Upaya Peningkatan Kemampuan Berbicara dengan Tema

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Pembelajaran Tematik
Ditinjau dari pengertiannya, pembelajaran adalah pengembangan pengetahuan,
keterampilan, atau sikap baru pada saat seseorang individu berinteraksi dengan informasi
dan lingkungan. Menurut Yunanto (2004:4), “Pembelajaran merupakan pendekatan belajar
yang memberi ruang kepada anak untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar.”
“Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok
pembicaraa: Depdiknas (2007:226). Selanjutnya menurut Kunandar (2007:311), “Tema
merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik
secara utuh.” Dalam pembelajaran, tema diberikan dengan maksud menyatukan isi
kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya perbendaharaan bahasa anak
didik dan membuat pemmbelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk
memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam
pembelajaran ini dapat dilihat dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum, dan aspek
belajar mengajar. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajatan terpadu yang
menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata
pelajaran dan diberikan dalam satu kali tatap muka.
Pembelajaran tematik dikemas dalam suatu tema atau bisa disebut dengan
istilah tematik. Pendekatan tematik ini merupakan satu usaha untuk mengintegrasikan
pengetahuan, kemahiran dan nilai pembelajaran serta pemikiran yang kreatif dengan
menggunakan tema. Dengan kata lain pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang
menggunakan tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna bagi peserta didik. Dikatakan bermakna karena dalam
pembelajaran tematik, peserta didik akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari
melalui pengalaman langsung dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Pendekatan ini berangkat dari teori pembelajaran yang menolak proses
latihan/hafalan (drill) sebagai dasar pembentukan pengetahuan dan struktur intelektual
anak. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk Piaget yang
5
6
menekankan bahwa pembelajaran itu haruslah bermakna dan berorientasi pada
kebutuhan dan perkembangan anak. Pendekatan pembelajaran tematik lebih menekankan
pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu (learning by doing).
Pembelajaan tematik adalah pembelajaran tepadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman
bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi
pokok pembicaraan dengan tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di
antaranya:
1)
Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu,
2)
Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi
dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
3)
pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
4)
Kompetensi dasar dapat dikembangkan
lebih baik dengan mengkaitkan
matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
5)
Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan
dalam konteks tema yang jelas;
6)
Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk
mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus
mempelajari matapelajaran lain;
7)
Guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik
dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu
selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.
Dalam model pembelajaran tematik di kelas awal yang diterbitkan Balitbang
Diknas, tahun 2006 dikemukakan bahwa sebagai suatu model pembelajaran di sekolah
dasar, pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai
subjek belajar sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator yaitu memberikan
kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
7
2. Memberikan pengalaman langsung
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experiences). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang nyata (konkrit) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan matapelajaran tidak begitu jelas
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling
dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai matapelajaran
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, Siswa mampu memahami konsepkonsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk membantu siswa dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat mengaitkan
bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang lainnya, bahkan
mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan lingkungan dimana sekolah dan
siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya sesuai
dengan minat dan kebutuhannya.
7. Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses
belajar secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat memperoleh
pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai pengetahuan
yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep
yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah
dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, termasuk
Piaget yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada
kebutuhan dan perkembangan anak. Dengan pelaksanaan pembelajaran dengan
memanfaatkan tema ini, akan diperoleh beberapa manfaat yaitu:
8
1.
Dengan menggabungkan beberapa kompetensi dasar dan indikator serta isi
mata pelajaran akan terjadi penghematan, karena tumpang tindih materi
dapat dikurangi bahkan dihilangkan,
2.
Siswa mampu melihat hubungan-hubungan yang bermakna sebab isi/materi
pembelajaran lebih berperan sebagai sarana atau alat, bukan tujuan akhir,
3.
Pembelajaran menjadi utuh sehingga siswa akan mendapat pengertian
mengenai proses dan materi yang tidak terpecah-pecah.
4.
Dengan adanya pemaduan antar mata pelajaran maka penguasaan konsep
akan semakin baik dan meningkat,
Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran.
Materi pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat
dilanjutkan sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran.
2.
Hubungan antar mata pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan
alami. Dapat ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu,
tidak terbatas pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding
kelas.
3.
Guru dapat membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai
aspek kehidupan. Guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi,
atau topik dari berbagai sudut pandang.
4.
