BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian

advertisement
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pengertian - Pengertian
2.1.1 Pengertian Tekanan Udara
Tekanan udara merupakan unsur dan pengendali iklim yang sangat penting bagi kehidupan
makhluk di bumi, karena peranannya sebagai penentu dalam penyebaran curah hujan.
Perubahan tekanan udara akan menyebabkan perubahan kecepatan dan arah angin perubahan
ini akan membawa pula pada perubahan suhu dan curah hujan. Angin yang bergerak dari
arah-arah yang berlawanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap iklim karena
perbedaan suhu yang disebabkan; dan angin laut yang berasal dari lautan atau melewati
lautan pada sebagian besar perjalanannya akan lebih banyak mendatangkan hujan karena uap
air yang dibawanya. Dengan demikian penyebaran curah hujan di seluruh permukaan bumi
berhubungan sangat erat dengan sistem tekanan udara dan angin. Tekanan udara berkurang
dengan bertambahnya ketinggian tempat. Tekanan udara dipengaruhi suhu. Alat pengukur
tekanan udara adalah barometer.
2.1.2. Pengertian Kelembaban Udara
Kelembaban merupakan istilah yang umum kadang-kadang termasuk air dalam fase cair di
dalam tanah atau atmosfer. Digunakan untuk menunjukkan uap air di dalam atmosfer.
Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara,
umumnya dinyatakan dalam satuan kg/m3. Pada siang hari, kelembaban lebih tinggi pada
udara dekat permukaan itu pengaruh angin menjadi lebih besar ; sebaliknya pada malam hari,
kelembaban lebih rendah pada udara dekat permukaan. Pengukuran kelembaban udara
menggunakan Psikrometer bola basah-bola kering. Alat ini atas 2 termometer. Termometer
Universitas Sumatera Utara
bola basah- termometer bola kering. Termometer bola kering adalah yang ujung sensornya
dibalut dengan kain kasa yang dijaga agar selalu lembab.
2.1.3. Pengertian Kecepatan Angin
Massa udara yang bergerak disebut angin. Faktor pendorong bergeraknya massa udara adalah
perbedaan tekanan udara antara satu tempat ke tempat yang lain. Angin selalu bertiup dari
tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pada siang hari udara di atas daratan akan
lebih panas di atas lautan, maka tekanan udara di daratan lebih rendah dan ini mengakibatkan
angin berhembus dari arah laut ke daratan, disebut angin laut. Sebaliknya pada malam hari
daratan akan lebih dingin, maka tekanan udara di daratan lebih tinggi dan ini mengakibatkan
angin berhembus dari arah darat ke lautan, disebut angin darat. Jika angin berhembus
melintasi pegunungan, maka udara yang dibawa angin setelah melintasi pegunungan tersebut
akan menerima tekanan (karena turun dari elevasi tinggi ke elevasi rendah) sehingga
meningkat suhunya.
2.1.4. Pengertian Suhu Udara
Suhu merupakan ukuran energi kinetis rata-rata pergerakan molekul. Alat ukur suhu udara
adalah termometer. Suhu maksimum tertinggi umumnya tercapai pada sekitar bulan Oktober
(pada akhir musim kemarau) dan suhu minimum terendah tercapai pada sekitar bulan Juli dan
Agustus. Suhu maksimum rata-rata di Indonesia umumnya tidak melebihi 32oC. Hal ini
terjadi karena wilayah Indonesia sebagian besar merupakan wilayah lautan. Permukaan air
yang luas akan berperan penting dalam memperkecil fluktuasi suhu, karena sebagian besar
energi radiasi matahari terpakai untuk penguapan air (evaporasi). Adanya tajuk pohon –
pohon, presentase terbesar radiasi matahari dipantulkan kembali. Hanya 1% radiasi matahari
yang mampu masuk kedalam hutan. Akibatnya suhu didalam hutan tetap lebih rendah.
