optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan

advertisement
OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI,
LAND RENT, DAN KECUKUPAN BERAS
DI WILAYAH SUBANG, JAWA BARAT
RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH
ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pola Tanam
pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan
Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Rizqi I’anatus Sholihah
NIM A14090099
ABSTRAK
RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian
dengan Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di
Wilayah Subang, Jawa Barat. Dibimbing oleh DYAH RETNO PANUJU dan
ENNI DWI WAHJUNIE.
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan peningkatan permintaan akan
lahan untuk area produksi pangan, permukiman, dan fasilitas umum. Sementara
itu, ketersediaan lahan untuk memenuhi semua kebutuhan hidup manusia relatif
tetap dan terbatas, sehingga mendorong terjadinya penggunaan lahan yang tidak
sesuai daya dukungnya. Ketidaksesuaian antara pemanfaatan lahan dengan daya
dukungnya memberikan dampak buruk secara fisik dan ekonomi. Guna
menghindari hal tersebut diperlukan pemilihan pola tanam yang optimal pada
lahan pertanian untuk mendukung perencanaan pembangunan pertanian yang
berkelanjutan. Model optimasi linear goals programming (LGP) dipilih untuk
menyusun alternatif pengelolaan sumberdaya lahan. Wilayah penelitian mencakup
empat kecamatan di Kabupaten Subang, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati,
Pabuaran, dan Patokbeusi. Perumusan model optimasi pola tanam pada lahan
pertanian di wilayah ini disusun untuk mencapai tiga sasaran, yaitu (1) erosi
ditekan seminimal mungkin sehingga dapat menjaga kelestarian lahan, (2)
memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani, dan (3) memenuhi kebutuhan
beras penduduk di wilayah penelitian. Hasil akhir penyusunan model optimasi ini
adalah pola tanam optimal untuk setiap satuan lahan yang memenuhi tiga sasaran
skenario. Pada penelitian ini disusun 12 skenario dengan sasaran berbeda. Hasil
optimasi menunjukkan bahwa skenario VI dan XII memenuhi target yang
diharapkan dibandingkan skenario lainnya. Kedua skenario ini menghasilkan pola
tanam optimal dengan nilai erosi paling rendah sebesar 85.528,10 ton/tahun,
memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani sebesar Rp 525.890.970.000,dan mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian sebesar
46.598 ton GKP untuk skenario VI serta 181.730 ton GKP untuk skenario XII.
Berdasarkan hasil analisis decision tree, pola sebaran spasial lahan optimal
dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani.
Kata kunci: erosi, kecukupan beras, land rent, linear goals programming,
optimasi, pola tanam
ABSTRACT
RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH. Optimization of Cropping Pattern on Farmland
by Considering the Erosion Potential, Land Rent, and Rice Sufficiency in Subang
Region, West Java. Supervised by DYAH RETNO PANUJU AND ENNI DWI
WAHJUNIE.
Increasing population causes escalation in demand of land for food
production, settlements, and public facilities. Meanwhile, land availability is fixed
and limited which encourage utilizing marginal or unsuitable land. Land
utilization for food production which not comply its capability would have
negative effect both physically and economically. To avoid those effects, optimal
cropping pattern should be determine to support sustainable agricultural
development. This research aims to determine optimal land for food production
areas by considering the potential erosion, land rent, and rice sufficiency. Linear
goals programming is employed to devise the optimal choice of land use pattern.
The study area includes four sub-districts in Subang, West Java namely
Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, and Patokbeusi. Optimum cultivation pattern on
the agricultural land was organized to achieve three targets including (1) to
minimized erosion for land preservation, (2) to provide the highest economic
benefits for farmers, and (3) to meet rice sufficiency of study area. This study
designed twelve scenarios with different targets combination. It is showed that
scenario VI and XII is the best combination comply the expected targets. Both
scenarios produce optimal cropping patterns with the lowest erosion values of
85.528,10 tons/year, generate the highest economic benefit for farmers at Rp
525.890.970.000,- and yield 46.598 tons rice for scenario VI and 181.730 tons
rice for scenario XII. Decision tree analysis shows that the economic benefits
strongly affected spatial distribution pattern of optimum land utilization.
Keywords: cropping pattern, erosion, land rent, linear goals programming, rice
sufficiency
OPTIMASI POLA TANAM PADA LAHAN PERTANIAN
DENGAN MEMPERTIMBANGKAN POTENSI EROSI, LAND
RENT, DAN KECUKUPAN BERAS DI WILAYAH SUBANG,
JAWA BARAT
RIZQI I’ANATUS SHOLIHAH
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan
Mempertimbangkan Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan
Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat
Nama
: Rizqi I’anatus Sholihah
NIM
: A14090099
Disetujui oleh
Dyah Retno Panuju, SP MSi
Pembimbing I
Dr Enni Dwi Wahjunie, MSi
Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Optimasi Pola Tanam pada Lahan Pertanian dengan Mempertimbangkan
Potensi Erosi, Land Rent, dan Kecukupan Beras di Wilayah Subang, Jawa Barat.
Dalam proses penyelesaian penelitian ini banyak pihak yang terlibat, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis ucapkan terima kasih
kepada:
1. Dyah Retno Panuju, MSi dan Dr Enni Dwi Wahjunie selaku pembimbing atas
segala nasehat, bimbingan, arahan, motivasi, kesabaran, dan keikhlasan yang
telah diberikan selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Bambang H. Trisasongko, MSc selaku dosen penguji yang telah memberikan
motivasi, saran, dan masukannya.
3. Kedua orang tua tercinta, Bapak Kusaeri dan Ibu Susrida, adik tercinta
Muflihatul Maghfiroh Islami serta seluruh keluarga yang telah memberikan
doa, motivasi, perhatian, pengorbanan, cinta, dan kasih sayang.
4. Instansi-instansi di Kabupaten Subang, diantaranya Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah (Bappeda), Badan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian,
Perikanan, Kehutanan, dan Ketahanan Pangan (BP4KKP), Dinas Pertanian
dan Tanaman Pangan, Dinas Tata Ruang, Pemukiman, dan Kebersihan serta
beberapa instansi lainnya yaitu Badan Pengelolaa Daerah Aliran Sungai (BP
DAS) Citarum Ciliwung, Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) atas
kerjasama dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan.
5. Penyuluh pertanian, kelompok tani, petani, masyarakat Kecamatan Kalijati,
Cipeundeuy, Pabuaran, dan Patokbeusi dan seluruh pihak yang terlibat dalam
penelitian ini atas kebersamaannya selama di lapangan, kerjasama, motivasi,
dan keterbukaannya dalam memberikan informasi dan data yang diperlukan.
6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan yang
telah memberikan ilmu, nasehat, dan kerjasamanya.
7. Seluruh Sahabat Soil Science ’46 terutama Sulistiyanti, Permadi, Annisa
Tiara, Swaesti, Indah, Eka, Aisyah, dan Prapti yang telah memberikan doa,
semangat, kebersamaan, dan kasih sayang selama ini.
8. Sahabat seperjuangan Lab. Bangwil (Teguh, Karina, Wida, Novia, Wilona,
Rani ), Bangwilers senior khususnya Kak Etika, Bang Suefi, dan Kak Tutuk,
serta angkatan 47 khususnya Bangwilers 47, Emi, dan Ardiya atas doa,
motivasi, kebersamaan, dan kasih sayangnya.
9. Sahabat Bunda Lestari (Ayuk, Titin, Enik, Indri, Tyas, Yesika, Okta) dan
Blobo’ers atas semangat dan kebersamaannya.
10. Keluarga Bojester (Ikatan Mahasiswa Jember di Bogor/IMJB) terutama
teman-teman seperjuangan angkatan 46 atas kebersamaan kalian selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.
Bogor, Juni 2014
Rizqi Ianatus Sholihah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xii
PENDAHULUAN
1 Latar Belakang
1 Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
2 Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan
2 Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam
Pengelolaan Lahan
4 Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP)
4 Metode Pohon Keputusan (Decision Tree)
6 METODE PENELITIAN
8 Lokasi dan Waktu Penelitian
8 Jenis Data dan Sumber Data
8 Prosedur Analisis Data
9 HASIL DAN PEMBAHASAN
25 Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang
25 Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten
Subang
27 Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang
26 Satuan Lahan (Land Unit)
26 Erosi Lahan
38 Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent)
39 Kecukupan Beras Wilayah
41 Penggunaan Lahan Optimal
40 SIMPULAN DAN SARAN
44 Simpulan
44 Saran
45 DAFTAR PUSTAKA
46 LAMPIRAN
49 RIWAYAT HIDUP
54 DAFTAR TABEL
1
2
3
4
Jenis data sekunder yang digunakan
Data spasial yang digunakan
Tujuan penelitian, teknik analisis, dan output yang diharapkan
Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas
dan macam penggunaan lahan
5 Skenario-skenario dalam LGP
6 Satuan lahan di Kabupaten Subang
7 Luas satuan lahan yang dipilih dalam penelitian
8 Prediksi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan
9 Land rent tertinggi dari pola tanam di wilayah penelitian
10 Kebutuhan konsumsi beras penduduk
11 Prediksi kecukupan pangan tahun 2015 dan 2020
12 Perbandingan skenario berdasarkan tiga kombinasi kriteria
9 9 10 15 24 31 34 38 40 41 40 43 DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Lokasi penelitian
Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini (Existing Land Use)
Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam
Bagan alir analisis kemampuan lahan
Bagan alir pendugaan erosi
Sebaran titik contoh responden
Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple
Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling
Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a)
Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur
10 Kemampuan lahan Kabupaten Subang dan lokasi cek lapang
11 Satuan lahan Kabupaten Subang
12 Sebaran spasial satuan lahan dan titik responden
13 Penggunaan lahan optimal a) skenario I,IV,VII, dan X b) skenario
II,V,VIII, dan XI c) skenario III,VI,IX dan XII
14 Decision tree hasil optimasi dengan model LGP
8 11 12 16 17 20 22 26 25 26 26 37 38 44 DAFTAR LAMPIRAN
1 Contoh data analisis komoditas unggulan pada padi sawah
47 2 Hasil penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Subang
46
3 Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
47
4 Klasifikasi kelas nilai struktur tanah dan permeabilitas penentuan nilai K
(kepekaan erosi)
48
5 Nilai faktor C dari berbagai tanaman dan pengelolaannya atau tipe
penggunaan lahan
49 6 Nilai faktor penggunaan teknik konservasi tanah (P)
51
7
8
9
10
Perumusan model optimasi dengan software GAMS 22.2
Pola tanam eksisting di lokasi cek lapang
Nilai land rent pola tanam eksisting
Penggunaan lahan optimal pada berbagai pola tanam hasil optimasi
dengan model LGP
52
54 55 56 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Seiring perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pertumbuhan
penduduk, kebutuhan akan lahan untuk mendukung peningkatan berbagai
aktivitas juga semakin tinggi. Berbagai dampak negatif mulai dirasakan
diantaranya meningkatnya ketidakteraturan tata kota, kerusakan lingkungan,
meningkatnya kesenjangan sosial dan ekonomi, semakin berkurangnya lahan
pertanian dan hutan. Kondisi tersebut diperburuk dengan masih minimnya
kesadaran masyarakat terutama terkait kerusakan lingkungan seperti degradasi
lahan (Zielinska et al. 2008). Upaya pengelolaan lahan dibutuhkan untuk menjaga
eksistensi pemanfaatan lahan sesuai peruntukan penggunaan lahan. Partisipasi dan
dukungan masyarakat setempat diperlukan untuk menjaga eksistensi lahan
pertanian sehingga produktivitas lahan pertanian terpelihara (Pahlawan dan
Worosuprojo 2013).
Pemanfaatan lahan yang intensif umumnya dimaksudkan untuk
meningkatkan penerimaan usahatani, namun dalam jangka panjang berakibat
menurunkan daya dukung lahan untuk pertanian. Menurut Simbolon (2012), lahan
pertanian yang diusahakan secara intensif dalam waktu yang relatif lama akan
mengalami kerusakan lahan baik secara fisik, kimia maupun biologi yang
berdampak pada penurunan produktivitas tanah sehingga berpengaruh terhadap
penerimaan usahatani. Oleh karena itu, diperlukan rencana pemanfaatan lahan
yang mampu menjamin kelestarian sumberdaya alam dan meningkatkan
penerimaan usahatani. Penelitian tentang perencanaan pengelolaan lahan
pertanian, yang mampu menyeimbangkan antara kelestarian lahan dengan
kebutuhan sosial ekonomi masyarakat khususnya petani, dibutuhkan untuk
mengetahui pola optimal tersebut. Untuk mendapatkan model perencanaan
pengelolaan lahan pertanian yang berkelanjutan diperlukan metode yang mampu
memilih kombinasi pemanfaatan yang menghasilkan target yang diharapkan.
Metode linear goals programming (LGP) merupakan alternatif teknik untuk
mencapai target pemilihan pemanfaatan dengan prinsip persamaan linier
(McAllister et al. 2000). Kastaman et al. (2007) menyatakan bahwa metode LGP
membantu penyusunan perencanaan usahatani yang baik untuk menjamin
penerimaan optimum bagi petani pada kondisi sumberdaya lahan yang semakin
terbatas.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang (2013) menyatakan bahwa luas
wilayah Kabupaten Subang mencakup 205.176 ha yang secara garis besar
dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan kering, dengan rincian lahan sawah
seluas 84.928 ha (41,39%) dan lahan kering seluas 120.247 ha atau sekitar
58,61% dari luas kabupaten. Selanjutnya hasil inventarisasi lahan menunjukkan
luas lahan kritis meningkat dari 7.785 ha pada tahun 2011 menjadi 9.581 ha pada
tahun 2012. Kondisi ini terjadi diantaranya karena intensifnya pemanfaatan lahan
dalam waktu yang relatif lama sehingga merusak karakteristik tanah sebagaimana
disampaikan oleh Simbolon (2012).
2
Kajian terkait pengelolaan lahan berkelanjutan di Indonesia dilakukan oleh
berbagai peneliti dengan beberapa metode pendekatan. Namun demikian,
penelitian terkait optimasi beragam pola tanam pada lahan pertanian dengan
mempertimbangkan tiga prinsip pembangunan berkelanjutan (aspek ekologi,
ekonomi, dan sosial) masih relatif terbatas. Kajian Fahriyah (2013) dan Katharina
(2007) menekankan adopsi ekologi dengan menerapkan konservasi dalam
berusahatani satu komoditas sayuran tanpa menentukan pilihan pola tanam
optimum pada jangka waktu tertentu. Penelitian lain yang dilakukan Kastaman
(2007) menggunakan metode optimasi LGP dengan tujuan tunggal yaitu
keuntungan. Mengingat preferensi masyarakat dan kualitas sumberdaya lahan
yang beragam, dibutuhkan kajian terkait optimasi dengan tujuan berganda.
Namun demikian, kajian optimasi dengan tujuan berganda tersebut cenderung
relatif terbatas. Dengan mengadopsi prinsip pembangunan berkelanjutan,
penelitian ini di dimaksudkan untuk menjadi satu kajian alternatif optimasi tujuan
berganda di wilayah Subang dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi,
dan kondisi sosial masyarakat. Aspek ekologi yang dijadikan pertimbangan dalam
penelitian ini adalah potensi erosi yang mungkin terjadi di wilayah penelitian,
mengingat bentang lahan pertanian di Subang bertopografi datar di bagian utara
hingga berbukit di bagian selatan (Bappeda Kabupaten Subang 2012). Selanjutnya
land rent yang merupakan selisih antara penerimaan dan pengeluaran usahatani
per satuan luas (Rustiadi et al. 2011) menjadi salah satu variabel pewakil manfaat
ekonomi dalam sistem usahatani. Di samping itu, kecukupan beras wilayah juga
menjadi pertimbangan dalam optimasi mengingat Subang merupakan salah satu
wilayah yang ditetapkan sebagai salah satu produsen beras di Jawa Barat (Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang 2012).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk (1) mengkaji penggunaan
lahan dan kemampuan lahan saat ini, (2) menganalisis komoditas unggulan dan
mengidentifikasi pola tanam yang berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten
Subang, (3) mengevaluasi erosi lahan, menganalisis land rent pada berbagai pola
tanam, dan kecukupan beras wilayah, serta (4) menentukan lahan optimal pola
tanam optimum pada lahan pertanian dengan mempertimbangkan potensi erosi,
land rent, dan kecukupan beras wilayah.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Sumberdaya Lahan Pertanian Berkelanjutan
Pemerintah telah menetapkan kebijakan terkait pelaksanaan pembangunan,
bahwa sumberdaya alam dapat dimanfaatkan sebagai modal pembangunan untuk
mencapai kesejahteraan bangsa dalam waktu yang tidak terbatas. Namun pada
kenyataannya, pembangunan kita kurang memperhatikan konsep tersebut
sehingga menyebabkan kerusakan sumberdaya alam dan bencana alam, seperti
3
penurunan produktivitas lahan, banjir saat musim penghujan, kekeringan saat
kemarau, erosi, dan longsor. Hal tersebut mengindikasikan terjadinya
ketidakseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya lahan (SDL).
Oleh sebab itu untuk menyerasikan kedua aspek tersebut diperlukan pemikiran
dan aplikasi-aplikasi konsep dasar konservasi SDL, dengan memanfaatkan SDL
sesuai dengan kemampuannya serta mencegah kerusakan lahan, memperbaiki
lahan yang rusak, dan memelihara serta meningkatkan produktivitas yang
berkelanjutan (Haridjaja 2008).
Tindakan konservasi tanah, pengelolaan, dan rehabilitasi lahan telah lama
dirintis dan terus dikembangkan, mencakup aspek teknik-sipil, biologi, dan sosialekonomi. Namun demikian dalam penerapannya di lapangan seringkali usahausaha ini menghadapi berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut muncul karena
adanya konflik antara kepentingan pelestarian sumberdaya lahan dengan
kepentingan ekonomi. Kepentingan-kepentingan ini biasanya tidak saling
menenggang, sehingga dalam upaya pengelolaan lahan diperlukan penyusunan
prioritas kepentingan (Soemarno 2011).
Indonesia sebagai daerah tropis mengalami erosi oleh air sebagai bentuk
utama degradasi tanah. Praktek deforestasi dan alih fungsi lahan merupakan
penyebab utama terjadinya erosi baik di hutan produksi ataupun di hutan rakyat.
Di samping itu praktek usaha tani pada lahan pertanian yang tidak memperhatikan
kaidah-kaidah konservasi akan menyebabkan terjadinya kemerosotan sumberdaya
lahan yang akan berakibat semakin luasnya lahan kritis. Terbukti pada tahun
1990-an luas lahan kritis di Indonesia 13,18 juta hektar, namun tahun 2005
diperkirakan mencapai lebih dari 23,24 juta hektar. Sebagian besar lahan kritis
berada di luar kawasan hutan (65%) yaitu di lahan milik rakyat dengan
pemanfaatan sekedarnya atau bahkan cenderung diterlantarkan. Keadaan ini
membawa dampak lahan semakin kritis dan kekeringan panjang terjadi di musim
kemarau. Hal ini menandakan bahwa petani masih banyak yang belum
mengindahkan praktek usaha tani konservasi. Kondisi lahan dengan
keanekaragaman batuan, tanah, air, dan topografi mempunyai kualitas lahan yang
berbeda untuk berbagai peruntukan. Untuk itu diperlukan kajian evaluasi lahan
yang menghasilkan tingkatan kemampuan dan kesesuaian lahannya (Priyono
2010).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagai buah keberhasilan pembangunan
telah menimbulkan dampak negatif terhadap ketersediaan sumber daya alam dan
kualitas lingkungan. Sektor pertanian yang bertumpu pada potensi sumber daya
alam mengalami penurunan signifikan sehingga ketersediaan dan kualitas lahan
yang tersedia semakin menurun. Berbagai kegagalan pembangunan tersebut
menuntut perlunya mengubah orientasi pembangunan ke arah pembangunan
pertanian berkelanjutan (Saptana dan Ashari 2007).
Konteks pertanian berkelanjutan pada dasarnya adalah kemampuan untuk
tetap produktif sekaligus tetap mempertahankan basis sumber daya (Sudalmi
2010). Salah satu upaya mewujudkan program pembangunan pertanian
berkelanjutan adalah melakukan perencanaan pola tanam untuk mengatur
produksi sehingga tepat jenis, volume, kualitas serta berkelanjutan (Saptana dan
Ashari 2007). Perencanaan pola tanam tersebut dapat disusun melalui model
optimasi dengan linear goals programming untuk menghasilkan konfigurasi lahan
dengan pola tanam optimal di suatu wilayah.
4
Hubungan antara Erosi, Pola Tanam, dan Pendapatan Petani dalam
Pengelolaan Lahan
Menurut Sutapa (2010) bahaya erosi bervariasi dan dapat diklasifikasikan
menjadi sangat ringan sampai sangat berat. Wilayah dengan karakteristik lahan
yang mudah terkena erosi perlu mendapatkan perhatian khusus agar erosi dapat
dikendalikan. Upaya yang perlu ditempuh adalah melakukan konservasi lahan
yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan guna mendukung
pertumbuhan tanaman sehingga secara ekonomi mampu menambah pendapatan
petani. Di samping itu juga untuk mengurangi dampak negatif pengelolaan lahan
seperti erosi, sedimentasi, dan banjir. Usaha mempertahankan keberadaan vegetasi
penutup tanah merupakan cara yang dianggap paling efektif dan ekonomis untuk
mencegah erosi dan meluasnya erosi permukaan. Usaha lain yang lebih penting
dilakukan adalah melakukan pengelolaan vegetasi dengan baik. Hasil penelitian
Maridi (2011) menunjukkan bahwa konservasi dengan pendekatan vegetatif di
Sub DAS Keduang, Solo dapat memelihara kestabilan struktur tanah melalui
sistem perakaran dan penutupan lahan sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan
mencegah terjadinya erosi, memperbaiki hara tanah serta memiliki nilai ekonomi.
