penggunaan motif batik dalam langgam arsitektur metarationalisme

advertisement
i
LAPORAN FINAL
PENGGUNAAN MOTIF BATIK DALAM
LANGGAM ARSITEKTUR METARATIONALISME
SEBAGAI ELEMEN FASAD BANGUNAN
Diusulkan Dalam Rangka Pencapaian Sasaran Mutu Program Studi Arsitektur,
Fakultas Teknik, Universitas Pancasila
Tahun Akademik 2011/2012
Peneliti:
L. Edhi Prasetya, ST, MT
Dengan Melibatkan mahasiswa:
Astri Hayuningtyas
Ibnu Tri Nugroho
Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik
Universitas Pancasila
Februari 2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
a. Judul Penelitian
b. Peneliti
a) Nama Lengkap
b) Jenis Kelamin
c) NIP
d) Jabatan Struktural
e) Jabatan Fungsional
f) Fakultas/Program Studi
g) Perguruan Tinggi
h) Alamat
: Penggunaan Motif Batik Dalam Langgam Arsitektur
Metarationalisme Sebagai Elemen Fasad Bangunan
:
: L. Edhi Prasetya, ST, MT
: L (Laki-Laki)
: 4106 2110 10
:: Lektor
: Fakultas Teknik/Program Studi Arsitektur
: Universitas Pancasila
: Jl. Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan
(12640)
i) Telepon
j) Alamat Rumah
: 021-7864730 Psw 106 / Faks. : 021-7270128
: Cipinang Muara no 36, Jatinegara, Jakarta Timur
13420
k) Telepon
l) E-mail
c. Anggota Peneliti
: 021-8516843
: [email protected]
: Astri Hayuningtyas (mahasiswa)
Ibnu Tri Nugroho (mahasiswa)
d. Jangka Waktu Penelitian
: satu tahun
e. Jumlah biaya yang diajukan
: Rp. 500.000,-
(terbilang: lima ratus ribu rupiah).
Jakarta, 10 Februari 2013
iii
ABSTRAK
Perancangan bangunan melibatkan banyak disiplin ilmu dengan berbagai macam
pendekatan desain, melalui beragam media ekspresi. Metarationalism adalah salah satu
pendekatan dalam langgam desain yang sangat dipengaruhi oleh dunia konsumerisme,
sehingga memiliki ciri yang unik, sangat high profile dan inovatif. Perancangan
bangunan dengan langgam ini akan sangat menuntut kemampuan menampilkan ciri khas
dan keunikan yang khas, dan batik sebagai salah satu identitas bangsa yang diakui
sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity dari UNESCO
menjadi salah satu elemen desain yang menarik untuk diolah dalam perancangan melalui
pendekatan langgam metarationalisme. Pada penelitian aplikatif ini, problem desain
fasad yang muncul akan diselesaikan dengan pendekatan motif batik sebagai selimut dan
fasad bangunan dalam kerangka pendekatan desain metarationalistik.
Kata kunci: langgam metarationalisme, desain fasad bangunan.
iv
DAFTAR ISI
halaman
Halaman Judul ..........................................................................................................................
i
Halaman Pengesahan ................................................................................................................
ii
Abstrak ......................................................................................................................................
iii
Daftar Isi ...................................................................................................................................
iv
Kata pengantar ..........................................................................................................................
v
BAB I
PENDAHULUAN .............................................................................................
1
A. LATAR BELAKANG ..................................................................................
1
B. TUJUAN PENELITIAN ...............................................................................
4
C. URGENSI PENELITIAN .............................................................................
4
D.KONTRIBUSI PENELITIAN .......................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................
A.SEJARAH BATIK.........................................................................................
5
BAB II
B. MOTIF DAN FILOSOFI BATIK..................................................................
5
7
Motif Batik Parang .........................................................................................
7
Filosofi Batik Parang......................................................................................
9
Motif Batik Kawung ......................................................................................
10
Filosofi Batik Kawung ...................................................................................
C.PENDEKATAN METARATIONALISME DALAM DESAIN ...................
11
METODA PENELITIAN ..................................................................................
14
A. RANCANGAN DAN TAHAPAN PENELITIAN .......................................
14
B. LOKASI PENELITIAN ................................................................................
15
ANALISIS HASIL PENELITIAN ....................................................................
16
A. ANALISA LOKASI .....................................................................................
16
B. HUBUNGAN RUANG .................................................................................
19
C.KONSEP DASAR BANGUNAN .................................................................
20
D.IDE GAGASAN PERANCANGAN ............................................................
21
E.APLIKASI MOTIF BATIK DALAM PERANCANGAN ............................
23
KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
26
A. KESIMPULAN .............................................................................................
26
B. SARAN .........................................................................................................
27
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................................
28
BAB III
BAB IV
BAB V
11
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami sampaikan ke hadirat Yang Maha Kuasa, karena atas berkah dan
rahmatnya penelitian ini dapat diselesaikan. Adapun penelitian berjudul Penggunaan
Motif Batik Dalam Langgam Arsitektur Metarationalisme Sebagai Elemen Fasad
Bangunan ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh para mahasiswa sebagai referensi
untuk mengerjakan beragam tugas kuliah hingga pelaksanaan tugas akhir.
Penelitian ini diarahkan guna menunjang kebutuhan referensi bagi pelaksanaan
tugas-tugas mata kuliah dan tugas akhir bagi mahasiswa. Adapun, berkaitan dengan
judulnya, penelitian ini difokuskan kepada upaya untuk mengangkat kembali ragam hias
batik sebagai warisan buadaya Indonesia sebagai elemen fasad bangunan, sebagai upaya
mengangkat nilai-nilai lokal Indonesia.
