BAB II KAJIAN TEORETIS A. Pengertian Kepemimpinan Definisi kepemimpinan terus mengalami perubahan sesuai dengan peran yang dijalankan, kemampuan untuk memberdayakan (empowering) bawahan/anggota sehingga timbil inisiatif unuk berkreasi dalam bekerja dan hasilnya lebih bermakna bagi organisasi dengan sekali-kali pemimpin mengarahkan, menggerakan, dan mempengaruhi anggota. Inisiatif pemimpin harus direspon sehingga dapat mendorong timbulnya sikap mandiri dalam bekerja dan berani mengambil keputusan dalam rangka pencapaian-pencapaian tujuan organisasi. Dengan demikian kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam menggerakan, mengarahkan, sekaligus mempengaruhi pola pikir, cara kerja setiap anggota agar bersikap mandiri dalam bekerja terutama dalam pengambilan keputusan untuk kepentingan percepatan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (Wahyudi, 2009:119-120). Kepemimpinan berfungsi sebagai tindakan yang dilakukan kepala sekolah dalam upaya menggerakan guru-guru agar mau berbuat sesuatu untuk mewujudkan program kerja yang telah dirumuskan. Keberhasilan sekolah tergantung kemampuan pemimpinnya dalam melaksanakan fungsi pokok kepemimpinan baik sebagai leader maupun manager (Sergiovanni, 1987) dalam Masaong, (2011:149). Pelaksanaan fungsi sebagai leader lebih menekankan pada usaha interaksi manusia mempengaruhi orang yang dipimpin, menemukan sesuatu yang baru, mengadakan perubahan dan pembaharuan. Sebagai manajer berusaha menempatkan perhatian pada prosedur dan hasil, formalitas dan proses pencapaian tujuan melalui usahausaha yang dilaksanakan anggota, (Masaong 2011:149). Menurut Terry (dalam Kartono, 2003) pengertian kepemimpinan yaitu kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Menurut Young (dalam Kartono, 2003) pengertian kepemimpinan yaitu bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus. Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, bawahan atau kelompok, kemampuan mengarahkan tingkah laku bawahan atau kelompok, memiliki kemampuan atau keahlian khusus dalam bidang yang diinginkan oleh kelompoknya, untuk mencapai tujuan organisasi atau kelompok. 1. Sifat Kepemimpinan Sehubungan dengan kedudukan dan peranan kepemimpinan yang strategis, maka agar kepemimpinan yang bersangkutan mampu bekerja secara maksimal sangatlah dibutuhkan sifat-sifat atau kemampuan tertentu dari diri pemimpin yang bersangkutan. Iskandar menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yaitu: memiliki empati yang tinggi; merupakan anggota dari kelompok; penuh pertimbangan, kebijaksanaan dan arif; lincah dan bergembira, baik dalam suka maupun duka; memiliki emosi yang stabil; memiliki keinginan dan ambisi untuk memimpin; memiliki kompetensi; memiliki intelegensi yang cukup; konsisten dan sikapnya dapat diramalkan; memiliki kemampuan untuk berbagi kepentingan dengan anggota yang lain (Iskandar Jusman, 1999: 44). Seorang pemimpin harus menjadi pusat komunikasi, untuk dapat menyampaikan pikiran dan keinginannya kepada sekitarnya, namun juga sensitive/peka untuk menerima semua informasi dari lingkungannya. Sebab, jika seorang pemimpin mau memaksakan pikiran dan ide-ide sendiri saja, dan tidak peka terhadap isyarat-isyarat yang diberikan oleh lingkungan, maka tidak ubahnya dia itu bertingkah laku sebagai pemain orkes tunggal yang diktatoris dan otokratis. Dan pemimpin yang seperti itu menganggap dirinya paling super dalam segala hal. Dia dihormati lingkungannya, mengikuti sesama dan para pengikutnya pandai dalam bertimbang rasa, selau bersikap rendah hati, luwes, terbuka dan reseptif tanpa dibebani perasaan-perasaan superior yang bisa membuat dirinya menjadi angkuh dan sewenang-wenang terhadap lingkungannya. 