17 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Perdagangan Internasional
Perdagangan Internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar
negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan
(2001:196) mendefinisikan perdagangan juga dapat didefinisikan sebagai proses
tukar-menukar atas barang atau jasa yang didasarkan atas kehendak sukarela dari
masing-masing pihak. Perdagangan internasional dibagi menjadi dua jenis yakni
perdagangan barang (fisik) dan perdagangan jasa (non fisik). Manfaat dari
kegiatan perdagangan internasional antara lain :
1) Membantu menjelaskan arah komposisi perdagangan antar negara serta
bagaimana efek terhadap struktur perekonomian suatu negara.
2) Dapat menunjukan adanya keuntungan yang timbul dari perdagangan
internasional tersebut atau gain from trade.
Perdagangan diartikan sebagai proses tukar-menukar yang didasarkan
kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Masing-masing pihak harus
mempunyai kebebasan untuk menentukan untung rugi pertukaran tersebut dari
sudut kepentingan masing-masing dan kemudian menentukan apakah bersedia
melakukan pertukaran atau tidak. Pada dasarnya pertukaran atau perdagangan
timbul karena salah satu atau kedua belah pihak melihat adanya manfaat atau
keuntungan
tambahan
yang
bisa
diperoleh
(Boediono,1993:10).
17
dari
pertukaran
tersebut
Jadi perdagangan internasional secara umum dapat didefinisikan sebagai
suatu kegiatan yang mencakup ekspor dan impor, baik berupa barang maupun jasa
yang dilakukan antar negara atas pertimbangan tertentu (keuntungan) dan
dilakukan tanpa adanya tekanan dari pihak manapun juga. Menurut Hamdy
(2001:24) teori perdagangan internasional dapat digolongkan ke dalam 3
kelompok, yaitu :
1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme)
Ide pokok merkantilisme adalah negara atau raja akan kaya atau makmur
dan kuat apabila ekspor lebih besar dari pada impor (X > M). Surplus dari X – M
(ekspor netto) diselesaikan dengan pemasukan logam mulia terutama emas dan
perak dari luar negeri, karena pada waktu itu logam mulia dipakai sebagai alat
pembayaran.
Kebijakan
perdagangan
dilakukan
oleh
merkantilis
dalam
melaksanakan ide pokok tersebut dengan cara melaksanakan ekspor sebesarbesarnya kecuali logam mulia dan melarang atau membatasi impor dengan ketat
kecuali logam mulia.
2) Teori Klasik
a. Teori Keunggulan Mutlak (Absolut Advantage) Adam Smith
Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain
from trade) karena melakukan spesialisasi produksi, dan mengekspor barang jika
negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolut advantage), serta
mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak (absolut
disadvantage). Pokok pikiran Adam Smith dalam teori perdagangan internasional
adalah, bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional
(gain from trade) karena melakukan spesialisasi produk dan mengekspor barang
18
jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak dan mengimpor barang bagi
negara yang memiliki ketidakunggulan mutlak.
Perdagangan internasional akan terjadi dan akan menguntungkan apabila
masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda. Dan apabila
hanya satu negara yang memiliki keunggulan absolut maka tidak akan terjadi
perdagangan internasional yang menguntungkan. Kelemahan teori Adam Smith
ini disempurnakan oleh David Ricardo dengan Teori Keunggulan Komparatif.
b. Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantage) David Ricardo
Hamdy (2001:32) menyatakan bahwa Teori David Ricardo didasarkan
pada nilai tenaga kerja atau Theory of Labour Value yang menyatakan bahwa nilai
suatu produk ditentukan oleh jumlah waktu atau jam kerja yang diperlukan untuk
memproduksinya. Suatu negara akan mendapatkan manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang-barang
dimana negara tersebut dapat berproduksi lebih efisien dan mengimpor barang
yang produksinya kurang efisien. Sekalipun suatu negara mengalami kerugian
dalam memproduksi barang jika dibandingkan dengan negara lain, namun
perdagangan masih bisa berlangsung dan saling menguntungkan.
