BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV dan AIDS

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
HIV dan AIDS merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia yaitu masih
tingginya transmisi infeksi, angka kesakitan dan angka kematian. Secara global
kasus HIV pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 35 juta orang hidup dengan
HIV, sebanyak 31,8 juta diantaranya adalah orang dewasa. Sebesar 16 juta yang
terinfeksi adalah perempuan dan sebanyak 3,2 juta anak-anak dibawah usia 15
tahun. Jumlah orang yang terinfeksi baru dengan HIV sebanyak 2,1 juta, dengan
pembagian 1,9 juta usia dewasa dan, 240 ribu adalah anak-anak usia kurang dari
15 tahun. Jumlah kematian akibat AIDS, adalah sebanyak 1,5 juta orang, dengan
pembagian 1,3 juta diantaranya adalah orang dewasa dan sebanyak 190 ribu
adalah anak-anak kurang dari 15 tahun.1
Human Immunodeficiency Virus (HIV), merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positiveT-sel
dan makrofag komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan
menghancurkan atau mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang terus-menerus, yang akan
mengakibatkan
defisiensi
kekebalan
tubuh.
1
Sedangkan
Acquired
WHO. (2013, Desember).Global summary of the HIV/AIDS epidemic [online]. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2015 dari http://www.who.int/hiv/data/epi_core_dec2014.png?ua=1
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
Immunodeficiency Syndrome (AIDS) menggambarkan berbagai gejala dan infeksi
yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah
ditetapkan
sebagai
penyebab
AIDS,
tingkat
HIV
dalam
tubuh
dan
timbulnyaberbagai infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV
telahberkembang menjadi AIDS.2
Infeksi HIV pada bayi dan anak merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang sangat serius karena jumlah penderita yang banyak dan selalu meningkat
sebagai akibat jumlah ibu usia subur yang menderita penyakit HIV bertambah.3
Infeksi HIV pada anak masih menjadi masalah kesehatan yang sangat besar di
dunia, dan berkembang dengan cepat serta sangat berbahaya. Perjalanan alami,
beratnya, dan frekuensi penyakit pada anak yang menderita AIDS berbedadengan
anak yang mempunyai sistem imun normal. 4 Penularan infeksi HIV dari ibu ke
bayi merupakan penyebab utama infeksi HIV pada bayi usia di bawah 15 tahun. 5
Kasus HIV pada bayi yang lahir dari ibu pengidap HIV merupakan
masalah besardi negara-negara berkembang. Ada sekitar 2 juta anak pengidap
HIV di negara-negara berkembang dan diperkirakan setiap hari terjadi 1.800
infeksi baru padaanak umur kurang dari 15 tahun, sebaliknya di negara
berpendapatan tinggi jumlah infeksi HIV baru di kalangan ibu dan anak yang
meninggal karena HIV adalah hampir nol. Hal ini dikarenakan perempuan atau
anak-anak mereka di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, terlalu
2
B. Hoyle. AIDS/HIV. United States of America:Thomson Gale. 2006 hal
Setiawan. “Tatalaksana Pencegahan Penularan vertikal dari ibu terinfeksi HIV ke bayi yang
dilahirkan.” Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 59.
4
I. Setiawan. “Management of HIV/AIDS-Infection in Infants and Children.”Journal of the
Indonesian Medical Association, 59(12).
5
Widodo Judarwanto. (2009, 19 Mei). Infeksi HIV pada Anak [online]. Diakses pada tanggal 13
Maret 2015.
