BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Adversity Quotient a. Pengertian Adversity Quotient Kemampuan peserta didik dalam merespon menghadapi kesulitan atau keadaan yang tidak diinginkan disebut dengan adversity quotient. Adversity quotient menjadi bagian penting bagi peserta didik dalam kehidupan sehari–hari, untuk menghadapi setiap kesulitan yang sedang di hadapi. Nashori (2007: 47) menjelaskan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang dalam menggunakan kecerdasannya untuk mengarahkan, mengubah cara berfikir dan tindakannya ketika menghadapi hambatan dan kesulitan yang bisa menyengsarakan dirinya. Berdasarkan paparan tersebut dapat dimaknai bahwa adversity quotient merupakan suatu kemampuan individu untuk dapat bertahan dalam menghadapi segala macam kesulitan sampai menemukan jalan keluar, memecahkan berbagai macam permasalahan, mereduksi hambatan dan rintangan dengan mengubah cara berfikir dan sikap terhadap kesulitan tersebut. Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, terdapat hal yang menarik, yaitu kemampuan yang dimiliki seseorang, baik fisik maupun psikis dalam menghadapi problematika atau permasalahan yang sedang dialami. Stoltz (2000: 9) menjelaskan bahwa adversity quotient sebagai kecerdasan seseorang dalam menghadapi rintangan atau kesulitan secara teratur. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa adversity quotient membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari seraya tetap berpegang teguh pada prinsip dan impian tanpa memperdulikan apa yang sedang terjadi. 8 9 Stoltz (2004: 9) menyebutkan Adversity Quotient (AQ) mempunyai 3 bentuk, yaitu (1) sebagai kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua jenis kesuksesan, (2) suatu ukuran untuk mengetahui respon terhadap kesulitan, (3) serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon terhadap kesulitan. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa adversity quotient dapat membantu peserta didik memperkuat respon, kemampuan dan ketekunan dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip, kekuatan dan harapan. Semakin tinggi tingkat adversity quotient maka semakin besar peserta didik untuk bersikap optimis dan inovatif dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah tingkat adversity quotient maka semakin mudah peserta didik untuk menyerah. Berdasarkan paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa adversity quotient (AQ) adalah kemampuan dan ketahanan seseorang dalam menghadapi kesulitan, kegagalan, hambatan, sekaligus mengubah kesulitan maupun kegagalan tersebut menjadi peluang untuk meraih tujuan atau kesuksesan. b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adversity Quotient Stoltz (2005:40) menyatakan faktor-faktor untuk sukses digambarkan seperti pohon pinus yang perkasanya tumbuh menganjur dari tebing granit, pohon tersebut memiliki daun: kinerja, cabang: bakat dan kemauan, batang: kesehatan dan karakter, akar: genetika, pendidikan dan keyakinan. Faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Daun a) Kinerja Salah satu keberhasilan seseorang dalam menghadapi suatu masalah dan meraih tujuan hidup dapat dilihat dan diukur lewat kinerja. Hal tersebut karena kinerja merupakan salah satu hal yang paling mudah untuk dilihat oleh orang lain. 10 Peserta didik yang dapat mengatasi kesulitan dapat dilihat dari kinerjanya yang baik, apa bila kinerja peserta didik tidak baik maka peserta didik belum bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi tersebut. 2) Cabang a) Bakat Kemampuan dan kecerdasan seseorang dalam menghadapi suatu kondisi yang tidak menguntungkan bagi dirinya salah satunya dipengaruhi oleh bakat. Bakat adalah gabungan pengetahuan, kompetensi, pengalaman dan keterampilan. Peserta didik yang memiliki bakat pada bidang tertentu akan sangat membantu untuk mencapai kesuksesannya pada bidang tersebut. Bakat peserta didik harus disalurkan sesuai dengan bidangnya supaya bisa berkembang, apa bila bakat peserta didik salah dalam penyaluran maka peserta didik akan terganggu. b) Kemauan Kemauan merupakan tenaga pendorong untuk mencapai suatu kesuksesan dalam hidup. Kemauan menggambarkan motivasi, antusias, gairah, dorongan, ambisi, semangat yang menyala, dan mata yang