penentuan zona potensi penangkapan ikan berdasarkan sebaran

advertisement
Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan)
PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN
SEBARAN KLOROFIL-A
(Determination of Potential Fishing Zone Based on Distribution of Chlorophyll-A)
Agung Syetiawan
Badan Informasi Geospasial
Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia
E-mail: [email protected]
Diterima (received): 31 Juli 2015.; Direvisi (revised): 20 September 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 15 Oktober 2015
ABSTRAK
Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12 mil) 24.820 km 2 (41,2% dari
total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 km 2. Namun, potensi perikanan yang cukup
besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola
dengan baik. Kandungan klorofil-a di perairan dapat dijadikan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu
perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Penelitian ini dilakukan untuk
menentukan lokasi zona penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a. Penentuan sebaran klorofil-a untuk
penentuan zona potensi penangkapan ikan menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT-4 dengan daerah kajian
penelitian di perairan laut Provinsi Lampung. Pemilihan kanal citra yang sesuai untuk mengembangkan model algoritma
dilakukan dengan cara meregresikan data digital dari kanal tunggal yang potensial, kemudian menduga konsentrasi
klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari parameter kualitas air tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah
dilakukan, daerah Lampung memiliki jenis klorofil-a dengan klasifikasi konsentrasi tinggi dan sangat tinggi. Untuk
konsentrasi tinggi memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar
30.313,04 Ha. Secara keseluruhan, sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi konsentrasinya pada perairan
pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Lokasi perairan dengan kandungan klorofil-a tinggi dapat
diindikasikan di perairan tersebut kaya dengan ikan. Plankton yang mengandung klorofil-a tersebut merupakan indikator
ketersediaan pangan bagi ikan di laut.
Kata kunci: zona potensi penangkapan ikan, klorofil-a, penginderaan jauh
ABSTRACT
Potential fisheries in the province of Lampung is quite abundant with sea area (12 miles) 24.820 km2 (41,2% of
the total area) including 16.625,3 km2 area of coastal waters. However, the fisheries potential is large enough can not
provide a great benefit to the community, especially fishermen because it is not managed properly. The content of
chlorophyll-a in the water can be used as a measure of the amount of phytoplankton in certain waters and can be used
as a guide marine productivity. This study was conducted to determine the location of fishing zones based on
distribution of chlorophyll-a. Determining the distribution of chlorophyll-a for the determination of potential fishing zones
using remote sensing imagery SPOT-4 with the area of research studies on marine waters Lampung Province. The
selection of the appropriate channels to develop the image of a model algorithm was done by regressing digital data of a
single channel potential, suspected chlorophyll concentration in situ measurement results of the water quality
parameters. Based on the results of the classification has been done the area of Lampung have a kind of chlorophyll-A
with the classification of high and very high concentrations. For high concentration has an area of 48.897 hectares while
the very high concentration has an area of 30.313,04 hectares. Overall, the distribution of chlorophyll-A in the waters of
Lampung higher concentrations in coastal waters, as well as low in offshore waters. Location waters with a high content
of chlorophyll-a may be indicated in these waters rich with fish. Plankton containing chlorophyll-a is an indicator of the
availability of food for the fish in the sea
Keywords: potential fishing zones, chlorophyll-a, remote sensing
PENDAHULUAN
Provinsi Lampung merupakan provinsi
dengan jumlah penduduk sekitar 7,972 juta
penduduk (BPS, 2014) dan memiliki luas perairan
laut sekitar (12 mil) 24.820 km2 (41,2% dari total
luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas
perairan pesisir sebesar 16.625,3 km2. Posisi
perairan Lampung yang strategis karena sebagian
besar terletak di Selat Sunda membuat kawasan
tersebut kaya akan keanekaragaman hayati laut.
Berdasarkan pada data statistik tahun 2012,
potensi ikan di perairan barat sebesar 85.379 ton
per tahun untuk areal penangkapan sejauh 30
mil, sedangkan untuk areal sampai dengan ZEE
sebesar 97.845 ton per tahun. Potensi ikan
tangkap di pantai barat Lampung sebesar 182.864
ton per tahun, sedangkan potensi ikan tangkap di
Selat Sunda sebesar 97.752 ton per tahun dengan
didominasi dengan jenis ikan karang (Agustina,
2015). Fakta ini membuktikan bahwa perairan
131
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136
Lampung kaya dengan hasil perikanan dan ikan
merupakan salah satu sumber mata pencarian
utama bagi masyarakat di Provinsi Lampung.
