BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN KITAB KUNING A. Strategi

advertisement
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN KITAB KUNING
A. Strategi Pembelajaran dan Pengasuh Pondok Pesantren
1. Strategi
a. Pengertian Strategi
Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja,
sebagai kata benda, strategos (pemimpin). Sebagai kata kerja stratego
berarti (merencanakan), dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara
sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan.1
Secara umum strategi mempunyai pengertian suatu garis-garis
besar haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah
ditentukan. Dihubungkan dengan belajar mengajar strategi bisa
diartikan sebagai pola umum kegiatan guru dan anak didik dalam
perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan.2
Seorang guru dalam proses pembelajaran akan menerapkan
suatu strategi agar belajar siswanya mendapatkan prestasi yang baik dan
mengharapkan hasil yang baik.3
1
Abdul
Majid,
Strategi
Pembelajaran,
Cet.
Ke-II
(Bandung:
PT
REMAJA
ROSDAKARYA, 2013),hlm. 3.
2
Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2006), hlm. 5.
3
Abdul Majid, loc. cit.
19
20
Strategi berarti segala cara dan daya untuk menghadapi sasaran
tertentu dalam kondisi tertentu agar memperoleh hasil yang diharapkan
secara maksimal.4
b. Pengertian Pembelajaran
Secara sederhana, istilah pembelajaran bermakna sebagai
“upaya untuk membelajarkan seseorang atau kelompok orang melalui
berbagai upaya dan berbagai strategi, metode dan pendekatan ke arah
pencapaian tujuan yang telah direncanakan”. Pembelajaran dapat pula
dipandang sebagai kegiatan guru secara terprogram dalam desain
intruksional
untuk
membuat
siswa belajar secara aktif
yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.5 Pembelajaran dari sisi
proses, berlangsung dalam bentuk serangkaian kegiatan yang berjalan
secara bertahap, kegitan pembelajaran berlangsung dari satu tahap
ketahap selanjutnya, sehingga membentuk alur yang konsisten.6
Beberapa ahli mengemukakan tentang pengertian pembelajaran,
diantaranya:
1) Pembelajaran adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang
secara disengaja dikelola untuk memungkinkan untuk serta dalam
4
Moh. Haitami Salim, Studi Ilmu Pendidikan Islam (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012),
hlm. 210.
5
Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Motodelogi Menuju Demokrasi Institusi
(Jakarta: Erlangga), hlm. 4.
6
Suprihadi Saputro, op. cit., hlm. 39.
21
tingkah laku tertentu. Pembelajaran merupakan subjek khusus dari
pendidikan.
2) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.
3) Pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk
memperoleh
suatu
perubahan
perilaku
yang
baru
secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
4) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi
unsur-unsur
manusiawi,
material,
fasilitas,
perelengkapan,
prosedur, yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan
pembelajaran.
5) Pembelajaran adalah rangkaian peristiwa yang mempengaruhi
pembelajaran sehingga proses belajar dapat berlangsung dengan
mudah.7
Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai proses penetapan,
pengorganisasian, dan pengoperasian sistem lingkungan yang bersifat
efektif dan efesien untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Aktualisasi strategi terwujud dalam bentuk interaksi pembelajaran yang
sedang berlangsung di kelas. Interaksi yang dimaksud adalah berbagai
aktifitas guru dan murid dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran.
7
Abdul Majid, op. cit., hlm. 4.
22
Berangkat dari konsep strategi tersebut diatas, maka strategi
pembelajaran sesungguhnya dapat definisikan sebagai pengetahuan
tentang perencanaan dan penyelenggaraan pembelajaran, dapat juga
dikatakan bahwa strategi pembelajaran adalah seni untuk merencanakan
dan menyelenggaraan pembelajaran yang meliputi seluruh komponen yang
terkait dengan kegiatan pembelajaran.8
Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran adalah pendidik
(perorangan atau kelompok) serta peserta didik (perorangan, kelompok
dan komunitas) yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang lainya.9
Ada beberapa cara dalam menerapkan strategi pembelajaran di
lembaga pendidikan pondok pesantren, Pertama, menerapkan manajemen
secara profesional. Hal ini dapat di tempuh melalui langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Menguasai ilmu dan praktik tentang pengelolaan pesantren
2) Menerapkan fungsi-fungsi manajemen, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan
3) Mampu menunjukan skill yang dibutuhkan pesantren
4) Memiliki pendidikan, pelatihan atau pengalaman yang memadai
tentang pengelolaan
5) Memiliki kewajiban moral untuk memajukan pesantren
8
Suprihadi Saputro, op. cit., hlm. 6.
