9 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kalkulus Pada abad ke

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1
Kalkulus
Pada abad ke-14, seorang ahli Matematika asal India, Madhava bersama rekan-
rekan ahli matematika lainnya di Kerala School membuat penemuan-penemuan (yang
nantinya
akan
menjadi
dasar-dasar
kalkulus)
dan
selanjutnya
tidak
pernah
dikembangkan oleh siapapun dan di manapun di dunia ini dari sejak saat itu. Hingga
akhirnya perkembangan penemuan itu terjadi pada abad ke-17, di mana Newton dan
Leibniz menemukan secara terpisah teorema fundamental kalkulus dan hasil karya pada
notasi kalkulus.
Kalkulus yang merupakan cabang pusat dari matematika, yang dikembangkan
dari aljabar dan geometri dan dibangun dari dua buah ide tambahan utama. Salah satu
konsepnya adalah kalkulus diferensial. Kalkulus diferensial mempelajari besarnya
perubahan, yang biasanya digambarkan dengan kemiringan kurva.
Konsep yang lain adalah kalkulus integral. Kalkulus integral mempelajari
akumulasi jumlah seperti luas area di bawah kurva, jarak linear yang ditempuh dan
volume.
9
2.2
Kalkulus Diferensial
Kalkulus diferensial muncul dari pembelajaran limit kuosien,
Δy
, sebagai
Δx
denominator Δx mendekati nol, di mana x dan y adalah peubah-peubahnya. Y dapat
diekspresikan sebagai beberapa fungsi x, atau f(x) , dan Δy dan Δx mewakili
penambahan koresponden, atau perubahan dalam y dan x. Limit dari
derivatif dari y terhadap x dan diindikasikan dengan
Δy
atau D x y :
Δx
Δy dy
lim
=
= Dx y
Δx =0 Δx dx
D x y = f' (x) = lim
h →0
f(x + h) − f(x)
h
Gambar 2.1.1 Garis singgung pada (x,f(x))
10
Δy
disebut
Δx
(2.2.1)
(2.2.2)
Gambar 2.1.2 secant kurva y = f(x) yang ditentukan oleh titik (x, f(x)) dan
(x+h, f(x+h)).
Simbol-simbol dy dan dx disebut diferensial-diferensial (di mana keduanya
sebagai simbol dan bukan produk), dan proses menemukan derivatif y = f(x) disebut
diferensiasi. Derivatif
dy
df(x)
=
juga didenotasikan sebagai y’, atau f’(x). Turunan
dx
dx
f’(x) merupakan fungsi dari x dan dapat diturunkan, yang mana hasilnya adalah turunan
kedua yakni didenotasikan sebagai y”, f”(x) atau
d2 y
. Proses ini dapat dilanjutkan
dx 2
dengan meneruskan ke turunan ketiga, turunan keempat, dan seterusnya.
Dalam prakteknya telah dikembangkan rumus untuk mencari turunan-turunan
dari semua fungsi-fungsi yang ada. Misalnya, jika y = x n , maka y' = nx n -1 , dan jika
y = sin x, maka y’ = cos x.
Sebuah fungsi dikatakan differentiable pada titik x jka terdapat turunan dari
fungsi tersebut di titik itu; sebuah fungsi disebut differentiable pada sebuah interval jika
11
untuk setiap x dalam interval itu fungsi tersebut dapat diturunkan. Jika sebuah fungsi
tidak kontinu pada nilai x , maka tidak terdapat garis singgung dan fungsi tersebut tidak
differentiable pada nilai x; bagaimanapun, bahkan jika sebuah fungsi kontinu pada nilai
x, mungkin saja fungsi tersebut tidak differentiable. Dengan kata lain, differentiability
mengarah pada kontinuitas, namun tidak sebaliknya.
2.3
Kalkulus Integral
Di dalam kalkulus, integral merupakan sebuah fungsi generalisasi dari luas,
massa, isi, jumlah dan total. Proses menemukan integral disebut integrasi.
Secara intuitif, integral dari fungsi f bilangan riil positif yang kontinu dengan
satu variabel riil x di antara batas kiri a dan batas kanan b merepresentasikan daerah
yang dibatasi oleh x = a dan x = b dan sumbu x. Lebih formalnya dapat dinyatakan
sebagai berikut :
S = ⎧⎨(x, y)∈ ℜ2 : a ≤ x ≤ b,0 ≤ y ≤ f(x)⎫⎬,
⎩
⎭
(2.3.1)
yang mana integral f di antara a dan b adalah pengukuran dari S.