3) Teori Modern: Teori Heckscher – Ohlin (Teori H – O)
Teori perdagangan selanjutnya dikembangkan oleh ahli ekonomi dari
Swedia, yaitu Eli Heckscher dan Bertil Ohlin yang terkenal dengan teori
Heckscher – Ohlin. Teori yang lebih modern ini menyatakan, bahwa terjadinya
perdagangan internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktorfaktor pemberian alam dan intensitas penggunaan faktor produksi. H – O
19
menyatakan bahwa setiap negara akan mengekspor barang yang diproduksinya
menggunakan faktor produksi yang persediaannya melimpah dan murah secara
intensif serta mengimpor barang yang produksinya menggunakan faktor produksi
yang persediaannya langka dan mahal secara insentif (Hamdy, 2001 : 39).
2.1.2 Konsep Ekspor
Amir (1992 : 2) mendefinisikan bahwa kegiatan ekspor diartikan dengan
pengeluaran barang-barang dari peredaran masyarakat dan mengirimkan keluar
negeri sesuai dengan ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam
bentuk valuta asing.
Menurut Collins (1994 : 218), pengertian ekspor dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1) Suatu barang yang diproduksi dan secara fisik diangkut dan dijual di pasar
luar negeri, kemudian diperoleh penerimaan dalam mata uang asing. Ekspor
seperti ini disebut ekspor yang dapat dilihat (Visible Export).
2) Suatu jasa yang disediakan bagi orang asing baik di dalam negeri (sebagai
contoh, kunjungan wisatawan mancanegara) maupun di luar negeri (sebagai
contoh, perbankan dan asuransi) yang keduanya menghasilkan mata uang
asing. Ekspor seperti ini disebut ekspor yang tidak dapat dilihat (Invisible
Export).
3) Modal yang ditempatkan di luar negeri dalam bentuk investasi portofolio,
investasi langsung luar negeri dalam bentuk aset fisik dan deposito bank
disebut ekspor modal.
20
Sukirno (2000 : 109) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang
menentukan ekspor adalah sebagai berikut:
1)
Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain
Dalam suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan
suatu negara menjual barang ke luar negeri tergantung pada kemampuannya
menyaingi barang-barang yang sejenis di pasar internasional. Besarnya
pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk
di negara lain. Kemajuan yang pesat di berbagai negara akan meningkatkan
ekspor suatu negara.
2)
Proteksi di negara-negara lain
Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu negara.
3)
Kurs dollar Amerika
Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara
pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang
mengakibatkan volume ekspor negara pengekspor meningkat.
Kebijaksanaan dalam bidang ekspor diarahkan pada peningkatan daya
saing dan perluasan pasar luar negeri, yang ditempuh dengan upaya-upaya
peningkatan
efisiensi
produksi
perbaikan
mutu
komoditas,
jaminan
kesinambungan dan ketepatan waktu penyerahan serta penganekaragaman
produksi di pasar. Untuk mendukung semua itu dilakukan penyempurnaan sarana
dan prasarana perdagangan termasuk informasi pasar, peningkatan promosi,
peningkatan akses pasar, serta pemantapan sarana dan prasarana penunjang
ekspor, seperti: perkreditan, asuransi, lalu lintas keuangan dan perangkat hukum.
2.1.3
Konsep Kurs Valuta Asing
21
Hamdy (2001:24) mengartikan valas atau foreign exchange (forex) atau
foreign currency sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang
digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan
internasional atau luar negeri dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada
Bank Sentral atau Bank Indonesia.
Mata uang asing yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan
kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut
sebagai hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadangkadang mengalami apresiasi atau kenaikan terhadap mata uang lainnya.
Sedangkan soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai
alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering
mengalami depresi atau penurunan terhadap mata uang lainnya (Hamdy,
2001:24). Kurs (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana
penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2000:192).
