PENGARUH PEMBERIAN PUPUK DOLOMIT

advertisement
i
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK DOLOMIT
TERHADAP PRODUKSI GETAH KOPAL
di GUNUNG WALAT SUKABUMI
PRABU SETIAWAN
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit
Terhadap Produksi Getah Kopal
di Gunung Walat Sukabumi
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
PRABU SETIAWAN
E14204039
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENGARUH PEMBERIAN PUPUK DOLOMIT
TERHADAP PRODUKSI GETAH KOPAL
di GUNUNG WALAT SUKABUMI
Oleh:
Prabu Setiawan, Dr.ir.Basuki Wasis,MS
PENDAHULUAN. Getah kopal adalah salah satu komoditas yang berpotensi di sektor
kehutanan. Produksi kopal pada tahun 1994 mencapai 2.057 ton dan pada tahun 2003 hanya
mencapai 403 ton sehingga jika tidak dilakukan usaha-usaha perbaikan yang terkait dengan
produksi kopal Indonesia, maka dimasa yang akan datang Indonesia akan kehilangan salah satu
devisa negara. Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan untuk dapat memaksimalkan
produksi kopal yaitu memodifikasi teknik penyadapan maupun pemberian stimulansia. Namun
hingga sejauh ini upaya memaksimalkan produksi kopal melalui perbaikan kualitas lahan belum
dilakukan. Tanah memegang peranan penting dalam kelangsungan hidup tanaman, karena tanah
selain sebagai tempat tumbuh juga menyediakan berbagai keperluan tanaman (salah satunya unsur
hara) untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Pemberian pupuk dolomit berakibat pada
keefisienan serapan hara oleh tanaman dan menambahkan unsur hara yang dibutuhkan tanaman ke
dalam tanah atau ke tanaman.
BAHAN dan METODE. Pohon Agathis spp. dipilih yang sehat dengan kisaran diameter 5055 cm. Pembersihan lahan disekitar areal pohon terpilih dilakukan dengan membabat semak dan
rumput sehingga menjadi areal bersih. Pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat kimia
tanah sebelum dan sesudah dilakukan pemupukan. Pemberian pupuk dolomit dengan dosis 0 gr ;
300 gr ; 600 gr ; 900 gr ; dan 1200 gr dengan metode random dan dilakukan 2 kali selama 6 bulan.
Pembuatan sadap dengan bentuk persegi. Kegiatan penentuan posisi pohon di lapangan secara
manual dilakukan dengan menggunakan kompas sebagai alat bantu untuk mengarahkan derajat
posisi pohon, dengan ketentuan titik nol telah diketahui nilai azimuthnya.
HASIL dan PEMBAHASAN. Pemberian pupuk dolomit dengan dosis 0 gram ; 300 gram ;
600 gram ; 900 gram ; dan 1200 gram dapat menghasilkan produksi kopal secara berturut-turut
sebesar 29,10 gram ; 44,82 gram ; 39,91 gram ; 26,38 gram ; dan 31,82 gram. Setiap minggu
selama kegiatan penyadapan yaitu 21 kali pemungutan, produksi getah kopal tidak mutlak sifatnya
meningkat namun cenderung fluktuatif, hal ini dapat terjadi karena keluarnya getah dipengaruhi
oleh faktor genetik dan faktor lingkungannya. Pupuk dolomit ini dapat meningkatkan unsur hara
kalsium (Ca) dari 0,15 me/100 gram menjadi 0,83 me/100 gram dan nilai unsur hara magnesium
(Mg) meningkat dari 0,04 me/100 gram menjadi 0,19 me/100 gram, nilai unsur hara kalium (K)
meningkat dari 0,04 me/100 gram menjadi 0,15 me/100 gram, nilai unsur hara fosfor (P)
meningkat dari 2,49 me/100 gram menjadi 2,99 me/100 gram dan KTK mengalami penurunan dari
18,10 me/100 gram menjadi 17,33 me/100 gram. Selain itu, pupuk ini dapat meningkatkan pH
tanah sehingga dapat menurunkan kemasaman tanah dan dapat juga menurunkan kadar Aldd yang
bersifat racun bagi tanaman.
KESIMPULAN. Pemberian pupuk dolomit dengan dosis 0 gram ; 300 gram ; 600 gram ;dan
1200 gram pada pohon Agathis spp. dapat meningkatkan produksi kopal sedangkan dosis 900
gram dapat menurunkan produksi kopal.
Kata kunci: Kopal, Tanah, Pupuk Dolomit.
EFFECT OF GIVING DOLOMIT MANURE
TO COPALLATEX PRODUCTION
ON GUNUNG WALAT, SUKABUMI
By:
Prabu Setiawan, Dr.ir.Basuki Wasis,MS
INTRODUCTION. Copal latex is one of comodities which has potency in
forestry sector. Copal production in 1994 reached 2.057 ton and in 2003 reached
403 ton so if it is not worked by improvement works of Indonesia goverment, it
will make decreasing into income of country. A few of efforts to support copal
production has been worked like modification of tapping technique and giving
stimulansia. Optimalizing copal production by improving site quality is still not
yet done so far. Soil has important role on sustainability of plant, because soil has
function as growing media, it can fulfill plant’s need about nutrients for growth
and development. Giving dolomit has effect to nutrient efficiency absorber for
plant and adds nutrients into soil or plants.
MATERIAL AND METHOD. Agathis tree choosen which has heallty
appearance with diameter 50-55 cm. Land clearing around tree area choosen is
worked by cutting shrubs and grasses until the area clears.Taking soil sample has
purpose to know chemical soil characters by doing manure before and after.
Giving dolomite manure with dosage 0 gr; 300 gr; 600 gr ; 900 gr; 1200 gr with
random method and being worked twice in 6 months. Making tapping into square
shape. Determining trees position on field does manually with using compass as
assist tool to determine trees position and determining zero point with azimuth
value before determining trees position.
RESULT AND DISCUSSION. Giving dolomite manure with dosage 0 gr; 300
gr; 600 gr; 900 gr; and 1200 gr can produce copal production 29,10 gram ; 44,82
gram ; 39,91 gram ; 26,38 gram ; and 31,82 gram according to dosage of dolomite
dosage. Every week in tapping activity is 21 times doing harvesting, copal latex
production has fluktuatif curve because it is influenced by genetic factor and
environment factor.Dolomit manure can increase Ca nutrient from 0,15 me/100 gr
to 0,83 me/100 gr and Mg nutrient increases from 0,04 me/100 gr to 0,19 me/100
gr, K nutrients increases from 0,04 me/100 gr to 0,15 me/100 gr, P nutrient
increases 2,49 me/100 gr to 2,99 me/100 gr and CEC decreases 18,10 me/100 gr
to 17,33 me/100 gr. Dolomite manure can increase soil pH so it can decrease soil
aidity and decrease Aldd grade which has poison to plants.
CONCLUSION. Giving dolomite manure with dosage of 0 gram; 300 gram; 600
gram; and 1200 gram to Agathis spp tree can increase copal production but
dolomite manure with dosage 900 gram can decrease copal production.
Keyword: Copal , Soil, Dolomit manure.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pemberian
Pupuk Dolomit Terhadap Produksi Getah Kopal di Gunung Walat Sukabumi
adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing
dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau
lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Prabu Setiawan
NRP E14204039
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi
: Pengaruh Pemberian Pupuk Dolomit Terhadap Produksi Getah
Kopal di Gunung Walat Sukabumi.
Nama
: Prabu Setiawan
NIM
: E14204039
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Basuki Wasis, MS
NIP. 131 950 983
Mengetahui
Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr
NIP. 131 578 788
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul
”Pengaruh Pupuk Dolomit Terhadap Produksi Getah Kopal di Gunung Walat
Sukabumi”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian pupuk dolomit
dengan dosis yang berbeda-beda dilapangan terkait dengan peningkatan produksi
kopal.
Dengan penuh kesadaran atas segala kekurangan, penulis menyadari
bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritikan dan
saran yang membangun untuk perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
dibidang kehutanan serta pihak yang memerlukan
Bogor, Agustus 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 April 1986 di Prabumulih, Sumatera
Selatan sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ir. Minardjo
dan Ibu Sri Mumpuni Handayani. Pendidikan formal penulis dimulai di Sekolah
Dasar Negeri Taman Pagelaran Bogor pada tahun 1992 – 1998. Pada tahun 1998,
penulis melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Bogor dan
lulus pada tahun 2001. Selanjutnya pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke
Sekolah Menengah Umum Negeri 5 Bogor dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis melanjutkan Pendidikan Program Sarjana di
Fakultas Kehutanan, Departemen Silvikultur, Program Studi Budidaya Hutan
Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Masuk Seleksi IPB).
