Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan) PENENTUAN ZONA POTENSI PENANGKAPAN IKAN BERDASARKAN SEBARAN KLOROFIL-A (Determination of Potential Fishing Zone Based on Distribution of Chlorophyll-A) Agung Syetiawan Badan Informasi Geospasial Jl. Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong 16911, Indonesia E-mail: [email protected] Diterima (received): 31 Juli 2015.; Direvisi (revised): 20 September 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 15 Oktober 2015 ABSTRAK Potensi perikanan di Provinsi Lampung cukup berlimpah dengan luas perairan laut (12 mil) 24.820 km 2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir 16.625,3 km 2. Namun, potensi perikanan yang cukup besar itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik. Kandungan klorofil-a di perairan dapat dijadikan sebagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan lokasi zona penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a. Penentuan sebaran klorofil-a untuk penentuan zona potensi penangkapan ikan menggunakan data penginderaan jauh citra SPOT-4 dengan daerah kajian penelitian di perairan laut Provinsi Lampung. Pemilihan kanal citra yang sesuai untuk mengembangkan model algoritma dilakukan dengan cara meregresikan data digital dari kanal tunggal yang potensial, kemudian menduga konsentrasi klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari parameter kualitas air tersebut. Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah dilakukan, daerah Lampung memiliki jenis klorofil-a dengan klasifikasi konsentrasi tinggi dan sangat tinggi. Untuk konsentrasi tinggi memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar 30.313,04 Ha. Secara keseluruhan, sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Lokasi perairan dengan kandungan klorofil-a tinggi dapat diindikasikan di perairan tersebut kaya dengan ikan. Plankton yang mengandung klorofil-a tersebut merupakan indikator ketersediaan pangan bagi ikan di laut. Kata kunci: zona potensi penangkapan ikan, klorofil-a, penginderaan jauh ABSTRACT Potential fisheries in the province of Lampung is quite abundant with sea area (12 miles) 24.820 km2 (41,2% of the total area) including 16.625,3 km2 area of coastal waters. However, the fisheries potential is large enough can not provide a great benefit to the community, especially fishermen because it is not managed properly. The content of chlorophyll-a in the water can be used as a measure of the amount of phytoplankton in certain waters and can be used as a guide marine productivity. This study was conducted to determine the location of fishing zones based on distribution of chlorophyll-a. Determining the distribution of chlorophyll-a for the determination of potential fishing zones using remote sensing imagery SPOT-4 with the area of research studies on marine waters Lampung Province. The selection of the appropriate channels to develop the image of a model algorithm was done by regressing digital data of a single channel potential, suspected chlorophyll concentration in situ measurement results of the water quality parameters. Based on the results of the classification has been done the area of Lampung have a kind of chlorophyll-A with the classification of high and very high concentrations. For high concentration has an area of 48.897 hectares while the very high concentration has an area of 30.313,04 hectares. Overall, the distribution of chlorophyll-A in the waters of Lampung higher concentrations in coastal waters, as well as low in offshore waters. Location waters with a high content of chlorophyll-a may be indicated in these waters rich with fish. Plankton containing chlorophyll-a is an indicator of the availability of food for the fish in the sea Keywords: potential fishing zones, chlorophyll-a, remote sensing PENDAHULUAN Provinsi Lampung merupakan provinsi dengan jumlah penduduk sekitar 7,972 juta penduduk (BPS, 2014) dan memiliki luas perairan laut sekitar (12 mil) 24.820 km2 (41,2% dari total luas keseluruhan) termasuk didalamnya luas perairan pesisir sebesar 16.625,3 km2. Posisi perairan Lampung yang strategis karena sebagian besar terletak di Selat