2.1.5. Pengertian Curah Hujan
Hujan merupakan komponen masukan yang paling penting dalam proses hidrologi, karena
jumlah kedalaman hujan (rainfall depth) ini yang dialihragamkan menjadi aliran sungai.
Curah hujan diukur dengan menggunakan alat ukur curah hujan yang berbentuk silinder
Universitas Sumatera Utara
dengan bagian atas terbuka. Alat ini dipasang di tempat terbuka dipasang pada ketinggian 20
cm di atas permukaan tanah yang ditanami rumput untuk menghindari masuknya air percikan
dari permukaan tanah. Satuan yang digunakan adalah milimeter (mm). Pembacaan dilakukan
sekali sehari pada pukul 09.00 pagi. Arah angin sangat penting peranannya dalam
mempengaruhi pola curah hujan. Jika angin berhembus dari arah Samudera Pasifik atau
Samudera Indonesia, maka angin tersebut akan membawa udara lembab ke wilayah Indonesia
yang mengakibatkan curah hujan di wilayah Indonesia menjadi tinggi. Siklus hidrologi
meliputi beberapa tahap utama, yakni :
a. penguapan air dari permukaan bumi,baik berasal dari permukaan air,tanah, atau
dari
jaringan tumbuhan;
b. kondensasi uap air pada lapisan troposfer, sehingga terbentuk awan;
c. perpindahan awan mengikuti arah angin;
d. prespitasi dalam bentuk cair (hujan) atau padat (salju)
e. mengalirnya air mengikuti gaya gravitasi.
Untuk mendapatkan perkiraan besar banjir yang terjadi di suatu penampang sungai
tertentu, maka kedalaman hujan yang terjadi pun harus diketahui pula. Dalam hal ini perlu
diperhatikan bahwa yang diperlukan adalah besaran kedalam hujan yang terjadi di seluruh
DAS, lama hujan, dan frekuensi terjadinya hujan angin.
2.2. Penyebab Banjir Di Indonesia
1. Faktor Hujan
Hujan bukanlah penyebab utama banjir dan tidak selamanya hujan lebat akan
menimbulkan banjir. Begitu pula sebaliknya.
2. Faktor DAS
Kemampuan DAS untuk menahan air di bagian hulu. Perubahan tata guna lahan, misalnya
dari hutan menjadi perumahan, perkebunan atau lapangan golf akan menyebabkan retensi
DAS berkurang secara drastis.
3. Faktor Kesalahan Pembangunan Alur Sungai
Pelurusan, sudetan, pembuatan tanggul, pembetonan dinding dan pengerasan tampang
sungai. Pola pelurusan dan sudetan mengakibatkan percepatan aliran air menuju ke hilir.
Di bagian hilir akan menanggung volume aliran air yang jauh lebih besar.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor Pendangkalan
Pendangkalan sungai berarti terjadinya pengecilan tampang sungai, hingga sungai tidak
mampu mengalirkan air yang melewatinya dan akhirnya meluap (banjir).
5. Faktor Tata Wilayah dan Pembangunan Sarana-Sarana
Penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-di daerah rawan
banjir. Banyak sekali perumahan baru dibangun di daerah bantaran sungai yang rawan
banjir dan longsor.
2.3 Mengantisipasi Curah Hujan yang Mengakibatkan Banjir
Ada empat cara utama pengendalian banjir,yaitu :
a) Penghijauan yang tidak bisa ditunda karena pengurangan hutan di berbagai tempat di
tanah air dan stop penebangan hutan.
b) Membuat banjir bisa tersebar sepanjang sungai dari hulu sampai hilir sehingga yang
terjadi bukan banjir besar di suatu titik tertentu, namun banjir kecil-kecil.
c) Kolam konservasi merupakan kolam yang dapat mencegah terjadinya banjir di bagian
hilir.
d) Pembentukan karakter sosio-hidraulik. Sosio-hidraulik adalah pendekatan penyelesaian
masalah keairan, lingkungan dan banjir dengan membangun kesadaran masyarakat.