3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
sedikit menerima pencegahan HIV dan layanan pengobatan untuk melindungi diri
dan hal ini masih merupakan masalah besar.6
Distribusi kasus kasus HIV di Indonesia mayoritas berusia reproduktif,
sekitar usia 15-49 tahun dan sebanyak 28% adalah perempuan. Diperkirakan pada
waktu mendatang akan terdapat peningkatan jumlah infeksi baru HIV pada
perempuan. Selain itu, risiko penularan dari ibu ke bayi berpotensi meningkat
karena terdapat 3.200 ibu rumah tangga pengidap HIV di Indonesia. Ibu rumah
tangga tersebut berpeluang hamil dan melahirkan, kemudian ditambah banyak
pengidap yang belum ditemukan. Sejalan dengan itu maka diperkirakan jumlah
kehamilan dengan HIV akan meningkat. Secara nasional, terdapat 1.200 ibu hamil
yang dinyatakan positif mengidap HIV. Sehingga, karena lebih banyak
perempuan hamil yang terinfeksi, kemungkinan akan menularkan infeksi pada
anaknya. Dampaknya adalah bayi tumbuh menjadi anak yang mewarisi HIV
positif akan lebih sering mengalami penyakit infeksi dan sering mengalami
gangguan tumbuh kembang bahkan sampai menyebabkan kematian.7
Manajemen kasus adalah proses multi-langkah untuk memastikan akses
yang tepat terhadap koordinasi pelayanan medis dan psikososial untuk orang yang
hidup dengan HIV/AIDS dan, dalam beberapa model, keluarga/sistem pendukung
terdekat. Tujuan dari manajemen kasus adalah untuk mempromosikan dan
mendukung kemerdekaan dan kemandirian. Dengan demikian, proses manajemen
kasus memerlukan persetujuan dan partisipasi aktif dari klien dalam pengambilan
keputusan, dan mendukung hak klien untuk privasi, kerahasiaan, penentuan nasib
6
WHO, loc.cit.,
Kemenkes.RI. Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak, Jakarta:Kemenkes.RI.
2011
7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
sendiri, martabat dan rasa hormat, non-diskriminasi, perawatan non-menghakimi
penuh kasih, kompeten secara budaya penyedia, dan manajemen kasus mutu
pelayanan. Bagi keluarga yang merawat anak yang terinfeksi HIV atau
terpengaruh, gol tambahan dari manajemen kasus adalah untuk mempertahankan
dan meningkatkan efektivitas fungsi keluarga, dan untuk mendukung orang tua
dalam peran perawatan memberikan mereka. Jasa manajemen kasus pada anak
harus disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangan, meningkatkan fungsi
dan pertumbuhan, dan termasuk partisipasi anak dalam pengambilan keputusan,
yang sesuai dengan usia dan kemampuan mereka.8
Manajemen kasus untuk orang yang terinfeksi HIV sangat unik karena
klien paling sering hadir dengan banyak masalah psikososial, kesehatan, dan
tantangan keuangan, termasuk penggunaan narkoba, penyakit kronis, kemiskinan,
dan diskriminasi.9 Singkatnya, literatur tentang manajemen kasus HIV berfokus
pada model dan deskripsi program yang teoritis. Program manajemen kasus
mengumpulkan data yang sedang atau telah dievaluasi, kebanyakan evaluasi fokus
pada proseslangkah-langkah seperti pembuatan jumlah kunjungan dan jenis
arahan. Baru-baru ini, beberapa hasil evaluasi telah mengukur hubungan antara
manajemen kasus dan terpenuhinya kebutuhan pelayanan sosial atau perawatan
medis HIV. Sebagian besar evaluasi ini telah mendokumentasikan hubungan
8
Case Management Definition (2013, November). Departement of Health [online]. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2015 dari
https://www.health.ny.gov/diseases/aids/providers/standards/casemanagement/definitions.htm
9
Fleisher, P., & Henrickson, M. (2002, July). Towards a Typology of Case Management,
Health Services and Resources Administration, HIV/AIDS Bureau.
http://hab.hrsa.gov/special/typology.htm
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
antara manajemen kasus dan pelayanan sosial tertentu dengan hasil perawatan
medis.10
Orang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA) bukan hanya berurusan dengan
kondisi penyakit, tetapi kondisi penyakit yang disertai dengan stigma sosial yang
sangat diskriminatif. Disamping pelayanan medis masih sangat dibutuhkan
ODHA untuk mempertahankan kesehatannya, mereka juga membutuhkan
serangkaian pelayanan lain seperti dukungan psikologis, sosial, dan sebagainya
dalam menghadapi situasi kehidupan yang dijalaninya sehari-hari dalam
lingkungan alamiahnya. Oleh karena itu, pelayanan perawatan dukungan dan
pengobatan HIV/AIDS sebaiknya diberikan secara terpadu yang terkait dengan
isu biopsikososial.Melihat situasi di atas, Manajemen Kasus HIV/AIDS
merupakan salah satu metode pelayanan yang bisa dipergunakan untuk membantu
ODHA. 11
Case manager adalah orang yang melakukan manajemen kasus tersebut.