Mankiw membagi kurs menjadi 2 yaitu :
1) Kurs Nominal (nominal exchange rate)
Adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Contoh : jika kurs antara
dollar AS dan Jepang adalah 120 yen per dollar, maka anda bisa menukar 1
dollar untuk 120 yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang
yang ingin mendapatkan dollar akan membayar 120 yen untuk setiap dollar
yang dibelinya. Orang Amerika yang ingin mendapatkan yen akan
mendapatkan 120 yen untuk setiap dollar yang ia bayar.
2) Kurs Riil (real exchange rate)
22
Adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs riil menyatakan
tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara
untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil kadang-kadang disebut terms
of trade. Untuk melihat hubungan diantara kurs riil dan kurs nominal dapat
dicontohkan sebagai berikut: Harga mobil Amerika adalah $10.000 dan harga
mobil Jepang 2.400.000 yen. Untuk membandingkan harga dari kedua mobil
tersebut, kita harus mengubahnya menjadi mata uang umum. Jika satu dollar
bernilai 120 yen, maka harga mobil Amerika adalah 1.200.000 yen.
Membandingkan harga mobil Amerika (1.200.000 yen) dan harga mobil
Jepang (2.400.000 yen), dapat disimpulkan bahwa harga mobil Amerika
separuh dari harga mobil Jepang. Kurs riil dapat dihitung dari kurs nominal
dan tingkat harga di kedua negara. Jika kurs riil tinggi, barang-barang luar
negeri relatif murah dan barang-barang domestik relatif mahal. Dan Jika kurs
riil rendah, barang-barang luar negeri relatif mahal dan barang-barang
domestik relatif murah.
Kestabilan volume tukar rupiah sangatlah diperlukan agar kegiatan
ekonomi dapat berlangsung lebih mantap. Hal ini disebabkan karena produsen
atau eksportir dapat merencanakan kegiatan mereka secara lebih pasti. Ada
beberapa sistem kurs yang dapat menjaga kestabilan volume tukar, diantaranya :
1) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Adalah kurs yang ditentukan oleh badan yang berwenang di bidang moneter
(otoritas moneter), untuk waktu tertentu kurs ini tidak berubah-ubah. Apabila
volume mata uang negara tersebut berubah maka otoritas moneter yang berhak
mengambil kebijakan untuk mengembalikan volume tukar ke volume yang
23
ditetapkan. Konsekuensi dari kebijakan volume tukar tetap adalah otoritas
moneter harus bisa memperkirakan dengan tepat volume tukar equilibrium
yang harus dipertahankan agar tidak over value, sehingga dibutuhkan
cadangan devisa yang besar untuk melakukan intervensi, dibutuhkan
koordinasi kebijakan moneter antar negara. Keunggulan dari kurs tetap adalah
penerapannya lebih mudah daripada aturan kebijakan lain, karena penawaran
uang menyesuaikan secara otomatis, selain itu menurunkan sebagian dari
ketidakpastian dalam transaksi bisnis internasional.
2) Sistem Kurs Mengambang atau Berubah (Floating Exchange Rate System)
Kebijakan sistem kurs ini adalah dengan memberikan kebebasan atau
mengambangkan pada pasar untuk mencapai volume keseimbangan, sehingga
tinggi rendahnya kurs tergantung dari permintaan dan penawaran. Keunggulan
dari kurs mengambang adalah kurs mengambang membuat para pembuat
kebijakan moneter bebas mengejar tujuan-tujuan selain stabilitas kurs, seperti
menstabilkan kesempatan kerja atau harga. Sistem kurs mengambang terdiri
dari:
a. Sistem Kurs Mengambang Bebas
Penentuan volume tukar ini terjadi tanpa adanya campur tangan dari
otoritas moneter. Oleh sebab itu, kebijakan moneter dapat lebih
independent. Otoritas moneter bisa menetapkan supply rupiah dan
membiarkan pasar valuta asing menentukan volume tukar, sehingga
sasaran kebijakan moneter terfokus dan lebih efektif dalam mengendalikan
inflasi.
b. Sistem Kurs Mengambang Terkendali
24
Penentuan volume tukar ini dibiarkan secara bebas sesuai dengan
permintaan dan penawaran pasar tetapi berbagai intervensi kebijakan
masih dipakai untuk menjaga agar volume tersebut berada pada target
volume yang ditentukan.