Selama kuliah di IPB penulis pernah menjadi asisten mata kuliah
Kesuburan Hutan pada tahun 2007. Penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan
dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri atas Praktek Umum Pengelolaan Hutan
(PUPH) di KPH Ngawi Getas Perum Perhutani Unit II Jawa Timur dan Praktek
Umum Kehutanan (PUK) di Baturaden-Cilacap, serta Praktek Kerja Lapang
(PKL) di Hutan Rakyat Desa Cihideung Ilir di Bogor.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan,
penulis menyusun karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Pemberian Pupuk
Dolomit terhadap Produksi Getah Kopal di Gunung Walat Sukabumi.
Dibimbing oleh Dr. Ir. Basuki Wasis, MS.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terselesaikannya penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai pihak
yang telah ikut mendukung dan memberi bantuan. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terimakasih kepada :
1. Bapak, ibu, dan keluarga yang telah memberikan doa dan semangat kepada
penulis selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Ir. Basuki Wasis, MS selaku Dosen pembimbing skripsi
3. Bapak Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc selaku Ketua Departemen Budidaya Hutan
Fakultas Kehutanan IPB
4. Bapak Ir. Bintang C.H. Simangunsong, MS. PhD sebagai Dosen penguji dari
Departemen Hasil Hutan
5. Dr. Ir. Ervizal A.M. Zuhud, MS sebagai Dosen penguji dari Departemen
KSHE
6. Teman seperjuangan penelitian yaitu Desti dan Ayu
7. Sahabat-sahabat seperti Agus, Rizal, Laura, Indri, Chandra, Eka, Wahyu, Adit
dan Puput yang selalu membantu dan memberikan motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah
8. Rekan-rekan program studi Budidaya Hutan 41 Alfia, Jeje, Heru, Haris, Diana,
Uchi, Anna, Fitroh, Irma, Icha, Bebek, Bon2, Indah, Yoga, Rin, Dora, Merry,
Have, Josefa dan teman-teman lainnya yang tak bisa disebutkan satu-persatu.
9. Keluarga besar KPAP Departemen Silvikultur yang telah memudahkan dan
membantu penulis dalam mengurus administrasi
10. Keluarga besar Laboratorium Pengaruh Hutan yang telah membantu dan
memberikan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya
ilmiah ini.
11. Bu Átikah, Bu Tutin, Pak Wardana, Bu Eli, Bu Yani yang telah membantu
penulis selama perkuliahan
12. Teman-teman MNH 41, THH 41 dan KSH 41
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... i
DAFTAR TABEL ....................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... iv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... v
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2 Tujuan.................................................................................................. 2
1.3 Manfaat Penelitian .............................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Agathis spp. ..........................................................................
3
2.2 Kopal ................................................................................................ 4
2.3 Potensi Getah ..................................................................................... 7
2.4 Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman ................................................... 10
2.5 Pupuk dan Pemupukan ........................................................................ 11
2.6 Pupuk Dolomit ................................................................................... 12
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 14
3.2 Bahan dan Alat.................................................................................... 14
3.3 Jenis Data ........................................................................................... 14
3.4 Metode Penelitian ............................................................................... 15
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Letak dan Posisi Geografis .................................................................. 17
4.2 Topografi ........................................................................................... 17
4.3 Jenis Tanah ........................................................................................ 17
4.4 Iklim dan Hidrologi ............................................................................. 18
4.5 Keadaan Vegetasi ................................................................................ 19
4.6 Fauna .................................................................................................. 20
4.7 Penduduk ............................................................................................ 20
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Deskripsi Data Hasil Produksi Getah Kopal ......................................... 21
5.2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah ........................................................ 27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 31
6.2 Saran ................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 32
LAMPIRAN ................................................................................................ 34
iii
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1. Data curah hujan dan jumlah hari per-bulan tahun 2003-2004
di HPGW ................................................................................................. 19
2. Rekapitulasi hasil rata-rata keseluruhan produksi getah kopal
per-dosis ................................................................................................. 21
3. Rekapitulasi hasil rata-rata keseluruhan produksi kopal per
dosis setiap minggu .................................................................................. 23
4. Hasil analisis tanah sebelum dan setelah kegiatan pemupukan .................. 27
5. Data nilai pH tanah sebelum dan setelah pemupukan per-dosis ................. 28
iv
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Pola Sadapan .......................................................................................... 15
2. Peta Jenis Tanah HPGW
..................................................................... 18
3. Grafik rata-rata produksi getah kopal per-dosis . ....................................... 22
4. Grafik rataan produksi kopal per-dosisnya ............................................... 23
1
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Rekapitulasi Produksi Getah Agathis (Kopal) Per-minggu ................. 35
2. Data Hasil Uji Tanah ......................................................................... 36
3. Data Suhu Tanah dan Lingkungan ..................................................... 37
4. Data Kondisi Pohon .......................................................................... 38
5. Peta Lokasi Penelitian ....................................................................... 40
6. Sketsa Penyebaran Pohon yang Diamati (Manual) ............................. 41
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumberdaya alam hayati,
yang salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan suatu ekosistem yang unik dan
memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Manfaat hutan
dibagi menjadi dua yaitu tangible dan intangible. Manfaat intangible adalah
manfaat yang tidak dapat dinilai dengan uang seperti pengatur tata air, penyuplai
O2 dan lain-lain. Sedangkan manfaat tangible berupa kayu dan non kayu seperti
buah, bunga, madu, rotan, getah dan lain-lain.
Hasil hutan non kayu adalah semua benda biologis termasuk jasa yang
berasal dari hutan atau tegakan hutan, kecuali produk berupa kayu.
Pengembangan hasil hutan non kayu ini dapat memperluas lapangan kerja atau
sumber mata pencaharian, meningkatkan pendapatan rakyat sekitar hutan, dan
memiliki nilai ekonomis yang jauh lebih besar jika dibandingkan dengan nilai
kayu yang pada saat ini dianggap sebagai produk utama.
Getah kopal adalah salah satu komoditas yang berpotensi di sektor
kehutanan karena memiliki banyak fungsi dan kegunaan yaitu salah satunya
sebagai bahan baku industri. Perkembangan produksi kopal di Indonesia pada
tahun 1994 sampai dengan tahun 2003 semakin menurun. Produksi kopal pada
tahun 1994 mencapai 2.057 ton dan pada tahun 2003 hanya mencapai 403 ton
(Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, 2004). Sehingga apabila tidak
dilakukan usaha-usaha perbaikan yang terkait dengan produksi kopal Indonesia,
maka dimasa yang akan datang Indonesia akan kehilangan salah satu sumber
penghasilan negara.
Adapun beberapa upaya yang telah dilakukan untuk dapat memaksimalkan
produksi kopal yaitu dengan memodifikasi teknik penyadapan maupun pemberian
stimulansia. Namun hingga sejauh ini upaya memaksimalkan produksi kopal
melalui perbaikan kualitas lahan belum dilakukan. Tanah memegang peranan
penting dalam kelangsungan hidup tanaman, karena tanah selain sebagai tempat
tumbuh juga menyediakan berbagai keperluan tanaman (salah satunya unsur hara)
3
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannya.
Kemampuan
tanah
untuk
menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman menjadi suatu indikator yang
menentukan produksi tanaman.
Hara atau nutrisi adalah zat yang diserap tanaman untuk makanannya.
Supaya tanaman tumbuh dengan baik dan menghasilkan produksi yang tinggi
diperlukan unsur hara dalam kondisi memadai dan harus berada dalam suatu
keseimbangan. Unsur hara yang sering mendapat perhatian serius karena kurang
dan lambat tersedia dalam tanah adalah unsur N, P, Ca, Mg, S, dan P. Unsur hara
paling utama yang dibutuhkan oleh tanaman adalah N, P, K biasanya diberikan
sebagai pupuk, Ca dan Mg diberikan sebagai kapur dan S diberikan sebagai
tepung belerang.
Keberadaan unsur hara untuk dapat diserap oleh tanaman juga dipengaruhi
oleh pH tanah. Keadaan pH tanah yang ekstrim berakibat dapat atau tidaknya
unsur hara dipenuhi dan dapat atau tidaknya diserap oleh tanaman. Pemberian
pupuk dolomit mempengaruhi pH tanah sehingga berakibat pada keefisienan
serapan hara oleh tanaman dan menambahkan unsur hara yang dibutuhkan
tanaman ke dalam tanah atau ke tanaman.
Penelitian tanaman di lapangan akan memberikan informasi mengenai
pengaruh pemberian pupuk khususnya pupuk dolomit terhadap peningkatan
produksi kopal.
1.2 Tujuan Penelitian
Mengetahui pengaruh pemberian pupuk dolomit dengan dosis yang
berbeda-beda di lapangan terkait dengan peningkatan produksi kopal
1.3 Manfaat Penelitian
Memberikan informasi kepada pihak perusahaan khususnya kepada pihak
Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi mengenai pengaruh pupuk dolomit
yang dapat memperbaiki kondisi tempat tumbuh pohon Agathis spp. sehingga
dapat meningkatkan produksi kopal
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pohon Agathis spp.