Namun, potensi perikanan yang cukup tinggi itu
belum dapat memberikan manfaat yang besar
kepada masyarakat khususnya nelayan karena
belum terkelola dengan baik.
Pengetahuan nelayan mengenai lokasi
potensial penangkapan ikan sangat kurang
sehingga membuat penangkapan ikan cenderung
kurang optimal dan bahkan boros waktu dan
bahan bakar. Kebanyakan nelayan masih
menggunakan cara tradisional untuk mencari
ikan. Nelayan hanya mengandalkan pengalaman
dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa
didukung dengan data-data teliti mengenai lokasi
yang ideal untuk penangkapan ikan. Padahal
sebenarnya teknologi penginderaan jauh bisa
dimanfaatkan oleh para penangkap ikan untuk
lebih mengoptimalkan penangkapannya. Hal ini
disebabkan data penginderaan jauh memberikan
informasi tentang objek dan fenomena yang
terjadi melalui analisis data satelit mencakup
wilayah yang luas, kontinu dan akurat tanpa
diperlukan kontak langsung dengan objek atau
fenomena tersebut (Lillesand et al., 2007)
SPOT atau sering disebut Systeme Pour
I.Observation de la Terre adalah merupakan
satelit penginderaan jauh milik konsorsium
pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. Generasi
SPOT salah satunya adalah versi SPOT-4 yang
menggunakan gelombang inframerah pendek
(sort wave infrared/swir) yang mempunyai
kemampuan untuk membedakan penutupan lahan
terutama vegetasi hutan secara lebih jelas. SPOT4 dapat meliput areal seluas 60 x 60 km dan
memungkinkan memperoleh citra 3 dimensi
(Mulyono dalam Herawati, 2008). Karakteristik
citra SPOT-4 yang membawa dua sensor HRVIR
(High Resolution Visible and Infra Red) ini mampu
digunakan untuk menentukan kandungan klorofila di perairan. SPOT-4 sendiri memiliki resolusi
spasial 10 m untuk citra pankromatiknya
sedangkan 20 m untuk citra multi spektralnya.
Band 1 dengan tampilan warna merah
menggambarkan klorofil-a, band 2 dengan
tampilan
warna
hijau
menggambarkan
produktifitas primer, sementara band 3 dengan
tampilan warna biru untuk menggambarkan
padatan tersuspensi (Hartoko, 2004).
Salah
satu
parameter
yang
sangat
berpengaruh terhadap keberadaan ikan di suatu
perairan adalah ada tidaknya sumber makanan
yang dibutuhkan. Sumber makanan ikan
terkonsentrasi di wilayah perairan yang subur.
Daerah perairan yang subur memiliki kandungan
nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat,
nitrit dan unsur hara lainnya. Daerah ini biasanya
diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton
yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi
132
pula (Cahyono, 2010). Klorofil-a merupakan salah
satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi
rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait
dengan kondisi oseanografis suatu perairan.
Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai
ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu
perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai
petunjuk produktivitas perairan (Fausan, 2011)
Penelitian yang sama sudah pernah dilakukan
oleh prasasti pada tahun 2005 untuk mengetahui
sensivitas beberapa algoritma dan kanal-kanal
menggunakan data citra MODIS untuk mendeteksi
sebaran klorofil. Pada penelitian kali ini yang
membedakan dengan penelitian yang sudah
dilakukan oleh prasasti adalah digunakannya data
citra SPOT-4 dalam proses deteksi sebaran klorofil
di perairan Provinsi Lampung. Tujuan dari
penelitian ini adalah membantu para nelayan
untuk bisa menentukan daerah potensial
penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a
di perairan. Kandungan klorofil yang tinggi di
suatu perairan dapat dianggap daerah tersebut
kaya sumber makanan ikan sehingga bisa
diasumsikan lokasi tersebut potensial untuk
dilakukan penangkapan ikan. Para penangkap
ikan akan lebih efektif waktu dan efisien bahan
bakar apabila mereka sudah mengetahui lokasi
penangkapan ikan yang potensial terlebih dahulu.
METODE
Penentuan sebaran kandungan klorofil-a
dilakukan di sekitar perairan Provinsi Lampung.
Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan
pengumpulan data. Data yang digunakan untuk
menentukan kandungan klorofil-a adalah data
citra SPOT-4 Multispektral pada tanggal 16 Juni
tahun 2012. Data SPOT-4 diperoleh dari LAPAN
sementara pengolahan data citra menggunakan
perangkat lunak ER-Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.3.