c. Sistem Kurs Terkait
Sistem volume tukar yang ditetapkan dengan cara mengaitkan volume
tukar mata uang suatu negara dengan volume tukar negara lain atau
sejumlah mata uang tertentu. Salah satu variasi dari sistem kurs terkait
adalah Currency Board System (CBS) yang diterapkan oleh beberapa
negara yang mengalami kesulitan moneter. Currency Board System (CBS)
dilaksanakan dengan cara mengaitkan dan menetapkan volume tukar tetap
antara mata uang suatu negara dengan Hard Currency tertentu didasarkan
kepada jumlah mata uangnya yang beredar dan cadangan devisa yang
dimilikinya (Hamdy, 2001 : 20).
2.1.4
Hubungan Kurs Dollar dengan Ekspor
Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi atau apresiasi nilai mata uang
akan mengakibatkan perubahan atas ekspor maupun impor. Sukirno (2000 : 319)
menyatakan bahwa jika kurs mata uang rupiah mengalami depresiasi, yaitu nilai
mata uang dalam negeri melemah dan berarti nilai mata uang asing menguat
kursnya (kurs dollar Amerika Serikatnya) akan menyebabkan ekspor meningkat
dan impor cenderung menurun. Dimana dengan peningkatan kurs dollar maka
konsumen di luar negeri memiliki kemampuan membeli lebih banyak. Jadi kurs
valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan ekspor. Apabila nilai kurs
25
dollar Amerika Serikat meningkat, maka ekspor juga akan meningkat. Jadi, antara
kurs dollar Amerika Serikat dengan ekspor memiliki hubungan yang positif.
2.1.5
Konsep Suku Bunga Kredit
Pengertian dasar tingkat suku bunga sebagai harga dari uang untuk jangka
waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai “harga” ini bisa dinyatakan
sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah
sekarang dengan satu rupiah nanti, misalnya setahun (Boediono, 1993:75).
Sedangkan suku bunga menurut Bank Indonesia (2001:17) adalah harga atau balas
jasa yang dibayarkan oleh masyarakat pada bank atas bayaran yang telah
diberikan untuk jangka waktu tertentu.
Kasmir (1996:121), membagi bunga dalam kegiatan sehari-hari menjadi
dua bagian yaitu:
1) Bunga simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas
jasa bagi nasabah yang menyimpan uang di bank. Bunga simpanan merupakan
harga yang harus dibayar bank kepada masyarakat, sebagai contoh : jasa giro
atau tabungan, dan bunga deposito.
2) Bunga pinjaman, yaitu bunga yang diberikan kepada peminjam atau harga
yang harus dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh
bunga kredit.
Bank Indonesia (2007:9) mendefinisikan bunga kredit sebagai sejumlah
ganti rugi atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi peminjam,
bunga kredit dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos yang dikeluarkan
olehnya. Sedangkan bagi bank bunga kredit dipandang sebagai pendapatan bank
26
yang menguntungkan. Berdasarkan tujuannya, bunga kredit timbul karena
pemakaian uang untuk:
1) Kredit Modal Kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank
untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan.
2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk pembelian
barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminjam untuk
diinvestasikan berupa rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha, dan
pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan menanam modal ( bukan
untuk modal kerja), sehingga kredit ini bersifat produktif dimana perusahaan
yang diberikan kredit mempunyai perencanaan yang terarah.
3) Kredit untuk konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan konsumsi
dengan cara membeli, menyewa, ataupun dengan cara yang lain.
2.1.6
Hubungan Suku Bunga Kredit dengan Ekspor
Kredit bagi kegiatan produksi menjadi modal kerja yang dapat mendorong
kelancaran produksi suatu komoditi, tidak terkecuali komoditas yang berorientasi
ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat suku bunga yang
merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan produksi.
Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat meminjam kredit
di Bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk modal kerja dan berproduksi
sehingga produksi akan meningkat dan ekspor juga akan meningkat (Nanga, 2001
:124). Jadi, antara tingkat suku bunga kredit dengan ekspor memiliki hubungan
yang negatif.