bersinar. Peserta didik yang memiliki kemauan yang kuat untuk mencapai kesuksesan akan menghantarkan menuju keberhasilan yang akan diraihnya karena kemauan yang kuat tersebut adalah sikap optimis peserta didik dalam menghadapi setiap tantangantantangan dan hambatan-hambatan yang di hadapinya, apabila peserta didik tidak memiliki kemauan yang kuat maka peserta didik akan pesimis menghadapi tantangan-tantangan hambatan-hambatan yang sedang dihadapi. dan 11 3) Batang a) Kesehatan Kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan dalam menggapai kesuksesan. Jika sakit, penyakitnya akan mengalihkan perhatian dari masalah yang sedang dihadapi. Kesehatan berpengaruh terhadap peserta didik dalam menghadapi kesulitan, apabila peserta didik sedang sakit maka berpengaruh terhadap kesulitan yang sedang dihadapinya karena peserta didik terganggu dengan kondisi kesehatannya sehingga tidak mampu menghadapi kesulitan tersebut sedangkan apabila peserta didik dalam kondisi yang sehat maka peserta didik tidak terganggu dalam menghadapi setiap kesulitannya. b) Karakter Seseorang yang mempunyai karakter baik, semangat, tangguh dan cerdas akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. Karakter merupakan bagian yang penting bagi kita untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai. Peserta didik yang memiliki karakter yang baik, cerdas, semangat, tangguh dan cerdas akan memiliki adversity quotient yang tinggi sehingga peserta didik akan memiliki kemampuan untuk mencapai sukses. 4) Akar a) Genetika Meskipun warisan genetis tidak akan menentukan nasib seseorang, namun faktor ini pasti memiliki pengaruh terhadap perilaku seseorang. Salah satu penelitian telah mengkaji anak kembar, dimana meskipun anak kembar dibesarkan dalam lingkungan yang berbeda, kemiripan-kemiripan dalam berperilaku tetap saja ada. Penjelasan Faktor genetika tersebut yaitu faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik yang diwariskan oleh orang tuanya yang 12 bersifat bawaan, apabila orang tua nya memiliki adversity quotient yang tinggi maka anaknya memiliki adversity quotient yang tinngi juga. b) Pendidikan Salah satu sarana dalam pembentukan sikap dan perilaku adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua, di sekolah maupun masyarakat akan membentuk kemampuan dalam menghadapi situasi dan mempengaruhi kinerja seseorang. Melalui pendidikan karakter peserta didik di bentuk, peserta didik yang semulanya tidak tahu tindakan apa yang harus dilakukan saat mengalami kesulitan melalui pendidikan peserta didik di ajarkan bagaimana harus bertindak saat sedang mengahadapi kesuitan tersebut. c) Keyakinan Orang yang sukses, pasti memiliki tingkat keyakinan yang kuat atas sesuatu. Keyakinan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menghadapi suatu masalah serta membantu seseorang dalam mencapai tujuan hidup. Keyakinan peserta didik yang kuat dalam menghadapi setiap tantangan-tantangan dan hambatan-hambatannya merupakan faktor mencapai kesuksesan bagi peserta didik tersebut. Peserta didik yang memiliki keyakin kuat dalam menghadapi kesulitan pasti akan memiliki sikap optimisme daripada peserta didik yang tidak memiliki keyakinan kuat maka akan pesimis dalam menghadapi setiap kesulitan. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang terdiri dari daun: kinerja, cabang: bakat dan kemauan, batang: kesehatan dan karakter, akar: genetika, pendidikan dan keyakinan, merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi adversity quotient atau kemampuan dalam mengatasi kesulitan seseorang. 13 Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi pada diri seseorang maka seseorang tersebut memmiliki adversity quotient yang tinggi untuk mencapai sukses, Sebaliknya jika faktor-faktor tersebut tidak terpenuhi maka seseorang tersebut memiliki adversity quotient yang rendah. c. Aspek-aspek Adversity Quotient Stoltz (2005:140) menyaebutkan bahwa adversity quotient terdiri atas empat dimensi CO2RE, dimensi ini menjadi aspek-aspek dari adversity quotient (AQ). CO2RE yaitu control, origin, ownership, reach dan endurance. Aspek-aspek tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Control (C) atau kendali Kemampuan seseorang dalam mengendalikan dan mengelola sebuah peristiwa yang menimbulkan kesulitan di masa mendatang. Kendali diri tersebut akan berdampak pada tindakan selanjutnya atau respon yang dilakukan individu bersangkutan, tentang harapan dan idealitas individu untuk tetap berusaha keras mewujudkan keinginannya walau sesulit apapun keadaannya sekarang. 