9
Abdul Majid, loc. cit.
23
6) Memiliki kemiripan yang tinggi terhadap kemajuan pesantren
7) Memiliki kejujuran dan disiplin tinggi
8) Mampu memberi teladan dalam pelaksanaan dan perbuatan kepada
bawahan
Kedua, menerapkan kepemimpinan yang kolektif. Strategi ini dapat
diwujudkan melalui langkah-langkah berikut:
1) Mendirikan yayasan
2) Mengadakan pembagian wewenang secara jelas
3) Memberikan tanggung jawab kepada masing-masing pegawai
4) Menjalankan
roda
organisasi
bersama-sama
sesuai
dengan
kewenangan masing-masing pihak secara proaktif
5) Menanggung resiko bersama.10
Ketiga, menghindari pemahaman yang menyucikan pemikiran
agama (taqdis afkar al-dini) strategi ini dapat di tempuh dengan langkahlangkah berikut:
1) Membiasakan telaah terhadap isi kandungan suatu kitab
2) Membinasakan pendekatan perbandingan pemikiran para ulama dalam
proses pembelajaran
3) Membiasakan kritik konstruktif dalam proses pembelajaran
10
Nur Efendi, Manajemen Perubahan di Pondok Pesantren Kontruksi Teoritik dan
Praktik Pengelolaan dan Perubahan Sebagai Upaya Pewarisan Tradisi dan Menatap Tantangan
Masa Depan, Cet. Ke-I (Yogyakarta: Teras, 2014), hlm. 158-159.
24
4) Menanamkan kesadaran bahwa pemikiran para penulis kitab sangat
dipengaruhi oleh situasi dan kondisi yang terjadi pada saat penulisan
kitab
5) Menanamkan kesadaran bahwa betapapun hebatnya seorang penulis
kitab, dia pasti memiliki kelemahan tertentu
Keempat, memperkuat penguasaan epistimologi dan metodologi,
strategi ini dapat dirinci melalui langkah-langkah berikut:
1) Menyajikan pelajaran teori pengetahuan
2) Memotivasi santri senior untuk mengembangkan pengetahuan
3) Memperkuat ilmu-ilmu wawasan, seperti sejarah, filsafat, mantiq,
perbandingan mazhab, agama dan ilmu-ilmu Al-Qur’an
4) Memperkuat ilmu-ilmu pendekatan atau metode, seperti ushul fiqih
dan kaidah-kaidah ilmu fiqih
5) Mendorong keberanian santri-santri senior untuk menulis buku-buku
ilmiah
Dengan strategi-strategi di atas, diharapkan pondok pesantren dapat
menerapkan manajemen yang lebih baik dan menjadi lebih eksis dalam
menghadapi terpaan arus globalisasi dan modernitas.11
11
Ibid., hlm. 160-163.
25
2. Pengasuh Pondok Pesantren
a. Pengertian Pengasuh Pondok Pesantren
Kyai bukan berasal dari bahasa Arab melainkan dari bahasa
Jawa. Kata-kata kyai mempunyai makna yang agung, keramat dan
dituahkan.12
Istilah kyai memiliki pengertian yang plural. Kata kyai bisa
berarti:
1) Sebutan bagi alim ulama (cerdik pandai dalam agama Islam)
2) Sebutan bagi ilmu ghaib (dukun dan sebagainya)
3) Kepala distrik (di kalimantan selatan)
4) Sebutan yang mengawali nama benda yang dianggap bertuah
(senjata, gamelan)
5) Sebutan samaran untuk harimau (jika orang melewati hutan).13
6) Gelar yang diberikan masyarakat kepada seseorang ahli agama
Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain
gelar kyai, ini juga disebut seorang Alim (orang yang dalam
pengetahuan Islamnya).14
Namun pengertian yang paling luas di Indonesia, sebutan kyai
dimaksudkan untuk para pendiri dan pemimpin pesantren, yang sebagai
12
Ibid., hlm. 129.
13
Mujamil Qomar, op., cit, hlm. 27.
14
Zamakhsyari Dhofier, op.cit., hlm. 93.