Leibniz memperkenalkan notasi s panjang yang standar untuk integral. Sehingga
persamaan (2.3.1) dapat ditulis menjadi
b
∫ f(x)dx .
a
(2.3.2)
Persamaan di atas juga dapat dinyatakan sebagai berikut :
lim h[f(a) + f(a + h) + f(a + 2h) + ... + f(a + (n − 1)h)]
h→0
12
(2.3.3)
Jika sebuah fungsi mempunyai sebuah integral, dikatakan fungsi itu integrable.
Fungsi yang mana integralnya dihitung dinamakan integrand. Integral ini menghasilkan
sebuah bilangan bukan fungsi.
Teknik dasar yang paling banyak digunakan dalam menghitung integral dengan
satu variabel riil didasarkan pada Teorema Fundamental Kalkulus.
Teorema fundamental kalkulus menyatakan bahwa diferensiasi dan integrasi
dalam pemikiran tertentu merupakan operasi invers.
Hubungan ini memungkinkan kita untuk me-recover perubahan total dalam
sebuah fungsi terhadap beberapa interval dari besarnya perubahan instan dengan
mengintegrasikan yang terakhir. Teorema fundamental kalkulus menyediakan metode
aljabar untuk menghitung banyak integral tertentu tanpa menampilkan proses limitdengan menemukan formula antiderivatif seperti pada persamaan (2.3.4). hal ini juga
merupakan prototipe solusi dari sebuah persamaan diferensial.
Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1.
Pilih sebuah fungsi f(x) dan sebuah interval [a,b].
2.
Cari antiderivatif dari f, yakni sebuah fungsi F sehingga F’= f.
3.
Dengan Teorema Fundamental Kalkulus,
4.
b
∫ f(x)dx = F(b) − F(a).
a
5.
Sehingga nilai integralnya adalah F(b)-F(a)
(2.3.4)
Perhatikan bahwa integral bukanlah antiderivatif (integral berupa bilangan),
tetapi teorema fundamental memungkinkan kita menggunakan antiderivatif untuk
mengevaluasi integral.
13
Integral sendiri terbagi dua, yakni integral tertentu dan integral tak tentu.
Pembagian ini didasarkan pada apakah batas atas dan batas bawahnya diketahui atau
tidak. Integral yang mempunyai batas bawah dan batas atas disebut integral tertentu
dan akan menghasilkan jawaban dalam bentuk bilangan. Integral disebut integral tak
tentu jika integral tersebut tidak memiliki batas bawah dan batas atas. Dalam hal ini,
jawaban yang dihasilkan akan masih dalam bentuk berpeubah dan akan dijumlahkan
dengan satu buah konstanta, karena dalam perhitungan turunan bentuk konstanta
apapun mempunyai nilai nol. Ekspresi integral tak tentu adalah :
∫ f(x)dx = F(x) + C
2.4
(2.3.5)
Persamaan Diferensial Biasa
2.4.1
Definisi Sebuah Persamaan Diferensial
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p38), sebuah persamaan
diferensial adalah sebuah persamaan yang meliputi turunan-turunan atau
diferensial-diferensial. Berikut ini adalah contoh-contoh dari persamaan
diferensial.
Contoh 1. (y") + 3x = 2(y')
2
Contoh 2.
dy y
+ = y2
dx x
Contoh 3.
dy x + y
=
dx x − y
Contoh 4.
∂ 2V ∂ 2V
+
=0
∂x 2 ∂y 2
3
14
Persamaan dalam contoh 1-3 disebut persamaan diferensial biasa
karena hanya memiliki satu peubah bebas. Persamaan dalam contoh 4 disebut
persamaan diferensial parsial karena memiliki lebih dari satu peubah bebas.
2.4.2
Orde Sebuah Persamaan Diferensial
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p38), sebuah persamaan yang
memiliki sebuah derivatif dengan orde ke-n disebut sebuah persamaan
diferensial orde n. Misalnya dalam contoh di atas, persamaan dalam contoh 1
merupakan persamaan diferensial dengan orde 2, sedangkan persamaan
diferensial dalam contoh 2 merupakan persamaan diferensial dengan orde 1.
