i LAPORAN FINAL PENGGUNAAN MOTIF BATIK DALAM LANGGAM ARSITEKTUR METARATIONALISME SEBAGAI ELEMEN FASAD BANGUNAN Diusulkan Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Mutu Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Pancasila Tahun Akademik 2011/2012 Peneliti: L. Edhi Prasetya, ST, MT Dengan Melibatkan mahasiswa: Astri Hayuningtyas Ibnu Tri Nugroho Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Pancasila Februari 2013 ii HALAMAN PENGESAHAN a. Judul Penelitian b. Peneliti a) Nama Lengkap b) Jenis Kelamin c) NIP d) Jabatan Struktural e) Jabatan Fungsional f) Fakultas/Program Studi g) Perguruan Tinggi h) Alamat : Penggunaan Motif Batik Dalam Langgam Arsitektur Metarationalisme Sebagai Elemen Fasad Bangunan : : L. Edhi Prasetya, ST, MT : L (Laki-Laki) : 4106 2110 10 :: Lektor : Fakultas Teknik/Program Studi Arsitektur : Universitas Pancasila : Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan (12640) i) Telepon j) Alamat Rumah : 021-7864730 Psw 106 / Faks. : 021-7270128 : Cipinang Muara no 36, Jatinegara, Jakarta Timur 13420 k) Telepon l) E-mail c. Anggota Peneliti : 021-8516843 : [email protected] : Astri Hayuningtyas (mahasiswa) Ibnu Tri Nugroho (mahasiswa) d. Jangka Waktu Penelitian : satu tahun e. Jumlah biaya yang diajukan : Rp. 500.000,- (terbilang: lima ratus ribu rupiah). Jakarta, 10 Februari 2013 iii ABSTRAK Perancangan bangunan melibatkan banyak disiplin ilmu dengan berbagai macam pendekatan desain, melalui beragam media ekspresi. Metarationalism adalah salah satu pendekatan dalam langgam desain yang sangat dipengaruhi oleh dunia konsumerisme, sehingga memiliki ciri yang unik, sangat high profile dan inovatif. Perancangan bangunan dengan langgam ini akan sangat menuntut kemampuan menampilkan ciri khas dan keunikan yang khas, dan batik sebagai salah satu identitas bangsa yang diakui sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO menjadi salah satu elemen desain yang menarik untuk diolah dalam perancangan melalui pendekatan langgam metarationalisme. Pada penelitian aplikatif ini, problem desain fasad yang muncul akan diselesaikan dengan pendekatan motif batik sebagai selimut dan fasad bangunan dalam kerangka pendekatan desain metarationalistik. Kata kunci: langgam metarationalisme, desain fasad bangunan. iv DAFTAR ISI halaman Halaman Judul .......................................................................................................................... i Halaman Pengesahan ................................................................................................................ ii Abstrak ...................................................................................................................................... iii Daftar Isi ................................................................................................................................... iv Kata pengantar .......................................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 A. LATAR BELAKANG .................................................................................. 1 B. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 4 C. URGENSI PENELITIAN ............................................................................. 4 D.KONTRIBUSI PENELITIAN ....................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... A.SEJARAH BATIK......................................................................................... 5 BAB II B. MOTIF DAN FILOSOFI BATIK.................................................................. 5 7 Motif Batik Parang ......................................................................................... 7 Filosofi Batik Parang...................................................................................... 9 Motif Batik Kawung ...................................................................................... 10 Filosofi Batik Kawung ................................................................................... C.PENDEKATAN METARATIONALISME DALAM DESAIN ................... 11 METODA PENELITIAN .................................................................................. 14 A. RANCANGAN DAN TAHAPAN PENELITIAN ....................................... 14 B. LOKASI PENELITIAN ................................................................................ 15 ANALISIS HASIL PENELITIAN .................................................................... 16 A. ANALISA LOKASI ..................................................................................... 