26
muslim terpelajar telah membaktikan hidupnya untuk Allah SWT serta
menyebarluaskan
dan
memperdalam
Islam
melalui
kegiatan
pendidikan, jadi pada dasarnya kyai adalah sebutan bagi orang yang
ahli dalam pengetahuan agama.15
Kyai adalah pemimpin tunggal yang memegang wewenang
hampir mutlak. Disini tidak ada orang lain yang lebih dihormati dari
pada kyai, ia merupakan pusat kekuasaan tunggal yang mengendalikan
sumber-sumber, terutama pengetahuan dan wibawa, yang merupakan
sandaran bagi santrinya. Maka kyai menjadi tokoh yang melayani
sekaligus melindungi para santri.16
Seorang kyai adalah pendidik, berbeda dengan pengajar sebab
pengajar hanya berkewajiban untuk menyampaikan materi pelajaran
kepada murid atau santri. Sedangkan pendidik bukan sekedar
menyampaikan
materi
pelajaran,
melainkan
juga
membentuk
kepribadian seorang anak didik.17
Gaya pemimpin yang karismatik yang dimiliki oleh seorang
kyai akan menjadi panutan para santri yang peduli terhadap kehidupan
masyarakat, dengan potensi kyai dan santri sebagai panutan masyarakat,
15
Nur Efendi, op. cit., hlm. 130.
16
Mujamil Qomar, op., cit, hlm. 31.
17
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, Cet. Ke-I (Bandung: CV PUSTAKA SETIA,
2011 ), hlm. 105.
27
pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam, sangat ditentukan oleh
figur seorang kyai. Semakin karismatik kyainya, maka semakin besar
kecenderungan orang mempersepsi kebesaran pesantren itu sendiri.18
b. Tugas dan Tanggung Jawab Pengasuh Pondok Pesantren
Sosok kyai di pesantren dikenal dengan penguasa tunggal,
semua santri atau anak didiknya senantiasaa hormat, patuh dan taat
terhadap kebijakan dan aturan yang diprogramkan oleh kyai. Begitu
juga dengan tugas-tugas kyai yang cukup banyak dalam pengelola
pondok pesantren, tapi semua itu bisa diatasi kecuali hanya ukuran
waktu yang membedakan antara tugas yang satu dengan tugas yang
lainnya, dalam keseharian tugas-tugas kyai di pesantren yang biasa
dilakukan antara lain:
1) Tugas selaku pemimpin pesantren
2) Tugas sebagai guru/pengajar para santri
3) Tugas selaku perencana
4) Tugas mencari dana untuk kelangsungan pesantren
5) Tugas
sebagai
mubaligh/dai
di
tengah-tengah
masyarakat,
sekaligus sebagai penuntun masyarakat dalam kegiatan ibadah.19
Tugas seorang kyai menjadi multifungsi: sebagai guru,
mubaligh, dan manajer sekaligus, sebagai guru seorang kyai
18
Mujamil Qomar, op. cit. hlm. 38.
19
Mahpuddin Noor, Potret Dunia Pesantren, Cet. Ke-I (Bandung: HUMANIORA, 2006),
hlm. 50-51.
28
menekankan pada kegiatan mendidik para santri dan masyarakat sekitar
agar memiliki kepribadian muslim yang utama, sebagai mubaligh
seorang kyai berupaya menyampaikan ajaran agama Islam kepada
siapapun yang ditemui berdasarkan prinsip memerintahkan yang baik
dan mencegah yang munkar (amar ma’ruf nahi munkar), dan sebagai
manajer seorang kyai berperan dalam hal pengendalian bawahannya di
pondok pesantren, maka dari itu kyai memegang otoritas penuh
terhadap maju mundurnya berkembanganya di pesantren.20
Seorang kyai atau guru memiliki tugas dan kompetensi yang
melekat pada dirinya antara lain:
1) Sebagai mu’alim, artinya bahwa seorang mendidik itu adalah orang
yang berilmu (memiliki ilmu) pengetahuan luas, dan mampu
menjelaskan, mengajarkan, mentransfer ilmu tersebut kepada
peserta didik, sehingga peserta didik bisa mengamalkan dalam
kehidupan.
2) Sebagai mu’adib yang artinya mendisiplinkan atau menanamkan
sopan santun.
3) Sebagai mudaris artinya orang yang memiliki tingkat kecerdasan
intelektual
lebih,
dan
berusaha
membantu
menghapus kebodohan/ketidaktahuan peserta didik.