2.4.3
Keberadaan dan Keunikan Solusi-Solusi
Kemampuan memprediksikan secara langsung
ada tidaknya sebuah
solusi yang unik dari sebuah persamaan diferensial dan syarat-syarat yang
diasosiasikan adalah penting. Misalnya untuk kasus persamaan diferensial orde
satu sebagai berikut
y’ = f(x,y)
(2.4.3.1)
jawabannya dapat dilihat sebagai berikut
Teorema Keberadaan dan Keunikan. Jika f(x,y) adalah kontinu dan
mempunyai sebuah derivatif parsial yang kontinu terhadap y pada tiap titik
dari
daerah
R
yang
ditentukan
oleh x − x 0 < δ, y − y 0 < δ, ,
terdapat dalam R satu dan hanya satu solusi dari persamaan (2.4.3.1)
yang melewati titik (x 0 , y 0 ) .
15
kemudian
2.4.4
Persamaan Diferensial Parsial
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258),
sebuah persamaan
diferensial parsial merupakan sebuah persamaan yang mengandung sebuah
fungsi dengan dua atau lebih peubah bebas dan turunan parsialnya terhadap
peubah-peubah yang dikandungnya.
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258),
orde sebuah persamaan
diferensial adalah orde tertinggi derivatifnya.
∂ 2u
= 2x − y merupakan sebuah persamaan diferensial orde
Contoh 1.
∂x∂y
dua.
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p258) sebuah masalah nilai batas
yang melibatkan persamaan diferensial parsial
mencari semua solusi
persamaan diferensial mana yang memenuhi syarat disebut syarat batas.
2.4.5
Rumus-Rumus Diferensial
Menurut Murray R. Spiegel (1971, p4), berikut ini u,v mewakili fungsifungsi dari x sementara a,c,p mewakili konstanta. Kita asumsikan bahwa
derivatif dari u dan v ada, yakni u dan v dapat didiferensiasikan.
1.
du dv
d
(u ± v) = ±
dx dx
dx
2.
d
du
(cu) = c
dx
dx
3.
d
dv
du
(uv) = u + v
dx
dx
dx
16
4.
d ⎛ u ⎞ v(du/dx) − u(dv/dx)
⎜ ⎟=
dx ⎝ v ⎠
v2
5.
d p
du
u = pu p−1
dx
dx
dalam kasus tertentu di mana u=x, maka.
du
=1
dx
2.5 Kalkulus Variasi
Kalkulus variasi adalah cabang matematika yang berhubungan dengan
fungsi dari fungsi-fungsi, yang berlawanan dengan kalkulus biasa, yakni
berhubungan dengan fungsi-fungsi dari bilangan-bilangan. Fungsional yang
demikian misalnya dapat dibentuk sebagai integral yang melibatkan sebuah
fungsi sembarang dan turunannya. Yang ingin dicapai di sini adalah fungsifungsi ekstremal : yang membuat fungsional tersebut mencapai nilai
maksimum atau minimum.
Kunci dari kalkulus variasi adalah persamaan Euler-Lagrange. Ini
berhubungan dengan syarat stasioner sebuah fungsional. Sebagaimana
mencari maksima dan minima sebuah fungsi, analisis perubahan kecil yang
terjadi yang mendekati solusi yang diduga, haruslah memenuhi sebuah syarat
yakni turunan pertamanya
bernilai nol.
Syarat perlu itu belumlah syarat
cukup. Pengujian dilakukan dengan melihat apakah turunan keduanya lebih
besar atau lebih kecil dari nol.
17
2.6 Persamaan Euler-Lagrange
Persamaan Euler-Lagrange yang dkembangkan oleh Leonhard Euler
dan Joseph-Louis Lagrange pada tahun 1750-an, merupakan rumus utama dari
kalkulus variasi. Rumus ini menyediakan sebuah cara untuk menyelesaikan
fungsi-fungsi yang mengekstremkam sebuah fungsional yang diberikan.
Rumus ini secara luas digunakan untuk menyelesaikan masalah optimasi dan
secara analogi dari hasil kalkulus bahwa sebuah fungsi memperoleh
ekstremnya jika turunannya bernilai nol.
Secara formal, sebuah fungsional F(x, f(x), f′(x)) dengan derivatif
parsial parsial yang kontinu, fungsi f sembarang yang mengekstremkan
fungsional F(x, f(x), f′(x))
b
J = ∫ F(x, f(x), f' (x))dx
a
(2.6.1)
juga harus memenuhi persamaan diferensial biasa
dF d dF
−
=0
df dx df'
Contoh
18
(2.6.2)
Sebuah contoh standar dalam mencari jalur terpendek dari dua buah titk pada bidang
datar. Asumsikan bahwa kedua titik tersebut dihubungkan oleh (a,c)
dan
(b,d).