Tak ada gading yang tak retak, penelitian ini tentu masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima guna
perbaikan pada penelitian-penelitian yang akan datang. Akhirnya, peneliti berharap
semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi segenap pihak.
Jakarta, Februari 2013
Peneliti
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perancangan
bangunan,
adalah
buah
karya
yang
melibatkan
banyak
pertimbangan, fungsi, ruang, konteks, perilaku manusia, ekonomi atau anggaran,
enclosure/ selubung bangunan dan geometri. Pertimbangan fungsi bangunan,
pertimbangan ruang menyangkut kebutuhan ruang, pertimbangan konteks akan
menyangkut
site dan iklim, pertimbangan eclosure akan menyangkut bagaimana
bangunan dirancang dengan kaidah struktur, selubung bangunan, dan material serta
warna bangunan, sedangkan pertimbangan geometri akan berhubungan erat dengan
sirkulasi, bentuk dan massa bangunan serta image yang terbentuk dari building form and
massing dari bangunan tersebut.
Fasad bangunan sebagai salah satu pembentuk image bangunan, sangan berperan
dalam memberi kesan pada sebuah bangunan, karena fasad adalah pemberi impressi
pada bangunan. Fasad sangat berperan dalam memberi identitas pada sebuah bangunan
dan menjadi salah satu media ekspresi bagi arsitek, untuk menunjukkan eksistensinya,
fasad juga menjadi penanda ciri sebuah era/ langgam (styles) .
Perkembangan langgam arsitektur, dengan beragam “isme” nya, menjadi topik
diskusi yang sangat panjang dalam berbagai forum arsitek, sebagian menandai bahwa
era arsitektur berakhir dengan munculnya era dekonstruksi dan aliran-aliran yang
muncul berikutnya hanyalah pengulangan dari era yang berlangsung sebelumnya1.
Sehingga era langgam desain yang ada saat ini, sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai
kepentingan yang menyertainya: ekonomi, budaya bahkan gaya hidup.
1
Dalam diskusi dengan tema ”what is todays movement” sebagaimana diunggah lewat situs:
http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement
2
Langgam yang masih terdengar asing, diperkenalkan baru-baru ini, disebut
dengan pendekatan metarationalisme (metarrionalism), yang bagi sebagian arsitek masih
terdengar awam, metarationalisme sendiri, sangat erat kaitannya dengan gaya hidup,
bagi sebagian kaum filsafat (filsuf) metarationalism merupakan sebuah keniscayaan
masa kini, yang sangat erat dengan kehidupan hedonis dan konsumerisme
2
.
Metarationalisme dalam arsitektur muncul melalui desain interior dan eksterior yang
berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif.
Metarationalism adalah apa yang
terjadi dengan arsitektur, bahwa dalam masyarakat yang makmur tidak ada perbedaan
bermakna antara kemewahan dan kebutuhan, bahwa ilmu kompleksitas dengan
kemampuannya untuk membatalkan logika struktural konvensional. Hasilnya adalah
pesta pengalaman konsumeris disajikan dalam bentuk-bentuk fenomenal kompleks.
Arsitektur Metarationalism berawal ketika dalam mempromosikan merk-merk
mewah, billboard, majalah, dan iklan televisi kurang memadai. Akhirnya mereka
menyadari sesuatu yang mereka sudah tahu bersama, bahwa kemasan produk kadangkadang sama pentingnya dengan produk, itu sendiri. Jadi lahir gagasan luxutecture:
desain eksterior arsitektur dengan tujuan mempromosikan merek3.
Dapat disimpulkan bahwa, langgam metarationalism memiliki beberapa ciri
spesifik diantaranya adalah:
•
Wraping atau bungkusan
Fasade dan masa bangunan terlihat seperti di bungkus, seperti pada Tod’s Store.
•
Folding atau lipatan
Terdapat elemen berupa lipatan-lipatan pada bangunan seperti pada Lille Grand
Palais.
•
Fractal atau pecahan
Bangunan terlihat seperti pecahan-pecahan yang digabungkan.
•
Bangunan dengan gaya arsitektur Metarasional cenderung berbeda dengan
bangunan disekitarnya.
2
3
Sebagaimana topic dalam diskusi online pada: http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
3
•
Material yang digunakan seperti kaca, baja, dan reinforced concrete.
Batik sebagai salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia memiliki nilai
komodifikasi, sebagai elemen pemersatu bangsa dan elemen identitas, yang makin
mempertegas eksistensi bangsa Indonesia, makin dipertegas melalui pengakuan
UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2
Oktober, 2009 4.
Ragam motif batik Indonesia sangat kaya, tersebar mulai dari Pulau Sumatera
hingga Papua, khusus dalam budaya jawa, sebagai suku yang memiliki teknik tinggi
dalam pembuatan batik, dikenal dua jenis batik, berdasarkan geografisnya, yaitu batik
pedalaman dan batik pesisir, yang masing-masing memiliki cirri khas tertentu, terutama
batik pesisir, dimana tradisi membatik masyarakatnya sangat dipengaruhi oleh akulturasi
budaya masyarakat dengan kaum pendatang atau saudagar dari luar daerah, sehingga
memiliki corak dan warna yang lebih beragam, berbeda dengan batik pedalaman
(Yogyakarta atau Surakarta) yang lebih konservatif.
