BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Laut Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi (Nybakken, 1988, hlm: 33. Lautan menutupi lebih daripada 80 persen belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi utara, dimana terdapat sebagian besar daratan bumi (Nybakken, 1988, hlm: 11). Indonesia sebagai Negara kepulauan terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di beberapa tempat, terutama di kawasan barat menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata yang hampir seragam, tetapi di tempat lain terutama kawasan timur menunjukkan bentuk-bentuk yang lebih majemuk, tidak teratur dan rumit (Romimohtarto & Juwana., 2001, hlm: 3). Bentuk dasar laut yang majemuk tersebut serta lingkungan air di atasnya memberi kemungkinan munculnya keanekaragaman hayati yang tinggi, dengan sebaran yang luas, baik secara mendatar maupun secara vertikal. Lingkungan laut selalu berubah atau dinamis. Kadang-kadang perubahan lingkungan ini lambat, seperti datangnya zaman es yang memakan waktu ribuan tahun. Kadang-kadang cepat seperti datangnya hujan badai yang menumpahkan air tawar dan mengalirkan endapan lumpur dari darat ke laut. Cepat atau lambatnya perubahan itu sama-sama mempunyai pengaruh, yakni kedua sifat perubahan tersebut akan mengubah intensitas faktorfaktor lingkungan (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 7). Universitas Sumatera Utara 2.2. Klasifikasi dan Biologi Ikan Ikan merupakan hewan vertebrata yang tergolong ke dalam Filum Chordata, Kelas Pisces, yang terdiri dari 4 (empat sub kelas, yaitu sub kelas Elasmobranchii, Chondrostei, Dipnoi, dan Teleostei), masing-masing dengan beberapa ordo, famili dan Genus ( Saanin, 1986 dalam Erliana 2007, hlm: 4). Ikan termasuk vertebrata akuatis dan bernafas dengan insang (beberapa jenis iksn bernafas melalui alat tambahan berupa modifikasi gelembung renang/gelembung udara). Mempunyai otak yang terbagi menjadi regio-regio. Otak dibungkus dalam tulang kranium (tulang kepala) yang berupa kartilago (tulang rawan) atau tulang sejati. Memiliki sepasang mata. Kecuali ikan-ikan siklostomata, mulut ikan disokong oleh rahang (agnatha = ikan tak berahang). Teling hanya terdiri dari telinga dalam, berupa saluran-saluran sirkular, sebagai organ keseimbangan (equilibrium). Sirkulasi menyangkut aliran seluruh darah dari jantung melalui insang lalu ke seluruh bagian lain. Tipe ginjal adalah pronefros dan mesonefros (Brotowidjojo, 1993, hlm: 181). Tubuh ikan terdiri atas caput, trucus dan caudal. Batas yang nyata antara caput dan trucus disebut tepi caudal operculum dan sebagai batas antara trucus dan ekor disebut anus. Kulit terdiri dari dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan pengikat yang dilapisi dari sebelah luar oleh sel epithelium. Di antara sel –sel epithelium terdapat kelenjar uniselular yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin (Radiopoetra, 1978, hlm: 456). Air merupakan habitat ikan yang sangat erat kaitannya dengan pembentukan struktur tubuh ikan, proses pernafasan, cara bergerak, cara memperoleh makanan, reproduksi dan segala hal yang diperlukan bagi ikan. Ada sebagian badan air yang bersifat terlalu panas, terlalu dingin atau terlalu asin yang disajikan sebagai habitat bagi spesies tertentu. Perubahan lingkungan yang sangat bervariasi mengakibatkan dampak bagi ikan terutama pada struktur dan bentuk yang secara perlahan-lahan melakukan modifikasi (adaptasi) dalam perkembangannya untuk mengatasi perubahan lingkungan (Ommaney, 1982, hlm: 10). Pola adaptasi yang unik dari organisme laut antara lain adalah warna yang khas, mata berukuran besar atau sangat kecil, mata Universitas Sumatera Utara berbentuk pipa (tabular), mulut berukuran relatif besar, sebagian besar memiliki jenis