20
Nur Efendi, op. cit.,hlm.147.
menghilangkan,
29
4) Seorang mursyid artinya orang yang memiliki kedalaman spritual
atau memiliki tingkat penghayatan yang mendalam terhadap nilainilai agama.21
Dengan tingkat konsentrasi para kyai dalam mendidik para
santrinya, maka seorang kyai bisa mengenal lebih dalam pada para
santrinya, sehingga pensikapan terhadap santri satu dengan santri lainya
bisa saja berbeda. Kyai sebagai pengelola pesantren bertanggung jawab
secara penuh atas produk yang dikeluarkanya.22
3. Pondok Pesantren
a. Pengertian Pondok Pesantren
Istilah pondok berasal dari pengertian asrama-asrama para santri
yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu atau
berasal dari bahasa Arab yaitu fundug yang berarti hotel atau
asrama.23Sedangkan kata pesantren berasal dari kata santri yang dengan
awalan pe- dan akhiran -an, yang berarti tempat tinggal para santri.24
21
A. Fatah Yasin, Dimensi-Dimensi Pendidikan Islam, Cet. Ke-I (Yogyakarta: UIN-
Malang Press, 2008), hlm. 85-86.
22
Anis Masykhur, Menakar Modernisasi Pendidikan Pesantren Mengusung Sistem
Pesantren Sebagai Sistem Pendidikan Mandiri, Cet. Ke-I (Kalimanta: Barnea Pustaka, 2010), hlm.
130.
23
Nur Efendi, op. cit., hlm. 110.
24
Mulyani Mudis Taruna, Standarisasi Penguasaan Kitab Kuning di Pondok Pesantren
Salaf (Semarang: 2011), hlm. 17.
30
Selanjutnya kata pondok dan kata pesantren digabung menjadi
satu sehingga membentuk pondok pesantren. Pondok pesantren
menurut Arifin adalah suatu lembaga pendidikan agama Islam yang
tumbuh serta diakui masyarakat sekitar dengan sistem asrama
(komplek) dimana santri-santri menerima pendidikan agama melalui
sistem pengajian atau madrasah yang sepenuhnya berada di bawah
kedaulatan dari leadership seorang atau beberapa orang kyai dengan
ciri-cri khas yang bersifat karismatik serta independen dalam segala
hal.25
Pesantren didefinisikan sebagai lembaga pendidikan tradisional
Islam untuk mempelajari, memahami, mendalami, dan mengamalkan
ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai
pedoman perilaku sehari-hari.26
Dalam penelitian ini, pesantren didefinisikan sebagai suatu
tempat pendidikan dan pengajaran yang menekankan pelajaran agama
Islam dan didukung asrama sebagai tempat tinggal santri yang bersifat
permanen. Maka pesantren kilat atau pesantren Ramadhan yang di
sekolah-sekolah umumnya misalnya, tidak termasuk dalam pengertian
ini.27
25
Nur Efendi, op. cit., hlm. 111.
26
Muljono Damopoli, Pesantren Modern IMMIM Mencetak Muslim Modern, Cet. Ke-I
(Jakarta: Rajawali Press, 2011), hlm. 57-58.
27
Mujami Qomar, op. cit., hlm. 2.
31
Ada lima unsur yang menjadi ciri pondok pesantren, kelima
unsur ini menjadi syarat utama untuk mendefinisikan sebuah pesantren.
Jika Departemen Agama menjabarkan lima unsur tersebut, adalah
1) Kyai sebagai pemimpin pondok pesantren
2) Santri yang bermukim di asrama dan belajar kepada kyai
Menurut Zamakhsyari Dhofief sesuai dengan pengamatanya
membagi santri menjadi dua klompok, yaitu:
1. Santri mukim yaitu santri-santri yang berasal dari daerah yang
jauh dan menetap dalam kelompok pesantren. Santri mukim
yang paling lama tinggal di pesantren biasanya merupakan satu
kelompok
tersendiri
yang
memegang
tanggung
jawab
mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari.
2. Santri kalong yaitu santri-santri yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap di pesantren,
untuk mengikuti pelajarannya di pesantren mereka bolak-balik
dari rumahnya sendiri.28
3) Asrama sebagai tempat tinggal para santri
4) Pengajian sebagai bentuk pengajaran kyai terhadap para santri
5) Masjid sebagai pusat pendidikan dan pusat kegiatan pondok
pesantren.29
28
Nur Efendi, op. cit., hlm. 128.
29
Anis Masykhur, op. cit., hlm. 43.