2.4 Mengatasi Daerah Kekeringan
Hampir sama dengan banjir, Iklim ekstrim dapat menyebabkan kekeringan yang tak
terkendali. Jika hancurnya daya dukung DAS, maka akan disusul dengan kekeringan pada
musim kemarau berikutnya. Hal ini dikarenakan seluruh air pada musim penghujan dengan
cepat mengalir ke hilir, sehingga simpanan air di hulu menjadi berkurang. Akibatnya pada
musim kemarau tidak ada lagi aliran air menuju ke hilir yang mengakibatkan terjadinya
kekeringan. Hal ini biasanya ditandai dengan surut atau keringnya sungai-sungai kecil
terlebih dulu,disusul sungai menengah dan kemudian sungai besar. Daerah aliran sungai
adalah wilayah tangkapan air hujan yang akan mengalir ke
sungai yang bersangkutan.
Perubahan yang terjadi pada DAS akan berpengaruh langsung terhadap kemampuan retensi
DAS
terhadap
banjir.
Mengantisipasi
kekeringan
juga
adalah
melalui
program
Universitas Sumatera Utara
penghijauan,pembuatan resapan air dan memperbaiki DAS. Kekeringan dapat disebabkan
oleh pola pembangunan sungai dengan normalisasi, pembuatan tanggul, dan pembetonan
tebing.
2.5 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk Mengantisipasi Curah Hujan yang
Tinggi
Sejarah Hujan buatan di dunia dimulai pada tahun 1946 oleh penemunya Vincent Schaefer
dan Irving Langmuir. Uji coba pertama kali dilakukan oleh Prof. Dr. Ing. B.J Habibie pada
1970. Tahun 1980, penerapan teknologi ini berhasil meningkatkan curah hujan. Saat itu
tujuannya adalah untuk menjaga ketersediaan air pada waduk sebagai sumber air untuk irigasi
dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Hujan buatan dibuat dengan cara menyemai awan dengan menggunakan bahan yang
bersifathigroskopik (menyerap air) sehingga proses pertumbuhan butir-butir hujan di dalam
awan akan meningkat dan selanjutnya akan mempercepat terjadinya hujan. Awan yang
digunakan untuk membuat hujan buatan adalah jenis awan Cumulus (Cu) yang bentuknya
seperti bunga kol. Setelah lokasi awan diketahui, pesawat terbang yang membawa bubuk
khusus untuk menurunkan hujan diterbangkan menuju awan.
Bahan untuk “mempengaruhi” proses yang terjadi di awan terdiri dari dua jenis yaitu:
1. Bahan untuk “membentuk” es, dikenal dengan glasiogenik, berupa Perak Iodida (AgI).
2. Bahan untuk“menggabungkan” butir-butir atmosphere di awan, dikenal dengan
higroskopis, berupa garam dapur atau Natrium Chlorida (NaCl), atau CaCl2
3. Penyebaran bubuk urea dilakukan beberapa jam setelah penyebaran garam-garaman tadi
atau setelah tumbuh awan-awan kecil secara berkelompok pada beberapa beberapa tempat.
Bubuk urea selain dapat membentuk awan lebih lanjut, juga bersifat endotermi
(menyerap panas) yang sangat baik bila bereaksi dengan atmosfer atau uap air. Penyebaran
bubuk urea di siang hari dapat mendinginkan lingkungan sekitarnya sehingga kelompokkelompok kecil awan segera bergabung menjadi kelompok-kelompok besar. Kelompok awan
besar biasanya segera terlihat agak kehitam-hitaman artinya awan hujan telah terbentuk.
Selain dengan modifikasi cuaca, BPPT juga mengoperasikan alat pemecah pembentukan
awan hujan. Alat ini dipasang pada menara berketinggian sekitar 50 meter dan sudah
Universitas Sumatera Utara
dioperasikan lima unit di sekitar Puncak dan 20 unit tersebar di Jakarta. Alat ini bekerja
berdasarkan pantauan radar cuaca BPPT. Pelaksanaan TMC di Jakarta dilakukan dengan
mengerahkan empat pesawat terbang, yaitu 1 Hercules C-130 TNI AU dan 3 pesawat CASA
212-200. Pesawat Hercules yang bisa mengangkut 5 ton-6 ton garam disiapkan di Bandara
Halim Perdanakusuma, Jakarta.
