Modul Komunikasi Antar Budaya [TM12].

advertisement
MODUL PERKULIAHAN
Modul Standar untuk
digunakan dalam Perkuliahan
di Universitas Mercu Buana
Fakultas
Program Studi
Ilmu Komunikasi
Broadcasting
Tatap Muka
12
Kode MK
Disusun Oleh
MK43011
Dicky Andika, M.Si
Abstract
Kompetensi
Membahas gambaran secara
umum dari Komunikasi
Antarbudaya, memahami
dimensi waktu
Setelah memperoleh materi ini
mahasiswa diharapkan dapat
memahami dan menjelaskan
kembali tentang dimensi waktu
Identifikasi Problema dan Hambatan Komunikasi Antarbudaya
A. Identifikasi Melalui Tiga Dimensi
Pengenalan, penelusuran dan penelitian atau identifikasi problema dan
hambatan komunikasi antarbudaya dapat diidentifikasi melalui 3 (tiga) dimensi
komunikasi antarbudaya :
1) Tingkat kelompok-kelompok budaya dari para pelaku
2) Konteks social dan peranannya masing-masing di tempat terjadinya
3) Saluran yang dilalui oleh pesan-pesan KAB secara verbal dan non verbal
Ketiga dimensi tersebut dapat berlangsung sendiri-sendiri, terpisah ataupun
bersamaan. Sedangkan cirri utama identifikasi problema dan hambatan tersebut
adalah apabila komunikator dan komunikan yang melangsungkan kontak dan
interaksi itu memiliki pengalaman dari budaya yang berbeda. Hambatanhambatan KAB selain timbul dari proses komunikasi eksternal seperti proses
komunikasi verbal dan non verbal, tetapi juga timbul dari proses internal yang kita
lakukan seperti persepsi dan perspektif.
Identifikasi problema dan hambatan KAB melalui dimensi pertama :

Berkaitan
dengan
problema
komunikasi
antarindividu
dengan
kebudayaan nasional yang berbeda seperti antara wirausaha Jepang dan
Indonesia, atau

Antarindividu dengan kebudayaan, ras, etnik yang berbeda seperti antara
seorang mahasiswa dari Kalimantan dengan dosennya yang berasal dari
Pulau Jawa, atau

lebih sempit lagi pada kebudayaan individual berlatar belakang
kepribadian (budaya) khusus.
Identifikasi problema dan hambatan KAB melalui dimensi kedua :
‘13
2
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Pada konteks social komunikasi antarbudaya yang diklasifikasikan
dalam bidang-bidang bisnis, pendidikan, akulturasi imigran, atau
berkaitan dengan penyesuaian diri para turis, pendatang sementara
atau di bidang alih teknologi/pembangunan, di bidang difusi inovasi
atau politik.
Identifikasi problema dan hambatan KAB melalui dimensi ketiga :
Berkaitan dengan saluran komunikasi antarpribadi, kelompok atau
media massa.
Identifikasi pada ketiga dimensi, dapat berlangsung sendiri-sendiri,
secara terpisah atau bersamaan, misalnya :

Antara Menteri Luar Negeri RI dengan Menlu Jepang sebagai komunikasi
internasional, tetapi juga komunikasi antarpribadi jika dalam konteks
politik.

Dalam konteks bisnis, antara pengusaha dari etnis Tionghoa dengan
pengusaha dari Jawa sebagai komunikasi antar-ras / antar-etnik.