Pohon Agathis spp. termasuk famili Araucariaceae (Anonimous, 1971).
Menurut Martawijaya (1981) dalam Darmawan 1993, Pohon Agathis spp. dapat
mencapai tinggi 55 meter, panjang batang bebas cabang 12-25 meter, diameter
150 cm atau lebih, bentuk batang silindris dan lurus. Tajuk berbentuk kerucut
berwarna hijau dengan percabangan melingkar batang. Kulit luar berwarna kelabu
sampai cokelat, mengelupas kecil-kecil berbentuk bundar atau bulat telur, tidak
berbanir, mengeluarkan getah kopal. Sistem perakaran terdiri dari dua bagian,
yaitu akar mendatar dan akar tunggang. Pada tumbuhan muda selalu terdapat
suatu akar tunggang yang besar dengan akar mendatar yang kecil. Setelah pohon
mulai dewasa dikembangkan akar tenggelam dan akar mendatar yang kuat.
Menurut Mandang dan Pandit (1997) dalam Wratsongko (2005), ciri-ciri
anatomi kayu Agathis adalah tidak mempunyai pembuluh, parenkim tidak ada
atau jarang, jari-jari sangat sempit jarang sampai agak jarang dan berukuran
pendek. Trakeid sebagian berisi damar (resinous tracheids) sehingga tampak
bintik-bintik berwarna coklat pada penampang radial.
Struktur anatomi kayu Agathis spp. yang penting yaitu tidak memiliki
pembuluh, tetapi memiliki trakeida. Trakeida terdapat pada seluruh kayu kecuali
pada jari-jari empulur, tersusun secara teratur dalam baris-baris radikal dan tidak
mempunyai isi. Parenkim dan saluran damar tidak ada, jari-jari empulur ada
sangat rapat seluruhnya tersusun sel-sel baring. Batas-batas lingkaran sangat
nyata, warna gubal tidak jauh berbeda dengan kayu terasnya.
Menurut Tantra (1976) dalam Munajat (2004) mengatakan bahwa agathis
di Indonesia terdiri dari 3 jenis, yaitu:
1. Agathis loranthifolia Salisb, Agathis philippinensis Warb, Agathis celebica
Warb, Agathis macrostachys Warb, Agathis hamii M. Dr., Agathis beckingi
M. Dr. dan Agathis alba, yang ditanam di Jawa dengan sinonim Agathis
dammara Rich.
5
2. Agathis borneensis Warb dengan sinonim Agathis baccani Warb, Agathis
endertii M. Dr., Agathis latifolia M. Dr., Agathis rhomboidalis Warb,
Agathis flevescens Ridl.
3. Agathis labillardieri Warb yang tumbuh di Irian Jaya.
Menurut Partadiredja dan Koamesakh (1973) dalam Setiawan (1997),
daerah tumbuh Agathis secara alami tersebar di beberapa negara, yaitu Malaysia,
Philipina, Australia, Selandia Baru, Kartedonia baru, Kepulauan Fiji, Amerika
Selatan, dan beberapa negara di Afrika Selatan. Di Indonesia khususnya pulau
Jawa, Agathis tersebar secara alami pada dataran rendah sampai pegunungan
dengan ketinggian 100-1000 meter dari permukaan laut. Di Kalimantan Barat,
Kalimantan Tengah tersebar jenis Agathis borneensis Warb., di Sulawesi jenis A.
celebica Warb., di Maluku jenis A. Alba Foxw., dan di Irian Jaya A. beccarii
Warb., A. Labillardieri Warb., A. Cunninghamii Sw. Menurut Departemen
Kehutanan (1981) dalam Parno (2003) Agathis di Indonesia dikenal dengan
beberapa nama lokal yaitu damar sigi, kayu sigi di Sumatera; damar, kidamar di
Jawa; bindang, damar bindang, dammar pilau di Kalimantan; damar kapas, damar
wana, hulu sinua di Sulawesi; damar puti, damar papeda, kesi, kasema di Irian
Jaya.
Menurut Soedarmo (1956) dalam Munajat (2004) iklim di daerah-daerah
penyebaran Agathis adalah tipe iklim basah (hutan hujan tropis). Tanaman
Agathis spp membutuhkan iklim basah pada curah hujan antara 3000-4000
mm/tahun.
2.2 Kopal
Kopal merupakan hasil sadapan getah pohon jenis Agathis spp. (Sumantri,
1987). Sedangkan menurut Whitmore (1977), kopal merupakan eksudat dari kulit
dalam pohon Agathis, kopal merupakan cairan kental berwarna jernih atau putih
yang semakin lama semakin keras setelah terkontaminasi dengan udara.
Schuitmaker dan Koppel (1988) dalam Wratsongko (2005) menunjukkan di
Indonesia, kopal hanya diartikan untuk damar yang berasal dari pohon yang
termasuk dalam marga Agathis (Araucariaceae), yaitu suatu pohon conifera.
Sedangkan damar adalah semua damar-damar lainnya yang didapat, dan utamanya
6
berasal dari Dipterocarpaceae. Menurut Sumantri dan Sastrodimedjo (1976)
mengemukakan bahwa kopal diperoleh dari penyadapan ataupun pelukaan pohon
Agathis spp. yang tergolong kedalam keluarga Araucariaceae, sedangkan secara
harfiah kopal berasal dari kata spanyol yaitu copalli yang berarti kemenyan.
Kopal dikenal dengan berbagai nama daerah tergantung daerah asalnya, misalnya
saja damar wana (Agathis philippinensis Warb) dan Kao-kao (Agathis hamii
M.Dr.) di Sulawesi dan damar (Agathis labillardieri Warb) di Irian Jaya.
Manuputty (1955) dalam Setiawan (1997) mengemukakan bahwa istilah
kopal sering dikacaukan dengan istilah damar, yaitu getah yang dihasilkan dari
pohon-pohon Dipterocarpaceae dan Burseraceae. Perbedaan yang sangat tampak
pada keduanya yaitu kopal tidak terdapat lubang-lubang udara, sukar dihaluskan,
dan mempunyai sifat larut dalam alkohol tetapi tidak larut dalam minyak tanah
atau terpentin serta akan menyala besar bila terbakar. Sedangkan damar
mempunyai sifat kebalikan dari kopal, yaitu tidak mempunyai banyak lubang
udara, bisa dihaluskan, tidak larut dalam alkohol dan larut dalam minyak tanah
serta akan meleleh atau menetes bila terbakar. Menurut Rudjiman (1997) beberapa
contoh damar, yaitu damar mata kucing adalah resin yang keluar dari Hopea spp,
damar batu atau damar daging berasal dari Shorea spp.
Dirjen Kehutanan (1976) dalam Wratsongko (2005) membagi kopal
menjadi beberapa jenis yaitu :
1. Kopal Melengket, adalah kopal yang dihasilkan dari kegiatan penyadapan
kemudian dipungut dari pohon setelah dua atau tiga minggu. Kopal jenis ini
berwarna putih jernih, bersih, lembek dan lengket terhadap kotoran.
2. Kopal Loba, adalah kopal yang dihasilkan dengan cara penyadapan kemudian
dipungut beberapa bulan setelah penyadapan. Kopal ini lebih keras dibandingkan
dengan kopal melengket dan tidak mudah melengket terhadap kotoran, berwarna
putih kekuningan sampai kecoklatan.
3. Kopal Bua, adalah kopal yang langsung diambil dari pohon, terdiri dari kopal
bua putih dan bua coklat.
Sedangkan menurut Partadiredja dan Koamesakh (1973) dalam Setiawan
2007 menyatakan bahwa secara garis besar kopal dapat dibagi kedalam dua jenis
menurut asal dan cara dihasilkannya yaitu kopal sadap dan kopal galian. Kopal
7
sadap di dapat dengan cara melukai kulit pohon, maka akan keluar getah yang
selama beberapa waktu aliran menjadi keras pada pohon tersebut (kopal
melengket, kopal loba). Sedangkan kopal galian yaitu kopal yang diperoleh dari
dalam tanah yang berasal dari getah yang keluar dari pohon damar yang tersimpan
dalam tanah tanpa disadap atau yang biasa dikenal dengan kopal bua.
Yacob dan Bambang (1988) dalam Wratsongko (2005), menyatakan
bahwa dalam dunia perdagangan dikenal tiga jenis kelompok kopal, yaitu kopal
Kauri, kopal Kongo, dan kopal Manila. Kopal Indonesia termasuk dalam
kelompok kopal Manila, yang dikelompokkan lagi menjadi kopal bua, kopal loba,
kopal melengket dan kopal pontianak. Kopal bua dan kopal pontianak diperoleh
dari pohon, dahan dan akar tanpa melalui penyadapan, sedangkan kopal loba dan
melengket diperoleh dengan cara penyadapan. Sedangkan menurut Mantell (1941)
dalam Wratsongko (2005), mengemukakan bahwa kopal Manila dibagi dalam
lima macam, yaitu melengket, bua, loba, pontianak dan philipina.