Dalam medical dictionary, medical definition of case manager is a person (as a
social worker or nurse) who assists in the planning, coordination, monitoring,
and evaluation of medical services for a patient with emphasis on quality of care,
continuity of services, and cost-effectiveness.12 Atau dalam bahasa Indonesia case
manager adalah orang (sebagai pekerja sosial atau perawat) yang membantu
dalam perencanaan, koordinasi, pengawasan, dan evaluasi dari layanan (terutama)
10
Regina Murphy. “HIV Case Management: A Review of the Literature”. Jurnal of Health &
Disability Working Group.
11
Manajemen Kasus HIV dan AIDS (2008, 22 Desember). Aksi Stop AIDS [online]. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2015 dari http://asa-lppslh.blogspot.com/2008/12/blog-post.html
12
Medical Dictionary.Medical Definition of Case Manager [online]. Diakses pada tanggal 30
Maret 2016 dari http://www.merriam-webster.com/medical/case%20manager
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
kesehatan untuk pasien dengan penekanan pada kualitas pelayanan, kelangsungan
layanan, dan efektivitas biaya.
Dalam
mencari
bantuan
pelayanan,
banyak
ODHA
yang
tidak
dapat/paham mengakses atau menginterpretasikan bantuan atau pelayanan yang
sesungguhnya sangat mereka butuhkan sehingga peran case manager sangat
dibutuhkan dalam mendukung mereka. Dalam menjalankan perannya dalam
rangka pemberian bantuan, case manager melakukan kegiatan-kegiatan inti yaitu
intake, asesmen biopsikososial, perencanaan pelayanan individual, mengakaitkan
dan merujuk ODHA pada pelayanan kesehatan atau psikososial atau pelayanan
lainnya sesuai dengan kebutuhan ODHA, monitoring dan evaluasi untuk melihat
kegagalan dan keberhasilan bantuan yang diberikan. Untuk mendukung fungsifungsi itu, para case manager memiliki keterampilan untuk membina relasi sosial
yang efektif, konseling termasuk advokasi. Peran case manager yang telah
disebutkan, dapat dilakukan oleh paramedis yang bekerja di rumah sakit, mereka
bisa membagi tugas dari pekerjaan rutin dan menyisihkan beberapa persen
waktunya untuk menjalankan peran dalam manajemen kasus.13
Dalam kegiatannya, manajemen kasus dilakukan oleh Manajer Kasus
seperti : asesmen komprehensif, perencanaan pelayanan individual, menjalurkan
Odha kepada pelayanan kesehatan atau psikososial atau pelayanan lainnya sesuai
dengan kebutuhan Odha, monitoring dan evaluasi termasuk advokasi.14
13
Manajemen Kasus HIV dan AIDS (2008, 22 Desember). Aksi Stop AIDS [online]. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2015 dari http://asa-lppslh.blogspot.com/2008/12/blog-post.html
14
Manajemen Kasus HIV dan AIDS (2008, 22 Desember). Aksi Stop AIDS [online]. Diakses pada
tanggal 16 Maret 2015 dari http://asa-lppslh.blogspot.com/2008/12/blog-post.html
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
Film dokumenter tidak sama dengan film fiksi (cerita) tetapi merupakan
rekaman peristiwa yang diambil dari kejadian nyata atau yang sungguh-sungguh
terjadi.15
Membuat sebuah film (dokumenter) diperlukan sebuah ide dan sebuah
cerita. Ide merupakan hal yang mendasar untuk mengembangkan sebuah karya
film dokumenter. Ide dapat diinspirasikan dari berbagai hal, misalnya pengalaman
pribadi, legenda, cerita rakyat, mitos, kehidupan sehari-hari, pendidikan, musik,
perjalanan, dan lain sebagainya. 16 Dalam pembuatan film (dokumenter) ada
beberapa jabatan yang terlibat seperti misalnya produser, sutradara, camera
person, dan sebagainya yang diperlukan untuk mendukung proses-proses
pembuatan tersebut (pre-production, production, post-production), salah satunya
adalah D.O.P yaitu kepanjangan dari Director Of Photograpy yang memiliki tugas
penting untuk memvisualisasikan gambar berdasarkan tema dan story line
dokumenter yang telah dibuat oleh sutradara. D.O.P bukanlah sebutan seorang
yang secara teknis mengambil gambar, namun peranannya adalah mengatur
estetika pengambilan gambar bagaimana shot size dan type shot dalam lingkup
angle, framing dan komposisi dalam pengambilan gambar. Realita dokumenter
harus terdokumentasi melalui penguasaan teknis sinematografi sesuai keinginan
sutradara , tujuan metode dasar ini terdiri dari17 : 1) gerak kamera : pan, tilt, zoom,
crabs, track, dollie 2) kesinambungan: shot, scene, sequence, screen direction 3)
15
Wahyu Kurniawan ((Oktober, 2011). Analisis Dan Pembuatan Film Dokumenter Dengan Teknik
Candid [online]. Diakses pada tanggal 23 Maret 2015 dari
http://repository.amikom.ac.id/files/Publikasi_06.11.1164.pdf
16
Ibid.
