popularitas kesenian jaranan sentherewe di

advertisement
Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung
Nur Rokhim
POPULARITAS KESENIAN JARANAN
SENTHEREWE DI KABUPATEN
TULUNGAGUNG
Nur Rokhim
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Jalan Ki Hajar Dewantara No. 19 Kentingan, Jebres, Surakarta 57126
Abstract
Jaranan Sentherewe is a folk art from the Tulungagung regency which continues to exist
and thrive to the present day. This art form was created in the 1980s to replace the arts of jaranan
Jawa and jaranan Pegon which had existed since 1949. Originally Jaranan Sentherewe was danced
by ludruk artists and as such, the movements were taken from the vocabulary of remo movements from East Java. The presence of Jaranan Sentherewe provided a new spirit for the
Tulungagung community, as seen in their enthusiasm and the form of dynamic movements used.
Its popularity has increased with the new developments in technology that have accompanied it.
As a form of folk art, Jaranan Sentherewe cannot escape its function as a form of entertainment,
catering to the taste of the community which is increasingly inclined towards the pop culture.
Several innovations have been made to ensure that Jaranan Sentherewe continues to exist and its
performances are still enjoyed by audiences. Performances aim to satisfy audiences by means of
active interaction. The proof of such interaction can be seen when the dancers experience what is
known as ndadi. Some member of the audience also experience ndadi when listening to the monotonous jaranan music. This ndadi scene is awaited eagerly by the audience who are keen to
witness the dancers’ movements when they experience a state of ndadi. In this way, the art of
Jaranan Sentherewe cannot be separated from its supporting community, in terms of its existence
and also its form of performance which is always integrated with the audience.
Keywords: Popularity, Art, Jaranan, Sentherewe
PENDAHULUAN
Jaranan Sentherewe adalah kesenian
rakyat, dalam penampilan tarinya
menggunakan properti berupa kuda-kudaan
yang terbuat dari anyaman bambu (kuda
kepang). Tari Jaranan Sentherewe
menggambarkan prajurit berkuda yang
sedang berlatih perang (gladhen) untuk
menguji ketangkasan. Setelah prajurit
dianggap mahir maka diuji untuk berburu
binatang. Binatang dalam pertunjukan
Jaranan Sentherewe berwujud Celengan yang
238
menggambarkan Babi hutan yang dan
Barongan yang menggambarkan Ular naga.
Jaranan Sentherewe merupakan
kesenian rakyat yang dapat dikategorikan
sebagai salah satu bentuk tari kuda. Menurut
Th. Piegued, tari kuda adalah sebuah
pertunjukan rakyat yang dalam
penampilannya mengepit anyaman dari
bambu, yang dibentuk seperti kuda, dengan
gerak tari meniru gerak kuda (1991:347).
Kesenian ini masih kuat aroma mistisnya, hal
tersebut dapat dilihat dari sajian pertunjukan
Volume 12 No. 2 Desember 2013
yang diawali dengan mantra-mantra,
memakai sarana sesaji (sajen) dan pada
puncak sajian disertai dengan adegan trance
(ndadi).
Kepercayaan animisme
dan
dinamisme turut mewarnai kesenian Jaranan
Sentherewe. Properti yang digunakan, seperti
jaran kepang, celengan,barongan, dan salah
satu alat musik (kendang)dimasuki kekuatan
gaib (sotren) yang diperoleh dari makam
leluhur (danyang)menandakan adanya
kepercayaan dinamisme. Roh leluhur yang
bersemayam dalam properti dan alat musik
dipercayai sebagai pelindung dan kekuatan
kesenian Jaranan Sentherewe.
Kesenian Jaranan lahir dan
berkembang di Tulungagung sebagai
pencerminan sikap tingkah laku masyarakat
pendukungnya. Kesenian ini mulai dibentuk
dekitar tahun 1950-an dan mulai popular
pada tahun 1960-an. Sebelum lahir Jaranan
Sentherewe, di Tulungagung sudah ada dua
jenis kesenian Jaranan, yaitu Jaranan Pegon
dan Jaranan Jawa. Masing-masing
mempunyai ciri khas yang berbeda, baik dari
gerak, kostum dan bentuk iringan.