32
b. Tujuan Pesantren
Tujuan
pendidikan
pesantren
adalah
menciptakan
dan
mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi
masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat dengan jalan menjadi
kawula atau abdi masyarakat taat kepada Rasul, yaitu menjadi pelayan
masyarakat sebagaimana kepribadian Nabi Muhammad Saw (mengikuti
sunnah Nabi), mampu berdiri sendiri, bebas, dan teguh dalam
kepribadian, menyebarkan agama atau menegakkan Islam dan kejayaan
umat ditengah-tengah masyarakat dan mencintai ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian manusia.30
Tujuan umum pesantren adalah membina warga negara agar
berkepribadian Muslim sesuai dengan ajaran agama Islam dan
menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupannya
serta menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama,
masyarakat dan negara.
Adapun tujuan khusus pesantren adalah sebagai berikut:
1) Mendidik santri anggota masyarakat untuk menjadi seorang
Muslim yang bertakwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia,
memiliki kecerdasan, ketrampilan dan sehat lahir batin sebagai
warga negara yang berpancasila
30
Muhammad Fathurrahman, Implementasi Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan
Islam Peningkatan Lembaga Pendidikan Islam Secara Holistik (Praktik & Teoritik), Cet. Ke-I
(Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 238.
33
2) Mendidik santri untuk menjadikan manusia Muslim selaku kader
ulama dan mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh,
wiraswasta dalam mengamalkan sejarah Islam secara utuh dan
dinamis
3) Mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal
semangat kebangsaan agar semangat menumbuhkan manusia
pembangunan yang dapat membangun dirinya dan bertanggung
jawab kepada pembangunan bangsa dan Negara
4) Mendidik tenaga-tenaga penyuluh pembangunan mikro (keluarga)
dan regional (pedesaan/masyarakat lingkungannya)
5) Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap dalam
berbagai sektor pembangunan, khususnya mental spiritual
6) Mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat lingkungan dalam rangka usaha pembangunan
masyarakat bangsa.31
Dari beberapa poin diatas dapat disimpulakan bahwa pondok
pesantren memepunyai tujuan membentuk kepribadian muslim yang
menguasai
ajaran-ajaran
Islam
dan
mengamalkannya,
sehingga
bermanfaat bagi agama, masyarakat, dan Negara.
c. Sistem Pendidikan Pesantren
Pada sistem pendidikan dan pengajaran yang bersifat tradisional
ini oleh kalangan pesantren dan masyarakat lebih dikenal dengan istilah
31
Mujamil Qomar, op. cit., hlm. 6-7.
34
pesantren salafi. Jenis pesantren ini tetap mempertahankan pengajaran
kitab-kitab klasik sebagai inti pembelajarannya.32
Sistem pendidikan yang dilakukan didalam pesantren ialah
melakukan kegiatan sepanjang hari, santri tinggal di asrama dalam satu
kawasan bersama kyai, ustad dan santri senior. Oleh karena itu,
hubungan yang terjalin antara santri dan kyai dalam proses pendidikan
berjalan intensif, tidak sekedar hubungan formal, ustad dengan santri di
dalam kelas, dengan demikian kegiatan pendidikan berlangsung
sepanjang hari, dari pagi hingga malam hari.33
Dalam kegiatan pembelajaran, pesantren umumnya melakukan
pemisahan tempat antara pembelajaran santri putra dan santri putri,
mereka diajar secara terpisah. Pada beberapa pesantren lain ada yang
menyelenggarakan kegiatan pendidikannya secara bersama antara santri
putra dan santri putri dalam satu tempat yang sama dengan diberi hijab
(pembatas) berupa kain atau kayu.34
Sistem pengajaran yang sangat umum di pesantren adalah sistem
bandongan atau wetonan, dalam pelaksanaannya kyai mengartikan kata
demi kata, dan para santri secara keseluruhan mengartikan kitab yang
dibacakan oleh kyai. Ada juga sistem sorogan yang mirip dengan
32
Muhammad Fathurahman, op. cit., hlm. 246.
33
Mujamil Qomar, op. cit., hlm. 64.
34
M. Zainuddin, op. cit., hlm. 87.
35
pembelajaran secara privat, di mana santri-santri baru di berikan
bimbingan secara individu.35
Dalam mengikuti sistem sorogan dan bandongan dalam
menerjemahkan kitab-kitab Islam klasik kedalam bahasa Jawa, dalam
kenyataannya tidak hanya sekedar membicarakan bentuk (form) dengan
melupakan isi ajaran yang tertuang dalam kitab-kitab tersebut. Para kyai
sebagai pembaca dan penerjemah kitab tersebut, bukanlah sekedar
membaca teks, tetapi juga memberikan pandangan-pandangan pribadi,
baik mengenai isi maupun bahasa pada teks.36
d. Fungsi dan Peran Pondok Pesantren
Pesantren pada masa yang paling awal (masa Syaikh Maulana
Malik Ibrohim) berfungsi sebagai tempat pusat pendidikan dan
penyiaran agama Islam, kedua fungsi ini bergerak saling menunjang,
pendidikan dapat dijadikan bekal dalam mengumandangkan dakwah
sedangkan dakwah itu sendiri bisa dimanfaatkan sebagai sarana dalam
membangun sistem pendidikan. Oleh karena itu, menurut Ma’shum,
fungsi pesantren semula mencangkup tiga aspek yaitu fungsi religius
(Diniyyah), fungsi sosial (Ijtimaiyyah), dan fungsi edukasi (Tarbiyyah).