Menurut Riyanto (1980) pohon Agathis spp. yang diambil getahnya harus
merupakan pohon yang sehat. Pohon yang tidak sehat dan tidak normal sebaiknya
tidak disadap, karena walaupun menghasilkan getah lebih banyak akan tetapi
mudah terserang penyakit sehingga menurunkan kualitas kayu. Dimana pohon
yang baik ialah pohon normal lanjut sadap yaitu pohon sehat, diameter 30 cm,
luka sadapan telah diperbaharui lebih dari tiga kali.
Riyanto (1980) dalam Wratsongko (2005) menyatakan bahwa ada 4
macam cara penyadapan kopal, yaitu :
1. Cara primitif, yaitu cara yang dilakukan dengan memukuli kulit Agathis dengan
batu pada batang setinggi 1,0 – 1,5 m. Kulit yang luka mengeluarkan getah dan
mengalami peradangan kondisi demikian dapat menyebabkan pembusukan dan
kanker batang.
2. Cara tradisional, yaitu cara penyadapan yang menggunakan kudi (semacam
parang dengan bagian tengah membentuk busur) sebagai alatnya. Bagian tengah
alat ini digunakan untuk membuat luka sadapan dengan mencacah secara acak
pada sekeliling pohon setinggi 1,0 – 1,5 m. Setelah enam hari kopal mengental
dan dipungut sekaligus dilakukan pembaharuan sadapan. Cara ini meninggalkan
8
bekas-bekas kallus yang tumbuh tidak teratur dan juga dapat menyebabkan
pembusukan batang.
3. Cara Penyadapan menurut PK No. 13/1977 Unit I Jawa Tengah
Menurut petunjuk kerja penyadapan ini, pohon dimulai pada umur 35 tahun
dengan diameter batang telah mencapai 50 cm. Luka dibuat dengan membagi
batang menjadi dua irisan sadapan yang berlawanan arah, irisan pertama lebarnya
1,0 cm dengan kedalaman setebal kulit, panjang sekitar 40 cm membentuk sudut
60o terhadap arah tegak. Irisan satu dengan lainnya berjarak 15 cm, dimana titik
irisan pertama berjarak 60 cm dari permukaan tanah, pembaharuan setiap minggu
selebar 0,5 cm. Kelemahan metode ini waktu pengerjaan relatif lama dan
menurunnya hasil kopal yang diperoleh.
4. Cara koakan, yaitu cara penyadapan yang menggunakan alat sadap berupa
kadukul dengan mencacah pada bagian permukaan batang pohon pada ketinggian
0,5-1 meter dari pangkal pohon dan berukuran 10 x 5 cm. Cara ini dikembangkan
sejak pertengahan tahun 1979 oleh KPH Banyumas Timur.
Menurut Koamesakh dan Partadiredja (1973) dalam Wratsongko (2005),
penyadapan pohon Agathis mulai berkembang sekitar tahun 1870 saat industri cat
dan vernis mulai berkembang di Eropa dan Amerika. Sedangkan dalam
penggunaannya kopal bermanfaat sebagai bahan cat, vernis, spiritus, lak merah,
vernis bakar, plastik, bahan sizing, bahan pelapis untuk tekstil, bahan untuk
water-proofing, tinta cetak, perekat, cairan pengering, dan sebagainya.
2.3 Potensi Getah
Getah merupakan sebagian hasil dari proses fisiologis pohon. Oleh karena
itu semua hal yang mempengaruhi proses tersebut juga akan mempengaruhi
produksi getah. Di samping itu masih terdapat faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keluarnya getah dari sadapan. Menurut Kloot (1951) dalam
Suharlan dan Harbagung (1983) musim panas akan memberikan produksi yang
lebih tinggi, tetapi musim panas yang terus menerus menyebabkan getah cepat
kering dan aliran getah dapat terhenti. Unsur iklim lain yang berpengaruh
terhadap produksi getah adalah suhu dan kelembaban udara. Cuaca yang dingin
dapat
memperlambat
aliran
getah,
sedangkan
kelembaban
juga
dapat
9
mempengaruhi getah baik kuantitas maupun kualitasnya. Saluran resin pada
Agathis spp. terdapat pada kulit dan daun bukan pada kayunya. Dari bagian dalam
kulit akan mengalir resin jernih yang lambat laun mengeras bila terkontaminasi
dengan udara terbuka (Whitmore, 1977)
Menurut Riyanto (1980) dalam Munajat (2004) bahwa produksi kopal
pada dasarnya dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu:
1. Faktor pasif, meliputi
a. Kualitas tempat tumbuh
Pohon-pohon yang tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi,
pertumbuhannya lebih baik dan pada gilirannya produksi getah lebih banyak
karena kandungan unsur hara tanahnya lebih besar (Sugiyono et al, 2001).
b. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Semakin tua umur
pohon menghasilkan getah semakin banyak sampai pada batas umur tertentu
(Purnomo, 1972 dalam Sugiyono et al, 2001). Faktor umur berpengaruh,
karena semakin bertambahnya umur pohon maka semakin bertambah pula
diameternya sehingga volume kayu gubal semakin bertambah besar dan jumlah
saluran getahnya bertambah pula (Suharlan et al. 1982). Menurut Rudjiman
(1997), batang Agathis spp. disadap pada bagian kulit dalamnya karena
saluran-saluran resin terdapat pada bagian ini. Dalam prakteknya penyadapan
Agathis spp. dilakukan dengan melukai kulit dalam dengan ukuran yang
dangkal lebih kurang 1 cm. Penyadapan yang lebih dalam berarti akan melukai
bagian kayu gubal, maka tidak akan keluar damarnya. Dengan penyadapan
yang lebih dangkal ini kekuatan pohon tidak banyak berkurang dan bagian
kayu gubalnya tidak rusak.
c. Sifat genetis
Menurut Manuputty (1955) bahwa setiap Agathis spp. mempunyai
kemampuan yang berbeda dalam memproduksi kopal, jenis yang berdaun tebal
menghasilkan sedikit kopal. Sedangkan Lempang (1997) menyebutkan bahwa
hasil kopal dari pohon Agathis hamii dari percobaan di Malili, Sulawesi
Selatan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil kopal Agathis spp.
dari percobaan yang dilaksanakan di Jawa dan Bali. Menurut Rufii (1985)
10
dalam Setiawan (1997) semakin tebal kulit pohon agathis maka semakin besar
diameter pohon sehingga saluran kopal semakin banyak.
d. Kerapatan tegakan
e. Tinggi tempat tumbuh
Rochidayat dan Sukawi (1979) menyatakan bahwa produksi getah pada
ketinggian 800 mdpl lebih besar dari produksi getah pada ketinggian 1000
mdpl.
2. Faktor aktif, meliputi :
a. Kuantitas dan kualitas tenaga sadap
b. Perlakuan kimia
c. Perlakuan mekanis seperti penutupan luka dengan plastik atau daun
Menurut Dulsalam dan Sumantri (1985) menyebutkan bahwa
penggunaan tutup plastik hitam dapat meningkatkan produksi getah Agathis
spp. secara nyata dengan memberikan penigkatan sebesar 26,9%, begitu pun
dengan penggunaan tutup plastik putih dapat meningkatkan produksi getah
secara nyata dan mampu meningkatkan produksi sebesar 23,8% dibandingkan
dengan penyadapan tanpa penutup. Hal ini disebabkan tutup plastik hitam dan
tutup platik putih dapat melindungi luka sadapan dari sinar matahari yang
mengakibatkan getah tidak cepat beku.
Selain itu juga waktu penyadapan menurut Soemarno, Idris, dan Basari
(1984) dalam Munajat (2004) mempengaruhi produksi kopal, produksi kopal
paling tinggi diperoleh pada penyadapan yang dilakukan pagi hari, kemudian
penyadapan siang hari, sedangkan penyadapan pada sore hari produksi kopalnya
paling rendah. Menurut Soenarno dan Idris (1987) dalam Munajat (2004)
mengatakan bahwa penyadapan yang dilakukan pada pagi hari menghasilkan
kurang lebih 50,22% dan 15,025% lebih tinggi daripada penyadapan pada siang
hari dan sore hari. Hal ini disebabkan oleh metabolisme pohon yang banyak
dilakukan pada pagi hari, sehingga getah lebih banyak dihasilkan pada pagi hari.