Arkeolog Belanda, J.LA. Brandes bahkan mempercayai bahwa batik adalah
budaya asli Indonesia, yang tidak terpengaruh budaya Hindu, sebab ragam batik juga
ditemukan di etnik Toraja, Flores, Halmahera dan Papua yang tidak memiliki
persentuhan dengan budaya Hindu, namun memiliki tradisi batik sendiri 5.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan motif batik yang khas dan tepat untuk
dijadikan selimut bangunan (Building Wrapping) pada bangunan. Selimut bangunan
adalah salah satu ciri dari pendekatan metarationalism pada bangunan, dan batik sebagai
4
5
http://www.unesco.org/culture/ich/index.php?RL=00170
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik
4
elemen identitas Bangsa, akan digunakan sebagai selimut bangunan, sesuai kaidah
perancangan metarationalism. Penggunaan motof batik sebagai selimut bangunan
diaplikasikan pada bangunan sekolah mode di Yogyakarta.
C. URGENSI PENELITIAN
Penelitian ini diperlukan untuk menyelesaikan masalah perancangan bangunan
khususnya desain fasad/ selimut bangunan dengan pendekatan desain metarationalistik
dengan menggunakan motif batik sebagai building wrapping. Hasil penelitian ini berupa
solusi desain pada bangunan dengan menggunakan elemen batik sebagai selimut
bangunan.
D. KONTRIBUSI PENELITIAN
Kontribusi penelitian ini adalah dalam tataran aplikasi, yaitu menemukan selimut
bvangunan yang tepat, untuk desain sebuah fungsi bangunan, dengan pendekatan desain
langgam metarationalisme. Penelitian ini sebagai salah satu wujud tridharma perguruan
tinggi dengan menyumbangkan pemikiran konseptual rancangan selimut atau fasad
bangunan yang aplikatif pada sebuah kasus desain bangunan.
Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan solusi kreatif
dalam perancangan fasad bangunan, yang mengedepankan ciri dan identitas nasional
bangsa, yaitu batik.
5
BAB II
STUDI PUSTAKA
A.
SEJARAH BATIK
Seni pewarnaan kain dengan teknik perintang pewarnaan menggunakan malam
adalah salah satu bentuk seni kuno. Penemuan di Mesir menunjukkan bahwa teknik ini
telah dikenal semenjak abad ke-4 SM, dengan diketemukannya kain pembungkus mumi
yang juga dilapisi malam untuk membentuk pola. Di Asia, teknik serupa batik juga
diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T'ang (618-907) serta di India dan Jepang
semasa Periode Nara (645-794). Di Afrika, teknik seperti batik dikenal oleh Suku
Yoruba di Nigeria, serta Suku Soninke dan Wolof di Senegal. Di Indonesia, batik
dipercaya sudah ada semenjak zaman Majapahit, dan menjadi sangat populer akhir abad
XVIII atau awal abad XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai
awal abad XX dan batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar tahun
1920-an.
Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri
tidaklah tercatat. G.P. Rouffaer berpendapat bahwa tehnik batik ini kemungkinan
diperkenalkan dari India atau Srilangka pada abad ke-6 atau ke-7. Di sisi lain, J.L.A.
Brandes (arkeolog Belanda) dan F.A. Sutjipto (arkeolog Indonesia) percaya bahwa
tradisi batik adalah asli dari daerah seperti Toraja, Flores, Halmahera, dan Papua. Perlu
dicatat bahwa wilayah tersebut bukanlah area yang dipengaruhi oleh Hinduisme tetapi
diketahui memiliki tradisi kuna membuat batik.
G.P. Rouffaer juga melaporkan bahwa pola gringsing sudah dikenal sejak abad
ke-12 di Kediri, Jawa Timur. Dia menyimpulkan bahwa pola seperti ini hanya bisa
dibentuk dengan menggunakan alat canting, sehingga ia berpendapat bahwa canting
ditemukan di Jawa pada masa sekitar itu. Detil ukiran kain yang menyerupai pola batik
dikenakan oleh Prajnaparamita, arca dewi kebijaksanaan buddhis dari Jawa Timur abad
6
ke-13. Detil pakaian menampilkan pola sulur tumbuhan dan kembang-kembang rumit
yang mirip dengan pola batik tradisional Jawa yang dapat ditemukan kini. Hal ini
menunjukkan bahwa membuat pola batik yang rumit yang hanya dapat dibuat dengan
canting telah dikenal di Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal.
Batik adalah kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian
dari budaya Indonesia (khususnya Jawa) sejak lama. Perempuan-perempuan Jawa pada
masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik sebagai mata
pencaharian, sehingga pada masa lalu pekerjaan membatik adalah pekerjaan eksklusif
perempuan sampai ditemukannya "Batik Cap" yang memungkinkan masuknya laki-laki
ke dalam bidang ini. Ada beberapa pengecualian bagi fenomena ini, yaitu batik pesisir
yang memiliki garis maskulin seperti yang bisa dilihat pada corak "Mega Mendung",
dimana di beberapa daerah pesisir pekerjaan membatik adalah lazim bagi kaum lelaki.
Tradisi membatik pada mulanya merupakan tradisi yang turun temurun, sehingga
kadang kala suatu motif dapat dikenali berasal dari batik keluarga tertentu. Beberapa
motif batik dapat menunjukkan status seseorang. Bahkan sampai saat ini, beberapa motif
batik tadisional hanya dipakai oleh keluarga Keraton Yogyakarta dan Surakarta..
Ragam corak dan warna Batik dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing.