17
Gierzon R. Ayawaila, Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi, FFTV-IKJ Press, Jakarta, 2008, hal
94
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
memotivasi emosi penonton berdasarkan gambar 4) cutaways 5) arti setiap shot 6)
lensa.
Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi kekuatan pada film dokumenter
adalah seberapa kuat pesan dengan sekumpulan moment yang memiliki fakta dan
aktual yang disampaikan kepada para audien lewat penuturan fakta dan data.
Ukuran berhasil atau tidaknya sebuah film dokumenter dapat dilihat dari sejauh
mana film kita dapat berbicara dengan khalayak pada waktu “sekarang”,
maksudnya adalah film kita dapat memberikan reaksi kognitif kepada audien
ketika sedang menonton dan sesudah menonton.
Peran seorang D.O.P menjadi satu dengan camera person untuk
menganalisa tema riset melalui visual berdasarkan kepentingan sutradara agar
cerita bisa dipahami dengan baik melalui bahasa audio visual, sehingga peran
sinergis sutradara dan subyek sangat diperlukan, adanya peran kameramen ialah
segala bentuk visualisasi merupakan tanggung jawab utama dari tahap pra
produksi (riset), produksi, dan pasca produksi. seorang D.O.P menjadi berperan
ganda untuk mendapatkan hasil gambar yang penuh dengan unsur fakta dan
moment yang sesungguhnya tanpa dibuat-buat. Aspek yang menjadi penting bagi
kameramen atau D.O.P dalam tahap produksi dokumenter ialah harus memiliki
kemampuan mengambil gambar yang baik dalam keadaan apapun, karena tidak
semua gambar bisa didapat, karena harus dengan izin terlebih dahulu oleh karena
itu inisiatif kameramen dokumenter sangat berbeda dengan fiksi yang sudah
terancang dengan matang.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Dari seluruh pembahasan di atas, peneliti ingin merealisasikan masalah
yang dihadapi dan solusi yang telah dilakukan oleh seorang case manager dalam
bentuk audio-visual yaitu film dokumenter dan akan disutradarai oleh peneliti
sendiri. Film dokumenter ini akan mengangkat profesi case manager yang
mencakup tugas dan manfaatnya bagi anak-anak yang terinfeksi HIV sejak lahir.
Masalah dan tantangan yang dihadapi case manager dapat menjadi sebuah alur
certia yang menarik untuk menjadi sarana penyampaian mengenai cara penularan
HIV/AIDS yang dibingkai dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan case manager
dan pada akhirnya dapat membantu mengurangi diskriminasi yang dihadapi anakanak dengan HIV dan keluarganya, baik di lingkungan tempat tinggal mereka,
maupun di lingkup hidup yang lebih besar.
1.2
Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dibutuhkan media sebagai sarana
untuk menimbulkan kesadaran masyarakat terhadap anak-anak yang terinfeksi
HIV/AIDS. Melalui produksi video dokumenter ‘Jerit Anak Bangsa’ yang
ditunjukkan melalui proses kerja seorang case manager.
