OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI, LAND RENT, DAN KECUKUPAN BERAS DI WILAYAH SUBANG, JAWA BARAT RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Rizqi I’anatus Sholihah NIM A14090099 ABSTRAK RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh DYAH RETNO PANUJU dan ENNI DWI WAHJUNIE. Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan akan lahan untuk area produksi pangan, permukiman, dan fasilitas umum. Sementara itu, ketersediaan lahan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia relatif tetap dan terbatas, sehingga mendorong terjadinya penggunaan lahan yang tidak sesuai daya dukungnya. Ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya dukungnya memberikan dampak buruk secara fisik dan ekonomi. Guna menghindari hal tersebut diperlukan pemilihan pola tanam yang optimal pada lahan pertanian untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Model optimasi linear goals programming (LGP) dipilih untuk menyusun alternatif pengelolaan sumberdaya lahan. Wilayah penelitian mencakup empat kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Perumusan model optimasi pola tanam pada lahan pertanian di wilayah ini disusun untuk mencapai tiga sasaran, yaitu (1) erosi ditekan seminimal mungkin sehingga dapat menjaga kelestarian lahan, (2) memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani, dan (3) memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian. Hasil akhir penyusunan model optimasi ini adalah pola tanam optimal untuk setiap satuan lahan yang memenuhi tiga sasaran skenario. Pada penelitian ini disusun 12 skenario dengan sasaran berbeda. Hasil optimasi menunjukkan bahwa skenario VI dan XII memenuhi target yang diharapkan dibandingkan skenario lainnya. Kedua skenario ini menghasilkan pola tanam optimal dengan nilai erosi paling rendah sebesar 85.528,10 ton/tahun, memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani sebesar Rp 525.890.970.000,dan mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian sebesar 46.598 ton GKP untuk skenario VI serta 181.730 ton GKP untuk skenario XII. Berdasarkan hasil analisis decision tree, pola sebaran spasial lahan optimal dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani. Kata kunci: erosi, kecukupan beras, land rent, linear goals programming, optimasi, pola tanam ABSTRACT RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimization of Cropping Pattern on Farmland by Considering the Erosion Potential, Land Rent, and Rice Sufficiency in Subang Region, West Java. Supervised by DYAH RETNO PANUJU AND ENNI DWI WAHJUNIE. Increasing population causes escalation in demand of land for food production, settlements, and public facilities. Meanwhile, land availability is fixed and limited which encourage utilizing marginal or unsuitable land. Land utilization for food production which not comply its capability would have negative effect both physically and economically. To avoid those effects, optimal cropping pattern should be determine to support sustainable agricultural development. This research aims to determine optimal land for food production areas by considering the potential erosion, land rent, and rice sufficiency. Linear goals programming is employed to devise the optimal choice of land use pattern. The study area includes four sub-districts in Subang, West Java namely Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, and Patokbeusi. Optimum cultivation pattern on the agricultural land was organized to achieve three targets including (1) to minimized erosion for land preservation, (2) to provide the highest economic benefits for farmers, and (3) to meet rice sufficiency of study area. This study designed twelve scenarios with different targets combination. It is showed that scenario VI and XII is the best combination comply the expected targets. Both scenarios produce optimal cropping patterns with the lowest erosion values of 85.528,10 tons/year, generate the highest economic benefit for farmers at Rp 525.890.970.000,- and yield 46.598 tons rice for scenario VI and 181.730 tons rice for scenario XII. Decision tree analysis shows that the economic benefits strongly affected spatial distribution pattern of optimum land utilization. Keywords: cropping pattern, erosion, land rent, linear goals programming, rice sufficiency OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI, LAND RENT, DAN KECUKUPAN BERAS DI WILAYAH SUBANG, JAWA BARAT RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014 Judul Skripsi : Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat Nama : Rizqi I’anatus Sholihah NIM : A14090099 Disetujui oleh Dyah Retno Panuju, SP MSi Pembimbing I Dr Enni Dwi Wahjunie, MSi Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Baba Barus, MSc Ketua Departemen Tanggal Lulus: PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul penelitian ini adalah Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat. Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Dyah Retno Panuju, MSi dan Dr Enni Dwi Wahjunie selaku pembimbing atas segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, dan keikhlasan yang telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini. 2. Bambang H. Trisasongko, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan motivasi, saran, dan masukannya. 3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kusaeri dan Ibu Susrida, adik tercinta Muflihatul Maghfiroh Islami serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang. 4. Instansi-instansi di Kabupaten Subang, diantaranya Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan (BP4KKP), Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan, Dinas Tata Ruang, Pemukiman, dan Kebersihan serta beberapa instansi lainnya yaitu Badan Pengelolaa Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum Ciliwung, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan. 5. Penyuluh pertanian, kelompok tani, petani, masyarakat Kecamatan Kalijati, Cipeundeuy, Pabuaran, dan Patokbeusi dan seluruh pihak yang terlibat dalam penelitian ini atas kebersamaannya selama di lapangan, kerjasama, motivasi, dan keterbukaannya dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya. 7. Seluruh Sahabat Soil Science ’46 terutama Sulistiyanti, Permadi, Annisa Tiara, Swaesti, Indah, Eka, Aisyah, dan Prapti yang telah memberikan doa, semangat, kebersamaan, dan kasih sayang selama ini. 8. Sahabat seperjuangan Lab. Bangwil (Teguh, Karina, Wida, Novia, Wilona, Rani ), Bangwilers senior khususnya Kak Etika, Bang Suefi, dan Kak Tutuk, serta angkatan 47 khususnya Bangwilers 47, Emi, dan Ardiya atas doa, motivasi, kebersamaan, dan kasih sayangnya. 9. Sahabat Bunda Lestari (Ayuk, Titin, Enik, Indri, Tyas, Yesika, Okta) dan Blobo’ers atas semangat dan kebersamaannya. 10. Keluarga Bojester (Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor/IMJB) terutama teman-teman seperjuangan angkatan 46 atas kebersamaan kalian selama ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan pembaca. Bogor, Juni 2014 Rizqi Ianatus Sholihah DAFTAR ISI DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR xii DAFTAR LAMPIRAN xii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan 2 Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam Pengelolaan Lahan 4 Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP) 4 Metode Pohon Keputusan (Decision Tree) 6 METODE PENELITIAN 8 Lokasi dan Waktu Penelitian 8 Jenis Data dan Sumber Data 8 Prosedur Analisis Data 9 HASIL DAN PEMBAHASAN 25 Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang 25 Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten Subang 27 Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang 26 Satuan Lahan (Land Unit) 26 Erosi Lahan 38 Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent) 39 Kecukupan Beras Wilayah 41 Penggunaan Lahan Optimal 40 SIMPULAN DAN SARAN 44 Simpulan 44 Saran 45 DAFTAR PUSTAKA 46 LAMPIRAN 49 RIWAYAT HIDUP 54 DAFTAR TABEL 1 2 3 4 Jenis data sekunder yang digunakan Data spasial yang digunakan Tujuan penelitian, teknik analisis, dan output yang diharapkan Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan 5 Skenario-skenario dalam LGP 6 Satuan lahan di Kabupaten Subang 7 Luas satuan lahan yang dipilih dalam penelitian 8 Prediksi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan 9 Land rent tertinggi dari pola tanam di wilayah penelitian 10 Kebutuhan konsumsi beras penduduk 11 Prediksi kecukupan pangan tahun 2015 dan 2020 12 Perbandingan skenario berdasarkan tiga kombinasi kriteria 9 9 10 15 24 31 34 38 40 41 40 43 DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Lokasi penelitian Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini (Existing Land Use) Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam Bagan alir analisis kemampuan lahan Bagan alir pendugaan erosi Sebaran titik contoh responden Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a) Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur 10 Kemampuan lahan Kabupaten Subang dan lokasi cek lapang 11 Satuan lahan Kabupaten Subang 12 Sebaran spasial satuan lahan dan titik responden 13 Penggunaan lahan optimal a) skenario I,IV,VII, dan X b) skenario II,V,VIII, dan XI c) skenario III,VI,IX dan XII 14 Decision tree hasil optimasi dengan model LGP 8 11 12 16 17 20 22 26 25 26 26 37 38 44 DAFTAR LAMPIRAN 1 Contoh data analisis komoditas unggulan pada padi sawah 47 2 Hasil penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Subang 46 3 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan 47 4 Klasifikasi kelas nilai struktur tanah dan permeabilitas penentuan nilai K (kepekaan erosi) 48 5 Nilai faktor C dari berbagai tanaman dan pengelolaannya atau tipe penggunaan lahan 49 6 Nilai faktor penggunaan teknik konservasi tanah (P) 51 7 8 9 10 Perumusan model optimasi dengan software GAMS 22.2 Pola tanam eksisting di lokasi cek lapang Nilai land rent pola tanam eksisting Penggunaan lahan optimal pada berbagai pola tanam hasil optimasi dengan model LGP 52 54 55 56 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Seiring perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pertumbuhan penduduk, kebutuhan akan lahan untuk mendukung peningkatan berbagai aktivitas juga semakin tinggi. Berbagai dampak negatif mulai dirasakan diantaranya meningkatnya ketidakteraturan tata kota, kerusakan lingkungan, meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi, semakin berkurangnya lahan pertanian dan hutan. Kondisi tersebut diperburuk dengan masih minimnya kesadaran masyarakat terutama terkait kerusakan lingkungan seperti degradasi lahan (Zielinska et al. 2008). Upaya pengelolaan lahan dibutuhkan untuk menjaga eksistensi pemanfaatan lahan sesuai peruntukan penggunaan lahan. Partisipasi dan dukungan masyarakat setempat diperlukan untuk menjaga eksistensi lahan pertanian sehingga produktivitas lahan pertanian terpelihara (Pahlawan dan Worosuprojo 2013). Pemanfaatan lahan yang intensif umumnya dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan usahatani, namun dalam jangka panjang berakibat menurunkan daya dukung lahan untuk pertanian. Menurut Simbolon (2012), lahan pertanian yang diusahakan secara intensif dalam waktu yang relatif lama akan mengalami kerusakan lahan baik secara fisik, kimia maupun biologi yang berdampak pada penurunan produktivitas tanah sehingga berpengaruh terhadap penerimaan usahatani. Oleh karena itu, diperlukan rencana pemanfaatan lahan yang mampu menjamin kelestarian sumberdaya alam dan meningkatkan penerimaan usahatani. Penelitian tentang perencanaan pengelolaan lahan pertanian, yang mampu menyeimbangkan antara kelestarian lahan dengan kebutuhan sosial ekonomi masyarakat khususnya petani, dibutuhkan untuk mengetahui pola optimal tersebut. Untuk mendapatkan model perencanaan pengelolaan lahan pertanian yang berkelanjutan diperlukan metode yang mampu memilih kombinasi pemanfaatan yang menghasilkan target yang diharapkan. Metode linear goals programming (LGP) merupakan alternatif teknik untuk mencapai target pemilihan pemanfaatan dengan prinsip persamaan linier (McAllister et al. 2000). Kastaman et al. (2007) menyatakan bahwa metode LGP membantu penyusunan perencanaan usahatani yang baik untuk menjamin penerimaan optimum bagi petani pada kondisi sumberdaya lahan yang semakin terbatas. Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang (2013) menyatakan bahwa luas wilayah Kabupaten Subang mencakup 205.176 ha yang secara garis besar dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan kering, dengan rincian lahan sawah seluas 84.928 ha (41,39%) dan lahan kering seluas 120.247 ha atau sekitar 58,61% dari luas kabupaten. Selanjutnya hasil inventarisasi lahan menunjukkan luas lahan kritis meningkat dari 7.785 ha pada tahun 2011 menjadi 9.581 ha pada tahun 2012. Kondisi ini terjadi diantaranya karena intensifnya pemanfaatan lahan dalam waktu yang relatif lama sehingga merusak karakteristik tanah sebagaimana disampaikan oleh Simbolon (2012). 2 Kajian terkait pengelolaan lahan berkelanjutan di Indonesia dilakukan oleh berbagai peneliti dengan beberapa metode pendekatan. Namun demikian, penelitian terkait optimasi beragam pola tanam pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan (aspek ekologi, ekonomi, dan sosial) masih relatif terbatas. Kajian Fahriyah (2013) dan Katharina (2007) menekankan adopsi ekologi dengan menerapkan konservasi dalam berusahatani satu komoditas sayuran tanpa menentukan pilihan pola tanam optimum pada jangka waktu tertentu. Penelitian lain yang dilakukan Kastaman (2007) menggunakan metode optimasi LGP dengan tujuan tunggal yaitu keuntungan. Mengingat preferensi masyarakat dan kualitas sumberdaya lahan yang beragam, dibutuhkan kajian terkait optimasi dengan tujuan berganda. Namun demikian, kajian optimasi dengan tujuan berganda tersebut cenderung relatif terbatas. Dengan mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan, penelitian ini di dimaksudkan untuk menjadi satu kajian alternatif optimasi tujuan berganda di wilayah Subang dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, dan kondisi sosial masyarakat. Aspek ekologi yang dijadikan pertimbangan dalam penelitian ini adalah potensi erosi yang mungkin terjadi di wilayah penelitian, mengingat bentang lahan pertanian di Subang bertopografi datar di bagian utara hingga berbukit di bagian selatan (Bappeda Kabupaten Subang 2012). Selanjutnya land rent yang merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani per satuan luas (Rustiadi et al. 2011) menjadi salah satu variabel pewakil manfaat ekonomi dalam sistem usahatani. Di samping itu, kecukupan beras wilayah juga menjadi pertimbangan dalam optimasi mengingat Subang merupakan salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai salah satu produsen beras di Jawa Barat (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang 2012). Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengkaji penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini, (2) menganalisis komoditas unggulan dan mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang, (3) mengevaluasi erosi lahan, menganalisis land rent pada berbagai pola tanam, dan kecukupan beras wilayah, serta (4) menentukan lahan optimal pola tanam optimum pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan potensi erosi, land rent, dan kecukupan beras wilayah. TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan Pemerintah telah menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan pembangunan, bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan sebagai modal pembangunan untuk mencapai kesejahteraan bangsa dalam waktu yang tidak terbatas. Namun pada kenyataannya, pembangunan kita kurang memperhatikan konsep tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sumberdaya alam dan bencana alam, seperti 3 penurunan produktivitas lahan, banjir saat musim penghujan, kekeringan saat kemarau, erosi, dan longsor. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahan (SDL). Oleh sebab itu untuk menyerasikan kedua aspek tersebut diperlukan pemikiran dan aplikasi-aplikasi konsep dasar konservasi SDL, dengan memanfaatkan SDL sesuai dengan kemampuannya serta mencegah kerusakan lahan, memperbaiki lahan yang rusak, dan memelihara serta meningkatkan produktivitas yang berkelanjutan (Haridjaja 2008). Tindakan konservasi tanah, pengelolaan, dan rehabilitasi lahan telah lama dirintis dan terus dikembangkan, mencakup aspek teknik-sipil, biologi, dan sosialekonomi. Namun demikian dalam penerapannya di lapangan seringkali usahausaha ini menghadapi berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut muncul karena adanya konflik antara kepentingan pelestarian sumberdaya lahan dengan kepentingan ekonomi. Kepentingan-kepentingan ini biasanya tidak saling menenggang, sehingga dalam upaya pengelolaan lahan diperlukan penyusunan prioritas kepentingan (Soemarno 2011). Indonesia sebagai daerah tropis mengalami erosi oleh air sebagai bentuk utama degradasi tanah. Praktek deforestasi dan alih fungsi lahan merupakan penyebab utama terjadinya erosi baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat. Di samping itu praktek usaha tani pada lahan pertanian yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya lahan yang akan berakibat semakin luasnya lahan kritis. Terbukti pada tahun 1990-an luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005 diperkirakan mencapai lebih dari 23,24 juta hektar. Sebagian besar lahan kritis berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan pemanfaatan sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini membawa dampak lahan semakin kritis dan kekeringan panjang terjadi di musim kemarau. Hal ini menandakan bahwa petani masih banyak yang belum mengindahkan praktek usaha tani konservasi. Kondisi lahan dengan keanekaragaman batuan, tanah, air, dan topografi mempunyai kualitas lahan yang berbeda untuk berbagai peruntukan. Untuk itu diperlukan kajian evaluasi lahan yang menghasilkan tingkatan kemampuan dan kesesuaian lahannya (Priyono 2010). Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan pembangunan telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan. Sektor pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya alam mengalami penurunan signifikan sehingga ketersediaan dan kualitas lahan yang tersedia semakin menurun. Berbagai kegagalan pembangunan tersebut menuntut perlunya mengubah orientasi pembangunan ke arah pembangunan pertanian berkelanjutan (Saptana dan Ashari 2007). Konteks pertanian berkelanjutan pada dasarnya adalah kemampuan untuk tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya (Sudalmi 2010). Salah satu upaya mewujudkan program pembangunan pertanian berkelanjutan adalah melakukan perencanaan pola tanam untuk mengatur produksi sehingga tepat jenis, volume, kualitas serta berkelanjutan (Saptana dan Ashari 2007). Perencanaan pola tanam tersebut dapat disusun melalui model optimasi dengan linear goals programming untuk menghasilkan konfigurasi lahan dengan pola tanam optimal di suatu wilayah. 4 Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam Pengelolaan Lahan Menurut Sutapa (2010) bahaya erosi bervariasi dan dapat diklasifikasikan menjadi sangat ringan sampai sangat berat. Wilayah dengan karakteristik lahan yang mudah terkena erosi perlu mendapatkan perhatian khusus agar erosi dapat dikendalikan. Upaya yang perlu ditempuh adalah melakukan konservasi lahan yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan guna mendukung pertumbuhan tanaman sehingga secara ekonomi mampu menambah pendapatan petani. Di samping itu juga untuk mengurangi dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi, dan banjir. Usaha mempertahankan keberadaan vegetasi penutup tanah merupakan cara yang dianggap paling efektif dan ekonomis untuk mencegah erosi dan meluasnya erosi permukaan. Usaha lain yang lebih penting dilakukan adalah melakukan pengelolaan vegetasi dengan baik. Hasil penelitian Maridi (2011) menunjukkan bahwa konservasi dengan pendekatan vegetatif di Sub DAS Keduang, Solo dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi, memperbaiki hara tanah serta memiliki nilai ekonomi. Pendekatan vegetatif ini mampu menurunkan sedimentasi dari Sub DAS Keduang. Rekomendasi tindakan konservasi di setiap pola harus bersifat kontinu dan dalam menentukan jenis tanaman untuk pengendalian erosi perlu diperhatikan pola pertanamannya dan jenis tanaman penutup lahannya (Idris et al. 2012). Penerapan usahatani konservasi mampu menghasilkan produktivitas lahan yang relatif lebih tinggi, sehingga kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi semakin besar (Fahriyah et al. 2013). Katharina (2007) menyatakan bahwa penerapan teknik konservasi pada lahan pertanian dalam jangka panjang tidak hanya meningkatkan usahatani, tetapi juga berdampak positif terhadap konservasi sumberdaya lahan sehingga dapat mendukung program pertanian berkelanjutan. Hal ini berdasarkan hasil analisis bahwa dalam jangka panjang, usahatani sayuran dengan sistem penanaman teras bangku dan searah kontur memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani dengan sistem penanaman searah lereng. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Wirosoedarmo dan Apriadi (2012) di Kabupaten Musi, Sumatera Selatan menunjukkan bahwa pola tanam padi-padi-palawija sesuai untuk diterapkan di lahan pertanian setempat dan memberikan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan pola tanam padi-bera yang sering diterapkan oleh masyarakat setempat. Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP) Prinsip utama dalam pemodelan optimasi adalah menentukan solusi terbaik yang optimal dari suatu tujuan yang dimodelkan melalui suatu fungsi objektif. Dalam hal ini, konsep dan prinsip ekonomis memegang peranan penting sebagai parameter/indikator keberhasilan. Solusi optimal yang dimaksud adalah solusi yang layak untuk diambil sebagai suatu keputusan dan dapat mengatasi semua 5 kendala yang muncul dalam pencapaian fungsi tujuan tersebut. Pada berbagai bidang, tingkat keuntungan yang maksimal atau tingkat kerugian yang minimal menjadi fungsi tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, secara alamiah proses optimisasi sangat familiar dengan kehidupan manusia secara umum (Sudradjat et al. 2009). Linear goals programming merupakan model dasar dalam optimasi. Selanjutnya, multiple goal programming adalah suatu pendekatan yang mampu mencari solusi yang kompromis dengan mengkombinasikan beberapa obyektif yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan target dan kendala yang dimiliki oleh suatu studi kasus. Model multiple goal programming mampu meminimumkan atau memaksimumkan suatu fungsi tujuan sehingga dapat meminimumkan deviasi di antara berbagai tujuan (Magrib 2011). Menurut Siswanto (2007), model goal prorgamming merupakan perluasan dari model pemrograman linier. Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel deviasional yang muncul pada fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala. Penentuan nilai variabel keputusan X dilakukan dengan meminimumkan fungsi linier variabel simpangan. Selanjutnya perumusan fungsi pencapaian dilakukan dengan menggabungkan setiap tujuan yang berbentuk minimasi variabel simpangan sesuai tujuan prioritas (Mulyono 2007). Goal programming sangat cocok digunakan untuk masalah multi tujuan karena melalui variabel deviasinya, pendekatan ini secara otomatis memberi informasi tentang pencapaian relatif tujuan-tujuan yang ada. Oleh karena itu solusi optimal yang diberikan dapat dibatasi pada solusi fisibel yang menggabungkan ukuran-ukuran performasi yang diinginkan (McAllister et al. 2000). Model umum LGP (tanpa faktor prioritas dalam strukturnya) adalah sebagai berikut (Nasendi dan Anwar 1985) : a. Fungsi tujuan : b. Fungsi kendala : Untuk k = 1,2……n (kendala) Untuk i= 1,2…….m (tujuan) Xj, di-, di+ ≥ 0 6 dimana : Z Xi di+ dan diWi+ dan WiAij Bi Gkj Ck = Nilai skalar kriteria pengambilan keputusan = Peubah keputusan atau kegiatan sub tujuan = Jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) dari target (bi) = Timbangan atau penalti (ordinal atau cardinal) yang diberikan terhadap unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan (+) dari target (bi) = Koefisien fungsi kendala tujuan, yaitu yang berhubungan dengan tujuan peubah pengambila keputusan (Xj) = Tujuan atau target yang ingin dicapai = Koefisien teknologi fungsi kendala biasa (fungsional) = Jumlah sumberdaya k yang tersedia Metode Pohon Keputusan (Decision Tree) Decision tree (pohon keputusan) adalah sebuah diagram alir yang mirip dengan struktur pohon, dimana setiap internal node menotasikan atribut yang diuji, setiap cabangnya mempresentasikan hasil dari atribut tes tersebut dan leaf node mempresentasikan kelas-kelas tertentu atau distribusi dari kelas-kelas (Han dan Kamber 2006). Sebuah pohon keputusan juga merupakan sebuah struktur yang dapat digunakan untuk membagi kumpulan data yang besar menjadi himpunanhimpunan record yang lebih kecil dengan menerapkan serangkaian aturan keputusan. Dengan masing- masing rangkaian pembagian, anggota himpunan hasil menjadi mirip satu dengan yang lain. Manfaat utama dari penggunaan pohon keputusan adalah kemampuannya untuk memecah proses pengambilan keputusan yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga pengambilan keputusan akan lebih menginterpretasikan solusi dari permasalahan. Pohon keputusan juga berguna untuk mengeksplorasi data, menemukan hubungan tersembunyi antara sejumlah calon variabel input dengan sebuah variabel target (Linoff dan Berry 2004). Metode ini merupakan salah satu metode yang ada pada teknik klasifikasi dalam data mining. Metode pohon keputusan mengubah fakta yang sangat besar menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Data dalam pohon keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record. Atribut menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai kriteria dalam pembentukan pohon (Meilani dan Slamat 2012). Data mining adalah proses menganalisis data dari perspektif yang berbeda dan menyimpulkannya menjadi informasi-informasi penting yang dapat dipakai untuk meningkatkan keuntungan, memperkecil biaya pengeluaran, atau bahkan keduanya. Secara teknis, data mining dapat disebut sebagai proses untuk menemukan korelasi atau pola dari ratusan atau ribuan field dari sebuah relasional database yang besar (Linoff dan Berry 2004). Tujuan penggunaan pohon keputusan ini adalah untuk memudahkan penggambaran situasi keputusan secara sistematik dan komprehensif (Suputra et al. 2008). Setelah sebuah pohon keputusan dibangun maka dapat digunakan untuk 7 mengklasifikasikan record yang belum ada kelasnya. Dimulai dari node root, menggunakan tes terhadap atribut dari record yang belum ada kelasnya tersebut. Selanjutnya mengikuti cabang yang sesuai dengan hasil dari tes tersebut, yang akan membawa kepada internal node (node yang memiliki satu cabang masuk dan dua atau lebih cabang yang keluar) dengan cara harus melakukan tes lagi terhadap atribut atau node daun. Record yang kelasnya tidak diketahui kemudian diberikan kelas yang sesuai dengan kelas yang ada pada node daun. Pada pohon keputusan setiap simpul daun menandai label kelas. Proses dalam pohon keputusan yaitu mengubah bentuk data (tabel) menjadi model pohon kemudian mengubah model pohon tersebut menjadi aturan atau rule (Jayanti et al. 2008). 8 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian 107°30'0"E 107°40'0"E 107°50'0"E 108°0'0"E 6°20'0"S 6°20'0"S LAUT JAWA 6°10'0"S Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang dengan lokasi penelitian di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Analisis data dilakukan di Studio Bagian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014. Lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 1. ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Legenda Lokasi Sampling Penelitian Kec.Cipeundey Kec.Kalijati Kec.Patokbeusi Jalan utama 6°30'0"S 6°30'0"S Kec.Pabuaran 6°40'0"S 6°40'0"S 0 55 110 ® 220 330 Km 440 Sumber Peta - BPDAS Citarum Ciliwung 107°30'0"E 107°40'0"E 107°50'0"E 108°0'0"E 6°50'0"S 6°50'0"S Jawa Barat Gambar 1. Lokasi penelitian Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data statistik primer dan sekunder serta data spasial. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang secara langsung melalui pengamatan dan wawancara kepada petani dengan menggunakan kuesioner. Sejumlah 146 petani berkontribusi menjadi responden dan memberikan informasi terkait pola tanam dan input-output usahatani. Sedangkan data sekunder terdiri dari dokumen perencanaan, curah hujan, karakteristik lahan, dan Subang dalam angka 2009-2013. Data spasial yang digunakan adalah peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta curah hujan, peta 9 pola ruang skala 1:100.000 serta peta rupa bumi Indonesia (peta jalan dan sungai) skala 1:50.000. Di samping itu juga digunakan data penggunaan lahan yang diinterpretasikan secara visual dari citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terkait berupa data dan peta yang diperoleh dari instansi terkait dan selanjutnya diolah lebih lanjut dengan menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Daftar data sekunder dan data spasial yang digunakan serta sumbernya disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Jenis data sekunder dan sumber data No 1. 2. 3. 4. 5. Jenis data Dokumen perencanaan • RPJM • RPJP • RTRW Data curah hujan Data karakteristik lahan Data Subang dalam Angka tahun 2009-2011 Database Pertanian tahun 2009-2011 Sumber data Bappeda Kabupaten Subang Perum Jasa Tirta II Kabupaten Subang Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Bappeda Kabupaten Subang Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Subang Tabel 2. Data spasial, skala dan sumbernya No. Jenis data 1. Peta administrasi Kabupaten Subang 2. Peta tanah 3. Peta lereng 4. Peta kontur 5. Peta curah hujan 6. Peta pola ruang 7. Peta Rupa Bumi Indonesia (peta sungai dan jalan) Skala Sumber data 1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung 1 : 100.000 1 : 100.000 1 : 100.000 1 : 100.000 1 : 100.000 1: 25.000 Bappeda Kabupaten Subang BP DAS Citarum-Ciliwung BP DAS Citarum-Ciliwung Bappeda Kabupaten Subang Bappeda Kabupaten Subang Badan Informasi Geospasial, Bogor Berbagai perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer yang dilengkapi dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Microsoft Word, ENVI 4.8, ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, Statistica 7, dan GAMS 22.2. Peralatan lainnya yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kamera digital, kompas, alat tulis, dan kuesioner untuk survei lapang. Prosedur Analisis Data Analisis data berkaitan dengan tujuan penelitian, metode atau teknik analisis, dan luaran yang diharapkan ditunjukkan pada Tabel 3. 10 Tabel 3. Tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan No Tujuan penelitian 1. Mengkaji penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini Teknik analisis a) Analisis data spasial dimulai dari penggabungan kanal citra, koreksi geometri, klasifikasi visual penggunaaan lahan b) Penentuan kemampuan lahan c) Validasi cek lapang a) Analisis LQ 2. Menganalisis komoditas (Location Quotion) unggulan dan mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk b) Analisis shift share (SSA) dikembangkan di Kabupaten c) Survei terstruktur Subang dengan alat kuesioner melalui wawancara 3. Mengevaluasi erosi lahan, a) Analisis deskripsi menganalisis land rent pada spasial, inverse berbagai pola tanam, dan distance weighting b) Prediksi erosi kecukupan beras wilayah c) Survei dan wawancara a) Optimasi pola tanam 4. Menentukan pola tanam dengan model optimum pada lahan pertanian analisis Multiple dengan mempertimbangkan potensi erosi, land rent, dan Goals Programming (MGP) menggunakan kecukupan beras wilayah, serta menganalisis faktor yang paling software GAMS 22.2 berpengaruh dalam persebaran b) Decision Tree Model pola tanam optimum hasil optimasi. Luaran Penggunaan lahan dan kemampuan lahan saat ini Pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang Pilihan alternatif penggunaan lahan pertanian Sebaran spasial pola tanam optimum pada lahan pertanian Dalam uraian berikut disajikan penjelasan secara rinci analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini. Analisis Penggunaan Lahan Saat Ini Analisis penggunaan lahan saat ini dimulai dengan klasifikasi visual citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010. Pengolahan citra diawali dengan melakukan proses penggabungan kanal citra (layer stacking) dengan menggunakan perangkat lunak ENVI 4.8. Selanjutnya dilakukan koreksi geometri terhadap citra tersebut dengan tujuan untuk menyamakan koordinat antara citra yang digunakan dengan koordinat sesungguhnya di permukaan bumi sehingga menghasilkan data yang kompatibel secara geografis. Peta dasar rujukan adalah Peta Rupabumi skala 1:25.000. Kenampakan yang digunakan sebagai rujukan adalah sungai dan jaringan jalan. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan dalam penelitian ini 11 adalah sistem UTM dengan sistem geodetik WGS 84 pada zona 48S. Citra ALOS AVNIR-2 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan dan sungai) Kabupaten Subang untuk mempermudah melihat objek yang sama pada peta topografi dan citra yang akan dikoreksi. Koreksi geometri dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS 3.3 dengan menentukan titik kontrol (GCP, Ground Control Point) sebanyak 7 titik. Akurasi koreksi geometri diukur dengan nilai RMS-Error (Root Mean Square-Error). Koreksi geometri yang dilakukan menghasilkan RMS-error sebesar 0,07. Citra yang sudah dikoreksi selanjutnya diinterpretasi penggunaan lahannya. Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan menjadi sembilan jenis, yaitu: badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut. Gambar 2. Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam Data yang digunakan dalam analisis komoditas unggulan adalah basis data pertanian Kabupaten Subang tahun 2009 dan 2011 yang terdiri dari data luas tanam, luas panen, produksi komoditas pertanian serta rekap daftar harga komoditas pertanian. Adapun jumlah komoditas pertanian yang dianalisis sebanyak 20 jenis komoditas yang dikelompokkan atas komoditas pertanian tanaman pangan, komoditas hortikultura, dan komoditas perkebunan. Gambar berikut menyajikan diagram alir analisis komoditas unggulan masing-masing komoditas dan identifikasi pola tanam. 12 Data luas tanam, luas panen, produksi, harga komoditas pertanian Analisis LQ dan SSA Analisis dinamika produksi luas panen Analisis luas tanam Analisis luas panen Analisis penerimaan petani Komoditas unggulan dan potensial unggulan Identifikasi pola tanam Gambar 3. Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam Analisis komoditas unggulan dilakukan pada setiap komoditas melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Identifikasi komoditas pertanian pangan, palawija, dan hortikultur yang dibudidayakan di Kabupaten Subang. Berdasarkan data dasar dari Badan Pusat Statistik setempat diketahui bahwa jumlah komoditas pertanian pangan sebanyak 2 jenis, palawija sebanyak 6 jenis, dan hortikultura sebanyak 12 jenis. Daftar komoditas pertanian yang dianalisis dapat disajikan pada Lampiran 2. Beberapa kriteria umum yang ditetapkan adalah (a) merupakan tanaman yang lazim dibudidayakan, (b) diterima oleh petani, (c) menguntungkan secara ekonomi, (d) tercatat dalam pencatatan statistik kabupaten. 2. Komoditas yang memiliki data lengkap dianalisis dengan menggunakan Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Koefisien LQ memberikan indikasi kemampuan relatif suatu wilayah dalam memproduksi suatu komoditas dalam sistem yang didefinisikan. Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan pangsa relatif suatu wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam sistem agregat. Persamaan dari LQ ini adalah sebagai berikut : keterangan : Xij : nilai komoditas tertentu pada kecamatan tertentu Xi. : total komoditas tertentu di kecamatan tertentu X.j : total komoditas di wilayah kabupaten X.. : nilai komoditas total wilayah kabupaten 13 Pada penelitian ini, analisis LQ dilakukan pada tiga jenis data yang berbeda, yaitu data luas panen, luas tanam, dan penerimaan usahatani tahun 2009 dan 2011 Kabupaten Subang. Adapun data penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi dengan harga komoditas. Analisis LQ bertujuan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian (tanaman pangan, palawija maupun hortikultura) yang memiliki keunggulan komparatif di tiap kecamatan. Interpretasi hasil analisis Location Quotient adalah sebagai berikut : - Jika nilai LQij>1, artinya komoditas tersebut menjadi basis atau pusat produksi wilayah. Dalam hal ini komoditas memiliki keunggulan komparatif, hasil produksinya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan wilayah yang bersangkutan, tetapi juga dapat diekspor ke wilayah kecamatan lain. - Jika nilai LQij=1, artinya komoditas tersebut tergolong non basis, tidak memiliki keunggulan komparatif. Jika diasumsikan rataan produksi sebagai kondisi keseimbangan, maka jika suatu lokasi memiliki nilai LQ=1 produksi di wilayah tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan wilayahnya sendiri. - Jika nilai LQij<1, artinya komoditas juga termasuk non basis. Dengan asumsi sama dengan yang disampaikan sebelumnya wilayah dengan LQ<1 merupakan wilayah dengan produksi komoditas yang tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar. Shift Share Analysis merupakan teknik dalam menganalisis pertumbuhan ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan suatu indikator pertumbuhan perekonomian suatu wilayah yang lebih luas dalam dua titik waktu (Basuki dan Gayatri 2009). Analisis ini digunakan untuk mengetahui komoditas-komoditas pertanian khususnya tanaman pangan, palawija maupun hortikultura yang memiliki keunggulan kompetitif di tiap kecamatan di Kabupaten Subang. Komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif jika SSA bernilai positif. Persamaan analisis shift share ini adalah sebagai berikut: a b c keterangan : a : komponen regional share b : komponen proportional shift c : komponen differential shift X.. : nilai total komoditas wilayah secara agregat (kabupaten) X.i : nilai total komoditas tertentu di kecamatan tertentu Xij : nilai di kecamatan tertentu dan komoditas tertentu Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA, untuk mengetahui persebaran komoditas unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang, selanjutnya dilakukan beberapa analisis sebagai berikut terhadap masing-masing komoditas: 1. Analisis dinamika produksi dari nilai LQ tahun 2009 dan 2011. Dalam penelitian ini analisis dinamika didefinisikan sebagai peningkatan atau 14 penurunan produksi dari dua titik tahun (2009 dan 2011) berdasarkan nilai LQ luas panen. 2. Analisis LQ untuk data luas panen tahun 2009 dan SSA tahun 2009-2011. 3. Analisis LQ untuk data luas tanam tahun 2011 dan SSA luas tanam tahun 2009-2011. 4. Analisis LQ penerimaan usahatani tahun 2009 dan SSA penerimaan usahatani tahun 2009-2011. Berdasarkan penggabungan analisis di atas, maka suatu komoditas ditetapkan menjadi unggulan dan potensial unggulan bila memenuhi minimal dua kriteria di bawah ini: 1. Nilai LQ luas panen tahun 2009 dan 2011 lebih dari 1, dinamika produksi mengalami peningkatan ditunjukkan oleh nilai LQ>1 meningkat setengah kali lipat atau dua kali lipat atau lebih dan nilai SSA luas tanam 2009-2011 bernilai positif. 2. Nilai LQ luas tanam tahun 2011 lebih dari 1 dan nilai SSA luas tanam tahun 2009-2011 bernilai positif. 3. Nilai LQ penerimaan petani tahun 2011 lebih dari satu diimbangi dengan nilai SSA yang positif dari tahun 2009-2011. Contoh dari analisis data yang dilakukan pada penetapan komoditas unggulan disajikan pada Lampiran 1, sedangkan hasil penetapan komoditas unggulan semua komoditas di setiap kecamatan ditampilkan pada Lampiran 2. Analisis persebaran komoditas unggulan dan potensial unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang ini berguna untuk mengetahui persebaran komoditaskomoditas pertanian yang berkembang di Subang. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai data acuan saat pengecekan lapang sehingga diperoleh gambaran awal terkait dengan komoditas yang dibudidayakan petani. Selanjutnya identifikasi pola tanam pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan tegalan) lebih rinci sesuai kondisi riil yang diterapkan petani dilakukan melalui survei lapang dipandu kuesioner dengan responden petani. Melalui identifikasi pola tanam ini maka dapat diketahui pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang. Hasil analisis komoditas unggulan dan potensial unggulan digabungkan dengan identifikasi pola tanam dari wawancara dengan petani selanjutnya dapat dibandingkan dan dianalisis. Hasilnya dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian di Kabupaten Subang. Evaluasi Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) merupakan suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari (Arsyad 1989). Pada klasifikasi kemampuan lahan, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai IV merupakan tanah yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya (tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk pakan ternak, padang rumput, dan hutan. Tanah pada kelas V,VI, dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah 15 kelas V dan VI dalam beberapa hal dapat menghasilkan dan menguntungkan untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi asalkan disertai dengan pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik dan tepat. Tanah dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan demikian, ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai kelas VIII. Sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang diperoleh dari proses tumpang tindih peta-peta karakteristik lahan, yaitu peta jenis tanah dan peta lereng. Pemrosesan tersebut menghasilkan data-data atribut yang terdiri beberapa informasi terkait dengan jenis tanah dan kelas kemiringan lereng. Data-data terkait dengan karakteristik tanah seperti kepekaan erosi, kedalaman tanah, tekstur tanah, permeabilitas, dan drainase diperoleh dari BBSDLP, yang selanjutnya dirangkum serta disesuaikan dengan daerah penelitian. Semua data tersebut merupakan variabel klasifikasi kemampuan lahan yang menjadi faktor pembatas/penghambat dalam kriteria kelas kemampuan lahan. Kriteria penilaian kemampuan lahan di Kabupaten Subang disajikan di Lampiran 3. Kriteria penilaian tersebut digunakan sebagai parameter penentuan kelas kemampuan lahan. Pada penentuan kelas kemampuan lahan, semakin berat faktor pembatas maka semakin tinggi kelas kemampuan lahan, sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Adapun skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan HAMBATAN/ANCAMAN MENINGKAT, KESESUAIAN DAN PILIHAN PENGGUNAAN LAHAN BERKURANG GARAPAN SANGAT INTENSIF GARAPAN INTENSIF GARAPAN SEDANG GARAPAN TERBATAS PENGEMBALA AN INTENSIF PENGEMBALA AN SEDANG PENGEMBALA AN TERBATAS HUTAN PRODUKSI TERBATAS KELAS KEMAMPUAN LAHAN CAGAR ALAM/ HUTAN LINDUNG INTENSITAS DAN PILIHAN PENGGUNAAN MENINGKAT I II III IV V VI VII VIII Hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat digunakan untuk menentukan arahan penggunaan lahan secara umum, misalnya untuk budidaya tanaman semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Simangunsong et al. 2013). Berikut bagan alir analisis kemampuan lahan yang dilakukan disajikan pada Gambar 4. 16 Peta tanah Peta lereng Data karakteristik lahanfaktor pembatas kelas kemampuan lahan Kelas kemampuan lahan Gambar 4. Bagan alir analisis kemampuan lahan Penetapan Satuan Lahan (Land Unit) Penetapan satuan lahan (land unit) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai komponen lahan di antaranya lereng, tanah, dan iklim. Pengkombinasian dilakukan melalui proses tumpang tindih peta kemampuan lahan dan peta penggunaan lahan aktual dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Hasil overlay menghasilkan poligon-poligon yang menunjukkan satuan lahan. Satuan lahan yang diperoleh mengandung informasi tentang penggunaan lahan dengan kemampuan lahannya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membuat satuan lahan dengan karakteristik lahan yang homogen, sehingga dapat dijadikan dasar untuk tahapan penelitian berikutnya, khususnya dalam pengambilan titik sampling responden saat cek lapang. Pendugaan Erosi Pendugaan erosi dilakukan pada penggunaaan lahan dengan pengelolaan tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Dengan demikian, maka kerusakan tanah dapat dicegah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram berikut. 17 Gambar 5. Bagan alir pendugaan erosi Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith sebagaimana dijelaskan dalam Arsyad (1989), yaitu dimana : A R K LS C P : banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun : faktor erosivitas hujan : faktor erodibilitas tanah : faktor panjang dan kemiringan lereng : faktor pengelolaan tanaman : faktor teknik konservasi yang dipakai Untuk mendapatkan nilai setiap variabel untuk pendugaan (prediksi) erosi digunakan metode-metode sebagai berikut : Faktor erosivitas hujan (R). Faktor erosivitas hujan (R) adalah nilai yang menunjukkan daya rusak hujan terhadap tanah. Pada penelitian ini dengan mempertimbangkan ketersediaan data, maka diambil rumus Bols dalam Arsyad 1989, sehingga nilai R dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : R = 6,119 x CH1,21x HH -0,47 x CHmax 0,53 dimana : R CH HH CHmax : faktor erosivitas hujan : jumlah curah hujan sebulan (mm) : jumlah hari hujan sebulan (hari) : jumlah curah hujan maksimum sehari bulan yang bersangkutan (mm/hari) Agar R dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas diperlukan data curah hujan bulanan dari beberapa stasiun hujan di Kabupaten Subang. Selanjutnya untuk mengetahui nilai R pada setiap satuan lahan yang diamati di empat 18 kecamatan penelitian dilakukan interpolasi secara spasial dengan teknik Inverse Distance Weighting (IDW). Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor erodibilitas tanah (K) adalah nilai yang menunjukkan kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor K dapat dihitung jika jenis tanah diketahui dan kemudian dihitung dengan persamaan berikut : K = [( 2,1 x M 1,14 x 10-4) x (12-a)) + (3,25(b-2)) + (2,5(c-3))] x 1,293% dimana : K M a b c : faktor erodibilitas tanah : (% debu+ % pasir sangat halus) x (100-% liat) : persentase bahan organik : kelas struktur tanah (lihat Lampiran 4) : kelas permeabilitas tanah (lihat Lampiran 4) Agar K dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas, maka diperlukan datadata karakteristik lahan di Kabupaten Subang yang mewakili lokasi penelitian. Dalam penelitian ini karakteristik tekstur, persentase bahan organik, struktur tanah dan permeabilitas tidak diukur secara langsung, namun diperoleh dari nilai ratarata variabel karakteristik lahan dari satuan peta tanah yang lokasinya berdekatan dengan wilayah penelitian. Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Nilai panjang dan kemiringan lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan atau dari atribut peta lereng. Dalam penelitian ini faktor tersebut diukur dari peta lereng dengan sumber peta dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung, kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3 untuk menentukan nilai panjang lerengnya. Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan Wischmeier dan Smith dalam Arsyad (1989), sebagai berikut: LS = l1/2 (0,0139 + 0,0965 S + 0,00139 S2) dimana : LS l S : faktor lereng : panjang lereng (m) : kemiringan lereng (%) Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Teknik Konsenvasi Tanah (P). Faktor pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi tanah (P) pada setiap satuan lahan ditentukan dengan mencocokkan kondisi penggunaan lahan di lapangan dengan tabel faktor C dan P dalam Lampiran 5 dan 6. Pada penelitian ini penentuan nilai faktor pengelolaan tanaman (C) dihitung dengan menggunakan pembobotan, tidak secara langsung menggunakan nilai C pada Lampiran 5, sehingga nilai C yang didapat lebih akurat. Pendetilan nilai C pada pola tanam yang ditanam di tegalan dilakukan dengan mempertimbangkan periode tanam dari berbagai tanaman semusim yang diusahakan petani dalam setahun. Nilai C dari pola tanam yang ada di tegalan pada satuan lahan tertentu dihitung dengan mempertimbangkan nilai R 19 bulanan hasil interpolasi dengan teknik IDW. Berikut persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai C dari pola tanam yang diterapkan di tegalan: dimana: Ci : nilai C rata-rata pola tanam Ri : nilai R bulanan pada periode tanam tanaman ke-i Ci : Nilai C tanaman ke-i berdasarkan Lampiran 3 Penentuan Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL) Nilai TSL merupakan nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan agar terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga masih memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad 1989). Penetapan TSL dilakukan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Hammer (1981). Persamaan tersebut menggunakan konsep kedalaman ekivalen (De) dan umur guna tanah (UGT) sebagai berikut : TSL = De/UGT dimana : TSL : erosi yang dapat ditoleransikan (mm/tahun) De : kedalaman efektif x faktor kedalaman (mm) UGT : 400 tahun (Hammer dalam Arsyad 1989) Pengecekan Lapang Pengecekan lapang bertujuan untuk memvalidasi penggunaan lahan hasil interpretasi visual citra dengan kondisi aktual penggunaan lahan di lapang sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Tahap ini dilakukan dengan menggunakan GPS dan kamera digital sebagai alat bantu di lapangan. Pengecekan lapang juga disertai dengan penyebaran kuesioner kepada para petani sebagai responden. Cek lapang dilakukan di empat kecamatan sebagai lokasi yang difokuskan dalam penelitian ini, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Pengambilan titik cek lapang dilakukan secara menyebar berdasarkan pada peta penggunaan lahan aktual. Pengambilan lokasi contoh berdasarkan satuan lahan berbasis poligon. Masing-masing satuan lahan ditarik contoh sebanyak 2-3 kali ulangan dengan fokus penggunaan lahan berupa sawah, tegalan, dan kebun campuran. Dengan demikian, jumlah titik contoh dalam penelitian ini sebanyak 146 titik yang menyebar di empat lokasi kecamatan. Sebaran titik contoh yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 6. 20 Titik sampling Sumber: CITRA ALOS AVNIR-2 2010 Gambar 6. Sebaran titik contoh responden Analisis Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent) Analisis land rent (LR) digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi dari suatu aktivitas yang dilakukan pada suatu luasan lahan dalam kurun waktu tertentu. Nilai land rent diperoleh dari mengurangkan seluruh penerimaan dengan total biaya pengeluaran dari suatu usahatani dibagi dengan luasan lahan yang diusahakan oleh petani. Data yang digunakan dalam menghitung LR berdasarkan hasil wawancara terhadap petani di lokasi penelitian. Berdasarkan data hasil wawancara dengan petani di lapangan, maka nilai LR dari masing-masing satuan lahan dapat dibandingkan dengan memperhitungkan luasan lahan dan satuan waktu dari suatu usahatani pada lahan tertentu. Dengan demikian, maka didapatkan nilai ekonomi lahan dengan satuan Rp (m2)-1 tahun-1. Penerimaan usahatani (total revenue) merupakan total penerimaan yang diperoleh dari jumlah unit produksi dikalikan dengan harga komoditas usaha tani setiap jenis tanaman yang ditanam selama setahun. Secara matematis, penerimaan usahatani diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut: TR = Y x P dimana : TR : Total penerimaan usaha tani (total revenue) Y : Total produksi P : Harga (Rp) 21 Pengeluaran usahatani (total cost) merupakan total biaya yang dikeluarkan dari suatu usaha tani untuk tiap musim tanam dari tiap-tiap jenis tanaman yang ditanam selama setahun, dirumuskan dengan persamaan: TC = FC + VC dimana: TC : Total pengeluaran/biaya (total cost) FC : Biaya tetap (fixed cost) VC : Biaya variabel (variable cost) Land rent adalah nilai ekonomi yang diperoleh pada suatu bidang lahan, apabila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Persamaan yang digunakan adalah : LR = (TR-TC)/A dimana : LR : Land rent (Rp/m2/tahun) TR : Total penerimaan (total revenue) TC : Total pengeluaran (total cost) A : Luas lahan (m2) Analisis Kecukupan Beras Wilayah Kebutuhan beras wilayah dihitung dari perkalian antara jumlah penduduk dan konsumsi beras setara gabah (kg GKP/kapita/tahun) wilayah penelitian sehingga didapatkan total kebutuhan beras dengan satuan ton GKP/tahun. Data jumlah penduduk di empat kecamatan didapatkan dari Subang dalam Angka 2013. Total konsumsi beras setara gabah diperoleh dari perkalian antara rata-rata jumlah anggota keluarga dengan rata-rata konsumsi beras di empat kecamatan, kemudian hasilnya dikalikan dengan rendemen GKP dengan beras sebesar 62.74% (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2008). Data ratarata jumlah anggota keluarga dan konsumsi beras di empat kecamatan merupakan hasil wawancara langsung dengan petani saat survei lapang. Prediksi kecukupan pangan pada suatu wilayah untuk beberapa tahun ke depan perlu dilakukan untuk mengetahui status kecukupan pangannya. Kecukupan beras suatu wilayah dikatakan terpenuhi bila kebutuhan beras sama dengan produksi padi atau surplus. Dengan demikian, kebutuhan pangan penduduk dapat tercukupi. Optimasi Pola Tanam Lahan Pertanian dengan Multiple Goals Programming Optimasi pola tanam dianalisis dengan menggunakan model tujuan ganda (Multiple Goals Programming - MGP) agar diperoleh rekomendasi alternatif pola tanam optimal pada satuan lahan tertentu. Secara umum tahapan analisis dapat dilihat pada Gambar 7. 