2) Origin (Asal-usul) dan Ownership (pengakuan) (O2) Sejauh mana seseorang mempermasalahkan dirinya ketika mendapati bahwa kesalahan tersebut berasal dari dirinya, atau sejauh mana seseorang mempermasalahkan orang lain atau lingkungan yang menjadi sumber kesulitan atau kegagalan seseorang. Rasa bersalah yang tepat akan menggugah seseorang untuk bertindak sedangkan rasa bersalah yang terlampau besar akan menciptakan kelumpuhan. Poin ini merupakan pembukaan dari poin ownership. Ownership mengungkap sejauh mana seseorang mengakui akibatakibat kesulitan dan kesediaan seseorang untuk bertanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan tersebut. 3) Reach (R) atau jangkauan Reach adalah dimensi dari adversity quotient yang mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan menjangkau bagian-bagian dari kehidupan individu yang bersangkutan. Adversity quotient yang rendah pada 14 individu akan membuat kesulitan merembes ke segi-segi lain dari kehidupan seseorang. 4) Endurance (E) atau daya tahan Endurance adalah aspek ketahanan individu, yaitu aspek yang mempertanyakan berapa lamakah kesulitan akan berlangsung dan berapa lamakah penyebab kesulitan itu akan berlangsung.Hal ini berkaitan dengan pandangan individu terhadap kepermanenan dan ketemporeran kesulitan yang berlangsung. Efek dari aspek tersebut adalah pada harapan tentang baik atau buruknya keadaan masa depan. Makin tinggi daya tahan seseorang, semakin mampu menghadapi berbagai kesukaran yang dihadapinya. Aspek-aspek tersebut akan digunakan sebagai dasar pemubuatan angket, terdapat empat aspek tersebut adalah control (kendali), origin (asal usul) dan Ownership (pengakuan), reach (jangkauan), serta endurance (daya tahan) kemudian di uraikan menjadi beberapa indikator dan selanjutnya direalisasi lagi menjadi bebeapa item angket. 2. Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama a. Pengertian Bimbingan Kelompok Layanan bimbingan kelompok merupakan kegiatan yang dapat membantu peserta didik memecahkan masalah secara bersama di dalam suatu kelompok. Kegiatan bimbingan kelompok akan terlihat hidup jika di dalamnya terdapat dinamika kelompok. Dinamika kelompok merupakan media efektif bagi anggota kelompok atau peserta didik dalam mengembangkan adversity quotient atau kemampuan menghadapi masalah. Tatik (2001:3) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok merupakan salah satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan kemampuan, bakat, minat serta nilai-nilai yang dianutnya dan dilaksankan dalam situasi kelompok. Pejelasan tersebut dapat dimaknai bahwa bimbingan kelompok dilaksanakan sebagai salah satu layanan bimbingan 15 yang di berikan kepada peserta didik untuk membantu mencegah timbulnya masalah pada peserta didik dan mengembangkan kemampuan yang dimilikinya dengan situasi kelompok yang disebut dengan bimbingan kelompok. Prayitno (1995:61) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok merupakan suatu upaya bimbingan kepada individu melalui kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan dan konseling. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa dalam kegiatan bimbingan kelompok dinamika kelompok menjadi sarana untuk mencapai tujuan kegiatan bimbingan dan konseling, karena dinamika kelompok mampu menciptakan interaksi antar individu di dalam kelompok sehingga mampu memahami dirinya di dalam mengadakan penyesuaian diri dan masalah dapat terpecahkan bersama. Sukardi (2003: 48) mengemukakan bahwa Layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk memungkinkan peserta didik secara bersama-sama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing) yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, anggota keluarga dan masyarakat. Eddy Wibowo (2005: 17) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok untuk membantu anggota-anggota kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Berdasarkan paparan tersebut dapat dijelaskan bahwa bimbingan kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti bahwa bimbingan kelompok tersebut memberi dorongan dan motivasi kepada individu untuk mengubah diri dengan memanfaatkan kemampuan yang di miliki secara optimal, sehingga mempunyai kemampuan dalam mengahadapi setiap permasalahan. Berdasarkan beberapa pengertian bimbingan kelompok di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan 16 dinamika kelompok yaitu adanya interaksi antara angota kelompok saling mengeluarkan pendapat, memberikan tanggapan, dan saran untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh anggota kelompok. b. Pengertian Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Sosiodrama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memberikan layanan bimbingan kelompok di sekolah dengan cara memerankan perilaku yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial. Djumhur (1986:109) menjelaskan bahwa sosiodrama dipergunakan sebagai suatu teknik memecahkan masalah-masalah sosial dengan melalui kegatan permainan peran. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa dengan adanya kegiatan sosiodrama peserta didik dapat memecahkan masalah sosial melaului permainan peran dalam kelompok. Romlah (2001:14) menjelaskan bahwa sosiodrama merupakan permainan yang ditujukan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Penjeasan tersebut dapat diartikan bahwa sosiodrama dapat membantu peserta didik yang mempunyai masalah dalam kaitannya dengan lingkungan atau orang lain yang bersifat sosial. Herman J. Waluyo (2002:54) menjelaskan bahwa sosidrama merupakan bentuk pendramatisan peristiwa-peristiwa kehidupan seharihari yang terjadi dalam masyarakat. Tohirin (2009:293) mengemukakan bahwa sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah peserta didik melauli drama. Winkel (1991: 470) menjelaskan bahwa sosiodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain termasuk konflik-konflik yang dialami dalam pergaulan sosial. Berdasarkan paparan tersebut dapat dimaknai bahwa teknik sosiodrama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memberikan layanan bimbingan kelompok di sekolah dengan cara memerankan perilaku yang berkaitan dengan masalahmasalah sosial. 17 Beberapa pendapat di atas menunjukkan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok individu dengan cara bermain peran, yang bertujuan untuk membantu individu memecahakan masalah sosial yang dihadapinya melalui dinamika kelompok yang dibangun dari dalam bimbingan kelompok. Anggota kelompok dapat membangun interaksi dengan orang lain, belajar menyesuaikan diri dan menghadapi konflik-konflik yang terjadi dalam kelompok. c. Tujuan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Sosiodrama sebagai teknik dalam bimbingan kelompok merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memecahkan masalah sosial yang terjadi pada anggota kelompok. Romlah (2006:104) menjelaskan bahwa sosiodrama lebih merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendidik atau mendidik kembali daripada kegiatan penyembuhan. Penjelasan tersebut menyatakan bahwa tujuan sosidrama adalah mendidik peserta didik untuk mengarahkan pserta didik ake arah yang lebih positif dalam menghadapi masalah sosial. Sukmadinata (2012:57) mengemukakan bahwa sosiodrama merupakan kegiatan yang bertujuan mendidik serta penyembuhan individu yang mengalami permaslahan sosial. Mendidik yang dimaksud adalah memberikan pengarahan serta pengetahuan untuk arah yang jelas agar individu mampu mengahdapi permasalahanya. Melihat tujuan yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan dari bimbingan kelompok teknik sosiodrama bertujuan untuk mendidik dan mengarahkan individu pada kemampuan menghadapi masalah yang terjadi pada kehidupan sosial karena rendahnya adversity quotient yang dimiliki peserta didik maka perlu ditingkatkan dengan cara bermain peran dalam anggota kelompok. 