27
2.1.7
Konsep Investasi
Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai
pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatanperalatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah
barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa di masa depan (Sukirno, 2000: 366).
Nanga (2001 : 124) membagi investasi menjadi dua macam yaitu:
1) Autonomus Investment, yaitu investasi yang tidak dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan, tetapi lebih banyak ditentukan oleh perubahan-perubahan yang
bersifat jangka panjang, misalnya investasi pada rehabilitasi prasarana jalan,
irigasi dan sebagainya. Walaupun investasi ini tidak mempunyai kaitan
dengan tingkat pendapatan tetapi secara tidak langsung (dengan sendirinya)
dilaksanakan untuk memperlancar roda perekonomian itu sendiri. Investasi
jenis ini biasanya banyak dilakukan oleh sektor pemerintah, karena investasi
ini akan menyangkut banyak aspek sosial budaya yang ada di masyarakat.
2) Induced Investment, yaitu macam investasi yang mempuyai kaitan dengan
tingkat pendapatan, misalnya adanya kenaikan pendapatan yang ada pada
masyarakat di suatu tempat atau negara menyebabkan kenaikan kebutuhan
barang tertentu. Kenaikan atau pertambahan permintaan terhadap barang
sudah tentu akan mendorong untuk melakukan investasi.
Menurut Deliarnov (1995 : 84), faktor-faktor yang menentukan jumlah
investasi antara lain:
1) Inovasi dan teknologi
28
Adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara produksi lama menjadi
tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menanamkan investasi
untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih.
2) Tingkat perekonomian
Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan
makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung yang pada gilirannya
akan diinvestasikan pada usaha yang menguntungkan.
3) Ramalan atau harapan orang tentang perekonomian di masa mendatang.
4) Tingkat keuntungan perusahaan
5) Situasi politik
Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi pengusaha, tingkat investasi akan tinggi.
Investasi swasta di Indonesia yang berlaku dengan kemudahan-kemudahan
fasilitas adalah berupa penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman
modal asing (PMA).
Menurut Undang-Undang No. 25 Tahun 2007, PMDN adalah kegiatan
menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia
yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal
dalam negeri. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara
Indonesia, badan usaha Indonesia, Negara Republik Indonesia, atau daerah yang
melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.
Pengertian penanaman modal asing (PMA) menurut Undang-Undang
No.25 tahun 2007 adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing,
29
baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan
dengan penanam modal dalam negeri. Penanaman modal asing adalah
perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, atau pemerintah asing yang
melakukan penanaman modal di wilayah Negara Republik Indonesia.
Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam bentuk investasi
langsung dan investasi portofolio. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar
modal dengan instrumen surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi
langsung dikenal dengan PMA merupakan bentuk investasi dengan jalan
membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan.
2.1.8
Hubungan Investasi Dengan Ekspor
Sukirno (2000:105) mengartikan investasi sebagai pengeluaran atau
pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan membeli barang-barang modal
dan
perlengkapan-perlengkapan
produksi
untuk
menambah
kemampuan
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa dalam perekonomian. Melalui teori
tersebut, dengan meningkatnya investasi dan bertambahnya kemampuan produksi
suatu negara maka akan menyebabkan meningkatnya ekspor barang dan jasa. Di
Indonesia, investasi yang menguatkan ekspor adalah “Pakto 1993” yang
dikeluarkan pemerintah, yang merupakan pelunakan dari Peraturan Pemerintah
No 17 Tahun 1992 mengenai penanaman modal dimana didalamnya dijelaskan
bahwa adanya keharusan ekspor bagi (PMA dan PMDN) yang direalisasikan
sebesar 80 persen dari hasil produksi. Dengan ketentuan ini semakin tinggi
investasi, maka akan semakin besar ekspor yang akan dilakukan. Jadi terdapat
hubungan yang positif antara investasi dan ekspor.