Sunda membuat kawasan tersebut kaya akan keanekaragaman hayati laut. Berdasarkan pada data statistik tahun 2012, potensi ikan di perairan barat sebesar 85.379 ton per tahun untuk areal penangkapan sejauh 30 mil, sedangkan untuk areal sampai dengan ZEE sebesar 97.845 ton per tahun. Potensi ikan tangkap di pantai barat Lampung sebesar 182.864 ton per tahun, sedangkan potensi ikan tangkap di Selat Sunda sebesar 97.752 ton per tahun dengan didominasi dengan jenis ikan karang (Agustina, 2015). Fakta ini membuktikan bahwa perairan 131 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136 Lampung kaya dengan hasil perikanan dan ikan merupakan salah satu sumber mata pencarian utama bagi masyarakat di Provinsi Lampung. Namun, potensi perikanan yang cukup tinggi itu belum dapat memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat khususnya nelayan karena belum terkelola dengan baik. Pengetahuan nelayan mengenai lokasi potensial penangkapan ikan sangat kurang sehingga membuat penangkapan ikan cenderung kurang optimal dan bahkan boros waktu dan bahan bakar. Kebanyakan nelayan masih menggunakan cara tradisional untuk mencari ikan. Nelayan hanya mengandalkan pengalaman dan kebiasaan dalam menangkap ikan tanpa didukung dengan data-data teliti mengenai lokasi yang ideal untuk penangkapan ikan. Padahal sebenarnya teknologi penginderaan jauh bisa dimanfaatkan oleh para penangkap ikan untuk lebih mengoptimalkan penangkapannya. Hal ini disebabkan data penginderaan jauh memberikan informasi tentang objek dan fenomena yang terjadi melalui analisis data satelit mencakup wilayah yang luas, kontinu dan akurat tanpa diperlukan kontak langsung dengan objek atau fenomena tersebut (Lillesand et al., 2007) SPOT atau sering disebut Systeme Pour I.Observation de la Terre adalah merupakan satelit penginderaan jauh milik konsorsium pemerintah Prancis, Swedia dan Belgia. Generasi SPOT salah satunya adalah versi SPOT-4 yang menggunakan gelombang inframerah pendek (sort wave infrared/swir) yang mempunyai kemampuan untuk membedakan penutupan lahan terutama vegetasi hutan secara lebih jelas. SPOT4 dapat meliput areal seluas 60 x 60 km dan memungkinkan memperoleh citra 3 dimensi (Mulyono dalam Herawati, 2008). Karakteristik citra SPOT-4 yang membawa dua sensor HRVIR (High Resolution Visible and Infra Red) ini mampu digunakan untuk menentukan kandungan klorofila di perairan. SPOT-4 sendiri memiliki resolusi spasial 10 m untuk citra pankromatiknya sedangkan 20 m untuk citra multi spektralnya. Band 1 dengan tampilan warna merah menggambarkan klorofil-a, band 2 dengan tampilan warna hijau menggambarkan produktifitas primer, sementara band 3 dengan tampilan warna biru untuk menggambarkan padatan tersuspensi (Hartoko, 2004). Salah satu parameter yang sangat berpengaruh terhadap keberadaan ikan di suatu perairan adalah ada tidaknya sumber makanan yang dibutuhkan. Sumber makanan ikan terkonsentrasi di wilayah perairan yang subur. Daerah perairan yang subur memiliki kandungan nutrien yang tinggi, seperti orthoposphat, nitrat, nitrit dan unsur hara lainnya. Daerah ini biasanya diindikasikan dengan kelimpahan fitoplankton yang tinggi dan konsentrasi klorofil-a yang tinggi 132 pula (Cahyono, 2010). Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a sangat terkait dengan kondisi oseanografis suatu perairan. Kandungan klorofil-a dapat digunakan sebagai ukuran banyaknya fitoplaknton pada suatu perairan tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan (Fausan, 2011) Penelitian yang sama sudah pernah dilakukan oleh prasasti pada tahun 2005 untuk mengetahui sensivitas beberapa algoritma dan kanal-kanal menggunakan data citra MODIS untuk mendeteksi sebaran klorofil. Pada penelitian kali ini yang membedakan dengan penelitian yang sudah dilakukan oleh prasasti adalah digunakannya data citra SPOT-4 dalam proses deteksi sebaran klorofil di perairan Provinsi Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah membantu para nelayan untuk bisa menentukan daerah potensial penangkapan ikan berdasarkan sebaran klorofil-a di perairan. Kandungan klorofil yang tinggi di suatu perairan dapat dianggap daerah tersebut kaya sumber makanan ikan sehingga bisa diasumsikan lokasi tersebut potensial untuk dilakukan penangkapan ikan. Para penangkap ikan akan lebih efektif waktu dan efisien bahan bakar apabila mereka sudah mengetahui lokasi penangkapan ikan yang potensial terlebih dahulu. METODE Penentuan sebaran kandungan klorofil-a dilakukan di sekitar perairan Provinsi Lampung. Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan pengumpulan data. Data yang digunakan untuk menentukan kandungan klorofil-a adalah data citra SPOT-4 Multispektral pada tanggal 16 Juni tahun 2012. Data SPOT-4 diperoleh dari LAPAN sementara pengolahan data citra menggunakan perangkat lunak ER-Mapper 6.4 dan Arc GIS 9.3. Tahap awal pengolahan data citra adalah melakukan proses koreksi geometrik dan radiometrik terhadap citra SPOT-4, kemudian citra yang sudah registered akan dilakukan proses masking area untuk memisahkan antara daratan dengan lautan. Tahapan selanjutnya adalah proses penentuan konsentrasi klorofil di perairan Lampung, kemudian hasil dari proses ini konsentrasi klorofil akan diklasifikasikan berdasarkan tingkatan kandungannya. Urutan proses pengolahan data dapat dilihat pada Gambar 1. Pada tahapan koreksi geometrik ini menggunakan citra referensi yang sudah diorthorektifikasikan sebelumnya. Titik-titik kontrol tanah dipilih berdasarkan citra yang sudah dikoreksi sebelumnya. Titik tersebut berjumlah 20 titik dan menyebar di sepanjang pantai Lampung. Tahapan selanjutnya adalah melakukan koreksi Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan) radiometrik berdasarkan metadata citra SPOT-4. Koreksi radiometrik adalah kesalahan yang berkaitan dengan respon/tanggapan sensor akibat adanya hamburan partikel di atmosfer dan posisi matahari ataupun kerusakan detektor. Mulai Persiapan Data citra SPOT-4 Koreksi Geometrik Base Map Koreksi Radiometrik metadata Citra registered Masking Area Penentuan klorofil-a Klasifikasi Kesimpulan Peta persebaran klorofil-a Selesai Gambar 1. Diagram Alir Proses Pengolahan Data Citra. Koreksi radiometrik dilakukan untuk memperbaiki kualitas visual dan sekaligus memperbaiki nilai pixel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral objek yang sebenarnya. Lλ = DN/(Gλ*Aλ) + Bλ ...................................... (1) ρp = ((π*Lλ*d2)/(ESUNλ*COS(θS)) .................. (2) keterangan : Lλ = radiansi spektral sensor (W/m2/sr/μm) G = gain A = koreksi absolut DN = digital number B = bias d2 = kuadrat jarak bumi-matahari θS = sudut zenith ρp = reflektan ESUNλ = Irradiance Citra satelit pada umumnya mengandung nilai Digital Number (DN) asli yang belum diproses berdasarkan nilai spektral radian sesungguhnya. Efek ini akan berdampak pada hasil informasi yang kurang akurat. Hal ini, disebabkan oleh perbedaan nilai sudut perekaman, lokasi matahari, kondisi cuaca dan faktor pengaruh lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi radiometrik untuk memperbaiki nilai piksel dengan cara mengkonversi nilai DN menjadi nilai unit spektral reflektan (Kustiyo, Dewanti, & Lolitasari, 2014) Proses Masking area digunakan untuk memisahkan antara daratan dan lautan, dimana dalam penelitian ini hanya bagian lautanlah yang digunakan. Proses masking area dilakukan dengan mengalikan nilai spektral yang terdapat dalam citra asli dengan citra yang mempunyai nilai spektral 1 untuk perairan dan null untuk daratan. Citra yang memiliki nilai null dan 1 diproses sebelumnya dengan menggunakan persamaan sebagai berikut: If i1/i2 <= 0.5 then 1 else null ............... (3) Dimana i1 adalah band 3 dan i2 adalah band 1 pada citra SPOT. Hal ini dikarenakan band-band tersebutlah yang sesuai untuk mengekstraksi perairan pada citra SPOT-4. Persamaan tersebut memiliki arti bahwa dalam citra SPOT yang memiliki nilai spektral <=0,5 akan dirubah nilainya menjadi 1 dan yang lainnya akan berubah nilai menjadi null. Sementara nilai spektral air adalah <=0,5 sehingga akan terlihat jelas perbedaan antara daratan dengan lautan. Untuk membuat model algoritma, terlebih dahulu harus diketahui kanal yang sensitif dan kanal yang tidak sensitif terhadap parameter yang akan diamati. Menurut Ekstrand (dalam Prasasti, 2005) pemilihan