Awalnya, batik memiliki ragam corak dan warna yang terbatas, dan beberapa corak
hanya boleh dipakai oleh kalangan tertentu. Namun batik pesisir menyerap berbagai
pengaruh luar, seperti para pedagang asing dan juga pada akhirnya, para penjajah.
Warna-warna
cerah
seperti
merah
dipopulerkan
oleh
Tionghoa,
yang
juga
memopulerkan corak phoenix. Bangsa penjajah Eropa juga mengambil minat kepada
batik, dan hasilnya adalah corak bebungaan yang sebelumnya tidak dikenal (seperti
bunga tulip) dan juga benda-benda yang dibawa oleh penjajah (gedung atau kereta
kuda), termasuk juga warna-warna kesukaan mereka seperti warna biru. Batik tradisonal
tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat, karena
biasanya masing-masing corak memiliki perlambangan masing-masing.
7
B.
MOTIF DAN FILOSOFI BATIK
Sebagai karya warisan yang diturunkan antar generasi,batik membawa serta
filosofi yang sarat akan makna dan simbol, motif batik yang bisa ditelaah lebih lanjut,
mewakili kekhasan seni batik jawa, yaitu motif parang dan motif kawung
Motif Batik Parang
Motif batik parang pada dasarnya tergolong sederhana, berupa lilitan leter S yang
jalin-menjalin membentuk garis diagonal dengan kemiringan 45 derajat. Namun, filosofi
yang terkandung di dalamnya tidak sesederhana motifnya. Ada ajaran-ajaran keutamaan
yang terkandung di dalamnya.
Parang berasal dari kata pereng, yang berarti lereng. Perengan menggambarkan
sebuah garis menurun dari tinggi ke rendah secara diagonal. Susunan motif leter S jalinmenjalin tidak terputus melambangkan kesinambungan. Bentuk dasar leter S diambil
dari ombak
samudra yang
menggambarkan
semangat tidak pernah padam.
Motif ini merupakan salah satu motif dasar yang paling tua. Di masa lalu, motif parang
sangat dikeramatkan dan hanya dipakai oleh kalangan tertentu, serta dalam acara-acara
tertentu saja. Misalnya, digunakan oleh senapati keraton yang pulang dari berperang
dengan membawa kemenangan. Batik parang digunakan untuk memberi kabar gembira
kepada raja.
Gambar 1
Motif batik parang
8
Perkembangan dewasa ini, motif parang mengalami banyak modifikasi, stilasi,
atau bahkan penggabungan dengan motif lain sehingga menghasilkan motif baru yang
tak kalah menarik. Beberapa jenis batik parang merupakan warisan dari era kraton
Mataram Kartasura, pada saat itu, misalnya, terdapat motif parang rusak, parang barong,
parang rusak barong, parangkusumo, parang pamor, parang klithik, parang slobog, dan
sebagainya.
Beberapa yang bisa dikenali falsafah yang terkandung di dalamnya, misalnya:
a. Parang rusak
Motif ini merupakan motif batik yang diciptakan Panembahan Senopati saat
bertapa di Pantai Selatan. Terinspirasi dari ombak yang tidak pernah lelah menghantam
karang pantai.
b. Parang barong
Adalah motif parang yang ukuran motifnya lebih besar daripada parang rusak,
diciptakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Parang barong memiliki makna
pengendalian diri dalam dinamika usaha yang terus-menerus, kebijaksanaan dalam
gerak, dan kehati-hatian dalam bertindak.
c. Parang klitik
Motif ini adalah pola parang dengan stilasi motif yang lebih halus. Ukurannya
pun lebih kecil, dan mengandung citra feminin. Parang jenis ini melambangkan
kelemah-lembutan, perilaku halus dan bijaksana. Biasanya dikenakan kalangan putri
istana.
d. Parang slobog
Pada motif ini motif parang menyimbolkan keteguhan, ketelitian, dan kesabaran,
dan biasa digunakan dalam upacara pelantikan. Motif ini mengandung makna harapan
agar pemimpin yang dilantik itu diilhami petunjuk dan kebijaksanaan dalam mengemban
9
amanah. Bisa juga dikenakan dalam upacara kematian karena mengandung doa agar
derajatnya diangkat ke tempat yang lebih terhormat.
Filosofi Batik Parang
Batik parang memiliki nilai filosofis yang sangat tinggi berupa petuah agar tidak
pernah menyerah sebagaimana ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik
parang pun menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik itu dalam arti upaya
memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian
keluarga di mana batik parang di masa lalu merupakan hadiah dari bangsawan kepada
anak-anaknya.
Dalam konteks tersebut, motif parang mengandung petuah dari orang tua agar
melanjutkan perjuangan yang telah dirintis. Garis lurus diagonal melambangkan rasa
hormat
dan
keteladanan,
serta
kesetiaan
pada
nilai-nilai
kebenaran.
Aura dinamis dalam motif ini juga menganjurkan kecekatan, kesigapan, dan
kesinambungan antara satu pekerjaan dengan pekerjaan lainnya. Artinya, tidak ada kata
berhenti. Begitu menyelesaikan satu pekerjaan, segeralah berlanjut kepada pekerjaan
berikutnya.
Batik parang biasa digunakan dalam upacara pelantikan. Misalnya seorang
senapati yang hendak berangkat perang, dilantik oleh raja di pendopo atau alun-alun,
dengan harapan pulang membawa kemenangan. Dewasa ini, motif parang digunakan
dalam wisuda sarjana, penganugerahan bintang tanda jasa atau penghargaan dalam
lomba.
Motif parang juga sering ditemukan dalam dunia pendidikan dalam bentuk kover
buku, seragam, piala, dan sebagainya karena secara ekspilisit motif parang juga
memiliki makna kecerdasan.