2. Tipe Kepemimpinan Siagian (1999:27) mengemukakan tipe-tipe kepemimpinan yaitu : (a) Tipe Otokratik. Kepemimpinan itu berdasarkan dirinya pada kekuasaan paksaan yang selalu harus dipatuhi. Pemimpinnya harus berperan sebagai pemain tunggal pada “a one man show”, (b) Tipe Paternalistic, yaitu tipe gaya kebapaan, dengan sifat-sifat antara lain: menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak atau belum dewasa; besikap selalu melindungi; jarang memberikan kesempatan pada bawahannya untuk mengambil keputusan sendiri; hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreatifnya; mersa dirinya tahu segalanya, (c) Tipe Laissez Faire, yaitu seorang pemimpin yang praktis tidak memimpin, sebab dia membiarkan kelompoknya berbuat semaunya, (d) Tipe Demokratik, yaitu pemimpin yang memberikan bimbingan yang efisien kepada bawahannya, dengan penekanan rasa tanggung jawab internal dan kebijakan yang baik. B. Kepemimpinan Visioner Kepemimpinan visioner melibatkan kesanggupan, kemampuan, kepiawaian yang luar biasa untuk menawarkan kesuksesan dan kejayaan di masa depan. Seorang pemimpin yang visioner mampu mengantisipasi segala kejadian yang mungkin timbul, mengelola masa depan dan mendorong orang lain utuk berbuat dengan cara-cara yang tepat. Hal itu berarti, pemimpin yang visioner mampu melihat tantangan dan peluang sebelum keduanya terjadi sambil kemudian memposisikan organisasi mencapai tujuan-tujuan terbaiknya. Prijosaksono dan Sembel (2007:76) dalam makalahnya menyebutkan bahwa kepemimpinan yang efektif dimulai dengan visi yang jelas.Visi yang akan menjadi daya atau kekuatan untuk melakukan perubahan, mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Lebih jauh Prijosaksono dan Sembel mengatakan bahwa ada dua aspek mengenai visi, yaitu visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin, selain membangun suatu visi bagi organisasinya juga memiliki kemampuan untuk menjabarkan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian tindakan atau kegiatan yang merupakan upaya untuk mencapai visi itu. Oleh karena itu seorang pemimpin yang visioner adalah seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya. Dari berbagai pendapat tentang kepemimpinan visioner tersebut, penulis memandang bahwa kepemimpinan yang visioner merupakan kepemimpinan yang mampu mengembangkan intuisi, imajinasi dan kreatifitasnya untuk mengembangkan organisasinya. Dia memiliki kemampuan untuk memimpin menjalankan misi organisasinya melalui serangkaian kebijakan dan tindakan yang progresif menapaki tahapan-tahapan pencapaian tujuannya, adaptif terhadap segala perubahan dan tantangan yang dihadapi, serta efisien dan efektif dalam pengelolaan segala sumberdaya yang dimilikinya. Pemimpin yang visoner menjalankan kepemimpinannya dengan dukungan penuh dari seluruh staf dan semua pihak yang terkait dengannya, disebabkan kepiawaiannya dalam meyakinkan mereka bahwa apa yang mereka laksanakan akan memberikan yang terbaik buat semua pihak. Kemampuan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengomunikasikan, mensosialisasikan/mentransformasikan, dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial di antara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi di masa depan yang harus diraih atau diwujudkan melalui komitmen semua personel. Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin untuk menciptakan dan mengartikulasikan suatu visi yang realistik, dapat dipercaya, atraktif tentang masa depan bagi suatu organisasi atau unit organisasi yang terus tumbuh dan meningkat sampai saat ini (Wahyudi, 2009:24). Visi menyalurkan emosi dan energi orang bila diartikulasikan secara tepat dan sebuah visi menciptakan kegairahan yang menimbulkan energi dan komitmen ditempat kerja. Hal senada dikemukakan oleh Komariah dalam (Wahyudi, 2009:24) bahwa kepemimpinan visioner dapat diartikan sebagai kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikan, mensosialisasikan, mentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran-pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau sebagai hasil interaksi sosial diantara anggota organisasi dan stakeholders yang diyakini sebagai cita-cita organisasi dimasa depan yang harus dicapai melalui komitmen semua personil. Langkah-langkah kepemimpinan visioner : 1. Penciptaan Visi Pemimpin sebagai pencipta visi berarti mampu memikirkan secara kreatif masa depan organisasi. Terbentuknya visi dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional, interaksi dan komunikasi internasional, pertemuan kelimuan, serta kegiatan intelektual yang membentuk pola pikir (mindset) tertentu (Gaffar, 1994, dalam Komariah dan Triatna, 2005). Mulyadi (1998, dalam Komariah dan Triatna, 2005) mencatat 2 tahapan dalam penciptaan visi, yaitu : a) trend watching, kemampuan tingkat tinggi untuk dapat memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan melalui kepiawaiannya dalam bidang yang digeluti serta kepekaan terhadap signal-signal alam dan perubahannya, sekaligus memiliki kekuatan mendekatkan diri kepada Tuhan sebagai kekuatan supranatural luar biasa yang dapat membimbing perilakunya dalam menangkap makna dari suatu gejala alam. Melalui trend watching, pimpinan dapat mendeteksi arah perbuahan di masa yang akan datang dan berbagai peluang yang tersembunyi ; b) envisioning, kemampuan pemimpin untuk merumuskan visi berdasarkan hasil pengamatan trend perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Envisioning merupakan kemampuan kita untuk menggambarkan pikiran kita yang melampaui realitas sekarang, kemampuan untuk menggambarkan sesuatu yang akan kita ciptakan yang belum pernah ada sebelumnya, dan kemampuan untuk menggambarkan kondisi baru yang belum pernah kita alami sebelumnya. 2. Perumusan Visi Kepemimpinan visioner dalam tugas perumusan visi adalah kesadaran akan pentingnya visi dirumuskan dalam statement yang jelas agar menjadi komitmen semua personel dalam mewujudkannya sehingga pemimpin berupaya mengolaborasi informasi, cita-cita, dan keinginan pribadi dipadukan dengan cita-cita/gagasan personel lain dalam forum komunikasi yang intensif sehingga menghasilkan kristalisasi visi organisasi. Visi perlu dirumuskan dalam statement yang jelas dan tegas. 3. Transformasi Visi Transformasi visi merupakan kemampuan membangun kepercayaan melalui komunikasi yang intensif dan efektif sebagai upaya shared vision pada stakeholders sehingga diperoleh sense of belonging dan sense of ownership. Visi harus ditransformasikan dengan melakukan upaya berbagi visi dan diharapkan terjadi difusi visi dan menimbulkan komitmen seluruh personel. Dalam upaya transformasi visi, kadang kita gagal melakukannya karena terjadi beberapa masalah dari visi. Sinamo (1998, dalam Komariah dan Triatna, 2005) mengungkapkan 6 sebab mengapa visi organisasi gagal, antara lain : a) kerancuan visi dan misi ; b) secara intrinsik visi dan misi tidak betul-betul didambakan ; c) visi dan misi tidak mencerminkan penderitaan dan harapan ; d) visi dan misi tidak diyakini dapat dicapai ; e) visi dan misi tidak fleksibel ; f) visi dan misi tidak didukung oleh strategi organisasi dan sistem manajemen yang tepat. 