16 B. HUBUNGAN RUANG ................................................................................. 19 C.KONSEP DASAR BANGUNAN ................................................................. 20 D.IDE GAGASAN PERANCANGAN ............................................................ 21 E.APLIKASI MOTIF BATIK DALAM PERANCANGAN ............................ 23 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 26 A. KESIMPULAN ............................................................................................. 26 B. SARAN ......................................................................................................... 27 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 28 BAB III BAB IV BAB V 11 v KATA PENGANTAR Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan rahmatnya penelitian ini dapat diselesaikan. Adapun penelitian berjudul Penggunaan Motif Batik Dalam Langgam Arsitektur Metarationalisme Sebagai Elemen Fasad Bangunan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa sebagai referensi untuk mengerjakan beragam tugas kuliah hingga pelaksanaan tugas akhir. Penelitian ini diarahkan guna menunjang kebutuhan referensi bagi pelaksanaan tugas-tugas mata kuliah dan tugas akhir bagi mahasiswa. Adapun, berkaitan dengan judulnya, penelitian ini difokuskan kepada upaya untuk mengangkat kembali ragam hias batik sebagai warisan buadaya Indonesia sebagai elemen fasad bangunan, sebagai upaya mengangkat nilai-nilai lokal Indonesia. Tak ada gading yang tak retak, penelitian ini tentu masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima guna perbaikan pada penelitian-penelitian yang akan datang. Akhirnya, peneliti berharap semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi segenap pihak. Jakarta, Februari 2013 Peneliti 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perancangan bangunan, adalah buah karya yang melibatkan banyak pertimbangan, fungsi, ruang, konteks, perilaku manusia, ekonomi atau anggaran, enclosure/ selubung bangunan dan geometri. Pertimbangan fungsi bangunan, pertimbangan ruang menyangkut kebutuhan ruang, pertimbangan konteks akan menyangkut site dan iklim, pertimbangan eclosure akan menyangkut bagaimana bangunan dirancang dengan kaidah struktur, selubung bangunan, dan material serta warna bangunan, sedangkan pertimbangan geometri akan berhubungan erat dengan sirkulasi, bentuk dan massa bangunan serta image yang terbentuk dari building form and massing dari bangunan tersebut. Fasad bangunan sebagai salah satu pembentuk image bangunan, sangan berperan dalam memberi kesan pada sebuah bangunan, karena fasad adalah pemberi impressi pada bangunan. Fasad sangat berperan dalam memberi identitas pada sebuah bangunan dan menjadi salah satu media ekspresi bagi arsitek, untuk menunjukkan eksistensinya, fasad juga menjadi penanda ciri sebuah era/ langgam (styles) . Perkembangan langgam arsitektur, dengan beragam “isme” nya, menjadi topik diskusi yang sangat panjang dalam berbagai forum arsitek, sebagian menandai bahwa era arsitektur berakhir dengan munculnya era dekonstruksi dan aliran-aliran yang muncul berikutnya hanyalah pengulangan dari era yang berlangsung sebelumnya1. Sehingga era langgam desain yang ada saat ini, sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang menyertainya: ekonomi, budaya bahkan gaya hidup. 1 Dalam diskusi dengan tema ”what is todays movement” sebagaimana diunggah lewat situs: http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement 2 Langgam yang masih terdengar asing, diperkenalkan baru-baru ini, disebut dengan pendekatan metarationalisme (metarrionalism), yang bagi sebagian arsitek masih terdengar awam, metarationalisme sendiri, sangat erat kaitannya dengan gaya hidup, bagi sebagian kaum filsafat (filsuf) metarationalism merupakan sebuah keniscayaan masa kini, yang sangat erat dengan kehidupan hedonis dan konsumerisme 2 . Metarationalisme dalam arsitektur muncul melalui desain interior dan eksterior yang berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif. Metarationalism adalah apa yang terjadi dengan arsitektur, bahwa dalam masyarakat yang makmur tidak ada perbedaan bermakna antara kemewahan dan kebutuhan, bahwa ilmu kompleksitas dengan kemampuannya untuk membatalkan logika struktural konvensional. Hasilnya adalah pesta pengalaman konsumeris disajikan dalam bentuk-bentuk fenomenal kompleks. Arsitektur Metarationalism berawal ketika dalam mempromosikan merk-merk mewah, billboard, majalah, dan iklan televisi kurang memadai. Akhirnya mereka menyadari sesuatu yang mereka sudah tahu bersama, bahwa kemasan produk kadangkadang sama pentingnya dengan produk, itu sendiri. Jadi lahir gagasan luxutecture: desain eksterior arsitektur dengan tujuan mempromosikan merek3. Dapat disimpulkan bahwa, langgam metarationalism memiliki beberapa ciri spesifik diantaranya adalah: • Wraping atau bungkusan Fasade dan masa bangunan terlihat seperti di bungkus, seperti pada Tod’s Store. • Folding atau lipatan Terdapat elemen berupa lipatan-lipatan pada bangunan seperti pada Lille Grand Palais. • Fractal atau pecahan Bangunan terlihat seperti pecahan-pecahan yang digabungkan. • Bangunan dengan gaya arsitektur Metarasional cenderung berbeda dengan bangunan disekitarnya. 