Menurut Manuputty (1955) dalam Munajat (2004) bahwa aliran kopal
pada waktu penyadapan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu lingkungan tempat
tumbuh, besarnya diameter pohon, jumlah perlukaan pada pohon, bentuk
perlukaan, waktu penyadapan dan pohon bertajuk bagus akan menghasilkan
11
banyak kopal. Lempang (1997) dalam Munajat (2004) menyatakan bahwa
semakin besar diameter batang semakin tinggi hasil kopal. Hal ini dapat
dimengerti karena semakin besar diameter batang akan semakin banyak jumlah
jaringan epitel pada kulit batang yang memproduksi getah (kopal), selain itu
pohon berdiameter besar juga memiliki lingkaran tajuk lebih luas dan mempunyai
ketinggian lebih tinggi dari pohon berdiameter lebih kecil. Menurut Alikodra
(1974) dalam Setiawan (1997) menyatakan bahwa keluarnya getah disebabkan
tekanan turgor yang tinggi dari sel-sel epitel yang dikeluarkan zat terpen kedalam
saluran getah tersebut.
Soenanarno dan Idris (1987) dalam Munajat (2004) menyebutkan bahwa
batang yang berkulit tebal ( 1 cm) akan menghasilkan getah yang lebih banyak
dibandingkan dengan pohon yang berkulit tipis (< 1cm). Arah penyadapan juga
berpengaruh terhadap produksi kopal, penyadapan Agathis spp. pada arah barat
dapat meningkatkan hasil getah sebesar 50,5% dibandingkan dengan penyadapan
pada arah Timur. Hal ini disebabkan penyadapan pada arah barat relative
terlindung dari sinar matahari yang memungkinkan getah tidak lekas membeku.
2.4 Peranan Unsur Hara Bagi Tanaman
Unsur hara merupakan unsur mineral anorganik yang diperoleh dari
tanaman melalui proses penyerapan pada sistem perakaran untuk digunakan dalam
proses pertumbuhan atau perkembangan tanaman (Desaussure, 1804 dalam
Devlin, 1975). Menurut Suhardi (2005) fungsi unsur hara adalah :
Sebagai penyusun jaringan tanaman
Sebagai katalisator dalam berbagai reaksi kimia
Sebagai pengatur tekanan osmosis
Sebagai komponen sistem penyangga
Sebagai alat pengatur permeabilitas membran
Menurut Epstein (1972), satu unsur hara dapat dikatakan esensial jika :
Tanaman tidak dapat melaksanakan siklus hara tanpa adanya unsur tersebut
Unsur hara tersebut merupakan bagian-bagian dari sebuah molekul pada
beberapa unsur penting
Kekurangan unsur hara tersebut tidak dapat diganti oleh unsur lain
12
Unsur hara makro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah
banyak oleh tanaman. Sedangkan unsur hara mikro dibutuhkan dalam jumlah
yang sedikit. Yang termasuk unsur hara makro adalah C, H, O, N, P, K, Ca, S, dan
Mg. Sedangkan unsur hara mikro adalah Fe, Cu, Zn, Mo, B, Cl dan Mn (Suhardi,
2005). Dari keenam belas unsur hara esensial tersebut di atas unsur C, H dan O
diambil oleh tanaman dari udara dan air dalam jumlah yang besar, karena
merupakan penyusun 94 – 96 % bahan organik tanaman (Hakim et al., 1986).
2.5 Pupuk dan Pemupukan
Menurut Sarief (1985) dalam Tabrani (1989) pupuk adalah setiap bahan
yang diberikan ke dalam tanah atau disemprotkan pada tanaman dengan maksud
menambah unsur hara yang diperlukan tanaman. Selanjutnya ia menyatakan
bahwa pupuk terdapat dalam berbagai penggolongan yang terpenting adalah ;
a. Penggolongan berdasarkan terjadinya, pupuk dibedakan atas pupuk alam dan
pupuk buatan
b. Pembagian berdasarkan zat makanan yang di kandung dibedakan atas pupuk N,
P, K, Ca, Mg dan pupuk gabungan
c. Berdasarkan perubahan yang terjadi di dalam tanah dibedakan atas pupuk
organik dan anorganik
Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur hara pada tanah
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat menyumbangkan bahan
makanan pada tanaman. Pemupukan tanaman hutan bertujuan untuk memelihara
dan memperbaiki kesuburan tanah agar tanaman mendapat nutrisi yang cukup
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pertumbuhan tanaman (Departemen
Kehutanan, 1998). Pemupukan yang dilakukan secara teratur dan tepat akan
menaikkan produktivitas secara nyata dan menguntungkan dibandingkan tanpa
pemupukan atau dengan pemupukan yang tidak teratur.
Untuk mencapai tujuan pemupukan serta keseluruhan perlu diketahui
faktor yang mempengaruhi dan akibat yang ditimbulkan oleh pemupukan. Faktorfaktor tersebut adalah :
1. Keadaan tanah (fisik dan kimia)
2. Keadaan wilayah (iklim, topografi, dan erosi)
13
3. Kebutuhan tanaman (jenis tanaman, klon, umur tanaman, cara pemungutan
produksi, dan keadaan tanaman)
Menurut Hakim et al (1986), ada tiga cara penggunaan pupuk, baik pupuk
padat maupun pupuk cair, yaitu :
1. Ditaburkan secara merata di atas permukaan tanah
2. Ditempatkan dalam lubang atau secara larikan
3. Diberikan melalui daun, dalam hal ini adalah dengan menyemprotkan larutan
hara melalui daun
Selanjutnya disebutkan bahwa metode mana yang lebih sesuai digunakan
tergantung kepada :
1. Jenis pupuk
2. Jenis tanaman
3. Tujuan penanaman
2.6 Pupuk Dolomit
Pengapuran adalah suatu teknologi pemberian kapur kedalam tanah, yang
dimaksudkan untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat-sifat
kimia, fisika dan biologi dari tanah (Soepardi, 1986). Menurut Hardjowigeno
(1995) dalam Naibaho (2003), umumnya bahan kapur untuk pertanian adalah
berupa kalsium karbonat (CaCO3), beberapa berupa kalsium magnesium karbonat
(CaMg (CO3)2), dan hanya sedikit yang berupa CaO atau Ca(OH)2. Dua bahan
utama yang lebih dikenal ialah kalsium karbonat (CaCO3), dan dolomit (CaMg
(CO3)2). Bila bahan tersebut tidak atau sedikit mengandung dolomit disebut kalsit,
tetapi bila jumlah magnesium meningkat disebut kapur dolomitik, dan bila sedikit
kalsium karbonat dijumpai dan hanya terdiri dari kalsium-magnesium- karbonat
maka disebut dolomit. Bahan kapur yang biasanya diperdagangkan dalam bentuk
tepung. Makin halus bahan tersebut makin cepat daya larut dan reaksinya
(Soepardi, 1983).
Soepardi (1983) menerangkan bahwa, tujuan utama pengapuran adalah
menaikkan pH tanah hingga tingkat yang diinginkan, dan mengurangi atau
meniadakan keracunan Al. Disamping itu juga untuk meniadakan keracunan Fe
dan Mn, serta menyediakan hara Ca. Kebutuhan kapur dapat ditentukan dengan
14
berbagai cara tetapi untuk tanah masam di tropik disarankan berdasarkan Aldd.
Menurut Hardjowigeno (1995) dalam Naibaho (2003) Faktor-faktor yang
menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah,
kadar bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis tanaman. Apabila pemberian
kapur melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap
pertumbuhan optimum tanaman dan tidak efisien (ekonomis) juga waktu dan cara
pengapuran harus diperhatikan. Pada dasarnya kapur diberikan pada tanah bila
diperkirakan hujan tidak akan turun pada saat pemberian kapur (Leiwakabessy
dan Sutandi, 1998).
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di areal Hutan Pendididikan Gunung
Walat Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat selama 6 bulan
yang dilaksanakan pada tanggal 13 Juli hingga 30 Desember 2007.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang diperlukan untuk penelitian ini :
- Pohon Agahis spp. yang memiliki diameter 50-55 cm
- Pupuk Dolomit dengan dosis 300 gr ; 600 gr ; 900 gr ; 1200 gr
- Perlengkapan alat tulis
- Kompas
- Kalkulator
- Software Minitab 14
- Timbangan
- Parang dan golok
- Plastik labelisasi
- Meteran
- Paku dan palu
- Tally sheet
- Cangkul
3.3 Jenis Data
Pada penelitian ini diambil beberapa data yang diperlukan. Terbagi
menjadi dua kategori, yaitu pengambilan data baik secara langsung dilakukan
dengan pengambilan data primer, meliputi hal-hal yang berkaitan dengan
hipotesis dan analisis data penelitian yang akan dilaksanakan antara lain :
1. Diameter pohon terpilih
2. Produksi kopal gram/minggu
3. Hasil analisis tanah di areal penelitian
Sedangkan untuk pengambilan data secara tidak langsung dilakukan
dengan pengumpulan data sekunder, yaitu berupa data kondisi umum lokasi
penelitian.