18 d. Prosedur Pelaksanaan Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan tentu dibutuhkan prosedur atau langkah-langkah yang harus disiapkan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan kegiatan. Bimbingan kelompok teknik sosiodrama merupakan sebuah kegiatan, yang menggunakan prosedur atau langkah-langkah yang harus diperhatikan sebelum melaksanakan kegiatan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Romlah (2006:104 ) menyebutkan langkah-langkah pelaksanaan bimbingan menentukan anggota kelompok kelompok sosiodrama yang akan adalah persiapan, memainkan peran, menentukan kelompok penonton, pelaksanaan sosiodrama, evaluasi dan diskusi serta ulangan permainan. Langkah-langkah pelaksanaan sosiodrama yang dijelaskan oleh Romlah dapat diuraikan sebagai berikut: a. Persiapan Kegiatan bimbingan kelompok teknik sosiodrama perlu sebuah persiapan agar dalam pelaksanaannya nanti berjalan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, yaitu fasilitator menjelaskan masalah yang akan djadikan tema serta tujuan dari kegiatan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. b. Menentukan anggota kelompok yang akan memainkan peran. Pemilihan peran dalam bimbingan kelompok teknik sosiodrama dilakukan oleh fasilitator secara suka rela kepada anggota kelompok yang sesuai dengan kebutuhan pada skenario. c. Menentukkan kelompok penonton Kelompok penonton adalah anggota dari kelompok lain yang tidak bermain saat itu, kelompok yang bertugas mengamati jalannya sosiodrama seta mengobservasi pelaksanaan sosiodrama dan mendiskusikan hasil pengamatannya setelah pelaksanaan sosiodrama selesai. d. Pelaksanaan sosiodrama Pada pelaksanaan sosiodrama antara anggota yang bermain peran 19 dengan anggota sebagai penonton diharapkan terjadi identifikasi dari peran-peran yang dimainkan. Pemeran diharapkan dapat benar-benar memerankan sesuai posisi yang dimainkan sehingga dapat terjadi pemecahan masalah. e. Evaluasi dan diskusi Setelah kegiatan sosiodrama selesai diadakan evalusi dan diskusi dari pelaksanaan sosiodrama berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian anggota kelompok penonton dan peneliti. Evaluasi dan diskusi di arahkan pada tanggapan-tanggapan mengenai peran yang sudah dimainkan serta kesan pesan yang bisa di ambil pada permainan sosiodrama yang sudah dilaksanakan. f. Ulangan Permainan Sosiodrama dapat diulang, ulangan sosiodrama dapat dilakukan berbagai cara. Romlah (2006: 105) menjelaskan bahwa beberapa cara mengulang sosiodrama yaitu bertukar peran, peran ganda, teknik cermin, teknik kursi kosong, dan bermain peran sendiri. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa cara mengulang sosiodrama dapat dilakukan dengan bertukar peran antara peran peserta didik yang dengan peserta didik yang lain, peserta didik melakukan peran ganda, peserta didik melakukan peermainan drama dengan teknik cermin dan peserta didik bermain drama sendiri. Ulangan permainan dilakukan supaya peserta didik dapat menghayati permainan yang dilakukan dan peserta didik dapat memperbaiki penampilannya di permainan yang sebelumnya. Herman J. Waluyo (2002: 19) menyebutkan beberapa langkah untuk mengefektifkan sosiodrama: 1) Menetapkan problem 2) Mendiskripsikan situasi konflik 3) Pemilihan pemain 4) Memberika penjelasan dan pemanasan bagi aktor dan pengamat 20 5) Memerankan situasi tersebut 6) Memotong adegan 7) Mendiskusikan dan menganalisis stuasi, kelakuan dan gagasan yang diproduksi 8) Menyusun rencana untuk testing lebih lanjut atau inplementasi gagasan baru. Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut: 1) Menetapkan problem Menentukan masalah sosial yang akan dipecahkan menggunakan sosiodrama. 2) Mendiskripsikan situasi konflik Mengambarkan konflik-konflik yang muncul pada saat permainan drama yang muncul pada naskah drama supaya peserta didik memahami konflik-konflik yang akan terjadi pada saat permainan peran berlangsung. 3) Pemilihan permainan Memilih pemain dapat dipilihkan oleh pembimbing yaitu anggota kelompok yang mempunyai masalah dan juga dapat dilakukan secara sukarela, peserta didik memilih peran sesuai kehendaknya. 4) Memberikan penjelasan dan pemanasan bagi aktor dan pengamat Sebelum memulai sosiodrama, tugas pembimbing memberikan penjelasan tentang permainan drama yang akan di mainkan kepada peserta didik supaya peserta didik tidak mengalami kesulitan. Peserta didik juga diberikan waktu untuk latihan sebagai pemanasan. 5) Memerankan situasi tersebut Peserta didik memerankan sesuai perannya masing-masing. 