yang tidak
2. Dinding penumpu dengan rangka baja
memiliki rangka ruang pemikul
ringan dan beban gravitasi
beban gravitasi secara lengkap. 3. Rangka bracing di mana bracingnya
Dinding penumpu atau sistem
memikul beban gravitasi
bracing memikul hampir
a. Baja
semua beban gravitasi. Beban
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5
lateral dipikul dinding geser
& 6)
atau rangka bracing).
2,7
1,8
pers
. (5)
4,5
2,8
2,8
2,2
2,8
1,8
4,4
2,8
2,2
2,2
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 12
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Tabel 2.5 Faktor daktilitas, faktor reduksi, faktor tahanan (Lanjutan)
2. Sistem rangka gedung (Sistem 1. Rangka bracing eksentris baja (RBE)
struktur
yang pada dasarnya
2. Dinding geser beton bertulang
memiliki rangka ruang pemikul 3. Rangka bracing biasa
beban gravitasi secara lengkap.
a. Baja
Beban
lateral dipikul dinding
b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5
geser atau rangka bracing).
& 6)
4. Rangka bracing konsentris khusus
a. Baja
5. Dinding geser beton bertulang berangkai
daktail
6. Dinding geser beton bertulang kantilever
daktail penuh
7. Dinding geser beton bertulanng kantilever
daktail parsial
3. Sistem rangka pemikul momen 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)
( sistem struktur yang pada
a. Baja
dasarnya memiliki rangka
b. Beton bertulang
ruang pemikul beban gravitasi 2. Rangka pemikul momen menengah beton
secara lengkap. Beban lateral
(SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 & 6)
dipikul rangka pemikul momen 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
terutama melalui mekanisme
a. Baja
lentur).
b. Beton bertulang
4. Rangka batang baja pemikul momen
khusus (SRPBMK)
4. Sistem ganda (Terdiri dari: 1) 1. Dinding geser
rangka ruang yang memikul
a. Beton bertulang dengan SRPMK beton
seluruh beban gravitasi; 2)
bertulang
pemikul beban lateral berupa
b. Beton bertulang dengan SRPMB baja
dinding geser atau rangka
c. Beton bertulang dengan SRPMM beton
bracing dengan rangka pemikul
bertulang
momen. Rangka pemikul
2. RBE baja
momen harus direncanakan
a. Dengan SRPMK baja
secara terpisah mampu
b. Dengan SRPMB baja
memikkul sekurang-kurangnya 3. Rangka bracing biasa
25% dari seluruh beban lateral;
a. Baja dengan SRPMK baja
3) kedua sistem harus
b. Baja dengan SRPMB baja
direncanakan untuk memikul
c. Beton bertulang dengan SRPMK beton
secara bersama-sama seluruh
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)
beban lateral dengan
d. Beton bertulang dengan SRPMM beton
memperhatikan interaksi /
bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)
sistem ganda)
4. Rangka bracing konsentris khusus
a. Baja dengan SRPMK baja
b. Baja dengan SRPMB baja
5. Sistem struktur bangunan
Sistem struktur kolom kantilever
gedung kolom kantilever:
(Sistem struktur yang
memanfaatkan kolom
kantilever untuk beban lateral)
6. Sistem interaksi dinding geser
Beton bertulang menengah ( tidak untuk
dengan rangka
wilayah 5 & 6)
7. Subsistem tunggal (Subsistem 1. Rangka terbuka baja
struktur bidang yang
2. Rangka terbuka beton bertulang
membentuk struktur bangunan 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan
gedung secara keselururuhan)
balok beton pratekan (bergantung pada
indeks baja total)
4. Dinding geser beton bertulang barangkai
daktail penuh
4,3
3,3
7,0
5,5
2,8
2,8
3,6
3,6
5,6
5,6
2,2
2,2
4,1
4,0
6,4
6,5
2,2
2,8
3,6
6,0
2,8
3,3
5,5
2,8