Pendekatan vegetatif ini mampu menurunkan sedimentasi dari Sub DAS
Keduang.
Rekomendasi tindakan konservasi di setiap pola harus bersifat kontinu dan
dalam menentukan jenis tanaman untuk pengendalian erosi perlu diperhatikan
pola pertanamannya dan jenis tanaman penutup lahannya (Idris et al. 2012).
Penerapan usahatani konservasi mampu menghasilkan produktivitas lahan yang
relatif lebih tinggi, sehingga kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang
lebih tinggi semakin besar (Fahriyah et al. 2013). Katharina (2007) menyatakan
bahwa penerapan teknik konservasi pada lahan pertanian dalam jangka panjang
tidak hanya meningkatkan usahatani, tetapi juga berdampak positif terhadap
konservasi sumberdaya lahan sehingga dapat mendukung program pertanian
berkelanjutan. Hal ini berdasarkan hasil analisis bahwa dalam jangka panjang,
usahatani sayuran dengan sistem penanaman teras bangku dan searah kontur
memberikan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani
dengan sistem penanaman searah lereng. Selanjutnya penelitian yang dilakukan
oleh Wirosoedarmo dan Apriadi (2012) di Kabupaten Musi, Sumatera Selatan
menunjukkan bahwa pola tanam padi-padi-palawija sesuai untuk diterapkan di
lahan pertanian setempat dan memberikan keuntungan lebih besar jika
dibandingkan dengan pola tanam padi-bera yang sering diterapkan oleh
masyarakat setempat.
Optimasi dengan Linear Goals Programming (LGP)
Prinsip utama dalam pemodelan optimasi adalah menentukan solusi terbaik
yang optimal dari suatu tujuan yang dimodelkan melalui suatu fungsi objektif.
Dalam hal ini, konsep dan prinsip ekonomis memegang peranan penting sebagai
parameter/indikator keberhasilan. Solusi optimal yang dimaksud adalah solusi
yang layak untuk diambil sebagai suatu keputusan dan dapat mengatasi semua
5
kendala yang muncul dalam pencapaian fungsi tujuan tersebut. Pada berbagai
bidang, tingkat keuntungan yang maksimal atau tingkat kerugian yang minimal
menjadi fungsi tujuan yang ingin dicapai. Dengan demikian, secara alamiah
proses optimisasi sangat familiar dengan kehidupan manusia secara umum
(Sudradjat et al. 2009).
Linear goals programming merupakan model dasar dalam optimasi.
Selanjutnya, multiple goal programming adalah suatu pendekatan yang mampu
mencari solusi yang kompromis dengan mengkombinasikan beberapa obyektif
yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan target dan kendala yang dimiliki
oleh suatu studi kasus. Model multiple goal programming mampu
meminimumkan atau memaksimumkan suatu fungsi tujuan sehingga dapat
meminimumkan deviasi di antara berbagai tujuan (Magrib 2011). Menurut
Siswanto (2007), model goal prorgamming merupakan perluasan dari model
pemrograman linier. Perbedaan hanya terletak pada kehadiran sepasang variabel
deviasional yang muncul pada fungsi tujuan dan fungsi-fungsi kendala.
Penentuan nilai variabel keputusan X dilakukan dengan meminimumkan
fungsi linier variabel simpangan. Selanjutnya perumusan fungsi pencapaian
dilakukan dengan menggabungkan setiap tujuan yang berbentuk minimasi
variabel simpangan sesuai tujuan prioritas (Mulyono 2007). Goal programming
sangat cocok digunakan untuk masalah multi tujuan karena melalui variabel
deviasinya, pendekatan ini secara otomatis memberi informasi tentang pencapaian
relatif tujuan-tujuan yang ada. Oleh karena itu solusi optimal yang diberikan dapat
dibatasi pada solusi fisibel yang menggabungkan ukuran-ukuran performasi yang
diinginkan (McAllister et al. 2000).
Model umum LGP (tanpa faktor prioritas dalam strukturnya) adalah sebagai
berikut (Nasendi dan Anwar 1985) :
a. Fungsi tujuan :
b. Fungsi kendala :
Untuk k = 1,2……n (kendala)
Untuk i= 1,2…….m (tujuan)
Xj, di-, di+ ≥ 0
6
dimana :
Z
Xi
di+ dan diWi+ dan WiAij
Bi
Gkj
Ck
= Nilai skalar kriteria pengambilan keputusan
= Peubah keputusan atau kegiatan sub tujuan
= Jumlah unit deviasi yang kekurangan (-) atau kelebihan
(+) dari target (bi)
= Timbangan atau penalti (ordinal atau cardinal) yang
diberikan terhadap unit deviasi yang kekurangan (-) atau
kelebihan (+) dari target (bi)
= Koefisien fungsi kendala tujuan, yaitu yang berhubungan
dengan tujuan peubah pengambila keputusan (Xj)
= Tujuan atau target yang ingin dicapai
= Koefisien teknologi fungsi kendala biasa (fungsional)
= Jumlah sumberdaya k yang tersedia
Metode Pohon Keputusan (Decision Tree)
Decision tree (pohon keputusan) adalah sebuah diagram alir yang mirip
dengan struktur pohon, dimana setiap internal node menotasikan atribut yang
diuji, setiap cabangnya mempresentasikan hasil dari atribut tes tersebut dan leaf
node mempresentasikan kelas-kelas tertentu atau distribusi dari kelas-kelas (Han
dan Kamber 2006).
Sebuah pohon keputusan juga merupakan sebuah struktur yang dapat
digunakan untuk membagi kumpulan data yang besar menjadi himpunanhimpunan record yang lebih kecil dengan menerapkan serangkaian aturan
keputusan. Dengan masing- masing rangkaian pembagian, anggota himpunan
hasil menjadi mirip satu dengan yang lain. Manfaat utama dari penggunaan pohon
keputusan adalah kemampuannya untuk memecah proses pengambilan keputusan
yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga pengambilan keputusan akan
lebih menginterpretasikan solusi dari permasalahan. Pohon keputusan juga
berguna untuk mengeksplorasi data, menemukan hubungan tersembunyi antara
sejumlah calon variabel input dengan sebuah variabel target (Linoff dan Berry
2004).
Metode ini merupakan salah satu metode yang ada pada teknik klasifikasi
dalam data mining. Metode pohon keputusan mengubah fakta yang sangat besar
menjadi pohon keputusan yang merepresentasikan aturan. Data dalam pohon
keputusan biasanya dinyatakan dalam bentuk tabel dengan atribut dan record.
Atribut menyatakan suatu parameter yang disebut sebagai kriteria dalam
pembentukan pohon (Meilani dan Slamat 2012).
Data mining adalah proses menganalisis data dari perspektif yang berbeda
dan menyimpulkannya menjadi informasi-informasi penting yang dapat dipakai
untuk meningkatkan keuntungan, memperkecil biaya pengeluaran, atau bahkan
keduanya. Secara teknis, data mining dapat disebut sebagai proses untuk
menemukan korelasi atau pola dari ratusan atau ribuan field dari sebuah relasional
database yang besar (Linoff dan Berry 2004).
Tujuan penggunaan pohon keputusan ini adalah untuk memudahkan
penggambaran situasi keputusan secara sistematik dan komprehensif (Suputra et
al. 2008). Setelah sebuah pohon keputusan dibangun maka dapat digunakan untuk
7
mengklasifikasikan record yang belum ada kelasnya. Dimulai dari node root,
menggunakan tes terhadap atribut dari record yang belum ada kelasnya tersebut.
Selanjutnya mengikuti cabang yang sesuai dengan hasil dari tes tersebut, yang
akan membawa kepada internal node (node yang memiliki satu cabang masuk dan
dua atau lebih cabang yang keluar) dengan cara harus melakukan tes lagi terhadap
atribut atau node daun. Record yang kelasnya tidak diketahui kemudian diberikan
kelas yang sesuai dengan kelas yang ada pada node daun. Pada pohon keputusan
setiap simpul daun menandai label kelas. Proses dalam pohon keputusan yaitu
mengubah bentuk data (tabel) menjadi model pohon kemudian mengubah model
pohon tersebut menjadi aturan atau rule (Jayanti et al. 2008).
8
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
107°30'0"E
107°40'0"E
107°50'0"E
108°0'0"E
6°20'0"S
6°20'0"S
LAUT JAWA
6°10'0"S
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Subang dengan lokasi penelitian di
empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan
Patokbeusi. Analisis data dilakukan di Studio Bagian Perencanaan dan
Pengembangan Wilayah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung mulai dari
bulan Februari 2013 sampai dengan Maret 2014. Lokasi penelitian ditunjukkan
pada Gambar 1.
ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Legenda
Lokasi Sampling Penelitian
Kec.Cipeundey
Kec.Kalijati
Kec.Patokbeusi
Jalan utama
6°30'0"S
6°30'0"S
Kec.Pabuaran
6°40'0"S
6°40'0"S
0
55 110
®
220
330
Km
440
Sumber Peta
- BPDAS Citarum Ciliwung
107°30'0"E
107°40'0"E
107°50'0"E
108°0'0"E
6°50'0"S
6°50'0"S
Jawa Barat
Gambar 1. Lokasi penelitian
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data statistik primer dan
sekunder serta data spasial. Data primer diperoleh dari hasil survei lapang secara
langsung melalui pengamatan dan wawancara kepada petani dengan
menggunakan kuesioner. Sejumlah 146 petani berkontribusi menjadi responden
dan memberikan informasi terkait pola tanam dan input-output usahatani.
Sedangkan data sekunder terdiri dari dokumen perencanaan, curah hujan,
karakteristik lahan, dan Subang dalam angka 2009-2013. Data spasial yang
digunakan adalah peta administrasi, peta tanah, peta lereng, peta curah hujan, peta
9
pola ruang skala 1:100.000 serta peta rupa bumi Indonesia (peta jalan dan sungai)
skala 1:50.000. Di samping itu juga digunakan data penggunaan lahan yang
diinterpretasikan secara visual dari citra ALOS AVNIR-2 tahun 2010.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terkait berupa data dan
peta yang diperoleh dari instansi terkait dan selanjutnya diolah lebih lanjut dengan
menggunakan teknik analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. Daftar data
sekunder dan data spasial yang digunakan serta sumbernya disajikan pada Tabel 1
dan 2.
Tabel 1. Jenis data sekunder dan sumber data
No
1.
2.
3.
4.
5.
Jenis data
Dokumen perencanaan
• RPJM
• RPJP
• RTRW
Data curah hujan
Data karakteristik lahan
Data Subang dalam Angka
tahun 2009-2011
Database Pertanian tahun
2009-2011
Sumber data
Bappeda Kabupaten Subang
Perum Jasa Tirta II Kabupaten Subang
Balai Besar Sumberdaya Lahan Pertanian
(BBSDLP)
Bappeda Kabupaten Subang
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Kabupaten Subang
Tabel 2. Data spasial, skala dan sumbernya
No.
Jenis data
1. Peta administrasi
Kabupaten Subang
2. Peta tanah
3. Peta lereng
4. Peta kontur
5. Peta curah hujan
6. Peta pola ruang
7. Peta Rupa Bumi
Indonesia (peta
sungai dan jalan)
Skala
Sumber data
1 : 100.000 BP DAS Citarum-Ciliwung
1 : 100.000
1 : 100.000
1 : 100.000
1 : 100.000
1 : 100.000
1: 25.000
Bappeda Kabupaten Subang
BP DAS Citarum-Ciliwung
BP DAS Citarum-Ciliwung
Bappeda Kabupaten Subang
Bappeda Kabupaten Subang
Badan Informasi Geospasial, Bogor
Berbagai perangkat yang digunakan dalam penelitian ini adalah komputer
yang dilengkapi dengan perangkat lunak Microsoft Excel, Microsoft Word, ENVI
4.8, ArcView GIS 3.3, ArcGIS 9.3, Statistica 7, dan GAMS 22.2. Peralatan lainnya
yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), kamera digital, kompas,
alat tulis, dan kuesioner untuk survei lapang.
Prosedur Analisis Data
Analisis data berkaitan dengan tujuan penelitian, metode atau teknik
analisis, dan luaran yang diharapkan ditunjukkan pada Tabel 3.
10
Tabel 3. Tujuan penelitian, teknik analisis, dan luaran yang diharapkan
No
Tujuan penelitian
1. Mengkaji penggunaan lahan dan
kemampuan lahan saat ini
Teknik analisis
a) Analisis data spasial
dimulai dari
penggabungan kanal
citra, koreksi
geometri, klasifikasi
visual penggunaaan
lahan
b) Penentuan kemampuan
lahan
c) Validasi cek lapang
a) Analisis LQ
2. Menganalisis komoditas
(Location Quotion)
unggulan dan mengidentifikasi
pola tanam yang berpotensi untuk b) Analisis shift share
(SSA)
dikembangkan di Kabupaten
c) Survei terstruktur
Subang
dengan alat kuesioner
melalui wawancara
3. Mengevaluasi erosi lahan,
a) Analisis deskripsi
menganalisis land rent pada
spasial, inverse
berbagai pola tanam, dan
distance weighting
b) Prediksi erosi
kecukupan beras wilayah
c) Survei dan
wawancara
a) Optimasi pola tanam
4. Menentukan pola tanam
dengan model
optimum pada lahan pertanian
analisis Multiple
dengan mempertimbangkan
potensi erosi, land rent, dan
Goals Programming
(MGP) menggunakan
kecukupan beras wilayah, serta
menganalisis faktor yang paling
software GAMS 22.2
berpengaruh dalam persebaran b) Decision Tree Model
pola tanam optimum hasil
optimasi.
Luaran
Penggunaan lahan
dan kemampuan
lahan saat ini
Pola tanam yang
berpotensi untuk
dikembangkan di
Kabupaten Subang
Pilihan alternatif
penggunaan lahan
pertanian
Sebaran spasial
pola tanam
optimum pada
lahan pertanian
Dalam uraian berikut disajikan penjelasan secara rinci analisis data yang
dilakukan dalam penelitian ini.
Analisis Penggunaan Lahan Saat Ini
Analisis penggunaan lahan saat ini dimulai dengan klasifikasi visual citra
ALOS AVNIR-2 tahun 2010. Pengolahan citra diawali dengan melakukan proses
penggabungan kanal citra (layer stacking) dengan menggunakan perangkat lunak
ENVI 4.8. Selanjutnya dilakukan koreksi geometri terhadap citra tersebut dengan
tujuan untuk menyamakan koordinat antara citra yang digunakan dengan
koordinat sesungguhnya di permukaan bumi sehingga menghasilkan data yang
kompatibel secara geografis. Peta dasar rujukan adalah Peta Rupabumi skala
1:25.000. Kenampakan yang digunakan sebagai rujukan adalah sungai dan
jaringan jalan. Sistem proyeksi koordinat yang digunakan dalam penelitian ini
11
adalah sistem UTM dengan sistem geodetik WGS 84 pada zona 48S. Citra ALOS
AVNIR-2 terlebih dahulu direktifikasi pada peta dasar (jalan dan sungai)
Kabupaten Subang untuk mempermudah melihat objek yang sama pada peta
topografi dan citra yang akan dikoreksi. Koreksi geometri dilakukan dengan
menggunakan ArcView GIS 3.3 dengan menentukan titik kontrol (GCP, Ground
Control Point) sebanyak 7 titik. Akurasi koreksi geometri diukur dengan nilai
RMS-Error (Root Mean Square-Error). Koreksi geometri yang dilakukan
menghasilkan RMS-error sebesar 0,07.
Citra yang sudah dikoreksi selanjutnya diinterpretasi penggunaan lahannya.
Klasifikasi penggunaan lahan dalam penelitian ini dibedakan menjadi sembilan
jenis, yaitu: badan air, hutan, kebun campuran, lahan terbangun, mangrove,
perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan. Secara umum, tahapan analisis disajikan
dalam diagram berikut.
Gambar 2. Bagan alir analisis penggunaan lahan saat ini
Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam
Data yang digunakan dalam analisis komoditas unggulan adalah basis data
pertanian Kabupaten Subang tahun 2009 dan 2011 yang terdiri dari data luas
tanam, luas panen, produksi komoditas pertanian serta rekap daftar harga
komoditas pertanian. Adapun jumlah komoditas pertanian yang dianalisis
sebanyak 20 jenis komoditas yang dikelompokkan atas komoditas pertanian
tanaman pangan, komoditas hortikultura, dan komoditas perkebunan. Gambar
berikut menyajikan diagram alir analisis komoditas unggulan masing-masing
komoditas dan identifikasi pola tanam.
12
Data luas tanam,
luas panen,
produksi, harga
komoditas
pertanian
Analisis LQ dan
SSA
Analisis dinamika
produksi
luas panen
Analisis
luas tanam
Analisis
luas panen
Analisis
penerimaan
petani
Komoditas
unggulan
dan potensial
unggulan
Identifikasi pola
tanam
Gambar 3. Bagan alir analisis komoditas unggulan dan identifikasi pola tanam
Analisis komoditas unggulan dilakukan pada setiap komoditas melalui
tahap-tahap sebagai berikut:
1. Identifikasi komoditas pertanian pangan, palawija, dan hortikultur yang
dibudidayakan di Kabupaten Subang. Berdasarkan data dasar dari Badan Pusat
Statistik setempat diketahui bahwa jumlah komoditas pertanian pangan
sebanyak 2 jenis, palawija sebanyak 6 jenis, dan hortikultura sebanyak 12 jenis.
Daftar komoditas pertanian yang dianalisis dapat disajikan pada Lampiran 2.
Beberapa kriteria umum yang ditetapkan adalah (a) merupakan tanaman yang
lazim dibudidayakan, (b) diterima oleh petani, (c) menguntungkan secara
ekonomi, (d) tercatat dalam pencatatan statistik kabupaten.
2. Komoditas yang memiliki data lengkap dianalisis dengan menggunakan
Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Koefisien LQ
memberikan indikasi kemampuan relatif suatu wilayah dalam memproduksi
suatu komoditas dalam sistem yang didefinisikan.
Location Quotient (LQ) merupakan suatu indeks untuk membandingkan
pangsa relatif suatu wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total
aktivitas tersebut dalam sistem agregat. Persamaan dari LQ ini adalah sebagai
berikut :
keterangan :
Xij : nilai komoditas tertentu pada kecamatan tertentu
Xi. : total komoditas tertentu di kecamatan tertentu
X.j : total komoditas di wilayah kabupaten
X.. : nilai komoditas total wilayah kabupaten
13
Pada penelitian ini, analisis LQ dilakukan pada tiga jenis data yang berbeda,
yaitu data luas panen, luas tanam, dan penerimaan usahatani tahun 2009 dan 2011
Kabupaten Subang. Adapun data penerimaan petani diperoleh dari hasil perkalian
antara produksi dengan harga komoditas. Analisis LQ bertujuan untuk mengetahui
komoditas-komoditas pertanian (tanaman pangan, palawija maupun hortikultura)
yang memiliki keunggulan komparatif di tiap kecamatan.
Interpretasi hasil analisis Location Quotient adalah sebagai berikut :
- Jika nilai LQij>1, artinya komoditas tersebut menjadi basis atau pusat
produksi wilayah. Dalam hal ini komoditas memiliki keunggulan
komparatif, hasil produksinya tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan
wilayah yang bersangkutan, tetapi juga dapat diekspor ke wilayah
kecamatan lain.
- Jika nilai LQij=1, artinya komoditas tersebut tergolong non basis, tidak
memiliki keunggulan komparatif. Jika diasumsikan rataan produksi sebagai
kondisi keseimbangan, maka jika suatu lokasi memiliki nilai LQ=1
produksi di wilayah tersebut hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan
wilayahnya sendiri.
- Jika nilai LQij<1, artinya komoditas juga termasuk non basis. Dengan
asumsi sama dengan yang disampaikan sebelumnya wilayah dengan LQ<1
merupakan wilayah dengan produksi komoditas yang tidak dapat
memenuhi kebutuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari luar.
Shift Share Analysis merupakan teknik dalam menganalisis pertumbuhan
ekonomi suatu daerah sebagai perubahan atau peningkatan suatu indikator
pertumbuhan perekonomian suatu wilayah yang lebih luas dalam dua titik
waktu (Basuki dan Gayatri 2009). Analisis ini digunakan untuk mengetahui
komoditas-komoditas pertanian khususnya tanaman pangan, palawija maupun
hortikultura yang memiliki keunggulan kompetitif di tiap kecamatan di
Kabupaten Subang. Komoditas akan memiliki keunggulan kompetitif jika SSA
bernilai positif. Persamaan analisis shift share ini adalah sebagai berikut:
a
b
c
keterangan :
a : komponen regional share
b : komponen proportional shift
c : komponen differential shift
X.. : nilai total komoditas wilayah secara agregat (kabupaten)
X.i : nilai total komoditas tertentu di kecamatan tertentu
Xij : nilai di kecamatan tertentu dan komoditas tertentu
Berdasarkan hasil analisis LQ dan SSA, untuk mengetahui persebaran
komoditas unggulan di 30 kecamatan Kabupaten Subang, selanjutnya dilakukan
beberapa analisis sebagai berikut terhadap masing-masing komoditas:
1. Analisis dinamika produksi dari nilai LQ tahun 2009 dan 2011. Dalam
penelitian ini analisis dinamika didefinisikan sebagai peningkatan atau
14
penurunan produksi dari dua titik tahun (2009 dan 2011) berdasarkan nilai
LQ luas panen.
2. Analisis LQ untuk data luas panen tahun 2009 dan SSA tahun 2009-2011.
3. Analisis LQ untuk data luas tanam tahun 2011 dan SSA luas tanam tahun
2009-2011.