6) Memotong adegan Memotong adegan yaitu menghentikan permainan drama pada saat sosiodrama berlangsung ketika terjadi permasalahan dalam permainan seperti peserta didik yang tidak jelas dengan perannya kemudian 21 dijelaskan lalu dilanjutkan lagi. 7) Mendiskusikan dan menganalisis stuasi, kelakuan dan gagasan yang diproduksi Tugas kelompok pengamat tugasnya berdiskusi dan menganalisis tentang sosiodrama yang dimainkan kelompok pemain. 8) Menyusun rencana untuk testing lebih lanjut atau inplementasi gagasan baru. Pembimbing menyusun rencana tindak lanjut atas hasil yang diperoleh dari pengamatannya. Berdasarkan paparan dari beberapa ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa prosedur atau langkah pelaksanaan bimbingan kelompok teknik sosiodrama adalah persiapan, membuat skenario, menentukan kelompok pemain dan kelompok penonton, melaksanakan sosiodrama, melakukan evaluasi dan refleksi serta rencana tindak lanjut. Dalam penelitian ini menggunakan prosedur atau atau langkah pelaksanaan bimbingan kelompok teknik sosiodrama menurut Herman J Waluyo. 3. Karakteristik Peserta Didik Sekolah Menengah Pertama Fase remaja adalah masa kehidupan individu menjelang dewasa. Pada jenjang tersebut kebutuhan remaja semakin kompleks, interaksi sosial dan pergaulan remaja cukup luas. Pada akhirnya remaja perlu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, mulai memperhatikan dan mengenal berbagai norma pergaulan yang berbeda dengan norma yang berlaku sebelumnya di dalam keluarganya. Remaja menghadapi berbagai lingkungan dalam pergaulannya dengan sesama remaja. Remaja memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal tersebut dapat dilihat dari perilaku yang ditunjukan oleh remaja dalam merespon peristiwa yang ada di sekitarnya. M. Ali dan M. Asrori (2004: 16) menyebutkan perilaku yang ditunjukan oleh remaja yaitu 1) kegelisahan, 2) pertentangan, 3) 22 mengkhayal, 4) Aktivitas berkelompok, dan 5) Keinginan mencoba segala sesuatu. Perilaku remaja tersebut dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut : 1) Kegelisahan Remaja memiliki keinginan yang banyak, namun remaja belum memiliki kemampuan yang cukup untuk mencapai semua keinginannya tersebut. Hal tersebut menyebabkan timbulnya perasaan gelisah pada diri remaja. 2) Pertentangan Remaja merupakan peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa, terkadang remaja mengagap dirinya sudah dewasa sehingga memiliki keinginan untuk mandiri dan lepas dari orang tua, tetapi remaja tidak berani mengambil resikonya sendiri dan masih bergantung pada orang tua. Hal tersebut menimbulkan pertentangan dalam diri remaja. 3) Mengkhayal Remaja memiliki banyak harapan dan impian yang ingin dicapai, tetap remaja belum memiliki kemampuan yang cukup untuk mencapai semua harapan dan impiannya tersebut. Hal tersebut menyebabkan remaja mengkhayalkan harapan-harapan dan impian-impiannya. 4) Aktivitas berkelompok Aktivtas kelompok pada dasarnya dapat merupakan kegiatan yang positif untuk saling berinteraksi antar teman dalam kelompok untuk bertukar pikiran, tetapi aktivitas kelompok dapat disalah gunakan menjadi kegiatan yang negaitif seperti perkumpulan remaja bersifat anarkis atau gank. 5) Keinginan mencoba segala sesuatu Remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga remaja mudah tertarik untuk mencoba hal yang baru yang bersifat positif seperti belajar dari buku yang baru dan bersifat negatif seperti merokok. Peserta Didik SMP termasuk pada fase remaja awal, merupakan masa perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang meliputi perubahan fisik, psikis, dan perubahan sosial. Peserta didik sekolah menengah pertama pada umumnya berkisar 12–15 tahun, peserta didik tergolong remaja awal pubertas. yang sering disebut sebagai masa yang penuh gejolak. Masa 23 remaja merupakan salah satu periode yang penting dalam rentang kehidupan individu. Hurlock (2003:207) menjelaskan bahwa Semua periode yang terjadi dikehidupan adalah penting, periode remaja memberikan akibat yang langsung terhadap sikap dan perilaku untuk jangka panjang. Penjelasan tersebut dapat dimaknai bahwa akibat yang ditimbulkan dari perkembangan fisik dan psikologis pada remaja adalah perkembangan fisik berlangsung cepat yang disertai dengan perkembangan mental. Perkembangan tersebut memerlukan perlunya penyesuian diri dengan orang lain dan lingkungan yang akan membentuk sikap