Pengembangan masyarakat belajar terfasilitasi. Penekanan pada kompetisi
bisa dikurangi dan diganti dengan kerja sama dan kolaborasi.
Keuntungan pembelajaran tematik bagi siswa antara lain adalah sebagai berikut:
1. Bisa lebih memfokuskan diri pada proses belajar, daripada hasil belajar.
2. Menghilangkan batas semu antar bagian-bagian kurikulum dan menyediakan
pendekatan proses belajar yang integratif.
3. Menyediakan kurikulum yang berpusat pada siswa – yang dikaitkan dengan
minat, kebutuhan, dan kecerdasan; mereka didorong untuk membuat
keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada keberhasilan belajar.
4. Merangsang penemuan dan penyelidikan mandiri di dalam dan di luar kelas.
9
5. Membantu siswa membangun hubungan antara konsep dan ide, sehingga
meningkatkan apresiasi dan pemahaman.
2.1.2 Kreativitas Belajar
Kreativitas adalah hasil dari interaksi antara individu dan lingkungannya
seseorang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana ia berada dengan
demikian baik berubah di dalam individu maupun di dalam lingkungan dapat menunjang
atau dapat menghambat upaya kreatif (Munandar, 1995: 12).
Kreativitas juga diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk melahirkan
sesuatu yang baru baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan
apa yang telah ada sebelumnya (Supriyadi, 1994: 7).
Secara psikoligis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. “belajar juga adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya” (Slameto, 2003: 2).
Ahli pendidikan modern merumuskan bahwa belajar adalah suatu
bentuk
pertmbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara
bertingkah laku yang baru berkat pengalaman dan latihan (Aqib, 2003: 42). Belajar
merupakan kegiatan yang terjadi pada semua orang tanpa mengenal batas usia dan
berlangsung seumur hidup (Rohadi, 2003: 4). Dengan demikian belajar merupakan usaha
yang dilakukan seseorang melalui interaksi dengan lingkungannya untuk merubah
prilakunya, jadi hasil dari kegiatan belajar adalah berupa perubahan prilaku yang relatif
permanen pada diri orang yang belajar.
Tornace dan Myres dikutip oleh Triffinger (1980) dalam Semiawan dkk (1987:34)
berpendapat bahwa belajar kreatif adalah “menjadi peka atausadar akan masalah,
kekuarangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada,
ketidak harmonisan dan sebagainya. Mengumpulkam informasi yang ada, membataskan
kesukaran, atau menunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak ada, mencari jawaban,
membuat hipotesis, mengubah dan mengujinya, menyempurnakan dan akhirmnya
mengkomunikasikan hasil-hasilnya” .
10
Sedangkan proses belajar kreatif menurut Torance dan Myres berpendapat
bahwa proses belajar kreatif sebagai : “keterlibatan dengan sesuatu yang berarti, rasa
ingin tahu dan mengetahui dalam kekaguman, ketidak lengkapan, kekacauan, kerumitan,
ketidakselarasan, ketidakteraturan dan sebagainya.
Kesederhanaan dari struktur atau mendiagnosis suatu kesulitan dengan
mensintesiskan ionformasi yang telah diketahui, membentuk kombinasi dan mendivergensi
dengan menciptakan alternatif-alternatif baru, kemungkinan-kemungkinan baru, dan
sebagainya. Mempertimbangkan, menilai, memeriksa, dan menguji kemungkinankemungkinan baru, menyisihkan, memecahkan yang tidak berhasil, salah dan kurang baik,
memilih pemecahan yang paling baik dan membuatnya menarik atau menyenangkan
secara estesis, mengkomunikasi hasi-hasilnya kepada orang lain” (Semiawan, DKK. 1987:
35).
Dengan demikian dalam belajar kreatif harus melibatkan komponen-komponen
pengalaman belajar yang paling menyenangkan dan paling tidak menyenangkan lalu
menemukan bahwa pengalaman dalam proses belajar kreatif sangat mungkin berada di
antara pengalaman-penglaman belajar yang sangat menenangkan, pengalamapengalaman yang sangat memberikan kepuasan kepada kita dan yang sangat bernilai
bagi kita.
Jadi kreativitas belajar dapat diartikan sebagai kemampuan siswa menciptakan
hal-hal baru dalam belajarnya baik berupa kemampuan mengembangkan kemampuan
formasi yang diperoleh dari guru dalam proses belajar mengajar yang berupa pengetahuan
sehingga dapat membuat kombinasi yang baru dalam belajarnya.