2 3 Sebagaimana topic dalam diskusi online pada: http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83 http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php 3 • Material yang digunakan seperti kaca, baja, dan reinforced concrete. Batik sebagai salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia memiliki nilai komodifikasi, sebagai elemen pemersatu bangsa dan elemen identitas, yang makin mempertegas eksistensi bangsa Indonesia, makin dipertegas melalui pengakuan UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 4. Ragam motif batik Indonesia sangat kaya, tersebar mulai dari Pulau Sumatera hingga Papua, khusus dalam budaya jawa, sebagai suku yang memiliki teknik tinggi dalam pembuatan batik, dikenal dua jenis batik, berdasarkan geografisnya, yaitu batik pedalaman dan batik pesisir, yang masing-masing memiliki cirri khas tertentu, terutama batik pesisir, dimana tradisi membatik masyarakatnya sangat dipengaruhi oleh akulturasi budaya masyarakat dengan kaum pendatang atau saudagar dari luar daerah, sehingga memiliki corak dan warna yang lebih beragam, berbeda dengan batik pedalaman (Yogyakarta atau Surakarta) yang lebih konservatif. Arkeolog Belanda, J.LA. Brandes bahkan mempercayai bahwa batik adalah budaya asli Indonesia, yang tidak terpengaruh budaya Hindu, sebab ragam batik juga ditemukan di etnik Toraja, Flores, Halmahera dan Papua yang tidak memiliki persentuhan dengan budaya Hindu, namun memiliki tradisi batik sendiri 5. B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menemukan motif batik yang khas dan tepat untuk dijadikan selimut bangunan (Building Wrapping) pada bangunan. Selimut bangunan adalah salah satu ciri dari pendekatan metarationalism pada bangunan, dan batik sebagai 4 5 http://www.unesco.org/culture/ich/index.php?RL=00170 http://id.wikipedia.org/wiki/Batik 4 elemen identitas Bangsa, akan digunakan sebagai selimut bangunan, sesuai kaidah perancangan metarationalism. Penggunaan motof batik sebagai selimut bangunan diaplikasikan pada bangunan sekolah mode di Yogyakarta. C. URGENSI PENELITIAN Penelitian ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah perancangan bangunan khususnya desain fasad/ selimut bangunan dengan pendekatan desain metarationalistik dengan menggunakan motif batik sebagai building wrapping. Hasil penelitian ini berupa solusi desain pada bangunan dengan menggunakan elemen batik sebagai selimut bangunan. D. KONTRIBUSI PENELITIAN Kontribusi penelitian ini adalah dalam tataran aplikasi, yaitu menemukan selimut bvangunan yang tepat, untuk desain sebuah fungsi bangunan, dengan pendekatan desain langgam metarationalisme. Penelitian ini sebagai salah satu wujud tridharma perguruan tinggi dengan menyumbangkan pemikiran konseptual rancangan selimut atau fasad bangunan yang aplikatif pada sebuah kasus desain bangunan. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan solusi kreatif dalam perancangan fasad bangunan, yang mengedepankan ciri dan identitas nasional bangsa, yaitu batik. 5 BAB II STUDI PUSTAKA A. SEJARAH BATIK Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun 1920-an. Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A. Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik. G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad 6 ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal. Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung", dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki. Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan Surakarta.. Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing. Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah. Warna-warna cerah seperti merah dipopulerkan oleh Tionghoa, yang juga memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing. 7 B. MOTIF DAN FILOSOFI BATIK Sebagai karya warisan yang diturunkan antar generasi,batik membawa serta filosofi yang sarat akan makna dan simbol, motif batik yang bisa ditelaah lebih lanjut, mewakili kekhasan seni batik jawa, yaitu motif parang dan motif kawung Motif Batik Parang Motif batik parang pada dasarnya tergolong sederhana, berupa lilitan leter S yang jalin-menjalin membentuk garis diagonal dengan kemiringan 45 derajat. Namun, filosofi yang terkandung di dalamnya tidak sesederhana motifnya. Ada ajaran-ajaran keutamaan yang terkandung di dalamnya. Parang berasal dari kata pereng, yang berarti lereng. Perengan menggambarkan sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Susunan motif leter S jalinmenjalin tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar leter S diambil dari ombak samudra yang menggambarkan semangat tidak pernah padam. Motif ini merupakan salah satu motif dasar yang paling tua. Di masa lalu, motif parang sangat dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu, serta dalam acara-acara tertentu saja. Misalnya, digunakan oleh senapati keraton yang pulang dari berperang dengan membawa kemenangan. Batik parang digunakan untuk memberi kabar gembira kepada raja. Gambar 1 Motif batik parang 8 Perkembangan dewasa ini, motif parang mengalami banyak modifikasi, stilasi, atau bahkan penggabungan dengan motif lain sehingga menghasilkan motif baru yang tak kalah menarik. Beberapa jenis batik parang merupakan warisan dari era kraton Mataram Kartasura, pada saat itu, misalnya, terdapat motif parang rusak, parang barong, parang rusak barong, parangkusumo, parang pamor, parang klithik, parang slobog, dan sebagainya. Beberapa yang bisa dikenali falsafah yang terkandung di dalamnya, misalnya: a. Parang rusak Motif ini merupakan motif batik yang diciptakan Panembahan Senopati saat bertapa di Pantai Selatan. Terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam karang pantai. b. Parang barong Adalah motif parang yang ukuran motifnya lebih besar daripada parang rusak, diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Parang barong memiliki makna pengendalian diri dalam dinamika usaha yang terus-menerus, kebijaksanaan dalam gerak, dan kehati-hatian dalam bertindak. c. Parang klitik Motif ini adalah pola parang dengan stilasi motif yang lebih halus. Ukurannya pun lebih kecil, dan mengandung citra feminin. Parang jenis ini melambangkan kelemah-lembutan, perilaku halus dan bijaksana. Biasanya dikenakan kalangan putri istana. d. Parang slobog Pada motif ini motif parang menyimbolkan keteguhan, ketelitian, dan kesabaran, dan biasa digunakan dalam upacara pelantikan. Motif ini mengandung makna harapan agar pemimpin yang dilantik itu diilhami petunjuk dan kebijaksanaan dalam mengemban 9 amanah. Bisa juga dikenakan dalam upacara kematian karena mengandung doa agar derajatnya diangkat ke tempat yang lebih terhormat. Filosofi Batik Parang Batik parang memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi berupa petuah agar tidak pernah menyerah sebagaimana ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik parang pun menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik itu dalam arti upaya memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian keluarga di mana batik parang di masa lalu merupakan hadiah dari bangsawan kepada anak-anaknya. Dalam konteks tersebut, motif parang mengandung petuah dari orang tua agar melanjutkan perjuangan yang telah dirintis. Garis lurus diagonal melambangkan rasa hormat dan keteladanan, serta kesetiaan pada nilai-nilai kebenaran. Aura dinamis dalam motif ini juga menganjurkan kecekatan, kesigapan, dan kesinambungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. Artinya, tidak ada kata berhenti. Begitu menyelesaikan satu pekerjaan, segeralah berlanjut kepada pekerjaan berikutnya. Batik parang biasa digunakan dalam upacara pelantikan. Misalnya seorang senapati yang hendak berangkat perang, dilantik oleh raja di pendopo atau alun-alun, dengan harapan pulang membawa kemenangan. Dewasa ini, motif parang digunakan dalam wisuda sarjana, penganugerahan bintang tanda jasa atau penghargaan dalam lomba. Motif parang juga sering ditemukan dalam dunia pendidikan dalam bentuk kover buku, seragam, piala, dan sebagainya karena secara ekspilisit motif parang juga memiliki makna kecerdasan. Sangat jarang motif parang digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan. Apalagi digunakan sebagai busana pengantin. Kalangan masyarakat Jawa menganggap, 10 menggunakan motif parang sebagai busana pernikahan akan menyebabkan rumah tangganya nanti dipenuhi percekcokan. Dalam acara semacam ini biasanya digunakan motif lain seperti motif semen yang mengandung arti kesuburan, atau motif truntum dan kawung