4. Implementasi Visi Implementasi visi merupakan kemampuan pemimpin dalam menjabarkan dan menerjemahkan visi ke dalam tindakan. Visi yang tidak diimplementasikan adalah slogan dan simbol-simbol yang tidak banyak berpengaruh terhadap kinerja, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa tanpa implementasi, statement-statement yang diyakini sebagai visi sebenarnya bukanlah visi. Visi harus diwujudkan dalam kerja kepemimpinan. C. Karakteristik Pemimpin Visioner Terkait dengan kepemimpinan visioner, Adair (dalam Komariah dan Triatna, 2005:82), mengemukakan ciri-ciri pemimpin yang berkualitas, yaitu : 1) memiliki integritas pribadi ; 2) memiliki antusiasme terhadap perkembangan lembaga yang dipimpinnya ; 3) mengembangkan kehangatan, budaya, dan iklim organisasi ; 4) memiliki ketenangan dalam manajemen organisasi ; dan 5) tegas dan adil dalam mengambil tindakan/kebijakan kelembagaan. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka konsep kepemimpinan visioner salah satunya ditandai oleh kemampuan dalam membuat perencanaan yang jelas sehingga rumusan visinya tersebut akan tergambar sasaran apa yang hendak dicapai dari pengembangan lembaga yang dipimpinnya. Dalam konteks kepemimpinan pendidikan, penentuan sasaran dari rumusan visi tersebut dikenal dengan penentuan sasaran bidang hasil pokok. Kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri yang menggambarkan segala sikap dan perilakunya yang menunjukkan kepemimpinannya yang berorientasi kepada pencapaian visi, jauh memandang ke depan dan terbiasa menghadapi segala tantangan dan resiko. Diantara ciri-ciri utama kepemimpinan visioner adalah : (1) berwawasan ke masa depan, bertindak sebagai motivator, berorientasi pada the best performance untuk pemberdayaan, kesanggupan untuk memberikan arahan konkrit yang sistematis ; (2) berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan selalu siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin visioner juga menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat. Memandang sumber daya, terutama sumberdaya manusia sebagai asset yang sangat berharga dan memberikan perhatian dan perlindungan yang baik terhadap mereka ; (3) mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam menggapai tujuan, menjadi model (teladan) yang secara konsisten menunjukkan nilai-nilai kepemimpinannya, memberikan umpan balik positif, selalu menghargai kerja keras dan prestasi yang ditunjukkan oleh siapun yang telah memberi kontribusi; (4) mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah, mengelola „mimpi‟ menjadi kenyataan, mengajak orang lain untuk berubah, memotivasi orang lain untuk bekerja lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk mendapatkan situasi dan kondisi yang lebih baik ; (5) mampu mengubah visi ke dalam aksi, menjelaskan dengan baik maksud visi kepada orang lain, dan secara pribadi sangat commited terhadap visi tersebut; (6) berpegang erat kepada nilai-niliai spiritual yang diyakininya. Memiliki integritas kepribadian yang kuat, memancarkan energi, vitalitas dan kemauan yang membara untuk selalu berdiri pada posisi yang segaris dengan nilai-nilai spiritual. Menjadi orang yang terdepan dan pertama dalam menerapkan nilainilai luhur ; (7) membangun hubungan (relationship) secara efektif, memberi penghargaan dan respek. Sangat peduli kepada orang lain (bawahan), memandang orang lain sebagai asset berharga yang harus di perhatikan, memperlakukan mereka dengan baik dan „hangat‟ layaknya keluarga. Sangat responsive terhadap segala kebutuhan orang lain dan membantu mereka berkembang, mandiri dan membimbing menemukan jalan masa depan mereka ; (8) inovatif dan proaktif dalam