Sangat jarang motif parang digunakan untuk menghadiri upacara pernikahan.
Apalagi digunakan sebagai busana pengantin. Kalangan masyarakat Jawa menganggap,
10
menggunakan motif parang sebagai busana pernikahan akan menyebabkan rumah
tangganya nanti dipenuhi percekcokan.
Dalam acara semacam ini biasanya digunakan motif lain seperti motif semen
yang mengandung arti kesuburan, atau motif truntum dan kawung yang mengandung
makna kebijaksanaan, motif sidomukti, sidoasih, atau sidoluhur dan sejenisnya yang
mengambil motif sulur-suluran.
Motif Batik Kawung
Motif ini bergambar nama bunga pohon aren (buah kolang-kaling). Bathik
kawung berbentuk geometris segi empat didalam pengartian kebudayaan jawa
melambangkan suatu ajaran tentang terjadinya kehidupan manusia.
Pada awalnya batik kawung ini dipakai dikalangan keluarga kerajaan, tetapi setelah
Mataram terbagi dua corak, ini dikenakan golongan yang berbeda. Di Surakarta motif ini
dipakai oleh golongan Punokawan dan Abdidalem jajar priyantaka, didalam tokoh
pewayangan, motif kawung ini dipakai oleh Semar, Gareng, Petruk & Bagong.
Gambar 2
Motif batik kawung
Ragam motif batik Kawung:
1. Batik Kawung Picis yang diambil dari nama uang pecahan sepuluh sen.
2. Batik Kawung Bribil yang diambil dari nama uang pecahan dua puluh lima sen.
11
Batik Kawung Sen yang diambil dari nama uang pecahan satu sen. Makna corak
ini adalah bahwa kehidupan ini akan kembali kepada alam sawung. Maka didalam
tradisi dahulu motif ini dipakai untuk penutup orang meninggal.
Filosofi Batik Kawung
Batik motif Kawung mempunyai makna yang melambangkan harapan agar
manusia selalu ingat akan asal usulnya.
Jaman dahulu, batik motif kawung dikenakan di kalangan kerajaan. Pejabat
kerajaan yang mengenakan batik motif kawung mencerminkan pribadinya sebagai
seorang pemimpin yang mampu mengendalikan hawa nafsu serta menjaga hati nurani
agar ada keseimbangan dalam perilaku kehidupan manusia.
C.
PENDEKATAN METARATIONALISME DALAM DESAIN
Perkembangan langgam arsitektur, dengan beragam “isme” nya, menjadi topik
diskusi yang sangat panjang dalam bergai forum arsitek, sebagian menandai bahwa era
arsitektur berakhir dengan munculnya era dekonstruksi dan aliran-aliran yang muncul
berikutnya hanyalah pengulangan dari era yang berlangsung sebelumnya6. Sehingga era
langgam desain yang ada saat ini, sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai kepentingan
yang menyertainya: ekonomi, budaya bahkan gaya hidup.
Langgam yang masih terdengar asing, diperkenalkan baru-baru ini, disebut
dengan pendekatan metarationalisme (metarrionalism), yang bagi sebagian arsitek masih
terdengar awam, metarationalisme sendiri, sangat erat kaitannya dengan gaya hidup,
bagi sebagian kaum filsafat (filsuf) metarationalism merupakan sebuah keniscayaan
masa kini, yang sangat erat dengan kehidupan hedonis dan konsumerisme
7
.
Metarationalisme dalam arsitektur muncul melalui desain interior dan eksterior yang
6
Dalam diskusi dengan tema ”what is todays movement” sebagaimana diunggah lewat situs:
http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement
7
Sebagaimana topic dalam diskusi online pada: http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83
12
berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif.
Metarationalism adalah apa yang
terjadi dengan arsitektur, bahwa dalam masyarakat yang makmur tidak ada perbedaan
bermakna antara kemewahan dan kebutuhan, bahwa ilmu kompleksitas dengan
kemampuannya untuk membatalkan logika struktural konvensional. Hasilnya adalah
pesta pengalaman konsumeris disajikan dalam bentuk-bentuk fenomenal kompleks.
Arsitektur Metarationalism berawal ketika dalam mempromosikan merk-merk
mewah, billboard, majalah, dan iklan televisi kurang memadai. Akhirnya mereka
menyadari sesuatu yang mereka sudah tahu bersama, bahwa kemasan produk kadangkadang sama pentingnya dengan produk, itu sendiri. Jadi lahir gagasan luxutecture:
desain eksterior arsitektur dengan tujuan mempromosikan merek8.
Gambar 3
Eksterior dan interior Tod Store di Tokyo Jepang karya Arsitek Toyo Ito,
merepresentasikan langgam metarationalism9
8
9
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
13
Gambar 4
Eksterior dan interior Lille Grand Palais di Lille Prancis karya Reem Koolhas,
merepresentasikan langgam metarationalism.
Dapat disimpulkan bahwa, langgam metarationalism memiliki beberapa ciri
spesifik diantaranya adalah:
•
•
•
•
•
Wraping atau bungkusan
Fasade dan masa bangunan terlihat seperti di bungkus, seperti pada Tod’s Store.
Folding atau lipatan
Terdapat elemen berupa lipatan-lipatan pada bangunan seperti pada Lille Grand
Palais.
Fractal atau pecahan
Bangunan terlihat seperti pecahan-pecahan yang digabungkan.
Bangunan dengan gaya arsitektur Metarasional cenderung berbeda dengan
bangunan disekitarnya.