4. Analisis LQ penerimaan usahatani tahun 2009 dan SSA penerimaan
usahatani tahun 2009-2011.
Berdasarkan penggabungan analisis di atas, maka suatu komoditas
ditetapkan menjadi unggulan dan potensial unggulan bila memenuhi minimal dua
kriteria di bawah ini:
1. Nilai LQ luas panen tahun 2009 dan 2011 lebih dari 1, dinamika produksi
mengalami peningkatan ditunjukkan oleh nilai LQ>1 meningkat setengah
kali lipat atau dua kali lipat atau lebih dan nilai SSA luas tanam 2009-2011
bernilai positif.
2. Nilai LQ luas tanam tahun 2011 lebih dari 1 dan nilai SSA luas tanam tahun
2009-2011 bernilai positif.
3. Nilai LQ penerimaan petani tahun 2011 lebih dari satu diimbangi dengan
nilai SSA yang positif dari tahun 2009-2011.
Contoh dari analisis data yang dilakukan pada penetapan komoditas
unggulan disajikan pada Lampiran 1, sedangkan hasil penetapan komoditas
unggulan semua komoditas di setiap kecamatan ditampilkan pada Lampiran 2.
Analisis persebaran komoditas unggulan dan potensial unggulan di 30 kecamatan
Kabupaten Subang ini berguna untuk mengetahui persebaran komoditaskomoditas pertanian yang berkembang di Subang. Di samping itu juga dapat
digunakan sebagai data acuan saat pengecekan lapang sehingga diperoleh
gambaran awal terkait dengan komoditas yang dibudidayakan petani. Selanjutnya
identifikasi pola tanam pada lahan pertanian (sawah, kebun campuran, dan
tegalan) lebih rinci sesuai kondisi riil yang diterapkan petani dilakukan melalui
survei lapang dipandu kuesioner dengan responden petani. Melalui identifikasi
pola tanam ini maka dapat diketahui pola tanam yang berpotensi untuk
dikembangkan di Kabupaten Subang. Hasil analisis komoditas unggulan dan
potensial unggulan digabungkan dengan identifikasi pola tanam dari wawancara
dengan petani selanjutnya dapat dibandingkan dan dianalisis. Hasilnya dijadikan
sebagai pertimbangan dalam menentukan perencanaan pengelolaan lahan optimal
khususnya lahan pertanian di Kabupaten Subang.
Evaluasi Kemampuan Lahan
Klasifikasi kemampuan lahan (Land Capability Classification) merupakan
suatu sistematika dari berbagai penggunaan lahan berdasarkan sifat-sifat yang
menentukan potensi lahan untuk berproduksi secara lestari (Arsyad 1989). Pada
klasifikasi kemampuan lahan, tanah dikelompokkan ke dalam delapan kelas yang
ditandai dengan huruf Romawi dari I sampai VIII. Tanah pada kelas I sampai IV
merupakan tanah yang sesuai digunakan untuk tanaman pertanian pada umumnya
(tanaman semusim dan tahunan), rumput untuk pakan ternak, padang rumput, dan
hutan. Tanah pada kelas V,VI, dan VII tidak sesuai untuk pertanian, melainkan
sesuai untuk padang rumput, tanaman pohon-pohon atau vegetasi alami. Tanah
15
kelas V dan VI dalam beberapa hal dapat menghasilkan dan menguntungkan
untuk beberapa jenis tanaman tertentu seperti buah-buahan, tanaman hias atau
bunga-bungaan dan bahkan jenis sayuran bernilai tinggi asalkan disertai dengan
pengelolaan dan tindakan konservasi tanah dan air yang baik dan tepat. Tanah
dalam kelas VIII sebaiknya dibiarkan dalam keadaan alami. Dengan demikian,
ancaman kerusakan atau hambatan meningkat berturut-turut dari kelas I sampai
kelas VIII.
Sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten Subang diperoleh dari
proses tumpang tindih peta-peta karakteristik lahan, yaitu peta jenis tanah dan peta
lereng. Pemrosesan tersebut menghasilkan data-data atribut yang terdiri beberapa
informasi terkait dengan jenis tanah dan kelas kemiringan lereng. Data-data terkait
dengan karakteristik tanah seperti kepekaan erosi, kedalaman tanah, tekstur tanah,
permeabilitas, dan drainase diperoleh dari BBSDLP, yang selanjutnya dirangkum
serta disesuaikan dengan daerah penelitian. Semua data tersebut merupakan
variabel klasifikasi kemampuan lahan yang menjadi faktor pembatas/penghambat
dalam kriteria kelas kemampuan lahan. Kriteria penilaian kemampuan lahan di
Kabupaten Subang disajikan di Lampiran 3. Kriteria penilaian tersebut digunakan
sebagai parameter penentuan kelas kemampuan lahan. Pada penentuan kelas
kemampuan lahan, semakin berat faktor pembatas maka semakin tinggi kelas
kemampuan lahan, sehingga lahan tidak dapat dimanfaatkan. Adapun skema
hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan macam
penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan
macam penggunaan lahan
HAMBATAN/ANCAMAN
MENINGKAT,
KESESUAIAN DAN
PILIHAN PENGGUNAAN
LAHAN BERKURANG
GARAPAN
SANGAT
INTENSIF
GARAPAN
INTENSIF
GARAPAN
SEDANG
GARAPAN
TERBATAS
PENGEMBALA
AN INTENSIF
PENGEMBALA
AN SEDANG
PENGEMBALA
AN TERBATAS
HUTAN
PRODUKSI
TERBATAS
KELAS
KEMAMPUAN
LAHAN
CAGAR ALAM/
HUTAN
LINDUNG
INTENSITAS DAN PILIHAN PENGGUNAAN MENINGKAT
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
Hasil klasifikasi kemampuan lahan dapat digunakan untuk menentukan
arahan penggunaan lahan secara umum, misalnya untuk budidaya tanaman
semusim, perkebunan, hutan produksi, dan sebagainya (Simangunsong et al.
2013). Berikut bagan alir analisis kemampuan lahan yang dilakukan disajikan
pada Gambar 4.
16
Peta tanah
Peta lereng
Data karakteristik
lahanfaktor pembatas
kelas kemampuan
lahan
Kelas kemampuan
lahan
Gambar 4. Bagan alir analisis kemampuan lahan
Penetapan Satuan Lahan (Land Unit)
Penetapan satuan lahan (land unit) dilakukan dengan mengkombinasikan
berbagai komponen lahan di antaranya lereng, tanah, dan iklim. Pengkombinasian
dilakukan melalui proses tumpang tindih peta kemampuan lahan dan peta
penggunaan lahan aktual dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.
Hasil overlay menghasilkan poligon-poligon yang menunjukkan satuan lahan.
Satuan lahan yang diperoleh mengandung informasi tentang penggunaan lahan
dengan kemampuan lahannya. Tujuan dari tahapan ini adalah untuk membuat
satuan lahan dengan karakteristik lahan yang homogen, sehingga dapat dijadikan
dasar untuk tahapan penelitian berikutnya, khususnya dalam pengambilan titik
sampling responden saat cek lapang.
Pendugaan Erosi
Pendugaan erosi dilakukan pada penggunaaan lahan dengan pengelolaan
tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai alat bantu untuk mengambil keputusan
dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah. Dengan demikian,
maka kerusakan tanah dapat dicegah dan tanah dapat dipergunakan secara
produktif dan lestari. Secara umum, tahapan analisis disajikan dalam diagram
berikut.
17
Gambar 5. Bagan alir pendugaan erosi
Prediksi erosi dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil
Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith
sebagaimana dijelaskan dalam Arsyad (1989), yaitu
dimana :
A
R
K
LS
C
P
: banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun
: faktor erosivitas hujan
: faktor erodibilitas tanah
: faktor panjang dan kemiringan lereng
: faktor pengelolaan tanaman
: faktor teknik konservasi yang dipakai
Untuk mendapatkan nilai setiap variabel untuk pendugaan (prediksi) erosi
digunakan metode-metode sebagai berikut :
Faktor erosivitas hujan (R). Faktor erosivitas hujan (R) adalah nilai yang
menunjukkan daya rusak hujan terhadap tanah. Pada penelitian ini dengan
mempertimbangkan ketersediaan data, maka diambil rumus Bols dalam Arsyad
1989, sehingga nilai R dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
R = 6,119 x CH1,21x HH -0,47 x CHmax 0,53
dimana :
R
CH
HH
CHmax
: faktor erosivitas hujan
: jumlah curah hujan sebulan (mm)
: jumlah hari hujan sebulan (hari)
: jumlah curah hujan maksimum sehari bulan yang bersangkutan
(mm/hari)
Agar R dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas diperlukan data curah
hujan bulanan dari beberapa stasiun hujan di Kabupaten Subang. Selanjutnya
untuk mengetahui nilai R pada setiap satuan lahan yang diamati di empat
18
kecamatan penelitian dilakukan interpolasi secara spasial dengan teknik Inverse
Distance Weighting (IDW).
Faktor erodibilitas tanah (K). Faktor erodibilitas tanah (K) adalah nilai yang
menunjukkan kepekaan tanah terhadap erosi. Faktor K dapat dihitung jika jenis
tanah diketahui dan kemudian dihitung dengan persamaan berikut :
K = [( 2,1 x M 1,14 x 10-4) x (12-a)) + (3,25(b-2)) + (2,5(c-3))] x 1,293%
dimana :
K
M
a
b
c
: faktor erodibilitas tanah
: (% debu+ % pasir sangat halus) x (100-% liat)
: persentase bahan organik
: kelas struktur tanah (lihat Lampiran 4)
: kelas permeabilitas tanah (lihat Lampiran 4)
Agar K dapat dihitung sesuai dengan persamaan di atas, maka diperlukan datadata karakteristik lahan di Kabupaten Subang yang mewakili lokasi penelitian.
Dalam penelitian ini karakteristik tekstur, persentase bahan organik, struktur tanah
dan permeabilitas tidak diukur secara langsung, namun diperoleh dari nilai ratarata variabel karakteristik lahan dari satuan peta tanah yang lokasinya berdekatan
dengan wilayah penelitian.
Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS). Nilai panjang dan kemiringan
lereng diperoleh dari hasil pengukuran di lapangan atau dari atribut peta lereng.
Dalam penelitian ini faktor tersebut diukur dari peta lereng dengan sumber peta
dari Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-Ciliwung,
kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3
untuk menentukan nilai panjang lerengnya. Penentuan faktor panjang dan
kemiringan lereng (LS) selanjutnya dihitung dengan menggunakan persamaan
Wischmeier dan Smith dalam Arsyad (1989), sebagai berikut:
LS = l1/2 (0,0139 + 0,0965 S + 0,00139 S2)
dimana :
LS
l
S
: faktor lereng
: panjang lereng (m)
: kemiringan lereng (%)
Faktor Pengelolaan Tanaman (C) dan Teknik Konsenvasi Tanah (P). Faktor
pengelolaan tanaman (C) dan teknik konservasi tanah (P) pada setiap satuan lahan
ditentukan dengan mencocokkan kondisi penggunaan lahan di lapangan dengan
tabel faktor C dan P dalam Lampiran 5 dan 6. Pada penelitian ini penentuan nilai
faktor pengelolaan tanaman (C) dihitung dengan menggunakan pembobotan, tidak
secara langsung menggunakan nilai C pada Lampiran 5, sehingga nilai C yang
didapat lebih akurat. Pendetilan nilai C pada pola tanam yang ditanam di tegalan
dilakukan dengan mempertimbangkan periode tanam dari berbagai tanaman
semusim yang diusahakan petani dalam setahun. Nilai C dari pola tanam yang ada
di tegalan pada satuan lahan tertentu dihitung dengan mempertimbangkan nilai R
19
bulanan hasil interpolasi dengan teknik IDW. Berikut persamaan yang digunakan
untuk menghitung nilai C dari pola tanam yang diterapkan di tegalan:
dimana:
Ci
: nilai C rata-rata pola tanam
Ri
: nilai R bulanan pada periode tanam tanaman ke-i
Ci
: Nilai C tanaman ke-i berdasarkan Lampiran 3
Penentuan Erosi yang Dapat Ditoleransikan (TSL)
Nilai TSL merupakan nilai laju erosi yang masih dapat dibiarkan agar
terpelihara suatu kedalaman tanah yang cukup bagi pertumbuhan tanaman
sehingga masih memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara
lestari (Arsyad 1989). Penetapan TSL dilakukan dengan menggunakan persamaan
yang dikembangkan oleh Hammer (1981). Persamaan tersebut menggunakan
konsep kedalaman ekivalen (De) dan umur guna tanah (UGT) sebagai berikut :
TSL = De/UGT
dimana :
TSL : erosi yang dapat ditoleransikan (mm/tahun)
De
: kedalaman efektif x faktor kedalaman (mm)
UGT : 400 tahun (Hammer dalam Arsyad 1989)
Pengecekan Lapang
Pengecekan lapang bertujuan untuk memvalidasi penggunaan lahan hasil
interpretasi visual citra dengan kondisi aktual penggunaan lahan di lapang
sehingga hasil akhir dapat memiliki akurasi yang tinggi. Tahap ini dilakukan
dengan menggunakan GPS dan kamera digital sebagai alat bantu di lapangan.
Pengecekan lapang juga disertai dengan penyebaran kuesioner kepada para petani
sebagai responden. Cek lapang dilakukan di empat kecamatan sebagai lokasi yang
difokuskan dalam penelitian ini, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran,
dan Patokbeusi. Pengambilan titik cek lapang dilakukan secara menyebar
berdasarkan pada peta penggunaan lahan aktual. Pengambilan lokasi contoh
berdasarkan satuan lahan berbasis poligon. Masing-masing satuan lahan ditarik
contoh sebanyak 2-3 kali ulangan dengan fokus penggunaan lahan berupa sawah,
tegalan, dan kebun campuran. Dengan demikian, jumlah titik contoh dalam
penelitian ini sebanyak 146 titik yang menyebar di empat lokasi kecamatan.
Sebaran titik contoh yang dipilih ditunjukkan pada Gambar 6.
20
Titik sampling
Sumber: CITRA ALOS AVNIR-2 2010
Gambar 6. Sebaran titik contoh responden
Analisis Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent)
Analisis land rent (LR) digunakan untuk mengetahui nilai ekonomi dari
suatu aktivitas yang dilakukan pada suatu luasan lahan dalam kurun waktu
tertentu. Nilai land rent diperoleh dari mengurangkan seluruh penerimaan dengan
total biaya pengeluaran dari suatu usahatani dibagi dengan luasan lahan yang
diusahakan oleh petani. Data yang digunakan dalam menghitung LR berdasarkan
hasil wawancara terhadap petani di lokasi penelitian. Berdasarkan data hasil
wawancara dengan petani di lapangan, maka nilai LR dari masing-masing satuan
lahan dapat dibandingkan dengan memperhitungkan luasan lahan dan satuan
waktu dari suatu usahatani pada lahan tertentu. Dengan demikian, maka
didapatkan nilai ekonomi lahan dengan satuan Rp (m2)-1 tahun-1.
Penerimaan usahatani (total revenue) merupakan total penerimaan yang
diperoleh dari jumlah unit produksi dikalikan dengan harga komoditas usaha tani
setiap jenis tanaman yang ditanam selama setahun. Secara matematis, penerimaan
usahatani diperhitungkan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TR = Y x P
dimana :
TR
: Total penerimaan usaha tani (total revenue)
Y
: Total produksi
P
: Harga (Rp)
21
Pengeluaran usahatani (total cost) merupakan total biaya yang dikeluarkan
dari suatu usaha tani untuk tiap musim tanam dari tiap-tiap jenis tanaman yang
ditanam selama setahun, dirumuskan dengan persamaan:
TC = FC + VC
dimana:
TC
: Total pengeluaran/biaya (total cost)
FC
: Biaya tetap (fixed cost)
VC
: Biaya variabel (variable cost)
Land rent adalah nilai ekonomi yang diperoleh pada suatu bidang lahan,
apabila lahan tersebut digunakan untuk kegiatan proses produksi. Persamaan yang
digunakan adalah :
LR = (TR-TC)/A
dimana :
LR
: Land rent (Rp/m2/tahun)
TR
: Total penerimaan (total revenue)
TC
: Total pengeluaran (total cost)
A
: Luas lahan (m2)
Analisis Kecukupan Beras Wilayah
Kebutuhan beras wilayah dihitung dari perkalian antara jumlah penduduk
dan konsumsi beras setara gabah (kg GKP/kapita/tahun) wilayah penelitian
sehingga didapatkan total kebutuhan beras dengan satuan ton GKP/tahun. Data
jumlah penduduk di empat kecamatan didapatkan dari Subang dalam Angka 2013.
Total konsumsi beras setara gabah diperoleh dari perkalian antara rata-rata jumlah
anggota keluarga dengan rata-rata konsumsi beras di empat kecamatan, kemudian
hasilnya dikalikan dengan rendemen GKP dengan beras sebesar 62.74%
(Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian 2008). Data ratarata jumlah anggota keluarga dan konsumsi beras di empat kecamatan merupakan
hasil wawancara langsung dengan petani saat survei lapang. Prediksi kecukupan
pangan pada suatu wilayah untuk beberapa tahun ke depan perlu dilakukan untuk
mengetahui status kecukupan pangannya. Kecukupan beras suatu wilayah
dikatakan terpenuhi bila kebutuhan beras sama dengan produksi padi atau surplus.
Dengan demikian, kebutuhan pangan penduduk dapat tercukupi.
Optimasi Pola Tanam Lahan Pertanian dengan Multiple Goals Programming
Optimasi pola tanam dianalisis dengan menggunakan model tujuan ganda
(Multiple Goals Programming - MGP) agar diperoleh rekomendasi alternatif pola
tanam optimal pada satuan lahan tertentu. Secara umum tahapan analisis dapat
dilihat pada Gambar 7.
22
Satuan
lahan
Cek lapang
Identifikasi
pola tanam
Multiple Goals
Programming
Penerimaan,
pengeluaran,
luas lahan
usahatani
Land rent
Konsumsi beras
per kapita, ratarata jumlah
anggota keluarga,
produksi padi
Kecukupan
beras wilayah
Optimasi Pola
Tanam
Pengelolaan
tanaman dan
teknik
konservasi
tanah
Prediksi
erosi aktual
Decision tree
USLE
Erosi
potensial
TSL
USLE
Data curah hujan,
karakteristik
tanah, dan lereng
Kedalaman
ekivalen setiap
jenis tanah dan
umur guna tanah
Faktor penentu pola
spasial
lahan optimal
Perencanaan
Pengelolaan
Lahan
Pertanian
Berkelanjutan
Gambar 7. Bagan alir optimasi pola tanam pada lahan pertanian dengan Multiple
Goals Programming
Perumusan model optimasi dilakukan dengan menggunakan perangkat
lunak General Algebraic Modelling System (GAMS) 22.2 dengan struktur data
sebagai berikut (secara lengkap lihat Lampiran 7):
1. Peubah Keputusan (Decision Variable)
Peubah keputusan (Xij) adalah pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j dengan
luasan tertentu dalam hektar.
2. Fungsi-fungsi Kendala
a. Kendala Real
Alokasi penggunaan lahan pada setiap satuan lahan optimal (Xij) dibatasi
oleh total luas dari setiap satuan lahan (Aj) dalam meter persegi. Secara
matematis fungsi kendala real dirumuskan sebagai berikut :
b. Kendala Sasaran
Kendala sasaran 1 (Manfaat ekonomi/surplus)
Setiap pola usahatani mempunyai implikasi terhadap besarnya nilai sewa
ekonomi lahan suatu satuan lahan tertentu bagi petani yang
mengusahakannya. Secara matematis fungsi kendala ini dirumuskan sebagai
berikut :
23
dimana :
Xij
: Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j
LRij
: Land rent pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j
Lpj
: Simpangan positif sasaran manfaat ekonomi
Lnj
: Simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi
LRj
: Land rent pada satuan lahan ke-j
Kendala sasaran 2 (Erosi)
Setiap jenis penggunaan lahan mempengaruhi besarnya nilai erosi aktual.
Tingkat erosi tersebut harus diminimalisasikan sehingga mendekati nilai
erosi yang ditoleransikan (TSL). Fungsi kendala erosi dirumuskan sebagai
berikut :
dimana :
Xij
: Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j
Etj
: Erosi yang ditoleransikan pada satuan lahan ke-j
: Simpangan positif sasaran erosi
Epj
Enj
: Simpangan negatif sasaran erosi
Aaj
: Erosi aktual pada sataun lahan ke-j
Kendala sasaran 3 (Produksi Beras)
Total padi yang diproduksi oleh wilayah perencanaan setidaknya dapat
memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah tersebut. Secara matematis
fungsi kendala ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
dimana :
: Luas areal optimum pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j
Xij
Yij
: Produktivitas padi pola tanam ke-i pada satuan lahan ke-j
Bp
: Simpangan positif sasaran produksi padi
Bn
: Simpangan negatif sasaran produksi padi
M
: Jumlah penduduk empat kecamatan
Brs
: Nilai konsumsi beras per kapita per tahun
Kendala sasaran 4 (Non Negativitas)
Tujuan dari penyusunan model optimasi ini adalah meminimumkan
simpangan-simpangan dari target optimasi yang disusun agar mendekati nol
dan luas lahan optimal yang dihasilkan nilainya lebih dari nol atau tidak ada
24
yang negatif. Secara matematis fungsi kendala ini dinotasikan dengan
Xij≥0.
3. Fungsi Tujuan
Agar setiap kendala terpenuhi, maka fungsi tujuan dari model MGP ini
adalah meminimalkan total tertimbang dari seluruh sasaran yang ingin dicapai.