Komunikasi antara para imigran dari Asia di Australia dalam konteks
akulturasi sebagai komunikasi antaretnik dan komunikasi antarpribadi
serta komunikasi massa.
B. Hambatan KAB Bersumber Pada Unsur Kebudayaan
Terdapat identifikasi mendasar terhadap hambatan KAB yang tertuju
kepada tiga unsure kebudayaan yang berlangsung tidak terpisah-pisah dan
saling memengaruhi, yaitu :
1) Sistem kepercayaan, nilai-nilai dan sikap
2) Pandangan hidup tentang dunia
3) Organisasi social yang berlangsung dan berpengaruh pada persepsi,
perspektif dan sikap kita.
‘13
3
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hal ini dapat terlihat pada contoh berkaitan perbedaan-perbedaan dalam
penyelenggaraan antara organisasi kerja di Indonesia dan organisasi kerja di
Belanda. Bagi orang Belanda di Indonesia terdapat pola budayanya sendiri, dan
yang harus diperhitungkan bila berhubungan dengan organisasi-organisasi di
Indonesia. Perbedaan-perbedaan terpenting berkaitan dengan hal-hal berikut:
individualisme
versus
kolektivisme,
jarak
kekuasaan
(power
distance),
penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance), maskulinitas versus
feminitas. Dalam suatu budaya kolektivisme, hubungan antara pegawai dan
organisasi yang mempekerjakannya dianggap serupa dengan hubungan antara
seorang anak dan keluarga luas (extended family)-nya. Hubungan itu bersifat
moral dan mengimplikasikan kewajiban-kewajiban timbal balik: majikan wajib
melindungi pegawai (terlepas dari prestasi kerja pegawai), dan pegawai wajib
setia kepada majikan. Pola hubungan yang sama terdapat pula di Jepang
meskipun tidak sekolektivis di Indonesia.
Dalam budaya-budaya individualis seperti budaya Belanda atau Amerika,
hubungan antara pegawai dan organisasi yang mempekerjakannya adalah
hubungan bisnis, berdasarkan asumsi keuntungan timbal balik. Setiap pihak
dapat memutuskan hubungan bila pemutusan hubungan itu dapat memberikan
keuntungan yang lebih banyak lagi. Namun di Belanda, pemutusan hubungan
kerja oleh majikan kurang dapat diterima secara sosial daripada di Amerika. Ini
disebabkan sifat orang Belanda yang suka bersimpati terhadap pihak yang lebih
lemah; ini merupakan suatu aspek feminitas dalam budaya Belanda.
Tanpa memahami karakteristik-karakteristik tersebut, maka akan sulit
bagi orang orang asing untuk bekerja atau berbisnis dengan masing-masing
budaya tersebut. Selain itu apabila masing-masing karakteristik budaya tidak
dipahami maka akan memunculkan sikap permusuhan.
C. Hambatan Perbedaan Persepsi dan Sikap
Persepsi adalah proses internal dalam perilaku kita dalam memilih,
mengevaluasi dan mengorganisasikan rangsangan dari lingkungan eksternal.
Hambatan KAB dapat ditimbulkan oleh perbedaan-perbedaan persepsi terhadap
‘13
4
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
system keyakinan, nilai dan sikap, terhadap pandangan mengenai dunia dan
terhadap organisasi social diantara pelaku-pelaku dari budaya yang berbeda.
Seperti hambatan yang timbul oleh rangsangan dari luar yang sama dan
dipersepsi secara berbeda-beda oleh individu dalam kelompk-kelompok yang
berbeda. Masing-masing individu tersebut melihat dengan perspektifnya sendiri.
Hal terpenting dalam identifikasi dan hambatan KAB di sini adalah pemahaman
mengenai
respons
arah
perseptualnya
bagaimana
orang
membentuk
persepsinya dan sejauh mana pengaruhnya terhadap perilaku. Oleh karena itu,
KAB mengupayakan terdapatnya banyak kemiripan atau persamaan pengalaman