Material yang digunakan seperti kaca, baja, dan reinforced concrete.
14
BAB III
METODA PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian aplikatif, tentang penggunaan motif batik yang
diaplikasikan dalam desain fasad bangunan, desain fasad bangunan dimaksud,
merupakan bangunan dengan fungsi khusus sebagai sekolah mode di Yogyakarta, motif
dan filosofi batik akan dieksplorasi dalam desain selimut bangunan dan diterapkan
dalam desain untuk sekolah mode di Yogyakarta.
A. RANCANGAN DAN TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengekplorasi ragam motif batik dan
mengaplikasikannya ke dalam desain selimut bangunan, bangunan dimaksud memiliki
fungsi sebagai bangunan pendidikan dengan kegiatan utama sebagai sekolah mode,
lokasi site terpilih ada di kota Yogyakarta. Adapun teknis pelaksanaanya adalah sebagai
berikut:
1. Ragam motif batik dikumpulkan dengan menggunakan studi literatur.
2. Ragam dan motif batik diekplorasi dalam desain fasad/ selimut bangunan..
3. Motif batik terpilih diterapkan dalam desain selimut bangunan, menyesuaikan
kondisi site dan kaidah estetika.
15
B. LOKASI PENELITIAN
Lokasi penelitian sebagai penerapan penggunaan motif batik pada selimut
bangunan, dipilih di Yogyakarta, dengan pertimbangan Sekolah-sekolah mode
berkualitas yang ada di Indonesia terpusat di ibu kota Jakarta. Faktanya, kota-kota lain di
Indonesia juga memiliki potensi yang sangat besar dibidang ini. Salah satu kota tersebut
adalah Yogyakarta. Kota dengan sebutan kota pelajar ini, memiliki potensi dalam bidang
mode yang sangat besar, terlihat dari diadakannya festival mode di Yogyakarta yaitu
Yogyakarta Fashion Week10 setiap tahunnya. Potensi lain dari kota ini adalah
Yogyakarta merupakan kota yang penuh dengan budaya dengan ciri khasnya sendiri,
salah satunya yaitu batik. Batik merupakan salah satu contoh mode ciri khas Indonesia.
Budaya ciri khas tersebut, dapat menjadi salah satu sumber ide dan diaplikasikan dalam
rancangan pakaian, yang modern, kreatif, dan inovatif.
10
www.jogjanews.com/tag/jogja-fashion-week-2011
16
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. ANALISA LOKASI
Pencapaian Menuju Tapak
Jalan Gayam
Lebar jalan 13m
Jalan Kenari
Lebar jalan 13m
Jalan
Kusumanegaran
Lebar jalan 16 m
Dari Kota Baru dan
stasiun
Lempuyangan
Jalan Ipda Tut
Harsono
Lebar jalan 26 m
Jalan Cendana
Lebar jalan 13m
U
Dari Malioboro atau
pusat kota
Dari jalan Janti (arah
ke bandara Adi
Sucipto, Kota Klaten
dan kota Solo)
Gambar 5.
Analisa Pencapaian Menuju Tapak
Pencapaian menuju tapak bisa dikatakan sangat mudah, karena tapak terletak di
tengah kota dengan akses yang baik. Untuk menuju tapak dapat diakses melalui
beberapa jalan, yaitu:
•
Dari arah Malioboro melalui Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Ipda Tut
Harsono lalu ke Jalan Kenari atau Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Cendana
lalu ke Jalan Kenari, dengan waktu tempuh ±10 menit.
•
Dari arah Kota Baru melalui Jalan Gayam lalu ke Jalan Kenari, ±10 menit.
•
Dari arah Jalan Janti (arah Bandara Adi Sucipto, Kota Klaten, dan Kota Solo)
melalui Jalan Kusumanegaran lalu ke Jalan Ipda Tut Harsono lalu ke Jalan
Kenari.
Jalan-jalan tersebut merupakan jalan yang dapat dilalui dua arah.
17
Sirkulasi
Pedestrian
Sirkulasi kendaraan
Tingkat Sirkulasi
kendaraan
sangat rendah
U
Tingkat Sirkulasi
kendaraan
rendah
Gambar 6
. Analisa Sirkulasi
Lokasi tapak terletak di Jalan Kenari dengan lebar jalan 13m. Sirkulasi
kendaraan di jalan ini cenderung sepi karena kendaraan pribadi dari arah Kota Baru dan
Jl. Adi Sucipto yang akan menuju Jl. Kusumanegaran lebih banyak melewati Jl. Timoho.
Kepadatan hanya terjadi di pertemuan Jalan Kenari dengan Jalan Ipda Tut Harsono,
karena adanya lampu lalu lintas di pertemuan jalan ini.
Sebagian besar kendaraan yang melewati jalan ini adalah kendaraan pribadi
seperti mobil dan motor.
View dan Titik Tangkap
Pada bangunan Sekolah Mode ini, arah pandang lebih fokus ke arah dalam.
Namun, titik tangkap terhadap bangunan, sangat berpengaruh pada perletakan masa
bangunan, dan perletakan pintu masuk. Selain itu, pada titik tangkap bangunan terbaik,
dapat didesain sebaik mungkin sebagai vocal point.
18
Titik tangkap
terbaik
U
Gambar 7
Analisa View
Zoning
Zoning merupakan pendaerahan fungsi ruangan berdasarkan dari sifat dari
kegiatan yang dilakukan pengguna bangunan. Penzoningan ini didapat dari analisa
terhadap kebutuhan manusia. Dengan penzoningan, dapat ditentukan perletakan ruangruang di dalam bangunan.