Refinger (1980: 9-13) dalam Conny Semawan (1990:37-38) memberikan empat
alasan mengapa belajar kreatif itu penting, yaitu:
1)
Belajar kreatif membantu anak menjadi berhasil guna jika kita tidak bersama mereka.
Belajar kreatif adalah aspek penting dalam upaya kita membantu siswa agar mereka
lebih mampu menangani dan mengarahkan belajar bagi mereka sendiri.
2)
Belajar kreatif menciptakan kemungkinan-kemungkinan untuk memecahkan masalahmasalah yang tidak mampu kita ramalkan yang timbul di masa depan.
3)
Belajar kreatif dapat menimbulkan akibat yang besar dalam kehiduppan kita. Banyak
pengalamankreatif yang lebih dari pada sekedar hobi atau hiburan bagi kita. Kita
11
makin menyadari bahwa belajar kreatif dapat mempengaruhi, bahkan mengubah karir
dan kehidupan pribadi kita.
4)
Belajar kreatif dapat menimbulkan kepuasan dan kesenangan yang besar.
Sebagaimana halnya dengan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan, pada
belajar kreatif kita lihat secara aktif serta ingin mendalami bahan yang dipelajari.
Dalam proses belajar secara kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses
berfikir ke macam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dengan
proses berfikri konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal yang paling tepat)
berfikir kritis.
Gagasan-gagasan yang kreatif, hasil-hasil karya yang kreatif tidak muncul begitu
saja, untuk dapat menciptakan sesuatu yang bermakna dibutuhkan persiapan. Masa
seorang anak duduk di bangku sekolah termasuk masa persiapan ini karena
mempersiapkan seseorang agar dapat memecahkah masalah-masalah. Demikianlah
semua data (pengalaman) memungkinkan seorang mencipta, yaitu dengan mengabunggabungkan (mengkombinasikan) menjadi sesuatu yang baru.
2.1.3 Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia
Menurut Nurgiyantoro (1995:276) berbicara adalah aktivitas berbahasa kedua
yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah aktivitas
mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi yang didengar itu, kemudian manusia belajar
untuk mengucapkan dan
akhirnya terampil berbicara. Berbicara diartikan sebagai
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan,
menyatakan dan menyampaikan pikiran, gagasan,serta perasaan (Tarigan, 1983:14).
Dapat dikatakan bahwa berbicara merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat
didengar (audible) dan yang kelihatan (visible) yang memanfaatkan sejumlah otot tubuh
manusia demi maksud dan tujuan gagasan atau ideide yang dikombinasikan. Berbicara
merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis,semantik, dan linguistik.Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa berbicara diartikan sebagai suatu alat untuk mengkombinasikan
gagasan-gagasan yang disusun serta mengembangkan sesuai dengan kebutuhankebutuhan sang pendengar atau penyimak.
12
Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak hampirhampir secara langsung apakah sang pembicara memahami atau tidak baik bahan
pembicaraan maupun para penyimaknya, apakah dia bersikap tenang serta dapat
menyesuaikan diri atau tidak, pada saat dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri
atau tidak, pada saat dia mengkombinasikan gagasan-gagasannya apakah dia waspada
serta antusias ataukah tidak.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia dihadapkan dengan berbagai kegiatan
yang menuntut kemampuan berbicara. Dialog dalam lingkungan keluarga antara anak dan
orang tua, antara ayah dan ibu antara anak-anak, menuntut kemampuan berbicara. Di luar
lingkungan keluarga juga terjadi percakapan, diskusi, di antara teman dengan teman,
tetangga dengan tetangga, kawan sepermainan, rekan sekerja, teman satu sekolah, dan
sebagainya.
Dari semua situasi di atas dituntut kemampuan berbicara setiap individu yang
ikut berpartisipasi. Sebagai anggota masyarakat setiap individu dituntut terampil
berkomunikasi. Terampil menyatakan pikiran, gagasan, ide, perasaan, dan pikiran. Juga
individu itu terampil pula menangkap informasi yang diterimanya. Kesimpulannya setiap
individu harus terampil menyampaikan informasi dan terampil pula menerima informasi.