Tahap awal pengolahan data citra adalah
melakukan proses koreksi geometrik dan
radiometrik terhadap citra SPOT-4, kemudian citra
yang sudah registered akan dilakukan proses
masking area untuk memisahkan antara daratan
dengan lautan. Tahapan selanjutnya adalah
proses penentuan konsentrasi klorofil di perairan
Lampung, kemudian hasil dari proses ini
konsentrasi
klorofil
akan
diklasifikasikan
berdasarkan tingkatan kandungannya. Urutan
proses pengolahan data dapat dilihat pada
Gambar 1.
Pada tahapan koreksi
geometrik ini
menggunakan citra referensi yang sudah
diorthorektifikasikan sebelumnya. Titik-titik kontrol
tanah dipilih berdasarkan citra yang sudah
dikoreksi sebelumnya. Titik tersebut berjumlah 20
titik dan menyebar di sepanjang pantai Lampung.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan koreksi
Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan)
radiometrik berdasarkan metadata citra SPOT-4.
Koreksi radiometrik adalah kesalahan yang
berkaitan dengan respon/tanggapan sensor akibat
adanya hamburan partikel di atmosfer dan posisi
matahari ataupun kerusakan detektor.
Mulai
Persiapan
Data citra
SPOT-4
Koreksi
Geometrik
Base
Map
Koreksi
Radiometrik
metadata
Citra
registered
Masking Area
Penentuan
klorofil-a
Klasifikasi
Kesimpulan
Peta persebaran
klorofil-a
Selesai
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Data Citra.
Koreksi
radiometrik
dilakukan
untuk
memperbaiki kualitas visual dan sekaligus
memperbaiki nilai pixel yang tidak sesuai dengan
nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang
sebenarnya.
Lλ = DN/(Gλ*Aλ) + Bλ ...................................... (1)
ρp = ((π*Lλ*d2)/(ESUNλ*COS(θS)) .................. (2)
keterangan :
Lλ
= radiansi spektral sensor (W/m2/sr/μm)
G
= gain
A
= koreksi absolut
DN
= digital number
B
= bias
d2
= kuadrat jarak bumi-matahari
θS
= sudut zenith
ρp
= reflektan
ESUNλ = Irradiance
Citra satelit pada umumnya mengandung
nilai Digital Number (DN) asli yang belum diproses
berdasarkan nilai spektral radian sesungguhnya.
Efek ini akan berdampak pada hasil informasi
yang kurang akurat. Hal ini, disebabkan oleh
perbedaan nilai sudut perekaman, lokasi
matahari, kondisi cuaca dan faktor pengaruh
lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi
radiometrik untuk memperbaiki nilai piksel dengan
cara mengkonversi nilai DN menjadi nilai unit
spektral reflektan (Kustiyo, Dewanti, & Lolitasari,
2014)
Proses Masking area digunakan untuk
memisahkan antara daratan dan lautan, dimana
dalam penelitian ini hanya bagian lautanlah yang
digunakan. Proses masking area dilakukan dengan
mengalikan nilai spektral yang terdapat dalam
citra asli dengan citra yang mempunyai nilai
spektral 1 untuk perairan dan null untuk daratan.
Citra yang memiliki nilai null dan 1 diproses
sebelumnya dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
If i1/i2 <= 0.5 then 1 else null ............... (3)
Dimana i1 adalah band 3 dan i2 adalah band
1 pada citra SPOT. Hal ini dikarenakan band-band
tersebutlah yang sesuai untuk mengekstraksi
perairan pada citra SPOT-4. Persamaan tersebut
memiliki arti bahwa dalam citra SPOT yang
memiliki nilai spektral <=0,5 akan dirubah
nilainya menjadi 1 dan yang lainnya akan berubah
nilai menjadi null. Sementara nilai spektral air
adalah <=0,5 sehingga akan terlihat jelas
perbedaan antara daratan dengan lautan.
Untuk membuat model algoritma, terlebih
dahulu harus diketahui kanal yang sensitif dan
kanal yang tidak sensitif terhadap parameter yang
akan diamati. Menurut Ekstrand (dalam Prasasti,
2005) pemilihan kanal yang sesuai untuk
mengembangkan model algoritma dilakukan
dengan cara meregresikan data digital dari kanal
tunggal yang potensial menduga konsentrasi
klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari
parameter kualitas air tersebut. Kanal-kanal
terpilih paling sensitif dan kurang sensitif
selanjutnya dirasiokan untuk menghasilkan data
dengan korelasi tertinggi dengan nilai pengukuran
langsung di lapangan. Pada sensor SPOT, kanalkanal yang dirasiokan biasanya adalah kanal 2
dan kanal 3. Bentuk rasio terbaik yang diperoleh
kemudian dikembangkan menjadi model algoritma
penduga konsentrasi klorofil-a (Prasasti, 2005).