Gambar 2.1 Alat Pantau Cuaca
Berdasarkan kajian yang dilakukan BPPT, lokasi paling tepat untuk pemasangan alat
modifikasi cuaca adalah di sekitar area Monumen Nasional (Monas). Alat tersebut bekerja
sebagai radar yang mampu "mengendus" potensi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya.
Setelah diketahui adanya potensi hujan tinggi, BPPT akan segera melakukan stimulasi
dengan teknik liquid, flare, atau powder guna memecah hujan tersebut. Hujan dengan
intensitas tinggi akan diturunkan di laut, atau di balik gunung. Tetapi, kalau awan hitamnya
sudah masuk ke Jakarta, awannya akan dipecah supaya tidak turun di satu titik. Alat tersebut
mampu memantau pergerakan curah hujan ekstrem dengan resolusi 500 meter (ukuran sel
terkecil yang dapat dideteksi). Data dapat disediakan setiap 6 menit. Proses modifikasi cuaca
ini akan memakan waktu selama dua sampai tiga jam. Pesawat Hercules juga mampu
menampung banyak zat semai sehingga bisa digunakan untuk 5-10 awan. BPPT belum bisa
memastikan biaya yang diperlukan untuk memodifikasi cuaca. Tergantung berapa lama
kegiatan ini berlangsung. Dananya akan ditanggung BNPB (Badan Nasional Penanggulangan
Bencana).
2.6 Persepsi tentang “Laser” Pemecah Awan
1. Sumber cahaya lampu sorot bukanlah Laser
Universitas Sumatera Utara
Lampu sorot yang biasa digunakan sebagai mitos penjegal awan bukanlah laser. Laser
adalah instrument yang dapat memancarkan spectrum elektromagnetik dalam panjang
gelombang tertentu. Laser memiliki energi tertentu. Laser dengan kekuatan 100-3000 watt
dapat memotong logam, biasanya digunakan di pabrik mobil.
2. Perhitungan Efek Radiasi Lampu Sorot terhadap perubahan suhu awan sangat kecil.
Energi panas yang dipancarkan per waktu dari sebuah permukaan dinamakan flux radiant.
Dalam rerajahannya, mengandung sebuah konstantan yang disebut konstanta StefanBoltzman.Selanjutnya, cahaya lampu sorot kita sebut sebagai sumber dan awan kita sebut
sebagai penerima radiasi panas.Hasilnya, jika saja permukaan lampu sorot itu bersuhu
sebut saja 100 derajat Celcius,. Memancarkan cahaya ke awan yang tingginya 90 meter.
Suhu panas yang dari lampu sorot itu hanya akan tersisa 5 derajat celcius. Cukupkah untuk
memanaskan awan? Panas dari lampu sorot itu akan tidak ngefek lagi dalam jangkauan
kurang dari 100 meter. Sedangkan awan di wilayah Denpasar sendiri tingginya mencapai
600-900 meter.
3. Dinamika Awan, awan selalu bergerak dan berubah bentuk
Sekumpulan sel awan akan selalu berdinamika. Coba perhatikan, sebuah awan bergerak
dari arah tenggara. Semenit yang lalu berupa gumpalan kecil, setengah jam kemudian
menjadi gumpalan besar mirip kapas, lalau sejam kemudian berubah lagi menjadi bentukbentuk kecil. Awan adalah sekumpulan titik-titik air yang terkondensasi, bergerak dalam
fluida di udara.