Berdasarkan standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia di SD untuk
materi pembelajaran berbicara siswa diharapkan mampu mengungkapkan pikiran,
perasaan, dan informasi secara lisan dengan: perkenalan, tegur sapa, pengenalan benda,
fungsi anggota tubuh, deklamasi, gambar, percakapan sederhana, dongeng, kegiatan
bertanya, bercerita, mendeskripsikan benda, memberikan tanggapan/saran, bertelepon,
mendeskripsikan secara lisan tempat sesuai denah, petunjuk penggunaan suatu alat,
berbalas pantun, menceritakan hasil pengamatan, berwawancara, diskusi, bermain drama,
berpidato, melaporkan isi buku, dan baca puisi (Permendiknas No. 22 th. 2006 tentang
Standar Isi, 319-330).
Pengajaran berbicara di SD harus dilaksanakan sebaik-baiknya melalui materi
pokok yang ada. Karena itu guru kelas di SD harus mengenal, mengetahui, menghayati
dan dapat menerapkan berbagai metode, teknik atau cara mengajarkan kemampuan
berbicara, sehingga pengajaran berbicara menarik, merangsang, bervariasi, dan
menimbulkan minat belajar berbicara bagi siswa.
13
2.1.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement
Division (STAD)
2.1.4.1 Model Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem pengajaran yang memberi
kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas
yang terstruktur (Lie,2004:12). Dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar dalam suatu
kelompok kecil dan dikehendaki untuk saling memberi penjelasan yang baik, menjadi
pendengar yang baik, mengajukan pertanyaan yang benar. Salah satu faktor penunjang
dalam usaha peningkatan prestasi belajar adalah penggunaan metode dalam proses
belajar mengajar. Guru harus mampu menerapkan metode yang tepat agar diperoleh hasil
belajar yang maksimal.
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang menitikberatkan
pada pengelompokan siswa dengan tingkat kemampuan akademik yang berbeda ke dalam
kelompok kecil. Menurut Sartono (2003:32), Siswa diajarkan keterampilan-keterampilan
khusus agar dapat bekerja sama dengan baik dalam kelompoknya, seperti menjelaskan
kepada teman sekelompoknya, menghargai pendapat teman, berdiskusi dengan teratur,
siswa yang pandai membantu yang lebih lemah, dan sebagainya. Pada dasarnya semua
pendekatan dan strategi belajar yang memberdayakan siswa merupakan suatu
pendekatan dan strategi yang dianjurkan diterapkan dalam KTSP. Tidak ada strategi dan
pendekatan khusus yang dianjurkan, kecuali guru tidak menggunakan metode
konvensional sebagai satu-satunya pilihan dalam metode pembelajaran.
Menurut Nurhadi (2004:112) bahwa : Dalam pendekatan konstruktif, atas dasar
teori bahwa pengajaran menerapkan pembelajaran kooperatif secara ekstensif dengan
harapan siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit
apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep tersebut dengan temannya.
Dalam pembelajaran kooperatif siswa dilatih untuk mengembangkan interaksi yang saling
asah, asih, dan asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang
dapat menimbulkan permusuhan, sebagai latihan hidup di masyarakat. Menurut Ibrahim
(2004:6) pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif dapat memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
14
1.
Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi
belajarnya
2.
Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.
Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis
kelamin berbeda-beda.
3.
Penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu
Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah suatu kumpulan strategi pembelajarn dimana siswa bekerja sama dalam
kelompok-kelompok kecil agar lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep
yang sulit melalui diskusi.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat elemen-elemen atau unsur-unsur yang
saling terkait. Unsur-unsur tersebut, menurut Nurhadi (2004:12) adalah saling
ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individu, dan keterampilan untuk
menjalin hubungan antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan.
Sedangkan unsur-unsur metode pembelajaran kooperatif menurut Roger dan
David Johnson dalam Lie (2004:31) yaitu meliputi saling ketergantungan positif, tanggung
jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses
kelompok. Kelima unsur tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1.
Saling ketergantungan yang positif
Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas
sedemikian rupa sehingga tiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri
agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Keberhasilan kelompok tergantung dari
usaha setiap anggota. Setiap siswa dapat memberikan kontribusi kepada kelompok. Hal ini
disebabkan pola penilaian yang unik, yaitu nilai kelompok dibentuk dari poin yang
disumbangkan oleh tiap anggota.
2.