dan persepsinya meskipun unsure-unsur budaya itu sendiri banyak menimbulkan
perbedaan pengalaman dan persepsi.
D. Hambatan Perbedaan Perspektif
Perspektif ( a way of looking) adalah pemahaman terhadap suatu objek,
peristiwa atau benda yang bergantung pada pengamatan (observasi) dan
penafsiran (intepretasi) kita sendiri. Hambatan pengaruh
unsure-unsur
kebudayaan terhadap perspektif ialah masing-masing orang mungkin berbedabeda sudut dan cara pandangnya tergantung dari ide atau konseptualisasi yang
kita ketahui mengenai sesuatu peristiwa yang berlangsung. Dengan kata lain
masalah perspektif KAB di sini adalah masalah konseptualisasi dalam perspektif
yang berlatar belakang perbedaan budaya.
E. Faktor-faktor Penghambat Komunikasi.
Sebagaimana uraian sebelumnya KAB merupakan perluasan dari
komunikasi dan komunikasi antarorganisasi sehingga subpokok bahasan ini
dapat meliputi juga identifikasi mengenai factor-faktor penghambat komunikasi
sebagai berikut :
1) Hambatan sosio-antro-psikologis
Secara sosiologis masyarakat terdiri dari berbagai golongan dan lapisan
yang menimbulkan perbedaan status social, agama, ideology, tingkat
‘13
5
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
pendidikan, tingkat kekayaan yang semuanya dapat menjadi hambatan
bagi kelancaran komunikasi.
Hambatan antropologis timbul oleh karena adanya perbedaan postur,
warna kulit dan kebudayaan yang membawa perbedaan pula dalam gaya
hidup, norma dan kebiasaan.
Hambatan psikologis berupa komunikasi yang dilangsungkan dalam
keadaan sedih, bingung, marah, merasa kecewa, atau iri hati. Prasangka
terhadap seorang komunikator merupakan salah satu hambatan berat
dalam komunikasi.
2) Hambatan Semantis
Hambatan semantic berasal dari diri komunikator, misalnya bahasa
Indonesia “jangan” (larangan) berbeda dengan “jangan” (sayur) dalam
bahasa Jawa; “atos” (sudah) Sunda dengan “atos” (keras) Jawa.
Selain itu miscommunication terjadi karena pemilihan kata yang tidak
tepat, kata-kata yang sifatnya konotatif seperti yang mengandung makna
emosional
atau
evaluatif
yang
dilatabelakangi
oleh
pengalaman
seseorang. Contohnya perkataan “anjing” bagi seorang kyai yang fanatic
merupakan binatang najis. Oleh karena itu sebaiknya digunakan katakata denotative sebagaimana penegrtian dalam kamus yang umumnya
diterima oleh kebanyakan orang yang sama bahasa dan kebudayaannya.
3) Hambatan Mekanis
Hal ini dapat ditemuai pada media yang digunakan seperti bunyi krotokan
suara telepon, huruf buram pada surat, gambar yang miring atau buram
pada televise dan sebagainya.
4) Hambatan Ekologis
‘13
6
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hal ini disebabkan oleh gangguan lingkungan proses berlangsungnya
komunikasi seperti suara gaduh, kebisingan lalu lintas, hujan atau petir
dan
sebagainya.
Untuk
mengatasinya
misalnya
dengan
cara
menghentikan dahulu kegiatannya atau memperkeras suaranya.
F. Hambatan Stereotip dan Prasangka
Prasangka adalah apa yang ada dalam pemikiran kita terhadap individu
dengan kelompok lain seperti dalam hubungan ras dan etnis atau melalui media
massa yang popular. Masalahnya adalah karena kecenderungannya bersifat
negative terhadap kelompok atau hal-hal khusus seperti ras, seks, agama, dan
rambut
gondrong.
Prasangkan
bukanlah
menyangkut
perilaku
tetapi
berhubungan erat dengan sikap dan kepercayaan yang ada dalam pikiran
seseorang. Hambatan KAB yang berupa prasangka negative terhadap kelompok
mencakup tiga tipe prasangka, yaitu :