2.7 Sejarah Singkat Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Sejarah pengamatan meteorologi dan geofisika di Indonesia dimulai pada tahun 1841 diawali
dengan pengamatan yang dilakukan secara perorangan oleh Dr. Onnen, Kepala Rumah Sakit
di Bogor. Tahun demi tahun kegiatannya berkembang sesuai dengan semakin diperlukannya
data hasil pengamatan cuaca dan geofisika. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
(disingkat BMKG), sebelumnya bernama Badan Meteorologi dan Geofisika (disingkat BMG)
adalah Lembaga Pemerintah Non Kementrian di Indonesia yang mempunyai tugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika. BMKG
mempunyai status sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), dipimpin oleh
Universitas Sumatera Utara
seorang Kepala Badan. BMKG mempunyai tugas : melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang Meteorologi, Klimatologi, Kualitas Udara dan Geofisika sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
2.8 Metode Analisis Data
2.8.1. Analisis Regresi
Untuk menentukan hubungan antara beberapa variabel bebas yaitu X1, X2, …, Xk. dengan
variabel terikat yang disebut Y mempunyai hubungan atau tidak. (Syafrizal Helmi).
a. Regresi Linier Sederhana
Istilah regresi diperkenalkan oleh Francis Galton. Penafsiran regresi saat ini berkenaan
dengan studi ketergantungan satu variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Antara
korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Analisis regresi
digunkan bila ingin mengetahui bagaimana variabel dependen/kriteria dapat diprediksikan
melalui variabel independen atau prediktor.
Model regresi sederhana adalah :
Y = bo + b1 X + e (untuk sampel)
Y = βo + β1 X + ε (untuk populasi)
(2.1)
Rumus regresi penaksir sebagai berikut :
Ŷ = bo + b1 X
(untuk sampel penaksir)
Ŷ = βo + β1 X
(untuk populasi penaksir)
(2.2)
b. Regresi Linier Berganda
Metode ini merupakan perluasan dari regresi sederhana. Regresi linier berganda ditujukan
untuk menentukan hubungan linier antar beberapa variabel bebas yang disebut X1, X2,X3 dan
seterusnya dengan variabel terikat yang disebut Y.
Analisis regresi linier berganda
memerlukan pengujian secara serempak dengan menggunakan F hitung. Signifikansi
Universitas Sumatera Utara
ditentukan dengan membandingkan F hitung dengan F tabel atau melihat signifikansi pada
output SPSS. Dalam Analisis regresi linier berganda memerlukan pengujian asumsi klasik
diperlukan untuk mengetahui apakah hasil estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas
dari adanya gejala heterokedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi.
Model regresi linier berganda dengan k buah variabel bebas :
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 .........+ bkXk + εi
(2.3)
Untuk menghitung koefisien regresinya digunakan persamaan sebanyak k + 1 buah, yaitu :
+ b1∑
∑ =
+ b2∑
+ b3∑
+ b4∑
∑ X1 =
∑
+ b1∑
+ b2∑ X
+ b3∑
+ b4∑
∑ X2 =
∑
+ b1∑
+ b2∑
+ b3∑
+ b4∑
∑ X3 =
∑
+ b1∑
+ b2∑ X
+ b3∑
∑ X4 =
∑
+ b1∑
+ b2∑ X
+ b3∑
+ b4∑
+ b4∑
(2.4)
Sedangkan nilai b0 dapat diperoleh dengan persamaan :
b0 = Ŷ - b1X1 – b2X2 – b3X3 – b4X4
(2.5)
Selanjutnya dengan menggunakan model regrsi linier berganda di atas, maka dapat
melakukan perhitungan Ŷ untuk setiap X1, X2, X3 dan X4. Selanjutnya dengan
memperhitungkan nilai simpangan masing- masing Ŷ (Y taksiran) akan dapat dihitung
besarnya variansi taksiran. Akan memberi gambaran tentang akuratnya persamaan regresi
ganda sebagai alat prediksi dengan rumus sebagai berikut :
.
..
=
∑(
)
(2.6)
Keterangan :
k : adalah banyaknya variabel bebas
2.8.2. Analisis Korelasi
Universitas Sumatera Utara
Hubungan yang dimiliki dua variabel atau lebih untuk mengukur kekuatan hubungan antara
satu variabel dengan variabel lainnya, untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya hubungan
antara satu variabel dengan variabel lainnya (Syafrizal Helmi).