22 Satuan lahan Cek lapang Identifikasi pola tanam Multiple Goals Programming Penerimaan, pengeluaran, luas lahan usahatani Land rent Konsumsi beras per kapita, ratarata jumlah anggota keluarga, produksi padi Kecukupan beras wilayah Optimasi Pola Tanam Pengelolaan tanaman dan teknik konservasi tanah Prediksi erosi aktual Decision tree USLE Erosi potensial TSL USLE Data curah hujan, karakteristik tanah, dan lereng Kedalaman ekivalen setiap jenis tanah dan umur guna tanah Faktor penentu pola spasial lahan optimal Perencanaan Pengelolaan Lahan Pertanian Berkelanjutan Gambar 7. Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple Goals Programming Perumusan model optimasi dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak General Algebraic Modelling System (GAMS) 22.2 dengan struktur data sebagai berikut (secara lengkap lihat Lampiran 7): 1. Peubah Keputusan (Decision Variable) Peubah keputusan (Xij) adalah pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j dengan luasan tertentu dalam hektar. 2. Fungsi-fungsi Kendala a. Kendala Real Alokasi penggunaan lahan pada setiap satuan lahan optimal (Xij) dibatasi oleh total luas dari setiap satuan lahan (Aj) dalam meter persegi. Secara matematis fungsi kendala real dirumuskan sebagai berikut : b. Kendala Sasaran Kendala sasaran 1 (Manfaat ekonomi/surplus) Setiap pola usahatani mempunyai implikasi terhadap besarnya nilai sewa ekonomi lahan suatu satuan lahan tertentu bagi petani yang mengusahakannya. Secara matematis fungsi kendala ini dirumuskan sebagai berikut : 23 dimana : Xij : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j LRij : Land rent pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Lpj : Simpangan positif sasaran manfaat ekonomi Lnj : Simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi LRj : Land rent pada satuan lahan ke-j Kendala sasaran 2 (Erosi) Setiap jenis penggunaan lahan mempengaruhi besarnya nilai erosi aktual. Tingkat erosi tersebut harus diminimalisasikan sehingga mendekati nilai erosi yang ditoleransikan (TSL). Fungsi kendala erosi dirumuskan sebagai berikut : dimana : Xij : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Etj : Erosi yang ditoleransikan pada satuan lahan ke-j : Simpangan positif sasaran erosi Epj Enj : Simpangan negatif sasaran erosi Aaj : Erosi aktual pada sataun lahan ke-j Kendala sasaran 3 (Produksi Beras) Total padi yang diproduksi oleh wilayah perencanaan setidaknya dapat memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah tersebut. Secara matematis fungsi kendala ini dapat dirumuskan sebagai berikut: dimana : : Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Xij Yij : Produktivitas padi pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j Bp : Simpangan positif sasaran produksi padi Bn : Simpangan negatif sasaran produksi padi M : Jumlah penduduk empat kecamatan Brs : Nilai konsumsi beras per kapita per tahun Kendala sasaran 4 (Non Negativitas) Tujuan dari penyusunan model optimasi ini adalah meminimumkan simpangan-simpangan dari target optimasi yang disusun agar mendekati nol dan luas lahan optimal yang dihasilkan nilainya lebih dari nol atau tidak ada 24 yang negatif. Secara matematis fungsi kendala ini dinotasikan dengan Xij≥0. 3. Fungsi Tujuan Agar setiap kendala terpenuhi, maka fungsi tujuan dari model MGP ini adalah meminimalkan total tertimbang dari seluruh sasaran yang ingin dicapai. Secara matematis fungsi tujuan ini dirumuskan sebagai berikut: dimana : WLnj.Lnj WLpj.Lpj WEnj.Enj WEpj.Epj WBnj.Bnj WBpj.Bpj : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran manfaat ekonomi : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran erosi : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran erosi : Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran produksi padi : Koefisien pembobot simpangan positif sasaran produksi padi 4. Skenario Penyusunan skenario optimasi pola tanam pada lahan pertanian di wilayah Subang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh adanya faktor potensi erosi, nilai land rent, dan kebutuhan beras yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan skenario. Penggunaan lahan yang menjadi masukan model MGP dalam studi kasus ini adalah penggunaan lahan sawah, tegalan, dan kebun campuran. Pada penelitian ini terdapat 12 skenario yang disusun dengan model MGP dengan target yang berbeda. Perbedaan skenario dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Skenario-skenario dalam MGP Target Manfaat ekonomi Erosi Produksi beras (% LR) I 80 < TSL = KSI II 100 < TSL = KSI III 120 < TSL = KSI IV 80 <0.95 TSL = KSI V 100 <0.95 TSL = KSI VI 120 <0.95 TSL = KSI VII 80 < TSL =3.9 X KSI VIII 100 < TSL =3.9 X KSI IX 120 < TSL =3.9 X KSI X 80 <0.95 TSL =3.9 X KSI XI 100 <0.95 TSL =3.9 X KSI XII 120 <0.95 TSL =3.9 X KSI Keterangan : LR= Land rent, TSL= Tolerable Soil Loss, KSI : Kebutuhan beras saat ini Skenario Kombinasi skenario dibedakan atas 3 alternatif pencapaian manfaat ekonomi yaitu 80%, 100% dan 120% dari nilai land rent tertinggi, dua alternatif 25 pencapaian erosi yaitu sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) atau lebih rendah dari TSL (95%), serta dua alternatif produksi beras yaitu sama dengan kebutuhan masyarakat atau sama dengan produksi saat ini yaitu 3,9 kali dari kebutuhan konsumsi saat ini. Analisis Decision Tree Konsep pohon merupakan salah satu konsep teori grafik yang paling penting. Pemanfaatan pohon dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk menggambarkan hirarki dan memodelkan persoalan, contohnya pohon keputusan. Pohon keputusan merupakan suatu pemodelan dalam mencari solusi dari masalah/persoalan. Pohon keputusan digunakan untuk memodelkan persoalan yang terdiri dari serangkaian keputusan yang mengarah ke solusi. Salah satu proses untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi pola sebaran spasial lahan optimal hasil optimasi dengan model MGP adalah dengan memanfaatkan teknik aplikasi data mining. Teknik data mining yang diterapkan adalah teknik klasifikasi dengan metode decision tree (pohon keputusan). Pada penelitian ini, analisis dengan metode decision tree dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Statistica 7. Adapun algoritma yang digunakan adalah Classification and Regression Trees. Penyusunan pohon keputusan (decision tree) pada penelitian ini menggunakan beberapa variabel, yaitu pola sebaran spasial lahan optimal sebagai variabel tak bebas (kelas) sedangkan tiga kriteria optimasi yaitu manfaat ekonomi, nilai erosi, serta produksi beras wilayah sebagai variabel penduganya. Melalui analisis ini maka akan diketahui faktor yang paling mempengaruhi pola sebaran spasial lahan optimal yang didapatkan dari hasil optimasi dengan model MGP. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang Stewart et al. (2004) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai suatu proses alokasi sejumlah aktivitas atau fungsi lahan yang berbeda (pertanian, industri, rekreasi atau konservasi) ke dalam unit area yang lebih spesifik. Hasil interpretasi citra dengan memperhatikan unsur–unsur interpretasi citra yaitu warna (rona), tekstur, asosiasi, bentuk, dan sebagainya (Lillesand et al. 2004), serta didukung dengan verifikasi lapang menghasilkan sembilan jenis penggunaan lahan. Kesembilan jenis penggunaan lahan tersebut adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8. Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa sawah merupakan penggunaan lahan yang dominan di Kabupaten Subang dengan luas sebesar 104.850,97 ha atau 48,16% dari luas Kabupaten Subang. Dominasi penggunaan lahan berupa sawah di wilayah ini merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang menetapkan Kabupaten Subang sebagai lumbung pangan khususnya beras. Kontribusi Kabupaten Subang dalam menyumbang produksi padi adalah terbesar ketiga di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013. 26 Legenda a) Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbangun Mangrove Perkebunan Sawah Tambak Tegalan b) Legenda Badan Air Hutan Kebun Campuran Lahan Terbangun Perkebunan Sawah Tegalan Gambar 8. Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling penelitian Selain tanaman pangan berupa padi, Kabupaten Subang juga memiliki potensi besar terhadap sektor pertanian lainnya seperti palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Hal ini ditunjukkan dengan luasnya lahan kering berupa kebun campuran yang mencapai 40.974,68 ha atau 18,82%. Penggunaan lahan kebun campuran memiliki luasan terbesar kedua setelah sawah. Kabupaten Subang memiliki areal hutan seluas 21.578,49 ha yang terdiri dari hutan produksi dan hutan lindung. Lahan terbangun menempati penggunaan lahan terbesar keempat dengan luas sebesar 18.667,94 ha atau 8,57% dengan jumlah penduduk 1.465.157 jiwa. Kabupaten Subang menjadi daerah perkebunan sejak sebelum kemerdekaan Republik Indonesia dan hingga kini masih dijalankan. Perkebunan di kabupaten ini memiliki luas sebesar 15.139,53 ha atau 6,95%, meliputi perkebunan karet, teh, dan tebu. Luasan tambak sebesar 11.735,95 ha atau 5,39%, umumnya berupa tambak ikan. Luasan tegalan, badan air dan mangrove secara berturut-turut adalah 3.769,40 ha, 712,93 ha, dan 295,68 ha. Gambar 8b menunjukkan sebaran spasial penggunaan lahan saat ini di lokasi sampling penelitian, tepatnya di empat kecamatan wilayah Subang bagian utara dan tengah yaitu Kecamatan Patokbeusi, Pabuaran, Cipeundeuy, dan Kalijati. Secara spasial terlihat bahwa penggunaan lahan di empat kecamatan ini didominasi oleh sawah. Penggunaan lahan sawah tersebar merata sebesar 27 19.313,73 ha atau 53% dari luas wilayah. Berdasarkan pengamatan di lapang, kualitas sawah di empat lokasi contoh berbeda-beda tergantung pada kondisi geomorfologi wilayah. Sawah di Kecamatan Patokbeusi umumnya merupakan sawah beririgasi teknis. Kualitas sawah di Kecamatan Pabuaran paling beragam yaitu beririgasi teknis, setengah teknis, dan belum beririgasi (tadah hujan), sedangkan di Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati didominasi oleh sawah tadah hujan. Lahan kering di wilayah penelitian terdiri dari lahan terbangun, perkebunan, kebun campuran, hutan, dan tegalan. Perkebunan hanya tersebar di wilayah tengah, yaitu Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati dengan komoditas yang dibudidayakan berupa karet. Luas perkebunan di kedua kecamatan ini mencapai 5.023,30 ha di bawah pengelolaan PTPN VIII Jalupang. Kebun campuran dan tegalan merupakan tipe penggunaan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk bertanam palawija, buah-buahan, tanaman tahunan, dan lain-lain. Luas kebun campuran dan tegalan yang tersebar di wilayah penelitian secara berturut-turut adalah 3.829,41 ha dan 385,15 ha. Pada umumnya masyarakat setempat mengelola kebun campuran dan tegalan yang dimiliki dengan baik untuk menambah penghasilan di subsektor pertanian tanaman pangan. Perencanaan penggunaan lahan dengan pola tanam yang optimal dalam penelitian ini lebih diarahkan khususnya pada penggunaan lahan sawah, kebun campuran, dan tegalan. Ketiga penggunaan lahan tersebut merupakan sumber pendapatan utama bagi para petani di Kabupaten Subang. Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten Subang Penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah kabupaten perlu dilakukan agar produksi yang dihasilkan tetap tinggi dan dapat bersaing di pasar, baik lokal maupun internasional (Syafruddin et al. 2004). Setiap daerah harus mengetahui sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulannya, sehingga pemerintah dapat memaksimalkan sektor unggulan tersebut (Basuki dan Gayatri 2009). Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam tiga tahap sebagaimana dijelaskan di metode didapatkan tiga jenis sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang yang disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan bahwa tidak semua wilayah di Kabupaten Subang menjadi basis tanaman yang dibudidayakan. Padi menjadi komoditas pangan unggulan di Kecamatan Blanakan, Sukasari, Pamanukan, Tambakdahan, Cikaum, Binong, Pagaden, Pagaden Barat, Subang, dan Cisalak. Komoditas padi juga berpotensi menjadi komoditas unggulan di beberapa kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Ciasem, Patokbeusi, dan Pusakajaya. Secara umum, padi menjadi komoditas unggulan dan potensial unggulan di wilayah Subang bagian utara dengan topografi wilayah yang tergolong datar. Kondisi ini juga didukung oleh sawah yang sebagian besar beririgasi teknis, sehingga produksi padi di wilayah tersebut tergolong tinggi karena didukung oleh ketersediaan air yang cukup. Beberapa tanaman palawija, diantaranya jagung, kacang hijau, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu, menjadi komoditas unggulan di beberapa kecamatan wilayah Subang bagian tengah dan selatan. Hal ini dipengaruhi oleh 28 topografi wilayah dan iklim yang menjadi persyaratan tumbuh tanaman palawija tersebut. Wilayah Subang bagian tengah dengan topografi bergelombang/berbukit, terdiri dari Kecamatan Purwadadi, Kalijati, Dawuan, dan Subang merupakan wilayah basis beberapa tanaman palawija di antaranya jagung, kedelai, dan kacang tanah. Wilayah Subang bagian selatan yang merupakan daerah pegunungan, terdiri dari Kecamatan Ciater, Cisalak, Jalancagak, Kasomalang, Segalaherang, Serangpanjang, dan Tanjungsiang menjadi pusat unggulan tanaman palawija, yaitu jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan ubi kayu. Hanya ada dua kecamatan di wilayah Subang tengah dengan topografi datar yang menjadi basis tanaman palawija, yaitu Kecamatan Pabuaran dan Pagaden. Komoditas palawija unggulan di dua kecamatan ini adalah kedelai di Kecamatan Pagaden serta ubi kayu dan kacang hijau di Kecamatan Pabuaran. Identifikasi pola tanam saat ini yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten Subang dilakukan saat pengecekan lapang dengan petani. Adapun pola tanam saat ini yang diterapkan oleh petani pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan tegalan) berdasarkan hasil cek lapang disajikan pada Lampiran 8. Hasil cek lapang menunjukkan bahwa pola tanam di sawah terdiri dari tiga macam, yaitu padi-padi, padi-padi-padi, dan kacang tanah-padi-jagung, sedangkan pola tanam yang diterapkan oleh petani di kebun campuran dan tegalan terdiri dari 66 pola tanam terlihat pada Lampiran 5. Identifikasi pola tanam di lapangan melengkapi informasi sebelumnya hasil analisis komoditas unggulan terkait komoditas pertanian yang dibudidayakan oleh petani Subang. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani saat ini tidak hanya tanaman pangan, palawija, dan hortikultura yang bersifat musiman, tetapi ada juga yang menanam tanaman tahunan seperti kelapa, bambu, albasia, mahoni, nangka, rambutan, jabon, karet, dan sebagainya. Pola tanam yang diterapkan petani pun bervariasi, perpaduan antara tanaman pangan, palawija, hortikultur, dan beberapa jenis tanaman tahunan sehingga didapatkan lebih dari 60 pola tanam dari hasil cek lapang. Pola tanam yang beragam ini berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian di Kabupaten Subang. Pola tanam alternatif optimasi ini dipilih sesuai kondisi riil agar memenuhi persyaratan sesuai dengan preferensi komoditas yang diinginkan masyarakat setempat. Gambar 9. Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a) Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur 29 29 30 Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang Pengelolaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan agar tidak menurunkan produktivitas lahan. Kemampuan lahan merupakan sifat dasar kesanggupan lahan memberikan hasil untuk penggunaan tertentu secara optimal dan lestari (Putra et al. 2012). Hasil tumpang tindih peta lereng dan peta jenis tanah yang membentuk karakteristik fisik lahan dan menjadi variabel klasifikasi kemampuan lahan menghasilkan sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang sebagaimana disajikan dalam Gambar 10. Sebaran kemampuan lahan ini didasarkan pada kriteria-kriteria kelas kemampuan lahan seperti dalam Lampiran 3. Kabupaten Subang Kec. Patokbeusi Kec. Pabuaran Legenda ® IIe IIIc IIIe IIIw IVe Km IVw 0 5 10 20 30 40 Sumber : Vs BAPEDA Kab. Subang VIe BP DAS Citarum Ciliwung BBSDLP VIIe Kec. Cipeundeuy Kec. Kalijati Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Subang No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kemampuan Lahan IIe IIIc IIIe IIIw IVe IVw Vs VIe VIIe Total Luas Ha 1939.77 46567.79 26189.89 42573.68 27177.24 32597.86 4844.76 8371.43 27463.14 217725.56 % 0.89 21.39 12.03 19.55 12.48 14.97 2.23 3.84 12.61 100 Kelas Kemampuan Lahan Lokasi Cek Lapang No 1 2 3 4 5 6 7 Kemampuan Lahan IIe IIIc IIIe IIIw IVe IVw VIe Total Luas Ha % 329.92 0.92 13044.11 36.27 9944.18 27.65 1515.40 4.21 1843.97 5.13 6414.81 17.84 2874.09 7.99 35966.49 100.00 Gambar 10. Kemampuan lahan Kabupaten Subang dan lokasi cek lapang 31 Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan, Kabupaten Subang terbagi menjadi sembilan kelas lahan yaitu kelas kemampuan lahan IIe sampai dengan VIIe. Lokasi cek lapang di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi memiliki tujuh kelas lahan yaitu kelas kemampuan lahan IIe, IIIc, IIIe, IIIw, IVe, IVw, dan VIe. Kemampuan lahan di Kabupaten Subang didominasi oleh kelas kemampuan lahan IIIc dengan luas sebesar 46.567,8 ha atau 21,39% dari luas total Kabupaten Subang. Begitu pula dengan kelas kemampuan lahan di lokasi cek lapang juga didominasi oleh kelas kemampuan lahan IIIc sebesar 13.044,11 ha. Topografi kelas kemampuan lahan ini sebagian besar berada pada lereng yang agak miring atau bergelombang (815%). Jenis tanah yang menyusun adalah Latosol. Faktor pembatas yang menyebabkan lahan di beberapa wilayah Subang tergolong dalam subkelas IIIc adalah permeabilitas dengan kategori sedang sampai agak cepat disertai dengan hambatan iklim yang agak besar. Penggunaan lahan yang terdapat pada kemampuan lahan subkelas IIIc berdasarkan hasil cek lapang adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, perkebunan, sawah, dan tegalan. Lahan kelas III ini mempunyai hambatan yang lebih berat dari tanah kelas I dan II. Berdasarkan hal tersebut pemanfaatan lahan yang ideal di kelas ini adalah lahan tanaman semusim dan tanaman yang memerlukan pengolahan tanah dengan tindakan konservasi sedang. Untuk mencegah pelumpuran dan pemadatan, perlu ditambahkan bahan organik dan tidak mengolah tanah sewaktu tanah masih basah serta perlu dilakukan konservasi tanah untuk mencegah erosi pada tanah berlereng (Arsyad 1989). Hasil evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan IIe memiliki luas yang paling sedikit yaitu 1.939,77 ha atau 0,89% dari luas Kabupaten Subang. Lahan subkelas IIe menyebar pada kelas lereng datar (0-3%) dan landai (3-8%) dengan jenis tanah yang menyusun adalah Grumosol. Lahan IIe tersebar di wilayah Subang bagian tengah meliputi Kecamatan Cibogo, Cijambe, Dawuan, Kalijati dan Subang. Di lokasi sampling, lahan subkelas IIe hanya berada di Kecamatan Kalijati dengan luas sebesar 329,92 ha. Adapun faktor pembatas utama yang mempengaruhi lahan di beberapa wilayah tersebut tergolong dalam lahan dengan subkelas IIe adalah kepekaan erosi atau ancaman erosi yang tergolong sedang. Menurut Arsyad (1989) pemanfaatan lahan yang ideal di lahan kelas ini adalah tanaman semusim, tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan cagar alam. Berdasarkan hasil survei di lapang, penggunaan lahan yang terdapat di lahan subkelas IIe diantaranya adalah kebun campuran, lahan terbangun, perkebunan, sawah, dan tegalan. Dengan demikian, penggunaan lahan dalam kelas ini memerlukan sistem pertanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan pencegahan erosi, pengendalian air lebih atau metode pengolahan. Pada penelitian ini evaluasi kemampuan lahan dilakukan dengan mengklasifikasikan lahan sampai pada tingkat subkelas. Informasi tentang subkelas kemampuan lahan tersebut sangat berguna untuk memahami masalahmasalah konservasi yang harus ditangani. Peta kemampuan lahan pada tingkat subkelas sangat diperlukan dalam perencanaan tingkat kabupaten seperti Kabupaten Subang (Baja 2012). 32 Satuan Lahan (Land Unit) Sebaran satuan lahan yang menggambarkan sebaran penggunaan lahan di Kabupaten Subang dan kelas kemampuan lahannya disajikan dalam Gambar 11. Sedangkan satuan lahan dan luasannya disajikan dalam Tabel 6. Legenda IIe-->KC IIIe-->PK IVe-->PK VIe-->KC IIe-->LT IIIe-->SW IVe-->SW VIe-->LT IIe-->PK IIIe-->TG IVe-->TG VIe-->PK IIe-->SW IIIw-->BA IVw-->KC VIe-->SW IIe-->TG IIIw-->HT IVw-->LT VIe-->TG IIIc-->BA IIIw-->KC IVw-->SW Vs-->HT IIIc-->HT IIIw-->LT IVw-->TB Vs-->KC IIIc-->KC IIIw-->MR IVw-->TG Vs-->PK IIIc-->LT IIIw-->PK VIIe-->HT Vs-->SW IIIc-->PK IIIw-->SW VIIe-->KC Vs-->TB IIIc-->SW IIIw-->TB VIIe-->LT Vs-->TG IIIc-->TG IIIw-->TG VIIe-->PK Vs--LT IIIe-->BA IVe-->HT VIIe-->SW IIIe-->KC IVe-->KC VIIe-->TG IIIe-->LT IVe-->LT VIe-->HT Jawa Barat Gambar 11. Satuan lahan Kabupaten Subang Kab. Subang IIIw-->TB IIIw-->TG IVe-->HT IVe-->KC 28 29 Kode satuan lahan IIe-->KC IIe-->LT IIe-->PK IIe-->SW IIe-->TG IIIc-->BA IIIc-->HT IIIc-->KC IIIc-->LT IIIc-->PK IIIc-->SW IIIc-->TG IIIe-->BA IIIe-->KC IIIe-->LT IIIe-->PK IIIe-->SW IIIe-->TG IIIw-->BA IIIw-->HT IIIw-->KC IIIw-->LT IIIw-->MR IIIw-->PK IIIw-->SW 26 27 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 No IVe-->Hutan IVe-->Kebun Campuran IIIw-->Tambak IIIw-->Tegalan IIe-->Kebun Campuran IIe-->Lahan Terbangun IIe-->Perkebunan IIe-->Sawah IIe-->Tegalan IIIc-->Badan Air IIIc-->Hutan IIIc-->Kebun Campuran IIIc-->Lahan Terbangun IIIc-->Perkebunan IIIc-->Sawah IIIc-->Tegalan IIIe-->Badan Air IIIe-->Kebun Campuran IIIe-->Lahan Terbangun IIIe-->Perkebunan IIIe-->Sawah IIIe-->Tegalan IIIw-->Badan Air IIIw-->Hutan IIIw-->Kebun Campuran IIIw-->Lahan Terbangun IIIw-->Mangrove IIIw-->Perkebunan IIIw-->Sawah Satuan lahan 3.390,64 11.761,77 11.065,76 109,87 369,58 196,32 61,67 1.205,46 106,73 43,55 602,12 10.027,55 6.400,15 8.157,64 19.696,95 1.640,26 0,27 2.363,68 2.803,87 2.874,59 17.939,43 207,61 669,11 277,30 3.151,10 3.418,12 295,68 179,64 23.407,11 Luas 1,56 5,40 5,08 0,05 0,17 0,09 0,03 0,55 0,05 0,02 0,28 4,61 2,94 3,75 9,05 0,75 0 1,09 1,29 1,32 8,24 0,10 0,31 0,13 1,45 1,57 0,14 0,08 10,75 Persentase 57 55 56 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 No Vs—LT Total Vs-->TB Vs-->TG Kode satuan lahan IVe-->LT IVe-->PK IVe-->SW IVe-->TG IVw-->KC IVw-->LT IVw-->SW IVw-->TB IVw-->TG VIe-->HT VIe-->KC VIe-->LT VIe-->PK VIe-->SW VIe-->TG VIIe-->HT VIIe-->KC VIIe-->LT VIIe-->PK VIIe-->SW VIIe-->TG Vs-->HT Vs-->KC Vs-->PK Vs-->SW Satuan lahan VII-->Lahan Terbangun VII-->Tambak VII-->Tegalan IVe-->Lahan Terbangun IVe-->Perkebunan IVe-->Sawah IVe-->Tegalan IVw-->Kebun Campuran IVw-->Lahan Terbangun IVw-->Sawah IVw-->Tambak IVw-->Tegalan VIe-->Hutan VIe-->Kebun Campuran VIe-->Lahan Terbangun VIe-->Perkebunan VIe-->Sawah VIe-->Tegalan VIIe-->Hutan VIIe-->Kebun Campuran VIIe--> Lahan Terbangun VIIe-->Perkebunan VIIe-->Sawah VIIe-->Tegalan VIIe-->Hutan VII-->Kebun Campuran VII-->Perkebunan VII-->Sawah Tabel 6. Satuan lahan di Kabupaten Subang 341,18 217.725,56 651,77 40,78 1.421,48 1.087,87 8.631,80 883,69 872,01 3.345,91 28.318,40 18,426 43,12 3.134,28 2.741,95 223,90 219,75 1.998,90 52,65 14.173,32 8.465,05 517,01 1.001,48 2.621,58 684,70 0,84 1.221,99 1.556,88 1.031,34 Luas 0,16 100,00 0,30 0,02 0,65 0,50 3,96 0,41 0,40 1,54 13,01 0,01 0,02 1,44 1,26 0,10 0,10 0,92 0,02 6,51 3,89 0,24 0,46 1,20 0,31 0 0,56 0,72 0,47 Persentase 33 33 34 Proses tumpang tindih peta penggunaan lahan dan sebaran kelas kemampuan lahan menghasilkan sebaran satuan lahan di Kabupaten Subang yang terdiri atas 57 satuan lahan. Satuan lahan ini memiliki data karakteristik lahan yang selanjutnya dapat berperan sebagai suatu unit perencanaan dan pengelolaan. Satuan lahan yang dihasilkan menjadi dasar dalam pengambilan titik sampling untuk pengecekan lapang. Pengecekan lapang dalam penelitian ini dilakukan di empat lokasi kecamatan, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi. Secara garis besar pengecekan lapang dilakukan di dua daerah dengan karakteristik yang berbeda. Kecamatan Kalijati dan Cipeundeuy merupakan daerah bertopografi bergelombang/berbukit, sedangkan Kecamatan Pabuaran dan Patokbeusi merupakan daerah bertopografi datar yang didominasi oleh lahan pertanian basah berupa sawah. Survei di empat kecamatan tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi pola tanam aktual yang berpotensi untuk dikembangkan. Data primer yang diperoleh di lapang dikombinasikan dengan data sekunder yang ada sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan pola tanam optimum pada suatu satuan lahan tertentu. Penentuan pola tanam optimum di lahan pertanian Kabupaten Subang ini menggunakan nilai erosi lahan, kecukupan beras, dan manfaat ekonomi sebagai pertimbangan. Satuan lahan yang menjadi fokus penelitian adalah satuan lahan dengan penggunaan lahan berupa sawah, kebun campuran, dan tegalan. Hal ini dikarenakan tiga penggunaan lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang diusahakan oleh petani dan menjadi pendapatan utama mereka. Luas satuan lahan di empat kecamatan yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7 dan sebaran spasial satuan lahan beserta titik sampling disajikan pada Gambar 12. Tabel 7. Luas satuan lahan terpilih No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Kode satuan lahan IIe-->KC IIe-->SW IIIc-->KC IIIc-->SW IIIc-->TG IIIe-->KC IIIe-->SW IIIe-->TG IIIw-->KC IIIw-->SW IIIw-->TG IVe-->KC IVe-->SW IVw-->TG IVw-->KC IVw-->SW VIe-->KC VIe-->SW VIe-->TG Total Satuan lahan IIe-->Kebun Campuran IIe-->Sawah IIIc-->Kebun Campuran IIIc-->Sawah IIIc-->Tegalan IIIe-->Kebun Campuran IIIe-->Sawah IIIe-->Tegalan IIIw-->Kebun Campuran IIIw-->Sawah IIIw-->Tegalan IVe-->Kebun Campuran IVe-->Sawah IVw-->Tegalan IVw-->Kebun Campuran IVw-->Sawah VIe-->Kebun Campuran VIe-->Sawah VIe-->Tegalan Luas satuan lahan (ha) 108,22 88,40 1.709,93 1.577,93 78,81 173,50 2.726,49 67,44 235,18 456,90 39,35 182,22 338,28 7,30 127,61 2.466,90 148,34 154,24 7,05 10.694,09 35 Jawa Barat IVw-->SW IIIe-->SW IVw-->KC Kec. Patokbeusi IIIw-->SW IIIe-->TG Kec. Pabuaran IIIc-->KC IVw-->TG IIIw-->TG IIIc-->SW IIIe-->KC Kec. Cipeundeuy Legenda IIIw-->KC IIIc-->TG Kec. Kalijati VIe-->KC ® 0 1.5 3 6 VIe-->SW 9 Km 12 VIe-->TG IIe-->KC IVe-->KC IVe-->SW IIe-->SW IIe-->KC IIe-->SW IIIc-->KC IIIc-->SW IIIc-->TG IIIe-->KC IIIe-->SW IIIe-->TG IIIw-->KC IIIw-->SW IIIw-->TG IVe-->KC IVe-->SW IVw-->KC IVw-->SW IVw-->TG VIe-->KC VIe-->SW VIe-->TG Gambar 12. Sebaran spasial satuan lahan, titik responden, dan beberapa foto kondisi lapang Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 19 satuan lahan dari lokasi contoh. Satuan lahan dengan luas tertinggi adalah IIIe-->Sawah sebesar 2.726,49 ha. Satuan lahan tersebut dicirikan oleh tipe penggunaan lahan sawah dengan kemampuan lahan IIIe. Satuan lahan ini tersebar di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Pabuaran, Petokbeusi, dan Cipeundey. Persebaran terluas berada di Kecamatan Pabuaran diikuti dengan Patokbeusi dan Cipeundeuy. Hal ini disebabkan karena daerah ini merupakan daerah peralihan dari wilayah tengah yang bertopografi bergelombang ke wilayah utara yang bertopografi datar dengan jenis tanah penyusunnya adalah Podsolik sehingga menyebabkan daerah ini tergolong dalam kemampuan lahan IIIe dengan faktor pembatas berupa erosi yang agak tinggi. Topografi wilayah ini yang tergolong agak datar dan ketersediaan air yang cukup mudah diatur menyebabkan masyarakat setempat banyak memanfaatkan lahannya sebagai sawah, dengan tipe irigasi yang beragam antara lain teknis, setengah teknis, dan tadah hujan. Oleh sebab itu, satuan lahan tipe IIIe-->Sawah tersebar luas di daerah penelitian, terutama Kecamatan Pabuaran. Satuan lahan dengan luas terkecil adalah VIe-->Tegalan (VIe-->TG), yaitu hanya sebesar 7,05 ha. Satuan lahan ini memiliki tipe lereng yang tergolong agak curam sehingga masyarakat setempat jarang memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan pertanian. Satuan lahan VIe-->TG hanya berada di Kecamatan Kalijati yang merupakan daerah bergelombang sampai berbukit. 36 Erosi Lahan Usahatani dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan jika penerapan teknik konservasi tanah menjadi prioritas. Untuk mewujudkan usahatani berkelanjutan tersebut diperlukan perencanaan yang baik dan terarah agar teknik konservasi tanah dapat diterapkan secara tepat, efektif, dan efisien. Untuk menyusun rencana konservasi tanah diperlukan data erosi, yang dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung di lapangan. Namun, pengukuran di lapangan memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit. Salah satu cara yang cepat dan murah adalah dengan melakukan penaksiran atau prediksi. Upaya menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak mungkin, karena gangguan terhadap lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit dihindari. Oleh karena itu dalam perencanaan konservasi tanah ditetapkan nilai atau jumlah erosi yang masih dapat diabaikan (Dariah et al. 2004). Pada penelitian ini untuk mengetahui besarnya erosi lahan di wilayah penelitian dilakukan prediksi erosi dengan menggunakan metode prediksi USLE. Besar kecilnya tingkat erosi tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab erosi. Faktor erosivitas, erodibilitas, kemiringan lereng, pengelolaan tanaman, dan tindakan konservasi tanah merupakan lima faktor yang dipertimbangkan dalam prediksi erosi menggunakan metode USLE yang digunakan pada penelitian ini. Adapun nilai potensi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Prediksi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 Satuan lahan IIe-->KC IIe-->SW IIIc-->KC IIIc-->SW IIIc-->TG IIIe-->KC IIIe-->SW IIIe-->TG IIIw-->KC IIIw-->SW IIIw-->TG IVe-->KC IVe-->SW IVw-->KC IVw-->SW IVw-->TG VIe-->KC VIe-->SW VIe-->TG R K 3.224,77 3.482,25 2.513,08 2.130,91 2.259,17 1.839,04 1.784,96 1.937,13 2.295,83 2.314,91 2.230,39 3.463,29 3.422,90 1.732,07 1.468,17 1.601,97 2.704,89 2.877,96 2.632,15 0,22 0,22 0,04 0,04 0,04 0,36 0,43 0,54 0,26 0,25 0,25 0,04 0,15 0,27 0,27 0,04 0,09 0,07 0,04 LS C 0,05 0,05 0,43 0,44 0,47 0,40 0,32 0,43 0,26 0,25 0,47 1,55 1,57 0,09 0,09 1,55 2,88 2,76 2,27 0,25 0,01 0,41 0,04 0,50 0,41 0,01 0,42 0,28 0,01 0,65 0,41 0,01 0,29 0,01 0,65 0,31 0,01 0,77 P 1,00 1,00 0,65 0,70 0,70 0,56 0,81 0,50 0,55 0,82 0,60 0,60 0,83 0,65 0,88 0,35 0,73 0,85 0,80 Erosi (ton/ha/tahun) 8,67 0,37 10,96 0,77 13,19 57,11 1,78 91,03 34,84 1,04 103,01 48,04 6,83 7,33 0,30 20,31 123,21 5,70 133,19 TSL (ton/ha/tahun) 14,00 14,00 39,46 40,50 39,00 30,75 29,75 28,00 21,68 21,77 19,68 36,00 25,40 29,10 29,79 36,00 30,60 32,47 36,00 Keterangan: R= faktor erosivitas hujan, K= faktor erodibilitas tanah, LS= faktor lereng, C= faktor pengelolaan tanaman, P= faktor teknik konservasi tanah, TSL= Tolerable Soil Loss Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan di daerah penelitian berkisar antara 14 hingga 40,50 ton/ha/tahun. Nilai tersebut disebut juga sebagai nilai T yang menunjukkan laju erosi terbesar yang masih dapat ditoleransikan setiap tahunnya namun tetap dapat mempertahankan kedalaman tertentu untuk pertumbu 37 han tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara lestari (Arsyad 1989). Nilai T ini dipengaruhi oleh kedalaman efektif, faktor kedalaman tanah, dan bobot isi tanah. Rata-rata laju erosi aktual di daerah penelitian bervariasi antara 0,30 sampai 133,19 ton/ha/tahun. Nilai tersebut diperoleh dari hasil perkalian faktor-faktor erosi sehingga kombinasi nilai faktor erosi yang berbeda pada setiap satuan lahan menghasilkan nilai prediksi laju erosi yang bervariasi. Laju erosi terendah dijumpai pada satuan lahan IVw-->SW sebesar 0,30 ton/ha/tahun. Rendahnya laju erosi pada satuan lahan ini disebabkan oleh nilai erosivitas hujan (R) yang sangat rendah sebesar 1.468,17, faktor kemiringan lereng yang datar (<2%) disertai faktor pengelolaan atau tipe penggunaan lahan berupa sawah beririgasi. Laju erosi pada satuan lahan tersebut dapat ditekan dengan adanya galengan-galengan di sawah. Dengan demikian, laju erosi di satuan lahan IVw-->SW menjadi sangat rendah. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan lahan berupa sawah tidak memiliki nilai erosi atau dianggap nol, sebab adanya petakanpetakan di sawah mampu menahan terjadinya erosi. Laju erosi tertinggi berdasarkan Tabel 8 sebesar 133,19 ton/ha/tahun pada satuan lahan VIe-->TG. Satuan lahan ini berada di Desa Jalupang, Kecamatan Kalijati dengan topografi wilayah bergelombang sampai berbukit. Satuan lahan ini merupakan tegalan yang dikelola pada tipe lereng agak curam (26-40%) dengan nilai C dan P yang agak tinggi (C=0,77 dan P=0,80) dan terletak pada daerah dengan nilai R yang agak tinggi sebesar 2.632,15. Berdasarkan Tabel 8, terdapat tujuh satuan lahan yang memiliki erosi lebih dari erosi yang dapat ditoleransikan, sehingga diperlukan upaya konservasi. Halim et al. (2007) menyatakan bahwa erosi tanah berkorelasi positif dengan kemiringan lereng, kondisi penutupan tanah, dan praktek-praktek konservasi. Penggunaan tanah yang tidak menerapkan praktek-praktek konservasi menyebabkan lahan di suatu daerah tergolong pada bahaya erosi tingkat sedang sampai sangat tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan satuan lahan VIe-->TG memiliki laju erosi tertinggi dibandingkan dengan satuan lahan lainnya. Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi (hasil prediksi atau pengukuran lapang) dengan erosi yang diperbolehkan. Berdasarkan Tabel 8, terdapat dua belas unit lahan yang memiliki erosi aktual lebih rendah dari TSL, sehingga daerah tersebut perlu dipertahankan agar kondisinya tetap lestari. Namun, tujuh unit lahan lainnya, yaitu IIIe-->KC, IIIe-->TG, IIIw-->KC, IIIw-->TG, IVe-->KC, VIe-->KC, dan VIe-->TG diprediksi erosinya melampaui erosi yang diperbolehkan (A > TSL). Daerah tersebut perlu direncanakan konservasi tanah dan airnya dengan mempertimbangkan faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi tanah dan air perlu dilakukan pada unit lahan yang memiliki nilai erosi aktual (A) yang melampaui erosi yang diperbolehkan yaitu dengan penanaman tanaman penutup tanah, penambahan kombinasi populasi tanaman (tajuk bertingkat) dan pembuatan serta perbaikan teras (Dewi et al. 2012). Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent) Nilai lahan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, ekonomi, dan sosial-budaya (Ridwan et al. 2013). Nilai land rent pada pola tanam tertentu untuk 36 38 semua pola tanam disajikan dalam Lampiran 9, sedangkan land rent dengan nilai tertinggi pada pola tanam tertentu ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9. Land rent tertinggi dari pola tanam di wilayah penelitian Land use Sawah TegalKebun Campuran Kode pola tanam PT 3 PT 2 PT 1 PT 64 PT 22 PT 20 PT 67 PT 14 PT 21 PT 24 PT 12 PT 19 PT 35 Pola tanam Kacang tanah-padi-jagung Padi-padi-padi Padi-padi-bera Jati-albasia Cabe merah-kelapa Cabe rawit-terung Mahoni-albasia-kelapa Kacang tanah-ubi jalar-singkong Cabe-jambu merah-pisang Jeruk Kacang tanah-singkong Cabe rawit Duku-rambutan-nangka Land rent Rp (m2)-1tahun-1 6.285 2.945 2.164 4.495 4.352 3.938 3.878 3.691 3.579 3.464 3.402 3.380 3.138 Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan sawah dengan pola tanam padi-padi memiliki nilai sebesar Rp 2.163 (m2)-1 tahun-1, padi-padi-padi sebesar Rp 2.945 m2-1 tahun-1 dan kacang tanah-padi-jagung sebesar Rp 6.284 (m2)-1 tahun-1. Berdasarkan nilai land rent tersebut dapat dikatakan bahwa penggunaan lahan sawah dengan pola tanam kacang tanah-padi-jagung secara ekonomi lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pola tanam yang lainnya pada lahan sawah. Kombinasi tersebut lebih menguntungkan karena menghasilkan pendapatan lebih tinggi bagi petani setiap tahunnya. Hal ini didukung oleh harga komoditas kacang tanah dan jagung yang cukup tinggi di pasar, baik pasar lokal maupun nasional. Pada penggunaan lahan berupa kebun campuran dan tegalan, pola tanam jati-albasia memiliki nilai land rent tertinggi sebesar Rp 4.495 (m2)-1 tahun-1. Harga jual dari kedua jenis tanaman kehutanan tersebut sangat tinggi di pasar sehingga mampu menutupi biaya pengeluaran pengusahaan tanaman tersebut. Selanjutnya untuk pola tanam pisang pada kebun campuran/tegalan memiliki nilai land rent terendah sebesar Rp 928 (m2)-1 tahun-1. Hal ini dipengaruhi oleh biaya pengusahaan yang cukup besar sedangkan harga jual di pasaran relatif rendah sehingga penerimaan yang diperoleh petani menjadi kecil. Pola tanam ini secara ekonomi kurang menguntungkan bagi petani. Menurut Widjajanto et al. (2008), berdasarkan analisis preferensi masyarakat terhadap pengembangan komoditas agroforestri didapatkan hasil bahwa prioritas pengembangan tanaman kayukayuan menduduki prioritas yang lebih tinggi daripada komoditas MPTs (multi purpose trees species). Hal tersebut disebabkan karena rendahnya keuntungan finansial produksi, kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masih rendahnya potensi kemitraan agribisnis, dan kurangnya peran kelembagaan petani. 37 39 Kecukupan Beras Wilayah Beras merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia setiap harinya. Peranannya yang dominan dalam pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia, menuntut pemerintah pusat maupun daerah untuk mengevaluasi dan memperbaharui kebijakan untuk melindungi masyarakat, baik sebagai produsen maupun konsumen beras. Dominasi beras sebagai pangan pokok rumah tangga sulit tergantikan oleh jenis pangan lainnya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini kecukupaan beras menjadi salah satu target yang ingin dicapai dalam menentukan pola tanam optimal pada lahan pertanian di Kabupaten Subang. Kecukupan pangan yang dimaksud adalah kemampuan petani untuk mencukupi kebutuhan beras wilayah dalam setahun. Rata-rata produksi padi untuk empat kecamatan lokasi berdasarkan hasil observasi adalah 6,28 ton-1 GKP ha-1 atau setara dengan beras 3.945,07 kg. Berdasarkan hasil analisis, standar kebutuhan beras di empat kecamatan tersebut adalah sebesar 118,07 kg kapita-1 tahun-1, dengan rata-rata jumlah anggota keluarga tiap KK adalah 3 orang. Dengan demikian, kebutuhan beras setiap KK adalah sebesar 354,21 kg tahun-1. Analisis kebutuhan beras dilakukan dengan menghitung jumlah penduduk, kebutuhan beras per kapita per tahun, dan produksi padi di empat kecamatan lokasi penelitian. Kebutuhan konsumsi beras penduduk disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Kebutuhan konsumsi beras penduduk No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Variabel Luas kecamatan (km2) Jumlah penduduk kecamatan (jiwa) Rata-rata penduduk per KK Jumlah KK Konsumsi beras (kg/kapita/tahun) Konsumsi beras setara gabah (kg GKP/kapita/tahun) Total kebutuhan beras (ton GKP/tahun) Luas panen kecamatan (ha) Produksi padi kecamatan (ton GKP) Surplus/defisit (ton GKP) Cipeundeuy 98,11 61.649 3 13.512 118,07 Kalijati 93,06 46.335 3 11.222 118,07 Kecamatan Pabuaran 74,08 60.846 3 18.109 118,07 Patokbeusi 94,42 78.780 3 12.364 118,07 188,19 11.602 2.660 14.233 2.631 188,19 8.720 3.220 17.772 9.052 188,19 11.451 8.938 58.525 47.074 188,19 14.826 12.136 91.184 76.358 Jumlah 359,66 247.610 55.207 46.598 26.954 181.714 135.115 Padi yang dihasilkan di wilayah penelitian terhitung sebesar 181.714 ton GKP, sedangkan total kebutuhan beras setara gabah kering panen adalah 46.598 ton GKP. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi di lokasi penelitian mampu memenuhi kebutuhan pangan penduduk dan surplus sebesar 135.115 ton GKP. Pada model LGP, skenario disusun dengan menggunakan kecukupan beras sebagai salah satu target, sehingga dalam model tersebut suatu lahan yang optimal harus memiliki produktivitas padi yang melebihi kebutuhan beras penduduk empat kecamatan penelitian. 40 Tabel 11. Prediksi kecukupan pangan (beras) tahun 2015 dan 2020 Kecamatan Kalijati Cipeundeuy Pabuaran Penduduk tahun 2012 Laju pertumbuhan penduduk (%) 61.649 46.335 60.846 3,38 4,24 -0,29 78.780 1,20 Patokbeusi keterangan: + : surplus, - : defisit Laju konversi lahan sawah (%) 0 0 0 -0,17 Produktivitas padi (ton/ha) (Produksikebutuhan beras) 2015 5,587 5,615 2.043 8.204 Status kecukupan pangan 2015 + + (Produksikebutuhan beras) 2020 -275 5.924 Status kecukupan pangan 2020 + 6,641 48.008 + 48.174 + 7,569 76.497 + 75.554 + Kecukupan pangan khususnya beras di wilayah penelitian untuk beberapa tahun ke depan dapat diprediksi dengan mengetahui laju pertumbuhan penduduk, produksi dan produktivitas padi, serta kebutuhan beras wilayah. Tabel 11 menunjukkan bahwa kecukupan pangan pada tahun 2015 di empat kecamatan wilayah penelitian masih berstatus surplus. Namun demikian, pada tahun 2020 jika diasumsikan produktivitas padi dan laju konversi sawah tetap, tidak ada perluasan pengusahaan lahan pangan lainnya, serta laju pertumbuhan penduduk sama dengan kondisi saat ini, maka kecukupan pangan di Kecamatan Kalijati akan berstatus defisit. Kondisi defisit akan lebih tinggi jika konversi aktual memiliki laju lebih tinggi dibandingkan perkiraan dari data sebelumnya. Percepatan pembangunan yang dilakukan di jalur Pantai Utara Jawa Barat dikhawatirkan akan mempercepat laju konversi yang mengancam eksistensi lahan sawah di wilayah ini. Hal ini menunjukkan bahwa kecukupan pangan dalam jangka waktu beberapa tahun ke depan perlu menjadi perhatian pemerintah setempat. Oleh sebab itu, diperlukan suatu upaya dari pemerintah Subang untuk mempertahankan lahan pertanian sehingga kebutuhan pangan penduduk dapat terpenuhi secara berkelanjutan. Penggunaan Lahan Optimal Penyusunan model optimasi dengan menggunakan MGP mempertimbangkan beberapa faktor kepentingan wilayah sebagai dasar penentuan alokasi lahan optimal, yaitu kelestarian lingkungan, manfaat ekonomi dari suatu usahatani, serta kecukupan beras. Menurut Li et al (2009), model alokasi penggunaan lahan (APL) dapat digunakan untuk meminimumkan (misalnya minimumkan biaya) ataupun memaksimumkan fungsi tujuan (misalnya memaksimumkan indeks kepadatan). Pada penelitian ini, fungsi tujuan dalam model optimasi ini disusun untuk meminimumkan simpangan-simpangan dari target optimasi untuk menghasilkan sebaran lahan optimal dengan pola tanam tertentu. Hasil optimasi dari 12 skenario yang disusun menghasilkan tiga pola sebaran spasial lahan optimal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Skenario I, IV, VII, dan X menghasilkan pola spasial a, skenario II, V, VIII, dan XI menghasilkan pola spasial b, dan skenario III, VI, IX, dan XII menghasilkan pola spasial c. Optimasi juga menghasilkan luasan lahan optimal untuk diusahakan dengan pola tanam tertentu untuk setiap satuan lahan. Target/tujuan yang ingin dicapai dari masing-masing skenario berbeda-beda, sehingga menghasilkan hasil skenario dengan luasan lahan optimal yang berbeda pada masing-masing satuan lahan dan pola tanam. Besaran nilai pencapaian target dari skenario yang disusun disajikan dalam Lampiran 10. PT 1 (padi-pad-bera) PT 2 (padi-padi-padi) PT 3 (kacang tanah-padi-jagung) PT 4 (jagung-kelapa) PT 5 (jagung-singkong) PT 9 (kacang hijau-singkong) PT 10 (kacang tanah-jagung-bera) PT 11 (kacang tanah-kedelai-bera) PT 22 (cabe rawit-terung) PT 23 (cabe merah-kelapa) PT 12 (kacang tanah-pisang) PT 13 (kacang tanah-singkong) PT 16 (kedelai-jagung-bera) PT 20 (cabe rawit) PT 21 (cabe rawit-jambu merahpisang) b) PT 27 (rambutan) PT 30 (rambutan-nangka) PT 37 (kelapa) PT 42 (bambu-rambutan-pisang) PT 43 (bambu-rambutansingkong) PT 64 (jati-albasia) PT 67 (mahoni-albasia-kelapa) Penggunaan lahan selain kebun campuran, tegalan, dan sawah c) 0 4 8 12 Km 16 Sumber : BAPPEDA Kab. Subang Hasil Interpretasi Citra Hasil Validasi Lapang 2 ® Gambar 13. Penggunaan lahan optimal a) skenario I,IV,VII, dan X b) skenario II,V,VIII, dan XI c) skenario III,VI,IX dan XII a) 41 41 42 Skenario dengan pola sebaran spasial a mencakup 20 pola tanam, skenario dengan pola sebaran spasial b mencakup 17 pola tanam, sedangkan skenario dengan pola sebaran spasial c mencakup 16 pola tanam. Pola tanam padi-padipadi (PT 2), kacang tanah-padi-jagung (PT 3), cabe rawit-terung (PT 22), dan cabe merah kelapa (PT 23) mendominasi sebaran spasial di ketiga pola yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 10 bahwa keempat pola tanam tersebut paling besar luasan lahan optimalnya. Hal ini menunjukkan bahwa keempat pola tanam tersebut mampu memenuhi target optimasi dengan nilai erosi terendah, manfaat ekonomi tertinggi dan mampu memenuhi kebutuhan beras wilayah. Hasil optimasi ini juga sesuai dengan preferensi petani setempat yang lebih memilih untuk mengusahakan tanaman pangan khususnya padi dan palawija (kacang tanah dan jagung) pada lahan pertanian mereka. Alasan petani membudidayakan komoditas-komoditas tersebut karena mampu memberikan keuntungan yang lebih besar dan layak secara finansial. Gambar 13 menunjukkan bahwa pola tanam kacang tanah-padi-jagung memiliki luasan lahan optimal yang cukup besar mencapai lebih dari 1.000 ha berdasarkan hasil optimasi dengan model LGP. Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi ketiga tanaman tersebut mampu menekan erosi, mampu memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani serta memenuhi kebutuhan beras penduduk. Pola tanam tersebut juga sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tanaman padi umumnya ditanam pada awal musim hujan atau mendekati musim hujan, hal ini dikarenakan padi membutuhkan air yang cukup sepanjang pertumbuhannya sehingga air sangat mempengaruhi hasil produksi. Sedangkan tanaman palawija (kacang tanah dan jagung) dibudidayakan pada saat mendekati musim kemarau, karena palawija tidak membutuhkan air yang banyak untuk menunjang pertumbuhannya. Pemilihan kacang tanah dan jagung sebagai tanaman palawija yang dipilih dalam pola tanam ini, dengan pertimbangan tanaman tersebut disukai masyarakat setempat, tidak membutuhkan air dalam jumlah yang besar serta dapat meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah (khususnya kacang tanah). Di samping itu, pola tanam tersebut juga layak secara finansial karena memberikan keuntungan lebih besar dibandingkan pola tanam lainnya, dimana hasil perhitungan land rent pada analisis sebelumnya menempatkan pola tanam ini sebagai pola tanam dengan nilai land rent tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan oleh Wirosudarmo dan Apriadi (2012), bahwa ukuran keberhasilan petani dalam mengelola usahataninya adalah besarnya tingkat keuntungan yang mampu diterimanya. Hasil optimasi semua skenario dengan model MGP dapat saling dibandingkan berdasarkan nilai manfaat ekonomi, erosi, dan kebutuhan beras wilyah. Kriteria kendala sasaran yang diskenariokan dan hasil optimasi skenario tersebut dengan model MGP ditunjukkan dalam Tabel 12. 43 Tabel 12. Perbandingan skenario berdasarkan tiga kombinasi kriteria Kriteria yang diskenariokan Skenario S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 S12 M E B M1 M2 M3 M1 M2 M3 M1 M2 M3 M1 M2 M3 E1 E1 E1 E2 E2 E2 E1 E1 E1 E2 E2 E2 B1 B1 B1 B1 B1 B1 B2 B2 B2 B2 B2 B2 Hasil optimasi skenario Manfaat ekonomi (Rp/tahun) 350.599.820.000 438.248.250.000 525.890.970.000 350.599.820.000 438.248.250.000 525.890.970.000 350.599.820.000 438.248.250.000 525.890.970.000 350.599.820.000 438.248.250.000 525.890.970.000 Erosi total (ton/tahun) 88.252,99 88.252,99 88.252,99 85.528,10 85.528,10 85.528,10 88.252,99 88.252,99 88.252,99 85.528,10 85.528,10 85.528,10 Produksi beras ton GKP 46.598 46.598 46.598 46.598 46.598 46.598 181.730 181.730 181.730 181.730 181.730 181.730 Pola spasial a b c a b c a b c a b c Keterangan: S= skenario, M= manfaat ekonomi, E= erosi, B= produksi beras Erosi di wilayah penelitian yang ditetapkan dengan menggunakan prediksi USLE sebesar 133.575 ton/tahun dengan nilai TSL sebesar 311.785,2 ton/tahun. Nilai erosi dalam model LGP disusun lebih rendah daripada TSL, sehingga erosi hasil optimasi lebih rendah daripada TSL dan erosi dugaan USLE. Erosi hasil optimasi berdasarkan Tabel 11 pada skenario-skenario yang disusun sebesar 85.528,10 ton/tahun dan 88.252,99 ton/tahun, atau sama dengan 27%-28% TSL. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola tanam optimal hasil optimasi secara ekologi mampu menjaga kelestarian lahan. Sintesis hasil optimasi MGP menghasilkan skenario yang dapat disarankan yaitu skenario VI dan XII dengan pola sebaran spasial c sebagai skenario terbaik. Berdasarkan Tabel 12, kedua skenario tersebut mampu memenuhi sasaran yang diharapkan dibandingkan skenario lainnya, yaitu memiliki nilai erosi paling rendah sebesar 85.528,10 ton/tahun sehingga diharapkan dapat menjaga kelestarian lahan, mampu memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani yaitu sebesar Rp 525.890.970.000,- untuk area pertanian seluas 10.694,09 ha serta mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian. Skenario XII selain mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk setempat, juga menghasilkan surplus beras karena produksi beras diskenariokan 3,9 kali lipat jumlah penduduk wilayah penelitian, sesuai data dari Badan Pusat Statistik. Dengan asumsi bahwa produksi stabil pada 3,9 kali lipat seperti kondisi saat ini, dengan wilayah yang didesain sebagai pusat produksi beras, maka angka tersebut dapat dijadikan angka standar untuk menjaga ketahanan pangan wilayah kabupaten, provinsi atau nasional. Selanjutnya untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi terbentuknya pola spasial optimasi maka dilakukan proses regression tree models atau decision tree dengan variabel penduga diantaranya manfaat ekonomi, nilai prediksi erosi, serta produksi beras wilayah. Hasil analisis decision tree disajikan pada Gambar 14. 44 Gambar 14. Decision tree hasil optimasi dengan model LGP Berdasarkan analisis decision tree, skenario akan menghasilkan pola spasial a jika memiliki nilai manfaat ekonomi kurang dari sama dengan 394.424.035.000. Pola spasial b dihasilkan dari skenario yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari 394.424.035.000 namun kurang dari sama dengan 482.069.610.000. Selanjutnya untuk skenario yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari 482.069.610.000 maka akan menghasilkan sebaran lahan optimal dengan pola spasial c. Hasil decision tree menunjukkan bahwa pola spasial lahan optimal hasil optimasi sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani. Berdasarkan analisis ini dapat dikatakan bahwa erosi dan kecukupan beras wilayah kurang berpengaruh dalam menentukan pola sebaran spasial lahan optimal. Hal ini dikarenakan beberapa petani setempat telah menerapkan teknik konservasi dalam pengusahaan lahan pertanian mereka, sehingga terjadinya erosi tidak menjadi masalah yang berarti dalam menentukan pola tanam yang akan diterapkan. Selanjutnya, mengingat wilayah penelitian mampu memproduksi padi sebesar 3,9 kali lipat dari kebutuhan beras penduduk saat ini, maka faktor kecukupan beras wilayah berdasarkan hasil analisis decision tree juga kurang berpengaruh dalam menentukan pola sebaran lahan optimal. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 yang didukung dengan verifikasi lapang menghasilkan sembilan tipe penggunaan, yaitu badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan. Sawah merupakan penggunaan lahan yang dominan di Kabupaten Subang dengan luas hampir 50%. Kondisi tersebut masih mendukung Kabupaten Subang sebagai kontributor padi terbesar ketiga di Jawa Barat. Analisis komoditas unggulan dan potensial unggulan tanaman pertanian menunjukkan bahwa tidak semua wilayah menjadi basis dari tanaman yang dibudidayakan. Potensi suatu komoditas menjadi unggulan maupun potensial 45 unggulan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh topografi wilayah dan iklim yang menjadi persyaratan tumbuh tanaman. Pola tanam yang diterapkan oleh petani bervariasi, tidak hanya tanaman pangan, palawija, dan hortikultura yang bersifat musiman, tetapi juga tanaman tahunan. Keragaman pola tanam ini berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian. Terdapat sembilan kelas kemampuan lahan yang ditemukan di wilayah kajian yaitu kelas kemampuan lahan IIe sampai dengan VIIe. Kemampuan lahan di Kabupaten Subang maupun wilayah penelitian didominasi oleh subkelas lahan IIIc, dengan faktor pembatas berupa permeabilitas dan iklim. Usahatani dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan bila penerapan teknik konservasi tanah menjadi prioritas. Hasil prediksi erosi dengan persamaan USLE menunjukkan bahwa tujuh dari 19 satuan lahan di lokasi penelitian memiliki erosi aktual yang melampaui erosi yang dapat ditoleransikan sehingga diperlukan perencanaan konservasi tanah dan air. Hasil optimasi dengan model MGP menghasilkan tiga pola sebaran spasial lahan optimal. Pola tanam padi-padi-padi (PT 2), kacang tanah-padi-jagung (PT 3), cabe rawit-terung (PT 22), dan cabe merah kelapa (PT 23) mendominasi sebaran spasial di ketiga pola yang dihasilkan. Kombinasi empat pola tanam tersebut mampu memenuhi target optimasi dengan nilai erosi terendah, manfaat ekonomi tertinggi, dan mampu memenuhi kebutuhan beras wilayah. Hasil decision tree menunjukkan bahwa pola spasial lahan optimal sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani. Kelayakan secara finansial sangat mempengaruhi petani dalam menentukan pola tanam yang akan diterapkan dalam usahataninya. Saran Jika keuntungan usahatani menjadi ukuran utama, maka pola tanam yang menghasilkan keuntungan usahatani tertinggi adalah kacang tanah-padi-jagung. Pola tersebut cocok diusahakan di wilayah tengah Subang. Skenario yang disarankan untuk dapat diterapkan oleh petani adalah skenario VI dan XII (manfaat ekonomi 120%, erosi 0,95 TSL, dan produksi beras = KSI atau 3,9 KSI) dengan pola sebaran spasial c. Pola tanam pada skenario tersebut terdiri dari 16 jenis pola tanam dengan konfigurasi utama pola tanam padi-padi-padi dan cabe rawit-terung di bagian utara, yaitu Kecamatan Patokbeusi. Penggunaan metode MGP dengan mengkhususkan optimasi di lahan sawah atau tegal saja untuk memperoleh pola tanam paling optimum di lahan sawah atau tegal tersebut disarankan untuk menghasilkan rekomendasi lebih spesifik. Modifikasi sasaran terkait irigasi atau kecukupan lahan untuk pangan (bukan hanya beras) dan permukiman merupakan beberapa topik yang perlu dikaji lebih lanjut di wilayah ini. 46 DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press. Badan Pusat Statistik. 