Pada awalnya kesenian Jaranan yang
berkembang di Tulungagung adalah Jaranan
Jawa pada tahun 1949, kemudian disusul
Jaranan
Pegon.
Seiring
dengan
perkembangan jaman kedua kesenian
Jaranan ini mulai surut popularitasnya sekitar
akhir tahun 1970-an, saat itu masyarakat
mulai berkurang antusiasnya.Kemudian
pada tahun 1980 mulai dibentuk kesenian
Jaranan baru yaitu JarananSentherewe.
Popularitas Jaranan Sentherewe mulai
tersebar, sehingga hampir secara serempak
group-group kesenian Jaranan membuat format Jaranan Sentherewe.
Jaranan Sentherewe
Istilah Sentherewe diambil dari jenis
tumbuhan yang banyak tumbuh di wilayah
Tulungagung. “senthe” adalah tumbuhan
sejenis talas apabila dimakan akan
menimbulkan rasa gatal dan “rawe” adalah
tumbuhan liar apabila daunnya mengenai
kulit manusia akan menimbulkan rasa gatal.
Berdasarkan sifat gerak tari yang lincah dan
dinamis, maka mereka sepakat untuk
memberi nama Jaranan Sentherewe seperti
tingkah laku orang yang makan senthe dan
terkena daun rawe.
Pada awalnya JarananSentherewe
ditarikan oleh para seniman ludruk, sehingga
geraknya diambil dari vokabuler gerak remo
Jawa Timur. Kostum dan kendanganya juga
mirip tari remo, bedanya terletak pada
properti yang digunakan yaitu jaran kepang
dan pecut (cemeti). Perkembangan
selanjutnya, gerak tari Jaranan Sentherewe
dipengaruhi oleh ragam gerak tari Jaranan
Pegon dan Jaranan Jawa. Banyak kelompok
Jaranan Pegon dan Jaranan jawa beralih
membentuk Jaranan Sentherewe. Sehingga
dapat dikatakan bahwa gerak Jaranan
Sentherewe merupakan perpaduan antara
gerak tari Remo, tari Jaranan Pegon, dan
Jaranan Jawa. Gerak Jaranan Sentherewe
terlihat lebih dinamis menyerupai gerak kuda
atau orang mengendarai kuda. Kostum dan
iringan juga sudah mengalami perubahan
disesuaikan dengan perkembangan jaman
dan menurut selera group kesenian, namun
masih menunjukan ciri khas Jaranan
Setherewe.
Jaranan Sentherewe memiliki
penggemar paling banyak jika dibanding
dengan kesenian lain.Hal ini menjadi
rangsangan bagi seniman pedesaan untuk
Volume 12 No. 2 Desember 2013
239
Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung
membuat pertunjukan Jaranan Sentherewe,
sehingga muncul kelompok-kelompok baru
yang menambah jumlah kesenian Jaranan
Sentherewe di setiap desa. Bahkan group
Jaranan lama, seperti Jaranan Pegon beralih
ke bentuk Jaranan Sentherewe. Perubahan ini
menunjukkan kesadaran masyarakat arti
pentingnya sebuah pelestarian kesenian
rakyat yang besifat dinamis. Perkembangan
Jaranan Sentherewe tidak hanya di wilayah
Tulungagung saja, tetapi tersebar di daerah
Trenggalek, Kediri, dan Blitar, namun
perkembangannya tidak sepopuler di
kabupaten Tulungagung.