kelamin yang sama dan mampu menghasilkan cahaya (biolumesens). Ikan-ikan mesopelagik berwarna abu-abu keperakan atau hitam kelam. Sebaliknya, ikan yang hidup di zona abisal dan batial, sering tidak berwarna atau berwarna abu-abu, dan tampak tidak berpigmen. Mata yang berukuran besar dapat beradaptasi dengan lingkungan yang memiliki intensitas cahaya yang relatif kecil. Namun, ikan penghuni zona abisal pelagik dan hadal pelagik (bagian laut yang terdalam) memiliki mata yang sangat kecil atau bahkan tidak bermata, karena kondisi yang gelap gulita sehingga mata tidak diperlukan. Pada umumnya ikan yang hidup pada kedalaman kurang dari 2000 m memiliki mata yang kadang-kadang berukuran besar, sedangkan ikan penghuni kedalaman lebih dari 2000 m memiliki mata kecil atau bahkan tidak memiliki mata (Dahuri, 2003, hlm: 92). Menurut Rifai dkk (1983), penyebaran ikan di perairan sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan yang dapat digolongkan menjadi empat macam, yaitu: faktor biotik, faktor abiotik, faktor teknologi dan kegiatan manusia. Faktor biotik yaitu faktor alam yang hidup atau jasad hidup, baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan dan faktor abiotik mencakup faktor fisik dan kimia yaitu cahaya, suhu, arus, garam-garam mineral, angin, pH, oksigen terlarut, salinitas dan BOD. Sedangkan faktor teknologi dan kegiatan manusia berupa hasil teknologi dan kegiatan-kegiatan lain baik sifatnya memperburuk lingkungan seperti pabrik-pabrik yang membuang limbahnya ke perairan maupun yang memperbaiki lingkungan seperti pelestarian areal pesisir. 2.3. Pembagian Ikan Menurut Mujamin (1994, hlm: 14), pembagian ikan didasarkan pada jenis makanan dan cara makan, yaitu: Universitas Sumatera Utara 2.3.1. Ikan Berdasarkan Jenis Makanannya a. Ikan Herbivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (nabati) seperti: ikan tawes (Punctius javanicus), ikan nilem (Ostheochillus hasseltii), ikan sepat (Trichogaster pectoralis). b. Ikan Karnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terutama terdiri dari bahan asal hewan (hewani). Contohnya ikan gabus (Ophiocephalus striatus), ikan kakap (Lates calcarifer), ikan lele (Clarias batracus). c. Ikan Omnivora, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari tumbuhan maupun hewan. Seperti ikan mas (Cyprinus carpio), ikan mujahir (Tillaphia mossambica) dan ikan gurami (Osphronemus goramy). d. Ikan Pemakan Plankton, yaitu ikan yang sepanjang hidupnya makanan pokoknya terdiri dari plankton baik fitoplankton maupun zooplankton. Ikan pemakan plankton hanya menyukai bahan-bahan yang halus dan berbutir, sehingga tulang tapis insangnya mengalami modifikasi wujud alat penyaring gas berupa lembaranlembaran halus yang panjang seperti ikan terbang (Cysilurus sp.), ikan lemuru (Clupea iciogaster). e. Ikan Pemakan Detritus, yaitu ikan yang makanan pokoknya terdiri dari hancuran sisa-sisa bahan organik yang sudah membusuk dalam air yang berasal dari hewan atau tumbuhan misalnya ganggang, bakteri dan protozoa. Seperti ikan belanak (Mugil sp.). 2.3.2. Berdasarkan Cara Makannya a. Ikan Predator. Ikan ini disebut juga dengan ikan buas dimana dia menerkam mangsanya hidup-hidup. Ikan ini dilengkapi dengan gigi rahangnya yang kuat. Seperti ikan tuna (Thunus albaceros). Universitas Sumatera Utara b. Ikan Gracier, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggerogotinya. Seperti ikan mujahir (Tillaphia mossambica) dan ikan nilem (Ostheochillus hasseltii). c. Ikan Stainer, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa plankton. Seperti ikan lemuru (Clupea longiceps). d. Ikan Sucker, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan mengisap lumpur atau berpasir di dasar perairan. Seperti ikan mas (Cyprinus carpio). e. Ikan Parasit, ikan yang mendapat makanannya dari tubuh hewan besar lainnya. Seperti ikan belut laut (Simenchelis parasiticis). 