Terdapat dua macam zoning, yaitu zoning horizontal dan zoning vertikal yang
terdiri dari area publik, semi publik, semi private, private, dan service.
• Zona publik adalah daerah yang dapat diakses dengan mudah oleh semua
pengunjung bangunan seperti area parkir, lobby, workshop, dan area komersil.
• Zona semi publik adalah daerah yang dapat digunakan oleh sebagian pengguna,
seperti perpustakaan.
• Zona Semi private adalah area yang hanya bisa diakses oleh sebagian orangorang tertentu saja seperti ruang kelas dan ruang administrasi.
• Zona Private adalah area yang hanya dimasuki oleh orang-orang tertentu saja
seperti ruang bagian jurusan, ruang dosen, dan lain-lain.
• Zona Service adalah area yang berfungsi sebagai penunjang ruang-ruang lainnya
yang terdiri dari toilet, Ruang genset, ruang panel, janitor dan pantry.
19
B. HUBUNGAN RUANG
U
Gambar 8
Hubungan Ruang
20
C. KONSEP DASAR BANGUNAN
Filosofi Bangunan
Dunia mode merupakan dunia yang tidak berbeda dengan dunia arsitektur, selalu
berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, teknologi, dan pola pikir manusia. Selain
itu, dunia mode dan dunia arsitektur memiliki unsur-unsur desain, bentuk, karakteristik,
pola, konstruksi, keindahan, serta masa depan.
Sekolah Mode yang merupakan wadah bagi bakat-bakat muda dalam berkreasi
ini, dapat menghasilkan rancangan-rancangan mode yang kreatif, inovatif, dan mewah.
Oleh karena itu, dalam perancangan Sekolah Mode ini, desain bangunan tidak lepas dari
unsur-unsur yang ada pada dunia mode.
Topik dan Tema
Pada desain Sekolah Mode yang berfungsi sebagai fasilitas bagi bakat-bakat
muda dalam bidang mode untuk berkarya ini, arsitektur Metarasional digunakan sebagai
pendekatan arsitektur. Pendekatan arsitektur Metarasional dipilih untuk memperlihatkan
dan sekaligus mempromosikan hasil dari Sekolah Mode yang merupakan desain-desain
yang kreatif. Arsitektur Metarasional pada Sekolah Mode ini terlihat dari eksterior dan
interiornya, dengan menggunakan bahan-bahan yang dapat mendukung.
Tema yang dipilih untuk mendukung pendekatan arsitektur Metarasional pada
bangunan Sekolah Mode ini adalah Fashionable. Tema ini berkaitan dengan pendekatan
arsitektur yang digunakan dalam perancangan Sekolah Mode.
Topik dan tema ini, berkaitan dengan filosofi bangunan. Sehingga desain
keseluruhan bangunan, selalu berkaitan.
Citra, Nuansa, dan Suasana
a. Citra merupakan ekspresi dari kegiatan bangunan yang diwujudkan melalui
penampilan bangunan. Bangunan Sekolah Mode berfungsi sebagai bangunan
pendidikan. Untuk itu citra bangunan harus memperlihatkan kesan yang menarik,
mewah, kreatif, modis, dan dinamis seperti halnya dunia mode.
21
b. Nuansa merupakan suatu keadaan yang diinginkan dari ekspresi di luar bangunan.
Nuansa pada rancangan Sekolah Mode ini yaitu nuansa yang modern dan mewah.
c. Suasana merupakan penampilan interior pada bangunan. Suasana pada Sekolah Mode
haruslah menyenangkan, tidak memosankan, dan tenang untuk kegiatan belajar
mengajar. Untuk itu, perancangan inerior sangat perpengaruh, seperti pemilihan unsur
decoratif, pemilihan warna, pemilihan furniture, dan pemilihan jenis lampu.
D. IDE GAGASAN PERANCANGAN
Perancangan Tapak
Pintu
Service
Ruang
Terbuka
Hijau
Area
Service
Area
Bangunan
Ruang
Terbuka
Hijau
Pintu masuk
kendaraan
pribadi
Area Parkir
Pintu untuk
pedestrian
Pintu keluar
kendaraan
pribadi
U
Gambar 9
Konsep Perancangan Tapak
Konsep Bangunan
Ide masa bangunan Sekolah Mode diambil dari pendekatan arsitektur
Metarasional yang ciri khususnya yaitu terlihat seperti dibungkus dan terlihat seperti
bagian pecahan-pecahan yang digabungkan. Ciri-ciri tersebut terlihat pada fasade
22
bangunan yang seolah-olah seperti kain-kain perca yang digabungkan, yang dapat
menjadi titik tangkap bangunan.
Pada beberapa bagian bangunan terdapat permainan bidang yang maju mundur.
Permainan bidang ini agar bangunan tidak terlihat kaku. Selain itu, pada bidang
bangunan yang terdapat permainan bidang, dapat dimanfaatkan sebagai area lounge bagi
siswa.
Ciri arsitektur
metarasional
Elemen
dekorasi
Ciri arsitektur
metarasional
Gambar 10
Konsep Bangunan
Atap yang dapat
digunakan sebagai
area bersosialiasi dan
beristirahat.
Roof Garden
Permainan bidang,
dapat menciptakaan
penghawaan alami
Gambar 11.
Konsep Bangunan
23
Konsep Struktur
• Struktur bawah
: Bore Pile
Bore pile dipilih sebagai struktur bawah karena
tapak berada dekat dengan perumahan, sehingga
tidak menyebabkan polusi suara.