Tanggung jawab perseorangan
Siswa akan merasa bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing. Hal
ini akibat dari pola penilaian cooperative learning. Pembagian tugas yang jelas akan
mengatasi sikap kurang bertanggung jawab siswa, karena dapat diketahui dengan mudah
siswa tesebut dapat melaksanakan tugasnya atau tidak. Sehingga rekan-rekannya akan
menuntutnya untuk melaksankan tugas agar tidak menghambat yang lainnya.
15
3.
Tatap muka
Interaksi antar anggota aan menciptakan sinergi yang menguntungkan kepada
semua anggota. Inti sinergi adalah mnghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan
mengisi kekurangan masing-masing anggota.
4.
Komunikasi antar anggota
Setiap siswa perlu dibekali keterampilan berkomunikasi yang efektif seperti
bagaimana menyanggah pendapat orang lain tanpa menyinggung perasaannya.
Keterampilan ini memerlukan proses panjang, namun siswa perlu menempuh proses ini
untuk memperkaya pengalaman belajar dan membina perkembangan mental dan
emosional siswa.
5.
Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu mengevaluasi proses kerja kelompok agar selanjutnya siswa bisa
bekerjasama dengan aktif. Cara penilaian prestasi dalam metode pembelajaran kooperatif
dapat dilakukan sebagai berikut (Hastuti, 2003:33):
6.
Kuis lisan
a.
Guru mengajukan pertanyaan kepada kelompok
b.
Kelompok mendiskusikan jawabannya
c.
Guru menunjuk salah satu anggota kelompok untuk menjawab, sementara
anggota kelompok tidak diperbolehkan membantu.
7.
Pekerjaan rumah kooperatif
a. Kelompok diminta menjawab pertanyaan atau meringkas pokok bahasan.
b. Nilai ditentukan berdasarkan gabungan hasil kerja tiap anggota kelompoknya.
c. Seluruh kelompok menjawab pertanyaan yang sama kemudian membandingkan
jawaban mereka pada pertemuan berikutnya dan menyerahkan jawaban yang
telah diperbaiki semua.
d. Guru memberikan bonus jika seluruh anggota kelompok mengerjakan pekerjaan
rumah dengan baik.
Menurut Lie (2002:32), hendaknya penilaian dilakukan dengan cara yang unik di
mana setiap siswa mendapatkan nilainya sendiri dan nilai kelompok. Nilai kelompok
dibentuk dari sumbangan tiap anggota. Untuk menjaga keadilan, setiap anggota
menyumbangkan poin di atas rata-rata mereka. Untuk itu, evaluasi dalam proses kerja
16
kelompok dan hasil kerja sama perlu direncanakan oleh guru untuk menciptakan kelompok
kerja yang efektif.
2.1.4.2 Students Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin, di mana STAD merupakan pendekatan
kooperatif yang sederhana. Kinerja guru yang mengunakan STAD mengacu pada belajar
kelompok, menyajikan informasi akademik baru pada siswa dengan menggunakan
prosentase verbal atau tes.
Menurut Hartati (1998:12) Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD
dilaksanakan dalam beberapa tahap: persiapan, presentsi pelajaran, evaluasi,
penghargaan kelompok, menghitung ulang skor awal dan mengubah kelompok.
Penjelasan dari langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai
berikut:
1. Tahap Persiapan
a. materi
Materi pelajaran dipersiapkan untuk pembelajaran secara kelompok yang
disajikan dengan lembar kerja siswa (LKS) dan lembar jawaban yang akan dipelajari oleh
siswa dalam kelompok kecil.
b. Menetapkan siswa dalam kelompok
Siswa-siswa dalam kelas di kelompokkan menjadi beberapa kelompok yang
terdiri empat sampai lima orang yang memiliki latar belakang dan tingkat prestasi
akademik yang berbeda. Beberapa petunjuk membentuk kelompok kooperatif adalah:
c. Merangking siswa berdasarkan prestasi akademik dalam kelas.
d. Menentukan jumlah kelompok dan tiap kelompok terdiri dari empat sampai lima
orang.
e. Membagi kelompok dengan komposisi tingkat prestasi yang seimbang.
f. Menentukan skor awal
Skor awal ini merupakan skor rata-rata siswa individual pada semester
sebelumnya/tes sebelumnya.