Penentuan konsentrasi klorofil-a menggunakan
algoritma dan persamaan sebagai berikut:
(Herawati, 2008)
133
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136
C = 2,41 (b3 / b2) + 0,187 ............................. (4)
Keterangan :
C
= jumlah konsentrasi klorofil-a (μg/L)
b3 = nilai digital band 3 citra SPOT-4
b2 = nilai digital band 2 citra SPOT-4
akan diolah. Hasil masking area dapat dilihat
seperti pada Gambar 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil proses koreksi geometrik menghasilkan
citra terkoreksi dengan nilai Root Mean Square
(RMS) kurang dari 1 m, seperti ditunjukkan pada
Gambar 2. Hasil ini lumayan bagus mengingat
nilai RMS masih dibawah dari resolusi spasial citra
SPOT-4.
Gambar 3. Hasil Masking Area.
Menurut Septiawan (2006) pembagian kelas
klasifikasi klorofil adalah: rendah yaitu 0,01 – 0,50
mg/l3; sedang: 0,501 – 1,00 mg/l3; tinggi berkisar
1,01 – 1,50 mg/l3; sangat tinggi yaitu 1,501 –
1,80 mg/l3. Proses klasifikasi menghasilkan
sebaran klorofil-a dengan area seperti bisa dilihat
pada tabel 1.
Tabel
(a)
(b)
Gambar 2.
Koreksi Geometrik: (a) Nilai RMS Hasil;
(b) Lokasi titik GCP.
Proses masking area akan menghasilkan
daerah perairan yang sudah dipisahkan dengan
daratan. Daratan akan bernilai null sehingga pada
proses selanjutnya untuk penentuan nilai
konsentrasi klorofil-a hanya perairan saja yang
134
1.
No
Kandungan
Lampung.
Kelas
Klorofil
Perairan
kandungan
klorofil
(mg/l3)
Provinsi
Area (Ha)
1
tinggi
1,010 – 1,500
48.897,00
2
sangat tinggi
1,501 – 1,800
30.313,04
Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah
dilakukan untuk daerah perairan Lampung
memiliki jenis klorofil-a dengan konsentrasi tinggi
dan sangat tinggi. Untuk konsentrasi tinggi
memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara
konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar
30.313,04 Ha. Total area yang memiliki
kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung
berjumlah 79.210,04 hektar.
Pada Gambar 4 dapat dilihat warna merah
menunjukkan konsentrasi klorofil sangat tinggi
sementara warna biru menunjukkan konsentrasi
dengan klasifikasi tinggi. Berdasarkan peta
sebaran klorofil tersebut dapat dilihat bahwa
klorofil dengan klasifikasi sangat tinggi berada
pada perairan pantai dan pesisir. Warna merah
pada Gambar 4 mengelilingi daratan perairan
Lampung mengindikasikan bahwa kandungan
klorofil tinggi di daerah perairan pantai dan
sekitar pesisir pantai.
Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan)
Gambar 4.
Sebaran Kandungan Klorofil di Perairan Lampung.
KESIMPULAN
Perairan Lampung memiliki konsentrasi
klorofil dengan tingkatan klasifikasi tinggi dan
sangat tinggi. Total area yang memiliki
kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung
berjumlah 79.210,04 hektar. Secara keseluruhan,
sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi
konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir,
serta rendah di perairan lepas pantai.
Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang
terkandung dalam fitoplankton dan merupakan
bagian yang terpenting dalam proses fotosintesis.
Klorofil-a sebagian besar dikandung oleh sebagian
besar dari jenis fitoplankton yang hidup di dalam
laut (Carolita et al., 1999). Lokasi perairan dengan
kandungan klorofil-a tinggi dapat diindikasikan di
perairan tersebut kaya dengan ikan karena di
lokasi tersebut kaya akan makanan. Sebaran
klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada
perairan pantai dan pesisir, serta rendah di
perairan lepas pantai. Tingginya sebaran
konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir
disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam
jumlah besar melalui run-off dari daratan melalui
limpasan air sungai dan cenderung rendah di
perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai
nutrien dari daratan secara langsung (Fausan,
2011). Namun pada daerah-daerah tertentu di
perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofila dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini
disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien
yang dihasilkan melalui proses fisik massa air,
dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari
lapisan
dalam
ke
lapisan
permukaan
(Presetiahadi, 1994).