5,2
5,2
3,3
8,5
8,5
5,5
2,8
2,8
2,8
2,7
2,1
4,0
4,5
3,5
6,5
2,8
2,8
2,8
5,2
8,5
2,8
2,6
4,0
4,2
6,5
2,8
2,8
5,2
2,6
8,5
4.2
2,8
2,8
4,0
2,6
4,0
6,5
4,2
6,5
2,8
2,8
2,8
2,6
4,2
2,8
4,6
2,6
1,4
7,5
4,2
2,2
2,8
2,8
2
3,4
5,5
2,8
5,2
5,2
3,3
8,5
8,5
5,5
2,8
2,8
2,8
4,0
6,5
2,8
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 13
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.4.6 Beban Gempa Perlantai
Beban gempa dasar nominal (V) menurut persamaan (2.6) harus dibagikan
sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik
ekivalen
(Fi) yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut
persamaan (2.10) Ilustrasi dari beban gempa nominal statik ekivalen dapat dilihat
pada gambar 2.3:
Fi 
Wi z i
V
n
W z
i 1
(2.10)
i i
Keterangan :
Fi = Gaya statik ekivalen tiap lantai (kN)
Wi = Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai (kN)
Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral (mm)
n
= Nomor lantai tingkat paling atas
V
= Beban gempa dasar nominal (kN)
Gambar 2.3 Ilustrasi beban gempa nominal statik ekivalen (sumber: SNI 03-1726-2003 Hal.A4)
2.4.7 Kontrol Waktu Getar Alami Gedung (T1)
Nilai deformasi dari struktur yang didapatkan selanjutnya perlu dicek waktu
getar alami gedung dengan rumus T-Rayleigh sebagai berikut :
n
T1  6,3
W d
i
i 1
n
2
i
g  Fi d i
harus ≤ 1,2.T
(2.11)
i 1
Jika T1 < 1,2.T maka beban gempa harus dihitung ulang dari awal.
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 14
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan :
= Waktu getar alami gedung untuk perencanaan awal, (detik)
T
T1
= Waktu getar alami gedung yang terjadi (detik)
di = Besar simpangan ( displacement ) pada pusat massa lantai i dengan lantai
dibawahnya (mm)
= Percepatan gravitasi ( 10 m/dt2)
g
2.4.8 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel harus dicegah dengan nilai
waktu getar alami fundamental (T1). T1 dari struktur bangunan gedung harus
dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk wilayah gempa dan jenis struktur
bangunan gedung, menurut persamaan :
T1< ζH3/4
(2.12)
Keterangan :
H = Tinggi total struktur (m)
ζ = Koefisien ditetapkan menurut Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung
(sumber: SNI 03-1726-2003 Hal.22).
Wilayah Gempa & Jenis Struktur
Sedang & ringan; rangka baja
Sedang & ringan; rangka beton dan
RBE
Sedang & ringan; bangunan lainnya
Berat; rangka baja
Berat; rangka beton dan RBE
Berat; bangunan lainnya
2.5
ζ
0,119
0,102
0,068
0,111
0,095
0,063
Simpangan (Drift) Akibat Gaya Gempa
Simpangan (drift) adalah perpindahan lateral relatif antara dua tingkat
bangunan yang berdekatan atau dapat dikatakan simpangan mendatar pada tiaptiap tingkat bangunan (horizontal story to story deflection). Simpangan antar
tingkat (interstory drift) dari suatu titik pada suatu lantai harus ditentukan sebagai
simpangan horisontal pada titik itu terhadap titik yang sesuai pada lantai yang
berada dibawahnya. Kenyamanan para penghuni gedung agar tidak terganggu,
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 15
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
maka dilakukan pembatasan-pembatasan terhadap simpangan antar tingkat pada
bangunan. Pembatasan ini juga bertujuan untuk mengurangi momen sekunder
yang terjadi akibat penyimpangan garis kerja gaya aksial di dalam kolom-kolom
(Erista,
Dicky, Tugas Akhir, 2011, BAB II Hal.22). Pembatasan tersebut disebut
kinerja batas layan.