Popularitas Jaranan Sentherewe di
dukung oleh beberapa faktor, diantaranya:
Jaranan Sentherewe bersifat terbuka,
menerima pengaruh dari luar dalam arti
positif sebagai sarana pengembangan
kesenian. Misalnya masuknya unsur musik
dangdut, campursari, fragmen kethoprak,
dan ludruk yang sebenarnya tidak terdapat
pada kesenian jaranan sebelumnya. Setiap
anggota kelompok memiliki kebebasan
untuk mengembangkan kreativitasnya demi
kebaikan perjunjukan. Jaranan Sentherewe
bersifat luwes, dapat dipentaskan dimana saja,
baik arena terbuka maupun diatas
panggung. Waktu dan lama pertunjukan
dapat disesuaikan menurut permintaan, baik
malam hari maupun siang hari. Jaranan
Sentherewe bersifat dinamis, geraknya padat,
gagah, lincah, dan berirama. Pengolahan
gerak dan adegan yang beragam, seperti
adegan ndadi, adegan Barongan, adegan
Celengan, adegan Jaranan Sendiri membuat
penonton tidak bosan untuk melihatnya.
Penari yang terdiri dari kaum muda juga
menjadi alasan eksistensi kesenian ini.
Tuntutan luwes dan dinamis rupanya sangat
tepat apabila peraga tari dilakukan oleh para
240
Nur Rokhim
remaja. Hal tersebut akan mempengaruhi
gairah dan antusias masyarakat untuk
menyaksikan pertunjukan Jaranan
Sentherewe.
Fungsi Jaranan Sentherewe
Seperti kesenian rakyat pada
umumnya Jaranan Sentherewe berfungsi
sebagai hiburan masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari bentuk sajiannya yang
mengedepankan hiburan untuk mencari
kepuasan. Menurut Soedarsono fungsi tari
rakyat dibagi menjadi tiga, tari rakyat
sebagai saranan upacara, tari rakyat sebagai
saranan pergaulan, dan tari rakyat sebagai
sarana hiburan (1976:96). Jaranan Sentherewe
juga berfungsi sebagai pergaulan, namun tata
caranya berbeda dengan tari pergaulan yang
ditarikan oleh muda-mudi secara
berpasangan. Pergaulan disini adalah sebuah
ajang silaturahmi pertemuan antar warga
masyarakat dan seniman untuk menjalin dan
memperkokoh tali persaudaraan. Istilah
pemuda di desa selain menonton pertunjukan
juga bertujuan bertemu dengan penonton
lainya.
Perkembangan jaman telah mewarnai
pola kehidupan masyarakat yang dipaksa
untuk menyesuaikan gelombang globalisasi
yang menyebar dimana-mana. Menurut
Abdullah, arus globalisasi sekarang ini telah
memasuki sudut-sudut dan pelosok-pelosok
desa di seluruh dunia. Hampir semua produk
yang berbau global dapat dinikmati oleh
masyarakat. Informasi dan komunikasi yang
dibalut atas kemajuan teknologi telah
memasuki seluruh wilayah di berbagai
pelosok dunia.Tampak, masyarakat
diseluruh dunia ikut berpartisipasi
menyesuaikan dengan arus budaya yang
dibawa oleh globalisasi. Bukan globalisasi
Volume 12 No. 2 Desember 2013
yang menyesuaikan dengan pola masyarakat
setempat (1995:1). Fungsi Jaranan Sentherewe
sebagai hiburan akan semakin nampak
ketika terhimpit oleh kepentingan yang
semakin komplek ditengah-tengah budaya
global. Selera masyarakat telah dipengarui
oleh budaya pop, sehingga ekistensi Jaranan
Sentherewe ditentukan oleh pemenuhan
kebutuhan selera masyarakat untuk
mencapai kepuasan. Apabila kesenian Jaranan
Sentherewe tidak dapat memenuhi maka
siap-siap saja ditinggalkan masyarakat
pendukungnya.
Dalam rangka menarik minat
penonton, Jaranan Sentherewe berusaha
menambah sajian didalam pertunjukannya.
Berbagai sajian, seperti tari kreasi baru, lawak
(dagelan), adegan kethoprak, dan campursari
ikut mewarnai pertunjukan tari Jaranan
Sentherewe.Tari kreasi baru ditampilkan
ditengah-tengah pertunjukan Jaranan, seperti
tari Sripanganti, tari Abyor, dan tari Soyong.
