i PENGARUH PEMBERIAN SENYAWA Cr(NO3)3∙9H2O

advertisement
PENGARUH PEMBERIAN SENYAWA Cr(NO3)3∙9H2O TERHADAP
KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG
DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCINNICOTINAMIDE
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Negeri Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian
Persyaratan guna Memperoleh Gelar
Sarjana Sains Kimia
Oleh
Sita Aninda Sari
12307144020
PROGRAM STUDI KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2016
i
ii
iii
iv
MOTTO
”dan dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan
kecukupan” (Q.S Ad-Dhuhaa: 8)
Jangan Sampai Menjadi Nila Setitik yang Merusak Susu Sebelanga
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahan untuk…
Bapak, Ibuk, Mbak yang telah berusaha keras membiayai uang kuliah
Sahabat KWB yang selalu memberikan semangat dan dukungan
Terimakasih atas do’a dan kasih sayang yang telah kalian berikan
Penderita diabetes agar tidak patah semangat dan selalu sabar dalam
proses penyembuhan
vi
PENGARUH PEMBERIAN SENYAWA Cr(NO3)3•9H2O TERHADAP
KADAR GLUKOSA DARAH TIKUS WISTAR JANTAN YANG
DIINDUKSI DENGAN STREPTOZOTOCIN-NICOTINAMIDE
Oleh:
Sita Aninda Sari
12307141010
Pembimbing Skripsi: Dr. Kun Sri Budiasih, M.Si
ABSTRAK
Senyawa Cr(III) merupakan salah satu unsur runutan dalam sistem biologis
yang berperan dalam metabolisme glukosa. Kemampuannya dalam menurunkan
kadar glukosa darah penderita diabetes masih perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh senyawa Cr(NO3)3∙9H2O terhadap kadar glukosa darah
tikus yang diinduksi dengan streptozotocin-nicotinamide. Induksi streptozotocinnicotinamide dilakukan untuk membuat hewan uji dalam keadaan hiperglikemia
(menderita diabetes) yang menyerupai gejala diabetes mellitus tipe 2.
Uji pre-klinis senyawa Cr(NO3)3∙9H2O dilakukan secara in vivo
menggunakan 20 ekor tikus Wistar jantan dan dibagi menjadi 5 kelompok uji.
Kelompok I-IV diinduksi dengan streptozotocin-nicotinamide. Kelompok I
merupakan kontrol perlakuan yang diberi bahan uji berupa senyawa
Cr(NO3)3∙9H2O sebanyak 1 mL/hari yang mengandung Cr(III) sebesar 200 μg. CrPic diberikan pada kelompok II dan glibenklamid diberikan pada kelompok III
sebagai kontrol positif. Na-CMC diberikan pada kelompok IV sebagai kelompok
kontrol DM dan kelompok V sebagai kontrol negatif. Bahan uji diberikan sebanyak
1 mL/hari selama 8 minggu stelah induksi streptozotocin-nicotinamide.
Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah kelompok I-IV setelah induksi
menunjukkan tikus dalam keadaan hiperglikemia (KGD>126 mg/dL). Pemberian
senyawa Cr(NO3)3∙9H2O pada kelompok I selama 8 minggu menunjukkan
terjadinya penurunan kadar glukosa darah hingga berada dalam rentang normal
(KGD<100 mg/dL). Senyawa Cr(NO3)3∙9H2O memiliki aktivitas antihiperglikemia
sebesar 41,81% GL (glucose lowering).
Kata kunci : diabetes mellitus, senyawa Cr(III), streptozotocin, nicotinamide.
vii
THE EFFECT OF Cr(NO3)3•9H2O ON BLOOD GLUCOSE LEVELS IN
MALE WISTAR RATS INDUCED BY STREPTOZOTOCINNICOTINAMIDE
By:
Sita Aninda Sari
12307141010
Supervisor : Dr. Kun Sri Budiasih, M.Si
ABSTRACT
Chromium trivalent is one of the trace-element which plays a role in glucose
metabolism in biological system. Its capability to decrease the blood glucose levels
still need to be investigated. The aim of this study was to determine the effect of
Cr(NO3)3∙9H2O on blood glucose levels in male Wistar rats induced by
streptozotocin-nicotinamide. Induction of streptozotocin-nicotinamide to mimic the
type 2 diabetes mellitus.
Pre-clinical test conducted in vivo using 20 rats which were divided into 5
groups. Streptozotocin-nicotinamide was induced to groups I-IV. One mililiter of
Cr(NO3)3∙9H2O contains 200 μg of Cr(III) was given to groups I per day. Cr-Pic
was given to group II and glibenclamide was given to group III as positive groups
control. Na-CMC was given to groups IV as a DM control group and V as a negative
control group. One mililiter of each suplement were given for 8 weeks per day after
the induction of streptozotocin-nicotinamide.
After induction, examination results of blood glucose levels showed that the
rats is in diabetic condition (KGD>126 mg/dL). Adduction of Cr(NO3)3∙9H2O in 8
weeks in group I caused the reduction of blood glucose levels within normal range
(KGD<100 mg/dL). Based on this study, Cr(NO3)3∙9H2O has an antihiperglicemic
activity about 41.81% GL (glucose lowering).
Keyword : Diabetic, chromium(III), streptozotocin, nicotinamide.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,
hidayah dan inayah-Nya, sehingga penyusunan tugas akhir skripsi ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan skripsi ini tidak terlepas dari
bantuan, bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Hartono selaku Dekan FMIPA UNY
2. Bapak Jaslin Ikhsan, Ph. D., selaku Ketua Jurusan dan Ketua Program Studi
Kimia FMIPA UNY
3. Dr. Kun Sri Budiasih, M. Si. selaku pembimbing yang telah mengikutkan
penulis dalam penelitian payung, selalu memberikan arahan dan bimbingan
dalam proses penyusunan laporan
4. Bapak Prof. A.K. Prodjosantoso, Ph.D yang telah bersedia menjadi penguji
utama
5. Ibu Prof. Dr. Nurfina Aznam, SU.Apt selaku penguji pendamping yang
telah memberikan banyak saran pada tugas akhir skripsi penulis
6. Ibu Rr. Lis Permana Sari, M.Si selaku sekretaris penguji
7. Teman-teman KWB dan KKN 1076 yang selalu memberikan semangat dan
motivasi dalam menyusun tugas akhir skripsi
8. Keluarga tercinta terutama kedua orangtua, untuk semangat, dukungan, dan
fasilitas yang telah diberikan selama ini, baik moral maupun material.
ix
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam proses penyusunan tugas akhir skripsi ini
Semoga itikad dan amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan dari
Allah SWT. Penulis menyadari bahwa tugas akhir skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua
pihak. Amin
Yogyakarta,
Oktober 2016
Penyusun
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ............................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN ......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.
MOTTO .......................................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .........................................................................................xiii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ................................................................................... 5
D. Rumusan Masalah ....................................................................................... 6
E. Tujuan ........................................................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus ........................................................................................ 8
1. Klasifikasi Diabetes Mellitus ................................................................ 9
2. Diagnosis Diabetes Mellitus ............................................................... 11
3. Pengobatan Diabetes .......................................................................... 12
B. Hormon Insulin ......................................................................................... 14
C. Kromium Trivalen .................................................................................... 18
D. Uji in vivo ................................................................................................. 24
1. Hewan uji........................................................................................... 25
2. Zat Penginduksi Diabetes Mellitus ..................................................... 27
3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) .......................................... 29
E. Kerangka Berpikir Teoritis ........................................................................ 30
F. Penelitian yang Relevan ............................................................................ 31
G. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 31
xi
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ......................................................................................... 32
B. Lokasi Penelitian....................................................................................... 32
C. Subjek Penelitian ...................................................................................... 32
D. Identifikasi Variabel Penelitian ................................................................. 33
E. Instrumentasi penelitian ............................................................................ 33
F. Penentuan Dosis........................................................................................ 34
G. Alur Penelitian .......................................................................................... 36
H. Penyajian dan Analisis Data ...................................................................... 37
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ......................................................................................... 39
1. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD) ................................. 39
2. Hasil Analisis Statistik ....................................................................... 40
3. Uji Aktivitas Antihiperglikemia ......................................................... 41
B. Pembahasan .............................................................................................. 42
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan ............................................................................................... 49
D. Saran......................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 50
LAMPIRAN ................................................................................................... 54
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Kriteria penegakan diagnosa diabetes mellitus................................ 11
Tabel 3.
Bahan makanan sumber Cr(III) ..................................................... 19
Tabel 2.
Nutrisi mikromineral esensial dan jumlahnya dalam tubuh hewan . 18
Tabel 4.
Data biologik tikus ......................................................................... 26
Tabel 6.
Hasil pemeriksaan KGD0, KGD8 dan KGD64 .................................. 39
Tabel 5.
Tabel 7.
Tabel 8.
Perlakuan tiap kelompok ................................................................ 33
Hasil uji paired samples t test ......................................................... 41
Uji aktivitas antihiperglikemia........................................................ 41
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.
Glukosa dalam Sel Normal dan Dalam Sel Restisten Insulin .......10
Gambar 3.
Struktur Hormon Insulin .............................................................15
Gambar 2.
Gambar 4.
Gambar 5.
Gambar 6.
Gambar 7.
Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12.
Struktur Glibenklamid ................................................................13
Mekanisme Sekresi Insulin .........................................................15
Aliran Glukosa dan Insulin dalam Darah ....................................16
Mekanisme Kerja Insulin ............................................................17
Metabolisme Glukosa dalam Sel .................................................17
Kemungkinan struktur GTF ber-Cr yang diusulkan Mertz...........20
Mekanisme Kromium terhadap Hormon Insulin .........................23
Ikatan LMWCr/Kromodulin dengan Reseptor Insulin .................23
Struktur Kimia Cr(III)-nitrat .......................................................24
Tikus Putih (Rattus novergicus) ..................................................25
Gambar 13.
Struktur Streptozotocin ...............................................................27
Gambar 15.
Struktur Nicotinamide.................................................................29
Gambar 14.
Gambar 16.
Gambar 17.
Mekanisme Kerusakan Sel β akibat Paparan Streptozotocin ............ 28
Diagram Kadar Glukosa Darah Rata-rata pada H1, H8
dan H64 ......................................................................................40
Pembagian Waktu Penelitian ......................................................42
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema alur penelitian .................................................................55
Lampiran 2. Konversi dosis antar-jenis subjek uji ...........................................56
Lampiran 3. Pembuatan pelarut streptozotocin-nicotinamide ..........................57
Lampiran 4. Hasil pengukuran kadar glukosa darah ........................................58
Lampiran 5. Analisis deskriptif hasil pengukuran kadar glukosa darah tikus ...59
Lampiran 6. Uji normalitas KGD....................................................................60
Lampiran 7. Hasil uji paired samples t test ....................................................61
Lampiran 8. Aktivitas antihiperglikemia bahan uji .........................................66
xv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus merupakan suatu kondisi yang ditunjukkan oleh adanya
glukosa dalam tubuh karena tidak dapat dimetabolisme sebagaimana mestinya.
Kelainan tersebut dapat disebabkan karena keturunan atau terjadi kerusakan pada
sistem metabolisme glukosa. Keadaan tersebut mengakibatkan menumpuknya
glukosa dalam darah. Penumpukan glukosa dalam darah untuk waktu yang lama
dapat menyebabkan komplikasi terhadap organ lain dalam tubuh hingga dapat
menyebabkan kematian. Oleh karena itu, kasus diabetes mellitus perlu ditangani
secara serius.
Pada tahun 2004, sekitar 3.4 juta orang meninggal karena kadar glukosa darah
yang tinggi. Lebih dari 80% kematian akibat penyakit DM terjadi pada negara
dengan tingkat penghasilan rendah dan menengah (Diabetes Care, 2014).