Secara matematis fungsi tujuan ini dirumuskan sebagai berikut:
dimana :
WLnj.Lnj
WLpj.Lpj
WEnj.Enj
WEpj.Epj
WBnj.Bnj
WBpj.Bpj
: Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi
: Koefisien pembobot simpangan positif sasaran manfaat ekonomi
: Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran erosi
: Koefisien pembobot simpangan positif sasaran erosi
: Koefisien pembobot simpangan negatif sasaran produksi padi
: Koefisien pembobot simpangan positif sasaran produksi padi
4. Skenario
Penyusunan skenario optimasi pola tanam pada lahan pertanian di
wilayah Subang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan dan
ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh adanya faktor potensi erosi, nilai land rent,
dan kebutuhan beras yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan skenario.
Penggunaan lahan yang menjadi masukan model MGP dalam studi kasus ini
adalah penggunaan lahan sawah, tegalan, dan kebun campuran. Pada penelitian
ini terdapat 12 skenario yang disusun dengan model MGP dengan target yang
berbeda. Perbedaan skenario dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Skenario-skenario dalam MGP
Target
Manfaat ekonomi
Erosi
Produksi beras
(% LR)
I
80
< TSL
= KSI
II
100
< TSL
= KSI
III
120
< TSL
= KSI
IV
80
<0.95 TSL
= KSI
V
100
<0.95 TSL
= KSI
VI
120
<0.95 TSL
= KSI
VII
80
< TSL
=3.9 X KSI
VIII
100
< TSL
=3.9 X KSI
IX
120
< TSL
=3.9 X KSI
X
80
<0.95 TSL
=3.9 X KSI
XI
100
<0.95 TSL
=3.9 X KSI
XII
120
<0.95 TSL
=3.9 X KSI
Keterangan : LR= Land rent, TSL= Tolerable Soil Loss, KSI : Kebutuhan beras saat ini
Skenario
Kombinasi skenario dibedakan atas 3 alternatif pencapaian manfaat
ekonomi yaitu 80%, 100% dan 120% dari nilai land rent tertinggi, dua alternatif
25
pencapaian erosi yaitu sama dengan erosi yang dapat ditoleransikan (TSL) atau
lebih rendah dari TSL (95%), serta dua alternatif produksi beras yaitu sama
dengan kebutuhan masyarakat atau sama dengan produksi saat ini yaitu 3,9 kali
dari kebutuhan konsumsi saat ini.
Analisis Decision Tree
Konsep pohon merupakan salah satu konsep teori grafik yang paling
penting. Pemanfaatan pohon dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk
menggambarkan hirarki dan memodelkan persoalan, contohnya pohon keputusan.
Pohon keputusan merupakan suatu pemodelan dalam mencari solusi dari
masalah/persoalan. Pohon keputusan digunakan untuk memodelkan persoalan
yang terdiri dari serangkaian keputusan yang mengarah ke solusi.
Salah satu proses untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi pola
sebaran spasial lahan optimal hasil optimasi dengan model MGP adalah dengan
memanfaatkan teknik aplikasi data mining. Teknik data mining yang diterapkan
adalah teknik klasifikasi dengan metode decision tree (pohon keputusan). Pada
penelitian ini, analisis dengan metode decision tree dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak Statistica 7. Adapun algoritma yang digunakan
adalah Classification and Regression Trees.
Penyusunan pohon keputusan (decision tree) pada penelitian ini
menggunakan beberapa variabel, yaitu pola sebaran spasial lahan optimal sebagai
variabel tak bebas (kelas) sedangkan tiga kriteria optimasi yaitu manfaat ekonomi,
nilai erosi, serta produksi beras wilayah sebagai variabel penduganya. Melalui
analisis ini maka akan diketahui faktor yang paling mempengaruhi pola sebaran
spasial lahan optimal yang didapatkan dari hasil optimasi dengan model MGP.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penggunaan Lahan Saat Ini (Existing Landuse) Kabupaten Subang
Stewart et al. (2004) mendefinisikan penggunaan lahan sebagai suatu proses
alokasi sejumlah aktivitas atau fungsi lahan yang berbeda (pertanian, industri,
rekreasi atau konservasi) ke dalam unit area yang lebih spesifik. Hasil interpretasi
citra dengan memperhatikan unsur–unsur interpretasi citra yaitu warna (rona),
tekstur, asosiasi, bentuk, dan sebagainya (Lillesand et al. 2004), serta didukung
dengan verifikasi lapang menghasilkan sembilan jenis penggunaan lahan.
Kesembilan jenis penggunaan lahan tersebut adalah badan air, hutan, kebun
campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa sawah merupakan
penggunaan lahan yang dominan di Kabupaten Subang dengan luas sebesar
104.850,97 ha atau 48,16% dari luas Kabupaten Subang. Dominasi penggunaan
lahan berupa sawah di wilayah ini merupakan konsekuensi dari kebijakan
pemerintah yang menetapkan Kabupaten Subang sebagai lumbung pangan
khususnya beras. Kontribusi Kabupaten Subang dalam menyumbang produksi
padi adalah terbesar ketiga di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013.
26
Legenda
a)
Badan Air
Hutan
Kebun Campuran
Lahan Terbangun
Mangrove
Perkebunan
Sawah
Tambak
Tegalan
b)
Legenda
Badan Air
Hutan
Kebun Campuran
Lahan Terbangun
Perkebunan
Sawah
Tegalan
Gambar 8. Penggunaan lahan saat ini a) Kabupaten Subang b) lokasi sampling
penelitian
Selain tanaman pangan berupa padi, Kabupaten Subang juga memiliki
potensi besar terhadap sektor pertanian lainnya seperti palawija, sayur-sayuran,
dan buah-buahan. Hal ini ditunjukkan dengan luasnya lahan kering berupa kebun
campuran yang mencapai 40.974,68 ha atau 18,82%. Penggunaan lahan kebun
campuran memiliki luasan terbesar kedua setelah sawah. Kabupaten Subang
memiliki areal hutan seluas 21.578,49 ha yang terdiri dari hutan produksi dan
hutan lindung. Lahan terbangun menempati penggunaan lahan terbesar keempat
dengan luas sebesar 18.667,94 ha atau 8,57% dengan jumlah penduduk 1.465.157
jiwa. Kabupaten Subang menjadi daerah perkebunan sejak sebelum kemerdekaan
Republik Indonesia dan hingga kini masih dijalankan. Perkebunan di kabupaten
ini memiliki luas sebesar 15.139,53 ha atau 6,95%, meliputi perkebunan karet,
teh, dan tebu. Luasan tambak sebesar 11.735,95 ha atau 5,39%, umumnya berupa
tambak ikan. Luasan tegalan, badan air dan mangrove secara berturut-turut adalah
3.769,40 ha, 712,93 ha, dan 295,68 ha.
Gambar 8b menunjukkan sebaran spasial penggunaan lahan saat ini di
lokasi sampling penelitian, tepatnya di empat kecamatan wilayah Subang bagian
utara dan tengah yaitu Kecamatan Patokbeusi, Pabuaran, Cipeundeuy, dan
Kalijati. Secara spasial terlihat bahwa penggunaan lahan di empat kecamatan ini
didominasi oleh sawah. Penggunaan lahan sawah tersebar merata sebesar
27
19.313,73 ha atau 53% dari luas wilayah. Berdasarkan pengamatan di lapang,
kualitas sawah di empat lokasi contoh berbeda-beda tergantung pada kondisi
geomorfologi wilayah. Sawah di Kecamatan Patokbeusi umumnya merupakan
sawah beririgasi teknis. Kualitas sawah di Kecamatan Pabuaran paling beragam
yaitu beririgasi teknis, setengah teknis, dan belum beririgasi (tadah hujan),
sedangkan di Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati didominasi oleh sawah tadah
hujan.
Lahan kering di wilayah penelitian terdiri dari lahan terbangun, perkebunan,
kebun campuran, hutan, dan tegalan. Perkebunan hanya tersebar di wilayah
tengah, yaitu Kecamatan Cipeundeuy dan Kalijati dengan komoditas yang
dibudidayakan berupa karet. Luas perkebunan di kedua kecamatan ini mencapai
5.023,30 ha di bawah pengelolaan PTPN VIII Jalupang. Kebun campuran dan
tegalan merupakan tipe penggunaan lahan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
setempat untuk bertanam palawija, buah-buahan, tanaman tahunan, dan lain-lain.
Luas kebun campuran dan tegalan yang tersebar di wilayah penelitian secara
berturut-turut adalah 3.829,41 ha dan 385,15 ha. Pada umumnya masyarakat
setempat mengelola kebun campuran dan tegalan yang dimiliki dengan baik untuk
menambah penghasilan di subsektor pertanian tanaman pangan.
Perencanaan penggunaan lahan dengan pola tanam yang optimal dalam
penelitian ini lebih diarahkan khususnya pada penggunaan lahan sawah, kebun
campuran, dan tegalan. Ketiga penggunaan lahan tersebut merupakan sumber
pendapatan utama bagi para petani di Kabupaten Subang.
Analisis Komoditas Unggulan dan Identifikasi Pola Tanam di Kabupaten
Subang
Penetapan komoditas unggulan di setiap wilayah kabupaten perlu dilakukan
agar produksi yang dihasilkan tetap tinggi dan dapat bersaing di pasar, baik lokal
maupun internasional (Syafruddin et al. 2004). Setiap daerah harus mengetahui
sektor ekonomi yang menjadi sektor unggulannya, sehingga pemerintah dapat
memaksimalkan sektor unggulan tersebut (Basuki dan Gayatri 2009).
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam tiga tahap sebagaimana
dijelaskan di metode didapatkan tiga jenis sebaran spasial komoditas unggulan di
Kabupaten Subang yang disajikan pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan bahwa
tidak semua wilayah di Kabupaten Subang menjadi basis tanaman yang
dibudidayakan. Padi menjadi komoditas pangan unggulan di Kecamatan
Blanakan, Sukasari, Pamanukan, Tambakdahan, Cikaum, Binong, Pagaden,
Pagaden Barat, Subang, dan Cisalak. Komoditas padi juga berpotensi menjadi
komoditas unggulan di beberapa kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Ciasem,
Patokbeusi, dan Pusakajaya. Secara umum, padi menjadi komoditas unggulan dan
potensial unggulan di wilayah Subang bagian utara dengan topografi wilayah
yang tergolong datar. Kondisi ini juga didukung oleh sawah yang sebagian besar
beririgasi teknis, sehingga produksi padi di wilayah tersebut tergolong tinggi
karena didukung oleh ketersediaan air yang cukup.
Beberapa tanaman palawija, diantaranya jagung, kacang hijau, kacang
tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu, menjadi komoditas unggulan di beberapa
kecamatan wilayah Subang bagian tengah dan selatan. Hal ini dipengaruhi oleh
28
topografi wilayah dan iklim yang menjadi persyaratan tumbuh tanaman palawija
tersebut. Wilayah Subang bagian tengah dengan topografi bergelombang/berbukit,
terdiri dari Kecamatan Purwadadi, Kalijati, Dawuan, dan Subang merupakan
wilayah basis beberapa tanaman palawija di antaranya jagung, kedelai, dan
kacang tanah. Wilayah Subang bagian selatan yang merupakan daerah
pegunungan, terdiri dari Kecamatan Ciater, Cisalak, Jalancagak, Kasomalang,
Segalaherang, Serangpanjang, dan Tanjungsiang menjadi pusat unggulan tanaman
palawija, yaitu jagung, kacang tanah, ubi jalar, dan ubi kayu. Hanya ada dua
kecamatan di wilayah Subang tengah dengan topografi datar yang menjadi basis
tanaman palawija, yaitu Kecamatan Pabuaran dan Pagaden. Komoditas palawija
unggulan di dua kecamatan ini adalah kedelai di Kecamatan Pagaden serta ubi
kayu dan kacang hijau di Kecamatan Pabuaran.
Identifikasi pola tanam saat ini yang berpotensi untuk dikembangkan di
Kabupaten Subang dilakukan saat pengecekan lapang dengan petani. Adapun pola
tanam saat ini yang diterapkan oleh petani pada lahan pertanian (sawah, kebun
campuran, dan tegalan) berdasarkan hasil cek lapang disajikan pada Lampiran 8.
Hasil cek lapang menunjukkan bahwa pola tanam di sawah terdiri dari tiga
macam, yaitu padi-padi, padi-padi-padi, dan kacang tanah-padi-jagung, sedangkan
pola tanam yang diterapkan oleh petani di kebun campuran dan tegalan terdiri dari
66 pola tanam terlihat pada Lampiran 5.
Identifikasi pola tanam di lapangan melengkapi informasi sebelumnya hasil
analisis komoditas unggulan terkait komoditas pertanian yang dibudidayakan oleh
petani Subang. Tanaman yang dibudidayakan oleh petani saat ini tidak hanya
tanaman pangan, palawija, dan hortikultura yang bersifat musiman, tetapi ada juga
yang menanam tanaman tahunan seperti kelapa, bambu, albasia, mahoni, nangka,
rambutan, jabon, karet, dan sebagainya. Pola tanam yang diterapkan petani pun
bervariasi, perpaduan antara tanaman pangan, palawija, hortikultur, dan beberapa
jenis tanaman tahunan sehingga didapatkan lebih dari 60 pola tanam dari hasil cek
lapang. Pola tanam yang beragam ini berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi
pertimbangan dalam perencanaan pengelolaan lahan optimal khususnya lahan
pertanian di Kabupaten Subang. Pola tanam alternatif optimasi ini dipilih sesuai
kondisi riil agar memenuhi persyaratan sesuai dengan preferensi komoditas yang
diinginkan masyarakat setempat.
Gambar 9. Sebaran spasial komoditas unggulan di Kabupaten Subang a) Tanaman pangan b) Tanaman palawija c) Tanaman hortikultur
29
29
30
Evaluasi Kemampuan Lahan di Kabupaten Subang
Pengelolaan lahan harus sesuai dengan kemampuan lahan agar tidak
menurunkan produktivitas lahan. Kemampuan lahan merupakan sifat dasar
kesanggupan lahan memberikan hasil untuk penggunaan tertentu secara optimal
dan lestari (Putra et al. 2012). Hasil tumpang tindih peta lereng dan peta jenis
tanah yang membentuk karakteristik fisik lahan dan menjadi variabel klasifikasi
kemampuan lahan menghasilkan sebaran kelas kemampuan lahan di Kabupaten
Subang sebagaimana disajikan dalam Gambar 10. Sebaran kemampuan lahan ini
didasarkan pada kriteria-kriteria kelas kemampuan lahan seperti dalam Lampiran
3.
Kabupaten Subang
Kec. Patokbeusi
Kec. Pabuaran
Legenda
®
IIe
IIIc
IIIe
IIIw
IVe
Km
IVw 0 5 10 20 30 40
Sumber :
Vs
BAPEDA Kab. Subang
VIe BP
DAS Citarum Ciliwung
BBSDLP
VIIe
Kec. Cipeundeuy
Kec. Kalijati
Kelas Kemampuan Lahan Kabupaten Subang
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Kemampuan
Lahan
IIe
IIIc
IIIe
IIIw
IVe
IVw
Vs
VIe
VIIe
Total
Luas
Ha
1939.77
46567.79
26189.89
42573.68
27177.24
32597.86
4844.76
8371.43
27463.14
217725.56
%
0.89
21.39
12.03
19.55
12.48
14.97
2.23
3.84
12.61
100
Kelas Kemampuan Lahan Lokasi Cek Lapang
No
1
2
3
4
5
6
7
Kemampuan
Lahan
IIe
IIIc
IIIe
IIIw
IVe
IVw
VIe
Total
Luas
Ha
%
329.92
0.92
13044.11
36.27
9944.18
27.65
1515.40
4.21
1843.97
5.13
6414.81
17.84
2874.09
7.99
35966.49 100.00
Gambar 10. Kemampuan lahan Kabupaten Subang dan lokasi cek lapang
31
Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan lahan, Kabupaten Subang terbagi
menjadi sembilan kelas lahan yaitu kelas kemampuan lahan IIe sampai dengan
VIIe. Lokasi cek lapang di empat kecamatan yaitu Kecamatan Cipeundeuy,
Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi memiliki tujuh kelas lahan yaitu kelas
kemampuan lahan IIe, IIIc, IIIe, IIIw, IVe, IVw, dan VIe. Kemampuan lahan di
Kabupaten Subang didominasi oleh kelas kemampuan lahan IIIc dengan luas
sebesar 46.567,8 ha atau 21,39% dari luas total Kabupaten Subang. Begitu pula
dengan kelas kemampuan lahan di lokasi cek lapang juga didominasi oleh kelas
kemampuan lahan IIIc sebesar 13.044,11 ha. Topografi kelas kemampuan lahan
ini sebagian besar berada pada lereng yang agak miring atau bergelombang (815%). Jenis tanah yang menyusun adalah Latosol. Faktor pembatas yang
menyebabkan lahan di beberapa wilayah Subang tergolong dalam subkelas IIIc
adalah permeabilitas dengan kategori sedang sampai agak cepat disertai dengan
hambatan iklim yang agak besar.
Penggunaan lahan yang terdapat pada kemampuan lahan subkelas IIIc
berdasarkan hasil cek lapang adalah badan air, hutan, kebun campuran, lahan
terbangun, perkebunan, sawah, dan tegalan. Lahan kelas III ini mempunyai
hambatan yang lebih berat dari tanah kelas I dan II. Berdasarkan hal tersebut
pemanfaatan lahan yang ideal di kelas ini adalah lahan tanaman semusim dan
tanaman yang memerlukan pengolahan tanah dengan tindakan konservasi sedang.
Untuk mencegah pelumpuran dan pemadatan, perlu ditambahkan bahan organik
dan tidak mengolah tanah sewaktu tanah masih basah serta perlu dilakukan
konservasi tanah untuk mencegah erosi pada tanah berlereng (Arsyad 1989).
Hasil evaluasi kemampuan lahan yang dilakukan dalam penelitian ini
menunjukkan bahwa kelas kemampuan lahan IIe memiliki luas yang paling
sedikit yaitu 1.939,77 ha atau 0,89% dari luas Kabupaten Subang. Lahan subkelas
IIe menyebar pada kelas lereng datar (0-3%) dan landai (3-8%) dengan jenis tanah
yang menyusun adalah Grumosol. Lahan IIe tersebar di wilayah Subang bagian
tengah meliputi Kecamatan Cibogo, Cijambe, Dawuan, Kalijati dan Subang. Di
lokasi sampling, lahan subkelas IIe hanya berada di Kecamatan Kalijati dengan
luas sebesar 329,92 ha. Adapun faktor pembatas utama yang mempengaruhi lahan
di beberapa wilayah tersebut tergolong dalam lahan dengan subkelas IIe adalah
kepekaan erosi atau ancaman erosi yang tergolong sedang. Menurut Arsyad
(1989) pemanfaatan lahan yang ideal di lahan kelas ini adalah tanaman semusim,
tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, dan
cagar alam. Berdasarkan hasil survei di lapang, penggunaan lahan yang terdapat di
lahan subkelas IIe diantaranya adalah kebun campuran, lahan terbangun,
perkebunan, sawah, dan tegalan. Dengan demikian, penggunaan lahan dalam kelas
ini memerlukan sistem pertanaman konservasi khusus, tindakan-tindakan
pencegahan erosi, pengendalian air lebih atau metode pengolahan.
Pada penelitian ini evaluasi kemampuan lahan dilakukan dengan
mengklasifikasikan lahan sampai pada tingkat subkelas. Informasi tentang
subkelas kemampuan lahan tersebut sangat berguna untuk memahami masalahmasalah konservasi yang harus ditangani. Peta kemampuan lahan pada tingkat
subkelas sangat diperlukan dalam perencanaan tingkat kabupaten seperti
Kabupaten Subang (Baja 2012).
32
Satuan Lahan (Land Unit)
Sebaran satuan lahan yang menggambarkan sebaran penggunaan lahan di
Kabupaten Subang dan kelas kemampuan lahannya disajikan dalam Gambar 11.
Sedangkan satuan lahan dan luasannya disajikan dalam Tabel 6.