Penari diambil dari luar kelompok jaranan
sebagai bintang tamu yang harus
menyesuaikan pertunjukan tari Jaranan.
Lawak biasanya dilakukan oleh salah satu
personil dari kelompok atau mengundang
dari luar kelompok (petilan) dari pelawak
Kethoprak atau Ludruk. Unsur-unsur
campursari masuk dalam pertunjukan
Jaranan dalam bentuk tembang, terutama
tembang-tembang yang populer, seperti
Caping Gunung, Mendem Wedokan, Stasiun
Balapan dan lain-lain. Adegan kethoprak
dipilih cerita-cerita yang digemari
masyarakat dan bersifat humor, seperti
Suminten Edan dan Joko Kendil. Masuknya
jenis sajian baru tersebut bertujuan untuk
menghibur masyarakat dan tetap
melestarikan seni Jaranan Sentherewe.
Ketika kethoprak dan lawak
popularitasnya sudah mulai menurun, maka
seni Jaranan harus mencari alternatif baru
untuk menarik minat penonton.
Perkembangan berikutnya dipengaruhi oleh
perkembangan teknologi berupa media
elektronik, seperti TV, Video, VCD, dan DVD.
Maraknya produk hiburan yang dikemas
dalam bentuk VCD yang dijual dimanamana dengan harga murah berpengaruh
besar terhadap perkembangan Jaranan
Sentherewe. Pengaruh ini merambah ke
bentuk sajian musiknya, tidak hanya gong,
kenong, bende, kendang, dan slompret saja,
namun ditambah drum, keyboard, gitar, dan
ketipung dangdut. Demikian juga dengan
lagu-lagu yang dibawakan tidak hanya
campursari, lagu dangdut juga mewarnai
pertunjukan Jaranan. Pertunjukan Jaranan
Sentherewe pada awalnya dilakukan di arena
terbuka (halaman dan lapangan), sekarang
sering dilakukan diatas panggung. Hal ini
dipengaruhi oleh konsep panggung seperti
pertunjukan konser musik dangdut yang
mereka lihat di TV dan VCD.Banyak
permintaan masyarakat untuk menggelar
pertunjukan tari Jaranan Sentherewe diatas
panggung bersamaan dengan konser musik
dangdut. Satu sisi masyarakat dapat
menonton Jaranan, disisi lain masyarakat
dapat menikmati alunan musik dangdut.
Model tersebut sekarang banyak
berkembang di masyarakat Tulungagung.
Misalnya group Jaranan Sentherewe Safitri
Putro, mereka memberi nama hasil
inovasinya “Seni Jaranan Dangdut Kreasi”,
perpaduan antara kesenian Jaranan dan
irama dangdut. Instrumen perpaduan antara
instrumen Jaranan dan instrumen dangdut.
Lagu-lagu yang dibawakan merupakan
tembang hit saat itu, baik tembang dangdut
Volume 12 No. 2 Desember 2013
241
Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung
maupun campursari. Gerak tari Jaranan
dengan sendirinya mengalami perubahan
disesuaikan dengan musik yang
mengiringinya, ketika musik dangdut
mereka berjoget ala dangdut, apabila musik
berganti iringan Jaranan mereka kembali
menari Jaranan.
Maraknya dunia industri di bidang
hiburan, berdampak kepada pertunjukan
Jaranan Sentherewe. Kesenian rakyat yang
semula dipentaskan di halaman, menyatu
dengan masyarakat kini sudah mulai
berpindah ke dapur rekaman. Memproduksi
hasil rekaman sebanyak-banyaknya menjadi
sebuah keniscayaan untuk memenuhi
kebutuhan pasar. Kini Jaranan Sentherewe
tidak hanya dinikmati oleh masyarakat
pedesaan, tetapi sudah dapat dinikmati oleh
masyarakat luas melalui VCD yang mereka
beli dipinggir jalan dengan harga yang
murah. Kesenian Jaranan Sentherewe
merupakan warisan leluhur yang memiliki
makna sosial yang penting bagi kehidupan
masyarakat. Makna tersebut menjadi
berkurang secara pelan-pelan, karena
masyarakat sudah tidak lagi berkumpul
melihat keseniannya, mereka cukup membeli
VCD dan dilihat dirumah secara bebas.