17
2. Tahap pembelajaran
Tahap pembelajaran kooperatif tipe STAD dimulai dengan kegiatan guru
mempersiapkan materi pelajaran. Kemudian dilanjutkan dengan penyajian informasi baik
secara verbal ataupun dalam bentuk tes. Selanjutnya siswa diorganisasikan dalam
kelompok-kelompok belajar untuk bersama-sama menyelesaikan tugas atau LKS.
3. Tahap Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dilakukan
setelah siswa selesai melaksanakan kegiatan pembelajaran. Siswa harus menunjukkan
apa yang telah dipelajari dalam kelompok. Hasil tes individu menjadi dasar skor kelompok
dan akhirnya menjadi dasar pemberian penghargaan.
Setiap metode pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu juga
dengan pembelajaran kooperatif. Menurut Slavin dalam Hartati (1997:21) pembelajaran
kooperatif mempunyai kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:
1) Kelebihan
a) Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru
maupun tes baku.
b) Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk
keberhasilan akademisnya.
c) Strategi kooperatif memberikan perkembangan yang berkesan pada
hubungan interpersonal diantara anggota kelompok yang berbeda etnis.
Keuntungan jangka panjang yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif
menurut Nurhadi (2004:115) adalah sebagai berikut :
a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan,
informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian.
d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.
e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.
f) Membangun persahabatan yang dapat berkelanjutan hingga masa dewasa.
g) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan
saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
18
h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
i) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai
perspektif.
j) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih
baik.
k) Meningkatkan
kegemaran
berteman
tanpa
memandang
perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama,
dan orientasi tugas.
Sedangkan keuntungan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD untuk jangka
pendek menurut Soewarso (1998:22) sebagai berikut :
a) Metode pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isi materi
pelajaran yang sedang dibahas.
b) Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa
mendapat nilai rendah, karena dalam tes lisan siswa dibantu oleh anggota
kelompoknya.
c) Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar
mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat
untuk kepentingan bersama.
d) Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi
menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman
sebaya.
e) Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi
siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
f) Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuan.
g) Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor
siswa dalam belajar bekerja sama.
2) Kekurangan
Menurut Slavin dalam Hartati (1997:21) pembelajaran kooperatif mempunyai
kekurangan sebagai berikut:
19
a) Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan
keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika
kelompok akan tampak macet.
b) Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat,
misalnya tiga, maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan
kurang aktif saat berdiskusi dan apabila kelompok lebih dari lima maka
kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas sehingga hanya
membonceng dalam penyelesaian tugas.
c) Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul
secara konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.
d) Selain di atas, kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut
Soewarso (1998:23) adalah bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah obat
yang paling mujarab untuk memecahkan masalah yang timbul dalam
kelompok kecil. Adanya suatu ketergantungan, menyebabkan siswa yang
lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar mandiri. Dan juga penbelajaran
kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga target mencapai kurikulum
tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi pelajaran secara cepat,
serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian hadiah
menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.
e) Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas bahwa untuk mengatasi
kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif
tipe STAD, sebaiknya dalam satu anggota kelompok ditugaskan untuk
membaca bagian yang berlainan, sehingga mereka dapat berkumpul dan
bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar mengevaluasi mereka mengenai
seluruh bagian materi. Dengan cara inilah maka setiap anggota merasa
bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar berhasil mencapai
tujuan dengan baik
2.2 Kajian Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang menggunakan Model pembelajaran STAD ini pernah dikaji oleh
peneliti, di antaranya adalah sebagai berikut:
20
Judul penelitian “upaya meningkatkan kemampuan siswa kelas VI dalam
mendeskripsikan
peristiwa rotasi, revolusi bumi, dan rotasi, revolusi bulan melalui
penerapan metode STAD”, oleh Puji Waluyo. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VI SD 2
Medini beralamatkan di Desa Medini Kecamatan Undaan Kabupaten Kudus yang
berjumlah 20 siswa terdiri dari 14 siswa perempuan dan 6 siswa laki-laki pada tahun
pelajaran 2009/2010. Simpulan hasil penelitian ini adalah metode STAD dapat
meningkatkan kemampuan dan hasil belajar siswa kelas VI SD 2 Medini Kecamatan
Undaan Kabupaten Kudus.