yang mengandung makna kebijaksanaan, motif sidomukti, sidoasih, atau sidoluhur dan sejenisnya yang mengambil motif sulur-suluran. Motif Batik Kawung Motif ini bergambar nama bunga pohon aren (buah kolang-kaling). Bathik kawung berbentuk geometris segi empat didalam pengartian kebudayaan jawa melambangkan suatu ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia. Pada awalnya batik kawung ini dipakai dikalangan keluarga kerajaan, tetapi setelah Mataram terbagi dua corak, ini dikenakan golongan yang berbeda. Di Surakarta motif ini dipakai oleh golongan Punokawan dan Abdidalem jajar priyantaka, didalam tokoh pewayangan, motif kawung ini dipakai oleh Semar, Gareng, Petruk & Bagong. Gambar 2 Motif batik kawung Ragam motif batik Kawung: 1. Batik Kawung Picis yang diambil dari nama uang pecahan sepuluh sen. 2. Batik Kawung Bribil yang diambil dari nama uang pecahan dua puluh lima sen. 11 Batik Kawung Sen yang diambil dari nama uang pecahan satu sen. Makna corak ini adalah bahwa kehidupan ini akan kembali kepada alam sawung. Maka didalam tradisi dahulu motif ini dipakai untuk penutup orang meninggal. Filosofi Batik Kawung Batik motif Kawung mempunyai makna yang melambangkan harapan agar manusia selalu ingat akan asal usulnya. Jaman dahulu, batik motif kawung dikenakan di kalangan kerajaan. Pejabat kerajaan yang mengenakan batik motif kawung mencerminkan pribadinya sebagai seorang pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta menjaga hati nurani agar ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia. C. PENDEKATAN METARATIONALISME DALAM DESAIN Perkembangan langgam arsitektur, dengan beragam “isme” nya, menjadi topik diskusi yang sangat panjang dalam bergai forum arsitek, sebagian menandai bahwa era arsitektur berakhir dengan munculnya era dekonstruksi dan aliran-aliran yang muncul berikutnya hanyalah pengulangan dari era yang berlangsung sebelumnya6. Sehingga era langgam desain yang ada saat ini, sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang menyertainya: ekonomi, budaya bahkan gaya hidup. Langgam yang masih terdengar asing, diperkenalkan baru-baru ini, disebut dengan pendekatan metarationalisme (metarrionalism), yang bagi sebagian arsitek masih terdengar awam, metarationalisme sendiri, sangat erat kaitannya dengan gaya hidup, bagi sebagian kaum filsafat (filsuf) metarationalism merupakan sebuah keniscayaan masa kini, yang sangat erat dengan kehidupan hedonis dan konsumerisme 7 . Metarationalisme dalam arsitektur muncul melalui desain interior dan eksterior yang 6 Dalam diskusi dengan tema ”what is todays movement” sebagaimana diunggah lewat situs: http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement 7 Sebagaimana topic dalam diskusi online pada: http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83 12 berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif. Metarationalism adalah apa yang terjadi dengan arsitektur, bahwa dalam masyarakat yang makmur tidak ada perbedaan bermakna antara kemewahan dan kebutuhan, bahwa ilmu kompleksitas dengan kemampuannya untuk membatalkan logika struktural konvensional. Hasilnya adalah pesta pengalaman konsumeris disajikan dalam bentuk-bentuk fenomenal kompleks. Arsitektur Metarationalism berawal ketika dalam mempromosikan merk-merk mewah, billboard, majalah, dan iklan televisi kurang memadai. Akhirnya mereka menyadari sesuatu yang mereka sudah tahu bersama, bahwa kemasan produk kadangkadang sama pentingnya dengan produk, itu sendiri. Jadi lahir gagasan luxutecture: desain eksterior arsitektur dengan tujuan mempromosikan merek8. Gambar 3 Eksterior dan interior Tod Store di Tokyo Jepang karya Arsitek Toyo Ito, merepresentasikan langgam metarationalism9 8 9 http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php 13 Gambar 4 Eksterior dan interior Lille Grand Palais di Lille Prancis karya Reem Koolhas, merepresentasikan langgam metarationalism. Dapat disimpulkan bahwa, langgam metarationalism memiliki beberapa ciri spesifik diantaranya adalah: • • • • • Wraping atau bungkusan Fasade dan masa bangunan terlihat seperti di bungkus, seperti pada Tod’s Store. Folding atau lipatan Terdapat elemen berupa lipatan-lipatan pada bangunan seperti pada Lille Grand Palais. Fractal atau pecahan Bangunan terlihat seperti pecahan-pecahan yang digabungkan. Bangunan dengan gaya arsitektur Metarasional cenderung berbeda dengan bangunan disekitarnya. Material yang digunakan seperti kaca, baja, dan reinforced concrete. 