1.3
Tujuan Perancangan
Tujuan dari pembuatan skripsi aplikatif dokumenter yang berjudul ‘Jerit
Anak Bangsa’ ini adalah untuk memperkenalkan kepada masyarakat mengenai
cara penularan HIV/AIDS yang masih dianggap tabu oleh masyarakat awam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
Namun dalam proses produksinya, pengenalan penanganan HIV/AIDS ini akan
dibingkai dengan tugas-tugas dari seorang case manager, yaitu bagaimana
treatment yang dilakukan case manager untuk anak-anak HIV/AIDS, sehingga
masyarakat bisa lebih mengetahui bagaimana cara dan proses penanganan anakanak dengan HIV/AIDS.
1.4
Alasan Pemilihan Judul ‘Perancangan Estetika Pengambilan Gambar
dalam Video Dokumenter “Jerit Anak Bangsa”
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menginfeksi
sistem kekebalan tubuh seseorang sehingga orang tersebut bisa terjangkit penyakit
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS adalah tahap akhir dari
infeksi HIV, dan tidak semua orang yang memiliki HIV maju ke tahap ini. Orang
pada tahap ini penyakit HIV telah rusak parah sistem kekebalan tubuhnya, yang
menempatkan mereka pada risiko infeksi oportunistik.HIV dapat bersembunyi
untuk jangka waktu yang lama dalam sel-sel tubuh kita dan menyerang bagian
penting dari sistem kekebalan tubuh seperti sel T atau sel CD4. Tubuh kita harus
memiliki sel-sel ini untuk melawan infeksi dan penyakit, tetapi ketika HIV
menyerang, HIV menggunakan mereka untuk membuat lebih banyak salinan dari
dirinya sendiri, dan kemudian menghancurkan mereka.18
Perlu dicatat bahwa sekali kita memiliki virus HIV di dalam tubuh kita,
maka kita akan memilikinya seumur hidup karena sistem kekebalan tubuh kita
18
What is HIV/AIDS? (2014, April 29). AIDS.gov [online]. Diakses pada tanggal 30 Maret 2015
dari https://www.aids.gov/hiv-aids-basics/hiv-aids-101/what-is-hiv-aids/
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
tidak bisa menghapus virus HIV seperti menghapus virus-virus biasa. Dan karena
itulah, ketika kita memiliki virus HIV di dalam tubuh kita, resiko HIV berubah
menjadi AIDS dapat terjadi kapan saja.19
HIV/AIDS diidentifikasi sejak 1983. Empat tahun kemudian, kasus HIV
dilaporkan untuk kali pertama di Indonesia. Dua puluh tujuh tahun kemudian,
infeksi HIV/AIDS masih menjadi hal yang menakutkan. Jumlah penderita
semakin banyak, obat ampuh belum bisa mengatasi secara sempurna, dan stigma
dari masyarakat tetap menjadi persoalan serius. Penderita bayi dan anak pun juga
semakin bertambah, sebab 99 persen penularan kepada anak berasal dari ibu.20
Tes HIV berbeda dengan tes penyakit lain, memerlukan persetujuan orang
yang bersangkutan. Tanpa persetujuan, tes akan melanggar peraturan yang
berlaku.
Sebelum
memberikan
persetujuan,
si
ibu
wajib
mendapat
penjelasan/konseling. Demikian pula setelah hasil tes keluar. Semua itu
memerlukan waktu, sarana, dan tenaga ekstra. Biaya pengadaan alat diagnosis
juga tidak mulus dialokasikan. Selain itu, banyak ibu yang menolak tes dengan
berbagai alasan. Dari segi kesehatan, jika ibu pengidap HIV yang tidak mendapat
pengobatan melahirkan seorang bayi yang juga tidak mendapat pengobatan, risiko
si bayi tertular HIV sekitar 40 persen (bukan 100 persen). Namun, jika si ibu dan
si bayi mendapat pengobatan sejak dini, angka 40 persen bisa tinggal 1 persen.21
Sistem pengobatan sejak dini atau antiretroviral (ART) ini merupakan salah satu
bagian dari manajemen kasus lembaga-lembaga sosial yang fokus di bidang
19
HIV/AIDS di Era BPJS (2014, Desember 1). Jawa Pos [online]. Diakses pada tanggal 30 Maret
2015 dari http://www.jawapos.com/baca/opinidetail/9832/HIV-AIDS-di-Era-BPJS
20
Jawa Pos, op.cit.