Melihat kondisi yang demikian selayaknya
kita berusaha mengembalikan Jaranan
Sentherewe pada keadaan semula, tanpa
mengurangi fungsi sosial sebagai satu
kesatuan antara masyarakat dan
keseniannya.
Adegan Ndadi pada Jaranan Sentherewe
Jaranan
Sentherewe
dapat
dikategorikan sebagai tari kuda kepang,
merupakan kesenian rakyat peninggalan
masyarakat jaman primitif. Hal tersebut
dapat dilihat dari beberapa ciri yang
242
Nur Rokhim
berkaitan dengan tingkah laku orang-orang
primitif, yaitu kepercayaan animisme dan
dinamisme. Mereka percaya kepada
kekuatan roh (ghaib) yang bersemayam di
pohon, di sungai, di gunung, dan kekuatan
benda-benda tertentu. Unsur ghaib dalam
pertunjukan Jaranan Sentherewe dapat dilihat
pada saat penari mengalami ndadi atau
trance. Kejadian ini tidak hanya dialami oleh
penari saja, namun juga dapat terjadi pada
pengrawit dan penonton.
Adegan ndadi disediakan waktu
tersendiri, biasanya menjelang akhir tarian
yang ditandai dengan suara musik cenderung
memuncak.Tingkat konsentrasi panari satu
dengan yang lain tidak sama, ada penari
yang tingkat kesadarannya mudah
terangsang oleh alunan musik Jaranan
Sentherewe sehingga sebelum waktu adegan
ndadi dia sudah ndadi terlebih dahulu. Penari
seperti ini biasanya memiliki bakat
ndadi,menurut Djelantik trance dapat dicapai
dengan kekuatan sendiri dari dalam melalui
konsentrasi, meditasi, yoga. Seringkali bisa
juga terjadi secara spontan, seperti
dalamkesenian dimana sang seniman bisa
terbawa oleh keseniannya sendiri: lagu yang
dinyanyikan, drama atau tarian yang
dilakukan, dimana ia sangat terpengaruh
oleh peranan yang ia mainkan sendiri
(1999:108). Adegan ndadi dalam Jaranan
Sentherewe merupakan bagian pertunjukan
yang ditunggu para penonton, selain
menakutkan kadang ada bagian yang lucu
dalam adegan ini.
Ketika penari mengalami ndadi,
mereka memiliki kekuatan yang luar biasa
dan nampak beringas seperti tak terkendali.
Dalam keadaan seperti ini biasanya mereka
melakukan hal-hal yang aneh, seperti makan
pecahan kaca, makan bunga, makan ayam
Volume 12 No. 2 Desember 2013
hidup, memanjat pohon secara cepat, dan
meloncat sangat tinggi yang tidak dapat
dilakukan dengan kesadaran. Menurut orang
yang pernah mengalami ndadi, tanda-tanda
orang akan ndadiadalah bulu kuduk terasa
merinding dan tubuh terasa gemetar seperti
orang yang akan kerasukan ghaib, kemudian
kesadaran hilang. Walaupun kehilangan
kesadaran mereka masih dapat melihat dan
mendengar namun tidak dapat berbicara,
hanya suara teriakan saja yang mereka
lakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Piequed, kalau seorang pemain menjadi
kesurupan (ndadi), ia merasa pusing di
kepalanya (mumet pet-petan), selama
beberapa saat. Semua tampak gelap sehingga
tak dapat melihat apapun, tetapi
pendengarannya hanya berkurang sedikit
saja. Setelah itu ia tidak dapat merasakan
apa-apa, kesadarannya telah hilang. Setelah
kesadarannya hilang, maka indera
penglihatan dan pendengarannya kembali
lagi, akan tetapi tidak dapat berbicara
(1991:365). Kondisi ndadi dapat dicapai
melaluipengaruh mantra juru gambuh
dengan menggunakan kekuatan batin untuk
membawa manusia kedalam kondisi bawah
sadar dan dari pengaruh suara gamelan yang
cenderung monoton. Rangsangan ndadi,
selain dari dalam diri penari sendiri juga
dapat dipengaruhi oleh hal yang berasal dari
luar, yaitu beberapa properti yang diberi
kukuatan ghaib, seperti Barongan, Celengan,
Jaran Kepang, bahkan alat musik, seperti
Kendang dan Gong.Dari kekuatan ghaib
yang bersemayam didalam properti tersebut
kemudian ditransfer ke tubuh penari sehingga
dapat mempengarui kondisi penari menjadi
ndadi.