2013. Subang dalam Angka 2013. Subang (ID): BPS Kabupaten Subang. Bappeda Kabupaten Subang. 2012. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Subang Tahun 2012. Subang (ID): Pemerintah Kabupaten Subang. Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah. Yogyakarta (ID): Andi Press. Basuki AT, Gayatri U. 2009. Penentu sektor unggulan dalam pembangunan daerah: studi kasus di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. 10(1):34-50. Dariah A, Rachman A, Kurnia U. 2004. Erosi dan degradasi lahan kering di Indonesia. Di dalam: Kurnia U, Rachman A, Dariah A, editor. Teknologi Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak), hal. 1-8. Dewi SU, Trigunasih NM, Kusmawati T. 2012. Prediksi erosi dan perencanaan konservasi tanah dan air pada daerah aliran Sungai Saba. E-Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 1(1):12-23. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang. 2012. Laporan Tahunan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang 2012. Subang (ID): Pemerintah Kabupaten Subang. Fahriyah AR, Nuhfil H, Sulistyono A. 2013. Hubungan tingkat penerapan usahatani konservasi terhadap produktivitas dan pendapatan usahatai wortel (Daucus carota L) kasus Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. AGRISE. 13(1):42-53. Halim R, Clemente RS, Routray JK, Shrestha RP. 2007. Integration of biophysical and socio-economic factors to assess soil erosion hazard in the Upper Kaligarang Watershed, Indonesia. Land Degradation and Development. 188(4):453-469. Haridjaja O. 2008. Pentingnya konservasi sumberdaya lahan. Di dalam: Arsyad S, Rustiadi E, editor. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan 1st Ed. Bogor (ID): Crespent Press dan Yayasan Obor, hal. 17-31. Han J, Kamber M. 2006. Data Mining Concepts and Techniques Second Edition. San Francisco (US): Morgan Kaufmann. Idris AI, Millang S, Paembonan S. 2012. Tingkat erosi pada berbagai penutupan tajuk pola agroforestry di sub DAS Tallo Hulu. Jurnal Sains dan Teknologi. 12(1):81-90. Jayanti N, Puspitodjati S, Elida T. 2008. Teknik klasifikasi pohon keputusan untuk memprediksi kebangkrutan bank berdasarkan rasio keuangan bank. Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen (KOMMIT 2008). 2008 Agustus 20-21; Depok, Indonesia. Depok (ID): Universitas Gunadarma Press. hal. 101-107. Kastaman R, Kendarto DR, Aji AM. 2007. Model optimasi pola tanam pada lahan kering di Desa Sarimukti Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. Jurnal FTIP. 13(1):1-11. 47 Katharina R. 2007. Adopsi konservasi sebagai bentuk investasi usaha jangka panjang (studi kasus usahatani kentang lahan kering dataran tinggi Pangalengan). Jurnal Manajemen Agribisnis. 4(1):32-45. Lillesand MT, Kiefer RW, Chipman JW. 2004. Remote Sensing and Image Interpretation. 5th Ed. Hoboken: John Wiley and Sons. Li X, Chen Y, and Daoliang L. 2009.A spatial decision support system for land use structure optimization. WSEAS Transaction on Computer. 8:436-448. Linoff GS, Berry MJA. 2004. Data Mining Techniques: For Marketing, Sales, and Customer Relationship Management 2nd ed. Indiana (US): Wiley Publishing, Inc. Magrib NID. 2011. Penentuan alokasi order dengan pendekatan goal programming (studi kasus PT. X Surabaya). ARIKA. 5(1): 27-37. Maridi. 2011. Pendekatan Vegetatif dalam Upaya Konservasi DAS Bengawan Solo (Studi Kasus di Sub DAS Keduang). Seminar Nasional VIII Pendidikan Biologi. Solo (ID): hal. 209-214. McAllister CD, Simpson TW. 2000. Goal programming application in multidisciplinary design optimization. American Onstitute of Aeronautics and Astronautics Meeting Papers. doi: 10.2514/6.2000-4717. Meilani BD, Slamat AF. 2012. Klasifikasi data karyawan untuk menentukan jadwal kerja menggunakan metode decision tree. Jurnal IPTEK. 16(1):1723. Mulyono S. 2002. Riset Operasi. Jakarta (ID): UI Press. Nasendi BD, Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. Jakarta (ID): Gramedia. Pahlawan JR, Worosuprojo S. 2013. Kajian pengelolaan lahan Subdas Secang Kulonprogo Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia. 2(2):9-22. Priyono KD. 2010. Pembangunan pertanian berkelanjutan di daerah rawan longsosr lahan (studi kasus di Pegunungan Manoreh Kabupaten Kulonprogo DIY). PIT IGI XIII & Konggres IGI IV; 2010 Desember 11-12; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): hal.1-10. Putra CD, Mardiatno D. 2012. Kemampuan lahan untuk arahan kawasan budidaya dan non budidaya sub daerah aliran sungai petir di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia. 1(2):121-130. Ridwan BW, Saraswati E, Sapta B. 2013. Pemanfaatan citra Ikonos dan sistem infomasi geografis untuk zonasi harga lahan di Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia. 2(2):121-128. Saptana, Ashari. 2004. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan usaha. Jurnal Litbang Pertanian. 26(4): 123-130. Simangunsong EM, Razali, Mukhlis. 2013. Penentuan kelas kemampuan lahan daerah tangkapan air Danau Toba menggunakan metode scoring. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1(3):396-403. Simbolon SD. 2012. Prediksi erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. VISI. 20(1):773-797. Siswanto. 2007. Operations Research Jilid 1. Jakarta(ID): Erlangga. Soemarno. 2011. Model Optimasi dalam Perencanaan Lahan. Malang (ID): MSDL PDIP PPS FPUB. 48 Stewart TJ, Janssen R, van Herwijnen M. 2004. A genetic algorithm approach to multi-objective land use planning. Computers & Operations Research. 31:2293-2313. Sudalmi ES. 2010. Pembangunan pertanian berkelanjutan. Jurnal Inovasi Pertanian. 9(2):15-28. Sudradjat, Chaerani D, Supriatna AK, Hadi S. 2009. Model optimasi pola tanam lahan kering di Kabupaten Bandung. Bandung (ID): LPPM Universitas Padjajaran. Suputra O, Frederika A, Wahyuni PS. 2008. Analisis perbandingan risiko biaya antara kontrak lumpsum dengan kontrak unit price menggunakan metode decision tree. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 12(2):136-152. Sutapa IW. 2010. Analisis potensi erosi pada daerah aliran sungai di Sulawesi Tengah. SMARTek. 8(3):169-181. Syafruddin, Kairupan AN, Negara A, Limbongan J. 2004. Penataan sistem pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi di Sulawesi Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan. 23(2):61−67. Widjajanto D, Gailea R. 2008. Kajian pengembangan agroforestri untuk pengelolaan daerah aliran Sungai Toranda, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah. Agroland. 15(4): 264-270. Wirosoedarmo R, Apriadi U. 2012. Studi perencanaan pola tanam dan pola operasi pintu air jaringan reklamasi rawa Pulau Rimau di Kabupaten Musi Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian. 3(1):56-66. Zielinska AL, Church RL, Jankowski P. 2008. Spatial optimization as a generative technique for sustainable multiobjective land-use allocation. International Journal of Geographical Information Science. 22(6): 601-622. 49 LAMPIRAN -0,21 0,31 0,15 -0,09 0,23 0,09 0,08 0,20 -0,03 0,54 0,35 -0,05 -0,34 -0,28 -0,25 0,34 0,01 0,07 0,12 -0,17 -0,07 0,10 0,00 -0,07 0,00 0,06 -0,12 -0,02 -0,04 0,08 0,29 1,09 0,82 0,55 0,90 0,78 0,85 0,94 0,65 1,46 1,18 0,54 0,12 0,45 0,90 1,20 0,78 0,70 0,92 0,56 0,74 1,19 0,92 0,86 0,85 1,06 0,74 0,85 0,99 0,82 C PS ANALISIS PENERIMAAN PETANI 0,84 0,92 0,72 0,34 1,02 0,98 0,95 1,01 1,03 1,03 0,98 0,87 0,98 1,01 1,05 0,91 1,05 1,05 1,04 1,05 1,05 1,04 1,06 1,05 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 1,06 ANALISIS LUAS TANAM -0,37 0,90 -0,39 0,38 0,00 0,30 0,06 0,19 -0,13 -0,07 -0,23 0,39 -0,12 -0,31 -0,25 0,05 0,01 -0,30 0,87 -0,04 -0,07 -0,31 1,00 -0,02 -0,15 0,32 -0,15 0,03 -0,10 0,06 ANALISIS LUAS PANEN 0,79 0,91 0,80 0,71 1,00 0,93 0,94 0,99 1,00 1,02 0,93 0,78 0,96 0,97 1,04 0,84 1,04 1,04 1,04 1,03 1,04 1,04 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 DINAMIKA PRODUKSI LUAS PANEN 0,86 0,90 0,81 0,74 1,01 0,93 0,92 0,99 1,00 1,03 0,93 0,77 0,94 0,96 1,03 0,85 1,03 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,04 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 1,05 SSA PENERIMAAN PETANI 0,86 0,85 0,81 0,86 1,01 1,00 1,00 0,93 0,92 1,00 0,93 0,85 0,72 0,98 1,04 0,83 1,02 0,99 1,05 1,03 0,98 1,06 1,07 1,07 1,07 1,07 1,06 1,06 1,06 1,07 LQ PENERIMAAN PETANI TAHUN 2011 Segalaherang Serangpanjang Jalancagak Ciater Cisalak Kasomalang Tanjungsiang Cijambe Cibogo Subang Kalijati Dawuan Cipeundeuy Pabuaran Patokbeusi Purwadadi Cikaum Pagaden Pagaden Barat Cipunagara Compreng Binong Tambak Dahan Ciasem Pamanukan Sukasari Pusakanagara Pusakajaya Legonkulon Blanakan SSA LUAS TANAM LQ LUAS PANEN TAHUN 2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 LQ LUAS TANAM TAHUN 20 11 KECAMATAN SSA LUAS PANEN NO LQ LUAS PANEN TAHUN 2009 Lampiran 1. Contoh data analisis komoditas unggulan pada padi sawah PS PS PS C PS PS PS C C B C C B C C C C C C C C C PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS PS Keterangan: PS= Padi sawah, b= kenaikan nilai LQ luas panen sebesar <1 dari tahun 2009 ke 2011; c= nilai LQ pada tahun 2009 dan 2011 konstan. PS 46 50 Lampiran 2. Hasil penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Subang Kecamatan Analisis luas panen Analisis luas tanam 1 Segalaherang 7, 9, 10, 11, 13, 14 7, 10, 11, 13, 14 7, 10, 11, 13 2 Serangpanjang 8, 18, 19, 20 2, 8, 18 2, 8, 18, 19 3 Jalancagak 5, 17 5, 9, 17 4 Ciater 5, 9, 11, 17 2, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 18, 19, 20 5, 7, 8, 9, 10, 11, 13, 14, 17, 19, 20 2, 5, 7, 8, 9, 10, 11, 14, 18, 19 5 Cisalak 1, 8, 14, 15 8, 15 1, 8, 14, 15 6 Kasomalang 18, 19 2, 3, 18, 19 7 Tanjungsiang 7, 10, 14, 17, 19 5, 7, 13, 17, 18, 19 8 9 Cijambe Cibogo 2, 3, 18, 19 5, 7, 10, 11, 13, 14, 17, 18, 19 15, 18 2 15, 18 15 2 10 Subang 1, 4, 18, 19 4, 5, 19 1, 4, 5, 19 No Analisis penerimaan petani Dinamika produksi luas panen A7, A9, A10, A11, A13, A14 B2, B8, A18, A19, A20 A5, A9, B11, A13 A2, A5, B7, A8, A9, A10, A11, A13, A14, A17, A1`, A19, A20 C1, A2, B8, B14, A15 A2, A3, A14, A18 A5, A7, B10, A11, A13, A14, A17, A18, A19 A18 A2 C1, A4, B5, A18, A19 A3, A4, A11, A14, B16 A3, A4, A9 11 Kalijati 3, 4, 11, 14 3, 4, 14, 16 3, 4 12 13 Dawuan Cipeundeuy 3, 4, 9 3, 4, 9 3, 4, 9 14 Pabuaran 6, 7, 15, 16 2, 6, 7, 15 15 Patokbeusi 12 1, 12 16 Purwadadi 3, 4, 5, 19 2, 3, 4, 5, 19, 20 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Cikaum Pagaden Pagaden Barat Cipunagara Compreng Binong Tambak Dahan Ciasem Pamanukan Sukasari Pusakanagara Pusakajaya Legonkulon Blanakan 1 12 1 16 1 1, 4, 12, 15 1 9, 14 1, 9 1 16 1, 16 1, 9, 14 1 1 1 1 16 16 A2, A6, A7, A15, A16 C1, A12 B2, A3, A4, B5, A13, A19, A20 C1 B1, A4, A12, C15 C1 A16 B14 C1, B9, B14 C1, A9 C1 C1 C1 A16 C1, B16 1 1 C1 2, 6, 7, 15, 16 12 3, 4, 13, 19, 20 1 1, 4, 12, 15 1 14 1, 9, 14 1, 9 1 1 16 1 Keterangan: 1 : padi sawah 2 : padi ladang 3 : jagung 4 : kedelai 5 : kacang tanah 6 : kacang hijau 7 : ubi kayu 8 : ubi jalar 9 : kacang panjang 10 : cabe besar 11 : cabe rawit 12 : jamur 13 : terung 14 : ketimun 15 : kangkung 16 : semangka 17 : jahe 18 : kunyit 19 : kencur 20 : lengkuas Komoditas unggulan Potensial unggulan 7, 10, 11, 13 9 2, 8, 18, 19 20 5, 9, 17 11 2, 5, 7, 8, 9, 10,11, 14, 18, 19 17 1, 8, 14, 15 2, 3, 18, 19 5, 7, 13, 17, 18, 19 11 15 2 1, 4, 5, 19 18 3, 4 11, 16 3, 4, 9 2, 6, 7, 15 12 3, 4, 5, 19, 20 1 1, 4, 12, 15 1 1 2, 13 16 14 1, 9, 14 1 1 1 1 16 16 1 1 47 51 Lampiran 3. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan Faktor penghambat/pembatas Kelas kemampuan lahan I II III IV V VI VII VIII A B C D A E F G KE1, KE2 e0 KE3 KE6 (*) (*) (*) (*) e1 KE4, KE5 e2 e3 (**) e4 e5 (*) k0 k1 k2 k2 (*) k3 (*) (*) t1,t2,t3 t1,t2,t3 t1,t2,t3,t4 t1,t2,t3,t4 (*) t1,t2, t3,t4 t1,t2, t3,t4 t5 1. Lereng permukaan 2. Kepekaan erosi 3. Tingkat erosi 4. Kedalaman tanah 5. Tekstur lapisan atas 6. Tekstur lapisan bawah Sda sda sda sda (*) sda Sda t5 7. Permeabilitas P2,P3 P2,P3 P2,P3,P4 P2,P3,P4 P1 (*) (*) P5 8. Drainase d1 d2 d3 d4 d5 (**) (**) d0 9. Kerikil/batuan b0 b0 b1 b2 b3 (*) (*) b4 10. Ancaman banjir O0 O1 O2 O3 O4 (**) (**) (*) g0 g1 g2 g3 (**) g3 (*) (*) 11. Garam/salinitas (***) Catatan : (*) = dapat mempunyai sebarang sifat; (**) = tidak berlaku (***) = Umumnya terdapat di daerah beriklim kering 48 52 Lampiran 4. Klasifikasi nilai struktur dan permeabilitas tanah dalam penentuan nilai K (kepekaan erosi) 4.1. Klasifikasi kelas dan nilai struktur tanah (b) Kelas struktur Nilai Granular halus 2 Granular kasar 3 Angular blocky 4 Masif 5 4.2. Klasifikasi kelas dan nilai permeabilitas (c) Kelas Nilai Cepat (>25) 1 Agak cepat (12-25) 2 Sedang (6-12) 3 Agak lambat (2-6) 4 Lambat (<2) 5 49 53 Lampiran 5. Nilai faktor C dari berbagai tanaman dan pengelolaannya atau tipe penggunaan lahan No 1. 2. 3. 4. 5. 6 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. Jenis tanaman dan pengelolaannya atau tipe penggunaan lahan Tanaman bera tanpa tanaman, diolah Sawah beririgasi Sawah tadah hujan Tegalan, tanaman tidak spesifik Rumput Brchiaria : - Tahun pertama - Tahun kedua - Tahun seterusnya Ubi kayu Ubi kayu Jagung Jagung Padi gogo, tegalan, lahan kering Padi gogo Kacang-kacangan, tidak spesifik spesiesnya Kacang Jogo Kacang Tanah Kedelai Sorgum Sereh wangi (Citronella) Kentang Tebu Pisang (jarang sebagai tanaman monokultur) Talas Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah bervariasi : - Kerapatan tinggi - Ubi kayu/kedelai - Kerapatan sedang - Kerapatan rendah Cayanus sp, kacang tanah Tanaman perkebunan dengan tanaman penutup tanah (permanen) : - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama Kopi dengan penutup tanah Tanaman Bamboo (cabai, jahe) Perladangan berpindah Hutan, hutan alami, (primer) berkembang baik : - Serasah tinggi - Serasah rendah Hutan produksi : - Tebang habis - Tebang pilih Kebun produksi (penutup tanah, jelek) - Karet - The - Kelapa sawit - Kelapa Nilai faktor C 1,000 0,010 0,050 0,700 Sumber 1 1.2 1 1 0,300 0,020 0,002 0,800 0,363 0,700 0,637 0,500 0,561 0,600 0,161 0,452 0,399 0,242 0,434 0,400 0,200 0,600 0,850 1.2 1 2 2 1 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1.2 1 1 1 1 0,100 0,200 0,300 0,500 1 2 1 2 0,100 0,500 0,300 0,200 0,900 0,400 1 1 1 1 1 1 0,001 0,005 1.2 1 0,500 0,200 1 1 0,800 0,500 0,500 0,500 1 1 1 1 50 54 No 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. Jenis tanaman dan pengelolaannya atau tipe penggunaan lahan Kolam ikan Lahan kritis, tanpa vegetasi Semak, belukar Sorgum-sorgum (terus menerus) Padi gogo – jagung (dalam rotasi) Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jagung Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dan 10-20 ton/ha pupuk kandang Padi gogo tumpang sari jagung + ubi kayu dirotasikan dengan kedelai atau kacang tanah Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman jadi mulsa Alang-alang, permanen Alang-alang, dibakar 1 kali Semak, lamtoro Albasia dengan semak campuran Albasia tanpa tanaman bawah Kentang ditanam mengikuti arah lereng Kentang penanaman mengikuti kontur Bawang, penanaman dalam kontur Pohon tanpa semak Ubi kayu, tumpang sari dengan kedelai Ubi kayu, tumpang sari dengan kacang tanah Ubi kayu + sorgum (tumpang sari) Padi gogo + sorgum (tumpang sari) Kacang tanah + kacang gude (tumpang sari) Kacang tanah + kacang tunggak (tumpang sari) Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha Padi gogo + mulsa jerami 4 ton/ha Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ha Kacang tanah, mulsa Crotalaria 3 ton/ha Kacang tanah, mulsa kacang tunggak Kacang tanah mulsa jerami padi 2 ton/ha Padi gogo, mulsa Crotalaria 3 ton/ha Padi gogo + jagung + ubi kayu, mulsa jerami 6 ton/ha, setelah padi ditanami kacang tanah Padi gogo – jagung – kacang tanah dalam rotasi, dengan sisa-sisa tanaman jadi mulsa Nilai faktor C 0,001 0,950 0,300 0,341 0,209 0,083 Sumber 1 1 1 3 3 3 0,030 3 0,421 0,014 0,021 0,200 0,510 0,012 1,000 1,000 0,350 0,080 0,320 0,181 0,195 0,345 0,417 0,495 0,571 0,049 0,096 0,128 0,136 0,259 0,377 0,387 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 0,079 2 0,347 2 Keterangan : 1. Hammer (1980) 2. Abdurachman, Sofiah Abujamin, dan Undang Kurnia (1984) Abdurachman AS, Abuyamin, dan U. Kurnia.1984. Pengelolaan tanah dan tanaman untuk usaha konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3:7-11. 3. Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989) 51 55 Lampiran 6. Nilai faktor penggunaan teknik konservasi tanah (P) No Teknik konsevasi tanah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 26. 28. 29. 