Judul penelitian “Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Pada Materi Pokok Laju Reaksi Pada Siswa XI IPA3 SMAN 1 Natar
Lampung Selatan”, oleh Nur Hefnitati. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas Siswa XI
IPA3 SMAN 1 Natar Lampung Selatan. Tujuan penelitian ini adalah mendekripsikan (1)
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa, (2)
pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan penguasaan konsep Laju Reaksi
siswa, (3) pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam meningkatkan keterampilan siswa
dalam melakukan eksperimen, (4) pembelajaran kooperatif tipe STAD dalam
meningkatkan ketuntasan belajar siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas yang dilaksanakan dalam 3 siklus. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok laju reaksi yang dalam
pelaksanaannya menggunakan eksperimen pada presentasi kelas dan dilengkapi dengan
LKS yang disusun secara konstruktif pada saat diskusi kelompok dapat (1) meningkatkan
persentase aktivitas belajar siswa dari siklus ke siklus, (2) meningkatkan persentase ratarata nilai keterampilan siswa dalam menggunakan alat-alat eksperimen kimia dari siklus 1
ke siklus 2 sebesar 25%, (3) meningkatkan penguasaan konsep laju reaksi siswa dari
siklus 1 ke siklus 2 sebesar 10,46% dan dari siklus 2 ke siklus 3 sebesar 10,13%, (4)
meningkatkan ketuntasan belajar siswa dari siklus 1 ke siklus 2 sebesar 15% dan dari
siklus 2 ke siklus 3 sebesar 22,5%.
2.3 Kerangka Berpikir
Kenyataan bahwa pembelajaran di kelas lebih berpusat pada guru, di mana guru
hanya menggunakan metode ceramah. Guru menjelaskan materi, menuliskan catatan,
21
memberi soal, dan memberi PR. Siswa sama sekali tidak terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran, hanya duduk diam dan mendengarkan. Kegiatan pembelajaran yang seperti
ini tentu saja tidak menarik bagi siswa kelas I, yang masih suka bermain. Sehingga siswa
menjadi pasif, kurang kreatif, dan bosan mengikuti kegiatan pembelajaran. Guru terlalu
banyak menyuapi, tetapi kurang menyuruh siswa aktif membaca, menyimak, menulis dan
berbicara. Proses belajar-mengajar dikelas tidak relevan dengan yang diharapkan,
akibatnya kemampuan berbicara siswa rendah. Hal ini harus segera diatasi, supaya tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara optimal yaitu dengan mengaktifkan siswa dalam
kegiatan pembelajaran. Karakteristik siswa kelas I yang masih suka bermain dalam
kelompok, maka pembelajaran diupayakan berkelompok dan bekerja sama. Untuk itu
model pembelajaran yang dipilih untuk memperbaiki pembelajaran di kelas I yaitu model
pembelajaran koopertif tipe STAD.
STAD memberikan waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta
saling bantu satu sama lain. Think pair share memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan lain dari pembelajaran ini
adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan teknik belajar mengajar STAD ini siswa
dilatih untuk banyak berfikir dan saling tukar pendapat baik dengan teman sebangku
ataupun dengan teman sekelas, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena
siswa dituntut untuk mengikuti proses pembelajaran secara aktif agar dapat menjawab
setiap pertanyaan dan berdiskusi. Sehingga akan mampu meningkatkan kemampuan
berbicara siswa kelas I. Dengan demikian, diharapkan persentase ketuntasan kelas dapat
tercapai sesuai dengan yang ditargetkan. Untuk penjelasan lebih rinci, berikut disajikan
skema kerangka berpikir pada gambar 2.1.
22
Pembelajaran
berpusat pada guru
Pembelajaran
Konvensional
Siswa pasif
tidak aktif
Kemampuan berbicara siswa rendah
MPK tipe STAD:
1. Penyampaian tujuan pembelajaran
kegemaran
Pengukuran unjuk
kerja
2. membentuk kelompok permainan
3. kejar-kejaran secara berkelompok
4. kuis pertanyaan tentang kegemaran
bermain kejar-kejaran
observasi
kemampuan
berbicara
5. Pemberian penghargaan
Kemampuan berbicara
meningkat
Gambar 2.1
Upaya Meningkatkan Kemampuan Berbicara Tema Kegemaran melalui Model
Pembelajaran STAD
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir pada uraian di atas, maka hipotesis
dalam penelitian ini adalah melalui model pembelajaran STAD diduga dapat meningkatkan
kemampuan berbicara tentang kegemaran siswa kelas I SD 2 Undaan Tengah Undaan
Kudus pada semester 1 tahun pelajaran 2012/2013.
Download