Berdasarkan data statistik dari studi Global Burden of Disease WHO tahun 2004,
Indonesia menempati peringkat pertama di Asia Tenggara, dengan prevalensi
penderita sebanyak 8,426,000 jiwa di tahun 2000 dan diproyeksi meningkat 2,5 kali
lipat sebanyak 21,257,000 penderita pada tahun 2030 (Perkeni, 2011). Setiap 6
detik, satu orang meninggal akibat diabetes. Sekitar 9,1 juta penduduk Indonesia
hidup dengan diabetes di tahun 2014. Riset kesehatan 2007 menunjukkan bahwa
terdapat 5,7% penderita diabetes mellitus dari total populasi. Dari angka tersebut
ditemukan bahwa hanya 1,2% yang mengetahui menderita diabetes, sedangkan 4,5%
1
tidak mengetahui bahwa ternyata positif menderita diabetes. Kematian akibat
diabetes pada umumnya disebabkan oleh kerusakan organ terminal spesifik seperti
jantung, ginjal dan otak (Evans, 2002; Oprescu, 2007).
Diabetes mellitus (DM) digolongkan menjadi 2 kategori utama berdasarkan
sekresi insulin, yaitu diabetes yang tergantung insulin dan tidak tergantung insulin.
Diabetes mellitus tipe 1 tergantung pada insulin (IDDM = Insulin Dependent
Diabetes Mellitus) disebabkan oleh ketidakmampuan pankreas menghasilkan
insulin karena rusaknya pankreas. Diabetes mellitus tipe 2 tidak tergantung pada
insulin (NIDDM = Non Independent Diabetes Mellitus). Pada keadaan DM tipe 2,
pankreas mampu menghasilkan insulin namun terjadi penurunan respon jaringan
dan resistensi insulin dalam mengolah glukosa dalam darah (Agung, 2006).
DM tipe 2 biasanya banyak diderita oleh individu usia lanjut sebagai akibat
dari efek kronis resistensi insulin. Penderita DM tipe 2 biasanya ditandai dengan
kegemukan, penderita lebih mudah terinfeksi, sukar sembuh dari luka dan muncul
tanpa keluhan. Pada sebagian besar penyandang DM penanganan baru dilakukan
setelah terjadi komplikasi pada organ-organ lain.
Diabetes mellitus tidak dapat disembuhkan secara total, namun hanya dapat
dikelola secara intensif agar penumpukan kadar gula dalam darah dapat direduksi
dan mencegah terjadinya komplikasi. Salah satu pengobatan pertama penderita
diabetes adalah terapi nonfarmakologik dengan mengatur pola makan dan
melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara rutin. Manajemen lain dapat
dilakukan dengan cara mengonsumsi suplemen atau nutraceutical, obat
hipoglikemia dan insulin endogen.
2
Pengaturan komposisi makan (diet) tidak mudah dilakukan bagi penyandang
yang masih awam, perlu perhitungan yang cukup rumit agar kadar gula dalam
makanan yang dikonsumsi tidak menyebabkan kenaikan kadar glukosa dalam darah.
Suplemen (nutraceutical) berfungsi untuk mengontrol pengendalian penyakit
secara berkelanjutan (Pandey, 2011). Suplemen tersebut tentu saja harus
mengandung unsur atau senyawa yang dapat membantu kinerja insulin mengolah
glukosa dalam darah.
Senyawa anorganik selama ini belum banyak diketahui manfaatnya dalam
bidang farmasi. Beberapa senyawa sangat dibutuhkan walaupun dalam jumlah
mikro. Kekurangan senyawa tersebut dapat menyebabkan gangguan pada fungsi
tertentu. Senyawa yang dapat membantu metabolisme karbohidrat atau glukosa
antara lain zink dan kromium. Zink berperan dalam penyimpanan hormon insulin,
sedangkan kromium, khususnya kromium(III) bekerjasama dengan insulin
mengolah glukosa.
Kromium(III) berguna sebagai mikronutrien yang mengaktifkan interaksi
hormon insulin dengan reseptornya dalam bentuk kompleks yang disebut Glucose
Tolerance Factor (GTF). GTF memperkuat ikatan insulin terhadap reseptornya,
sehingga memfasilitasi GLUT (Glucose Transporter) untuk meningkatkan laju
aliran glukosa darah masuk ke dalam sel melalui membran plasma (NRC, 1997;
Groff, 2000). Karena sifat ini, kromium (III) dipakai sebagai mikronutrien dalam
produk nutrisi yang dibuat khusus untuk diabetes. Saat ini belum banyak produk
suplemen yang menyediakan asupan yang mengandung senyawa Cr(III). Salah satu
3
sumber Cr(III) yang berupa kromium pikolinat telah diteliti dan dipublikasikan
dalam sejumlah jurnal ilmiah, memiliki risiko kerusakan DNA.
Berdasarkan penelitian yang telah ada, sintesis senyawa Cr(III)-asam amino
dan uji aktivitas antihiperglikemia pada tikus Wistar jantan selama 8 minggu
menunjukkan bahwa senyawa kompleks Cr(III)-glisin, sistein, dan glutamat
memiliki aktivitas antihiperglikemia dengan % glucose lowering (%GL) antara 4657% (Kun, 2013).
Penelitian tentang penggunaan kromium sebagai suplemen hipoglikemik
dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan senyawa Cr(NO3)3∙9H2O.
Aktivitas antihiperglikemia diukur melalui parameter penurunan kadar glukosa
darah. Bentuk kompleks dari Cr(III)-nitrat adalah [Cr(H2O)6](NO3)3∙3H2O,
berwarna dark violet yang dalam air akan terbentuk ion-ion [Cr(H2O)6]3+ dan NO3-.
Uji suplementasi Cr(NO3)3∙9H2O sebagai suplemen hipoglikemik dilakukan secara
in vivo menggunakan hewan uji berupa tikus Wistar sebagai subjek penelitian dan
streptozotocin-nicotinamide (STZ-Ni) sebagai agen diabetogenik. Pemberian
streptozotocin-nicotinamide secara intraperitonial dengan perbandingan dosis
masing-masing 60 mg/kg bb dan 120 mg/kg bb dapat membuat tikus menderita DM
tipe 2 (Nugroho, 2006). Nicotinamide berfungsi sebagai penyangga agar tidak
terjadi kerusakan fatal pada pankreas sehingga pengamatan dapat dilakukan dalam
waktu yang lama.
4
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut:
1.
Pemilihan tipe diabetes mellitus yang tepat untuk uji suplementasi senyawa
Cr(III)
2.
Unsur Cr(III) merupakan mikronutrien yang masih perlu diteliti sebagai
suplemen yang membantu penurunan kadar glukosa darah
3.
Uji suplementasi Cr(III) sebagai bahan suplemen diabetes mellitus dalam
bentuk Cr(III)-nitrat dapat dilakukan secara in vivo menggunakan hewan uji
berupa tikus Wistar jantan
4.
Pemilihan zat diabetogenik yang tepat dan mampu membuat hewan uji dalam
keadaan diabetes mellitus.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, uji suplementasi pada penelitian ini
masalah dibatasi sebagai berikut:
1.
Tipe diabetes mellitus pada hewan uji yang digunakan adalah diabetes mellitus
tipe 2 karena sebagian insulin yang diproduksi masih dapat mengolah glukosa,
sedangkan pada tipe 1 kerusakan pankreas terjadi secara total sehingga tidak
cocok digunakan untuk pengujian suplemen
2.
Unsur Cr(III) yang digunakan sebagai suplemen yang berada dalam bentuk
senyawa Cr(NO3)3∙9H2O.
5
3.
Hewan uji yang digunakan berupa tikus Wistar jantan yang berumur ± 3
minggu dengan berat badan ± 200 g.
4.
Streptozotocin dan nicotinamide sebagai agen induksi diabetes diberikan
secara intraperitonial dengan dosis 120 mg/kg bb dan 60 mg/kg bb.
D. Rumusan Masalah
Uraian-uraian di atas menjadi dasar penulis untuk melakukan penelitian guna
mengetahui:
1.
Bagaimana kondisi kadar glukosa darah tikus Wistar jantan sebelum dan
sesudah diinduksi dengan streptozotocin-nicotinamide?
2.
Bagaimana kadar glukosa darah tikus Wistar jantan yang menderita DM tipe 2
3.
Bagaimana aktivitas antihiperglikemia dari senyawa Cr(NO3)3∙9H2O terhadap
setelah pemberian senyawa Cr(NO3)3∙9H2O selama 8 minggu?
kadar glukosa darah tikus Wistar jantan selama 8 minggu?
E. Tujuan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan dari penelitian ini antara lain :
1.
Mengetahui kadar glukosa darah tikus Wistar sebelum dan setelah diinduksi
dengan streptozotocin-nicotinamide
2.
Mengetahui kadar glukosa darah setelah pemberian senyawa Cr(NO3)3∙9H2O
selama 8 minggu.
3.
Mengetahui aktivitas antihiperglikemia dari senyawa Cr(NO3)3∙9H2O terhadap
kadar glukosa darah tikus Wistar selama 8 minggu.
6
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini memberikan informasi ilmiah tentang peranan senyawa
Cr(NO3)3∙9H2O dan diharapkan bermanfaat dalam pengembangan studi tentang
pengaruh senyawa anorganik Cr(III) sebagai mikronutrien dalam suplemen
antihiperglikemia.
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan suatu penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kurangnya sekresi insulin, sensitivitas insulin atau
kerusakan sel beta pankreas (ADA, 2014). Diabetes mellitus dapat diartikan sebagai
rangkaian kelainan sistem organ tubuh yang mengganggu kemampuan tubuh untuk
mengolah dan menggunakan sari-sari makanan secara efisien.
Gula yang terdapat dalam darah berasal dari dua sumber, yaitu dari makanan
dan hasil produksi dalam hati. Sebagian besar makanan yang masuk ke dalam tubuh
dicerna menjadi jenis gula sederhana yaitu glukosa. Pada saat tersebut pankreas
melepaskan insulin ke dalam aliran darah untuk mengubah dan menyerap glukosa,
asam amino dan energi. Apabila glukosa tidak dapat diolah secara sempurna maka
akan mengakibatkan tingginya kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia).
Hiperglikemia dalam jangka panjang dapat menimbulkan kerusakan serius dalam
sistem tubuh, terutama kerusakan syaraf dan pembuluh darah (Althan, 2003).
Kelainan sistem organ tubuh yang terjadi pada penderita diabetes merupakan
salah satu dari dua kondisi berikut: pankreas gagal memproduksi insulin, atau tubuh
tidak dapat menggunakan insulin secara maksimal. Oleh karena itu, makanan yang
dikonsumsi tidak dapat dicerna oleh tubuh. Pada keadaan lain pankreas
menghasilkan insulin tetapi insulin tidak bekerja sebagaimana mestinya, hal ini
disebut resistensi insulin (Ghoffar, 2012).
8
1. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Menurut
American
Diabetes
Association
(ADA),
diabetes
melitus
diklasifikasikan menjadi 4 kategori berdasarkan etiologinya. Klasifikasi ini telah
disahkan oleh WHO dan telah dipakai di seluruh dunia (Perkeni, 2011).
a.
Diabetes Mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) yang disebabkan karena gangguan sel-sel beta pankreas penghasil
insulin telah dihancurkan oleh proses autoimun yang ditujukan untuk melawan
sel β sehingga produksi insulin terganggu. Biasanya bersifat idiopatik. Akibat
dari destruksi sel β maka pankreas tidak dapat memproduksi insulin (Perkeni,
2011; Baynes 2003).
Diabetes mellitus tipe I biasanya diderita oleh anak-anak dan dewasa muda.
Hanya 5% dari penderita DM mengidap DM tipe 1. Dengan pemberian terapi
insulin dan edukasi mampu memberikan peningkatan angka harapan hidup
pada penderitanya (ADA, 2014).
b. Diabetes Mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 disebut Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM) terjadi karena gangguan metabolisme tubuh. Ada dua masalah
utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan
sekresi insulin (Baynes, 2003). Resistensi insulin yang terjadi berupa
penurunan reaksi insulin terhadap reseptor khusus pada permukaan sel.