Panjang jalur y = f(x) di antara kedua titik ini adalah:
2
b
⎛ dy ⎞
L = ∫ 1 + ⎜ ⎟ dx
a
⎝ dx ⎠
(2.6.3)
Persamaan Euler-Lagrange akan meluas menjadi persamaan diferensial :
2
dy
d
⎛ dy ⎞
1+ ⎜ ⎟ = 0 ⇒
=C
dx
dx
⎝ dx ⎠
(2.6.4)
Dengan kata lain, sebuah garis lurus.
Pembuktian persamaan Euler-Lagrange
Derivatif persamaan Euler-Lagrange satu dimensi merupakan pembuktian klasik
dalam bidang Matematika. Pembuktian ini bergantung pada lemma fundamental
kalkulus variasi.
Kita ingin mencari sebuah fungsi f yang memenuhi syarat batas f(a) = c, f(b) = d,
b
yang menjadikan fungsional J = ∫ F(x, f(x), f' (x))dx ekstremum.
a
Kita asumsikan bahwa F mempunyai derivatif pertama yang kontinu. Jika f
mengekstremumkan fungsional J dengan syarat-syarat batas di atas, maka setiap
perubahan kecil dari f yang membuat nilai-nilai batas bernilai
19
tetap
juga
harus
meningkatkan nilai J (jika f adalah sebuah minimizer) atau mengurangi J (jika f adalah
maximizer).
Misalkan η(x) adalah sebuah fungsi yang diferensiabel yang
memenuhi
syarat η(a) = η(b) = 0. kemudian tentukan
b
J(ε ) = ∫ F(x, f(x) + εη(x), f ' (x) + εη' (x))dx
a
Karena J(0)
(2.6.5)
merupakan jumlah dari f, sebuah nilai ekstrem, hal ini
mengakibatkan J'(0) = 0, misalnya
b ⎡
∂F ⎤
∂F
J' (0) = ∫ ⎢η(x) + η' (x) ⎥ = 0
∂f' ⎦
∂f
a ⎣
(2.6.6)
Langkah penting berikutnya adalah menggunakan integral parsial pada
bentuk yang kedua sehingga persamaan di atas menjadi
b
b ⎡ ∂F d ∂F ⎤
∂F ⎤
⎡
0= ∫⎢ −
η(x)dx
+
η(x)
⎥
⎢
∂f' ⎥⎦ a
a ⎣ ∂f dx ∂f' ⎦
⎣
(2.6.7)
Dengan menggunakan syarat-syarat batas pada η, kita memperoleh
b⎡ ∂F d ∂F ⎤
0 = ∫⎢ −
⎥η ( x)dx
a ⎣ ∂f' dx ∂f' ⎦
Dengan
menggunakan
lemma
diperolehlah persamaan Euler-Lagrange :
20
(2.6.8)
fundamental
kalkulus
variasi,
0=
∂F d ∂F
−
∂f dx ∂f'
(2.6.9)
2.7 Metode Variasional
Penggunaan simbol variasional δ yang mempunyai fungsi yang secara
analogi sama dengan diferensial d pada kalkulus akan lebih mudah. Misalkan
diberikan sebuah fungsi F(x, y(x), y' (x)) , atau lebih singkatnya F(x, y, y' ) di
mana kita tetapkan x bernilai tetap, dapat kita nyatakan
ΔF = F(x, y(x) + εη(x), y'(x) + εη' (x)) − F(x, y(x), y' (x))
(2.7.1)
Dengan menggunakan deret Taylor
F(x, y + εη, y'+εη' ) = F(x, y, y') +
∂F
∂F
εη + + εη'+...
∂y
∂y'
(2.7.2)
persamaan (2.6.1 ) dapat ditulis menjadi
ΔF =
∂F
∂F
εη + εη'+...
∂y'
∂y
(2.7.3)
Jumlah dari bentuk kedua pertama pada bagian kanan pada persamaan
(2.7.3) didenotasikan oleh δF dan disebut variasi dari F, misalnya
δF =
δF
δF
εη + εη'
δy
δy'
(2.7.4)
Jika dalam hal tertentu F=y atau F=y’ pada persamaan (2.7.4), kita akan
memperoleh
δy = εη,
δy'= εη'
sehingga persamaan (2.4.4) dapat ditulis menjadi
21
(2.7.5)
δF =
δF
δF
δy + δy'
δy
δy'
(2.7.6)
Dari persamaan (2.4.6) dapat kita lihat bahwa
d
⎛ dy ⎞
(εη) = d (δy)
⎟ = εη' =
dx
dx
⎝ dx ⎠
(2.7.7)
⎛ dy ⎞ d
(δy)
⎟=
⎝ dx ⎠ dx
(2.7.8)
δ⎜
misalnya
δ⎜
atau
menunjukkan bahwa operator δ dan
Simbol
variasional
dan
δy'= (δy )'
d
adalah komutatif.