16
3.4 Metode Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
3.4.1.1 Pemilihan pohon Agathis spp.
Pohon Agathis spp. dipilih yang sehat dan tidak terserang penyakit dengan
kisaran diameter 50-55 cm.
3.4.1.2 Pembersihan lahan
Pembersihan lahan disekitar areal pohon terpilih dilakukan dengan
membabat semak dan rumput sehingga menjadi areal bersih.
3.4.1.3 Pengambilan sampel tanah untuk mengetahui sifat kimia tanah sebelum
dan sesudah dilakukan pemupukan.
3.4.2 Pemupukan
Pemberian pupuk pada masing-masing pohon terpilih, yaitu pupuk dolomit
dengan dosis 0 gr ; 300 gr ; 600 gr ; 900 gr ; dan 1200 gr dengan metode random
dan dilakukan 2 kali selama 6 bulan.
3.4.3 Penyadapan
Pembuatan sadap dengan bentuk sederhana (persegi) dengan desain
sebagai berikut:
Gambar 1. Pola Sadapan
lebar dan tinggi dari model selebar mata kapak yang digunakan. Setiap
pelukaan dilakukan selebar ± 1 cm.
3.4.5
Sketsa Posisi Pohon Terpilih
Kegiatan penentuan posisi pohon di lapangan secara manual dilakukan
dengan menggunakan kompas sebagai alat bantu untuk mengarahkan derajat
17
posisi pohon, dengan ketentuan titik nol telah diketahui nilai azimuthnya.
Prosedur yang dilakukan di lapangan, ialah sebagai berikut :
1) Menentukan titik nol serta nilai azimuthnya dengan menggunakan kompas
2) Membidik ke arah pohon terpilih pertama dengan menggunakan kompas
3) Mengukur jarak dari titik awal hingga ke pohon terpilih pertama
4) Data bidikan kompas dan jarak di tulis dalam tally sheet
5) Membidik pohon terpilih kedua dan mengukur jaraknya dan berulang untuk
pohon terpilih berikutnya
6) Rekapitulasi data yang telah ada dipetakan di atas kertas kalkir
18
BAB IV
KONDISI UMUM TEMPAT PENELITIAN
4.1 Letak dan Posisi Geografis
Areal HPGW secara geografis terletak antara 6’53’35” – 6’55’10” Lintang
Selatan dan 106’47’50” Bujur Timur. Secara administrasi kehutanan maka areal
Hutan Pendidikan Walat termasuk BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi, PT.
Perhutani Unit III Jawa Barat dan termasuk ke dalam Kecamatan Cicantayan dan
Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Secara administrasi, Hutan Pendidikan Gunung Walat masuk ke wilayah
Kecamatan Cibadak dan Kecamatan Cicantayan. Batas wilayah Hutan Pendidikan
Gunung Walat, yaitu bagian utara (Desa Batununggal dan Sekarwangi), bagian
timur (Desa Cicantayan, Desa Cijati), bagian selatan (Desa Hegarmanah) dan
bagian barat (Desa Hegarmanah). Hutan Pendidikan Gunung Walat dibagi ke
dalam 3 blok yaitu: Blok Cikatomas (120 Ha) terletak di bagian timur, Blok
Cimenyan (125 Ha) terletak di bagian barat dan Blok Tengkalak/Seusepan (114
Ha) di bagian tengah dan selatan.
4.2 Topografi
Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan bagian dari pegunungan yang
berderet dari timur ke barat. Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang
mengikuti punggung-punggung bukit yang memanjang dan melandai dari utara ke
selatan. Kondisi topografi mulai dari agak curam (15-25%) sampai sangat curam
(> 40%). Di areal Hutan Pendidikan Gunung Walat ini terdapat beberapa aliran
sungai yang umumnya mengalir ke arah selatan dan berair sepanjang tahun yaitu
anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar.
4.3 Jenis Tanah
Berdasarkan peta tanah Gunung Walat skala 1:10.000 tahun 1981, jenis
tanah gunung walat adalah keluarga Tropophumult Tipik (Lotosol merah
kekuningan), Tropodult (Latosol coklat), Dystropept Tipik (Podsolik merah
kekuningan) dan Troporpent Lipik (Latosol). Keadaan ini menunjukkan bahwa
19
tanah di Hutan Pendidikan Walat bersifat heterogen. Tanah latosol merah
kekuningan adalah jenis tanah yang terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya
terdapat tanah latosol, dan di daerah lembah terdapat tanah podsolik. Batuan induk
dan bahan induk di lokasi penelitian adalah kapur atau lebih dikenal dengan nama
karsit.
Gambar 2. Peta Jenis Tanah Hutan Pendidikan
Genung Walat
4.4 Iklim dan Hidrologi
Daerah Gunung Walat mempunyai tipe iklim B (basa) dengan nilai Q =
14,3% - 33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600 - 4400
mm. Suhu minimum yang berada di Hutan Pendidikan Gunung Walat berkisar
22 0C untuk malam hari, sedangkan suhu maksimum pada siang hari 300C. Hutan
Pendidikan Gunung Walat dengan iklim yang basah dapat dikembangkan menjadi
objek studi hutan tropika basah yang cukup representatif.
Berdasarkan data curah hujan laboratorium pengaruh hutan, Fakultas
Kehutanan IPB, pada 2003 – 2004 curah hujan di HPGW rata-rata 178,60
mm/bulan dan rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 9 hari/bulan.
20
Tabel 1. Data curah hujan dan jumlah hari per-bulan tahun 2003-2004 di HPGW
Tahun 2003
Tahun 2004
Curah
Curah
Hari
Hari
Bulan
Hujan
Bulan
Hujan
Hujan
Hujan
(mm/bln)
(mm/bln)
1.
273.14
7
1
199
12
2.
72.5
12
2
198.2
5
3.
244.29
14
3
214.92
13
4.
269.85
13
4
261.78
18
5.
198.67
3
5
18
2
6.
407.5
2
6
120
2
7.
7
194
5
8.
51
3
8
9.
39
5
9
11.83
6
10.
10
119.5
6
11.
11
215.55
11
12.
168.77
16
12
Rata-rata Curah Hujan Per Bulan
Sumber : Labolatorium Pengaruh Hutan, Fahutan (IPB)
Rata-rata
Curah
Hari
Hujan
Hujan
(mm/bln)
236.07
10
135.35
9
229.61
14
265.82
16
108.34
3
263.75
2
194
5
51
8
75.42
6
199.5
6
215.55
11
168.77
12
178.60
9
4.5 Keadaan Vegetasi
Selama di bawah pengelolaan IPB, vegetasi Hutan Pendidikan Gunung
Walat telah mengalami penanaman yang berarti. Pada tahun 1980 telah ditanami
100% yang pada tahun 1973 hanya tertutup 53%. Tegakan Hutan Tanaman di
Hutan Pendidikan Gunung Walat sebagian besar (100 Ha) terdiri dari jenis
Agathis lorantifolia, jenis tanaman lainnya adalah Pinus merkusii, Swietenia
macrophylla, Dalbergia latifolia, Schima waliichii, Gliricidae sp, Altingia
excelsa, Paraserianthes falcataria, Shorea sp, dan Acacia mangium. Hingga 2005
tercatat 44 jenis tumbuhan yang potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis
bambu.
Potensi hutan tanaman berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 1984
adalah sebanyak 10.855 m3 kayu Agathis lorantifolia (Damar), 9.471 m3 kayu
Pinus merkusii (Pinus), 464 m3 Schima waliichii (Puspa), 132 m3 Paraserianthes
falcataria (Sengon) dan 88 m3 kayu Swietenia macrophylla (mahoni).
4.6 Fauna
21
Hutan Pendidikan Gunung Walat mempunyai aneka ragam jenis satwa liar
yang meliputi jenis-jenis mamalia (babi hutan, kera, meong congkok, tupai,
trenggiling, musang), 20 jenis burung (elang jawa, empirit, kutilang dll), reptilia
(biawak, ular, bunglon) dan ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya.
4.7 Penduduk
Penduduk disekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki
mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian
dan sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung
Walat berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang
dapat ditampung oleh Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 300 orang
petani penggarap. Hasil pertanian dari lahan Agroforestri seperti singkong,
kapolaga, pisang, cabe, padi gogo, kopi, sereh dan lain-lain. Jumlah ternak
domba/kambing di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat sebanyak 1.875 ekor,
jika setiap ekor domba/kambing memerlukan 5 kg rumput, maka diperlukan
hijauan sebanyak 9,38 ton. Hijauan pakan ternak tersebut sebagian besar berasal
dari Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Kecamatan Cicantayan, khususnya Desa Hegarmanah juga merupakan
desa penghasil manggis dengan mutu eksport. Jumlah pohon manggis di Desa
Hergamanah sebanyak 12.800 batang dan akan terus berus bertambah. Untuk
menjadi sentra produksi deperlukan sebanyak 40.000 pohon.