2.4. Sifat Fisik-Kimia Perairan Laut Kehidupan biota laut, baik tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mikroba, dimana pun ia terdapat selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh bersama-sama dan sederajat, atau satu faktor lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor yang lain. Faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi kehidupan di laut adalah gerakan air, suhu, salinitas dan cahaya. a. Suhu Pada permukaan laut, air murni berada dalam keadaan cair pada suhu tertinggi 1000 C dan suhu terendah 00 C. Suhu alami air laut berkisar antara suhu di bawah 00 C tersebut sampai 330 C. Di permukaan laut, air laut membeku pada suhu – 1,90 C. Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 21). Universitas Sumatera Utara Daerah dimana suhu air cepat berubah dengan berubahnya kedalaman laut ialah suatu daerah peralihan yang terletak antara massa air-permukaan dengan massa air-dalam. Daerah peralihan ini disebut termoklin. Tebal termoklin berkisar antara beberapa ratus meter sampai hampir satu kilometer. Si bawah daerah termoklin, massa air lebih dingin dan jauh lebih homogen dibanding dengan massa air termoklin dan massa air di atas daerah termoklin. Semakin dalam, suhu semakin turun tetapi laju perubahnnya jauh lebih lambat daripada laju perubahan suhu pada daerah termoklin (Nybakken, 1988, hlm: 136). Suhu juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun (Sastrawijaya, 1991, hlm: 127). Boyd (1982) dalam Purnawati & Dewontoro (2000, hlm: 19), yang menyatakan bahwa ikan-ikan tropis tumbuh baik pada suhu 250 C – 320 C. Suhu juga mempengaruhi sirkulasi air, sebaran biota (ikan), daur kimia dan sebaran sifat-sifat fisik air lainnya.(Romimohtarto kasijan & Sri juana, 2001, hlm: 22) b. Cahaya Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 23). Di laut dalam, hampir tidak ada cahaya, kecuali pada zona mesopelagik dimana pada waktu atau kondisi tertentu masih terdapat sedikit cahaya matahari. Intensitas cahaya di zona ini sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan adanya produksi primer di laut dalam. Cahaya yang ada biasanya berasal dari hewan-hewan laut dalam. Untuk beradaptasi, ikan laut dalam memiliki indra khusus untuk mendeteksi makanan dan lawan jenis, keperluan reproduksi serta mempertahankan asosiasinya, baik bersifat intra maupun inter-spesies (Dahuri, 2003, hlm: 90). Universitas Sumatera Utara c. Salinitas Salinitas didefenisikan sebagai jumlah garam yang terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 4.800 C, dan jumlah klorida dan bromide yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekivalen dengan berat kedua halida yang hilang. Singkatnya, salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut (Romimohtarto & Juwana, 2001, hlm: 20). Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan, walaupun terdapat sedikit perbedaan yang tidak mempengaruhi ekologi secara nyata. Di lautan Atlantik Utara, salinitas berkisar 35‰ pada kedalaman di bawah 1.000 m. Sedangkan pada kedalaman 0 hingga hampir mencapai 1.000 m, salinitas antara 35,5 dan 37‰ (Nybakken, 1986 dalam Dahuri, 2003, hlm: 91). Perubahan salinitas akan mempengaruhi penyebaran ikan secara horizontal, misalnya di daerah etuaria, di perairan yang banyak dipengaruhi air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di pantai yang fluktuasi salinitasnya relatif besar (Rifai dkk, 1983, hlm :23) d. Warna dan Kekeruhan Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna sehingga tampak bening dan jernih (Wardana, 1995). Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi cahaya masuk ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada perairan tersebut (Fardiaz, 1992, hlm: 24). Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur dan partikel tanah. Akibat kekeruhan air, penembusan sinar akan berkurang dan mempengaruhi akifitas fotosintesis tumbuhan perairan. Dengan demikian, kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme yang telah menyesuaikan diri pada kedalaman air yang jernih (Michael, 1994, hlm: 134). Universitas Sumatera Utara e. Derajat Keasaman (pH) Derajat Keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam suatu perairan. Air dikatakan basa apabila pH > 7 dan dikatakan asam bila pH< 7. Secara alamiah pH peraiaran dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi CO 2 dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O 2 dalam air, suasana ini menyebabkan pH air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air mengkonsumsi O 2 dalam proses respirasi yang menghasilkan CO 2 , suasana ini menyebabkan kandungan pH air menurun (Arie, 1998). Satrawidjaya (1991, hlm: 98) menyatakan bahwa pH turut mempengaruhi kehidupan ikan, pH air yang mendukung bagi kehidupan ikan berkisar 6,5- 7,5. pH air kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan. f. Oksigen Terlarut Oksigen merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap system perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis berlangsung. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam (Michael, 1994, hlm: 133). Hal yang aneh pada kadar oksigen di laut-dalam ialah adanya suatu zona oksigen minimum yang terletak di kedalaman 500 dan 1.000 m. Di bawah atau di atas zona ini, kadar oksigen lebih tinggi. Dalam zona oksigen minimum, kafar oksigen mungkin kurang 0,5 ml/L. Adanya zona ini terutama disebabkan oleh respirasi organisme yang sejalan dengan tiadanya penukaran massa air zona oksigen minimum ini dengan massa-massa air yang kaya akan oksigen. Terjadinya zona oksigen minimum di kedalaman antara 500 dan 1.000 m dan bukan di kedalaman yang lebih dalam ialah karena di kedalaman melebihi 1.000 m kepadatan organisme demikian Universitas Sumatera Utara rendahnya sehingga kadar oksigen disini tidak nyata menurun. Sebaliknya di kedalaman antara 500 dan 1.000 m, kepadatan organisme tinggi. Di kedalaman kurang dari 500 m, kadar oksigen cukup tinggi sekalipun biomassa organisme tinggi, karena adanya cadangan oksigen dari atmosfer dan hasil samping fotosintesis tumbuhan (Nyakken, 1988, hlm: 137-138). g. Biochemichal Oxygen Demand Menurut Michael (1994, hlm: 134), uji BOD dilakukan untuk membantu menduga kemungkinan penurunan oksigen yang disebabkan oleh penguraian oksidatif dalam air, dengan demikian air merupakan sarana untuk mengukur kandungan organik suatu sistem perairan. Brower et al (1991, hlm: 167), menyatakan bahwa apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar 5 ml/L oksigen, maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi oksigen besar dai 10 ml/La akan menunjukkan tingkat pencemaran oleh materi organik yang tinggi. h. Tekanan Hidrostatik Faktor lingkungan yang sangat penting dan menentukan dalam penyebaran organisme laut adalah tekanan hidrostatik. Hal ini berpengaruh pada sistem fisiologi hewan yang selanjutnya akan menentukan kemampuan adaptasinya terhadap kondisi habitat dan penyebaran jenis. Setiap penambahan kedalaman 10 m akan mengakibatkan meningkatnya tekanan hidrostatik sebesar 1 atm (atmosfer). Karena kedalaman laut dalam dapat mencapai ratusan meter hingga lebih dari 10.000 m, hal ini akan mengakibatkan tekanan hidrostatik antara 20 sampai >1.000 atm. Kondisi tekanan hidrostatik tersebut tidak dapat lagi ditolerir oleh sebagian besar spesies organisme laut dalam, karena kisaran yang dikehendaki berada di antara 200 dan 600 atm (Nybakken, 1988, hlm: 90). Universitas Sumatera Utara