dx
fungsi
yang
dimilikinya
menyediakan
pendekatan-pendekatan alternatif untuk hal-hal yang melibatkan ε dan η(x)
yang berkaitan
dengan mencari ekstremal dari integral-integral. Kemudian
kita dapat menyatakan bahwa sebuah syarat perlu agar integral
x
2
∫ F(x, y, y')dx adalah
x
1
x
2
δ ∫ F(x, y, y')dx = 0
x
1
(2.7.9)
yang pada akhirnya akan menuju ke persamaan Euler.
2.8 Sistem Sturm-Liouville
Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), sebuah permasalahan nilai
batas dengan bentuk persamaan
22
⎫
d ⎡
dx ⎤
⎢p(x) ⎥ + [q(x) + λr(x)]y = 0, a ≤ x ≤ b⎪⎪
dx ⎣
dy ⎦
⎬
a y(a) + a y'(a) = 0, b y(b) + b y'(b) = 0 ⎪⎪
1
2
1
2
⎭
di mana
(2.8.1)
a 1 , a 2 b1 , b 2 merupakan konstanta yang diketahui nilainya atau nilai
yang dinput dan bukan yang dicari; p(x), q(x), r(x) adalah fungsi-fungsi yang
diketahui yang mana kita asumsikan dapat didiferensialkan dan λ adalah
parameter
bebas dari x yang nilainya tidak diketahui sebelumnya, disebut
masalah
nilai batas Sturm-Liouville atau Sistem Sturm-Liouville.
Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), sebuah solusi non-trivial dari
sistem ini, misalnya, satu yang bukan nol, ada secara umum hanya pada
sekumpulan tertentu dari nilai parameter λ . Nilai-nilai ini disebut nilai
karakteristik atau lebih sering disebut nilai eigen sistem. Solusi yang
terkait dengan nilai eigen ini disebut fungsi karakteristik atau fungsi eigen
sistem. Pada umumnya, untuk masing-masing nilai eigen terdapat satu fungsi
eigen, meskipun dapat terjadi pengecualian.
Menurut Murray R. Spiegel (1971,p245), persamaan nilai eigen adalah
sebagai berikut.
b⎡
2
2⎤
∫ ⎢⎣p(x)y' −q(x)y ⎥⎦dx
λ=a
b
2
∫ r(x)y dx
a
Adapun
(2.8.2)
langkah-langkah umum dalam menyelesaikan persamaan Sistem
Sturm-Liouville dengan syarat batasnya untuk mendapatkan
sebagai berikut.
23
fungsi optimal adalah
1. Tentukan persamaan p(x), q(x) dan r(x).
2. Tentukan batas bawah dan batas atas pada persamaan syarat batasnya serta
masing-masing koefisiennya, yakni pada persamaan (2.8.1), nilai a, b,
a 1 , a 2 , b1 , b 2 di mana nilai a 1 ditetapkan tidak boleh bernilai nol.
3. Masukkan nilai-nilai pada langkah dua pada persamaan nilai eigennya.
4. Asumsikan
persamaan
fungsi
eigen
yang
dicari
adalah y = A 0 + A1x + A 2 x 2 + A3x 3 , di mana A2 diasumsikan bernilai 1.
5. Cari persamaan
A 0 , A1 , A 3 dengan memasukkan nilai x sesuai dengan
batas bawah dan bayas atas dan mengeliminasikannya dengan persamaan
syarat batas yang seudah ditentukan.
6. Lakukan eliminasi dan permisalan untuk pendapatkan persamaan polinomial
yang baru dan tentukan nilai eigen yang sesuai atau memenuhi persamaan
eigen di atas dengan memperoleh nilai peubah persamaan polinomial yang
baru.