Patogenesis resistensi insulin saat ini berfokus pada kelebihan sinyal PI-3kinase yang menurunkan translokasi GLUT-4 pada membran plasma (Powers,
9
2005). Perbedaan keadaan glukosa dalam sel normal dan dalam sel resisten
insulin dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Glukosa dalam Sel Normal dan dalam Sel Restisten Insulin
Kelainan pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuantitatif kurang
berarti jika dibandingkan dengan DM tipe 1. Sekresi insulin tampak normal
atau kadar insulin plasma tidak berkurang pada awal penderita DM tipe 2.
Namun karena pola sekresi yang berubah-ubah dan fase pertama sekresi insulin
lenyap secara cepat dipicu oleh glukosa yang menurun. Secara kolektif hal ini
mengisyaratkan adanya gangguan sekresi insulin pada DM tipe 2.
Akibat glukosa tidak ditoleransi oleh tubuh yang berlangsung lama, maka
diabetes mellitus tipe 2 dapat berjalan tanpa terdeteksi. Penderita DM tipe 2
pada umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka yang
terbuka, daya pengelihatan memburuk, dan umumnya menderita hipertensi,
obesitas dan juga komplikasi pembuluh darah dan syaraf (Ghoffar, 2012).
10
c.
Diabetes Mellitus Getasional
Diabetes Mellitus Getasional terjadi selama kehamilan, ada kemungkinan
akan normal kembali namun toleransi glukosa yang terganggu akan bisa
menetap setelah kehamilan tersebut berakhir (Guthrie, 2003).
d. Diabetes Mellitus Tipe Lain
Kelainan yan terjadi pada diabetes tipe ini adalah akibat kerusakan atau
kelainan fungsi kelenjar pankreas yang dapat disebabkan oleh bahan kimia,
obat-obatan atau penyakit pada kelenjar tersebut.
2. Diagnosis Diabetes Mellitus
Gejala awal diabetes ditandai dengan kelebihan kadar glukosa dalam darah
yang dikeluarkan dalam bentuk urin. Apabila kadar glukosa dalam darah lebih
tinggi, maka ginjal akan mengeluarkan air lebih banyak untuk mengencerkan
glukosa yang hilang. Penderita sering urinasi dalam jumlah yang banyak (poliuria)
karena ginjal menghasilkan urin dalam jumlah yang berlebihan, Akibatnya, maka
penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsia)
(Soegondo, 2008). Kriteria mendiagnosis diabetes mellitus menurut Depkes R.I
dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Kriteria Penegakan Diagnosa Diabetes Mellitus
Glukosa plasma puasa
Normal
Pra-diabetes
IFG atau IGT
Diabetes mellitus
< 100 mg/dl
100-125 mg/dl
> 126 mg/dl
11
Glukosa plasma 2 jam
setelah makan
< 140 mg/dl
140-199 mg/dl
> 200 mg/dl
Sumber: Depkes RI, 2005
Diabetes mellitus harus ditangani secara serius karena keadaan hiperglikemia
dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan komplikasi akut hingga
menyebabkan kematian.
3. Pengobatan Diabetes
Diabetes mellitus tipe I dan II tidak dapat disembuhkan secara total. Hal yang
dapat dilakukan penderita diabetes mellitus adalah terapi untuk menjaga kadar
glukosa darah agar tidak melebihi kadar normal dan penyandang diabetes mellitus
dapat beraktivitas sehari-hari secara normal. Terapi dapat dilakukan dengan cara
non-farmakologik maupun dengan terapi obat.
a.
Terapi Non-farmakologik
Pengobatan pertama penderita diabetes adalah terapi nonfarmakologik.
Tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan terapi primer meliputi
diet diabetes, latihan fisik atau olahraga (Arief, 2012). Diet diabetes dapat
dilakukan pengan pengaturan pola makan atau dengan mengonsumsi suplemen atau
nutraceutical. Terapi suplemen sangat penting peranannya dalam pengelolaan
diabetes karena beberapa suplemen dapat membantu tubuh memaksimalkan
penggunaan insulin sehingga kadar glukosa darah tetap terkontrol (Pandey dan
Vijayakumar, 2011).
b. Terapi Obat
Terapi obat merupakan terapi sekunder pada penderita diabetes mellitus tipe 2
yang kadar glukosa darahnya tidak mampu dikendalikan hanya dengan olahraga
12
dan diet diabetes. Obat yang digunakan untuk terapi dapat berupa obat antidiabetika
oral yang berasal dari derivat sulfonilurea dan biguanid.
1) Derivat Sulfonilurea
Obat dari golongan sulfonilurea secara umum bekerja merangsang sel β
pankreas untuk melepaskan persediaan insulinnya. Berdasarkan masa kerjanya,
obat-obat dari golongan sulfonilurea dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu :
a) Obat dengan masa kerja singkat (6-12 jam), misalnya tolbutamid
b) Obat dengan masa kerja menengah (± 15 jam), misalnya glibenklamid,
glikomida dan glipizida
c) Obat dengan masa kerja panjang (± 70 jam), misalnya klorpropamide
2) Derivat Biguanid
Obat dari golongan biguanid mempunyai mekanisme kerja yang berlainan
dengan derivat sulfonilurea. Obat ini bekerja dengan mengurangi resistensi
insulin, sehingga glukosa dapat memasuki sel hati otot dan organ tubuh lainnya.
(Arief, 2013).
Obat-obat antidiabetik oral biasanya tergolong obat yang mahal dan harus terusmenerus digunakan. Salah satu obat yang digunakan dalam pengobatan diabetes
adalah glibenklamid dari golongan sulfonil urea dengan struktur kimia yang
terdapat dalam gambar 2.
Gambar 2. Struktur Glibenklamid (5-chloro-N-[2-[4(cycloheksilcarbamoylsulfamoyl)phenyl]ethyl]-2-methoxybenzamide)
13
Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki sel-sel Langerhans
dengan cara pencangkokan (Akbarzadeh, et. al., 2007) dan suntik insulin.
Pengaturan komposisi makan (diet) tidak mudah dilakukan bagi penyandang yang
masih awam. Perlu perhitungan yang cukup rumit agar kadar gula dalam makanan
yang dikonsumsi tidak menyebabkan kenaikan kadar glukosa dalam darah.
Konsumsi suplemen merupakan salah satu upaya yang mudah dilakukan dalam
pengelolaan diabetes mellitus. Unsur-unsur atau mineral anorganik dapat
membantu kerja insulin dalam menyekresi glukosa, walaupun selama ini belum
banyak diketahui manfaatnya dalam bidang farmasi. Contoh unsur yang dapat
membantu kerja insulin adalah unsur-unsur logam transisi yaitu Zn dan Cr. Unsur
zink membantu dalam penyimpanan insulin, sedangkan kromium dalam bentuk
kromium trivalen (Cr(III)) membantu insulin dalam menyekresi glukosa.
B. Hormon Insulin
Insulin dalam bahasa latin “insula” yang berarti pulau merupakan hormon yang
dihasilkan di pulau-pulau Langerhans kelenjar pankreas. Hormon insulin bertugas
untuk mengatur metabolisme karbohidrat dalam tubuh. Dalam keadaan normal,
insulin disintesis kemudian disekresikan ke dalam darah sesuai kebutuhan tubuh
untuk regulasi glukosa darah (Manaf, 2006). Sebagian besar pulau Langerhans
terdiri dari sel-sel beta yang memproduksi dan menyimpan insulin yang akan
dikeluarkan ketika dibutuhkan (Ghoffar, 2012). Dalam hal ini insulin digunakan
sebagai alat angkut yang akan membawa glukosa dalam darah menuju ke sel-sel
target yaitu sel lemak, otot dan hepar untuk melakukan fungsi fisiologis sehingga
14
kadarnya dalam darah tidak berlebihan. Hormon insulin merupakan polipeptida
yang strukturnya dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Struktur Hormon Insulin
Glukosa merupakan kunci regulator sekresi insulin oleh sel β pankreas dengan
memberikan respon berupa pengeluaran hormon insulin setiap kali makanan masuk
ke dalam tubuh. Mekanisme sekresi insulin oleh sel β pankreas dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme Sekresi Insulin (Guyton and Hall, 2011)
Saat berada dalam darah, glukosa harus berikatan dengan perantara untuk dapat
masuk ke dalam sel melewati membran sel. Perantara tersebut berupa senyawa yang
dinamakan GLUT (glucose transporter) yaitu GLUT-2. Setelah masuk ke dalam
15
sel β pankreas, glukosa akan mengalami reaksi-reaksi biologi hingga terjadi sekresi
insulin kemudian menuju ke sirkulasi (Manaf, 2006). Insulin menjadi alat transport
glukosa dalam aliran darah hingga masuk ke dalam sel yang dituju sesuai dengan
gambar 5.
Gambar 5. Aliran Insulin dan Glukosa dalam Darah
Insulin yang berikatan dengan reseptor pada jaringan perifer seperti jaringan
otot dan lemak. Ikatan menghasilkan sinyal yang akan meregulasi glukosa dalam
sel dengan peningkatan GLUT-4 dan mendorong penempatannya pada membran
sel (Longo, 2012). Tahap awal mekanisme kerja insulin dimulai dengan terikatnya
insulin pada reseptor (IR/Insulin Receptor) yang terdiri dari 2 subunit dan masingmasing subunit terdiri dari dua rantai peptida, yaitu peptida α (IR-α) dan β (IR-β).
Pengikatan insulin pada IR akan mengakibatkan fosforilasi silang pada gugusgugus tirosin tertentu pada IR-β seperti yang terlihat pada gambar 6.
16
Gambar 6. Mekanisme Kerja Insulin (Kumar, 2007)
Pada tahap selanjutnya insulin akan meneruskan sinyal melalui sejumlah
protein tertentu yang sebagian merupaka enzim. Insulin meningkatkan transport
glukosa melalui lintasan P13-kinase dan CbI yang berperan dalam translokasi
vesikel intraselular yang berisi transporter glukosa GLUT-4 (Ghoffur, 2012; Power,
2005). Glukosa yang masuk ke dalam sel melalui GLUT-4 selanjutnya akan
mengalami proses metabolisme (Longo, 2012).
Gambar 7. Metabolisme Glukosa dalam Sel (Longo, 2012)
17
C. Kromium Trivalen
Kromium merupakan unsur yang terletak pada daerah unsur transisi golongan
VI B. Kromium memiliki nomor atom 24 dengan konfigurasi elektronik 1s2 2s2 2p6
3s2 3p6 3d5 4s1 merupakan logam berat dengan berat atom 51,996 g/mol; berwarna
abu-abu; tahan terdahap oksidasi meskipun pada suhu tinggi, mengkilat, keras
memiliki titik cair 1.857ºC dan titik didih 2.672ºC (Widowati, 2008). Konfigurasi
elektronik yang tidak penuh pada orbital 3d menyebabkan kromium memiliki
beberapa bilangan oksidasi, yaitu +2, +3 dan +6. Kromium stabil pada bilangan
oksidasi +3 sedangkan pada bilangan oksidasi +6 merupakan oksidan yang kuat dan
bersifat toksik.
Kromium bervalensi enam Cr(VI) memiliki sifat toksik. Paparan akut dari
Cr(VI) dapat menyebabkan gangguan hidung, diare, gangguan liver dan ginjal,
dermatitis, dan problem pernafasan. Paparan Cr dalam waktu lama dapat
menyebabkan alergi, dermatitis, gatal kulit, iritasi membran hidung, dan gangguan
paru-paru. Namun demikian, Cr(III) justru berguna sebagai mikronutrien yang
dapat membantu proses pembentukan faktor antidiabetogenik untuk mengaktifkan
produksi hormon insulin. Karena sifat ini, kromium(III) dipakai dalam produk
nutrisi yang dibuat khusus untuk penderita penyakit diabetes mellitus (Connel,
1995).