Ndadi yang dipengaruhi mantra juru
gambuh terjadi pada saat pertunjukan
berlangsung atau sebelum pentujukan
dimulai. Awalnya juru gambuh membakar
dupa mengundang ghaib untuk bersedia
bersemayam dalam tubuh penari. Biasanya
ghaib yang diundang adalah danyang yang
ada di desa setempat. Apabila ghaib sudah
bersedia maka tinggal menunggu komando
juru gambuh kapan gaib harus masuk ke
dalam tubuh penari dan kapan harus keluar
dari dalam tubuh penari. Sebagai imbalan
dari kerjasama antara ghaib dan juru gambuh
adalah berupa sesaji yang dipersembahkan
sebelum pertunjukan dimulai. Juru gambuh
atau penimbul bertugas untuk menyadarkan
penari dari ndadi dan menjaga keamanan
pertunjukan dari pengaruh ghaib yang
sengaja dikirim oleh seseorang yang
bertujuan untuk merusak jalannya
pertunjukan. Setiap Group Jaranan selalu
memiliki juru gambuh yang diposisikan
sebagai sesepuh dalam kelompok.
Pengaruh ndadi juga dapat
disebabkan oleh musik pengiring yang
bersifat monoton, atau suara keras yang
memancing emosi kesadaran penari. Rasa
kegembiraan yang luar biasa yang
disebabkan oleh suara musik Jaranan akan
mempengarui penari bahkan penonton
menuju kepada titik tingkat kesadaran yang
menyebabkan seseorang mengalami ndadi.
Sebaliknya iringan yang sedikit kacau akan
memancing emosi penari untuk menuju ke
kondisi ndadi. Iringan memiliki pengaruh
besar untuk mengantarkan ke kondisi ndadi.
Mantra yang dibaca oleh juru gambuh
terkadang tidak berhasil menembus tubuh
penari ketika tidak ada musik jaranan yang
mengiringinya. Demikian juga penonton
yang tidak dimanterai oleh juru gambuh akan
ikut ndadi dengan mendengarkan bunyi
musik jaranan.
Volume 12 No. 2 Desember 2013
243
Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung
Properti dan alat musik dalam tari
jaranan juga dapat mengantarkan penari
kepada kondisi ndadi. Dalam kesenian
Jaranan Sentherewe properti dan alat musik
merupakan perangkat yang penting untuk
menghidupkan pertunjukan. Supaya
memiliki kekuatan yang luar biasa properti
dan alat musik seperti Barongan, Celengan,
Jaran Kepang, Gong dan Kendang diisi
kekuatan ghaib. Cara ini biasa disebut
nyotrekke, yaitu membawa properti dan alat
musik ke tempat keramat yang diyakini
sebagai tempat tinggal roh halus (ghaib).
Proses memasukkan unsur ghaib kedalam
properti dan alat musik dengan
menggunakan mantra yang disertai sesaji
sebagai persembahan. Apabila ghaib setuju
dengan permohonan sang dukun maka dia
akan bersemayam didalam properti dan alat
musik yang disediakan sebagai tempat
tinggalnya. Setelah berhasil maka properti
dan alat musik tersebut kemudian
dikeramatkan, tidak sembarang boleh
menggunakan bahkan menyentuh harus
berhati-hati. Barang siapa menggunakan
properti keramat atau mendengar musik
keramat tersebut akan mudah mengalami
ndadi.