14 BAB III METODA PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian aplikatif, tentang penggunaan motif batik yang diaplikasikan dalam desain fasad bangunan, desain fasad bangunan dimaksud, merupakan bangunan dengan fungsi khusus sebagai sekolah mode di Yogyakarta, motif dan filosofi batik akan dieksplorasi dalam desain selimut bangunan dan diterapkan dalam desain untuk sekolah mode di Yogyakarta. A. RANCANGAN DAN TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan mengekplorasi ragam motif batik dan mengaplikasikannya ke dalam desain selimut bangunan, bangunan dimaksud memiliki fungsi sebagai bangunan pendidikan dengan kegiatan utama sebagai sekolah mode, lokasi site terpilih ada di kota Yogyakarta. Adapun teknis pelaksanaanya adalah sebagai berikut: 1. Ragam motif batik dikumpulkan dengan menggunakan studi literatur. 2. Ragam dan motif batik diekplorasi dalam desain fasad/ selimut bangunan.. 3. Motif batik terpilih diterapkan dalam desain selimut bangunan, menyesuaikan kondisi site dan kaidah estetika. 15 B. LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian sebagai penerapan penggunaan motif batik pada selimut bangunan, dipilih di Yogyakarta, dengan pertimbangan Sekolah-sekolah mode berkualitas yang ada di Indonesia terpusat di ibu kota Jakarta. Faktanya, kota-kota lain di Indonesia juga memiliki potensi yang sangat besar dibidang ini. Salah satu kota tersebut adalah Yogyakarta. Kota dengan sebutan kota pelajar ini, memiliki potensi dalam bidang mode yang sangat besar, terlihat dari diadakannya festival mode di Yogyakarta yaitu Yogyakarta Fashion Week10 setiap tahunnya. Potensi lain dari kota ini adalah Yogyakarta merupakan kota yang penuh dengan budaya dengan ciri khasnya sendiri, salah satunya yaitu batik. Batik merupakan salah satu contoh mode ciri khas Indonesia. Budaya ciri khas tersebut, dapat menjadi salah satu sumber ide dan diaplikasikan dalam rancangan pakaian, yang modern, kreatif, dan inovatif. 10 www.jogjanews.com/tag/jogja-fashion-week-2011 16 BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. ANALISA LOKASI Pencapaian Menuju Tapak Jalan Gayam Lebar jalan 13m Jalan Kenari Lebar jalan 13m Jalan Kusumanegaran Lebar jalan 16 m Dari Kota Baru dan stasiun Lempuyangan Jalan Ipda Tut Harsono Lebar jalan 26 m Jalan Cendana Lebar jalan 13m U Dari Malioboro atau pusat kota Dari jalan Janti (arah ke bandara Adi Sucipto, Kota Klaten dan kota Solo) Gambar 5. Analisa Pencapaian Menuju Tapak Pencapaian menuju tapak bisa dikatakan sangat mudah, karena tapak terletak di tengah kota dengan akses yang baik. Untuk menuju tapak dapat diakses melalui beberapa jalan, yaitu: • Dari arah Malioboro melalui Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Ipda Tut Harsono lalu ke Jalan Kenari atau Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Cendana lalu ke Jalan Kenari, dengan waktu tempuh ±10 menit. • Dari arah Kota Baru melalui Jalan Gayam lalu ke Jalan Kenari, ±10 menit. • Dari arah Jalan Janti (arah Bandara Adi Sucipto, Kota Klaten, dan Kota Solo) melalui Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Ipda Tut Harsono lalu ke Jalan Kenari. Jalan-jalan tersebut merupakan jalan yang dapat dilalui dua arah. 17 Sirkulasi Pedestrian Sirkulasi kendaraan Tingkat Sirkulasi kendaraan sangat rendah U Tingkat Sirkulasi kendaraan rendah Gambar 6 . Analisa Sirkulasi Lokasi tapak terletak di Jalan Kenari dengan lebar jalan 13m. Sirkulasi kendaraan di jalan ini cenderung sepi karena kendaraan pribadi dari arah Kota Baru dan Jl. Adi Sucipto yang akan menuju Jl. Kusumanegaran lebih banyak melewati Jl. Timoho. Kepadatan hanya terjadi di pertemuan Jalan Kenari dengan Jalan Ipda Tut Harsono, karena adanya lampu lalu lintas di pertemuan jalan ini. Sebagian besar kendaraan yang melewati jalan ini adalah kendaraan pribadi seperti mobil dan motor. View dan Titik Tangkap Pada bangunan Sekolah Mode ini, arah pandang lebih fokus ke arah dalam. Namun, titik tangkap terhadap bangunan, sangat berpengaruh pada perletakan masa bangunan, dan perletakan pintu masuk. Selain itu, pada titik tangkap bangunan terbaik, dapat didesain sebaik mungkin sebagai vocal point. 