Legenda
IIe-->KC
IIIe-->PK
IVe-->PK
VIe-->KC
IIe-->LT
IIIe-->SW
IVe-->SW
VIe-->LT
IIe-->PK
IIIe-->TG
IVe-->TG
VIe-->PK
IIe-->SW
IIIw-->BA
IVw-->KC
VIe-->SW
IIe-->TG
IIIw-->HT
IVw-->LT
VIe-->TG
IIIc-->BA
IIIw-->KC
IVw-->SW
Vs-->HT
IIIc-->HT
IIIw-->LT
IVw-->TB
Vs-->KC
IIIc-->KC
IIIw-->MR
IVw-->TG
Vs-->PK
IIIc-->LT
IIIw-->PK
VIIe-->HT
Vs-->SW
IIIc-->PK
IIIw-->SW
VIIe-->KC
Vs-->TB
IIIc-->SW
IIIw-->TB
VIIe-->LT
Vs-->TG
IIIc-->TG
IIIw-->TG
VIIe-->PK
Vs--LT
IIIe-->BA
IVe-->HT
VIIe-->SW
IIIe-->KC
IVe-->KC
VIIe-->TG
IIIe-->LT
IVe-->LT
VIe-->HT
Jawa Barat
Gambar 11. Satuan lahan Kabupaten Subang
Kab. Subang
IIIw-->TB
IIIw-->TG
IVe-->HT
IVe-->KC
28
29
Kode satuan
lahan
IIe-->KC
IIe-->LT
IIe-->PK
IIe-->SW
IIe-->TG
IIIc-->BA
IIIc-->HT
IIIc-->KC
IIIc-->LT
IIIc-->PK
IIIc-->SW
IIIc-->TG
IIIe-->BA
IIIe-->KC
IIIe-->LT
IIIe-->PK
IIIe-->SW
IIIe-->TG
IIIw-->BA
IIIw-->HT
IIIw-->KC
IIIw-->LT
IIIw-->MR
IIIw-->PK
IIIw-->SW
26
27
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
No
IVe-->Hutan
IVe-->Kebun Campuran
IIIw-->Tambak
IIIw-->Tegalan
IIe-->Kebun Campuran
IIe-->Lahan Terbangun
IIe-->Perkebunan
IIe-->Sawah
IIe-->Tegalan
IIIc-->Badan Air
IIIc-->Hutan
IIIc-->Kebun Campuran
IIIc-->Lahan Terbangun
IIIc-->Perkebunan
IIIc-->Sawah
IIIc-->Tegalan
IIIe-->Badan Air
IIIe-->Kebun Campuran
IIIe-->Lahan Terbangun
IIIe-->Perkebunan
IIIe-->Sawah
IIIe-->Tegalan
IIIw-->Badan Air
IIIw-->Hutan
IIIw-->Kebun Campuran
IIIw-->Lahan Terbangun
IIIw-->Mangrove
IIIw-->Perkebunan
IIIw-->Sawah
Satuan lahan
3.390,64
11.761,77
11.065,76
109,87
369,58
196,32
61,67
1.205,46
106,73
43,55
602,12
10.027,55
6.400,15
8.157,64
19.696,95
1.640,26
0,27
2.363,68
2.803,87
2.874,59
17.939,43
207,61
669,11
277,30
3.151,10
3.418,12
295,68
179,64
23.407,11
Luas
1,56
5,40
5,08
0,05
0,17
0,09
0,03
0,55
0,05
0,02
0,28
4,61
2,94
3,75
9,05
0,75
0
1,09
1,29
1,32
8,24
0,10
0,31
0,13
1,45
1,57
0,14
0,08
10,75
Persentase
57
55
56
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
No
Vs—LT
Total
Vs-->TB
Vs-->TG
Kode satuan
lahan
IVe-->LT
IVe-->PK
IVe-->SW
IVe-->TG
IVw-->KC
IVw-->LT
IVw-->SW
IVw-->TB
IVw-->TG
VIe-->HT
VIe-->KC
VIe-->LT
VIe-->PK
VIe-->SW
VIe-->TG
VIIe-->HT
VIIe-->KC
VIIe-->LT
VIIe-->PK
VIIe-->SW
VIIe-->TG
Vs-->HT
Vs-->KC
Vs-->PK
Vs-->SW
Satuan lahan
VII-->Lahan Terbangun
VII-->Tambak
VII-->Tegalan
IVe-->Lahan Terbangun
IVe-->Perkebunan
IVe-->Sawah
IVe-->Tegalan
IVw-->Kebun Campuran
IVw-->Lahan Terbangun
IVw-->Sawah
IVw-->Tambak
IVw-->Tegalan
VIe-->Hutan
VIe-->Kebun Campuran
VIe-->Lahan Terbangun
VIe-->Perkebunan
VIe-->Sawah
VIe-->Tegalan
VIIe-->Hutan
VIIe-->Kebun Campuran
VIIe--> Lahan Terbangun
VIIe-->Perkebunan
VIIe-->Sawah
VIIe-->Tegalan
VIIe-->Hutan
VII-->Kebun Campuran
VII-->Perkebunan
VII-->Sawah
Tabel 6. Satuan lahan di Kabupaten Subang
341,18
217.725,56
651,77
40,78
1.421,48
1.087,87
8.631,80
883,69
872,01
3.345,91
28.318,40
18,426
43,12
3.134,28
2.741,95
223,90
219,75
1.998,90
52,65
14.173,32
8.465,05
517,01
1.001,48
2.621,58
684,70
0,84
1.221,99
1.556,88
1.031,34
Luas
0,16
100,00
0,30
0,02
0,65
0,50
3,96
0,41
0,40
1,54
13,01
0,01
0,02
1,44
1,26
0,10
0,10
0,92
0,02
6,51
3,89
0,24
0,46
1,20
0,31
0
0,56
0,72
0,47
Persentase
33
33
34
Proses tumpang tindih peta penggunaan lahan dan sebaran kelas
kemampuan lahan menghasilkan sebaran satuan lahan di Kabupaten Subang yang
terdiri atas 57 satuan lahan. Satuan lahan ini memiliki data karakteristik lahan
yang selanjutnya dapat berperan sebagai suatu unit perencanaan dan pengelolaan.
Satuan lahan yang dihasilkan menjadi dasar dalam pengambilan titik sampling
untuk pengecekan lapang.
Pengecekan lapang dalam penelitian ini dilakukan di empat lokasi
kecamatan, yaitu Kecamatan Cipeundeuy, Kalijati, Pabuaran, dan Patokbeusi.
Secara garis besar pengecekan lapang dilakukan di dua daerah dengan
karakteristik yang berbeda. Kecamatan Kalijati dan Cipeundeuy merupakan
daerah bertopografi bergelombang/berbukit, sedangkan Kecamatan Pabuaran dan
Patokbeusi merupakan daerah bertopografi datar yang didominasi oleh lahan
pertanian basah berupa sawah. Survei di empat kecamatan tersebut bertujuan
untuk mengidentifikasi pola tanam aktual yang berpotensi untuk dikembangkan.
Data primer yang diperoleh di lapang dikombinasikan dengan data sekunder yang
ada sehingga dapat dijadikan dasar untuk menentukan pola tanam optimum pada
suatu satuan lahan tertentu. Penentuan pola tanam optimum di lahan pertanian
Kabupaten Subang ini menggunakan nilai erosi lahan, kecukupan beras, dan
manfaat ekonomi sebagai pertimbangan.
Satuan lahan yang menjadi fokus penelitian adalah satuan lahan dengan
penggunaan lahan berupa sawah, kebun campuran, dan tegalan. Hal ini
dikarenakan tiga penggunaan lahan tersebut merupakan lahan pertanian yang
diusahakan oleh petani dan menjadi pendapatan utama mereka. Luas satuan lahan
di empat kecamatan yang dipilih dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 7
dan sebaran spasial satuan lahan beserta titik sampling disajikan pada Gambar 12.
Tabel 7. Luas satuan lahan terpilih
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Kode
satuan lahan
IIe-->KC
IIe-->SW
IIIc-->KC
IIIc-->SW
IIIc-->TG
IIIe-->KC
IIIe-->SW
IIIe-->TG
IIIw-->KC
IIIw-->SW
IIIw-->TG
IVe-->KC
IVe-->SW
IVw-->TG
IVw-->KC
IVw-->SW
VIe-->KC
VIe-->SW
VIe-->TG
Total
Satuan lahan
IIe-->Kebun Campuran
IIe-->Sawah
IIIc-->Kebun Campuran
IIIc-->Sawah
IIIc-->Tegalan
IIIe-->Kebun Campuran
IIIe-->Sawah
IIIe-->Tegalan
IIIw-->Kebun Campuran
IIIw-->Sawah
IIIw-->Tegalan
IVe-->Kebun Campuran
IVe-->Sawah
IVw-->Tegalan
IVw-->Kebun Campuran
IVw-->Sawah
VIe-->Kebun Campuran
VIe-->Sawah
VIe-->Tegalan
Luas satuan lahan (ha)
108,22
88,40
1.709,93
1.577,93
78,81
173,50
2.726,49
67,44
235,18
456,90
39,35
182,22
338,28
7,30
127,61
2.466,90
148,34
154,24
7,05
10.694,09
35
Jawa Barat
IVw-->SW
IIIe-->SW
IVw-->KC
Kec. Patokbeusi
IIIw-->SW
IIIe-->TG
Kec. Pabuaran
IIIc-->KC
IVw-->TG
IIIw-->TG
IIIc-->SW
IIIe-->KC
Kec. Cipeundeuy
Legenda
IIIw-->KC
IIIc-->TG
Kec. Kalijati
VIe-->KC
®
0 1.5 3
6
VIe-->SW
9
Km
12
VIe-->TG
IIe-->KC
IVe-->KC
IVe-->SW
IIe-->SW
IIe-->KC
IIe-->SW
IIIc-->KC
IIIc-->SW
IIIc-->TG
IIIe-->KC
IIIe-->SW
IIIe-->TG
IIIw-->KC
IIIw-->SW
IIIw-->TG
IVe-->KC
IVe-->SW
IVw-->KC
IVw-->SW
IVw-->TG
VIe-->KC
VIe-->SW
VIe-->TG
Gambar 12. Sebaran spasial satuan lahan, titik responden, dan beberapa foto
kondisi lapang
Tabel 7 menunjukkan bahwa terdapat 19 satuan lahan dari lokasi contoh.
Satuan lahan dengan luas tertinggi adalah IIIe-->Sawah sebesar 2.726,49 ha.
Satuan lahan tersebut dicirikan oleh tipe penggunaan lahan sawah dengan
kemampuan lahan IIIe. Satuan lahan ini tersebar di tiga kecamatan, yaitu
Kecamatan Pabuaran, Petokbeusi, dan Cipeundey. Persebaran terluas berada di
Kecamatan Pabuaran diikuti dengan Patokbeusi dan Cipeundeuy. Hal ini
disebabkan karena daerah ini merupakan daerah peralihan dari wilayah tengah
yang bertopografi bergelombang ke wilayah utara yang bertopografi datar dengan
jenis tanah penyusunnya adalah Podsolik sehingga menyebabkan daerah ini
tergolong dalam kemampuan lahan IIIe dengan faktor pembatas berupa erosi yang
agak tinggi. Topografi wilayah ini yang tergolong agak datar dan ketersediaan air
yang cukup mudah diatur menyebabkan masyarakat setempat banyak
memanfaatkan lahannya sebagai sawah, dengan tipe irigasi yang beragam antara
lain teknis, setengah teknis, dan tadah hujan. Oleh sebab itu, satuan lahan tipe
IIIe-->Sawah tersebar luas di daerah penelitian, terutama Kecamatan Pabuaran.
Satuan lahan dengan luas terkecil adalah VIe-->Tegalan (VIe-->TG), yaitu
hanya sebesar 7,05 ha. Satuan lahan ini memiliki tipe lereng yang tergolong agak
curam sehingga masyarakat setempat jarang memanfaatkan lahan tersebut sebagai
lahan pertanian. Satuan lahan VIe-->TG hanya berada di Kecamatan Kalijati yang
merupakan daerah bergelombang sampai berbukit.
36
Erosi Lahan
Usahatani dapat dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
jika penerapan teknik konservasi tanah menjadi prioritas. Untuk mewujudkan
usahatani berkelanjutan tersebut diperlukan perencanaan yang baik dan terarah
agar teknik konservasi tanah dapat diterapkan secara tepat, efektif, dan efisien.
Untuk menyusun rencana konservasi tanah diperlukan data erosi, yang dapat
diperoleh dengan cara melakukan pengukuran langsung di lapangan. Namun,
pengukuran di lapangan memerlukan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Salah satu cara yang cepat dan murah adalah dengan melakukan penaksiran atau
prediksi. Upaya menghilangkan erosi pada lahan usaha tani sangatlah tidak
mungkin, karena gangguan terhadap lahan pertanian sebagai pemicu erosi sulit
dihindari. Oleh karena itu dalam perencanaan konservasi tanah ditetapkan nilai
atau jumlah erosi yang masih dapat diabaikan (Dariah et al. 2004).
Pada penelitian ini untuk mengetahui besarnya erosi lahan di wilayah
penelitian dilakukan prediksi erosi dengan menggunakan metode prediksi USLE.
Besar kecilnya tingkat erosi tanah dipengaruhi oleh faktor-faktor penyebab erosi.
Faktor erosivitas, erodibilitas, kemiringan lereng, pengelolaan tanaman, dan
tindakan konservasi tanah merupakan lima faktor yang dipertimbangkan dalam
prediksi erosi menggunakan metode USLE yang digunakan pada penelitian ini.
Adapun nilai potensi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan dalam penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Prediksi erosi dan TSL pada setiap satuan lahan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Satuan
lahan
IIe-->KC
IIe-->SW
IIIc-->KC
IIIc-->SW
IIIc-->TG
IIIe-->KC
IIIe-->SW
IIIe-->TG
IIIw-->KC
IIIw-->SW
IIIw-->TG
IVe-->KC
IVe-->SW
IVw-->KC
IVw-->SW
IVw-->TG
VIe-->KC
VIe-->SW
VIe-->TG
R
K
3.224,77
3.482,25
2.513,08
2.130,91
2.259,17
1.839,04
1.784,96
1.937,13
2.295,83
2.314,91
2.230,39
3.463,29
3.422,90
1.732,07
1.468,17
1.601,97
2.704,89
2.877,96
2.632,15
0,22
0,22
0,04
0,04
0,04
0,36
0,43
0,54
0,26
0,25
0,25
0,04
0,15
0,27
0,27
0,04
0,09
0,07
0,04
LS
C
0,05
0,05
0,43
0,44
0,47
0,40
0,32
0,43
0,26
0,25
0,47
1,55
1,57
0,09
0,09
1,55
2,88
2,76
2,27
0,25
0,01
0,41
0,04
0,50
0,41
0,01
0,42
0,28
0,01
0,65
0,41
0,01
0,29
0,01
0,65
0,31
0,01
0,77
P
1,00
1,00
0,65
0,70
0,70
0,56
0,81
0,50
0,55
0,82
0,60
0,60
0,83
0,65
0,88
0,35
0,73
0,85
0,80
Erosi
(ton/ha/tahun)
8,67
0,37
10,96
0,77
13,19
57,11
1,78
91,03
34,84
1,04
103,01
48,04
6,83
7,33
0,30
20,31
123,21
5,70
133,19
TSL
(ton/ha/tahun)
14,00
14,00
39,46
40,50
39,00
30,75
29,75
28,00
21,68
21,77
19,68
36,00
25,40
29,10
29,79
36,00
30,60
32,47
36,00
Keterangan: R= faktor erosivitas hujan, K= faktor erodibilitas tanah, LS= faktor
lereng, C= faktor pengelolaan tanaman, P= faktor teknik konservasi
tanah, TSL= Tolerable Soil Loss
Laju erosi yang masih dapat ditoleransikan di daerah penelitian berkisar
antara 14 hingga 40,50 ton/ha/tahun. Nilai tersebut disebut juga sebagai nilai T
yang menunjukkan laju erosi terbesar yang masih dapat ditoleransikan setiap
tahunnya namun tetap dapat mempertahankan kedalaman tertentu untuk pertumbu
37
han tanaman yang memungkinkan tercapainya produktivitas yang tinggi secara
lestari (Arsyad 1989). Nilai T ini dipengaruhi oleh kedalaman efektif, faktor
kedalaman tanah, dan bobot isi tanah.
Rata-rata laju erosi aktual di daerah penelitian bervariasi antara 0,30 sampai
133,19 ton/ha/tahun. Nilai tersebut diperoleh dari hasil perkalian faktor-faktor
erosi sehingga kombinasi nilai faktor erosi yang berbeda pada setiap satuan lahan
menghasilkan nilai prediksi laju erosi yang bervariasi. Laju erosi terendah
dijumpai pada satuan lahan IVw-->SW sebesar 0,30 ton/ha/tahun. Rendahnya laju
erosi pada satuan lahan ini disebabkan oleh nilai erosivitas hujan (R) yang sangat
rendah sebesar 1.468,17, faktor kemiringan lereng yang datar (<2%) disertai
faktor pengelolaan atau tipe penggunaan lahan berupa sawah beririgasi. Laju erosi
pada satuan lahan tersebut dapat ditekan dengan adanya galengan-galengan di
sawah. Dengan demikian, laju erosi di satuan lahan IVw-->SW menjadi sangat
rendah. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan lahan
berupa sawah tidak memiliki nilai erosi atau dianggap nol, sebab adanya petakanpetakan di sawah mampu menahan terjadinya erosi.
Laju erosi tertinggi berdasarkan Tabel 8 sebesar 133,19 ton/ha/tahun pada
satuan lahan VIe-->TG. Satuan lahan ini berada di Desa Jalupang, Kecamatan
Kalijati dengan topografi wilayah bergelombang sampai berbukit. Satuan lahan ini
merupakan tegalan yang dikelola pada tipe lereng agak curam (26-40%) dengan
nilai C dan P yang agak tinggi (C=0,77 dan P=0,80) dan terletak pada daerah
dengan nilai R yang agak tinggi sebesar 2.632,15. Berdasarkan Tabel 8, terdapat
tujuh satuan lahan yang memiliki erosi lebih dari erosi yang dapat ditoleransikan,
sehingga diperlukan upaya konservasi. Halim et al. (2007) menyatakan bahwa
erosi tanah berkorelasi positif dengan kemiringan lereng, kondisi penutupan tanah,
dan praktek-praktek konservasi. Penggunaan tanah yang tidak menerapkan
praktek-praktek konservasi menyebabkan lahan di suatu daerah tergolong pada
bahaya erosi tingkat sedang sampai sangat tinggi. Kondisi tersebut menyebabkan
satuan lahan VIe-->TG memiliki laju erosi tertinggi dibandingkan dengan satuan
lahan lainnya.
Konservasi tanah dan air didasarkan atas perbandingan antara erosi (hasil
prediksi atau pengukuran lapang) dengan erosi yang diperbolehkan. Berdasarkan
Tabel 8, terdapat dua belas unit lahan yang memiliki erosi aktual lebih rendah dari
TSL, sehingga daerah tersebut perlu dipertahankan agar kondisinya tetap lestari.
Namun, tujuh unit lahan lainnya, yaitu IIIe-->KC, IIIe-->TG, IIIw-->KC, IIIw-->TG,
IVe-->KC, VIe-->KC, dan VIe-->TG diprediksi erosinya melampaui erosi yang
diperbolehkan (A > TSL). Daerah tersebut perlu direncanakan konservasi tanah dan
airnya dengan mempertimbangkan faktor tanaman dan pengelolaannya (C) serta
faktor teknik konservasinya (P). Perencanaan konservasi tanah dan air perlu
dilakukan pada unit lahan yang memiliki nilai erosi aktual (A) yang melampaui erosi
yang diperbolehkan yaitu dengan penanaman tanaman penutup tanah, penambahan
kombinasi populasi tanaman (tajuk bertingkat) dan pembuatan serta perbaikan teras
(Dewi et al. 2012).
Nilai Sewa Ekonomi Lahan (Land Rent)
Nilai lahan dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu aspek fisik, ekonomi, dan
sosial-budaya (Ridwan et al. 2013). Nilai land rent pada pola tanam tertentu untuk
36
38
semua pola tanam disajikan dalam Lampiran 9, sedangkan land rent dengan nilai
tertinggi pada pola tanam tertentu ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9. Land rent tertinggi dari pola tanam di wilayah penelitian
Land use
Sawah
TegalKebun
Campuran
Kode pola
tanam
PT 3
PT 2
PT 1
PT 64
PT 22
PT 20
PT 67
PT 14
PT 21
PT 24
PT 12
PT 19
PT 35
Pola tanam
Kacang tanah-padi-jagung
Padi-padi-padi
Padi-padi-bera
Jati-albasia
Cabe merah-kelapa
Cabe rawit-terung
Mahoni-albasia-kelapa
Kacang tanah-ubi jalar-singkong
Cabe-jambu merah-pisang
Jeruk
Kacang tanah-singkong
Cabe rawit
Duku-rambutan-nangka
Land rent
Rp (m2)-1tahun-1
6.285
2.945
2.164
4.495
4.352
3.938
3.878
3.691
3.579
3.464
3.402
3.380
3.138
Hasil analisis menunjukkan bahwa penggunaan lahan sawah dengan pola
tanam padi-padi memiliki nilai sebesar Rp 2.163 (m2)-1 tahun-1, padi-padi-padi
sebesar Rp 2.945 m2-1 tahun-1 dan kacang tanah-padi-jagung sebesar Rp 6.284
(m2)-1 tahun-1. Berdasarkan nilai land rent tersebut dapat dikatakan bahwa
penggunaan lahan sawah dengan pola tanam kacang tanah-padi-jagung secara
ekonomi lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan pola tanam yang
lainnya pada lahan sawah. Kombinasi tersebut lebih menguntungkan karena
menghasilkan pendapatan lebih tinggi bagi petani setiap tahunnya. Hal ini
didukung oleh harga komoditas kacang tanah dan jagung yang cukup tinggi di
pasar, baik pasar lokal maupun nasional.
Pada penggunaan lahan berupa kebun campuran dan tegalan, pola tanam
jati-albasia memiliki nilai land rent tertinggi sebesar Rp 4.495 (m2)-1 tahun-1.
Harga jual dari kedua jenis tanaman kehutanan tersebut sangat tinggi di pasar
sehingga mampu menutupi biaya pengeluaran pengusahaan tanaman tersebut.
Selanjutnya untuk pola tanam pisang pada kebun campuran/tegalan memiliki nilai
land rent terendah sebesar Rp 928 (m2)-1 tahun-1. Hal ini dipengaruhi oleh biaya
pengusahaan yang cukup besar sedangkan harga jual di pasaran relatif rendah
sehingga penerimaan yang diperoleh petani menjadi kecil. Pola tanam ini secara
ekonomi kurang menguntungkan bagi petani. Menurut Widjajanto et al. (2008),
berdasarkan analisis preferensi masyarakat terhadap pengembangan komoditas
agroforestri didapatkan hasil bahwa prioritas pengembangan tanaman kayukayuan menduduki prioritas yang lebih tinggi daripada komoditas MPTs (multi
purpose trees species). Hal tersebut disebabkan karena rendahnya keuntungan
finansial produksi, kurangnya dukungan kebijakan pemerintah, masih rendahnya
potensi kemitraan agribisnis, dan kurangnya peran kelembagaan petani.