30. Teras bangku Desain/konstruksi baik - Desain/konstruksi sedang - Desain/konstruksi buruk Teras tradisional Penanaman menurut kontur : - Pada lereng 0 – 8 % - Pada lereng 9 – 20 % - Pada lereng > 20 % Hill side ditch atau field pits Teras koluvial ditanami strip rumput atau Bamboo atau rumput permanen seperti : rumput Bahia : - Desain baik, tahun pertama - Desain buruk, tahun pertama Rotasi dengan Crotalaria Mulsa penahan air: - Serasah atau jerami 6 ton/ha/tahun - Serasah atau jerami 3 ton/ha/tahun - Serasah atau jerami 1 ton/ha/tahun Penanaman tanaman penutup tanah rendah pada tanaman perkebunan : - Kerapatan tinggi - Kerapatan sedang Teras bangku, ditanami kacang tanah – kacang tanah Teras bangku, ditanami + mulsa jerami 4 ton/ha Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum Teras bangku, ditanami jagung Teras guludan dengan rumput penguat Strip Rumput Teras gulud dengan tanaman penguat pada tanaman tahunan Teras guludan ditanami pagi gogo dan jagung dalam rotasi Teras guludan, pada pertanaman sorgum sorgum Teras guludan, pada pertanaman ubi kayu Teras guludan, , menggunakan mulsa sisa-sisa tanaman Teras guludan, pada kacang tanah-kedelai dalam rotasi Teras guludan, padi gogo – jagung – kacang tunggak dalam rotasi, dengan 2 ton/ha kapur. Teras bangku, ditanami jagung – ubi kayu/kedelai dalam rotasi Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum Teras bangku, kacang tanah-kacang tanah Teras bangku, tanpa tanaman Keterangan : *) Hammer (1980), diacu dalam Hardjowigeno (2007) **) Abdurachman, Sofiah Abujamin dan Undang Kurnia (1984) ***) Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989) Nilai faktor 0,040* 0,150* 0,350* 0,400* 0,500* 0,750* 0,900* 0,300* 0,040* 0,400* 0,600* 0,300* 0,500* 0,800* 0,100* 0,500* 0,009** 0,006** 0,012** 0,048** 0,500*** 0,400*** 0,010*** 0,013*** 0,041*** 0,063*** 0,006*** 0,105*** 0,012*** 0,056*** 0,024*** 0,009*** 0,039*** 52 56 Lampiran 7. Perumusan model optimasi dengan GAMS 22.2 *PROGRAM OPTIMASI POLA TANAM DI BERBAGAI SATUAN LAHAN* *LOKASI: KABUPATEN SUBANG, Kec. Cipeundeuy, Kalijati, Patokbeusi* *TAHUN 2013* Pabuaran, SETS I pola tanam /PT1,PT2,PT3,PT4,PT5,PT6,PT7,PT8,PT9,PT10,PT11,PT12,PT13,PT14,PT15,PT16,P T17,PT18,PT19,PT20,PT21,PT22,PT23,PT24,PT25,PT26,PT27,PT28,PT29,PT30,PT31 ,PT32,PT33,PT34,PT35,PT36,PT37,PT38,PT39,PT40,PT41,PT42,PT43,PT44,PT45,PT 46,PT47,PT48,PT49,PT50,PT51,PT52,PT53,PT54,PT55,PT56,PT57,PT58,PT59,PT60, PT61,PT62,PT63,PT64,PT65,PT66,PT67,PT68,PT69/ J satuan lahan /LUT1,LUT2,LUT3,LUT4,LUT5,LUT6,LUT7,LUT8,LUT9,LUT10,LUT11,LUT12,LUT13,LUT 14,LUT15,LUT16,LUT17,LUT18,LUT19/ SCALARS Kh Rata-rata kebutuhan hidup minimum per tahun LR Land rent total wilayah per tahun TSL Erosi ditoleransikan dalam ton per tahun /5641681/ /22772529/ /450482.5875/; PARAMETER Aj(j) Luas lut ke-j dalam hektar LRj(j) Land rent pada satuan lahan ke j dalam rupiah per meter persegi per tahun Etj(j) Erosi ditoleransikan pada lut ke-j per hektar per tahun TABLE LRij(i,j) Nilai LR dengan pola tanam ke I pada lut ke j dalam Rp per meter persegi per tahun TABLE Yij(i,j) Produktivitas padi dengan pola tanam ke I pada lut ke j dalam ton per hektar TABLE Aaij(i,j) Erosi aktual pada lut ke j dengan pola tanam ke I dalam ton per tahun SCALARS Lrent Nilai harapan land rent dalam rupiah per m2 per tahun /3489/ ETol Nilai harapan erosi yang diperbolehkan dalam ton per hektar /29.15/ per tahun Brs Nilai harapan konsumsi beras per kapita per tahun /188.19/ KHMin Nilai harapan kebutuhan hidup minimum per kapita per /5641681/ tahun M Jumlah penduduk empat kecamatan tahun 2012 /247610/; *Arah optimasi: SCALARS PSPq Prioritas PSNq Prioritas PSPE Prioritas PSNE Prioritas PSPB Prioritas PSNB Prioritas simpangan simpangan simpangan simpangan simpangan simpangan positif negatif positif negatif positif negatif sasaran sasaran sasaran sasaran sasaran sasaran *Koefisien Pembobot: PARAMETERS WqP(j) Koef pembobot simpangan positif WqN(j) Koef pembobot simpangan negatif WEP(j) Koef pembobot simpangan positif WEN(j) Koef pembobot simpangan negatif WBP Koef pembobot simpangan positif WBN Koef pembobot simpangan negatif Aa(j) Tabel erosi aktual setiap LUT; land rent land rent erosi erosi produksi padi produksi padi sasaran sasaran sasaran sasaran sasaran sasaran /1/ /1/ /1/ /1/ /1/ /1/; land rent land rent erosi di satuan lahan ke-j erosi di satuan lahan ke-j produksi padi produksi padi 53 57 WqP(j) WqN(j) WEP(j) WEN(j) WBP WBN Aa(j) =PSPq/LRj(j); =PSNq/LRj(j); =PSPE/Etj(j); =PSNE/Etj(j); =PSPB/(Brs*M); =PSNB/(Brs*M); =sum(i,Aaij(i,j)); *Variabel-variabel Model: VARIABLES X(i,j) Ha areal optimum satuan lahan ke-i dengan qP(j) Simpangan positif sasaran manfaat ekonomi qN(j) Simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi EP(j) Simpangan positif sasaran erosi di satuan EN(j) Simpangan negatif sasaran erosi di satuan BP Simpangan positif sasaran produksi padi BN Simpangan negatif sasaran produksi padi z Total simpangan berbobot dari keseluruhan pola tanam ke-j lahan ke-j lahan ke-j sasaran LGP; POSITIVE VARIABLES X(i,j) qP(j) qN(j) EP(j) EN(j) BP BN; FREE VARIABLE z; * Persamaan-persamaan matematis dari model: EQUATIONS SIMPANGAN Fungsi tujuan LSSL(j) Kendala real luas areal di satuan lahan ke-j MANFAAT(j) Kendala sasaran manfaat ekonomi pada satuan lahan ke-j EROSI(j) Kendala sasaran erosi di satuan lahan ke-j BERAS Kendala sasaran produksi padi TUJUAN Kendala simpangan Z; * Fungsi Tujuan: SIMPANGAN..Z=L=SUM(j,WEN(j)*EN(j)-WEP(j)*EP(j)+WqN(j)*qN(j)WqP(j)*qP(j))+WBN*BN-WBP*BP; *Kendala Real: LSSL(j)..SUM((i),X(i,j))=E=Aj(j)*10000; *Kendala Sasaran : MANFAAT(j)..SUM(i, X(i,j)*LRij(i,j))+qN(j)-qP(j)=E=LRj(j)*Aj(j)*10000; EROSI(j)..SUM(i,X(i,j)*Etj(j)/10000+EN(j)-EP(j))=L=Aa(j); BERAS..SUM((i,j),Yij(i,j)*X(i,j))+BN-BP=E=M*Brs; TUJUAN..Z=E=0; *Penyelesaian Model secara Numerik: OPTION LP=MINOS; MODEL LGP/ALL/; SOLVE LGP USING LP MINIMIZING Z; *Hasil Perhitungan: DISPLAY X.L ; DISPLAY X.M, Aa ; Jagung-ubi jalar Kacang hijau-jagung-bera Kacang hijau-singkong Kacang tanah-jagung Kacang tanah-pisang Kacang tanah-singkong Kacang tanah-ubi jalar Kacang tanah-ubi jalarsingkong PT 7 PT 8 PT 9 PT 10 PT 11 PT 12 PT 13 Kedelai-kangkung-ubi jalar Singkong-pisang Ubi jalar-singkong-pisang Cabe rawit Cabe rawit-terung Cabe merah-jambu merahpisang Cabe merah-kelapa Terung PT 16 PT 17 PT 18 PT 19 PT 20 Keterangan: PT= pola tanam PT 22 PT 23 PT 21 Kedelai-jagung-bera PT 15 PT 14 Jagung-singkong-pisang PT 6 campuran Jagung-singkong PT 5 Kebun Tegalan- Sawah Pola tanam dan tumpangsari Kacang tanah-padi-jagung Padi-padi-padi Padi-padi-bera Jagung-kelapa Kode PT 1 PT 2 PT 3 PT 4 Land Use Land Use TegalanKebun campuran Albasia-bambu-rambutan Albasia-jabon-bambu Albasia-bambu-pisang PT 44 PT 45 PT 46 Kelapa-ubi jalar-pisang Bambu-pisang Bambu-rambutan Bambu-rambutan-pisang Bambu-rambutan-singkong Kelapa-pisang Kelapa Rambutan-pisang Rambutan-singkong Rambutan-singkong-pisang Cempedak-rambutan-kelapapisang Duku-rambutan-nangka Pete-rambutan-kelapa Rambutan-nangka-kelapa Rambutan-nangka Rambutan-kelapa-pisang Pola tanam dan tumpangsari Jeruk Pisang Rambutan Rambutan-belimbing-singkong PT 39 PT 40 PT 41 PT 42 PT 43 PT 38 PT 37 PT 36 PT 35 PT 34 PT 31 PT 32 PT 33 PT 30 PT 29 PT 28 Kode PT 24 PT 25 PT 26 PT 27 Lampiran 8. Pola tanam dan tumpangsari eksisting di lokasi cek lapang 54 Land Use TegalanKebun campuran PT 68 PT 69 PT 67 PT 62 PT 63 PT 64 PT 65 PT 66 PT 61 PT 60 PT 58 PT 59 PT 57 PT 54 PT 55 PT 56 PT 53 PT 52 PT 51 Kode PT 47 PT 48 PT 49 PT 50 Mahoni-jabon-nangka Mahoni-kelapa Mahoni-albasia-kelapa Albasia-rambutan-singkong Rambutan Jabon-bambu-singkongpisang Jabon-durian-rambutanpisang Jabon-pisang Jabon-rambutan-kelapa Jati-albasia Karet Karet-rambutan Albasia-rambutan-kelapa Pola tanam dan tumpangsari Albasia-jabon-rambutan Albasia-karet-pisang Albasia-kelapa Albasia-nangka Albasia-nangka-kelapaalpukat Albasia-petai-pisang Albasia-petai-rambutansingkong Albasia-pisang Albasia-rambutan Albasia-rambutan-alpukat 58 Jagung-singkong Jagung-singkong-pisang Jagung-ubi jalar Kacang hijau-jagung-bera Kacang hijau-singkong Kacang tanah-jagung-bera Kacang tanah-pisang Kacang tanah-singkong Kacang tanah-ubi jalar Kacang tanah-ubi jalar-singkong Kedelai-jagung-bera Kedelai-kangkung-ubi jalar Singkong-pisang Ubi jalar-singkong-pisang Cabe rawit Cabe rawit-terung Cabe merah-jambu merah-pisang Cabe merah-kelapa Terung PT 5 PT 6 PT 7 PT 8 PT 9 PT 10 PT 11 PT 12 PT 13 PT 14 PT 15 PT 16 PT 17 PT 18 PT 19 PT 20 PT 21 PT 22 PT 23 Kebun campuran Keterangan: PT= pola tanam Jagung-kelapa PT 4 Tegalan- Padi-padi-bera Padi-padi-padi Kacang tanah-padi-jagung Pola tanam dan tumpangsari PT 1 PT 2 PT 3 Kode pola tanam Sawah Land Use 3.401 2.218 3.691 2.821 1.461 950 1.060 3.380 3.938 3.579 4.352 1.077 1.298 2.360 2.386 2.757 1.789 1.533 941 1.977 2.164 2.945 6.285 Land rent (Rp/m2/ tahun) Land Use TegalanKebun Campuran Lampiran 9. Nilai land rent pola tanam eksisting PT 35 PT 36 PT 37 PT 38 PT 39 PT 40 PT 41 PT 42 PT 43 PT 44 PT 45 PT 46 PT 34 PT 31 PT 32 PT 33 PT 30 PT 28 PT 29 PT 27 PT 24 PT 25 PT 26 Kode pola tanam Rambutan-pisang Rambutan-singkong Rambutan-singkong-pisang Cempedak-rambutan-kelapapisang Duku-rambutan-nangka Petai-rambutan-kelapa Kelapa Kelapa-pisang Kelapa-ubi jalar-pisang Bambu-pisang Bambu-rambutan Bambu-rambutan-pisang Bambu-rambutan-singkong Albasia-bambu-pisang Albasia-bambu-rambutan Albasia-jabon-bambu Rambutan-nangka-kelapa Jeruk Pisang Rambutan Rambutan-belimbingsingkong Rambutan-kelapa-pisang Rambutan-nangka Pola tanam dan tumpangsari 3.138 2.558 2.416 1.571 1.228 1.343 2.244 2.123 2.338 1.460 1.568 1.753 2.054 1.782 2.096 1.431 2.209 1.235 2.898 2.774 3.464 928 1.470 Land rent (Rp/m2/ tahun) TegalanKebun campuran Land Use PT 58 PT 59 PT 60 PT 61 PT 62 PT 63 PT 64 PT 65 PT 66 PT 67 PT 68 PT 69 PT 57 PT 54 PT 55 PT 56 PT 53 PT 51 PT 52 PT 50 PT 47 PT 48 PT 49 Kode pola tanam Albasia-rambutan-singkong Jabon-bambu-rambutan Jabon-bambu-singkong-pisang Jabon-durian-rambutan-pisang Jabon-pisang Jabon-rambutan-kelapa Jati-albasia Karet Karet-rambutan Mahoni-albasia-kelapa Mahoni-jabon-nangka Mahoni-kelapa Albasia-rambutan-kelapa Albasia-nangka-kelapa-alpukat Albasia-petai-pisang Albasia-petai-rambutansingkong Albasia-pisang Albasia-rambutan Albasia-rambutan-alpukat Albasia-nangka Albasia-jabon-rambutan Albasia-karet-pisang Albasia-kelapa Pola tanam dan tumpangsari 1.855 2.177 1.282 1.694 1.014 2.677 4.495 2.279 1.758 3.878 1.543 1.056 1.720 2.020 2.328 1.189 2.942 2.163 1.898 1.771 1.227 1.673 1.675 Land rent (Rp/m2/ tahun) 59 LUT1 21,65 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 86,57 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT2 39,50 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 48,90 0,00 LUT3 341,83 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.368,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT4 0,00 551,27 1.026,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT5 0,00 0,00 0,00 0,00 28,18 0,00 0,00 0,00 50,63 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT6 10,28 0,00 0,00 163,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT7 1.506,71 1.219,78 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT8 0,00 3,53 0,00 0,00 0,00 63,91 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 78,36 0,00 0,00 156,82 LUT10 190,81 266,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT11 0,00 0,00 0,00 0,00 12,98 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 26,37 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 82,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 100,22 0,00 0,00 LUT13 210,61 127,67 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT14 1,46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,84 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT15 25,52 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 102,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT16 1.456,12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.010,78 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT17 29,68 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 118,66 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT18 94,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 60,18 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT19 1,41 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 5,64 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Keterangan : PT: pola tanam, PT 1: padi-padi-bera, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 4: jagung-kelapa, PT 5: jagung-singkong, PT 9: kacang hijau-singkong, PT 11: kacang tanah-kedelai-bera, PT 12: kacang tanah-pisang, PT 13: kacang tanah-singkong, PT 16: kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 37: kelapa, PT 42: bamboo-rambutan-pisang, PT 43: bamboo-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahonialbasia-kelapa PT1 PT2 PT3 PT4 PT5 PT9 PT11 PT12 PT13 PT16 PT20 PT21 PT22 PT23 PT27 PT37 PT42 PT43 PT64 PT67 10.1 Penggunaan lahan optimal skenario I,IV,VII, dan X dengan pola spasial a Lampiran 10. Penggunaan lahan optimal pada berbagai pola tanam hasil optimasi dengan model LGP 56 60 LUT1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 108,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 88,40 0,00 LUT3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.709,93 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT4 0,00 0,00 1.577,93 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT5 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 78,81 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 173,50 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT7 0,03 2.726,46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT8 0,00 0,00 0,00 67,44 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 235,18 LUT10 0,00 456,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,35 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 182,22 0,00 0,00 LUT13 0,00 338,28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT14 0,00 0,00 0,00 0,00 7,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 127,61 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.466,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 148,34 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 154,24 0,00 0,00 0,00 LUT19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Keterangan : PT: pola tanam, PT 1: padi-padi-bera, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 10: kacang tanah-jagung, PT 11: kacang tanah-kedelai-bera, PT 13: kacang tanahsingkong, PT 16: kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 30: rambutan-nangka, PT 37: kelapa, PT 43: bambu-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahoni-albasia-kelapa PT1 PT2 PT3 PT10 PT11 PT13 PT16 PT20 PT21 PT22 PT23 PT27 PT30 PT37 PT43 PT64 PT67 10.2 Penggunaan lahan optimal skenario II,V,VIII, dan XI dengan pola spasial b 57 61 LUT1 0,00 0,00 0,00 0,00 108,22 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 88,40 0,00 LUT3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1.709,93 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT4 0,00 1.577,93 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT5 0,00 0,00 0,00 0,00 78,81 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT6 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 173,50 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT7 2.726,46 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT8 0,00 0,00 67,44 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT9 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 235,18 LUT10 456,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT11 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 39,35 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT12 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 182,22 0,00 0,00 LUT13 338,28 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT14 0,00 0,00 0,00 7,30 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT15 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 127,61 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT16 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 2.466,90 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT17 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 148,34 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 LUT18 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 154,24 0,00 0,00 0,00 LUT19 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 7,05 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 Keterangan : PT: pola tanam, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 10: kacang tanah-jagung-bera, PT 11: kacang tanah-kedelai-bera, PT 13: kacang tanah-singkong, PT 16: kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 30: rambutan-nangka, PT 37: kelapa, PT 43: bambu-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahoni-albasia-kelapa PT2 PT3 PT10 PT11 PT13 PT16 PT20 PT21 PT22 PT23 PT27 PT30 PT37 PT43 PT64 PT67 10.3 Penggunaan lahan optimal skenario II,V,VIII, dan XI dengan pola spasial c 58 62 63 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 5 April 1991 dari pasangan Bapak Kusaeri dan Ibu Susrida. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Jember dan pada tahun yang sama diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum beberapa mata kuliah di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, diantaranya Agrogeologi pada tahun 2012, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, serta Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan Lahan pada tahun 2013. Penulis juga aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan diantaranya, sebagai panitia Masa Perkenalan Departemen (MPD) pada tahun 2010, panitia Pekan Ilmiah Ilmu Tanah Nasional 2011, dan pernah bergabung dalam organisasi Bina Desa Faperta IPB pada tahun 2011. Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Subang dengan program yang berjudul Optimalisasi Fungsi Pekarangan dan Pengelolaan Hama Tikus melalui Pemberdayaan Masyarakat sebagai Upaya Pengembangan Pertanian Berkelanjutan Desa Mariuk, Kecamatan Tambakdahan, Kabupaten Subang.