Dalam kondisi ndadi secara total penari
bisa terlepas dari hubungan dunia luar,
mereka hanya dikendalikan oleh dunia
dalam. Kesadaran yang hilang justru
mendorong kekuatan dari dalam semakin
kuat, mereka sering mengungkapkan hal-hal
yang tidak mempunyai makna apapun.
Kata-kata yang diucapkan kadang dapat
dimengerti sebagai ungkapan yang wajar,
namun bukan dari diri sendiri, melainkan dari
ghaib yang mengendalikan dirinya. Sebagian
orang percaya bahwa kata-kata yang keluar
merupakan bisikan dari roh leluhur
244
Nur Rokhim
(danyang) yang harus ditaati. Isi ucapan
tersebut biasanya berupa nasehat, himbauan,
peringatan bahaya yang akan terjadi
dikemudian hari, seolah-olah mengingatkan
kepada masyarakat untuk selalu berhati-hati.
Ucapan yang didengar dianggap sebagai
petunjuk murni yang berasal dari ghaib,
kemudian pesan tersebut segera ditindak
lanjuti, mereka takut terjadi bencana apabila
mengabaikan bisikan dari leluhurnya.
Keadaan ini kemudian digunakan oleh
sebagian masyarakat yang menyandang
sakit untuk minta kesembuhan kepada ghaib
yang bersemayam dalam tubuh penari
Jaranan. Keadaan ndadi sulit untuk dikontrol,
apakah mereka ndadi sungguhan atau purapura. Apabila mereka berpura-pura ndadi, ini
sangat membahayakan ketika mengucapka
hal-hal yang bersifat negatif dan merugikan
orang-orang yang tidak bersalah. Maka
ndadi ini harus disepakati oleh kelompok
kesenian supaya tidak merugikan
masyarakat.
Permintaan orang yang mengalami
ndadi juga aneh-aneh, mereka minta ayam
hidup-hidup untuk dimakan. Kemudian
sebagai minumnya adalah air bunga setaman
yang ditempatkan dalam baskom (ember).
Makan pecahan kaca (beling), minum air
keras mirip sulapan menjadi pemandangan
yang biasa sebagai hiburan bagi para
penonton. Meloncat tinggi, memanjat pohon
secara cepat seperti kera merupakan atraksi
yang ditunggu-tunggu oleh penonton.
Kondisi beringas seperti orang marah-marah
kemudian mengejar penonton yang berada
di dekatnya menjadi hiburan yang menarik
dan sedikit menakutkan. Begitulah ndadi
sebagai bagian dari pertunjukan Jaranan
Sentherewe yang menjadi kelangenan
penonton. Pertunjukan Jaranan Sentherewe
Volume 12 No. 2 Desember 2013
rasanya kurang lengkap apabila tidak
disertai adegan ndadi.
Penari Jaranan Sentherewe yang
mengalami ndadi dapat disadarkan dengan
cara mengusapkan sapu tangan yang diberi
asap dupa dan mantra-mantra ke wajahnya
atau dengan menepuk bahunya saja. Apabila
cara ini tidak berhasil maka juru gambuh
mengambil properti yang digunakan oleh
penari kemudian diletakkan diatas penari dan
dicambuk beberapa kali sampai penari sadar.
Ndadi juga dapat disembuhkan dengan cara
menidurkan penari di atas kendang
kemudian diberi mantra-manta dan di
cambuk dengan cemeti. Berbagai cara
penyadaran seorang yang mengalami ndadi,
tergantung tingkat kekuatan kondisi ndadi.
Semakin tinggi tingkat kekuatan ndadi maka
semakin sulit cara penyadarannya yang
ditempuh oleh juru gambuh.
PENUTUP
Kehadiran Jaranan Sentherewe sejak
tahun 1980 telah memberi warna baru dalam
kesenian rakyat di kabupaten Tulungagung.