18 Titik tangkap terbaik U Gambar 7 Analisa View Zoning Zoning merupakan pendaerahan fungsi ruangan berdasarkan dari sifat dari kegiatan yang dilakukan pengguna bangunan. Penzoningan ini didapat dari analisa terhadap kebutuhan manusia. Dengan penzoningan, dapat ditentukan perletakan ruangruang di dalam bangunan. Terdapat dua macam zoning, yaitu zoning horizontal dan zoning vertikal yang terdiri dari area publik, semi publik, semi private, private, dan service. • Zona publik adalah daerah yang dapat diakses dengan mudah oleh semua pengunjung bangunan seperti area parkir, lobby, workshop, dan area komersil. • Zona semi publik adalah daerah yang dapat digunakan oleh sebagian pengguna, seperti perpustakaan. • Zona Semi private adalah area yang hanya bisa diakses oleh sebagian orangorang tertentu saja seperti ruang kelas dan ruang administrasi. • Zona Private adalah area yang hanya dimasuki oleh orang-orang tertentu saja seperti ruang bagian jurusan, ruang dosen, dan lain-lain. • Zona Service adalah area yang berfungsi sebagai penunjang ruang-ruang lainnya yang terdiri dari toilet, Ruang genset, ruang panel, janitor dan pantry. 19 B. HUBUNGAN RUANG U Gambar 8 Hubungan Ruang 20 C. KONSEP DASAR BANGUNAN Filosofi Bangunan Dunia mode merupakan dunia yang tidak berbeda dengan dunia arsitektur, selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, teknologi, dan pola pikir manusia. Selain itu, dunia mode dan dunia arsitektur memiliki unsur-unsur desain, bentuk, karakteristik, pola, konstruksi, keindahan, serta masa depan. Sekolah Mode yang merupakan wadah bagi bakat-bakat muda dalam berkreasi ini, dapat menghasilkan rancangan-rancangan mode yang kreatif, inovatif, dan mewah. Oleh karena itu, dalam perancangan Sekolah Mode ini, desain bangunan tidak lepas dari unsur-unsur yang ada pada dunia mode. Topik dan Tema Pada desain Sekolah Mode yang berfungsi sebagai fasilitas bagi bakat-bakat muda dalam bidang mode untuk berkarya ini, arsitektur Metarasional digunakan sebagai pendekatan arsitektur. Pendekatan arsitektur Metarasional dipilih untuk memperlihatkan dan sekaligus mempromosikan hasil dari Sekolah Mode yang merupakan desain-desain yang kreatif. Arsitektur Metarasional pada Sekolah Mode ini terlihat dari eksterior dan interiornya, dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat mendukung. Tema yang dipilih untuk mendukung pendekatan arsitektur Metarasional pada bangunan Sekolah Mode ini adalah Fashionable. Tema ini berkaitan dengan pendekatan arsitektur yang digunakan dalam perancangan Sekolah Mode. Topik dan tema ini, berkaitan dengan filosofi bangunan. Sehingga desain keseluruhan bangunan, selalu berkaitan. Citra, Nuansa, dan Suasana a. Citra merupakan ekspresi dari kegiatan bangunan yang diwujudkan melalui penampilan bangunan. Bangunan Sekolah Mode berfungsi sebagai bangunan pendidikan. Untuk itu citra bangunan harus memperlihatkan kesan yang menarik, mewah, kreatif, modis, dan dinamis seperti halnya dunia mode. 21 b. Nuansa merupakan suatu keadaan yang diinginkan dari ekspresi di luar bangunan. Nuansa pada rancangan Sekolah Mode ini yaitu nuansa yang modern dan mewah. c. Suasana merupakan penampilan interior pada bangunan. Suasana pada Sekolah Mode haruslah menyenangkan, tidak memosankan, dan tenang untuk kegiatan belajar mengajar. Untuk itu, perancangan inerior sangat perpengaruh, seperti pemilihan unsur decoratif, pemilihan warna, pemilihan furniture, dan pemilihan jenis lampu. D. IDE GAGASAN PERANCANGAN Perancangan Tapak Pintu Service Ruang Terbuka Hijau Area Service Area Bangunan Ruang Terbuka Hijau Pintu masuk kendaraan pribadi Area Parkir Pintu untuk pedestrian Pintu keluar kendaraan pribadi U Gambar 9 Konsep Perancangan Tapak Konsep Bangunan Ide masa bangunan Sekolah Mode diambil dari pendekatan arsitektur Metarasional yang ciri khususnya yaitu terlihat seperti dibungkus dan terlihat seperti bagian pecahan-pecahan yang digabungkan. Ciri-ciri tersebut terlihat pada fasade 22 bangunan yang seolah-olah seperti kain-kain perca yang digabungkan, yang dapat menjadi titik tangkap bangunan. Pada beberapa bagian bangunan terdapat permainan bidang yang maju mundur. Permainan bidang ini agar bangunan tidak terlihat kaku. Selain itu, pada bidang bangunan yang terdapat permainan bidang, dapat dimanfaatkan sebagai area lounge bagi siswa. Ciri arsitektur metarasional Elemen dekorasi Ciri arsitektur metarasional Gambar 10 Konsep Bangunan Atap yang dapat digunakan sebagai area bersosialiasi dan beristirahat. Roof Garden Permainan bidang, dapat menciptakaan penghawaan alami Gambar 11. Konsep Bangunan 23 Konsep Struktur • Struktur bawah : Bore Pile Bore pile dipilih sebagai struktur bawah karena tapak berada dekat dengan perumahan, sehingga tidak menyebabkan polusi suara. • Struktur tengah : Tube Tube dipih sebagai struktur tengah karena dapat mendukung pendekatan arsitektur Metarasional yang dipilih untuk desain bangunan. • Struktur atas : Bidang Datar Bidang datar dipilih sebagai struktur atas karena akan digunakan sebagai green roof. Konsep Konstruksi Konstruksi yang digunakan adalah konstruksi beton. Beton dapat mendukung