menemukan „dunia baru‟. Membantu mengubah dari cara berfikir yang konvensional (old mental maps) ke paradigma baru yang dinamis. Melakukan terobosan-terobosan berfikir yang kreatif dan produktif. („out-box thinking’). Lebih bersikap antisipatif dalam mengayunkan langkah perubahan, ketimbang sekedar reaktif terhadap kejadian-kejadian. Berupaya sedapat mungkin menggunakan pendekatan „winwin’ ketimbang “win lose”. D. Strategi Tindakan Kepemimpinan Visioner Frank Martinelly dalam Wahyudi (2009:76) menguraikan strategi bagaimana seharusnya menjadi pemimpin yang visioner. Menurutnya ada 5 langkah yang semestinya dilakukan : 1. Fokus kepada Tujuan Organisasi Seluruh tindakan dan pengambilan keputusan harus di arahkan kepada semata-mata upaya pencapaian tujuan final dari organisasi. Hal ini dilakukan guna menghindari segala kecenderungan dan „godaan‟ penyitaan energi dan pemborosan sumber daya kepada hal-hal kecil dan tidak prinsip yang mungkin timbul. Untuk menjaga agar semua rencana aksi focus kepada tujuan organisasi, memerlukan kekompakkan dan pemeliharaan hubungan antara pimpinan dan seluruh staff/karyawan. 2. Membuat Rencana Jangka Panjang Perumusan jangka panjang akan menuntun kepada langkah yang jelas sampai 5-10 tahun ke depan, siapa-siapa saja yang akan memimpin dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan kepemimpinan yang bagaimana yang diperlukan. tersebut, kompetensi 3. Mengembangkan Visi bagi Masa Depan Organisasi. Kunci perumusan visi adalah menjawab pertanyaan: apabila kita menginginkan dan bermimpi akan seperti dan menjadi apa organisasi kita kelak di kemudian hari. Begitu rumusan visi telah dibuat, maka seharusnya visi tersebut akan menjadi inspirasi bagi seluruh aktivitas organisasi, baik dalam rapat-rapat, dalam perbincangan, dalam menghadapi segala tantangan dan peluang, dalam arena kerja. Begitu visi telah dirumuskan, maka saat itu pula, visi disampaikan ke seluruh pihak terkait di dalam organisasi, bahkan ke ruangruang public di luar organisasi. 4. Selalu Berada dalam Kondisi Siap dan Dinamis untuk Perubahan. Selalu siap berubah dengan cepat akan terbantu dengan menyajikan informasi-informasi mutakhir tentang segala perubahan yang terjadi di luar organisasi yang berpotensi berdampak kepada organisasi 3-5 tahun ke depan. Dorong dan fasilitasi anggota orgasnisasi untuk membaca, mendengar dan mencari tahu segala hal yang terkait dengan kejadian-kejadian dan berita yang relevan dengan tuntutan perubahan. 5. Selalu Mengetahui Perubahan Kebutuhan Keinginan dan kebutuhan pelanggan seringkali mengalami perubahan. Oleh karena itu, seharusnya organisasi menyediakan informasi-infromasi aktual yang terkait dengan hal ini. Pentingnya melakukan pelembagaan visi dengan cara selalu mengkaitkannya dala setiap pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, penyusunan prosedur pelaksanaan program, langkahlangkah evaluasi. Bahkan menurutnya, sampai pada isi kurikulum (dalam lembaga pendidikan), penganggaran (budgeting) seharusnya juga mencantumkan visi dalam dokumen-dokumen yang terkaitnya. Menurutnya, kalau hal ini tidak dilakukan, visi yang telah dicanangkan secara perlahan akan kehilangan kredibilitasnya. Sekian banyak strategi, seorang pemimipin harus mampu menciptakan terlebih dahulu iklim dan budaya untuk suatu perubahan. Kepada seluruh pihak terkait, pemimpin harus terus dan sering, dengan antusias, menyuarakan pentingnya perubahan demi kebaikan, mendorong semangat kepada seluruh lini, mengungkapkan contoh-contoh kesuksesan, memberikan teladan dan tentu saja harus sering nampak bekerja keras bersama mereka. Pada sisi yang lain, perlu