Menghitung nilai koefisien korelasi Pearson dapat dilakukan dengan menggunakan
rumus berikut :
∑
=
∑
(∑
(∑
)(∑ )
) { ∑
(2.7)
(∑ ) }
Keterangan :
n
= banyak data atau anggota
X
= anggota pada variabel bebas
Y
= anggota pada variabel terikat
Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan hubungan antara dua
rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau
indeks dari hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai +1.
Tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi
tersebut. Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai menjelaskan bahwa apabila
suatu variabel naik maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel lainnya dan sebaliknya.
Korelasi negatif nilainya berada antara -1 sampai 0, nilai tersebut menjelaskan bahwa apabila
suatu variabel naik maka variabel lainnya akan turun, dan sebaliknya.
Tabel 2.1 Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r
Interval Koefisien
Tingkat Hubungan
0,80 – 1,000
Sangat Kuat
0,60 – 0,799
Kuat
0,40 – 0,599
Cukup Kuat
0,20 – 0,399
Rendah
0,00 – 0,199
Sangat Rendah
Sumber : Helmi, 2010.
2.8.3. Koefisien Determinasi
Universitas Sumatera Utara
Menurut Syafrizal Helmi Situmorang (2012, hal : 162), R2 pada intinya mengukur proporsi
atau persentase sumbangan variabel bebas yaitu variabel tekanan udara (X1), kelembaban
udara (X2), kecepatan angin (X3) dan suhu udara (X4) terhadap variasi naik turunnya variabel
terikat atau curah hujan (Y) secara bersama-sama dimana 0≤ R2 ≤1. Jika R2 semakin besar
(mendekati satu) maka dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas yaitu variabel tekanan
udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3), dan suhu udara (X4) terhadap
variabel terikat atau curah hujan (Y) adalah besar. Berarti model yang digunakan semakin
kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas (X1,X2, X3dan X4) terhadap variabel
terikat (Y). Sebaliknya jika R2 semakin kecil (mendekati nol) maka dapat dikatakan bahwa
pengaruh variabel bebas (X1,X2, X3dan X4) terhadap variabel terikat (Y) adalah semakin
kecil. Berarti model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh variabel bebas
tekanan udara (X1), kelembaban udara (X2), kecepatan angin (X3) dan suhu udara (X4)
terhadap variasi naik turunnya variabel terikat atau curah hujan (Y). Semakin mendekati nol
berarti model tidak baik atau variasi model dalam menjelaskan amat terbatas, sebaliknya
mendekati satu model semakin baik. R2 dapat dihitung dengan perumusan sebagai berikut :
∑
=
∑
∑
∑
=1−
2.8.4.
∑
(
)
(
.
..
)
(2.8)
Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Ingin mengetahui apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati distribusi normal.
Data yang baik adalah data yang mempunyai pola distribusi normal, yakni distribusi data
tersebut tidak menceng ke kiri atau menceng ke kanan.
b) Heterokedastisitas
Universitas Sumatera Utara
Untuk melihat seberapa besar peranan variabel bebas terhadap variabel terikat. Dalam setiap
persamaan regresi pasti memunculkan
residu. Residu, yaitu variabel-variabel lain yang
terlibat akan tetapi tidak termuat di dalam model sehingga residu adalah variabel tidak
diketahui. Ada dua cara mendeteksi heterokedastisitas, yaitu : Metode grafik, Park Test,
Glejser Test, Sperman’s Rank Correlatioan Test.
c)
Multikolinieritas
Menunjukkan adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Koefisien-koefisien
regresi biasanya diinterprentasikan sebagai ukuran perubahan variabel terikat jika salah satu
variabel bebasnya naik sebesar satu unit dan seluruh variabel bebas lainnya dianggap tetap.
Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah dengan menggunakan nilai Variance
Inflation Factor (VIF). Jika VIF lebih kecil dari 10, maka dalam model tidak terdapat
multikolinieritas.