BAB V. HASIL dan PEMBAHASAN
22
5.1. Deskripsi Data Hasil Produksi Getah Kopal
Data yang dipakai pada penelitian aplikasi pupuk dolomit terhadap
produktivitas kopal diperoleh dari hasil penyadapan kopal sejumlah pohon contoh
yang masing-masing telah diberi pupuk dengan dosis 0, 300, 600, 900, dan 1200
gram. Pohon contoh yang disadap sebanyak 15 pohon dengan kelas diameter 5055 cm. Intensitas penyadapan getah dan pembaharuan luka sadap dilakukan setiap
7 hari sekali selama 21 kali penyadapan getah. Dari hasil penelitian diperoleh
bahwa pemberian pupuk dolomit dapat memberikan peningkatan produksi kopal.
Hasil penyadapan kopal dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2 Rekapitulasi hasil rata-rata keseluruhan produksi getah kopal per-dosis.
Dosis pupuk
Berat rata-rata per
Berat rata-rata total per
individu (gram)
dosis (gram)
34,62
0 gram
22,43
29,10
30,25
57,65
300 gram
24,99
44,82
51,81
24,45
600 gram
43,42
39,91
51,86
44,50
900 gram
22,80
26,38
11,84
38,50
1200 gram
36,77
31,82
20,18
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa produksi kopal yang dihasilkan pada
pohon dengan perlakuan pemberian pupuk dolomit dengan dosis 0 gram ; 300
gram ; 600 gram ; 900 gram ; dan 1200 gram secara berturut-turut sebesar 29,10
gram ; 44,82 gram ; 39,91 gram ; 26,38 gram ; dan 31,82 gram. Untuk dosis 300
23
gram berat rata-rata produksi kopal yang dihasilkan lebih tinggi yaitu sebesar
44,82 gram. Kemudian diikuti pada dosis 600 gram sebesar 39,91 gram lalu pada
dosis 1200 gram sebesar 31,82 gram dan untuk berat rata-rata produksi kopal
tanpa pupuk yaitu sebesar 29,10 gram serta berat rata-rata produksi kopal terkecil
diperoleh pada pemberian pupuk dolomit dengan dosis 900 gram yaitu sebesar
26,38 gram.
Untuk lebih memperjelas hasil penyadapan kopal yang telah diberikan
pupuk dolomit per-dosis dan tanpa pupuk, dapat dilihat pada Gambar 3.
45
40
35
30
25
20
Berat Rata-rata perdosis (gram)
15
10
5
0
0 gram 300
gram
600
gram
900
gram
1200
gram
Dosis
Gambar 3 Grafik rata-rata produksi getah kopal per-dosis.
Pada Gambar 3 terlihat bahwa hasil penyadapan kopal tertinggi terdapat
pada pemberian pupuk berdosis 300 gram, diikuti produksi kopal dengan
pemberian dosis 600 gram lalu pada dosis 1200 gram, setelah itu tanpa pupuk
(dosis 0 gram) dan produksi paling rendah untuk dosis 900 gram.
Setiap minggu selama kegiatan penyadapan yaitu 21 kali pemungutan, produksi
getah kopal tidak mutlak sifatnya meningkat namun cenderung fluktuatif. Adapun
hasil rekapitulasi berat rata-rata produksi kopal setiap minggunya per-dosis
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Rekapitulasi hasil rata-rata keseluruhan produksi kopal per-dosis setiap
minggu.
24
Minggu
Berat Rata-rata Per-Dosis (Gram)
ke0
300
600
900
1200
1
31,49
43,53
37,25
14,59
33,12
2
16,57
25,13
25,60
10,57
23,81
3
18,01
29,6
22,67
12,78
22,91
4
25,19
35,61
28,58
16,98
25,05
5
29,26
33,22
36,46
33,35
25,92
6
30,09
48,49
26,87
22,59
24,23
7
30,34
62,74
29,48
30,38
26,75
8
24,90
51,96
37,63
18,74
26,04
9
52,44
45,28
42,27
28,12
39,67
10
28,88
54,07
44,41
25,14
36,90
11
47,46
38,58
44,42
29,81
37,48
12
26,33
40,04
40,77
21,56
32,2
13
28,7
49,03
43,02
27,32
32,64
14
26,76
53,71
47,51
32,72
32,92
15
27,12
52,94
41,90
29,79
34,12
16
31,89
50,70
53,7
33,29
33,38
17
28,19
51,52
50,24
32,29
33,13
18
30,15
45,88
52,42
30,96
38,29
19
24,85
41,16
35,58
29,98
33,11
20
26,14
42,58
58,76
38,01
36,05
21
26,40
45,37
44,57
33,05
40,53
Diketahui bahwa rata-rata produksi kopal paling rendah selama kegiatan
penyadapan dilakukan ialah sebesar 10,57 gram untuk dosis 900 gram pada
kegiatan penyadapan minggu kedua. Sedangkan rata-rata produksi kopal paling
tinggi selama kegiatan penyadapan ialah sebesar 62,74 gram untuk dosis 300
gram pada kegiatan penyadapan minggu ketujuh. Untuk lebih memperjelas hasil
penyadapan kopal, dapat dilihat pada Gambar 4.
70,00
B
erat Getah(gram)
60,00
50,00
Dosis 0 gram
Dosis 300 gram
40,00
Dosis 600 gram
30,00
Dosis 900 gram
20,00
Dosis 1200 gram
10,00
0,00
1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
Minggu Pe ngambilan
Gambar 4. Grafik rataan produksi kopal per-dosisnya
Pada Gambar 4 disusun dari rekapitulasi produksi getah (kopal) per-dosis
dengan 3 kali ulangan yang diambil satu minggu sekali, dengan pengambilan
25
getah agathis (kopal) sebanyak 21 kali. Grafik diatas menggambarkan bahwa
setiap perlakuan (pemberian dosis yang berbeda-beda) memberikan respon
terhadap produksi kopal. Setiap dosis pupuk mengalami fluktuasi produksi kopal,
hal ini dapat terjadi karena keluarnya getah dipengaruhi oleh faktor genetik dan
faktor lingkungannya.
Pupuk dolomit berfungsi untuk menaikkan pH tanah hingga mendekati
netral, menambah unsur Ca dan Mg, menambah ketersediaan unsur hara N, P, dan
Mo, Mengurangi keracunan unsur Fe, Al, dan Mn, memperbaiki kehidupan
mikroorganisme dan membantu pembentukan bintil akar.
Secara visual terlihat pada gambar 1 bahwa pupuk dolomit berdosis 300,
600 dan 1200 gram dapat meningkatkan produksi kopal dibandingkan tanpa
pupuk dolomit. Hal ini berarti disebabkan oleh meningkatnya ketersediaan Ca dan
Mg didalam tanah oleh pupuk dolomit sehingga dapat memacu turgor sel dan
pembentukan klorofil sehingga proses fotosintesis menjadi meningkat dan produk
dari fotosintesis juga meningkat. Selain itu, pupuk dolomit ini mengandung unsur
Mg yang dapat mengatur serapan unsur hara lain seperti dapat menambah
ketersediaan unsur P yang dimana unsur ini berperan dalam pembentukan ATP
(Soepardi,1983). ATP ini digunakan sebagai sumber energi dalam asimilasi
karbondioksida menjadi gula selama fotosintesis. Gula hasil fotosintesis ini akan
ditransportasikan ke organ tanaman untuk digunakan dalam pertumbuhan atau
disimpan oleh tanaman. Dengan demikian unsur Ca dan Mg mempunyai peranan
penting dalam membantu proses fotosintesis dalam menghasilkan karbohidrat
yang berperan dalam pembentukan kopal.
Kalsium (Ca) diserap oleh tanaman dalam bentuk Ca++. Sebagian besar
unsur Ca terdapat didalam daun dan batang dalam bentuk kalsium pektat yaitu
didalam lamella pada dinding sel yang menyebabkan tanaman mempunyai
dinding sel yang lebih tebal sehingga tahan serangan hama dan penyakit. Fungsi
kalsium bagi tanaman adalah merangsang pembentukan akar, berperan dalam
pembuatan protein yang dibutuhkan tanaman untuk pembelahan dan pembesaran
sel-sel tanaman, menetralisir asam-asam organik yang dihasilkan pada saat
metabolisme, dan dapat menetralisir senyawa atau suasana keasaman tanah.