Beberapa unsur anorganik transisi merupakan mineral esensial yang
dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat sedikit (mikro). Beberapa
contoh unsur anorganik yang ditemukan dalam tubuh hewan terdapat pada tabel 2.
18
Tabel 2. Nutrisi Mikromineral Esensial dan Jumlahnya Dalam Tubuh Hewan
Mineral mikro
Besi (Fe)
mg/kg
10-80
Zink (Zn)
10-50
Tembaga (Cu)
1-5
Molibdenum (Mo)
1-4
Selenium (Se)
1-2
Iodin (I)
0,30-0,60
Cobalt (Co)
0,02-0,10
Mangan (Mn)
0,20-0,60
Sumber: McDonald (1998) dalam Zainal, 2008
Dalam unsur golongan 10, molibdenum (Mo) terbukti sebagai mikromineral
esensial. Golongan tersebut terdapat unsur kromium (Cr) yang merupakan
kelompok trace-element bersifat esensial bagi tubuh, walaupun hanya dibutuhkan
dalam jumlah yang sangat kecil. Institut of Medicine dalam Ngaisyah menyebutkan
bahwa kromium ditemukan pada berbagai jenis makanan, namun sebagian besar
makanan hanya menyumbang 1-2 μg kromium per sajinya. Jumlah kromium(III)
yang terkandung dalam beberapa contoh bahan makan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Bahan Makanan Sumber Kromium(III)
Makanan
Bagel
Sereal jagung
Gandum
Daging sapi
Ikan
Keju
Apel
Kacang hijau
Tomat
Seledri
Teh dan kopi
Jumlah (gram)
10
45
15
35
40
35
85
20
20
5
2,5
Kromium (μg)
2,6
1,8
0,8-1
2
0,6-0,9
0,6
1,4-7,5
1,1
0,9
0,5
4
Sumber: Institut of Medicine, 2001 dalam Ngaisyah, 2010
19
Sebagai suatu trace-element esensial mempunyai peran besar dalam proses
metabolisme karbohidrat dalam tubuh, yaitu dalam meningkatkan asupan glukosa
masuk dalam sel (Surya, 2010). Perannya dalam menanggulangi diabetes mellitus
masih terus diteliti. Berbagai penelitian menunjukkan toleransi glukosa, profil lipid
serum dan variabel lainnya berkaitan dengan suplementasi kromium. Senyawa
Cr(III) adalah nutrien esensial, efektif jika dipakai untuk mencegah dan mengobati
keadaan defisiensinya (Andarwulan, 2011).
Defisiensi kromium dalam konsumsi makanan mungkin memainkan peranan
penting dalam etiologi diabetes. Kromium pada tingkat sel memfasilitasi kerja
insulin terutama membantu ikatan antara insulin dengan reseptor insulin (Ngaisyah,
2010). Institut of Medicine (2010) menyatakan bahwa angka kecukupan kromium
untuk laki-laki adalah sebesar 35 μg/hari dan 25 μg/hari untuk perempuan berusia
19-50 tahun, sedangkan untuk kelompok berusia diatas 50 tahun sebesar 30 μg/hari
untuk laki-laki dan 25 μg/hari untuk perempuan.
Kertertarikan terhadap kromium sebagai nutrisi yang dapat meningkatkan
metabolisme glukosa pertama kali ditemukan pada ragi yang diduga berperan
sebagai glucose tolerance factor (GTF). Pada awal penelitian yang dilakukan secara
in vivo dan in vitro peneliti menduga bahwa Cr(III) meningkatkan kinerja insulin
dalam bentuk kompleks organik (GTF) dengan kemungkinan struktur kimia dalam
gambar 8. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa kromium berfungsi
memulihkan toleransi glukosa sebagai LMWCr (Low Molecular Weight-binding
subtances)/kromodulin yaitu suatu molekul yang bergabung dengan olipeptida
(William, 2004).
20
Kromium(III) dalam makanan dapat berada dalam bentuk anorganik atau
sebagai kompleks organik. Pada umumnya absorbsi Cr(III) dalam tubuh sangat
kecil, yaitu sekitar 0,5-2% sedangkan sisanya diekskresi kemudian dikeluarkan
melalui urin dan feses.
Gambar 8. Kemungkinan struktur GTF ber-Cr yang diusulkan Mertz (1974).
Senyawa krom organik dapat diabsorpsi hingga 10-25% sedangkan dalam
bentuk garam anorganik hanya 1% yang terabsorpsi (Kusnindar, 2004). Penelitian
terhadap manusia menunjukkan absorpsi krom berbanding terbalik dengan jumlah
krom yang diberikan. Pada dosis 10 μg Cr(III) terabsorpsi sekitar 2% namun pada
pemberian dosis 40 μg absorbsi menurun menjadi 0,4 - 0,5% dan pada pemberian
lebih dari 40 μg absorbsinya konstan pada 0,4%.
Kromium(III) bekerja bersama dengan insulin untuk menjaga kadar glukosa
darah. Penelitian tentang Cr(III) terdahulu sangat bermanfaat bagi penderita
diabetes mellitus. Kromium(III) tidak dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan bagi penderita diabetes tipe 1, namun dapat digunakan bagi penderita
diabetes mellitus tipe 2.
21
Kromium(III) yang masuk ke dalam tubuh diabsorbsi pada mukosa usus,
terutama pada usus 12 jari dan bagian akhir pada usus yang secara aktif terlibat
dalam penyerapan. Penelitian penyerapan Cr(III) pada usus tikus menunjukkan
bahwa penyerapan pada penambahan asam dapat meningkatkan absorpsi Cr(III).
Beberapa asam amino dapat mencegah pengendapan Cr(III) pada pH basa dalam
usus dengan demikian absorpsi Cr(III) meningkat (Weiyue, 2007). Setelah diserap
dalam mukosa usus selanjutnya Cr(III) diangkut oleh transferin.
Mekanisme pengangkutan Cr(III) dipengaruhi kadar zat besi dalam tubuh
karena transferin juga mengangkut zat besi. Ketika kadar zat besi dalam darah lebih
tinggi dibandingkan kadar Cr(III) maka transferin cenderung akan mengangkut zat
besi. Transferin bertanggung jawab untuk memelihara suplai Cr(III) dalam aliran
darah dan mengangkut ke jaringan-jaringan (Vincent, 2007).
Kromium(III) yang telah diabsorpsi oleh mukosa usus kemudian diangkut oleh
transferin mukosa menuju ke seluruh sel yang membutuhkan Cr(III) bersama
dengan insulin. Reseptor insulin yang tertempel insulin memberikan sedikit sinyal
kepada transferin reseptor. Transferin reseptor dalam permukaan membran sel
membantu Cr(III) masuk ke dalam sel kemudian 4 ion Cr3+ akan bergabung dengan
apokromodulin membentuk holokromodulin. Di dalam sel, holokromodulin
kemudian berikatan dengan reseptor insulin dan mengaktifkan reseptor insulin
(Nanne, 2014). Insulin reseptor yang telah aktif dapat memberikan sinyal kepada
GLUT-4 agar glukosa dapat masuk dan diolah di dalam sel. Mekanisme kromium
masuk ke dalam sel yang lebih jelas dapat dilihat pada gambar 9. Perkiraan ikatan
kromium dengan apokromodulin dapat dilihat pada gambar 10.
22
Gambar 9. Mekanisme Kromium terhadap Hormon Insulin
Gambar 10. Ikatan LMWCr/Kromodulin dengan Reseptor Insulin
Unsur kromium merupakan salah satu unsur transisi. Unsur-unsur transisi
dapat membentuk kompleks dengan berbagai ligan karena mempunyai orbitalorbital kosong pada kulit d yang dapat menerima pasangan elektron bebas. Unsur
Cr(III) dengan NO3 membentuk kompleks [Cr(H2O)6](NO3)3∙3H2O dengan nama
IUPAC heksaaquakromium(III) nitrat trihidrat berwarna dark violet. Dalam air
membentuk ion antara [Cr(H2O)6]3+ dan NO3-. Ligan NO3 tidak mampu
menggantikan ligan H2O dalam kompleks Cr(III) karena kekuatan ligan H2O lebih
kuat
daripada
NO3 secara
teori.
Bentuk
fisik
[Cr(H2O)6](NO3)3∙3H2O dapat dilihat pada gambar 11.
23
dan
struktur
kristal
(a)
(b)
Gambar 11. (a) struktur kompleks Cr(III)-nitrat; (b) kristal Cr(III)-nitrat
Nitrit dan nitrat telah dipakai selama bertahun-tahun dalam dunia kedokteran
untuk meredakan rasa sakit dan mengurangi frekuensi serangan angina pektoris.
Efek farmakologinya adalah relaksasi otot polos tak khas terutama otot polos
pembuluh darah (Raslim, 1995). Dalam studi anorganik, nitrat sering digunakan
sebagai prekusor untuk sintesis senyawa.
D. Uji in vivo
In vivo berasal dari bahasa latin (within the living) adalah eksperimen dengan
menggunakan keseluruhan organisme hidup. Pengujian dengan hewan uji maupun
uji klinis merupakan bentuk penelitian in vivo. Pada penelitian ini uji in vivo
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian senyawa Cr(III)nitrat terhadap
kadar glukosa darah hewan uji yang menderita diabetes mellitus tipe 2. Pemilihan
hewan uji pada penelitian didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada
manusia yang bersifat kronis atau akut.
Hewan uji yang dapat dibuat secara patologis menderita diabetes mellitus
antara lain mencit, tikus, kelinci atau anjing. Meskipun demikian, keadaan patologis
24
pada hewan uji tersebut tidak menggambarkan patologi secara riil pada manusia.
Pada penelitian ini menggunakan hewan uji tikus Wistar jantan.
1.
Hewan uji
Hewan uji atau sering disebut hewan laboratorium adalah hewan yang khusus
diternakkan untuk keperluan penelitian biologik. Hewan laboratorium tersebut
digunakan sebagai model untuk penelitian pengaruh bahan kimia atau obat pada
manusia. Beberapa jenis hewan dari yang ukurannya terkecil dan sederhana ke
ukuran yang besar dan lebih komplek digunakan untuk keperluan penelitian adalah
mencit, tikus, kelinci, dan kera (Kusumawati, 2004).
Penelitian ini menggunakan tikus putih jantan galur Wistar (gambar 12) yang
merupakan keturunan dari tikus albino yang termasuk dalam spesies Rattus
novergicus. Tikus wistar merupakan hewan yang sering digunakan untuk penelitian
karena adanya kemiripan sistem metabolisme dengan manusia (Nugroho, 2006).
Berat badan tikus Wistar jantan sekitar 200-400 g dan waktu hidup 2,5 sampai
dengan 3 tahun merupakan salah satu pertimbangan pemilihan hewan uji diabetes
mellitus. Kondisi biologi tikus putih jantan galus Wistar dapat dilihat pada tabel 4.
Gambar 12. Tikus putih (Rattus norvegicus)
25
Klasifikasi tikus putih galur wistar
Kingdom : Animalia
Kelas
: Mamalia
Orde
: Rodentia
Famili
: Muridae
Genus
: Rattus
Species
: Rattus norvegicus
Tabel 4. Data Biologik Tikus
Kondisi Biologi
Konsumsi makan per hari
Konsumsi air minum per hari
Diet protein
Ekskresi urin per hari
Lama hidup
Bobot badan dewasa
- Jantan
- Betina
Bobot lahir
Umur sapih
Mulai makan pakan kering
Rasio kawin
Suhu rektal
Laju respirasi
Denyut jantung
Pengambilan darah maksimum
Jumlah sel darah merah
Kadar haemoglobin (Hb)
Jumlah
5 g/100 g bb
8-11 mL/100 g bb
12%
5,5 mL/100 g bb
2,5-3 tahun
300-400 g
250-300 g
5-6 g
21 hari, 40-50 g
12 hari
1 jantan – 3 atau 4 betina
37,5ºC
85 x/mn
300 – 500 x/mn
5,5 mL/kg
7,2-9,6 x 106/μL
15,6 g/dl
Kondisi hiperglikemia pada hewan uji pertama kali dilakukan dengan cara
pengambilan seluruh atau sebagian pankreas (pankreatomi), namun dengan metode
tersebut tidak mencerminkan kondisi patologis pada manusia. Metode tanpa
pembedahan dilakukan dengan pemberian diabetogenik yaitu zat toksin yang dapat
26
merusak pankreas. Kerusakan tersebut dapat menghasilkan beberapa kondisi
komplikasi seperti pada manusia (Nugroho, 2006).