juga diperhatikan bahwa mengawal perubahan memerlukan kesabaran dan kemakluman akan berbagai hambatan materil ataupun non materil. Seringkali didapatkan berbagai kesalahan dan hambatan psikologis di awalawal perubahan. Pada masa-masa transisi, pemimpin harus bersabar, mendampingi seluruh staff dengan bijaksana, mudah memberi bantuan dan arahan. E. Kepemimpinan Kepala Sekolah Kepala sekolah merupakan jabatan karir yang diperoleh seseorang setelah sekian lama menjabat sebagai guru. Seseorang diangkat dan dipercaya menduduki jabatan kepala sekolah harus memenuhi kriteria-kriteria yang disyaratkan untuk jabatan dimaksud. Dalam buku kepemimpinan kepala sekolah Davis dan Thomas berpendapat bahwa kepala sekolah yang efektif mempunyai kriteria sebagai berikut: (1) mempunyai jiwa kepemimpinan dan mampu memimpin sekolah, (2) memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, (3) mempunyai keterampilan sosial, (4) professional dan kompoten dalam bidang tugasnya. Pemimpin organisasi, terutama dalam bidang pendidikan setidaknya mempunyai ciri-ciri: (1) mampu mengambil keputusan, (2) mempunyai kemampuan hubungan manusia, (3) mempunyai keahlian dalam komunikasi, (4) mampu memberikan motivasi kerja kepada bawahannya (Siagian, 1986: 63). Kepemimpinan memainkan peranan yang dominan, krusial, dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan produktivitas kerja, baik pada tingkat individual, pada tingkat kelompok, dan pada tingkat organisasi. Implenmentasi pada kepemimpinan kepala sekolah dalam manajemen berbasis sekolah. Hal ini memang penting dan memberikan manfaat yang besar bagi peningkatan mutu kinerja. Kepala sekolah memiliki peran yang sangat besar. Kepala Sekolah merupakan motor penggerak, penentu arah kebijakan menuju sekolah dan pendidikan secara luas. Sebagai pengelola institusi satuan pendidikan, kepala sekolah dituntut untuk selalu meningkatkan efektifitas kinerjanya. Untuk mencapai mutu sekolah yang efektif, kepala sekolah dan seluruh stakeholders harus bahu membahu kerjasama dengan penuh kekompakan dalam segala hal. Selain itu berlandaskan teori Maslow, kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Berdasarkan kajian di atas, jabatan kepala sekolah memerlukan orang-orang yang mampu memimpin sekolah dan professional dalam bidang kependidikan. Namun kenyataan di lapangan membuktikan bahwa tidak semua kepala sekolah memenuhi kriteria yang ditentukan, tetapi lebih mengutamakan pada golongan ataupun kepangkatan yang dijalani melalui masa kerja. Pendekatan manusiawi, saling asah-asih dan asuh sangat diyakini kepemimpinan kepala sekolah satuan pendidikan akan efektif dan hal ini sangat menunjang pencapaian tujuan sekolah yang telah digariskan. A. Gaya Kepemimpinan Visioner di Sekolah Gaya kepemimpinan adalah suatu cara pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya. Persoalan kepemimpinan, khususnya kepemimpinan dalam dunia pendidikan, adalah persoalan yang selalu menarik untuk dibicarakan. Sebab, pendidikan menyangkut kepentingan banyak orang, kompleks, dinamis sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat. Selain itu, pendidikan juga bersifat futuristik, dilakukan sekarang untuk mengejar kebaikan masa depan. Karena sifat pendidikan yang demikian, apa yang dilakukan setiap pemimpin pendidikan, justru akan berkaitan dengan kepentingan banyak orang, serta berdampak terhadap masa depan individu, masyarakat dan bangsa. Oleh sebab itu, meskipun telah banyak teori mengenai kepemimpinan pendidikan berkembang, masih saja menjadi persoalan lapangan yang sangat luas untuk dieksplorasi. Kita masih memungkinkan menggali dan menemukan