kanal yang sesuai untuk mengembangkan model algoritma dilakukan dengan cara meregresikan data digital dari kanal tunggal yang potensial menduga konsentrasi klorofil dengan hasil pengukuran insitu dari parameter kualitas air tersebut. Kanal-kanal terpilih paling sensitif dan kurang sensitif selanjutnya dirasiokan untuk menghasilkan data dengan korelasi tertinggi dengan nilai pengukuran langsung di lapangan. Pada sensor SPOT, kanalkanal yang dirasiokan biasanya adalah kanal 2 dan kanal 3. Bentuk rasio terbaik yang diperoleh kemudian dikembangkan menjadi model algoritma penduga konsentrasi klorofil-a (Prasasti, 2005). Penentuan konsentrasi klorofil-a menggunakan algoritma dan persamaan sebagai berikut: (Herawati, 2008) 133 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136 C = 2,41 (b3 / b2) + 0,187 ............................. (4) Keterangan : C = jumlah konsentrasi klorofil-a (μg/L) b3 = nilai digital band 3 citra SPOT-4 b2 = nilai digital band 2 citra SPOT-4 akan diolah. Hasil masking area dapat dilihat seperti pada Gambar 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil proses koreksi geometrik menghasilkan citra terkoreksi dengan nilai Root Mean Square (RMS) kurang dari 1 m, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Hasil ini lumayan bagus mengingat nilai RMS masih dibawah dari resolusi spasial citra SPOT-4. Gambar 3. Hasil Masking Area. Menurut Septiawan (2006) pembagian kelas klasifikasi klorofil adalah: rendah yaitu 0,01 – 0,50 mg/l3; sedang: 0,501 – 1,00 mg/l3; tinggi berkisar 1,01 – 1,50 mg/l3; sangat tinggi yaitu 1,501 – 1,80 mg/l3. Proses klasifikasi menghasilkan sebaran klorofil-a dengan area seperti bisa dilihat pada tabel 1. Tabel (a) (b) Gambar 2. Koreksi Geometrik: (a) Nilai RMS Hasil; (b) Lokasi titik GCP. Proses masking area akan menghasilkan daerah perairan yang sudah dipisahkan dengan daratan. Daratan akan bernilai null sehingga pada proses selanjutnya untuk penentuan nilai konsentrasi klorofil-a hanya perairan saja yang 134 1. No Kandungan Lampung. Kelas Klorofil Perairan kandungan klorofil (mg/l3) Provinsi Area (Ha) 1 tinggi 1,010 – 1,500 48.897,00 2 sangat tinggi 1,501 – 1,800 30.313,04 Berdasarkan hasil klasifikasi yang telah dilakukan untuk daerah perairan Lampung memiliki jenis klorofil-a dengan konsentrasi tinggi dan sangat tinggi. Untuk konsentrasi tinggi memiliki luas area sebesar 48.897 Ha sementara konsentrasi sangat tinggi memiliki luas sebesar 30.313,04 Ha. Total area yang memiliki kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung berjumlah 79.210,04 hektar. Pada Gambar 4 dapat dilihat warna merah menunjukkan konsentrasi klorofil sangat tinggi sementara warna biru menunjukkan konsentrasi dengan klasifikasi tinggi. Berdasarkan peta sebaran klorofil tersebut dapat dilihat bahwa klorofil dengan klasifikasi sangat tinggi berada pada perairan pantai dan pesisir. Warna merah pada Gambar 4 mengelilingi daratan perairan Lampung mengindikasikan bahwa kandungan klorofil tinggi di daerah perairan pantai dan sekitar pesisir pantai. Penentuan Zona Potensi Penangkapan Ikan Berdasarkan Sebaran Klorofil-A ....................................................................... (Syetiawan) Gambar 4. Sebaran Kandungan Klorofil di Perairan Lampung. KESIMPULAN Perairan Lampung memiliki konsentrasi klorofil dengan tingkatan klasifikasi tinggi dan sangat tinggi. Total area yang memiliki kandungan klorofil-a di perairan Provinsi Lampung berjumlah 79.210,04 hektar. Secara keseluruhan, sebaran klorofil-a di perairan Lampung lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Klorofil-a merupakan salah satu pigmen yang terkandung dalam fitoplankton dan merupakan bagian yang terpenting dalam proses fotosintesis. Klorofil-a sebagian besar dikandung oleh sebagian besar dari jenis fitoplankton yang hidup di dalam laut (Carolita et al., 1999). Lokasi perairan dengan kandungan klorofil-a tinggi dapat diindikasikan di perairan tersebut kaya dengan ikan karena di lokasi tersebut kaya akan makanan. Sebaran klorofil-a lebih tinggi konsentrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta rendah di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah besar melalui run-off dari daratan melalui limpasan air sungai dan cenderung rendah di perairan lepas pantai karena tidak adanya suplai nutrien dari daratan secara langsung (Fausan, 2011). Namun pada daerah-daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai konsentrasi klorofila dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air, dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan permukaan (Presetiahadi, 1994). Penelitian ini perlu ditambahkan data suhu permukaan laut untuk menentuan lokasi penangkapan ikan yang lebih akurat. Data tersebut menjadi penting karena ikan tidak tersebar hanya pada lokasi yang memiliki tingkat nutrien makanan tinggi (ditunjukkan dengan kandungan klorofil-a tinggi) akan tetapi pada suhu tertentu yang memungkinkan ikan dapat hidup dan berkembang biak disana. Suhu merupakan satu faktor yang sangat berperan dalam kehidupan dan pertumbuhan organisme. Menurut Raymont (1961), secara umum kisaran suhu yang optimal bagi perkembangan plankton di daerah tropis adalah 25ºC–32ºC. Plankton hidup pada kisaran suhu yang luas disebut eurythermal, sedangkan yang hidup pada kisaran suhu yang sempit disebut stenothermal. Selain faktor suhu penelitian untuk menentukan zona penangkapan ikan ideal tidak hanya dilakukan secara spasial akan tetapi harus menggunakan data temporal yang lebih banyak, sehingga didapatkan daerah pergerakan ikan atau tempat berkumpul ikan secara time series. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Saudara Dicky Hermawan yang telah 135 Jurnal Ilmiah Geomatika Volume 21 No. 2 Desember 2015: 131 - 136 berkenan membimbing serta memberikan data dalam rangka untuk menyelesaikan penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Agustina, S. 30 Juni 2015. Prospek Lampung Menjadi Lumbung Perikanan. (www.lampost.co/berita/prospek-lampungmenjadi-lumbung-perikanan, diakses 18 Oktober 2015). BPS (Badan Pusat Statistik). 2014. Jumlah Penduduk dan Luas Perairan Provinsi Lampung: Jakarta. Cahyono, B. 2010. Proses Pengolahan Data Citra Modis untuk Menduga Konsentrasi Klorofil-a Sebagai Indikator Tingkat Kesuburan di Perairan Utara Papua. Laporan Praktek Kerja Lapangan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang. Carolita, I., B. Hasyim, D. Dirgahayu, S. Irwan, H. Noviar, I.W. Bagja dan Y. Noulita. 1999. Analisis Kualitas Air di Sekitar perairan Surabaya Menggunakan Data Landsat-TM. Majalah Lapan Edisi Penginderaan Jauh, 01(01) : 10-19. Fausan. 2011. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis di perairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. Skripsi Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar. Hartoko, A. 2004. Development of Digital Multilayer Ecological Model For Padang Coastal Water (West Sumatra). Coastal Development. Universitas Diponegoro. Semarang. 129 – 136 hlm. 136 Herawati, V.E. 2008. Analisis Kesesuaian Perairan Segara Anakan Kabupaten Cilacap Sebagai Lahan Budidaya Kerang Totok (Polymesoda Erosa) Ditinjau Dari Aspek Produktifitas Primer Menggunakan Penginderaan Jauh. Thesis Program Studi Magister Managemen Sumberdaya Pantai Universitas Diponegoro. Semarang. Kustiyo, Dewanti, R., & Lolitasari, I. (2014). Pengembangan Metode Koreksi Radiometrik Citra SPOT 4 Multi-Spektral dan Multi-Temporal untuk Mosaik Citra. Seminar Nasional Penginderaan Jauh, 79–87. Lillesand, T., Kiefer, R.W., Chipman, J. 2007. Remote Sensing and Image Interpretation. John Wiley & Sons, Inc, U.S.A., 6 th ed., 804 p. ISBN: 9780470052457. Prasasti, I. 2005. Sensivitas Beberapa Algoritma dan Kanal-Kanal Data Modis Untuk Deteksi Sebaran Klorofil. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV, 14 – 15 September 2005. Surabaya. Presetiahadi. K, 1994. Kondisi Oseonografi Perairan Selat Makassar Pada Juli 1992 (Musim Timur). Skripsi Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Raymont, J.E.G. 1961. Plankton and Produktivity in The Ocean, 2nd Edition,Vol 1 Phyro. Pergamon Press, Oxford. England Septiawan, A.W. 2006. Pemetaan Persebaran Klorofil di Wilayah Perairan Selat Bali Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh. Skripsi Teknik Geodesi Institut Teknologi Surabaya. Surabaya.