Penelitian ini perlu ditambahkan data suhu
permukaan laut untuk menentuan lokasi
penangkapan ikan yang lebih akurat. Data
tersebut menjadi penting karena ikan tidak
tersebar hanya pada lokasi yang memiliki tingkat
nutrien makanan tinggi (ditunjukkan dengan
kandungan klorofil-a tinggi) akan tetapi pada suhu
tertentu yang memungkinkan ikan dapat hidup
dan berkembang biak disana. Suhu merupakan
satu faktor yang sangat berperan dalam
kehidupan dan pertumbuhan organisme. Menurut
Raymont (1961), secara umum kisaran suhu yang
optimal bagi perkembangan plankton di daerah
tropis adalah 25ºC–32ºC. Plankton hidup pada
kisaran suhu yang luas disebut eurythermal,
sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang
sempit disebut stenothermal. Selain faktor suhu
penelitian untuk menentukan zona penangkapan
ikan ideal tidak hanya dilakukan secara spasial
akan tetapi harus menggunakan data temporal
yang lebih banyak, sehingga didapatkan daerah
pergerakan ikan atau tempat berkumpul ikan
secara time series.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Saudara Dicky Hermawan yang telah
135
Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136
berkenan membimbing serta memberikan data
dalam rangka untuk menyelesaikan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, S. 30 Juni 2015. Prospek Lampung Menjadi
Lumbung
Perikanan.
(www.lampost.co/berita/prospek-lampungmenjadi-lumbung-perikanan, diakses 18 Oktober
2015).
BPS (Badan Pusat Statistik). 2014. Jumlah Penduduk
dan Luas Perairan Provinsi Lampung: Jakarta.
Cahyono, B. 2010. Proses Pengolahan Data Citra Modis
untuk Menduga Konsentrasi Klorofil-a Sebagai
Indikator Tingkat Kesuburan di Perairan Utara
Papua. Laporan Praktek Kerja Lapangan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Carolita, I., B. Hasyim, D. Dirgahayu, S. Irwan, H.
Noviar, I.W. Bagja dan Y. Noulita. 1999. Analisis
Kualitas Air di Sekitar perairan Surabaya
Menggunakan Data Landsat-TM. Majalah Lapan
Edisi Penginderaan Jauh, 01(01) : 10-19.
Fausan.
2011.
Pemetaan
Daerah
Potensial
Penangkapan
Ikan
Cakalang
(Katsuwonus
Pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis di
perairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. Skripsi
Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Makassar.
Hartoko, A. 2004. Development of Digital Multilayer
Ecological Model For Padang Coastal Water (West
Sumatra). Coastal Development. Universitas
Diponegoro. Semarang. 129 – 136 hlm.
136
Herawati, V.E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan
Segara Anakan Kabupaten Cilacap Sebagai Lahan
Budidaya Kerang Totok (Polymesoda Erosa)
Ditinjau
Dari
Aspek
Produktifitas
Primer
Menggunakan Penginderaan Jauh. Thesis Program
Studi Magister Managemen Sumberdaya Pantai
Universitas Diponegoro. Semarang.
Kustiyo, Dewanti, R., & Lolitasari, I. (2014).
Pengembangan Metode Koreksi Radiometrik Citra
SPOT 4 Multi-Spektral dan Multi-Temporal untuk
Mosaik Citra. Seminar Nasional Penginderaan
Jauh, 79–87.
Lillesand, T., Kiefer, R.W., Chipman, J. 2007. Remote
Sensing and Image Interpretation. John Wiley &
Sons, Inc, U.S.A., 6 th ed., 804 p. ISBN: 9780470052457.
Prasasti, I. 2005. Sensivitas Beberapa Algoritma dan
Kanal-Kanal Data Modis Untuk Deteksi Sebaran
Klorofil. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV,
14 – 15 September 2005. Surabaya.
Presetiahadi. K, 1994. Kondisi Oseonografi Perairan
Selat Makassar Pada Juli 1992 (Musim Timur).
Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Raymont, J.E.G. 1961. Plankton and Produktivity in The
Ocean, 2nd Edition,Vol 1 Phyro. Pergamon Press,
Oxford. England
Septiawan, A.W. 2006. Pemetaan Persebaran Klorofil di
Wilayah Perairan Selat Bali Menggunakan
Teknologi Penginderaan Jauh. Skripsi Teknik
Geodesi Institut Teknologi Surabaya. Surabaya.
Download