2. Zat Penginduksi Diabetes Mellitus
Terdapat beberapa zat toksin yang dapat digunakan untuk membuat hewan uji
menderita diabetes mellitus tipe 2 diantaranya adalah aloxan dan streptozotocin.
Dalam penelitian ini streptozotocin dipilih sebagai zat penginduksi diabetes.
Streptozotocin (STZ) atau 2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranosa]
diperoleh dari Streptomyces achromogenes dapat digunakan untuk menginduksi
kedua tipe diabetes mellitus. Streptozotocin merupakan turunan dari glukosa
dengan struktur kimia yang terdapat dalam gambar 13.
Gambar 13. Struktur Streptozotocin (MSDS Streptozotocin)
Streptozotocin mempunyai aktivitas anti-neoplasma dan antibiotik spektrum
luas yang secara langsung dapat merusak masa kritis sel β-Langerhans atau proses
autoimun sel β sehingga menyebabkan keadaan diabetes pada hewan uji yang
ditandai dengan poliuria dan hiperglikemia (Szkudelski, 2001; Eleazu et al., 2013).
Streptozotocin menembus sel β Langerhans melalui transporter glukosa GLUT 2.
Aksi streptozotocin intraseluler menghasilkan perubahan DNA sel β pankreas.
Alkilasi oleh streptozotocin melalui gugus nitrosourea menghasilkan kerusakan
27
pada sel β. Streptozotocin merupakan donor NO (nitric oxide) yang mempunyai
kontribusi terhadap kerusakan sel tersebut melalui peningkatan aktivitas guanilil
siklase dan pembentukan cGMP. Nitric Oxide dihasilkan pada saat streptozotocin
mengalami metabolisme dalam sel. Dalam hal ini streptozotocin menghambat
siklus Krebs dan menurunkan konsumsi oksigen mitokondria. Produksi ATP
mitokondria yang terbatas selanjutnya mengakibatkan pengurangan secara drastis
nukleotida sel β pankreas (Szkudelski, 2001). Skema mekanisme perusakan sel β
pankreas akibat paparan streptozotocin dapat dilihat pada gambar 14.
Gambar 14. Mekanisme Kerusakan Sel β akibat Paparan Streptozotocin
Induksi streptozotocin dapat menghasilkan diabetes tipe I dan II yang akan
membedakan adalah jumlah sel β pankreas yang rusak (Sharma, 2010). Pada
diabetes tipe I terjadi defisiensi insulin serta jumlah sel β pankreas yang rusak 7080% dan pada diabetes mellitus tipe 2 terjadi kurang pekanya reseptor insulin dan
juga mengalami kerusakan sel β 25-50% (Cnop, 2005). Hewan uji diinduksi secara
intravena atau intraperitonial dengan dosis 100 mg/kg bb pada tikus.
28
Agar tidak terjadi kerusakan yang parah pada sel β pankreas dan menyebabkan
hewan uji mati, streptozotocin dikombinasikan dengan senyawa nicotinamide nama
lainnya adalah vitamin B3. Nicotinamide merupakan amida dari asam nicotinat
(vitamin B3/niacin) yang terlarut dalam air. Nicotinamide mempunyai struktur
seperti pada gambar 15.
Gambar 15. Struktur Nicotinamide
Penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dan Sherine (2008) menunjukkan
bahwa nicotinamide yang diberikan secara intraperitonial pada tikus Wistar dengan
dosis 100 mg/kg bb mampu mengurangi glukosa dalam darah. Dengan kata lain,
insulin yang dihasilkan pankreas lebih banyak. Kerusakan pankreas dapat
dipulihkan oleh nicotinamide.
3. Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebagai parameter sebelum dan
sesudah induksi diabetes. Pengukuran kadar glukosa darah dapat diukur melalui 2
macam teknik, yaitu secara kimiawi dan enzimatik. Pada cara-cara kimia
memanfaatkan sifat mereduksi molekul glukosa yang tidak spesifik sedangkan pada
cara enzimatik, glukosa oksidase bereaksi dengan membebaskan hidrogen
peroksida yang banyaknya diukur secara tak langsung. Kadar glukosa darah dengan
29
pemeriksaan secara reduksi memiliki nilai yang lebih tinggi 5-15mg/dL
dibandingkan dengan cara enzimatik (Frances, 1989).
Metode-metode pemeriksaan KGD secara kimia meliputi metode Folin,
Samogyl-Nelson, Orto-tholuidin, Glukosa oksidase/peroksidase. Metode yang
dipilih untuk pemeriksaan KGD pada penelitian ini adalah metode glukosa
oksidase/peroksidase yaitu metode GOD-PAP. Metode GOD-PAP merupakan
reaksi kolorimetri enzimatik untuk pengukuran pada daerah visible yaitu pada
panjang gelombang sekitar 546 nm. Prinsip dalam metode GOD-PAP adalah
glukosa oksidase (GOD) mengkatalisasi oksidasi dari glukosa, sesuai persamaan
berikut :
Glukosa + O2 + H2O
GOD
asam glutamat + H2O2
Hidrogen peroksida yang terbentuk dari reaksi ini bereaksi dengan 4aminoantipyrin (4-Hidroxybenzoic acid). Dengan adanya peroksidase (POD) dan
membentuk N-(4-antipyril)-P-benzoquinone imine. Konsentrasi glukosa sebanding
dengan zat warna yang terbentuk. Pengukuran konsetrasi glukosa dilakukan dengan
spektrometer.
E. Kerangka Berpikir Teoritis
Senyawa Cr(III) merupakan senyawa esensial bagi tubuh yang dapat
membantu kinerja insulin dalam mengolah glukosa. Aktivitas antihiperglikemia
senyawa Cr(III) perlu dibuktikan dengan menggunakan hewan uji. Percobaan
pemberian senyawa Cr(III) dilakukan pada hewan uji berupa tikus Wistar jantan
yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide. Streptozotocin merupakan agen
induksi yang dapat menyebabkan kerusakan pada sel β pankreas sehingga sekresi
30
dan sintesis hormon insulin terganggu dan mengakibatkan pemumpukan glukosa
dalam darah. Nicotinamide berperan sebagai buffer atau penyangga agar kerusakan
akibat induksi streptozotocin tidak terlalu parah sehingga hewan uji dapat
digunakan untuk penelitian jangka panjang.
F. Penelitian yang Relevan
Sejak tahun 2004 penelitian diabetes mellitus tipe II dengan menggunakan
hewan uji yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak tumbuh-tumbuhan,
dan senyawa-senyawa organik lain sebagai penurun kadar glukosa darah.
Penelitian yang dilakukan Kun (2013) menggunakan senyawa Cr(III)-asam amino
sebagai bahan uji untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang
diinduksi streptozotocin-nicotinamide.
G. Hipotesis Penelitian
Tikus Wistar jantan yang diinduksi streptozotocin-nicotinamide akan
mengalami kenaikan kadar glukosa darah hingga melebihi batas normal (KGD >
126 mg/dL). Pemberian senyawa Cr(NO3)3•9H2O selama 8 minggu diharapkan
dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus Wistar jantan hingga kadar
glukosa darah normal tercapai (<100 mg/dL).
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat penelitian eksperimental laboratorium post test only
group designs.
B. Lokasi Penelitian
Pemeliharaan dan perlakuan hewan uji dilakukan di Animal House, Jurdik
Biologi FMIPA UNY. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan di LPPT UGM.
C. Subjek Penelitian
Penelitian menggunakan hewan uji tikus putih jantan galur Wistar berusia ± 3
minggu dengan berat badan ± 200 gram diperoleh dari Fakultas MIPA UII.
Penentuan jumlah sampel penelitian dihitung menggunakan rumus Frederer
sebagai berikut :
(n - 1)(k - 1) ≥ 15
Keterangan : n = jumlah sampel
k = kelompok sample
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian bersama yang menggunakan
10 kelompok uji (k = 10), sehingga n = 3. Jumlah sampel yang dibutuhkan sebagai
berikut : (n - 1)(10 - 1) ≥ 15
n ≥ 2,67 atau n ≈ 3
32
Jumlah minimal sampel yang digunakan sebanyak 3 ekor, namun untuk
mengantisipasi adanya kematian tikus yang digunakan pada masing-masing
kandang sebanyak 4 ekor. Dalam penelitian ini diambil 5 kelompok yang
merupakan kelompok uji dan kontrol. Pembagian perlakuan masing-masing
kandang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perlakuan tiap Kelompok
No.
Kelompok
1.
I (DM)
3.
III (DM)
2.
4.
5.
Suplemen
Keterangan
Cr-Pic
Kontrol positif
Na-CMC
Kontrol DM
Cr(NO3)3∙9H2O
II (DM)
Glibenklamid
IV (DM)
V (non-DM)
Na-CMC
Perlakuan
Kontrol positif
Kontrol negatif
D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: bahan uji yang dilarutkan dalam Na-CMC
2. Variabel terikat
: Kadar Glukosa Darah
E. Instrumentasi penelitian
1. Alat
a. 5 buah kandang
b. Spuit injeksi dan jarum
c. Timbangan tikus
d. Tempat minum ad libitum
e. Alat alat gelas
f. Spektrofotometer
33
g. Alat pemanas
h. Batang pengaduk
i. Neraca analitik
j. Botol tempat suplemen
k. Sonde
l. Tabung ependof
2. Bahan
a. Streptozotocin
b. Nicotinamide
c. Buffer sitrat pH 4,5 sebagai pelarut streptozotocin
d. NaCl 0,9% sebagai pelarut nicotinamide
e. Kristal [Cr(H2O)6](NO3)3•3H2O
f. Glibenklamid
g. Cr-Pikolinat
h. Na-CMC sebagai pelarut bahan uji
i. Pakan Br1
F. Penentuan Dosis
1.
Induksi Streptozotocin-nicotinamide
Bahan injeksi diabetes yang digunakan adalah streptozotocin yang
dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5 dan nicotinamide yang dilarutkan dalam
NaCl 0,9%. Perbandingan streptozotocin 60 mg/kg bb tikus dan nicotinamide
120 mg/kg bb tikus.
34
2.
Bahan Sediaan
Sediaan yang digunakan berupa suspensi Na-CMC sebagai media
pelarutan dan penyimpanan obat maupun suplemen. Na-CMC 0,2% b/v 1 L
dibuat dengan menimbang 2 g Na-CMC dilarutkan dalam ± 120 mL akuades
hangat kemudian diaduk. Setelah homogen kemudian dimasukkan ke dalam
labu takar 1 L dan ditambahkan akuades sampai tanda batas. Na-CMC yang
digunakan untuk media penyuspensi suplemen sebesar 250 mL, kecuali untuk
Cr-Pikolinat.
3.