cara terbaik dalam pengelolaan pendidikan. Akhir-akhir ini, para ahli berhasil mengembangkan dan meluncurkan berbagai model atau gaya kepemimpinan pendidikan dapat memperbaiki pengelolaan institusi pendidikan. Salah satu gaya kemimpinan yang secara kontekstual dinilai relevan dengan dunia pendidikan sekarang adalah kepemimpinan visioner. Gaya kepemimpinan visioner semakin terasa urgensinya untuk diterapkan dalam lembaga pendidikan, terutama sekali pada persekolahan, mengingat sekolah-sekolah kita sekarang tengah mendapat hantaman yang dahsyat dari kekuatan eksternal seperti politik, ekonomi, sosial dan kultural yang langsung atau tidak membonceng dalam informasi media masa. Memahami pengertian kepemimpinan visioner, tidak mungkin kita bisa melepaskan diri dari pengertian visi. Secara harfiah, arti visi adalah pandangan jauh ke depan. Tapi tidak semua pandangan jauh ke depan adalah visi. Akdon (2006) membatasi arti visi adalah merupakan gambaran tentang masa depan (future) yang realistik dan ingin diwujudkan dalam kurun waktu tertentu. Jadi, adanya unsur realistik yang ingin diwujudkan, membuat visi amat berbeda dengan otopia. Tapi visi tidak sama dengan misi. Visi bersifat lebih substantif dari misi. Kepemimpin yang relevan dengan dengan tuntutan “school based management” dan didambakan bagi produktivitas pendidikan adalah kepemimpinan yang memiliki visi (visionary leadership) yaitu kepemimpinan yang kerja pokoknya difokuskan pada rekayasa masa depan yang perlu tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan dapat membimbing personil lainnya kearah profesionalisme kerja yang diharapkan. Pemimpin yang bervisi merupakan syarat kepemimpinan di era otonomi, dimana organisasi harus menampilkan kekuatan dan ciri khas budayanya menuju kualitas pendidikan yang diharapkan.Kepala sekolah merupakan posisi yang sangat penting dalam suatu sekolah. Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. “Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka. Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mecapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah. Setiap jabatan menggambarkan status yang diemban pemegangnya. Status itu, pada gilirannya, menunjukkan peran yang harus dilakukan pejabatnya. Peran utama yang harus diemban oleh kepala sekolah yang membedakannya dari jabatan-jabatan kepala lainnya adalah peran sebagai pemimpin pendidikan. Kepemimpinan pendidikan mengacu pada kualitas tertentu yang harus dimiliki kepala sekolah untuk dapat mengemban tanggung jawabnya secara berhasil. Kepala sekolah harus tahu persis apa yang ingin dicapainya (visi) dan bagaimana mencapainya (misi). Kepala sekolah yang visioner sangat memahami betapa pentingnya mengajak semua pihak terkait dalam sekolahnya untuk bersama-sama mewujudkan visi yang telah dirumuskan bersama. Implikasi sifat visioner, kepala sekolah harus memiliki sejumlah kompetensi untuk melaksanakan misi guna mewujudkan visi itu, dan selanjutnya kepala sekolah juga harus memiliki sejumlah karakter tertentu yang menunjukkan integritasnya. 1. Visi dan Misi Kepala sekolah yang bertanggung jawab berusaha mengetahui visi sekolahnya. Jika belum ada, mereka akan berusaha merumuskannya dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan. Visi itu kemudian disosialisasikan sehingga menjadi cita-cita bersama. Selanjutnya ia akan berusaha secara konsisten untuk terus berupaya menggalang komitmen untuk mewujudkan visi itu. Ia tidak akan berdiam diri membiarkan visi itu menjadi rumusan indah yang menghiasi dinding kantornya. 