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat
akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja
dan peretakan beton yang berlebihan. Memenuhi persyaratan kinerja batas layan
struktur
gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari
simpangan struktur gedung. Persyaratan menurut SNI 03-1726-2003 Pasal 8.1.1
tidak boleh melampaui 0,03/R kali tinggi tingkat (h) yang bersangkutan atau 30
mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
2.6
Konsep Dasar Base Isolation
Konsep Dasar Base Isolation yaitu memisahkan antara dasar bangunan yang
berhubungan dengan tanah dan struktur bangunan atas, sehingga gerakan tanah
tidak secara langsung ditransfer ke struktur atas. Sistem ini akan memisahkan
bangunan atau struktur dari komponen horisontal pergerakan tanah dengan
menyisipkan bahan isolation dengan kekakuan horisontal yang relatif kecil antara
bangunan atas dengan pondasinya.
2.7
Elastomeric Rubber Bearing
Elastomeric rubber bearing terbuat dari lapisan-lapisan horisontal karet
alami atau karet sintetis berupa lapisan tipis merekat diantara pelat baja. Pelat baja
mencegah lapisan-lapisan karet menggelembung, dengan demikian elastomeric
rubber bearing mampu mendukung beban vertikal yang besar dengan hanya
mengalami deformasi yang kecil. Elastomeric rubber bearing fleksibel terhadap
beban lateral.
Elastomeric rubber bearing yang sederhana menyediakan fleksibilitas,
tetapi tidak ada peredaman signifikan dan akan bergerak pada beban layan. Salah
satu metode yang digunakan untuk mengatasi kekurangan ini adalah dengan
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 16
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
memasang inti pada bearing. Lead Plug Rubber Bearing yang diformulasi dengan
redaman tinggi dan kekakuan untuk regangan kecil, atau digabung dengan piranti
lain.
Elastomeric rubber bearing tersebut dipasang disetiap kolom yaitu diantara
pondasi dan bangunan. Karet alam berfungsi untuk mengurangi getaran akibat
gempa bumi sedangkan lempeng baja digunakan untuk menambah kekakuan
elastomeric rubber bearing, sehingga penurunan bangunan saat bertumpu diatas
elastomeric rubber bearing tidak besar. Elastomeric rubber bearing dapat dilihat
pada Gambar 2.4 berikut ini :
Gambar 2.4 Elastomeric rubber bearing
( sumber : www.wbdg.org )
2.8
Jenis-jenis Elastomeric Rubber Bearing yang digunakan sebagai Base
Isolation
Pada umumnya Base Isolated Building menggunakan Elastomeric Rubber
Bearing dimana lembaran baja digunakan sebagai reinforcing diantara lapisan
karet. Lapisan baja dimaksudkan agar bearing dapat memikul beban vertikal
disamping sebagai penahan gerak horisontal dari karet agar tidak melebihi batas
lendutan kesamping yang diperlukan untuk memperkecil frekuensi dari struktur
akibat gempa. Nilai redaman pada bearing diaplikasikan dengan menambahkan
blok karbon, resin dan sebagainya. Material tersebut biasanya disebut dengan high
damping rubber bearing (HDRB) (lihat Gambar 2.5 (a)).
Isolation yang digunakan selain ERB atau HDRB yaitu Lead Plug Rubber
Bearing (LPRB). Pada sistem ini, ditengah-tengah bearing disediakan lubang
sedemikian rupa, sehingga dapat dipasang perunggu sebagai bahan peredam
getaran (lihat Gambar 2.5 (b)).