Bahan Uji Cr(NO3)3∙9H2O
Kromium(III) yang dibutuhkan manusia per hari adalah 200 µg (Anderson
dalam Ngaisyah, 2010), sedangkan berdasarkan tabel konversi antar-jenis
subjek uji (Lampiran 2) kebutuhan Cr(III) untuk tikus Wistar adalah sebesar
3,6 µg. Suplemen yang diberikan adalah sebanyak 1 mL/hari maka dalam 250
mL larutan harus mengandung 900 µg Cr(III), oleh karena itu massa kristal
Cr(H2O)6](NO3)3∙3H2O (Mr = 400 g/mol) yang harus ditimbang sebesar:
Massa kristal Cr(III)nitrat =
=
(
)
/
/
x massa Cr(III)
x
g
= 0,00692 g
= 6,92 mg
Kristal Cr(H2O)6](NO3)3∙3H2O sebanyak 6,92 mg dilarutkan dalam 250
mL Na-CMC 0,2% b/v. Pemberian suplemen dilakukan secara peroral
sebanyak 1 mL/hari selama 8 minggu.
35
4.
Suplemen Cr-Pikolinat
Takaran saji yang tertera pada kemasan susu merk D setiap 60 g
mengandung 33,34 μg Cr(III). Berdasarkan faktor konversi dosis Cr(III) untuk
tikus adalah 3,6 μg, maka susu D yang harus ditimbang sebesar:
massa susu =
3,6 μg
33,34 μg
60 g
= 6,478 g
≈ 6,5 g
Susu merk D ditimbang sebanyak 6,5 g kemudian dilarutkan dalam 20 mL
air hangat. Sediaan Cr-Pikolinat diberikan harus selalu dalam keadaan segar.
5.
Glibenklamid
Dosis efektif glibenklamid untuk manusia adalah 5 mg/hari, sedangkan
faktor konversi untuk tikus (lampiran 2) adalah 0,018. Faktor farmakokinetika
sebesar 10 untuk hewan uji yang digunakan, maka dosis yang diberikan untuk
hewan uji sebesar 0,9 mg/mL. Sehingga untuk 250 mL larutan, glibenklamid
yang ditimbang sebanyak 225 mg.
G. Alur Penelitian
1. Tikus ditimbang dan dibagi menjadi 5 kelompok
2. Adaptasi tikus dilakukan selama 1 minggu
3. Pengambilan sampel darah dilakukan pada H0 untuk pemeriksaan kadar
glukosa darah (KGD0)
4. Injeksi STZ-Ni dilakukan secara intraperitonial pada H1
36
5. Kadar glukosa darah setelah induksi diukur pada H8 karena efek DM
terjadi setelah 7 hari sebagai KGD8
6. Pemberian suplemen mulai dilakukan pada H8 selama 56 hari (8 pekan)
dengan variasi perlakuan yang telah ditentukan
7. Kadar glukosa akhir diukur pada H64 sebagai KGD64
8. Analisis statistik kadar glukosa darah terukur
H. Penyajian dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan uji statistik parametrik karena variabel diambil
secara random dan skala pengukuran numerik (Bhisma, 2006). Data kadar glukosa
darah rata-rata yang diperoleh disajikan dalam bentuk diagram batang sehingga
terlihat perbedaan kadar glukosa darah awal, setelah induksi dan setelah pemberian
bahan uji selama 8 minggu. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara statistik
menggunakan SPSS versi 20. Rerata kadar glukosa darah pada setiap pengukuran
dibandingkan dengan menggunakan paired samples t test untuk masing-masing
kelompok. Syarat yang harus dipenuhi untuk uji t test antara lain:
1. Data per kelompok berdistribusi normal
2. Varians antar kelompok sama atau homogen.
Perbedaan yang bermakna (tingkat minimal signifikansi (p)<0,05) diperoleh
melalui 2 cara, yaitu:
1. Membandingkan antara thitung dengan ttabel
Apabila thitung positif: ada perbedaan bermakna jika thitung > ttabel
Apabila thitung negatif: ada perbedaan bermakna jika thitung<ttabel
37
2. Melihat nilai Sig. (2-tailed) atau p value
Jika nilai p<0,05 maka ada perbedaan bermakna secara statistik.
Uji aktivitas antihiperglikemia dinyatakan dalam %GL (Glucose Lowering)
dihitung menggunakan rumus :
Keterangan :
%
=
−
100%
X = kadar glukosa darah pada hari ke-8 (KGD8)
Y = kadar glukosa darah akhir setelah perlakuan 8 minggu (KGD64)
38
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1.
Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah (KGD)
Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebagai parameter sebelum
dan sesudah induksi diabetes. Dalam penelitian ini penelitian kadar glukosa
darah dilakukan di LPPT UGM dengan cara spektrometri. Sampel darah
diperoleh dari 3 tikus masih yang bertahan hidup setelah induksi
streptozotocin-nicotinamide. Tiga sampel tikus yang digunakan telah
memenuhi persyaratan sampel minimal yang digunakan berdasarkan rumus
Frederer. Kematian tikus yang terjadi setelah induksi dapat disebabkan karena
daya tahan tubuh tikus yang berbeda-beda. Hasil pemeriksaan disajikan dalam
bentuk kadar glukosa darah puasa rata-rata yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan KGD0, KGD8 dan KGD64
Kelompok
Perlakuan
Cr(NO3)∙9H2O
KGD0
Rata-rata KGD ± SD (mg/dL)
KGD8
KGD64
81,63 ± 19,02
112,57 ± 29,32
65,60 ± 26,05
Glibenklamid
114,03 ± 40,53
227,33 ± 124,50
74,90 ± 48,08
Na-CMC
64,00 ± 17,24
46,23 ± 17,82
Cr-Pic
Na-CMC
68,76 ± 12,03
81,16 ± 17,83
131,73 ± 33,40
134,96 ± 32,46
81,37 ± 20,62
176,20 ± 202,66
75,50 ± 16,54
Bila digambarkan dalam bentuk diagram akan terlihat kenaikan dan penurunan
seperti pada gambar 17.
39
Gambar 16. Diagram Kadar Glukosa Darah Rata-rata pada H1, H8 dan H64
2.
Hasil Analisis Statistik
Gambar 16 menunjukkan adanya kenaikan dan penurunan kadar glukosa
darah pada setiap pengukuran KGD. Data hasil pengukuran kadar glukosa
darah pada H0 harus mendekati sama. Berdasarkan uji normalitas Shapiro-Wilk
didapatkan nilai signifikansi KGD0 p>0,05 untuk semua kelompok, sehingga
semua hewan uji dapat digunakan untuk uji suplementasi Cr(NO3)∙9H2O.
Ada tidaknya perbedaan kadar glukosa darah yang bermakna pada setiap
pengukuran kadar glukosa darah masing-masing kelompok diketahui melalui
uji paired samples t test. Uji paired samples t test dilakukan untuk mengetahui
perbandingan KGD8 terhadap KGD0 setelah
induksi streptozotocin-
nicotinamide dan KGD64 terhadap KGD8 setelah pemberian bahan uji. Hasil uji
paired samples t test dapat dilihat pada tabel 7.
40
Tabel 7. Hasil Uji Paired Samples t Test
Kelompok
Perlakuan
Cr(NO3)∙9H2O
Cr-Pic
Glibenklamid
Kontrol DM
Kontrol Negatif
Cr(NO3)∙9H2O
Cr-Pic
Glibenklamid
Kontrol DM
Kontrol Negatif
KGD0 KGD8
KGD8 KGD64
3.
Korelasi
(r)
0,473
0,886
0,769
1,000
0,160
-0,786
-0,736
0,610
-0,587
1,000
p
0,179
0,043
0,180
0,024
0,309
0,260
0,225
0,123
0,779
0,096
Selisih ratarata
-30,93
-63,13
-113,30
-53,80
17,77
46,96
50,53
152,43
-41,23
-39,00
Uji Aktivitas Antihiperglikemia
Terjadinya penurunan kadar glukosa darah setelah pemberian bahan uji
menunjukkan bahwa bahan uji yang digunakan mempunyai aktivitas
antihiperglikemia (penurun kadar glukosa darah) yang dinyatakan dinyatakan
dengan
%GL
(Glucose
Lowering).
Hasil
perhitungan
aktivitas
antihiperglikemia dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Hasil Uji Aktivitas Antihiperglikemia
Perlakuan
Cr(III)nitrat
Cr-Pic
Glibenklamid
Kadar Glukosa Darah Rata-rata (mg/dL)
Sebelum
Setelah
Perlakuan (X)
Perlakuan (Y)
131,73
81,37
112,57
65,50
227,33
74,90
41
(X-Y)
%GL
47,07
41,81
152,43
67,05
50,36
38,23
B. Pembahasan
Penelitian
pengaruh
suplemen
Cr(III)nitrat
merupakan
penelitian
eksperimental dengan jenis post test only control group designs. Penelitian
melibatkan kelompok subjek yang diberi perlakuan (kelompok uji) dan satu
kelompok tanpa perlakuan sebagai kelompok kontrol. Penelitian dilakukan untuk
mengetahui pengaruh senyawa Cr(NO3)3∙9H2O terhadap kadar glukosa darah
hewan uji yang menderita diabetes mellitus tipe 2. Subjek dalam penelitian ini
menggunakan 20 ekor hewan uji berupa tikus Wistar jantan yang dibagi menjadi 5
kelompok yaitu 4 kelompok sebagai kelompok uji yang diinduksi diabetes dan 1
kelompok non-diabetes. Tiga kelompok diabetes diberikan bahan uji sesuai dengan
tabel 5, sedangkan kelompok kontrol diabetes dan kontrol negatif diberikan NaCMC.
Pemberian bahan uji dilakukan selama 8 minggu setelah induksi diabetes
dengan pembagian waktu sebagai berikut :
Adaptasi
H0
Pemberian bahan uji
H1
H8
Keterangan :
H0 : Pemeriksaan kadar glukosa darah hari ke-0
H1 : Induksi streptozotocin-nicotinamide
H8 : Pemeriksaan kadar glukosa darah hari ke-8
H64 : Pemeriksaan kadar glukosa darah hari ke-64
Adaptasi lingkungan dilakukan ± 1 minggu
H64
Gambar 17. Waktu penelitian
Pemeliharaan tikus Wistar menggunakan kandang dengan alas serbuk gergaji,
selain mempermudah dalam pembersihan kotoran juga dapat menghangatkan tikus.
42
Proses adaptasi dilakukan selama 1 minggu dengan pemberian pakan BR 1 yang
tidak mengandung karbohidrat serta minum berupa air secara ad libitum. Adaptasi
dilakukan agar tikus tdak mengalami stress lingkungan dan diharapkan berat badan
tikus naik mencapai ± 200 g sehingga siap diinduksi streptozotocin-nicotinamide.
Induksi diabetes dilakukan dengan menggunakan streptozotocin-nicotinamide
yang disuntikkan secara intraperitonial. Kombinasi streptozotocin-nicotinamide
dipilih karena dengan dosis yang tepat dapat merusak sel β Langerhans dalam
pankreas sebagai penghasil insulin, sehingga menyebabkan berkurangnya hormon
insulin yang dihasilkan analog dengan gejala patologis diabetes mellitus tipe 2.
Pemberian nicotinamide dilakukan karena banyak penelitian in vitro yang
menyimpulkan bahwa nicotinamide efektif melindungi sel β pankreas terhadap efek
toksik streptozotocin (Szkudelski, 2001). Sehingga dapat mencegah kerusakan fatal
akibat streptozotocin pada pankreas serta kematian pada tikus Wistar sebelum 56
minggu.
Bahan uji yang digunakan adalah senyawa Cr(NO3)3∙9H2O, glibenklamid, dan
Cr-Pic. Sediaan senyawa Cr(NO3)3∙9H2O dan glibenklamid berupa serbuk yang
dilarutkan dalam Na-CMC Cr-Pic berasal dari susu merk D yang telah
dikomersilkan sebagai produk bagi penderita diabetes yang harus disiapkan dalam
keadaan segar sebelum diberikan kepada tikus. Pembuatan bahan uji selalu
mempertimbangkan konversi rasio luas permukaan badan manusia (70 kg) terhadap
tikus yaitu sebesar 0,018 kali dosis efektif manusia. Bahan uji yang digunakan
dalam dilarutkan dan disimpan dalam Na-CMC yang merupakan turunan dari
selulosa yang berfungsi sebagai agen penyuspensi dan memberikan kestabilan
43
terhadap senyawa Cr(III). Na-CMC dipilih karena tikus tidak memiliki enzim
selulase sehingga tidak berpengaruh pada KGD tikus Wistar.