2. Kompetensi Kompetensi adalah kemampuan atau kecakapan yang diperlihatkan seseorang ketika melakukan sesuatu. Memahami visi dan misi serta memiliki integritas yang baik saja belum cukup. Agar berhasil, kepala sekolah harus memiliki kompetensi yang disyaratkan untuk dapat mengemban tanggung jawabnya dengan baik dan benar. Apa saja kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah? Setidaknya ada kesepakatan bahwa kepala sekolah perlu memiliki sejumlah kompetensi. Memfasilitasi pengembangan, penyebarluasan, dan pelaksanaan visi pembelajaran yang dikomunikasikan dengan baik dan didukung oleh komunitas sekolah. Membantu, membina, dan mempertahankan lingkungan sekolah dan program pengajaran yang kondusif bagi proses belajar peserta didik dan pertumbuhan profesional para guru dan staf. Menjamin bahwa manajemen organisasi dan pengoperasian sumber daya sekolah digunakan untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, sehat, efisien, dan efektif. Bekerja sama dengan orang tua murid dan anggota masyarakat, menanggapi kepentingan dan kebutuhan komunitas yang beragam, dan memobilisasi sumber daya masyarakat. 3. Integritas Integritas adalah ketaatan pada nilai-nilai moral dan etika yang diyakini seseorang dan membentuk perilakunya sebagai manusia yang berharkat dan bermartabat. Ada ungkapan yang bagus untuk memahami pengertian integritas: integritas Anda tidak diukur dari kemampuan Anda menaklukkan puncak gunung, tetapi diri Anda sendiri. Setidaknya ada sejumlah ciri yang menggambarkan integritas kepala sekolah: dapat dipercaya, konsisten, komit, bertanggung jawab, dan secara emosional terkendali. Seorang kepala sekolah haruslah orang yang dapat dipercaya. Kepercayaan itu diperolehnya secara sukarela, tidak dengan meminta apalagi memaksa orang lain untuk mempercayainya. Kepala sekolah tidak perlu berpidato di depan para guru, murid, atau orang tua murid bahwa ia adalah orang yang dapat dipercaya. Perilakunya sehari-hari telah menyampaikan informasi yang akurat tentang keamanahan itu. Kepala sekolah yang dapat dipercaya memiliki kejujuran yang tidak diragukan. Kepala sekolah yang konsisten dapat diandalkan. Kepala sekolah seperti ini tidak mencla-mencle, perbuatannya taat asas dengan perkataannya. Kepala sekolah seperti ini tidak bermuka banyak. Ia mengoperasionalkan kebijakan pendidikan secara tegas dan bijaksana, dan tidak perlu menjadi anggota bunglon sosial untuk mengamankan kebijakan itu. Kepala sekolah yang komit, terikat secara emosional dan intelektual untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi kepentingan anak didiknya. Kepala sekolah seperti ini tahu persis bahwa tanggung jawabnya tidak mungkin dapat dipikulnya setengah-setengah. Pekerjaan sebagai kepala sekolah baginya bukan pekerjaan paruh waktu. Ia tidak boleh merangkap-rangkap pekerjaannya dengan pekerjaan lain, atau menjadi kepala sekolah di lebih dari satu tempat. Kepala sekolah memiliki kewajiban sosial, hukum, dan moral dalam menjalankan perannya. Kepala sekolah yang berintegritas tidak akan menghindar apalagi lari dari tanggung jawabnya. Kepala sekolah yang mengutamakan kepentingan anak didiknya sadar betul bahwa secara sosial, hukum, dan moral ia harus berperilaku yang dapat dipertanggungjawabkan. Kepala sekolah yang berkecerdasan emosi tinggi sangat menyadari pengaruh emosinya dan emosi orang lain terhadap proses pemikirannya dan interaksinya terhadap orang lain. Kepala sekolah seperti ini mampu mengaitkan emosi dengan penalaran, menggunakan emosi untuk memfasilitasi penalaran dan secara cerdas menalarkan emosi. Dengan kata lain, ia menyadari bahwa kemampuan kognitif seseorang diperkaya dengan emosi dan perlunya emosi dikelola secara kognitif.