37
39
Kecukupan Beras Wilayah
Beras merupakan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia
setiap harinya. Peranannya yang dominan dalam pola konsumsi pangan
masyarakat Indonesia, menuntut pemerintah pusat maupun daerah untuk
mengevaluasi dan memperbaharui kebijakan untuk melindungi masyarakat, baik
sebagai produsen maupun konsumen beras. Dominasi beras sebagai pangan pokok
rumah tangga sulit tergantikan oleh jenis pangan lainnya. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini kecukupaan beras menjadi salah satu target yang ingin dicapai
dalam menentukan pola tanam optimal pada lahan pertanian di Kabupaten
Subang. Kecukupan pangan yang dimaksud adalah kemampuan petani untuk
mencukupi kebutuhan beras wilayah dalam setahun.
Rata-rata produksi padi untuk empat kecamatan lokasi berdasarkan hasil
observasi adalah 6,28 ton-1 GKP ha-1 atau setara dengan beras 3.945,07 kg.
Berdasarkan hasil analisis, standar kebutuhan beras di empat kecamatan tersebut
adalah sebesar 118,07 kg kapita-1 tahun-1, dengan rata-rata jumlah anggota
keluarga tiap KK adalah 3 orang. Dengan demikian, kebutuhan beras setiap KK
adalah sebesar 354,21 kg tahun-1. Analisis kebutuhan beras dilakukan dengan
menghitung jumlah penduduk, kebutuhan beras per kapita per tahun, dan produksi
padi di empat kecamatan lokasi penelitian. Kebutuhan konsumsi beras penduduk
disajikan dalam Tabel 10.
Tabel 10. Kebutuhan konsumsi beras penduduk
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Variabel
Luas kecamatan (km2)
Jumlah penduduk kecamatan (jiwa)
Rata-rata penduduk per KK
Jumlah KK
Konsumsi beras (kg/kapita/tahun)
Konsumsi beras setara gabah (kg
GKP/kapita/tahun)
Total kebutuhan beras (ton GKP/tahun)
Luas panen kecamatan (ha)
Produksi padi kecamatan (ton GKP)
Surplus/defisit (ton GKP)
Cipeundeuy
98,11
61.649
3
13.512
118,07
Kalijati
93,06
46.335
3
11.222
118,07
Kecamatan
Pabuaran
74,08
60.846
3
18.109
118,07
Patokbeusi
94,42
78.780
3
12.364
118,07
188,19
11.602
2.660
14.233
2.631
188,19
8.720
3.220
17.772
9.052
188,19
11.451
8.938
58.525
47.074
188,19
14.826
12.136
91.184
76.358
Jumlah
359,66
247.610
55.207
46.598
26.954
181.714
135.115
Padi yang dihasilkan di wilayah penelitian terhitung sebesar 181.714 ton
GKP, sedangkan total kebutuhan beras setara gabah kering panen adalah 46.598
ton GKP. Hal ini menunjukkan bahwa produksi padi di lokasi penelitian mampu
memenuhi kebutuhan pangan penduduk dan surplus sebesar 135.115 ton GKP.
Pada model LGP, skenario disusun dengan menggunakan kecukupan beras
sebagai salah satu target, sehingga dalam model tersebut suatu lahan yang optimal
harus memiliki produktivitas padi yang melebihi kebutuhan beras penduduk
empat kecamatan penelitian.
40
Tabel 11. Prediksi kecukupan pangan (beras) tahun 2015 dan 2020
Kecamatan
Kalijati
Cipeundeuy
Pabuaran
Penduduk
tahun 2012
Laju
pertumbuhan
penduduk (%)
61.649
46.335
60.846
3,38
4,24
-0,29
78.780
1,20
Patokbeusi
keterangan: + : surplus, - : defisit
Laju
konversi
lahan
sawah (%)
0
0
0
-0,17
Produktivitas
padi
(ton/ha)
(Produksikebutuhan
beras) 2015
5,587
5,615
2.043
8.204
Status
kecukupan
pangan
2015
+
+
(Produksikebutuhan
beras) 2020
-275
5.924
Status
kecukupan
pangan
2020
+
6,641
48.008
+
48.174
+
7,569
76.497
+
75.554
+
Kecukupan pangan khususnya beras di wilayah penelitian untuk beberapa
tahun ke depan dapat diprediksi dengan mengetahui laju pertumbuhan penduduk,
produksi dan produktivitas padi, serta kebutuhan beras wilayah. Tabel 11
menunjukkan bahwa kecukupan pangan pada tahun 2015 di empat kecamatan
wilayah penelitian masih berstatus surplus. Namun demikian, pada tahun 2020
jika diasumsikan produktivitas padi dan laju konversi sawah tetap, tidak ada
perluasan pengusahaan lahan pangan lainnya, serta laju pertumbuhan penduduk
sama dengan kondisi saat ini, maka kecukupan pangan di Kecamatan Kalijati akan
berstatus defisit. Kondisi defisit akan lebih tinggi jika konversi aktual memiliki
laju lebih tinggi dibandingkan perkiraan dari data sebelumnya. Percepatan
pembangunan yang dilakukan di jalur Pantai Utara Jawa Barat dikhawatirkan
akan mempercepat laju konversi yang mengancam eksistensi lahan sawah di
wilayah ini. Hal ini menunjukkan bahwa kecukupan pangan dalam jangka waktu
beberapa tahun ke depan perlu menjadi perhatian pemerintah setempat. Oleh
sebab itu, diperlukan suatu upaya dari pemerintah Subang untuk mempertahankan
lahan pertanian sehingga kebutuhan pangan penduduk dapat terpenuhi secara
berkelanjutan.
Penggunaan Lahan Optimal
Penyusunan
model
optimasi
dengan
menggunakan
MGP
mempertimbangkan beberapa faktor kepentingan wilayah sebagai dasar penentuan
alokasi lahan optimal, yaitu kelestarian lingkungan, manfaat ekonomi dari suatu
usahatani, serta kecukupan beras. Menurut Li et al (2009), model alokasi
penggunaan lahan (APL) dapat digunakan untuk meminimumkan (misalnya
minimumkan biaya) ataupun memaksimumkan fungsi tujuan (misalnya
memaksimumkan indeks kepadatan). Pada penelitian ini, fungsi tujuan dalam
model optimasi ini disusun untuk meminimumkan simpangan-simpangan dari
target optimasi untuk menghasilkan sebaran lahan optimal dengan pola tanam
tertentu.
Hasil optimasi dari 12 skenario yang disusun menghasilkan tiga pola
sebaran spasial lahan optimal seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13. Skenario
I, IV, VII, dan X menghasilkan pola spasial a, skenario II, V, VIII, dan XI
menghasilkan pola spasial b, dan skenario III, VI, IX, dan XII menghasilkan pola
spasial c. Optimasi juga menghasilkan luasan lahan optimal untuk diusahakan
dengan pola tanam tertentu untuk setiap satuan lahan. Target/tujuan yang ingin
dicapai dari masing-masing skenario berbeda-beda, sehingga menghasilkan hasil
skenario dengan luasan lahan optimal yang berbeda pada masing-masing satuan
lahan dan pola tanam. Besaran nilai pencapaian target dari skenario yang disusun
disajikan dalam Lampiran 10.
PT 1 (padi-pad-bera)
PT 2 (padi-padi-padi)
PT 3 (kacang tanah-padi-jagung)
PT 4 (jagung-kelapa)
PT 5 (jagung-singkong)
PT 9 (kacang hijau-singkong)
PT 10 (kacang tanah-jagung-bera)
PT 11 (kacang tanah-kedelai-bera)
PT 22 (cabe rawit-terung)
PT 23 (cabe merah-kelapa)
PT 12 (kacang tanah-pisang)
PT 13 (kacang tanah-singkong)
PT 16 (kedelai-jagung-bera)
PT 20 (cabe rawit)
PT 21 (cabe rawit-jambu merahpisang)
b)
PT 27 (rambutan)
PT 30 (rambutan-nangka)
PT 37 (kelapa)
PT 42 (bambu-rambutan-pisang)
PT 43 (bambu-rambutansingkong)
PT 64 (jati-albasia)
PT 67 (mahoni-albasia-kelapa)
Penggunaan lahan selain
kebun campuran,
tegalan, dan sawah
c)
0
4
8
12
Km
16
Sumber :
BAPPEDA Kab. Subang
Hasil Interpretasi Citra
Hasil Validasi Lapang
2
®
Gambar 13. Penggunaan lahan optimal a) skenario I,IV,VII, dan X b) skenario II,V,VIII, dan XI c) skenario III,VI,IX dan XII
a)
41
41
42
Skenario dengan pola sebaran spasial a mencakup 20 pola tanam, skenario
dengan pola sebaran spasial b mencakup 17 pola tanam, sedangkan skenario
dengan pola sebaran spasial c mencakup 16 pola tanam. Pola tanam padi-padipadi (PT 2), kacang tanah-padi-jagung (PT 3), cabe rawit-terung (PT 22), dan
cabe merah kelapa (PT 23) mendominasi sebaran spasial di ketiga pola yang
dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13 dan Lampiran 10 bahwa keempat
pola tanam tersebut paling besar luasan lahan optimalnya. Hal ini menunjukkan
bahwa keempat pola tanam tersebut mampu memenuhi target optimasi dengan
nilai erosi terendah, manfaat ekonomi tertinggi dan mampu memenuhi kebutuhan
beras wilayah. Hasil optimasi ini juga sesuai dengan preferensi petani setempat
yang lebih memilih untuk mengusahakan tanaman pangan khususnya padi dan
palawija (kacang tanah dan jagung) pada lahan pertanian mereka. Alasan petani
membudidayakan komoditas-komoditas tersebut karena mampu memberikan
keuntungan yang lebih besar dan layak secara finansial.
Gambar 13 menunjukkan bahwa pola tanam kacang tanah-padi-jagung
memiliki luasan lahan optimal yang cukup besar mencapai lebih dari 1.000 ha
berdasarkan hasil optimasi dengan model LGP. Hal ini menunjukkan bahwa
kombinasi ketiga tanaman tersebut mampu menekan erosi, mampu memberikan
manfaat ekonomi tertinggi bagi petani serta memenuhi kebutuhan beras
penduduk. Pola tanam tersebut juga sesuai dengan kondisi iklim Indonesia yang
memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tanaman padi
umumnya ditanam pada awal musim hujan atau mendekati musim hujan, hal ini
dikarenakan padi membutuhkan air yang cukup sepanjang pertumbuhannya
sehingga air sangat mempengaruhi hasil produksi. Sedangkan tanaman palawija
(kacang tanah dan jagung) dibudidayakan pada saat mendekati musim kemarau,
karena palawija tidak membutuhkan air yang banyak untuk menunjang
pertumbuhannya.
Pemilihan kacang tanah dan jagung sebagai tanaman palawija yang dipilih
dalam pola tanam ini, dengan pertimbangan tanaman tersebut disukai masyarakat
setempat, tidak membutuhkan air dalam jumlah yang besar serta dapat
meningkatkan kandungan nitrogen dalam tanah (khususnya kacang tanah). Di
samping itu, pola tanam tersebut juga layak secara finansial karena memberikan
keuntungan lebih besar dibandingkan pola tanam lainnya, dimana hasil
perhitungan land rent pada analisis sebelumnya menempatkan pola tanam ini
sebagai pola tanam dengan nilai land rent tertinggi. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan oleh Wirosudarmo dan Apriadi (2012), bahwa ukuran keberhasilan
petani dalam mengelola usahataninya adalah besarnya tingkat keuntungan yang
mampu diterimanya.
Hasil optimasi semua skenario dengan model MGP dapat saling
dibandingkan berdasarkan nilai manfaat ekonomi, erosi, dan kebutuhan beras
wilyah. Kriteria kendala sasaran yang diskenariokan dan hasil optimasi skenario
tersebut dengan model MGP ditunjukkan dalam Tabel 12.
43
Tabel 12. Perbandingan skenario berdasarkan tiga kombinasi kriteria
Kriteria yang
diskenariokan
Skenario
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11
S12
M
E
B
M1
M2
M3
M1
M2
M3
M1
M2
M3
M1
M2
M3
E1
E1
E1
E2
E2
E2
E1
E1
E1
E2
E2
E2
B1
B1
B1
B1
B1
B1
B2
B2
B2
B2
B2
B2
Hasil optimasi skenario
Manfaat ekonomi
(Rp/tahun)
350.599.820.000
438.248.250.000
525.890.970.000
350.599.820.000
438.248.250.000
525.890.970.000
350.599.820.000
438.248.250.000
525.890.970.000
350.599.820.000
438.248.250.000
525.890.970.000
Erosi total
(ton/tahun)
88.252,99
88.252,99
88.252,99
85.528,10
85.528,10
85.528,10
88.252,99
88.252,99
88.252,99
85.528,10
85.528,10
85.528,10
Produksi beras
ton GKP
46.598
46.598
46.598
46.598
46.598
46.598
181.730
181.730
181.730
181.730
181.730
181.730
Pola
spasial
a
b
c
a
b
c
a
b
c
a
b
c
Keterangan: S= skenario, M= manfaat ekonomi, E= erosi, B= produksi beras
Erosi di wilayah penelitian yang ditetapkan dengan menggunakan prediksi
USLE sebesar 133.575 ton/tahun dengan nilai TSL sebesar 311.785,2 ton/tahun.
Nilai erosi dalam model LGP disusun lebih rendah daripada TSL, sehingga erosi
hasil optimasi lebih rendah daripada TSL dan erosi dugaan USLE. Erosi hasil
optimasi berdasarkan Tabel 11 pada skenario-skenario yang disusun sebesar
85.528,10 ton/tahun dan 88.252,99 ton/tahun, atau sama dengan 27%-28% TSL.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pola tanam optimal hasil optimasi
secara ekologi mampu menjaga kelestarian lahan.
Sintesis hasil optimasi MGP menghasilkan skenario yang dapat disarankan
yaitu skenario VI dan XII dengan pola sebaran spasial c sebagai skenario terbaik.
Berdasarkan Tabel 12, kedua skenario tersebut mampu memenuhi sasaran yang
diharapkan dibandingkan skenario lainnya, yaitu memiliki nilai erosi paling
rendah sebesar 85.528,10 ton/tahun sehingga diharapkan dapat menjaga
kelestarian lahan, mampu memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi petani
yaitu sebesar Rp 525.890.970.000,- untuk area pertanian seluas 10.694,09 ha serta
mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk di wilayah penelitian. Skenario XII
selain mampu memenuhi kebutuhan beras penduduk setempat, juga menghasilkan
surplus beras karena produksi beras diskenariokan 3,9 kali lipat jumlah penduduk
wilayah penelitian, sesuai data dari Badan Pusat Statistik. Dengan asumsi bahwa
produksi stabil pada 3,9 kali lipat seperti kondisi saat ini, dengan wilayah yang
didesain sebagai pusat produksi beras, maka angka tersebut dapat dijadikan angka
standar untuk menjaga ketahanan pangan wilayah kabupaten, provinsi atau
nasional.
Selanjutnya untuk mengetahui faktor yang paling mempengaruhi
terbentuknya pola spasial optimasi maka dilakukan proses regression tree models
atau decision tree dengan variabel penduga diantaranya manfaat ekonomi, nilai
prediksi erosi, serta produksi beras wilayah. Hasil analisis decision tree disajikan
pada Gambar 14.
44
Gambar 14. Decision tree hasil optimasi dengan model LGP
Berdasarkan analisis decision tree, skenario akan menghasilkan pola spasial
a jika memiliki nilai manfaat ekonomi kurang dari sama dengan 394.424.035.000.
Pola spasial b dihasilkan dari skenario yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari
394.424.035.000 namun kurang dari sama dengan 482.069.610.000. Selanjutnya
untuk skenario yang memiliki manfaat ekonomi lebih dari 482.069.610.000 maka
akan menghasilkan sebaran lahan optimal dengan pola spasial c.
Hasil decision tree menunjukkan bahwa pola spasial lahan optimal hasil
optimasi sangat dipengaruhi oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani.
Berdasarkan analisis ini dapat dikatakan bahwa erosi dan kecukupan beras
wilayah kurang berpengaruh dalam menentukan pola sebaran spasial lahan
optimal. Hal ini dikarenakan beberapa petani setempat telah menerapkan teknik
konservasi dalam pengusahaan lahan pertanian mereka, sehingga terjadinya erosi
tidak menjadi masalah yang berarti dalam menentukan pola tanam yang akan
diterapkan. Selanjutnya, mengingat wilayah penelitian mampu memproduksi padi
sebesar 3,9 kali lipat dari kebutuhan beras penduduk saat ini, maka faktor
kecukupan beras wilayah berdasarkan hasil analisis decision tree juga kurang
berpengaruh dalam menentukan pola sebaran lahan optimal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil interpretasi citra ALOS AVNIR-2 yang didukung dengan verifikasi
lapang menghasilkan sembilan tipe penggunaan, yaitu badan air, hutan, kebun
campuran, lahan terbangun, mangrove, perkebunan, sawah, tambak, dan tegalan.
Sawah merupakan penggunaan lahan yang dominan di Kabupaten Subang dengan
luas hampir 50%. Kondisi tersebut masih mendukung Kabupaten Subang sebagai
kontributor padi terbesar ketiga di Jawa Barat.
Analisis komoditas unggulan dan potensial unggulan tanaman pertanian
menunjukkan bahwa tidak semua wilayah menjadi basis dari tanaman yang
dibudidayakan. Potensi suatu komoditas menjadi unggulan maupun potensial
45
unggulan di suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh topografi wilayah dan iklim
yang menjadi persyaratan tumbuh tanaman. Pola tanam yang diterapkan oleh
petani bervariasi, tidak hanya tanaman pangan, palawija, dan hortikultura yang
bersifat musiman, tetapi juga tanaman tahunan. Keragaman pola tanam ini
berpotensi untuk dikembangkan dan menjadi pertimbangan dalam perencanaan
pengelolaan lahan optimal khususnya lahan pertanian.
Terdapat sembilan kelas kemampuan lahan yang ditemukan di wilayah
kajian yaitu kelas kemampuan lahan IIe sampai dengan VIIe. Kemampuan lahan
di Kabupaten Subang maupun wilayah penelitian didominasi oleh subkelas lahan
IIIc, dengan faktor pembatas berupa permeabilitas dan iklim. Usahatani dapat
dilakukan secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan bila penerapan teknik
konservasi tanah menjadi prioritas. Hasil prediksi erosi dengan persamaan USLE
menunjukkan bahwa tujuh dari 19 satuan lahan di lokasi penelitian memiliki erosi
aktual yang melampaui erosi yang dapat ditoleransikan sehingga diperlukan
perencanaan konservasi tanah dan air.
Hasil optimasi dengan model MGP menghasilkan tiga pola sebaran spasial
lahan optimal. Pola tanam padi-padi-padi (PT 2), kacang tanah-padi-jagung (PT
3), cabe rawit-terung (PT 22), dan cabe merah kelapa (PT 23) mendominasi
sebaran spasial di ketiga pola yang dihasilkan. Kombinasi empat pola tanam
tersebut mampu memenuhi target optimasi dengan nilai erosi terendah, manfaat
ekonomi tertinggi, dan mampu memenuhi kebutuhan beras wilayah. Hasil
decision tree menunjukkan bahwa pola spasial lahan optimal sangat dipengaruhi
oleh manfaat ekonomi yang diperoleh petani. Kelayakan secara finansial sangat
mempengaruhi petani dalam menentukan pola tanam yang akan diterapkan dalam
usahataninya.
Saran
Jika keuntungan usahatani menjadi ukuran utama, maka pola tanam yang
menghasilkan keuntungan usahatani tertinggi adalah kacang tanah-padi-jagung.
Pola tersebut cocok diusahakan di wilayah tengah Subang. Skenario yang
disarankan untuk dapat diterapkan oleh petani adalah skenario VI dan XII
(manfaat ekonomi 120%, erosi 0,95 TSL, dan produksi beras = KSI atau 3,9 KSI)
dengan pola sebaran spasial c. Pola tanam pada skenario tersebut terdiri dari 16
jenis pola tanam dengan konfigurasi utama pola tanam padi-padi-padi dan cabe
rawit-terung di bagian utara, yaitu Kecamatan Patokbeusi. Penggunaan metode
MGP dengan mengkhususkan optimasi di lahan sawah atau tegal saja untuk
memperoleh pola tanam paling optimum di lahan sawah atau tegal tersebut
disarankan untuk menghasilkan rekomendasi lebih spesifik. Modifikasi sasaran
terkait irigasi atau kecukupan lahan untuk pangan (bukan hanya beras) dan
permukiman merupakan beberapa topik yang perlu dikaji lebih lanjut di wilayah
ini.
46
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Badan Pusat Statistik. 2013. Subang dalam Angka 2013. Subang (ID): BPS
Kabupaten Subang.
Bappeda Kabupaten Subang. 2012. Rencana Kerja Pemerintah Daerah
Kabupaten Subang Tahun 2012. Subang (ID): Pemerintah Kabupaten
Subang.
Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah.
Yogyakarta (ID): Andi Press.
Basuki AT, Gayatri U. 2009. Penentu sektor unggulan dalam pembangunan
daerah:
studi
kasus
di
Kabupaten
Ogan
Komering
Ilir.
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan. 10(1):34-50.
Dariah A, Rachman A, Kurnia U. 2004. Erosi dan degradasi lahan kering di
Indonesia. Di dalam: Kurnia U, Rachman A, Dariah A, editor. Teknologi
Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Bogor (ID): Pusat
Penelitian dan Penelitian Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak), hal. 1-8.
Dewi SU, Trigunasih NM, Kusmawati T. 2012. Prediksi erosi dan perencanaan
konservasi tanah dan air pada daerah aliran Sungai Saba. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika. 1(1):12-23.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang. 2012. Laporan Tahunan
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Subang 2012. Subang (ID):
Pemerintah Kabupaten Subang.