Ketiga fungsi ini masih berlangsung hingga sekarang.37
35
Mahpuddin Noor, op. cit., hlm. 23.
36
Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 88.
37
Mujamil Qomar, op. cit., hlm. 23.
36
Keberadaan pondok pesantren santri dapat melatih diri dengan
ilmu-ilmu yang praktis, seperti ketrampilan bahasa Arab, tahfizd Alqur’an dan ketrampilan agama lainnya, sedangkan bagi kyai atau ustadz
dapat memudahkan kontrol terhadap santri, termasuk memudahkan
memproteksi santri dari budaya luar yang tidak kondusif.
Pada pondok pesantren berlangsung sitem pembelajaran secara
keseluruhan, ini merupakan fase penting dalam proses pembinaan
akhlak bagi kader umat di masa depan. Oleh karena itu, tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa pondok pesantren merupakan lembaga
pendidikan pertama mengembangkan lingkungan hidup dalam arti
mengembangkan sumber daya manusia dari segi moral dan akhlaknya.
Maka eksistensi pondok pesantren sangat erat kaitanya dengan
kepentingan seseorang santri dalam menimba ilmunya secara mendalam
terhadap seorang kyai.38
e. Jenis-Jenis Pondok Pesantren
Pesantren sekarang ini dapat di bedakan menjadi dua macam,
yaitu pesantren tradisional dan pesantren modern. Sistem pendidikan
pesantren tradisional sering disebut sistem salaf, yaitu sistem yang tetap
mempertahankan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikan di pesantren. Sedangkan pondok pesantren modern
merupakan sistem pendidikan yang berusaha mengintegrasikan secara
38
Amiruddin Nahrawi, Pembaharuan Pendidikan Pesantren, Cet. Ke-I (Yogyakarta:
GAMA MEDIA, 2008), hlm. 24.
37
penuh sistem tradisional
dan sistem sekolah formal
(seperti
madrasah).39
Dhofier memandang dari perspektif keterbukaan terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi, kemudian membagi pesantren
menjadi kategori yaitu pesantren salafi dan khalafi. Pesantren salafi
tetap mengajarkan pengajaran kitab-kitab Islam klasik sebagai inti
pendidikanya, penerapan sistem madrasah untuk memudahkan sistem
sorogan yang dipakai dalam lembaga-lembaga pengajian bentuk lama,
tanpa
mengenalkan
pengajaran
pengetahuan
umum,
sedangkan
pesantren khalafi telah memasukan pelajaran-pelajaran umum dalam
madrasah-madrasah yang dikembangkan atau membuka tipe-tipe
sekolah umum di dalam lingkungan pondok pesantren.40
Pondok pesantren mengalami variasi dilihat dari orientasi dan
strategi pembelajaranya, ada tiga kategori pondok pesantren yaitu
diantaranya:
1) Pondok Pesantren Salafiyah
Pondok pesantren salafiyah merupakan jenis pondok
pesantren yang berorientasi mengajarkan pengetahuan agama
sepenuhnya (tafaquh fi addin), dengan metode sorogan/bandungan.
Pondok pesantren salafiyah sering dikategorikan sebagai pondok
39
Mulyani Mudis Taruna, op. cit,. hlm. 2.
40
Mujamil Qomar, op. cit., hlm. 16-17.
38
pesantren tradisional karena menekankan pada pengajaran kitab
kuning.
2) Pondok Pesantren Kholafiyah
Pondok pesantren kholafiyah yang juga sering disebut
pondok pesantren modern merupakan jenis pondok pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan formal klasikal yang mengajarakan
pengetahuan umum.