Prasangka kognitif, apa yang benar mengenai kelompok

Prsangka afektif, sama sekali tidak menyukai sesuatu kelompok, dan

Prasangka konatif, yang bersifat diskriminatif atau agresif terhadap
kelompok.
Stereotip adalah suatu keyakinan yang berlebihan terhadap kategori
kelompok seperti ras, etnik, kelompok umat beragama dan sebagainya. Akibat
negative yang diitmbulkan dari prasangka dan stereotip adalah menyebabkan
orang hidup memisah dan menjauhi kontak-kontak dengan kelompok budaya
tertentu. Akibatnya mutu dan frekuensi interaksi menurun dan lambat laun dapat
menimbulkan pertentangan, perlawanan atau permusuhan antar sesamanya.
Penting pula untuk diidentifikasi dalam proses hubungan stereotip, prasangka
itu dengan perilaku yang saling memengaruhi. Perkembangannya bermula dari
stereotip lalu menimbulkan prasangka yang selanjutnya mendorong ke suatu
perilaku terhadap suatu kelompok budaya yang berbeda.
G. Hambatan Derajat Kesamaan / Ketidaksamaan Budaya
‘13
7
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Hambatan KAB dapat pula ditimbulkan oleh masalah prinsip-prinsip
komunikasi yang diterapkan pada konteks kebudayaan. Yaitu tidak memahami,
menyadari, atau memanfaatkan derajat kesamaan atau perbedaan kepercayaan,
nilai-nilai dan sikap, pendidikan dan status social antara komunikator dan
komunikan. Prinsip derajat kesamaan/ketidaksamaan ini dikenal dengan homofily
(kesamaan derajat) dan heterofily (ketidaksamaan derajat). Tingkat derajat
kesamaan / ketidaksamaan pendidikan rakyat umumnya disepelekan oleh kaum
terpelajar.
H. Hambatan Pembentukan dan Pemograman Budaya
Bentuk hambatan KAB dapat terjadi dalam suatu proses akulturasi yang
berlangsung antara imigran dengan masyarakat pribumi yang berbeda
budayanya. Dalam akulturasi berkembang proses pembentukan kebudayaan
(cultural conditioning) dan penyesuaian budaya yang diprogram (cultural
programming)
antara
kaum
imigran
dengan
masyarakat
pribumi
yang
kesemuanya sulit diidentifikasi. Hanya dengan kemampuan-kemampuan dan
membiasakan berkomunikasi secara terus menerus dari berbagai unsure-unsur
kebudayaan maka hambatannya dapat diatasi.
Efektivitas Komunikasi Antarbudaya
Pada dasarnya manusia selalu mengusahakan agar mereka memperoleh
gambaran yang jelas tentang sesuatu yang berkenaan dengan pikirannya,
perasaannya, dan kemampuan lain demi tercapainya tujuan mereka. Komunikasi
yang efektif akan membantu setiap orang untuk mengembangkan relasi
antarpribadi dalam tugas dan fungsinya, dalam pekerjaan, yang mengantar
manusia menjadi sukses sebagai komunikator, tanpa mempedulikan apakah
mereka adalah para petani, nelayan, konsultan, dosen, guru, birokrat dan
sebagainya.
‘13
8
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Seluruh proses komunikasi pada akhirnya menggantungkan keberhasilan
pada tingkat ketercapaian tujuan komunikasi, yakni sejauhmana para partisipan
memberikan makna yang sama atas pesan yang dipertukarkan. Inilah yang
dikatakan sebagai komunikasi antarbudaya yang efektif atau disebut pula dengan
efektivitas komunikasi antarbudaya (Alo Liliweri, 2002 : 226).
Jika dua orang atau lebih berkomunikasi antarbudaya secara efektif maka
mereka akan berurusan dengan satu atau lebih pesan yang ditukar (dikirim dan
diterima); mereka harus bisa memberikan makna yang sama atas pesan. Singkat
kata, komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dihasilkan oleh
kemampuan para partisipan komunikasi karena mereka berhasil menekan
sekecil mungkin kesalahpahaman (Gudykunst, 1991 : 24).
Komunikasi yang efektif adalah dasar dari komunikasi yang jitu, yaitu
komunikasi yang sejalan dengan kognisi (apa yang dipikirkan) dari dua atau tiga
individu yang berkomunikasi.
Harry Triandis (1977) menegaskan bahwa
efektivitas komunikasi itu meliputi isomorphic attributions, yaitu bagaimana