7. Nilai peubah yang menghasilkan nilai eigen yang tepatlah yang akan
dimasukkan ke persamaan asumsi, yang akan menghasilkan fungsi optimal
aproksimasi
24
2.9 Suku Banyak (Polinom)
Menurut Edwards & Penney (2000,p27) suku banyak berderajat n
adalah fungsi yang berbentuk :
x n −1 + ... + a x 2 + a x + a
n −1
2
1
0
(2.9.1)
koefisien suku banyak a 0 , a 1, a 2 ,..., a n −1 , a n adalah bilangan-bilangan riil
tetap
p(x) = a n x n + a
dan a n ≠ 0 . Jadi suku banyak berderajat n adalah jumlahan dari konstanta
dikalikan fungsi pangkat 1, x, x 2 ,..., x n −1 , x n , suku banyak
berderajat
satu
adalah fungsi linear, a 1x + a 0 yang grafiknya adalah garis lurus. Suku banyak
berderajat dua adalah fungsi kuadrat a 2 x 2 + a 1x + a 0 , grafiknya berupa parabola.
Ingat bahwa nilai nol dari fungsi f adalah penyelesaian dari persamaan
f(x)=0.
Kunci untuk memahami grafik dengan suku banyak berderajat lebih
tinggi adalah teorema dasar dalam aljabar. Dikatakan bahwa suku banyak
berderajat n tidak mempunyai lebih dari n nol bilangan real yang berbeda.
2.10
Siklus Hidup Pengembangan Sistem
Metode siklus hidup pengembangan sistem atau sering disebut dengan
System Development Life Cycle (SDLC) merupakan suatu tahapan-tahapan
metode untuk merancang sebuah program aplikasi perangkat lunak. Nama lain
dari metode SDLC
yaitu metode waterfall. Metode ini disebut waterfall
25
karena model dari langkah-langkah yang dilakukan mirip dengan air terjun
suatu program aplikasi yang baik.
Perancangan
aplikasi
perangkat
lunak
dengan
metode
SDLC
dilakukan dalam 6 tahap. Tahapan-tahapan yang harus dilakukan terdiri dari
perencanaan (system engineering), analisis desain, pengkodean (coding),
pengujian (testing), dan pemeliharaan (maintenance). Berikut ini akan
dijelaskan setiap tahapan dalam SDLC tersebut yaitu :
1. Perencanaan
Perencanaan adalah suatu kegiatan untuk menentukan program aplikasi
yang akan dirancang, tempat program aplikasi akan dirancang dan dijalankan,
dan siapa yang akan merancang program aplikasi tersebut.
2. Analisis
Analisis adalah suatu kegiatan untuk menentukan tentang topik dari
permasalahan yang sedang dihadapi dan bagaimana cara pemecahan atau solusi
masalah tersebut.
3. Desain
Desain adalah suatu kegiatan untuk menentukan konsep dasar rancangan
dari suatu program yang akan dibuat sehingga diharapkan dengan desain yang
baik, maka para pengguna akan merasa nyaman dalam menggunakan program
aplikasi yang dirancang tersebut.
26
4. Pengkodean
Pengkodean
adalah
suatu
kegiatan
yang
berguna
untuk
mengimplementasikan konsep dasar dari tahapan sebelumnya (desain) ke dalam
bahasa pemrograman.
5. Pengujian
Pengujian adalah suatu kegiatan untuk mencari kelemahan dan kesalahan
yang terjadi pada program aplikasi dan ekmudian memperbaiki kesalahan atau
kelemahan etrsebut. Ada beberapa metode pengujian untuk menguji fungsifungsi dari sutau program aplikasi. Metode tersebut adalah :
•
Metode Pengujian White-Box
Metode ini menerapkan pengujian terhadap struktur logika
program
dan detail prosedural. Pengujian dilakukan terhadap setiap
baris kode program untuk meyakinkan bahwa semua operasi internal
bekerja sesuai dengan spesifikasi dan semua komponen internal telah
dicoba.
•
Metode Pengujian Black-Box
Metode ini merupakan pengujian interface dari perangkat lunak
oleh pemakai untuk mengetahui spesifikasi dari suatu fungsi dalam
program aplikasi.
program
aplikasi,
Pengujian dilakukan dengan memberi input
kemudian
diproses,
dan
hasil
pada
keluarannya
dibandingkan aoakah telah sesuai dengan kebutuhan fungsional yang
diinginkan pemakai.
•
Metode Pengujian Gray-Box
27
Metode ini merupakan gabungan dari metode pengujian WhiteBox dan metode pengujian Black-Box yaitu memvalidasi interface
perangkat lunak dan pemilihan beberapa logika internal.
6. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah suatu kegiatan yang berguna untuk memastikan
bahwa program aplikasi akan berjalan dengan baik sehingga diperlukan
pemeliharaan secara berkala.
28
Download