3) Pondok Pesantren Kombinasi
Pondok pesantren merupakan jenis Pondok pesantren baik
salafiyah
maupun
khalafiyah
ditambah
degan
jenis
yang
berorientasi pada pemberdayaan masyarakat sekitar.41
f. Kurikulum Pesantren
Kurikulum merupakan salah satu instrumen dari suatu lembaga
pendidikan, termasuk pendidikan pesantren. Kurikulum merupakan
pengantar materi yang dianggap efektif dan efesien dalam penyampaian
misi dan pengoptimalisasian sumber daya manusia (santri). Dalam
upaya mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum pesantren “salaf” yang statusnya sebagai lembaga
pendidikan non-formal hanya mempelajari kitab-kitab klasik Islam
yang meliputi: Tauhid, Tafsir, Hadis, Figh, Ushul Figh, Tasawuf,
Bahasa Arab, (Nahwu, Sharaf, Balaghah dan Tajwid), Mantik, Akhlak.
Pelaksanaan
41
kurkulum
pendidikan
Mulyani Mudis Taruna, op. cit., hlm. 9-10.
pesantren
ini
berdasarkan
39
kemudahan dan kompleksitas ilmu atau masalah yang dibahas dalam
kitab. Jadi ada tingkat awal, menengah dan tingkat lanjutan.42
B. Pembelajaran Kitab Kuning
1. Pengertian Kitab Kuning
Kitab kuning adalah bagian warisan peradaban Islam yang sangat
berharga, di sanalah sumber informasi dunia Islam baik sejarah, teknologi,
dan pengetahuan lainya. Selama ini, hanya dunia pesantren yang mampu
mengenal, membaca dan menggali isi kitab kuning tersebut.43
Kitab-kitab klasik biasanya ditulis atau dicetak di kertas berwarna
kuning dengan memakai huruf Arab dalam bahasa Arab, Melayu, Jawa
dan sebagainya. Huruf-hurufnya tidak diberi vokal atau harakat atau biasa
disebut dengan “kitab gundul”. Lembaran-lembarannya terpisah-pisah atau
biasa disebut dengan koras. Satu koras terdiri dari 8 (delapan) lembar.
Kitab tersebut diberi penjelasan atau terjemahan disela-sela barisnya
dengan bahasa pegon atau bahasa Jawa yang ditulis dengan huruf Arab.44
Pengajaran kitab-kitab klasik Islam merupakan salah satu elemen
yang tidak terpisahkan dari sistem pesantren. Bahkan ada seseorang
peneliti yang mengatakan, sebagaimana yang dikutip Arifin, apabila
pesantren tidak lagi mengajarkan kitab-kitab kuning, maka keaslian
42
Abdurrahman Mas’ud, at. al. Dinamika Pesantren dan Madrasah, Cet. Ke-I (Yogyakarta:
Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, 2002), hlm. 88.
43
Anis Masykhur, op. cit., hlm. 141.
44
Nur Efendi, op. cit., hlm. 129.
40
pesantren itu semangkin kabur dan lebih tepat dikatakan sebagai sistem
perguruan atau madrasah dengan sistem asrama dari pada sebagai
pesantren, hal tersebut dapat berarti bahwa kitab-kitab Islam klasik
merupakan bagian integral dari nilai dan faham pesantren yang tidak dapat
dipisah-pisahkan.45
Tujuan utama dari pengkajian kitab-kitab kuning (kitab klasik
Islam) adalah untuk mendidik calon-calon ulama dan untuk itu diperlukan
waktu yang cukup lama (thul zaman) tinggal di pesantren, thul zaman
menjadi prasyarat bagi seorang santri, jika ingin berhasil menguasai ilmu
pesantren.46
2. Materi Pembelajaran Kitab Kuning
Dominasi kitab bahasa dan fiqih melahirkan popularitas suatu jenis
kitab. Dunia Islam memandang sepertinya lambang pesantren diukur dari
literaturnya, sehingga dapat diwakili oleh kitab-kitab yang populer. Ada
dua kitab yang paling populer di pesantren yaitu: kitab Alfiyyah dan kitab
Taqrib. Kitab Alfiyah melambangkan dominasi bahasa sedang kitab Taqrib
menunjukan dominasi fiqih.47Keseluruhan kitab-kitab kuning yang
diajarkan sebagai materi pembelajaran di pesantren secara sederhana dapat
dikelompokkan ke dalam sembilan kelompok, yaitu: Tajwid, Tafsir, Ilmu
45
Ibid., hlm. 128.
46
Anis Masykhur, op. cit., hlm. 50.
47
Mujamil, Qomar, op. cit., hlm. 126.