pendekatan arsitektur Metarasional. Beton dapat dibentuk sesuai keinginan. E. APLIKASI MOTIF BATIK DALAM PERANCANGAN Gambar 11. Alternatif 1 dan 2 Penggunaan Batik Kawung Dalam Selimut Bangunan 24 Gambar 12. Alternatif 1-3 Penggunaan Batik Parang Dalam Selimut Bangunan Motif batik yang diekplorasi dalam desain selimut bangunan adalah motif kawung dan parang karena dua motif ini adalah motif yang sangat populer di masyarakat dan memiliki pola geometris yang sangat mudah diaplikasikan dalam rancangan, hasil ekplorasi pada motif batik menghasilkan desain pola batik yang merupakan gabungan antara motif parang dan motif geometris tambahan sebagai pola penyeimbang, 25 Motif parang yang dinamis dan sederhana, tampak seperti sebuah ombak di lautan, melambangkan keutamaan dan perjuangan tiada henti, menuju kesempurnaan, juga mengandung harapan untuk masa depan yang lebih baik, motif ini menjadi gambaran sempurna terhadap harapan perancang pada bangunan yang dirancanganya, sehingga bangunan sekolah mode yang dirancang, juga membawa harapan akan masa depan pendidikan mode yang lebih baik di masa yang akan datang. Gambar 13. Alternatif Terpilih Penggunaan Batik Parang Dalam Selimut Bangunan Gambar 14. Aplikasi Motif Batik Terpilih Dalam Maket Desain Bangunan 26 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Perancangan bangunan sebagai buah karya yang melibatkan banyak pertimbangan, fungsi, ruang, konteks, perilaku manusia, ekonomi atau anggaran, enclosure/ selubung bangunan dan geometri. Pertimbangan fungsi bangunan, pertimbangan ruang menyangkut kebutuhan ruang, pertimbangan konteks akan menyangkut site dan iklim, pertimbangan eclosure akan menyangkut bagaimana bangunan dirancang. Semua hal diatas harus diimbangi dengan tanggung jawab seorang arsitek untuk memperkuat nilai lokal dalam rancangan, introdusir dan pencapaian nilai lokal dalam bangunan dapat dicapai melalui berbagai cara, dan penggunaan motof batik sebagai selimut bangunan adalah salah satunya. Batik sebagai salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia memiliki nilai komodifikasi, sebagai elemen pemersatu bangsa dan elemen identitas, yang makin mempertegas eksistensi bangsa Indonesia, makin dipertegas melalui pengakuan UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2 Oktober, 2009 coba diaktualisasikan dalam rancangan bangunan, sebagai upaya memperkuat nilai lokal pada bangunan. 27 Batik sebagai nilai lokal yang diaktualisasikan dalam rancangan, akan dipertegas dan diperkuat dalam rancangan dengan langgam mataratinalisme, sebagai usaha “meningkatkan nilai ekonomi” dan standar kemewahan sebuah bangunan. Metarationalisme dalam arsitektur dimunculkan melalui desain interior dan eksterior yang berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif. B. SARAN Usaha mengintrodusir dan meningkatkan peran nilai lokal dalam perancangan perlu didukung dan diperkuat, sehingga nilai lokal yang ada di Indonesia bisa berperan dalam kancah global dan menjadi penanda ciri arsitektur Indonesia. Segenap daya dan upaya untuk mengintrodir nilai-nilai lokal dalam rancangan akan menghadapi berbagai kendala, khusus untuk rancangan motif batik sebagai selimut bangunan, sampai saat ini material bangunan masih menjadi kendala, karena dukungan dari perusahaan-perusahaan material bangunan belum maksimal, terkait dengan pasar yang masih kecil. Saat ini, metal cutting masih menjadi satu-satunya material yang diandalkan, tapi material ini memiliki kelemahan, yaitu harga yang mahal dan proses pekerjaan yang tidak bisa diproduksi secara massal, karena material logam adalah material yang mahal pada akhirnya akan meningkatkan harga bangunan secara keseluruhan, material lain yang memungkinkan dan murah serta massal perlu lebih dikembangkan. 28 DAFTAR PUSTAKA Callender, John hancock And Joseph de Ciara, Time Saver Standards for Building type 3rd Edition, United States, 1990 Future Arc, 3rd Quarter 2011 volume 22 http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement (diakses februari 2012) http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83 (diakses Februari 2012) http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php (diakses Februari 2012) http://www.unesco.org/culture/ich/index.php?RL=00170 (diakses Maret 2012) http://id.wikipedia.org/wiki/Batik (diakses Maret 2012) http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php (diakses Maret 2012) http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php (diakses Maret 2012) Melvin, Jeremy, Isms Understanding Architectural Styles, Universe Publishing, New York, 2006