• Struktur tengah
: Tube
Tube dipih sebagai struktur tengah karena dapat
mendukung pendekatan arsitektur Metarasional
yang dipilih untuk desain bangunan.
• Struktur atas
: Bidang Datar
Bidang datar dipilih sebagai struktur atas karena
akan digunakan sebagai green roof.
Konsep Konstruksi
Konstruksi yang digunakan adalah konstruksi beton. Beton dapat mendukung
pendekatan arsitektur Metarasional. Beton dapat dibentuk sesuai keinginan.
E. APLIKASI MOTIF BATIK DALAM PERANCANGAN
Gambar 11.
Alternatif 1 dan 2 Penggunaan Batik Kawung Dalam Selimut Bangunan
24
Gambar 12.
Alternatif 1-3 Penggunaan Batik Parang Dalam Selimut Bangunan
Motif batik yang diekplorasi dalam desain selimut bangunan adalah motif
kawung dan parang karena dua motif ini adalah motif yang sangat populer di masyarakat
dan memiliki pola geometris yang sangat mudah diaplikasikan dalam rancangan, hasil
ekplorasi pada motif batik menghasilkan desain pola batik yang merupakan gabungan
antara motif parang dan motif geometris tambahan sebagai pola penyeimbang,
25
Motif parang yang dinamis dan sederhana, tampak seperti sebuah ombak di
lautan, melambangkan keutamaan dan perjuangan tiada henti, menuju kesempurnaan,
juga mengandung harapan untuk masa depan yang lebih baik, motif ini menjadi
gambaran sempurna terhadap harapan perancang pada bangunan yang dirancanganya,
sehingga bangunan sekolah mode yang dirancang, juga membawa harapan akan masa
depan pendidikan mode yang lebih baik di masa yang akan datang.
Gambar 13.
Alternatif Terpilih Penggunaan Batik Parang Dalam Selimut Bangunan
Gambar 14.
Aplikasi Motif Batik Terpilih Dalam Maket Desain Bangunan
26
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Perancangan bangunan sebagai buah karya yang melibatkan banyak pertimbangan,
fungsi, ruang, konteks, perilaku manusia, ekonomi atau anggaran, enclosure/ selubung
bangunan dan geometri. Pertimbangan fungsi bangunan, pertimbangan ruang
menyangkut kebutuhan ruang, pertimbangan konteks akan menyangkut site dan iklim,
pertimbangan eclosure akan menyangkut bagaimana bangunan dirancang. Semua hal
diatas harus diimbangi dengan tanggung jawab seorang arsitek untuk memperkuat nilai
lokal dalam rancangan, introdusir dan pencapaian nilai lokal dalam bangunan dapat
dicapai melalui berbagai cara, dan penggunaan motof batik sebagai selimut bangunan
adalah salah satunya.
Batik sebagai salah satu warisan budaya Bangsa Indonesia memiliki nilai
komodifikasi, sebagai elemen pemersatu bangsa dan elemen identitas, yang makin
mempertegas eksistensi bangsa Indonesia, makin dipertegas melalui pengakuan
UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan
Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) sejak 2
Oktober, 2009 coba diaktualisasikan dalam rancangan bangunan, sebagai upaya
memperkuat nilai lokal pada bangunan.
27
Batik sebagai nilai lokal yang diaktualisasikan dalam rancangan, akan dipertegas
dan diperkuat dalam rancangan dengan langgam mataratinalisme, sebagai usaha
“meningkatkan
nilai
ekonomi”
dan
standar
kemewahan
sebuah
bangunan.
Metarationalisme dalam arsitektur dimunculkan melalui desain interior dan eksterior
yang berkesan mewah, modern, kreatif, dan inovatif.
B. SARAN
Usaha mengintrodusir dan meningkatkan peran nilai lokal dalam perancangan
perlu didukung dan diperkuat, sehingga nilai lokal yang ada di Indonesia bisa berperan
dalam kancah global dan menjadi penanda ciri arsitektur Indonesia. Segenap daya dan
upaya untuk mengintrodir nilai-nilai lokal dalam rancangan akan menghadapi berbagai
kendala, khusus untuk rancangan motif batik sebagai selimut bangunan, sampai saat ini
material bangunan masih menjadi kendala, karena dukungan dari perusahaan-perusahaan
material bangunan belum maksimal, terkait dengan pasar yang masih kecil.
Saat ini, metal cutting masih menjadi satu-satunya material yang diandalkan, tapi
material ini memiliki kelemahan, yaitu harga yang mahal dan proses pekerjaan yang
tidak bisa diproduksi secara massal, karena material logam adalah material yang mahal
pada akhirnya akan meningkatkan harga bangunan secara keseluruhan, material lain
yang memungkinkan dan murah serta massal perlu lebih dikembangkan.
28
DAFTAR PUSTAKA
Callender, John hancock And Joseph de Ciara, Time Saver Standards for Building type
3rd Edition, United States, 1990
Future Arc, 3rd Quarter 2011 volume 22
http://archinect.com/forum/thread/52732/what-is-today-s-movement (diakses februari
2012)
http://archnet.org/forum/view.jsp?message_id=83 (diakses Februari 2012)
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
(diakses Februari 2012)
http://www.unesco.org/culture/ich/index.php?RL=00170 (diakses Maret 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Batik (diakses Maret 2012)
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
(diakses Maret 2012)
http://www.tokyoarchitecture.info/Building/4056/Tods-Omotesando-Building.php
(diakses Maret 2012)
Melvin, Jeremy, Isms Understanding Architectural Styles, Universe Publishing, New
York, 2006
Download