41
Tafsir, Hadits, Aqidah/Tasawuf, Fiqh, Ushul Fiqh, Nahwu dan Sharaf
(Morfologi), Mantiq dan Balaghah, dan Tarikh Islam.48
Kitab yang dipelajari adalah kitab berbahasa Arab yang merupakan
literatur dari berbagai abad, ada sebuah keyakinan bahwa buku-buku teks
salaf memperhatikan ilmu-ilmu agama sebagaimana dipegangi oleh
masyarakat muslim dan imam-imam besar di masa lalu.49
3. Metode-Metode Pembelajaran Kitab Kuning
Kata metode berasal dari bahasa Yunani. Secara etimologi, kata
metode berasal dari dua suku kata, yaitu meta dan hodos. Meta berarti
melalui dan hodos berarti jalan atau cara, menurut Ahmad Husain alLiqaniy metode adalah langkah-langkah yang diambil seseorang pendidik
guna membantu peserta didik merealisasikan tujuan tertentu.50
Bentuk Metode-metode Pembelajaran
1) Metode Bandongan
Pelajaran diberikan secara kelompok, seluruh santri. Kata
bandongan, berasal dari bahasa Jawa bandong artinya pergi
berbondong-bondong secara berkelompok. Pelajaran disampaikan
dalam bahasa Jawa atau bahasa Madura, menurut bahasa pengasuh
pondok pesantren.51Dalam sistem ini kelompok murid (antara 5
48
M. Zainuddin, op. cit., hlm. 87.
49
Anis Masykhur, op. cit., hlm. 51.
50
Moh. Haitami, op. cit., hlm. 210.
51
Muhammad Fathurrohman, op. cit., hlm. 247.
42
sampai 500 murid) mendengarkan seorang guru yang membaca,
menerjemahkan, menerangkan, bahkan seringkali mengulas bukubuku Islam dalam bahasa Arab.52
2) Metode Sorogan
Sorogan berasal dari kata sorog artinya menyodorkan. Yaitu
bentuk belajar mengajar dimana kyai hanya menghadapi seorang
santri atau sekelompok kecil yang masih dalam tingkat dasar. Sistem
pengajaran dengan pola sorogan dilaksanakan dengan jalan santri
yang biasanya pandai menyodorkan sebuah kitab kepada kyai untuk
membaca dihadapan kyainya.53
3) Metode Wetonan
Wetoana berasal dari kata wektu (Jawa) yang berarti waktu,
karena pengajaran ini diberikan pada waktu-waktu tertentu. Metode
ini adalah cara belajar secara berkelompok yang diikuti oleh para
santri dan biasanya kyai menggunakan bahasa daerah setempat yang
berlangsung menterjemahkannya kalimat demi kalimat dari kitab
yang dipelajarinya.
4) Metode Musyawarah
Musyawarah ialah sistem belajar dalam bentuk seminar untuk
membahas setiap masalah yang berhubungan dengan pelajaran santri
di tingkat tinggi. Pada metode ini menekan adanya keaktifan pada
52
Zamakhsyari Dhofier, op. cit., hlm. 54.
53
Muhammad Fathurrohman, op. cit.
43
santri dalam menelaah dan memahami kitab yang telah diajarkan,
sedangkan kyainya hanya mengontrol jalannya musyawarah serta
membimbing seperlunya.54
4. Evaluasi Pembelajaran Kitab Kuning
Salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh guru adalah
evalusi pembelajaran. Kompetensi ini sejalan dengan tugas dan
tanggung jawab guru dalam pembelajaran, yaitu mengevaluasi
pembelajaran termasuk di dalamnya melaksanakan penilaian proses dan
hasil belajar.55
Pada hakikatnya evalusai adalah suatu proses yang sistematis
dan berkelanjutan untuk menentukan kualitas (nilai dan arti) dari
sesuatu, berdasarkan bertimbangan dan kriteria tertentu dalam rangka
pembuatan keputusan. Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam
mengevaluasi pembelajaran yaitu:
1) Evaluasi adalah suatu proses bukan suatu hasil. Hasil yang diproleh
dari kegiatan evaluasi adalah kualitas tertentu, sedangkan kegiatan
untuk samapai pada pemberian nilai dan arti itu adalah evaluasi
2) Tujuan evaluasi adalah untuk menentukan kualitas sesuatu
3) Dalam proses evaluasi harus ada pemberian pertimbangan.56
54
Ibid., hlm. 247.
55
Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Cet. Ke-IV, (Bandung: PT REMAJA
ROSDAKARYA, 2014), hlm. 1.
56
Ibid., hlm. 5-6.
Download