Glibenklamid merupakan obat antidiabetika oral dari golongan sulfonilurea
yang bekerja melepaskan persediaan insulinnya. Pemilihan glibenklamid sebagai
pembanding dari senyawa Cr(NO3)3∙9H2O karena masa kerja obat sebagai obat akut
(masa kerja ± 15 jam) sedangkan Cr(NO3)3∙9H2O yang dimaksudkan bersifat
sebagai suplemen. Sedangkan Cr-Pic merupakan kandungan yang terdapat pada
produk susu yang telah teruji dan dikomersilkan sebagai suplemen untuk menjaga
kadar glukosa darah pada penyandang DM.
Pengamatan kadar glukosa darah dilakukan secara in vivo menggunakan
senyawa Cr(NO3)3∙9H2O sebagai suplemen antidibetes dengan dosis Cr(III) untuk
tikus sebesar 3,6 μg/mL perhari. Bahan uji diberikan sebanyak 1 mL perhari,
kecuali Cr-Pic yang terdapat pada susu merk D yang harus dibuat segar setiap hari
sebanyak 6,5 g dilarutkan dalam 20 mL air hangat. Kelompok kontrol DM dan
negatif diberikan Na-CMC. Perlakuan dilakukan selama 8 minggu (56 hari) setelah
induksi streptozotocin-nicotinamide sebagai syarat uji suplemen.
Berdasarkan gambar 17, pemeriksaan kadar glukosa darah (KGD) puasa
dilakukan pada ke-0 (H0) sebagai kadar glukosa darah normal dan diberi kode
KGD0. Induksi streptozotocin-nicotinamide dilakukan pada hari ke-1 (H1). Setelah
7 hari dipelihara (H8) kadar glukosa darah diperiksa kembali diberi kode KGD8
sebagai parameter tikus mengalami diabetes (KGD>126 mg/dL). Pada hari ke-64
kadar glukosa darah diperiksa kembali sebagai kadar glukosa darah akhir dan diberi
kode KGD64.
44
Sampel darah tikus diambil melalui vena mata dengan menggunakan pipa
kapiler. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena mata karena volume
sampel darah yang digunakan kurang dari 2 mL dan darah keluar dari vena mata
tidak terlalu banyak, sehingga tikus tidak mengalami anemia. Sampel darah yang
diperiksa merupakan darah puasa. Puasa pada tikus dilakukan minimal 8 jam
sebelum pengambilan darah dengan menghentikan pemberian makan.
Data hasil pemeriksaan kadar glukosa darah pada Tabel 6. menunjukkan bahwa
kadar glukosa darah puasa tikus Wistar jantan sebelum induksi berada pada rentang
normal (KGD0 <100 mg/dL). Walaupun kadar glukosa rata-rata pada kelompok III
lebih dari 100 mg/dL, namun belum termasuk dalam kategori hiperglikemia. Uji
normalitas Shapiro-Wilk dengan SPSS 20 (Lampiran 6) pada masing-masing
kelompok menunjukkan bahwa data KGD0 terdistribusi normal (p>0,05).
Induksi nicotinamide dilakukan pada H1 dengan dosis 120 mg/kg bb yang
dilarutkan dalam NaCl 0,9%. Lima belas menit kemudian dilanjutkan induksi
streptozotocin dengan dosis 60 mg/kg bb yang dilarutkan dalam buffer sitrat pH 4,5
karena streptozotocin tidak larut dalam pelarut akuades. Induksi dilakukan seara
intraperitonial yaitu pada bagian rongga perut di antara kandung kencing dan hati.
Perbandingan dosis yang digunakan diharapkan dapat membuat tikus Wistar jantan
menderita diabetes mellitus tipe 2 dimana pankreas masih mampu menghasilkan
sedikit insulin untuk mengolah glukosa. Induksi streptozotocin-nicotinamide
dilakukan pada kelompok I–IV. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ratarata setelah induksi streptozotocin-nicotinamide pada H8 (KGD8) menunjukkan
kenaikkan kadar glukosa darah melebihi batas kadar glukosa darah normal yaitu
45
KGD8>126 mg/dL. Kadar glukosa darah kelompok V (kontrol negatif) tidak
mengalami perubahan yang signifikan karena tidak diinduksi streptozotocinnicotinamide. Berdasarkan perbandingan dosis senyawa diabetogenik yang
diberikan tikus menderita diabetes mellitus tipe 2.
Pemberian bahan uji selama 8 minggu pada kelompok I–III menunjukkan hasil
yang positif, yaitu terjadinya penurunan kadar glukosa darah sehingga berada pada
keadaan normal. Gambar 16 menunjukkan bahwa kadar glukosa darah pada kontrol
DM semakin meningkat sedangkan pada kontrol negatif relatif tetap. Hal ini
menunjukkan bahwa Na-CMC yang digunakan sebagai pelarut senyawa Cr(III)
tidak mempengaruhi kadar glukosa darah tikus.
Uji statistik berupa uji paired samples t test dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan yang bermakna pada setiap kenaikan dan penurunan KGD
puasa rata-rata. Berdasarkan Tabel 7, nilai r menunjukkan adanya korelasi atau
hubungan antara kedua variabel. Dalam penelitian ini nilai r positif menunjukkan
kenaikan kadar glukosa darah pada hari ke-8 dengan selisih rata-rata yang bernilai
negatif karena KGD0<KGD8. Kenaikan KGD8 dari KGD0 yang bermakna secara
statistik ditunjukkan oleh kelompok perlakuan Cr-Picolinat dan kontrol DM. Jika
dikaitkan dengan diagram KGD pada Gambar 16, kelompok perlakuan
glibenklamid seharusnya memberikan perbedaan yang signifikan. Hal ini
disebabkan karena data KGD8 pada kelompok glibenklamid terdapat selisih ratarata yang terlalu tinggi. Begitu pula pada perbandingan KGD64 terhadap KGD8
kelompok perlakuan glibenklamid sehingga harga r bernilai positif walaupun terjadi
penurunan dengan selisih rata-rata yang besar.
46
Penurunan KGD64 dari KGD8 yang ditandai dengan r yang bernilai negatif pada
sebagian besar kelompok juga tidak memberikan perbedaan yang bermakna secara
statistik. Nilai r positif pada kelompok kontrol DM seharusnya bernilai positif
karena terjadi kenaikan kadar glukosa darah. Hal ini disebabkan karena sebaran
data KGD64 pada kontrol DM bersifat tidak normal (Lampiran 6). Dua dari tiga
tikus yang digunakan mengalami penurunan kadar glukosa darah, sedangkan 1
lainnya mengalami kenaikan yang drastis (Lampiran 4). Penurunan kadar glukosa
darah setelah induksi streptozotocin-nicotinamide dapat disebabkan karena daya
tahan tikus yang mampu menahan reaksi perusakan oleh zat diabetogenik tersebut.
Berdasarkan uji paired samples t test yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penurunan kadar glukosa darah yang terjadi pada kelompok perlakuan tidak
memberikan perbedaan yang bermakna secara statistik, namun terjadi penurunan
kadar glukosa darah pada kelompok yang diberikan bahan uji. Hal tersebut
menunjukkan
bahwa
bahan
uji
yang
digunakan
mempunyai
aktivitas
antihiperglikemia (penurun kadar glukosa darah) yang dinyatakan dinyatakan
dengan %GL (Glucose Lowering) pada Tabel 8.
Berdasarkan
Tabel
8,
Senyawa
Cr(III)nitrat
mempunyai
aktivitas
antihiperglikemia sebesar 41,81%GL lebih tinggi jika dibandingkan dengan
senyawa Cr-Pic yang terkandung dalam susu diabetes merk D mempunyai %GL
sebesar 38,23 dan glibenklamid mempunyai %GL sebesar 67,05%. Kromium
trivalen yang terdapat dalam senyawa Cr(NO3)3∙9H2O berperan dalam proses
metabolisme karbohidrat yaitu mengaktifkan reseptor insulin pada penderita
diabetes mellitus tipe 2. Senyawa Cr(NO3)3∙9H2O telah terbukti mampu
47
menurunkan kadar glukosa darah dengan aktivitas antihiperglikemia yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan kontrol positif Cr-Pic. Namun, ion nitrat dari
senyawa Cr(NO3)3∙9H2O diketahui bersifat korosif sehingga dapat merusak
lambung.
Kasus diabetes mellitus tipe 2 pada manusia terjadi karena adanya gangguan
yang berhubungan dengan insulin yaitu resistensi insulin dan atau gangguan sekresi
insulin. Resistensi insulin terjadi akibat penurunan sensitivitas reseptor insulin pada
permukaan membran sel (IR-α) untuk menangkap insulin dalam aliran darah
(Gambar 5). Induksi streptozotocin-nicotinamide pada tikus Wistar menyebabkan
terjadinya kerusakan pankreas sehingga produksi insulin menurun, analog dengan
keadaan patologis pada manusia.
Senyawa Cr(III) mampu membantu kinerja insulin dengan mengaktifkan
reseptor insulin. Peran senyawa Cr(III) dalam menurunkan kadar glukosa darah
dibuktikan dengan menurunnya kadar glukosa darah tikus Wistar setelah pemberian
senyawa Cr(NO3)3∙9H2O selama 8 minggu dengan aktivitas antihiperglikemia
sebesar 24,63% GL. Mekanisme Cr(III) mengaktifkan reseptor insulin terdapat
pada Gambar 9. Glibenklamid menurunkan kadar glukosa darah tikus dengan
aktivitas antihiperglikemia yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan senyawa
Cr(NO3)3∙9H2O. Glibenklamid merupakan obat antihiperglikemia akut yang
mempunyai mekanisme kerja berbeda dengan unsur Cr(III) dalam tubuh yaitu
dengan merangsang sel β pankreas untuk melepaskan persediaan insulinnya. Cr-Pic
merupakan senyawa tambahan dalam suplemen antidiabetik yang telah
dikomersilkan.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
C. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian uji aktivitas antihiperglikemia Cr(III)-nitrat yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan:
1.
Kadar glukosa darah tikus sebelum induksi streptozotocin-nicotinamide
berada dalam keadaan normal (<126 mg/dL) dengan rentang 64,00 –
114,03 mg/dL. Setelah induksi kadar glukosa darah naik 112,73 – 227,33
mg/dL dan dapat dikatakan bahwa tikus menderita diabetes mellitus.
2.
Kadar glukosa darah tikus pada kelompok perlakuan Cr(NO3)3∙9H2O turun
menjadi 65,60 mg/dL setelah pemberian suplemen selama 8 minggu
3.
Senyawa Cr(NO3)3∙9H2O mempunyai aktivitas antihiperglikemia sebesar
41,81% GL pada tikus yang terinduksi streptozotocin-nicotinamide.
D. Saran
1.
Pengamatan histopatologi perlu dilakukan untuk mengetahui kerusakan
yang terjadi pada pankreas.
2.
Perlu dilakukan uji toksisitas senyawa Cr(NO3)3∙9H2O.
3.
Perlu dilakukan pengamatan variasi dosis Cr(III) terhadap aktivitas
antihiperglikemia dari macam-macam senyawa Cr(III).
4.
Senyawa Cr(NO3)3∙9H2O juga perlu diberikan kepada tikus non-diabetes
untuk mengetahui benar tidaknya terjadi penurunan kadar glukosa darah.
49
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N., Feri Kusnandar, dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Jakarta:
PT Dian Rakyat.