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 17
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
(a)
(b)
Gambar 2.5 (a) High Damping Rubber Bearing; (b) Lead Plug Rubber Bearing
(sumber : www.indonesiancivilengineering.com)
2.9
Struktur dan Prinsip Kerja Base Isolation pada Gedung Bertingkat
Prinsip utama cara kerja base isolation seperti bearing (ERB atau LPRB)
adalah dengan memperpanjang waktu getar alami struktur di luar frekuensi
dominan gempa sampai 2,5 atau 3 kali dari waktu getar struktur tanpa isolation
(fixed base structures) dan memiliki damping antara 10% s/d 20%. Waktu getar
alami tersebut mengakibatkan gaya gempa yang disalurkan ke struktur menjadi
lebih kecil. (Teruna, Daniel Rumbi, dan Singarimbun, Hendry, Jurnal Teknik
Sipil, 2010, BAB III Hal.5)
2.10 Analisis Statik Ekivalen Struktur dengan Base Isolation
Perhitungan gaya gempa pada struktur base isolation system harus
menggunakan perhitungan equivalent lateral force (ELF) yang terdapat pada
FEMA 451. FEMA 451 menjelaskan nilai RI (faktor reduksi gempa).
Faktor pengurangan (RI), didefinisikan sebagai 3/8 faktor R untuk sistem
struktur tahan gempa, dengan nilai maksimum 2,0. Faktor R I relatif kecil
dimaksudkan untuk menjaga struktur pada dasarnya elastis untuk desain gempa
bumi (yaitu, menjaga kekuatan gempa berada di bawah kekuatan sebenarnya dari
sistem struktur tahan gempa). Desain tahan gempa base isolation ini dikurangi
dengan faktor sederhana dari struktur konvensional dengan persamaan :
Vs 
Vb
RI
(2.12)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 18
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Keterangan :
Vs = Gaya geser dasar nominal untuk base isolation system (kN)
Vb = Gaya gempa dasar nominal (kN)
RI = Faktor reduksi gempa
Gaya statik ekivalen tiap lantai untuk base isolation system dapat dihitung
dengan persamaan :
Fx  Vs
Wx hx
Wi hi
(2.13)
Keterangan
:
Wi = Berat struktur (kN)
hi
= Ketinggian lantai (mm)
Fx = Gaya statik ekivalen tiap lantai (kN)
Vs = Gaya geser dasar nominal base isolation (kN)
2.11 Nllink Element Sebagai Model Base isolation
Nllink element pada software analisis struktur digunakan untuk memodelkan
sifat non-linier dari elemen. Tipe Nllink element ini bisa ditentukan sebagai
sebuah joint dimana sistem pegasnya dibumikan (grounded), atau dengan
menggambarkanya diantara dua joint (two joint link). Elemen ini diasumsikan
mempunyai enam buah “pegas” secara terpisah, dimana tiap pegas mempunyai
enam derajat kebebasan deformasi (aksial, geser, torsi dan lentur). Tiap pegas ini
mempunyai dua macam karakteristik yang harus ditentukan yaitu:
a) Nilai kekakuan linier efektif (linier effective-stiffness) dan nilai redaman
efektif (effective-damping) yang digunakan untuk semua analisis linier.
b) Hubungan antara deformasi-gaya non-linier yang digunakan untuk analisis
riwayat waktu secara non-linier.
Nilai kekakuan linier dari elemen tersebut (tidak termasuk nilai redaman) akan
digunakan untuk analisis non-linier riwayat waktu Jika point (b) tidak ditentukan.
Nilai redaman efektif hanya digunakan untuk analisa respon spektra dan analisa
riwayat waktu. (Luthfi M. M. dan Rahmat Permana, Tugas Akhir, 2001, BAB II
Hal. 54)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 19
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2.11.1 Nllink properties
Nllink properties (Nlprop) merupakan sekumpulan data-data (sifat-sifat)
struktural dari Nllink element yang bisa digunakan untuk menentukan perilaku
dari sebuah Nllink element atau lebih. Penentuan Nlprop ini bersifat bebas
(masing-masing), sehingga tidak harus berurutan.