‘menggambarkan’ (description) menjadi sama (Powers dan Lowrey, dalam Alo
Liliweri, 2002 : 228).
Komunikasi antarbudaya yang efektif terjadi jika muncul mutual
understanding atau komunikasi yang saling memahami. Yang dimaksud saling
memahami adalah keadaan di mana seseorang dapat memperkirakan
bagaimana orang lain memberi makna atas pesan yang dikirim dan menyandi
balik pesan yang diterima. Pemahaman timbal balik menjelaskan dua pihak
sama-sama mengerti makna dari pesan yang dipertukarkan.
Schramm dalam Susanto (1977) mengemukakan efektivitas komunikasi
antara lain tergantung pada situasi dan hubungan social antara komunikator
dengan komunikan terutama dalam lingkup referensi (kerangka rujukan) maupun
luasnya pengalaman mereka. Lebih lanjut Schramm dalam Mulyana (1990)
mengemukakan, komunikasi antarbudaya yang benar-benar efektif harus
memerhatikan
empat syarat, yaitu : (1) menghormati anggota budaya lain
sebagai manusia; (2) menghormati budaya lain sebagaimana apa adanya dan
bukan sebagaimana yang kita kehendaki; (3) menghormati hak anggota budaya
yang lain untuk bertindak berbeda dari cara kita bertindak; (4) komunikator lintas
‘13
9
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
budaya yang kompeten harus belajar menyenangi hidup bersama orang dari
budaya lain.
Barlund dalam Porter (1985) juga mengemukakan efektivitas komunikasi
tergantung atas pengertian bersama antarpribadi sebagai suatu fungsi orientasi
persepsi, system kepercayaan dan gaya komunikasi yang sama. Sedangkan
Devito (1978) mengemukakan beberapa factor penentu efektivitas komunikasi
antarpribadi, yakni :
(1) Keterbukaan
Sikap keterbukaan adalah
a. sikap komunikator yang membuka semua informasi tentang
dirinya, sebaliknya menerima semua informasi yang relevan
tentang dan dari komunikan dalam rangka interaksi antarpribadi
b. Kemauan seseorang sebagai koomunikator untuk bereaksi secara
jujur terhadap pesan yang datang dari komunikan;
c. Memikirkan dan merasakan bahwa apa yang dinyatakan seorang
komunikator merupakan tanggungjawabnya terhadap komunikan
dalam suatu situasi tertentu.
(2) Empati
Perasaan empati adalah membayangkan diri kita pada kejadian yang
menimpa orang lain, kita berusaha melihat seperti orang lain melihat,
merasakan seperti orang lain merasakannya.
(3) Perasaan Positif
Perasaan positif ialah perasaan seorang komunikator bahwa pribadinya,
komunikannya,
serta
situasi
yang
melibatkan
keduanya
sangat
mendukung (terbebas dari ancaman, tidak dikritik dan ditantang)
(4) Dukungan
Memberi dukungan ialah suatu situasi dan kondisi yang dialami
komunikator dan komunikan terbebas dari atmosfir ancaman, tidak dikritik
‘13
10
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
dan ditantang. Menurut Rakhmat (1989) sikap suportif atau memberikan
dukungan
ialah
sikap
yang
mengurangi
sikap
defensive
dalam
komunikasi, orang yang defensive bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan
tidak empatis.
(5) Keseimbangan
Memelihara keseimbangan ialah suatu suasana yang adil antara
komunikator dengan komunikan dalam hal kesempatan yang sama untuk
berpikir, berasa dan bertindak.
‘13
11
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Daftar Pustaka
1. Beer, Jennifer, Intercultural Communication at Work, Washington, 1997.
2. Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antarbudaya, Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2003.
3. Rumondor, Alex dkk, Komunikasi Antarbudaya, Universitas Terbuka, Jakarta,
1996.
4. Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif; Suatu Pendekatan Lintasbudaya,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004.
‘13
12
Nama Mata Kuliah dari Modul
Dicky Andika
Pusat Bahan Ajar dan eLearning
http://www.mercubuana.ac.id
Download