Kesenian jaranan lama seperti Jaranan Pegon
dan Jaranan Jawa dipandang sudah tidak
relevan dengan selera masyarakat sekarang,
karena bentuk pertujukannya kurang
dinamis. Berbagai inovasi dilakukan oleh
kelompok kesenian Jaranan Sentherewe,
sebagai kesenian baru diharapkan dapat
mengambil hati masyarakat untuk mencintai
dan mendukung keseniannya. Bagian
pertunjukan yang menarik perhatian
penonton selalu dikembangkan dan dikemas
supaya masyarakat merasa terhibur dengan
sajian Jaranan Sentherewe.
Masuknya musik dangdut ke dalam
pertunjukan Jaranan Sentherewe bukan
menjadi persoalan yang penting bagi
masyarakat, justru hal ini akan menambah
populer dan semakin digemari oleh
masyarakat. Keduanya merupakan satu
istilah yang saling mengisi, mementaskan
Jaranan Sentherewe diserta musik dangdut
atau sebalikya mementaskan musik dangdut
disertai Jaranan Sentherewe. Kehadiran
teknologi di tengah budaya global disambut
baik oleh kesenian ini, pemanfaatan teknologi
yang ditandai dengan masuknya kedunia
rekaman telah mendongkrak popularitas
kesenian Jaranan Sentherewe. Pertunjukan
kesenian Jaranan Sentherewe tidak hanya
dilihat oleh masyarakat setempat, namun
juga dapat dinikmati oleh masyarakat luar
dengan membeli VCD hasil rekaman
pertunjukan yang sudah beredar.
Adegan ndadi merupakan ciri dari
kesenian Jaranan Sentherewe, rasanya kurang
lengkap apabila sebuah pertunjukan tidak
diserta adegan ndadi. Sebuah adegan yang
ditunggu penonton, ndadi dapat dikatakan
sebagai kelangenan bagi penari dan
penonton. Semangat kesenian Jaranan
Sentherewe tercermin pada gerakan yang
dinamis dan adegan ndadi. Setiap kelompok
kesenian jaranan selalu berusaha agar
pertujukannya tetap eksis, mereka merelakan
para penari dikuasai oleh ghaib, bahkan
mereka meminta bantuan kepada ghaib (roh
halus) untuk bersemayam di tubuh penari,
properti, dan di dalam alat musik jaranan.
Kerjasama dengan ghaib dilakukan sematamata hanya ingin menyenangkan hati
penonton, menghibur penonton, dan mereka
tetap bisa bersama-sama melalui kesenian.
DAFTAR PUSTAKA
Djelantik, A.A.M.
1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung:
MSPI,.
Volume 12 No. 2 Desember 2013
245
Popularitas Kesenian Jaranan Sentherewe di Kabupaten Tulungagung
Geertz, Clifford.
1981 The Religion of Java, terj. Abangan,
Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa,
Jakarta: Pustaka Jaya.
Irwan Abdullah.
1995 “Privatisasi Agama: Globalisasi atau
Melemahnya Referensi Budaya
Lokal?” Makalah disampaikan dalam
Seminar Sehari tentang Kharisma
Warisan Budaya Islam di Indonesia
“Islam dan Kebudayaan Jawa:
Akulturasi,
Perubahandan
Perkembangan”. Balai Kajian
Jarahnitra dan Depdikbud DIY.
246
Nur Rokhim
Piequed.
1991 Pertunjukan Rakyat Jawa. Transl. K.R.T.
Muhammad Husodo Pringgokusumo.
Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Soedarsono, R.M.
1999 Seni Pertunjukan Indonesia dan
Pariwisata. Bandung: MSPI.
1972 Djawa dan Bali, Dua Pusat
Perkembangan Drama Tari Tradisional
di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press,.
Umar Kayam.
1981 Seni Tradisi Masyarakat. Jakarta: Sinar
Harapan.
Volume 12 No. 2 Desember 2013
Download