Fahriyah AR, Nuhfil H, Sulistyono A. 2013. Hubungan tingkat penerapan
usahatani konservasi terhadap produktivitas dan pendapatan usahatai wortel
(Daucus carota L) kasus Kecamatan Bumiaji, Kota Batu. AGRISE.
13(1):42-53.
Halim R, Clemente RS, Routray JK, Shrestha RP. 2007. Integration of biophysical
and socio-economic factors to assess soil erosion hazard in the Upper
Kaligarang Watershed, Indonesia. Land Degradation and Development.
188(4):453-469.
Haridjaja O. 2008. Pentingnya konservasi sumberdaya lahan. Di dalam: Arsyad S,
Rustiadi E, editor. Penyelamatan Tanah, Air, dan Lingkungan 1st Ed. Bogor
(ID): Crespent Press dan Yayasan Obor, hal. 17-31.
Han J, Kamber M. 2006. Data Mining Concepts and Techniques Second Edition.
San Francisco (US): Morgan Kaufmann.
Idris AI, Millang S, Paembonan S. 2012. Tingkat erosi pada berbagai penutupan
tajuk pola agroforestry di sub DAS Tallo Hulu. Jurnal Sains dan Teknologi.
12(1):81-90.
Jayanti N, Puspitodjati S, Elida T. 2008. Teknik klasifikasi pohon keputusan
untuk memprediksi kebangkrutan bank berdasarkan rasio keuangan bank.
Proceeding, Seminar Ilmiah Nasional Komputer dan Sistem Intelijen
(KOMMIT 2008). 2008 Agustus 20-21; Depok, Indonesia. Depok (ID):
Universitas Gunadarma Press. hal. 101-107.
Kastaman R, Kendarto DR, Aji AM. 2007. Model optimasi pola tanam pada lahan
kering di Desa Sarimukti Kecamatan Pasirwangi Kabupaten Garut. Jurnal
FTIP. 13(1):1-11.
47
Katharina R. 2007. Adopsi konservasi sebagai bentuk investasi usaha jangka
panjang (studi kasus usahatani kentang lahan kering dataran tinggi
Pangalengan). Jurnal Manajemen Agribisnis. 4(1):32-45.
Lillesand MT, Kiefer RW, Chipman JW. 2004. Remote Sensing and Image
Interpretation. 5th Ed. Hoboken: John Wiley and Sons.
Li X, Chen Y, and Daoliang L. 2009.A spatial decision support system for land
use structure optimization. WSEAS Transaction on Computer. 8:436-448.
Linoff GS, Berry MJA. 2004. Data Mining Techniques: For Marketing, Sales,
and Customer Relationship Management 2nd ed. Indiana (US): Wiley
Publishing, Inc.
Magrib NID. 2011. Penentuan alokasi order dengan pendekatan goal
programming (studi kasus PT. X Surabaya). ARIKA. 5(1): 27-37.
Maridi. 2011. Pendekatan Vegetatif dalam Upaya Konservasi DAS Bengawan
Solo (Studi Kasus di Sub DAS Keduang). Seminar Nasional VIII
Pendidikan Biologi. Solo (ID): hal. 209-214.
McAllister CD, Simpson TW. 2000. Goal programming application in
multidisciplinary design optimization. American Onstitute of Aeronautics
and Astronautics Meeting Papers. doi: 10.2514/6.2000-4717.
Meilani BD, Slamat AF. 2012. Klasifikasi data karyawan untuk menentukan
jadwal kerja menggunakan metode decision tree. Jurnal IPTEK. 16(1):1723.
Mulyono S. 2002. Riset Operasi. Jakarta (ID): UI Press.
Nasendi BD, Anwar. 1985. Program Linear dan Variasinya. Jakarta (ID):
Gramedia.
Pahlawan JR, Worosuprojo S. 2013. Kajian pengelolaan lahan Subdas Secang
Kulonprogo Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia. 2(2):9-22.
Priyono KD. 2010. Pembangunan pertanian berkelanjutan di daerah rawan
longsosr lahan (studi kasus di Pegunungan Manoreh Kabupaten Kulonprogo
DIY). PIT IGI XIII & Konggres IGI IV; 2010 Desember 11-12; Surabaya,
Indonesia. Surabaya (ID): hal.1-10.
Putra CD, Mardiatno D. 2012. Kemampuan lahan untuk arahan kawasan budidaya
dan non budidaya sub daerah aliran sungai petir di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia. 1(2):121-130.
Ridwan BW, Saraswati E, Sapta B. 2013. Pemanfaatan citra Ikonos dan sistem
infomasi geografis untuk zonasi harga lahan di Kecamatan Godean
Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia.
2(2):121-128.
Saptana, Ashari. 2004. Pembangunan pertanian berkelanjutan melalui kemitraan
usaha. Jurnal Litbang Pertanian. 26(4): 123-130.
Simangunsong EM, Razali, Mukhlis. 2013. Penentuan kelas kemampuan lahan
daerah tangkapan air Danau Toba menggunakan metode scoring. Jurnal
Online Agroekoteknologi. 1(3):396-403.
Simbolon SD. 2012. Prediksi erosi dengan metode USLE (Universal Soil Loss
Equation) di Kebun Tambunan A Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
VISI. 20(1):773-797.
Siswanto. 2007. Operations Research Jilid 1. Jakarta(ID): Erlangga.
Soemarno. 2011. Model Optimasi dalam Perencanaan Lahan. Malang (ID): MSDL
PDIP PPS FPUB.
48
Stewart TJ, Janssen R, van Herwijnen M. 2004. A genetic algorithm approach to
multi-objective land use planning. Computers & Operations Research.
31:2293-2313.
Sudalmi ES. 2010. Pembangunan pertanian berkelanjutan. Jurnal Inovasi
Pertanian. 9(2):15-28.
Sudradjat, Chaerani D, Supriatna AK, Hadi S. 2009. Model optimasi pola tanam
lahan kering di Kabupaten Bandung. Bandung (ID): LPPM Universitas
Padjajaran.
Suputra O, Frederika A, Wahyuni PS. 2008. Analisis perbandingan risiko biaya
antara kontrak lumpsum dengan kontrak unit price menggunakan metode
decision tree. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil. 12(2):136-152.
Sutapa IW. 2010. Analisis potensi erosi pada daerah aliran sungai di Sulawesi
Tengah. SMARTek. 8(3):169-181.
Syafruddin, Kairupan AN, Negara A, Limbongan J. 2004. Penataan sistem
pertanian dan penetapan komoditas unggulan berdasarkan zona agroekologi
di Sulawesi Tengah. Jurnal Sumberdaya Lahan. 23(2):61−67.
Widjajanto D, Gailea R. 2008. Kajian pengembangan agroforestri untuk
pengelolaan daerah aliran Sungai Toranda, Kecamatan Palolo, Kabupaten
Sigi, Propinsi Sulawesi Tengah. Agroland. 15(4): 264-270.
Wirosoedarmo R, Apriadi U. 2012. Studi perencanaan pola tanam dan pola
operasi pintu air jaringan reklamasi rawa Pulau Rimau di Kabupaten Musi
Banyuasin Sumatera Selatan. Jurnal Teknologi Pertanian. 3(1):56-66.
Zielinska AL, Church RL, Jankowski P. 2008. Spatial optimization as a
generative technique for sustainable multiobjective land-use allocation.
International Journal of Geographical Information Science. 22(6): 601-622.
49
LAMPIRAN
-0,21
0,31
0,15
-0,09
0,23
0,09
0,08
0,20
-0,03
0,54
0,35
-0,05
-0,34
-0,28
-0,25
0,34
0,01
0,07
0,12
-0,17
-0,07
0,10
0,00
-0,07
0,00
0,06
-0,12
-0,02
-0,04
0,08
0,29
1,09
0,82
0,55
0,90
0,78
0,85
0,94
0,65
1,46
1,18
0,54
0,12
0,45
0,90
1,20
0,78
0,70
0,92
0,56
0,74
1,19
0,92
0,86
0,85
1,06
0,74
0,85
0,99
0,82
C
PS
ANALISIS
PENERIMAAN
PETANI
0,84
0,92
0,72
0,34
1,02
0,98
0,95
1,01
1,03
1,03
0,98
0,87
0,98
1,01
1,05
0,91
1,05
1,05
1,04
1,05
1,05
1,04
1,06
1,05
1,06
1,06
1,06
1,06
1,06
1,06
ANALISIS LUAS
TANAM
-0,37
0,90
-0,39
0,38
0,00
0,30
0,06
0,19
-0,13
-0,07
-0,23
0,39
-0,12
-0,31
-0,25
0,05
0,01
-0,30
0,87
-0,04
-0,07
-0,31
1,00
-0,02
-0,15
0,32
-0,15
0,03
-0,10
0,06
ANALISIS LUAS
PANEN
0,79
0,91
0,80
0,71
1,00
0,93
0,94
0,99
1,00
1,02
0,93
0,78
0,96
0,97
1,04
0,84
1,04
1,04
1,04
1,03
1,04
1,04
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
DINAMIKA
PRODUKSI LUAS
PANEN
0,86
0,90
0,81
0,74
1,01
0,93
0,92
0,99
1,00
1,03
0,93
0,77
0,94
0,96
1,03
0,85
1,03
1,04
1,04
1,04
1,04
1,04
1,04
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
1,05
SSA
PENERIMAAN
PETANI
0,86
0,85
0,81
0,86
1,01
1,00
1,00
0,93
0,92
1,00
0,93
0,85
0,72
0,98
1,04
0,83
1,02
0,99
1,05
1,03
0,98
1,06
1,07
1,07
1,07
1,07
1,06
1,06
1,06
1,07
LQ PENERIMAAN
PETANI TAHUN
2011
Segalaherang
Serangpanjang
Jalancagak
Ciater
Cisalak
Kasomalang
Tanjungsiang
Cijambe
Cibogo
Subang
Kalijati
Dawuan
Cipeundeuy
Pabuaran
Patokbeusi
Purwadadi
Cikaum
Pagaden
Pagaden Barat
Cipunagara
Compreng
Binong
Tambak Dahan
Ciasem
Pamanukan
Sukasari
Pusakanagara
Pusakajaya
Legonkulon
Blanakan
SSA LUAS
TANAM
LQ LUAS PANEN
TAHUN 2011
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
LQ LUAS TANAM
TAHUN 20 11
KECAMATAN
SSA LUAS PANEN
NO
LQ LUAS PANEN
TAHUN 2009
Lampiran 1. Contoh data analisis komoditas unggulan pada padi sawah
PS
PS
PS
C
PS
PS
PS
C
C
B
C
C
B
C
C
C
C
C
C
C
C
C
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
PS
Keterangan: PS= Padi sawah, b= kenaikan nilai LQ luas panen sebesar <1 dari
tahun 2009 ke 2011; c= nilai LQ pada tahun 2009 dan 2011 konstan.
PS
46
50
Lampiran 2. Hasil penetapan komoditas unggulan di Kabupaten Subang
Kecamatan
Analisis
luas panen
Analisis
luas tanam
1
Segalaherang
7, 9, 10, 11,
13, 14
7, 10, 11, 13,
14
7, 10, 11, 13
2
Serangpanjang
8, 18, 19, 20
2, 8, 18
2, 8, 18, 19
3
Jalancagak
5, 17
5, 9, 17
4
Ciater
5, 9, 11, 17
2, 7, 8, 9,
10, 11, 13,
14, 18, 19,
20
5, 7, 8, 9, 10,
11, 13, 14, 17,
19, 20
2, 5, 7, 8, 9, 10, 11,
14, 18, 19
5
Cisalak
1, 8, 14, 15
8, 15
1, 8, 14, 15
6
Kasomalang
18, 19
2, 3, 18, 19
7
Tanjungsiang
7, 10, 14, 17,
19
5, 7, 13, 17, 18, 19
8
9
Cijambe
Cibogo
2, 3, 18, 19
5, 7, 10, 11,
13, 14, 17,
18, 19
15, 18
2
15, 18
15
2
10
Subang
1, 4, 18, 19
4, 5, 19
1, 4, 5, 19
No
Analisis
penerimaan petani
Dinamika
produksi
luas panen
A7, A9, A10, A11,
A13, A14
B2, B8, A18, A19,
A20
A5, A9, B11, A13
A2, A5, B7, A8,
A9, A10, A11, A13,
A14, A17, A1`,
A19, A20
C1, A2, B8, B14,
A15
A2, A3, A14, A18
A5, A7, B10, A11,
A13, A14, A17,
A18, A19
A18
A2
C1, A4, B5, A18,
A19
A3, A4, A11, A14,
B16
A3, A4, A9
11
Kalijati
3, 4, 11, 14
3, 4, 14, 16
3, 4
12
13
Dawuan
Cipeundeuy
3, 4, 9
3, 4, 9
3, 4, 9
14
Pabuaran
6, 7, 15, 16
2, 6, 7, 15
15
Patokbeusi
12
1, 12
16
Purwadadi
3, 4, 5, 19
2, 3, 4, 5, 19, 20
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Cikaum
Pagaden
Pagaden Barat
Cipunagara
Compreng
Binong
Tambak Dahan
Ciasem
Pamanukan
Sukasari
Pusakanagara
Pusakajaya
Legonkulon
Blanakan
1
12
1
16
1
1, 4, 12, 15
1
9, 14
1, 9
1
16
1, 16
1, 9, 14
1
1
1
1
16
16
A2, A6, A7, A15,
A16
C1, A12
B2, A3, A4, B5,
A13, A19, A20
C1
B1, A4, A12, C15
C1
A16
B14
C1, B9, B14
C1, A9
C1
C1
C1
A16
C1, B16
1
1
C1
2, 6, 7, 15,
16
12
3, 4, 13, 19,
20
1
1, 4, 12, 15
1
14
1, 9, 14
1, 9
1
1
16
1
Keterangan:
1 : padi sawah
2 : padi ladang
3 : jagung
4 : kedelai
5 : kacang tanah
6 : kacang hijau
7 : ubi kayu
8 : ubi jalar
9 : kacang panjang
10 : cabe besar
11 : cabe rawit
12 : jamur
13 : terung
14 : ketimun
15 : kangkung
16 : semangka
17 : jahe
18 : kunyit
19 : kencur
20 : lengkuas
Komoditas
unggulan
Potensial
unggulan
7, 10, 11, 13
9
2, 8, 18, 19
20
5, 9, 17
11
2, 5, 7, 8, 9,
10,11, 14,
18, 19
17
1, 8, 14, 15
2, 3, 18, 19
5, 7, 13, 17,
18, 19
11
15
2
1, 4, 5, 19
18
3, 4
11, 16
3, 4, 9
2, 6, 7, 15
12
3, 4, 5, 19,
20
1
1, 4, 12, 15
1
1
2, 13
16
14
1, 9, 14
1
1
1
1
16
16
1
1
47
51
Lampiran 3. Kriteria klasifikasi kemampuan lahan
Faktor
penghambat/pembatas
Kelas kemampuan lahan
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
A
B
C
D
A
E
F
G
KE1,
KE2
e0
KE3
KE6
(*)
(*)
(*)
(*)
e1
KE4,
KE5
e2
e3
(**)
e4
e5
(*)
k0
k1
k2
k2
(*)
k3
(*)
(*)
t1,t2,t3
t1,t2,t3
t1,t2,t3,t4
t1,t2,t3,t4
(*)
t1,t2,
t3,t4
t1,t2,
t3,t4
t5
1.
Lereng permukaan
2.
Kepekaan erosi
3.
Tingkat erosi
4.
Kedalaman tanah
5.
Tekstur lapisan atas
6.
Tekstur lapisan
bawah
Sda
sda
sda
sda
(*)
sda
Sda
t5
7.
Permeabilitas
P2,P3
P2,P3
P2,P3,P4
P2,P3,P4
P1
(*)
(*)
P5
8.
Drainase
d1
d2
d3
d4
d5
(**)
(**)
d0
9.
Kerikil/batuan
b0
b0
b1
b2
b3
(*)
(*)
b4
10.
Ancaman banjir
O0
O1
O2
O3
O4
(**)
(**)
(*)
g0
g1
g2
g3
(**)
g3
(*)
(*)
11.
Garam/salinitas
(***)
Catatan : (*) = dapat mempunyai sebarang sifat; (**) = tidak berlaku
(***) = Umumnya terdapat di daerah beriklim kering
48
52
Lampiran 4. Klasifikasi nilai struktur dan permeabilitas tanah dalam penentuan
nilai K (kepekaan erosi)
4.1. Klasifikasi kelas dan nilai struktur tanah (b)
Kelas struktur
Nilai
Granular halus
2
Granular kasar
3
Angular blocky
4
Masif
5
4.2. Klasifikasi kelas dan nilai permeabilitas (c)
Kelas
Nilai
Cepat (>25)
1
Agak cepat (12-25)
2
Sedang (6-12)
3
Agak lambat (2-6)
4
Lambat (<2)
5
49
53
Lampiran 5. Nilai faktor C dari berbagai tanaman dan pengelolaannya atau tipe
penggunaan lahan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
Jenis tanaman dan pengelolaannya atau tipe
penggunaan lahan
Tanaman bera tanpa tanaman, diolah
Sawah beririgasi
Sawah tadah hujan
Tegalan, tanaman tidak spesifik
Rumput Brchiaria :
- Tahun pertama
- Tahun kedua
- Tahun seterusnya
Ubi kayu
Ubi kayu
Jagung
Jagung
Padi gogo, tegalan, lahan kering
Padi gogo
Kacang-kacangan, tidak spesifik spesiesnya
Kacang Jogo
Kacang Tanah
Kedelai
Sorgum
Sereh wangi (Citronella)
Kentang
Tebu
Pisang (jarang sebagai tanaman monokultur)
Talas
Kebun campuran, tajuk bertingkat, penutup tanah
bervariasi :
- Kerapatan tinggi
- Ubi kayu/kedelai
- Kerapatan sedang
- Kerapatan rendah Cayanus sp, kacang tanah
Tanaman perkebunan dengan tanaman penutup
tanah (permanen) :
- Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
Reboisasi dengan penutup tanah, tahun pertama
Kopi dengan penutup tanah
Tanaman Bamboo (cabai, jahe)
Perladangan berpindah
Hutan, hutan alami, (primer) berkembang baik :
- Serasah tinggi
- Serasah rendah
Hutan produksi :
- Tebang habis
- Tebang pilih
Kebun produksi (penutup tanah, jelek)
- Karet
- The
- Kelapa sawit
- Kelapa
Nilai
faktor C
1,000
0,010
0,050
0,700
Sumber
1
1.2
1
1
0,300
0,020
0,002
0,800
0,363
0,700
0,637
0,500
0,561
0,600
0,161
0,452
0,399
0,242
0,434
0,400
0,200
0,600
0,850
1.2
1
2
2
1
1
2
1
2
1
2
2
2
2
1.2
1
1
1
1
0,100
0,200
0,300
0,500
1
2
1
2
0,100
0,500
0,300
0,200
0,900
0,400
1
1
1
1
1
1
0,001
0,005
1.2
1
0,500
0,200
1
1
0,800
0,500
0,500
0,500
1
1
1
1
50
54
No
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
56.
57.
58.
59.
60.
Jenis tanaman dan pengelolaannya atau tipe
penggunaan lahan
Kolam ikan
Lahan kritis, tanpa vegetasi
Semak, belukar
Sorgum-sorgum (terus menerus)
Padi gogo – jagung (dalam rotasi)
Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jagung
Padi gogo – jagung (rotasi) + mulsa jerami 2 ton/ha dan
10-20 ton/ha pupuk kandang
Padi gogo tumpang sari jagung + ubi kayu dirotasikan
dengan kedelai atau kacang tanah
Jagung dan kacang tanah, sisa tanaman jadi mulsa
Alang-alang, permanen
Alang-alang, dibakar 1 kali
Semak, lamtoro
Albasia dengan semak campuran
Albasia tanpa tanaman bawah
Kentang ditanam mengikuti arah lereng
Kentang penanaman mengikuti kontur
Bawang, penanaman dalam kontur
Pohon tanpa semak
Ubi kayu, tumpang sari dengan kedelai
Ubi kayu, tumpang sari dengan kacang tanah
Ubi kayu + sorgum (tumpang sari)
Padi gogo + sorgum (tumpang sari)
Kacang tanah + kacang gude (tumpang sari)
Kacang tanah + kacang tunggak (tumpang sari)
Kacang tanah + mulsa jerami 4 ton/ha
Padi gogo + mulsa jerami 4 ton/ha
Kacang tanah + mulsa batang jagung 4 ton/ha
Kacang tanah, mulsa Crotalaria 3 ton/ha
Kacang tanah, mulsa kacang tunggak
Kacang tanah mulsa jerami padi 2 ton/ha
Padi gogo, mulsa Crotalaria 3 ton/ha
Padi gogo + jagung + ubi kayu, mulsa jerami 6 ton/ha,
setelah padi ditanami kacang tanah
Padi gogo – jagung – kacang tanah dalam rotasi, dengan
sisa-sisa tanaman jadi mulsa
Nilai
faktor C
0,001
0,950
0,300
0,341
0,209
0,083
Sumber
1
1
1
3
3
3
0,030
3
0,421
0,014
0,021
0,200
0,510
0,012
1,000
1,000
0,350
0,080
0,320
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
0,571
0,049
0,096
0,128
0,136
0,259
0,377
0,387
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
0,079
2
0,347
2
Keterangan :
1. Hammer (1980)
2. Abdurachman, Sofiah Abujamin, dan Undang Kurnia (1984)
Abdurachman AS, Abuyamin, dan U. Kurnia.1984. Pengelolaan tanah dan tanaman untuk
usaha konservasi tanah. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk 3:7-11.
3. Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989)
51
55
Lampiran 6. Nilai faktor penggunaan teknik konservasi tanah (P)
No
Teknik konsevasi tanah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
26.
28.
29.
30.
Teras bangku
Desain/konstruksi baik
- Desain/konstruksi sedang
- Desain/konstruksi buruk
Teras tradisional
Penanaman menurut kontur :
- Pada lereng 0 – 8 %
- Pada lereng 9 – 20 %
- Pada lereng > 20 %
Hill side ditch atau field pits
Teras koluvial ditanami strip rumput atau Bamboo atau rumput
permanen seperti : rumput Bahia :
- Desain baik, tahun pertama
- Desain buruk, tahun pertama
Rotasi dengan Crotalaria
Mulsa penahan air:
- Serasah atau jerami 6 ton/ha/tahun
- Serasah atau jerami 3 ton/ha/tahun
- Serasah atau jerami 1 ton/ha/tahun
Penanaman tanaman penutup tanah rendah pada tanaman perkebunan :
- Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
Teras bangku, ditanami kacang tanah – kacang tanah
Teras bangku, ditanami + mulsa jerami 4 ton/ha
Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum
Teras bangku, ditanami jagung
Teras guludan dengan rumput penguat
Strip Rumput
Teras gulud dengan tanaman penguat pada tanaman tahunan
Teras guludan ditanami pagi gogo dan jagung dalam rotasi
Teras guludan, pada pertanaman sorgum sorgum
Teras guludan, pada pertanaman ubi kayu
Teras guludan, , menggunakan mulsa sisa-sisa tanaman
Teras guludan, pada kacang tanah-kedelai dalam rotasi
Teras guludan, padi gogo – jagung – kacang tunggak dalam rotasi,
dengan 2 ton/ha kapur.
Teras bangku, ditanami jagung – ubi kayu/kedelai dalam rotasi
Teras bangku, ditanami sorgum-sorgum
Teras bangku, kacang tanah-kacang tanah
Teras bangku, tanpa tanaman
Keterangan :
*) Hammer (1980), diacu dalam Hardjowigeno (2007)
**) Abdurachman, Sofiah Abujamin dan Undang Kurnia (1984)
***) Pusat Penelitian Tanah (1973-1981) diacu dalam Sinukaban (1989)
Nilai
faktor
0,040*
0,150*
0,350*
0,400*
0,500*
0,750*
0,900*
0,300*
0,040*
0,400*
0,600*
0,300*
0,500*
0,800*
0,100*
0,500*
0,009**
0,006**
0,012**
0,048**
0,500***
0,400***
0,010***
0,013***
0,041***
0,063***
0,006***
0,105***
0,012***
0,056***
0,024***
0,009***
0,039***
52
56
Lampiran 7. Perumusan model optimasi dengan GAMS 22.2
*PROGRAM OPTIMASI POLA TANAM DI BERBAGAI SATUAN LAHAN*
*LOKASI:
KABUPATEN
SUBANG,
Kec.
Cipeundeuy,
Kalijati,
Patokbeusi*
*TAHUN 2013*
Pabuaran,
SETS
I pola tanam
/PT1,PT2,PT3,PT4,PT5,PT6,PT7,PT8,PT9,PT10,PT11,PT12,PT13,PT14,PT15,PT16,P
T17,PT18,PT19,PT20,PT21,PT22,PT23,PT24,PT25,PT26,PT27,PT28,PT29,PT30,PT31
,PT32,PT33,PT34,PT35,PT36,PT37,PT38,PT39,PT40,PT41,PT42,PT43,PT44,PT45,PT
46,PT47,PT48,PT49,PT50,PT51,PT52,PT53,PT54,PT55,PT56,PT57,PT58,PT59,PT60,
PT61,PT62,PT63,PT64,PT65,PT66,PT67,PT68,PT69/
J satuan lahan
/LUT1,LUT2,LUT3,LUT4,LUT5,LUT6,LUT7,LUT8,LUT9,LUT10,LUT11,LUT12,LUT13,LUT
14,LUT15,LUT16,LUT17,LUT18,LUT19/
SCALARS
Kh
Rata-rata kebutuhan hidup minimum per tahun
LR
Land rent total wilayah per tahun
TSL
Erosi ditoleransikan dalam ton per tahun
/5641681/
/22772529/
/450482.5875/;
PARAMETER
Aj(j) Luas lut ke-j dalam hektar
LRj(j) Land rent pada satuan lahan ke j dalam rupiah per meter persegi
per tahun
Etj(j) Erosi ditoleransikan pada lut ke-j per hektar per tahun
TABLE LRij(i,j) Nilai LR dengan pola tanam ke I pada lut ke j dalam Rp
per meter persegi per tahun
TABLE Yij(i,j) Produktivitas padi dengan pola tanam ke I pada lut ke j
dalam ton per hektar
TABLE Aaij(i,j) Erosi aktual pada lut ke j dengan pola tanam ke I dalam
ton per tahun
SCALARS
Lrent Nilai harapan land rent dalam rupiah per m2 per tahun
/3489/
ETol Nilai harapan erosi yang diperbolehkan dalam ton per hektar /29.15/
per tahun
Brs
Nilai harapan konsumsi beras per kapita per tahun
/188.19/
KHMin Nilai harapan kebutuhan hidup minimum per kapita per
/5641681/
tahun
M
Jumlah penduduk empat kecamatan tahun 2012
/247610/;
*Arah optimasi:
SCALARS
PSPq
Prioritas
PSNq
Prioritas
PSPE
Prioritas
PSNE
Prioritas
PSPB
Prioritas
PSNB
Prioritas
simpangan
simpangan
simpangan
simpangan
simpangan
simpangan
positif
negatif
positif
negatif
positif
negatif
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
*Koefisien Pembobot:
PARAMETERS
WqP(j) Koef pembobot simpangan positif
WqN(j) Koef pembobot simpangan negatif
WEP(j) Koef pembobot simpangan positif
WEN(j) Koef pembobot simpangan negatif
WBP
Koef pembobot simpangan positif
WBN
Koef pembobot simpangan negatif
Aa(j) Tabel erosi aktual setiap LUT;
land rent
land rent
erosi
erosi
produksi padi
produksi padi
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
sasaran
/1/
/1/
/1/
/1/
/1/
/1/;
land rent
land rent
erosi di satuan lahan ke-j
erosi di satuan lahan ke-j
produksi padi
produksi padi
53
57
WqP(j)
WqN(j)
WEP(j)
WEN(j)
WBP
WBN
Aa(j)
=PSPq/LRj(j);
=PSNq/LRj(j);
=PSPE/Etj(j);
=PSNE/Etj(j);
=PSPB/(Brs*M);
=PSNB/(Brs*M);
=sum(i,Aaij(i,j));
*Variabel-variabel Model:
VARIABLES
X(i,j)
Ha areal optimum satuan lahan ke-i dengan
qP(j)
Simpangan positif sasaran manfaat ekonomi
qN(j)
Simpangan negatif sasaran manfaat ekonomi
EP(j)
Simpangan positif sasaran erosi di satuan
EN(j)
Simpangan negatif sasaran erosi di satuan
BP
Simpangan positif sasaran produksi padi
BN
Simpangan negatif sasaran produksi padi
z
Total simpangan berbobot dari keseluruhan
pola tanam ke-j
lahan ke-j
lahan ke-j
sasaran LGP;
POSITIVE VARIABLES
X(i,j)
qP(j)
qN(j)
EP(j)
EN(j)
BP
BN;
FREE VARIABLE
z;
* Persamaan-persamaan matematis dari model:
EQUATIONS
SIMPANGAN
Fungsi tujuan
LSSL(j)
Kendala real luas areal di satuan lahan ke-j
MANFAAT(j)
Kendala sasaran manfaat ekonomi pada satuan lahan ke-j
EROSI(j)
Kendala sasaran erosi di satuan lahan ke-j
BERAS
Kendala sasaran produksi padi
TUJUAN
Kendala simpangan Z;
* Fungsi Tujuan:
SIMPANGAN..Z=L=SUM(j,WEN(j)*EN(j)-WEP(j)*EP(j)+WqN(j)*qN(j)WqP(j)*qP(j))+WBN*BN-WBP*BP;
*Kendala Real:
LSSL(j)..SUM((i),X(i,j))=E=Aj(j)*10000;
*Kendala Sasaran :
MANFAAT(j)..SUM(i, X(i,j)*LRij(i,j))+qN(j)-qP(j)=E=LRj(j)*Aj(j)*10000;
EROSI(j)..SUM(i,X(i,j)*Etj(j)/10000+EN(j)-EP(j))=L=Aa(j);
BERAS..SUM((i,j),Yij(i,j)*X(i,j))+BN-BP=E=M*Brs;
TUJUAN..Z=E=0;
*Penyelesaian Model secara Numerik:
OPTION LP=MINOS;
MODEL LGP/ALL/;
SOLVE LGP USING LP MINIMIZING Z;
*Hasil Perhitungan:
DISPLAY X.L ;
DISPLAY X.M, Aa ;
Jagung-ubi jalar
Kacang hijau-jagung-bera
Kacang hijau-singkong
Kacang tanah-jagung
Kacang tanah-pisang
Kacang tanah-singkong
Kacang tanah-ubi jalar
Kacang tanah-ubi jalarsingkong
PT 7
PT 8
PT 9
PT 10
PT 11
PT 12
PT 13
Kedelai-kangkung-ubi jalar
Singkong-pisang
Ubi jalar-singkong-pisang
Cabe rawit
Cabe rawit-terung
Cabe merah-jambu merahpisang
Cabe merah-kelapa
Terung
PT 16
PT 17
PT 18
PT 19
PT 20
Keterangan: PT= pola tanam
PT 22
PT 23
PT 21
Kedelai-jagung-bera
PT 15
PT 14
Jagung-singkong-pisang
PT 6
campuran
Jagung-singkong
PT 5
Kebun
Tegalan-
Sawah
Pola tanam dan tumpangsari
Kacang tanah-padi-jagung
Padi-padi-padi
Padi-padi-bera
Jagung-kelapa
Kode
PT 1
PT 2
PT 3
PT 4
Land Use
Land Use
TegalanKebun
campuran
Albasia-bambu-rambutan
Albasia-jabon-bambu
Albasia-bambu-pisang
PT 44
PT 45
PT 46
Kelapa-ubi jalar-pisang
Bambu-pisang
Bambu-rambutan
Bambu-rambutan-pisang
Bambu-rambutan-singkong
Kelapa-pisang
Kelapa
Rambutan-pisang
Rambutan-singkong
Rambutan-singkong-pisang
Cempedak-rambutan-kelapapisang
Duku-rambutan-nangka
Pete-rambutan-kelapa
Rambutan-nangka-kelapa
Rambutan-nangka
Rambutan-kelapa-pisang
Pola tanam dan tumpangsari
Jeruk
Pisang
Rambutan
Rambutan-belimbing-singkong
PT 39
PT 40
PT 41
PT 42
PT 43
PT 38
PT 37
PT 36
PT 35
PT 34
PT 31
PT 32
PT 33
PT 30
PT 29
PT 28
Kode
PT 24
PT 25
PT 26
PT 27
Lampiran 8. Pola tanam dan tumpangsari eksisting di lokasi cek lapang
54
Land Use
TegalanKebun
campuran
PT 68
PT 69
PT 67
PT 62
PT 63
PT 64
PT 65
PT 66
PT 61
PT 60
PT 58
PT 59
PT 57
PT 54
PT 55
PT 56
PT 53
PT 52
PT 51
Kode
PT 47
PT 48
PT 49
PT 50
Mahoni-jabon-nangka
Mahoni-kelapa
Mahoni-albasia-kelapa
Albasia-rambutan-singkong
Rambutan
Jabon-bambu-singkongpisang
Jabon-durian-rambutanpisang
Jabon-pisang
Jabon-rambutan-kelapa
Jati-albasia
Karet
Karet-rambutan
Albasia-rambutan-kelapa
Pola tanam dan tumpangsari
Albasia-jabon-rambutan
Albasia-karet-pisang
Albasia-kelapa
Albasia-nangka
Albasia-nangka-kelapaalpukat
Albasia-petai-pisang
Albasia-petai-rambutansingkong
Albasia-pisang
Albasia-rambutan
Albasia-rambutan-alpukat
58
Jagung-singkong
Jagung-singkong-pisang
Jagung-ubi jalar
Kacang hijau-jagung-bera
Kacang hijau-singkong
Kacang tanah-jagung-bera
Kacang tanah-pisang
Kacang tanah-singkong
Kacang tanah-ubi jalar
Kacang tanah-ubi jalar-singkong
Kedelai-jagung-bera
Kedelai-kangkung-ubi jalar
Singkong-pisang
Ubi jalar-singkong-pisang
Cabe rawit
Cabe rawit-terung
Cabe merah-jambu merah-pisang
Cabe merah-kelapa
Terung
PT 5
PT 6
PT 7
PT 8
PT 9
PT 10
PT 11
PT 12
PT 13
PT 14
PT 15
PT 16
PT 17
PT 18
PT 19
PT 20
PT 21
PT 22
PT 23
Kebun
campuran
Keterangan: PT= pola tanam
Jagung-kelapa
PT 4
Tegalan-
Padi-padi-bera
Padi-padi-padi
Kacang tanah-padi-jagung
Pola tanam dan tumpangsari
PT 1
PT 2
PT 3
Kode
pola
tanam
Sawah
Land Use
3.401
2.218
3.691
2.821
1.461
950
1.060
3.380
3.938
3.579
4.352
1.077
1.298
2.360
2.386
2.757
1.789
1.533
941
1.977
2.164
2.945
6.285
Land
rent
(Rp/m2/
tahun)
Land Use
TegalanKebun
Campuran
Lampiran 9. Nilai land rent pola tanam eksisting
PT 35
PT 36
PT 37
PT 38
PT 39
PT 40
PT 41
PT 42
PT 43
PT 44
PT 45
PT 46
PT 34
PT 31
PT 32
PT 33
PT 30
PT 28
PT 29
PT 27
PT 24
PT 25
PT 26
Kode
pola
tanam
Rambutan-pisang
Rambutan-singkong
Rambutan-singkong-pisang
Cempedak-rambutan-kelapapisang
Duku-rambutan-nangka
Petai-rambutan-kelapa
Kelapa
Kelapa-pisang
Kelapa-ubi jalar-pisang
Bambu-pisang
Bambu-rambutan
Bambu-rambutan-pisang
Bambu-rambutan-singkong
Albasia-bambu-pisang
Albasia-bambu-rambutan
Albasia-jabon-bambu
Rambutan-nangka-kelapa
Jeruk
Pisang
Rambutan
Rambutan-belimbingsingkong
Rambutan-kelapa-pisang
Rambutan-nangka
Pola tanam dan tumpangsari
3.138
2.558
2.416
1.571
1.228
1.343
2.244
2.123
2.338
1.460
1.568
1.753
2.054
1.782
2.096
1.431
2.209
1.235
2.898
2.774
3.464
928
1.470
Land
rent
(Rp/m2/
tahun)
TegalanKebun
campuran
Land Use
PT 58
PT 59
PT 60
PT 61
PT 62
PT 63
PT 64
PT 65
PT 66
PT 67
PT 68
PT 69
PT 57
PT 54
PT 55
PT 56
PT 53
PT 51
PT 52
PT 50
PT 47
PT 48
PT 49
Kode
pola
tanam
Albasia-rambutan-singkong
Jabon-bambu-rambutan
Jabon-bambu-singkong-pisang
Jabon-durian-rambutan-pisang
Jabon-pisang
Jabon-rambutan-kelapa
Jati-albasia
Karet
Karet-rambutan
Mahoni-albasia-kelapa
Mahoni-jabon-nangka
Mahoni-kelapa
Albasia-rambutan-kelapa
Albasia-nangka-kelapa-alpukat
Albasia-petai-pisang
Albasia-petai-rambutansingkong
Albasia-pisang
Albasia-rambutan
Albasia-rambutan-alpukat
Albasia-nangka
Albasia-jabon-rambutan
Albasia-karet-pisang
Albasia-kelapa
Pola tanam dan tumpangsari
1.855
2.177
1.282
1.694
1.014
2.677
4.495
2.279
1.758
3.878
1.543
1.056
1.720
2.020
2.328
1.189
2.942
2.163
1.898
1.771
1.227
1.673
1.675
Land
rent
(Rp/m2/
tahun)
59
LUT1
21,65
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
86,57
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT2
39,50
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
48,90
0,00
LUT3
341,83
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.368,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT4
0,00
551,27
1.026,66
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT5
0,00
0,00
0,00
0,00
28,18
0,00
0,00
0,00
50,63
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT6
10,28
0,00
0,00
163,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT7
1.506,71
1.219,78
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT8
0,00
3,53
0,00
0,00
0,00
63,91
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT9
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
78,36
0,00
0,00
156,82
LUT10
190,81
266,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT11
0,00
0,00
0,00
0,00
12,98
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
26,37
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
82,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
100,22
0,00
0,00
LUT13
210,61
127,67
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT14
1,46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5,84
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT15
25,52
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
102,09
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT16
1.456,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.010,78
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT17
29,68
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
118,66
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT18
94,06
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
60,18
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT19
1,41
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5,64
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan :
PT: pola tanam, PT 1: padi-padi-bera, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 4: jagung-kelapa, PT 5: jagung-singkong, PT 9: kacang hijau-singkong, PT 11: kacang
tanah-kedelai-bera, PT 12: kacang tanah-pisang, PT 13: kacang tanah-singkong, PT 16: kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe
rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 37: kelapa, PT 42: bamboo-rambutan-pisang, PT 43: bamboo-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahonialbasia-kelapa
PT1
PT2
PT3
PT4
PT5
PT9
PT11
PT12
PT13
PT16
PT20
PT21
PT22
PT23
PT27
PT37
PT42
PT43
PT64
PT67
10.1 Penggunaan lahan optimal skenario I,IV,VII, dan X dengan pola spasial a
Lampiran 10. Penggunaan lahan optimal pada berbagai pola tanam hasil optimasi dengan model LGP
56
60
LUT1
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
108,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT2
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
88,40
0,00
LUT3
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.709,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT4
0,00
0,00
1.577,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT5
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
78,81
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT6
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
173,50
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT7
0,03
2.726,46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT8
0,00
0,00
0,00
67,44
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT9
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
235,18
LUT10
0,00
456,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
39,35
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
182,22
0,00
0,00
LUT13
0,00
338,28
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT14
0,00
0,00
0,00
0,00
7,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
127,61
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.466,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
148,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
154,24
0,00
0,00
0,00
LUT19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan :
PT: pola tanam, PT 1: padi-padi-bera, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 10: kacang tanah-jagung, PT 11: kacang tanah-kedelai-bera, PT 13: kacang tanahsingkong, PT 16: kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 30:
rambutan-nangka, PT 37: kelapa, PT 43: bambu-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahoni-albasia-kelapa
PT1
PT2
PT3
PT10
PT11
PT13
PT16
PT20
PT21
PT22
PT23
PT27
PT30
PT37
PT43
PT64
PT67
10.2 Penggunaan lahan optimal skenario II,V,VIII, dan XI dengan pola spasial b
57
61
LUT1
0,00
0,00
0,00
0,00
108,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT2
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
88,40
0,00
LUT3
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1.709,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT4
0,00
1.577,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT5
0,00
0,00
0,00
0,00
78,81
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT6
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
173,50
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT7
2.726,46
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT8
0,00
0,00
67,44
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT9
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
235,18
LUT10
456,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
39,35
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
182,22
0,00
0,00
LUT13
338,28
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT14
0,00
0,00
0,00
7,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
127,61
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2.466,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
148,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
LUT18
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
154,24
0,00
0,00
0,00
LUT19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
Keterangan :
PT: pola tanam, PT 2: padi-padi-padi, PT 3: kacang tanah-padi-jagung, PT 10: kacang tanah-jagung-bera, PT 11: kacang tanah-kedelai-bera, PT 13: kacang tanah-singkong, PT 16:
kedelai-jagung-bera, PT 20: cabe rawit, PT 21: cabe rawit-jambu merah-pisang, PT 22: cabe rawit-terung, PT 23: cabe merah-kelapa, PT 27: rambutan, PT 30: rambutan-nangka, PT 37:
kelapa, PT 43: bambu-rambutan-singkong, PT 64: jati-albasia, PT 67: mahoni-albasia-kelapa
PT2
PT3
PT10
PT11
PT13
PT16
PT20
PT21
PT22
PT23
PT27
PT30
PT37
PT43
PT64
PT67
10.3 Penggunaan lahan optimal skenario II,V,VIII, dan XI dengan pola spasial c
58
62
63
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 5 April 1991
dari pasangan Bapak Kusaeri dan Ibu Susrida. Penulis adalah
anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus
dari SMA Negeri 2 Jember dan pada tahun yang sama
diterima di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten
praktikum beberapa mata kuliah di Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan, diantaranya Agrogeologi pada tahun 2012, Perencanaan
dan Pengembangan Wilayah, serta Perencanaan Tata Ruang dan Penatagunaan
Lahan pada tahun 2013. Penulis juga aktif di beberapa kegiatan kemahasiswaan
diantaranya, sebagai panitia Masa Perkenalan Departemen (MPD) pada tahun
2010, panitia Pekan Ilmiah Ilmu Tanah Nasional 2011, dan pernah bergabung
dalam organisasi Bina Desa Faperta IPB pada tahun 2011. Pada tahun 2012
penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Subang dengan
program yang berjudul Optimalisasi Fungsi Pekarangan dan Pengelolaan Hama
Tikus melalui Pemberdayaan Masyarakat sebagai Upaya Pengembangan Pertanian
Berkelanjutan Desa Mariuk, Kecamatan Tambakdahan, Kabupaten Subang.
Download