American Diabetes Association (2014). Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus. Diabetes Care Vol 37, Supplement 1, January 2014. Diakses dari
http://care.diabetesjournals.org/content/37/Supplement_1/S81.full.pdf+html
pada 4 Mei 2015. Jam 09.29 WIB).
Agung Endro Nugroho. (2006). Hewan Percobaan Diabetes Mellitus: Patologi Dan
Mekanisme Aksi Diabetogenik. Jurnal BIODIVERSITAS. 7(4): 378-382.
Akbarzadeh A., Norouzian D., Mehrabi M.R., Jamshidi Sh., Farhangi A., Allah Verdi
A., Mofidian1 S.M.A. and B. Lame Rad. (2007). Induction of Diabetes by
Streptozotocin In Rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry. 22(2).
Althan, V. M. (2003). The Pharmacology of Diabetic Complication. Current
Medical Chemistry. 10: 1317-1327.
Arief Nurrochmad, dkk. (2012). Petunjuk Praktikum Farmakoogi Eksperimental I.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Asman Manaf. (2006). Insulin: Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme.
Dalam Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran
UI.
Baynes, J. W. (2003). Role Of Oxidative Stress In Diabetic Complicatoin. A New
On An Old Paradigm. Diabetes. 48: 1-9.
Connel, D.W & Miller G.J (eds). 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran.
Jakarta: UI Press.
Cnop, M, et. al. (2005). Mechanism of Pancreatic β-Cell Death in Type 1 and Type
2 Diabetes. Diabetes. 54: 97-107.
Davis W. Lamson, Steven M. Plaza. (2002). The Safety And Efficacy Of HighDose Chromium. Alternative Medicine Review. 7(3): 218-235.
Departemen Kesehatan RI. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes
Melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
50
Eleazu CO, et. al., (2013). Review Of The Mechanism Of Cell Death Resulting
From Streptozotocin Challenge in Experimental Animals, Its Practical Use
and Potensial Risk to Humans. J Diabetes Metab Disord. 12(1): 60.
Evans, Joseph, et. al. (2002). Oxidative Stress and Stress Activated Signaling
Pathways: A Unifying Hypothesis of Type 2 Diabetes.
Feng, Weiyue. (2007). The Transport of Chromium(III) In the Body: Implications
for Function. The Nutritional Biochemistry of Chromium(III).
Groff J. L., Gropper S. S. (2000). Advanced Nutrition and Human Metabolism.
Singapore: Wadsworth/Thomson Learning.
Guthrie, D. W., dan Guthrie, R. A. (2003). The Diabetes Source Book. New York:
Mc Graw Hill Company.
Guyton AC, Hall JE. (2011). Textbook of Medical Physiology 12th ed. Philadelphia :
Saunders Elsevier
Kleefstra, Nanne.,Houweling, Bas. Physiological role of chromium [internet]. 2014
Aug 13; Diapedia 8104108110 rev. no. 17. Available from:
http://dx.doi.org/10.14496/dia.8104108110.17 diakses pada 1 September
2016. Jam 01.28 WIB.
Kun Sri Budiasih. (2009). Studi Bioanorganik: Mineral Runutan Dalam
Metabolisme Tubuh. Prosiding, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan
dan Penerapan MIPA. Yogyakarta: FMIPA UNY.
Kun Sri Budiasih. (2009). Karakterisasi Kromium (III) Askorbat Produk Industri
Sebagai Upaya Mendapatkan Data Pembanding Bagi Produk Sintesis.
Prosiding, Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA.
Yogyakarta: FMIPA UNY.
Kun Sri Budiasih. (2013). Antihyperglicemic Activity of Some Cr-amino acids
Complexes on Diabetics Rats. Journal of Chemical and Pharmaceutical
Research. 5(9): 34-39.
Kusumawati Diah. (2004). Bersahabat dengan Hewan Coba Edisi Pertama.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, et al. (2012). Diabetes Mellitus. Harrison’s
Princliples Of Internal Medicine. 18th ed. New York: Mc Graw Hill Company.
51
M. Sopiyudin Dahlan. (2008). Statistik Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta:
Salemba Medika
Mohammad Ghoffar. (2012). SALAT. Olahraga Ampuh untuk Diabetes Mellitus.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
National Research Council. (1997). Nutrient Requirement Of Warmwater Fishes.
Washington: National Academic of Science.
Mertz, W.M.D. (1998). Chromium research from a distance: from 1959 to 1980.
Journal American College of Nutrition. 17: 544-547.
Oprescu, A. et. al. (2007). Free Fatty Acid-Induced Reduction in GlucoseStimulated Insulin Sekretion : Evidence for a Role of Oxidative Stress In vitro
and In Vivo. Diabetes Journal. 56: 2927-2937.
Pandey, Manju dan Vijayakumar. (2011). Nutraceutical Supplementation for
Diabetes: A Review. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical
Sciences. 3(4): 33-40.
Palmer, Michael. (2015). Human Metabolism Lecture Notes. Canada : Departemen
of Chemistry, University of Waterloo
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). (2011). Konsensus
Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Power, A. C. (2005). Diabetes Mellitus. Harrison’s Principles Of Internal Medicine
16th ed. New York: Mc Graw Hill. 2152-2179.
Raden Roro Dewi Ngaisyah. (2010). Hubungan Asupan Kromium dengan Tingkat
Gula Darah pada Anggota Persadia Samarinda Tahun 2010. Tesis.
Universitas Indonesia. Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat.
Raslim Rasyid, dkk. (1995). Prinsip-Prinsip Kimia Medicinal. Yogyakarta: UGM
Press.
Safinaz S. Ibrahim, Sherine M. Rizk. (2008). Nicotinamide: A Cytoprotectant
Against Streptozotocin-Induced Diabetic Damage In Wistar Rat Brains.
African Journal of Biochemistry Research. 2(8): 174-180.
Soegondo. 2008. Hidup Secara Mandiri Dengan Diabetes Mellitus. Jakarta:
Fakultas Kedokteran UI.
52
Surya Dharma. (2010). Pengaruh Pemberian Komium (III) dengan Vitamin C
terhadap Kadar Glukosa Darah, Spermatozoa, dan Organ Terkait Mencit
Putih. Disertasi. Universitas Andalas.
Szkudelski, Tomasz. (2001). The Mecanism Of Alloxan and Streptozotocin Action
In β Cell Of The Rat Pankreas. Physiology Research. 50: 54-536.
Szkudelski, Tomasz. (2012). Streptozotocin-Nicotinamide Induced Diabetes in the
Rat. Characteristics of the Experimental Model. Experimental Biology and
Medicine. 237(5): 481.
Vincent, John B and Dontarie Stallings. (2007). Introduction: A History Of
Chromium Studies (1955-1995). The Nutritional Biochemistry of
Chromium(III).
Zainal Arifin. (2008). Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem
Biologi dan Metode Analisnya. Jurnal Litbang Pertanian. 27(3): 99-105
53
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Skema Alur Penelitian
55
Lampiran 2. Konversi Dosis Antar-Jenis Subjek Uji
Konversi perhitungan dosis antar-jenis subjek uji
Mencit
20 g
Tikus
200 g
Marmot
400 g
Kelinci
1,5 kg
Kera
1 kg
Anjing
12 kg
Manusia
70 kg
Mencit
20 g
Tikus
200 g
Marmot
400 g
Kelinci
1,5 kg
Kera
1 kg
Anjing
12 kg
Manusia
70 kg
0,14
1,0
1,74
3,9
9,2
17,8
56,0
0,008
0,57
1,0
2,25
5,2
10,2
31,5
0,004
0,25
0,44
1,0
2,4
4,5
14,2
0,016
0,11
0,19
0,42
1,0
1,9
6,1
0,008
0,06
0,10
0,22
0,52
1,0
3,1
0,0026
0,0018
0,031
0,07
0,16
0,32
1,0
1,0
7,0
12,225
56
27,8
64,1
124,2
387,9
(Laurence dan Bacharach, 1964)
Lampiran 3. Pembuatan Pelarut Streptozotocin-nicotinamide
1.
Larutan Buffer Sitrat 0,1 pH 4,5 0,1 M sebagai pelarut Streptozotocin
Prosedur pembuatan :
Asam sitrat 0,1 M sebanyak 25,5 mL dicampurkan dengan 24,5 mL larutan
sodium sitrat 0,1 M kemudian ditambahkan akuades hingga volume 100 mL.
Pengecekan pH dilakukan dengan menggunakan pH universal. pH 4,5 dapat
dicapai dengan menambahkan larutan asam sulfat 1 N
2.
Larutan NaCl 0,9% sebagai Pelarut Nicotinamide
Larutan NaCl 0,9% b/v =
,
Dalam 250 mL NaCl 0,9% terdapat NaCl sebanyak =
,
x 250 mL
= 2,25 g
a. Ditimbang NaCl sebayak 2,25 g diatas gelas arloji
b. Dilarutkan dalam gelas kimia menggunakan pelarut akuades
c. Dipindahkan kedalam labu ukur 250 mL
d. Ditambahkan akuades hingga tanda batas kemudian dikocok hingga
homogen
57
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah
1.
Kadar Glukosa Darah pada Hari ke-0
Kelompok
Perlakuan
Cr(NO3)∙9H2O
Cr-Pic
Keterangan
Perlakuan
Kontrol positif
Glibenklamid
Kontrol positif
Na-CMC
Kontrol negatif
Na-CMC
2.
Kontrol DM
1
Perlakuan
Cr(NO3)∙9H2O
Cr-Pic
Kontrol positif
82,50
96,40
160,40
85,30
74,50
44,10
82,60
68,70
60,70
73,20
1
84,50
167,60
2
110,20
Kontrol negatif
30,70
42,30
Kelompok
Perlakuan
Cr(NO3)∙9H2O
Cr-Pic
Keterangan
Perlakuan
Kontrol positif
1
74,80
71,20
2
85,80
36,20
56,80
61,60
65,20
Na-CMC
Kontrol negatif
63,80
82,20
410,20
3
105,01
127,10
58
65,70
67,80
Kontrol positif
Kontrol DM
86,90
KGD64 (mg/dL) tikus nomor ke-
Glibenklamid
Na-CMC
143,00
172,20
Na-CMC
112,60
3
120,10
324,20
Kadar Glukosa Darah pada Hari ke-64
73,40
101,50
270,90
3.
101,60
126,60
Kontrol positif
Kontrol DM
63
KGD8 (mg/dL) tikus nomor ke-
Glibenklamid
Na-CMC
3
100,20
Keterangan
Perlakuan
2
62,20
Kadar Glukosa Darah pada Hari ke-8
Kelompok
KGD0 (mg/dL) tikus nomor ke-
32,40
-
Lampiran 5. Analisis Deskriptif Hasil Pengukuran Kadar Glukosa Darah Tikus
59
Lampiran 6. Uji Normalitas Kadar Glukosa Darah
Interpretasi normal :
Nilai p (sig.) < 0,05 maka data tidak terdistribusi normal
Nilai p (sig.) > 0,05 maka data terdistribusi normal
60
Lampian 7. Hasil Uji Paired Sample t Test masing-masing Kelompok dengan Tingkat Kepercayaan 95%
1.
Kelompok Perlakuan Cr(NO3)∙9H2O
61
2.
Kelompok Perlakuan Cr-Picolinat
62
3.
Kelompok Perlakuan Glibenklamid
63
4.
Kontrol DM
64
5.
Kontrol Negatif
65
Lampiran 8. Aktivitas Antihiperglikemia dalam Glucose Lowering (%GL) Bahan
Uji
Perlakuan
Cr(III)nitrat
Kadar Glukosa Darah Rata-rata (mg/dL)
Sebelum
Setelah
Perlakuan (X)
Perlakuan (Y)
131,73
81,37
Cr-Pic
Glibenklamid
112,57
65,50
227,33
74,90
Keterangan :
% GL =
x 100%
66
(X-Y)
%GL
47,07
41,81
50,36
152,43
38,23
67,05
Download