Nilai yang harus ditentukan (bersifat wajib) pada Nlprop adalah besarnya
kekakuan efektif (effective-stiffnes) dan redaman efektif (damping-stiffness).
Nilai-nilai ini akan digunakan untuk keperluan semua analisis linier seperti :
analisis
statis (static analysis), analisis P-delta (P-delta analysis), analisis modal
(modal analysis), dan analisis linier/periodik dari riwayat waktu (linier/periodic
time history analisis) (M, Luthfi M. dan Permana, Rahmat, Tugas Akhir, 2001,
BAB II Hal. 55).
2.12 Brace Frames ( BF )
Portal braced frames memiliki elemen bracing untuk meningkatkan
kekakuan strukturnya. Portal braced frames didesain untuk meminimalisir
masalah kekakuan. Terdapat 2 jenis portal braced frames yaitu concentrically
braced frames (CBF) dan eccentrically braced frames (EBF). (Rahman, Aulia,
Tugas Akhir, 2011, BAB II Hal.23)
2.12.1 Concentrically Braced Frames (CBF)
Struktur CBF merupakan sistem struktur untuk menahan beban lateral
dengan kekakuan stuktur yang tinggi. Kekakuan yang tinggi pada struktur ini
dihasilkan pada bracing diagonal yang berfungsi untuk menahan beban lateral
pada struktur. Pada struktur ini, elemen bracing diharapkan mampu berdeformasi
inelastik yang besar tanpa terjadi kehilangan yang signifikan pada kekuatan dan
kekakuan struktur (Rahman, Aulia, Tugas Akhir, 2011, BAB II Hal.24). Jenisjenis CBF terdiri dari 5 macam yang terdapat pada Gambar 2.6 berikut ini :
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 20
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.6 Jenis – Jenis Concentrically Braced Frames
(Rahman, Aulia, Tugas Akhir, 2011, BAB II Hal.24)
Elemen bracing pada sistem CBF berfungsi untuk menahan kekakuan
struktur karena dengan adanya bracing pada struktur, deformasi struktur akan
menjadi lebih kecil, sehingga kekakuan strukturnya meningkat. Kekakuan yang
besar pada sistem CBF mengakibatkan deformasi yang terjadi pada struktur lebih
terbatas, sehingga daktalitas struktur CBF lebih rendah. (Rahman, Aulia, Tugas
Akhir, 2011, BAB II Hal.24).
2.12.2 Eccentrically Braced Frame (EBF)
Struktur EBF memiliki kekakuan yang lebih tinggi, respon yang stabil
pada respon siklik lateral, daktalitas yang tinggi, dan kapasitas penyerapan energi
yang besar. Pada struktur EBF terdapat elemen penting yang berpengaruh pada
karakteristik EBF. Elemen tersebut berupa elemen balok pendek yang disebut
link. Link merupakan elemen struktur yang direncanakan untuk berperilaku
inelastik serta mampu untuk berdeformasi plastis yang besar pada saat terjadi
beban lateral. Bagian link ini berfungsi menyerap energi pada saat terjadi beban
lateral (gempa). Mekanisme leleh pada elemen link terdiri dari 2 mekanisme leleh
yaitu kelelehan geser dan kelelehan lentur, tergantung dari panjang link (e) yang
digunakan. Elemen struktur di luar link direncanakan untuk berperilaku elastis
pada struktur EBF sedangkan bagian link direncanakan untuk dapat berdeformasi
inelastis pada saat terjadinya beban lateral (gempa). (Rahman, Aulia, Tugas
Akhir, 2011, BAB II Hal.25). Jenis-jenis EBF terdiri dari 3 macam yang terdapat
pada Gambar 2.7 berikut ini :
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 21
D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
Gambar 2.7 Jenis – Jenis Eccentrically Braced Frames
(Rahman, Aulia, Tugas Akhir, 2011, BAB II Hal.25)
Candra Nur Arifin, Rizal Muttaqin, Analisis Penggunaan Elastomeric..... II - 22
Download