30
2.2
Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya
Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ariyanto Budi (2007) dengan
judul “Analisis Pengaruh Kurs Yen Jepang, Tingkat Inflasi Dalam Negeri Dan
Kebijakan Subsidi Bahan Bakar Minyak Terhadap Volume Ekspor Udang
Indonesia Ke Jepang Periode 1990-2006” membahas tentang signifikansi
pengaruh kurs yen Jepang, tingkat inflasi dalam negeri dan kebijakan subsidi
bahan bakar minyak terhadap volume ekspor udang Indonesia ke Jepang baik
secara simultan dan parsial dengan teknik analisis yaitu regresi linear berganda
serta melihat
hasil nilai koefisien berganda. Dari hasil regresi diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut:
Ln Yi = 11,346 – 0,054 Ln X1 – 0,07 X2 – 0,170 Di + μi
Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa secara simultan variabel bebas
secara serempak berpengaruh terhadap variabel terikat dengan F-hitung = 12,639 >
F-tabel =3,41. Kemudian secara parsial kurs yen Jepang tidak berpengaruh nyata
dan positif terhadap volume ekspor udang Indonesia ke Jepang (t-hitung =1,683 < ttabel=
1,771). Sedangkan tingkat inflasi dalam negeri tidak berpengaruh nyata dan
negatif terhadap volume ekspor udang Indonesia ke Jepang (t-hitung = 5,093 > ttabel=
-1,771). Serta kebijakan subsidi BBM tidak berpengaruh terhadap volume
ekspor udang Indonesia ke Jepang (t-hitung = -2,473 < t-tabel = -1,771).
Nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,745 berarti 74,50 persen variasi
naik turunnya volume ekspor udang Indonesia ke Jepang dipengaruhi oleh variasi
kurs yen Jepang, tingkat inflasi dalam negeri dan kebijakan subsidi bahan bakar
31
minyak, sedangkan 25,50 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
dimasukkan ke dalam model.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, yaitu terletak pada
variabel terikat yaitu volume ekspor udang, sedangkan pada penelitian ini
menggunakan variabel volume ekspor minyak kelapa sawit ke India. Pada
penelitian sebelumnya menggunakan inflasi sebagai variabel bebasnya, sedangkan
pada penelitian ini menggunakan investasi dan suku bunga kredit sebagai variabel
bebas. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah sama-sama
menggunakan kurs valuta asing sebagai variabel bebasnya serta menggunakan
teknik analisis data analisis regresi linear berganda (uji-t dan uji-F).
Penelitian kedua dilakukann oleh Shusana Putra dengan judul “Prospek
Perkembangan Ekspor Kerajinan Bambu Di Daerah Bali Tahun 2007-2011”
dengan
menggunakan
teknik
analisis
trend
diperoleh
bahwa
prospek
perkembangan volume ekspor kerajinan bambu di Daerah Bali tahun 2007-2011
meningkat.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama
menggunakan trend untuk mencari prospek ekspor. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian dan lokasi
penelitiannya, pada penelitian sebelumnya memakai volume ekspor kerajinan
bambu dengan prospek perkembangan pada tahun 2007-2011 dan lokasi
penelitian yaitu daerah Bali, sedangkan pada penelitian ini objeknya adalah
volume ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India dengan prospek pada
tahun 2008-2012 dan lokasi penelitian yaitu Indonesia.
32
2.3
Rumusan Hipotesis
Berdasarkan pokok masalah dan kajian pustaka yang telah diuraikan, maka
dapat dirumuskan hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini, yaitu:
1) Diduga, bahwa prospek ekspor minyak kelapa sawit Indonesia ke India
mengalami peningkatan.
2) Diduga, bahwa kurs dollar Amerika Serikat, suku bunga kredit dan investasi
secara serempak berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor minyak
kelapa sawit Indonesia ke India tahun 1992 - 2007.
3) Diduga, bahwa kurs dollar Amerika Serikat dan investasi secara parsial
berpengaruh positif dan signifikan sedangkan suku bunga kredit secara parsial
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap volume ekspor minyak kelapa
sawit Indonesia ke India tahun 1992 - 2007.
33
Download