21
Ibid.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
12
HIV/AIDS. Dari segi proses sosialisasi menyeluruh dilakukan oleh lembaga
sosial, namun secara pengerjaannya lembaga sosial mempekerjakan para manajer
kasus untuk turun langsung ke lapangan memberikan sosialisasi mendalam
kepada para ibu rumah tangga yang akan dibimbing untuk melakukan pengobatan
sejak dini tersebut.
ART (antiretroviral theraphy) berarti mengobati infeksi HIV dengan
beberapa obat. Karena HIV adalah retrovirus, obat yang digunakan dalam terapi
ini biasa disebut sebagai obat antiretroviral (ARV). ARV tidak membunuh virus
HIV. Namun, ART dapat melambatkan pertumbuhan virus. Waktu pertumbuhan
virus dilambatkan, begitu juga penyakit HIV. Saat ini, belum ditemukan
penyembuh infeksi HIV. ARV hanya mengurangiviral load, yaitu jumlah HIV
dalam aliran darah kita. Kalau viral load kita lebih rendah, kita tetap sehat lebih
lama. Kita juga kurang mungkin menularkan HIV pada orang lain. Jadi ketika kita
melakukan terapi ART, bukan jaminan bahwa kita akan sembuh dari HIV.22
Banyak ibu rumah tangga dan anak penderita HIV/AIDS yang tidak
mengerti bagaimana prosedur menjalankan terapi ART ini—sehingga rentan bagi
anak mereka untuk tertular—maka itu adalah tugas dari seorang case manager
untuk melakukan konseling dan menjadwalkan mulai kapan terapi ART akan
mereka jalani, juga mengawasi pengonsumsian obat ARV.
Selain memonitor terapi ART yang dijalani oeh ODHIV, case manager
juga bertugas untuk melakukan konseling perihal masalah HIV/AIDS kepada para
penderitanya. Case manager membantu para ODHIV dan ODHA untuk mengatasi
22
Terapi Antiretoviral (2014, Desember 14). Yayasan Spiritia [online]. Diakses pada 30 Maret 2015
dari http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=403
http://digilib.mercubuana.ac.id/
13
stigma yang dibentuk oleh masyarakat terhadap mereka, terutama paraa anak-anak
yang pada dasarnya belum mengerti tentang apa yang akan mereka hadapi
nantinya dengan status mereka sebagai ODHIV atau ODHA.
Berdasarkan hal tersebut, maka film dokumenter ini dibuat untuk merubah
pandangan masyarakat terhadap anak-anak penderita HIV/AIDS—menyadarkan
masyarakat bahwa mereka adalah individu yang sama seperti kita, mereka masih
mempunyai kehidupan dan berhak mendapatkan hidup serta pelayanan yang
layak. Film dokumenter ini dibuat sebagai media bagi case manager untuk
memperluas lagi area sosialisasinya, terutama kepada mereka yang masih awam
mengerti tentang bagaimana kinerja case manager dalam berjuang mengatasi dan
‘menemani’ anak-anak penderita HIV/AIDS tersebut dalam menjalani kehidupan
mereka sebagai penderita. Lewat film ini juga peran seorang case manager
diangkat sebagai sebuah profesi yang sama sekali tidak mengambil keuntungan
bagi pihak manapun, kecuali bagi para dampingannya yang akan mendapatkan
penanganan agar hidupnya menjadi lebih baik dan lebih tertata.
Dalam film dokumenter ini dibutuhkan Director Of Photography untuk
memvisualisasikan gambar agar pesan yang disampaikan dari sebuah film yang
dibuat berhasil dan dimengerti oleh audience (penonton).
1.5
Manfaat Perancangan
1.5.1 Manfaat Akademis
Film dokumenter ‘Jerit Anak Bangsa’ ini memberikan kontribusi
kepada dunia HIV/AIDS terutama pada pengetahuan masyarakat
mengenai penularan HIV/AIDS dan penanganan penderitanya oleh
http://digilib.mercubuana.ac.id/
14
case manager. Film ‘Jerit Anak Bangsa’ juga bisa menjadi
referensi bagi pembuat film dokumenter sejenis.
1.5.2 Manfaat Praktis
Memberikan visualisasi yang jelas tentang bagaimana keadaan
anak-anak penderita HIV/AIDS, bagaimana mereka bersosialisasi
dan menjalani kehidupan mereka sebagai penderita.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download