VIF =
(2.9)
keterangan :
= Koefisien determinasi (R2) berganda ketika Xk diregresikan dengan variabel- variabel X
lainnya.
d)
Autokorelasi
Korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurutkan waktu atau ruang.
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya. Pengujian ini dapat dilakukan dengan Uji Durbin Watson.
Hipotesis
Ho : Tidak ada autokorelasi positif atau negatif
H1 : Terdapat autokorelasi positif atau negatif
Universitas Sumatera Utara
∑
d=
( ê
∑
ê
)
ê
(2.10)
Keterangan :
d = nilai d
et = nilai residu dari persamaan regresi periode t
et-1 = nilai residu dari persamaan regresi periode t-1
Tolak Ho apabila nilai d hitung atau nilai Durbin Watson lebih besar daripada nilai
Durbin Watson tabel batas bawah (dL), yang berarti terdapat masalah autokorelasi positif
(d<dL), atau nilai d hitung terletak diantara nilai (4 - dL < d< 4). Terima Ho apabila nilai d
hitung lebih besar daripada nilai d tabel batas atas (dU) dan lebih besar daripada (4 – dU).
2.9
Uji F (Uji serentak)
Untuk menguji pengaruh variabel bebas secara bersama-sama. Pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat diuji dengan tingkat kepercayaan 95% atau α = 0,05. Kriteria
pengujian hipotesis untuk uji serentak:
a) Uji Hipotesa
H0 : b1,b2,b3,b4 = 0; tekanan udara,kelembaban udara,kecepatan angin dan suhu udara
tidak berpengaruh signifikan terhadap curah hujan
H1 : b1,b2,b3,b4 ≠ 0; tekanan udara,kelembaban udara,kecepatan angin dan suhu udara ada
berpengaruh signifikan terhadap curah hujan
b) Menentukan taraf nyata (α) dan Ftabel
Taraf nyata α = 5% ; dk pembilang = k = banyak variabel ; dk penyebut = n-k-1. Jadi, Ftabel
= Fα;k’n-k-1
c) Kriteria Pengujian
Dalam hal ini, Fhitung dibandingkan dengan Ftabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau α =
5% dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Universitas Sumatera Utara
Jika Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
d) Menentukan Nilai Uji Statistik
Rumus:
/
F=
(
(2.11)
)
Keterangan :
k
= jumlah variabel
n
= jumlah sampel
JK reg
= jumlah kuadrat regresi
JK res
= jumlah kuadrat residu
2.10 Uji t
Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan statistik t (uji
t). Pengambilan keputusan menggunakan angka pembanding ttabel dan dk = (n-2). Kriteria
pengujian hipotesis untuk uji serentak:
a) Pengujian Hipotesis
H0 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara,
kecepatan angin dan suhu udara terhadap curah hujan.
H1 : Ada hubungan yang signifikan antara tekanan udara, kelembaban udara, kece patan
angin dan suhu udara terhadap curah hujan.
b) Menentukan taraf nyata (α) dan ttabel
Taraf nyata α = 5% ; dk = n-k-1, jadi ttabel = tα/2;n-k-1
c) Kriteria Pengujian
Dalam hal ini, thitung dibandingkan dengan ttabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau α =
5% dengan ketentuan sebagai berikut :
Jika thitung < ttabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak
Jika thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan H1 diterima
Universitas Sumatera Utara
d) Menentukan Nilai Uji Statistik
Rumus:
=
(2.12)
Keterangan
Sbk
:
=
koefisien regresi untuk variabel independen ke k
=
simpangan baku koefisien regresi untuk variabel independen ke k
=
nilai t hitung untuk variabel independen ke k
Simpangan baku koefisien regresi
=
Keterangan
dapat dihitung dengan rumus :
(2.13)
∑
:
=
simpangan baku koefisien regresi untuk variabel independen ke k
=
standar eror estimasi
=
korelasi kuadrat antara
dengan variabel bebas lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Download