positif remaja. Setiap manusia tak terlepas dari suatu kesulitan atau permasalahan di dalam hidupnya tak terkecuali peserta didik SMP. Berbagai tantangantantangan yang dapat menimbulkan kesulitan di sekelilingnya dapat menimbulkan masalah bagi peserta didik, baik secara pribadi maupun secara sosial. Apabila peserta didik memiliki kemampuan untuk menghadapi setiap kesulitan tersebut maka peserta didik dapat terhindar dari pengaruh-pengaruh pergaulan negatif, begitu juga sebaliknya. Kemampuan tersebut merupakan kecerdasan dan daya tahan dalam mengahadapi kesulitan (adversity quotient) diperlukan oleh peserta didik karena sangat menentukan pencapaian keberhasilan belajar. 4. Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama untuk Meningkatkan Adversity Quotient Stoltz (2005: 26) menjelaskan bahwa cara mengembangkan dan menerapkan AQ dapat diringkas dalam kata LEAD, yaitu : Listened (dengar), explored (gali), analized (analisa), do (lakukan). Cara mengembangkan dan menerapkan AQ dapat dijelaskan secara rinci sebagai berikut: 1) Listened (dengar) Mendengarkan respon terhadap kesulitan merupakan langkah yang penting dalam mengubah AQ individu.individu berusaha menyadari 24 dan menemukan jika terjadi kesulitan, kemudian menanyakan pada diri sendiri apakah itu respon AQ yang tinggi atau rendah. Melalui sosiodrama peserta didik akan mendengarkan permasalahan yang disampaikan antar anggota kelompok, karena pada sosiodrama terjadi interakasi antar individu untuk mengatasi konflik yang terjadi dalam drama. 2) Explored (gali) Pada tahap ini, individu didorong untuk mencari penyebab masalah. Setelah itu menemukan mana yang merupakan kesalahannya, lalu menggali alternatif tindakan yang tepat. Pada saat sosiodrama peserta didik belajar mengatasi konflik yang terjadi, peserta didik menggali informasi-informasi berkaitan dengan konflik yang terjadi untuk menemukan cara yang sesuai untuk mengatasi konflik yang sedang terjadi pada saat bermain peran. 3) Analized (analisa) Individu diharapkan mampu menganalisa bukti apa yang menyebabkan individu tidak dapat mengendalikan masalah. Setelah peserta didik menggali informasi-informasi berkaitan konflik yang terjadi pada saat bermain peran, peserta didik akan menganalisis informasi-informasi tersebut supaya dapat meberikan alternatif pemecahan masalah yang sesuai dengan konflik yang terjadi pada saat bermain peran. 4) Do (lakukan) Individu diharapkan dapat mengambil tindakan nyata setelah melewati tahapan-tahapan sebelumnya yaitu listened (dengar), explored (gali), analized (analisa). Peserta didik melakukan tindakan nyata setelah pada saat sosiodrama peserta didik saling berinteraksi, mendengarkan kemudian menggali informasi-informasi yang berkaitan tentang penyebab konflik dan melakukan analisa terhadap informasi-informasi tersebut untuk menentukan alternatif yang sesuai dalam mengatasi konflik yang terjadi pada saat bermain peran, 25 kemudian langkah terakhir yaitu maelakukan tindakan nyata untuk menghadapi konflik tersebut. Setiap manusia tak terlepas dari suatu kesulitan atau permasalahan di dalam hidupnya tak terkecuali peserta didik SMP, permasalahan yang timbul pada peserta didik bisa terjadi dalam kehidupan sosial di lingkungan sekolah, salah satunya permasalhan yang terjadi di kehidupan sosial adalah permasalahan sosial yaitu ketidakmampuan peserta didik dalam menghadapi kesulitan (adversity quotient) yang terjadi di dalam kelompok. Adversity Quotient menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan sosial peserta didik. Adversity quotient merupakan salah satu faktor mencapai kesuksesan. Leman (2007: 115) menjelaskan bahwa adversity quotient merupakan kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa kemampuan seseorang untuk menghadapi konflikkonflik yang terjadi di sekelilingnya merupakan adversity quotient. Adversity quotient merupakan kemampuan merespon, berpikir, mengelola, dan mengarahkan tindakan yang membentuk suatu pola-pola tanggapan kognitif dan perilaku atas stimulus peristiwa-peristiwa dalam kehidupan yang merupakan tantangan dan kesulitan yang dihadapi, yang dapat ditafsirkan dalam bentuk adversity quotient. Uraian tersebut memberikan arti bahwa peserta didik dengan memiliki Adversity Quotient dapat merespon menghadapi kesulitan atau keadaan yang tidak diinginkan, tetapi tidak semua peserta didik memmpunyai kemampuan menghadapi kesulitan dengan baik. Hal tersebut dikarenakan masing- masing peserta didik memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam mengahadapi permasalhannya. Untuk mengatasi peserta didik yang memiliki adversity quotient rendah pembimbing dapat menggunakan layanan bimbingan Bimbingan berkelompok kelompok dengan merupakan kegiatan memanfaatkan kelompok. yang dilakukan dinamika menghasilkan terjadinya interaksi antar anggota kelompok. secara kelompok, yang 26 Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa bimbingan kelompok dapat menciptakan sebuah interaksi untuk meningkatkan kemampuan adversity quotient. Di dalam layanan bimbingan kelompok terdapat beberapa teknik, salah satu teknik yang diharapkan tepat untuk meningkatkan adversity quotient adalah teknik sosiodrama, teknik tersebut tepat untuk mengatasi permasalahan sosial, karena bimbingan kelompok teknik sosiodrama bertujuan untuk membantu individu menghadapi dan memecahakan masalah sosial peserta didik. B. Hasil Penelitian yang Relevan Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah: Tri Yuniati (2013) skripsi berjudul Teknik Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kemampuan Penyesuaian Diri Di Sekolah Siswa Kelas VIII Di SMP Negeri 2 Matesih Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil analisis menunjukkan t hitung -4,974 dengan signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak Ha diterima. Demikian dapat disimpulkan bahwa teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan penyesuaian diri di sekolah peserta didik kelas VIII SMP Negeri 2 Matesih tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, Bimbingan Kelompok Teknik Sosiodrama direkomendasikan sebagai salah satu kerangka kerja dalam rangka pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah. C. Kerangka Berpikir Penelitian ini mengkaji tentang peserta didik kelas VIII SMP N 1 Kebakkramat yang masuk dalam kategori remaja. Remaja merupakan masa penyesuaian dan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja. Setiap manusia tak terlepas dari suatu kesulitan atau permasalahan di dalam hidupnya tak terkecuali peserta didik SMP. Berbagai tantangan-tantangan yang dapat menimbulkan kesulitan di sekelilingnya dapat menimbulkan masalah bagi peserta didik, baik secara pribadi maupun secara sosial. Sangat dimungkinkan terjadi ketidakmampuan dalam menghadapi kesulitan oleh peserta didik SMP kelas VIII. 27 Salah satu upaya untuk meningkatkan adversity quotient atau kemampuan menghadapi kesulitan dengan pemberian layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Peserta didik dapat bermain peran bersama anggota kelompok dengan tema mengelola kempampuan peserta didik dalam mengatasi kesulitan yang sedang di hadapi. Kerangka berpikir pada penelitian teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan adversity quotient pada peserta didik kelas VIII SMP N 1 Kebakkramat tahun ajaran 2015/ 2016 dapat dilihat sebagai berikut: Penyebab Adversity Quotient rendah: Peserta Didik Adversity Quotient Rendah 1. Sering menunda-nunda dalam menyelesaikan masalah. 2. Kurang percaya diri dengan kemampuannya sendiri dan memilih bergantung pada teman. 3. Daya tahan yang rendah dalam menghadapi kesulitan 4. Respon yeng negatif terhadap masalah yang sedang dihadapi. Akibat Adversity Quotient rendah: 1. Peserta didik tidak bisa bertahan pada tekanan dan bagaimana mengatasi tekanan tersebut. 2. Prestasi belajar peserta didik terganggu 3. Peserta didik mengalami kegagalan dalam mengatasi setiap permasalahan. 4. Peserta didik mudah menyerah dalam mengatasi kesulitan. Sosiodrama Teknik bermain peran dengan tema pengelolaan adversity quotient atau kemampuan mengatasi kesulitan. Adversity Quotient Meningkat Gambar 2.1 Kerangka Berpikir. 28 D. Hipotesis Hipotesis adalah jawaban atau kesimpulan sementara atas suatu permasalahan. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, maka diperoleh hipotesis sebagai berikut: “ Teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan Adversity Quotient pada peserta didik Kelas VIII SMP N 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2015/2016” 29