Sedangkan Magnesium (Mg) diserap dalam bentuk Mg++. Fungsi magnesium bagi
26
tanaman adalah merupakan bagian dari klorofil (inti klorofil) sehingga
berhubungan langsung dengan proses fotosintesis, mengatur dalam penyerapan
unsur hara lain seperti P dan K, membantu distribusi phosphor (P) di dalam
tanaman. (Anonim, 2008)
Saluran getah adalah suatu ruang antar sel yang dikelilingi oleh sel-sel
parenkim khusus yang mengeluarkan getah kedalam saluran tersebut. Sel-sel
penghasil getah tersebut disebut sel epitel, sel-sel ini terdapat pada kayu dan pada
kulit. Banyaknya getah akan tergantung pada banyaknya sel-sel epitel tersebut,
semakin banyak sel-sel epitel maka akan semakin banyak pula getah yang
dihasilkan. Besarnya diameter batang akan berhubungan dengan banyaknya selsel epitel dalam pohon tersebut dimana semakin besar diameter batang akan
semakin banyak pula sel-sel epitel yang terdapat pada batang tersebut sehingga
semakin besar diameter pohon akan menghasilkan lebih banyak getah.
Oleh
karena itu, dengan diberikan pupuk dolomit maka dapat menyediakan unsur P
yang
dapat
meningkatkan
fotosintesis
khususnya
meningkatkan
proses
pembelahan sel-sel karena akan sangat terkait terhadap produksi kopal seperti
yang telah dijelaskan oleh Lempang (1997) bahwa produksi kopal sangat
dipengaruhi oleh jumlah jaringan epitel pada kulit batang, dimana semakin banyak
jumlah jaringan epitel maka produksi kopal pun akan semakin tinggi.
Produksi kopal dipengaruhi oleh pertumbuhan pohon. Menurut Curtis dan
Clark (1950) dalam Kuncoro (1992), pertumbuhan dapat diketahui dari
bertambahnya jumlah sel, bertambahnya jumlah protoplasma dan bertambahnya
jumlah struktur sel. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
pohon yaitu sifat genetik setiap pohon dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan
yang mempengaruhi seperti kondisi tempat tumbuh, banyaknya penutupan tajuk
disekeliling pohon yang diteliti dan lainnya. Tegakan damar tidak memerlukan
jenis tanah tertentu, tetapi harus berdrainase baik. Pohon damar akan tumbuh baik
didaerah dengan iklim A dan B menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson.
Dengan semakin baik tumbuhnya, pohon damar akan memberikan produksi kopal
yang lebih banyak.
Di lapangan praktek penelitian ini terdapat beberapa pohon yang
diletakkan pada jalur setapak sehingga tidak menutup kemungkinan masyarakat
27
yang melewati jalur tersebut mengambil kopal dari pohon yang sedang diteliti.
Hal ini dicirikan dari kualitas kopal yang dihasilkan. Pada umumnya kopal yang
dipanen setiap minggunya sudah mengkristal dan membeku karena hal ini sesuai
dengan pendapat Brown (1921) yang menyatakan bahwa kopal akan menyerap O2
di udara dengan cepat setelah keluar dari salurannya dan terjadilah oksidasi. Oleh
karena itu, jika kopal mengkristal dan membeku maka pada proses
pengambilan/penyadapannya lebih mudah. Akan tetapi, pada beberapa pohon saat
diambil kopalnya masih cair belum mengkristal sehingga sulit mengambilnya
karena masih lengket. Hal ini terjadi karena kopal sebelumnya sudah ada yang
mengambil. Jadi, kopal yang didapat dari hasil sadapan beberapa hari bukan hasil
sadapan selama 1 minggu.
5.2. Hasil Analisis Sifat Kimia Tanah
Tanah sebagai media tumbuh merupakan salah satu faktor lingkungan
yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Reaksi-reaksi yang terjadi di dalam
tanah dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhan tanaman karena
peranannya langsung berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara dalam
tanah (Hakim et al., 1986). Hutan Pendidikan Gunung Walat mempunyai
beberapa jenis tanah. Pada lokasi penelitian di blok Agathis adalah jenis tanah
latosol merah kekuningan. Tanah latosol didominasi oleh oksida besi dan oksida
Al yang berperan penting dalam agregat tanah. Agregasi yang dirancang kedua
macam oksida ini menghasilkan agregat tanah (paduan partikel tanah) yang
berukuran kecil dan mantap serta tidak mudah hancur sehingga dapat mengurangi
kemungkinannya menyerap air dalam jumlah banyak (Poerwowidodo, 1987).
Menurut Leiwakabessy (1988) menyatakan bahwa tanah latosol umumnya perlu
pemupukan N, P, K, Ca, Mg, dan mungkin beberapa unsur mikro tertentu.
Kapasitas tukar kation latosol termasuk rendah, hal ini sebagian disebabkan oleh
kadar bahan organik yang kurang dan sebagian lagi oleh sifat liat hidro-oksida.
(Soepardi, 1983)
Dalam penelitian ini diperoleh data hasil analisis tanah sebelum dan
setelah kegiatan pemupukan disekitar areal penelitian yang dilakukan ialah
sebagai berikut:
28
Tabel 5 Hasil analisis tanah sebelum dan setelah kegiatan pemupukan.
Sifat tanah
Nilai
Kategori
Nilai
Kategori
sebelum
sifat tanah
setelah
sifat tanah
dipupuk
dipupuk
C-organik (%)
0,88
Sangat
2,15
Sedang
0,18
Rendah
2,99
Sangat
rendah
N-total (%)
0,09
Sangat
rendah
P2O5 Bray I (ppm)
2,49
Sangat
tinggi
Ca (me/100 gram)
0,15
Sangat
tinggi
0,83
rendah
Mg (me/100 gram)
0,04
Sangat
rendah
0,19
rendah
K (me/100 gram)
0,04
Sangat
Sangat
Sangat
rendah
0,15
Rendah
0,04
Sangat
rendah
Na (me/100 gram)
0,02
Sangat
rendah
rendah
KTK (me/100 gram)
18,10
Sedang
17,33
Sedang
KB (%)
1,38
Sangat
6,98
Sangat
rendah
Al-dd (me/100 gram)
1,89
rendah
0,76
Berdasarkan Tabel 5 (hasil analisis tanah), pada lokasi penelitian sebelum
dilakukan kegiatan pemupukan memiliki C-organik bernilai 0,88 sehingga
dikategorikan sangat rendah, N-total bernilai 0,09 sehingga dikategorikan sangat
rendah, kandungan Ca, Mg, K dan Na tergolong sangat rendah. Sedangkan
kandungan P bernilai 2,49 sehingga tergolong sangat tinggi.
Kapasitas tukar kation suatu tanah sangat penting dalam peranannya
terhadap kapasitasnya didalam mempertukarkan kation di dalam tanah. Kapasitas
tukar kation tanah menunjukkan besarnya kemampuan tanah untuk memegang
hara dan menyerahkannya ke tanaman. Kapasitas tukar kation tanah lokasi
penelitian tergolong sedang yaitu 18,10 sedangkan kejenuhan basa (KB) tanah
29
tergolong sangat rendah yang artinya dalam tanah tersebut lebih banyak atau
didominasi oleh kation asam. Contoh tanah mempunyai kejenuhan basa (KB)
sebesar 1,38 % yang artinya didalam tanah tersebut jumlah kation basa yang
terdapat didalam tanah hanya 1,38 % selebihnya tanah tersebut didominasi oleh
kation asam (98,62 %) berasal dari berbagai sumber, diantaranya dari asam-asam
organik dan anorganik, larutan tanah, disosiasi koloid organik.
Selain itu, Adapun data hasil analisis tanah berupa pH tanah sebelum dan
setelah dilakukan pemupukan yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Data nilai pH tanah sebelum dan setelah pemupukan per-dosis
Dosis pupuk
Sebelum pemupukan
Setelah pemupukan
0 gram
4,9
5,10
300 gram
4,7
5,43
600 gram
4,63
5,47
900 gram
4,87
5,77
1200 gram
4,6
5,30
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa tanah latosol merah kuning pada areal
penelitian ini memiliki pH 4,6-4,9. Hal ini berarti tanah tersebut bersifat masam.
Reaksi tanah atau pH tanah yang masam ini dapat mengakibatkan kandungan hara
tanah seperti Ca, Mg dan K di lokasi penelitian tergolong sangat rendah
sedangkan kadar Al dd cukup tinggi sebesar 1,89 sehingga dapat meracuni
tanaman. Untuk mengatasi kendala tersebut, maka pada tanah latosol merah
kekuningan perlu dilakukan pemupukan untuk menjaga dan memelihara
kesuburan tanah.
Jenis pupuk yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk anorganik
yaitu pupuk dolomit. Pupuk dolomit {CaMg(CO3)2} tergolong pupuk majemuk
yaitu pupuk yang mengandung lebih dari satu jenis unsur hara. Pupuk ini
mempunyai dua macam unsur hara yaitu kalsium (Ca) dan magnesium (Mg).
Kedua unsur tersebut tergolong pada unsur hara makro sehingga kebutuhan
tanaman akan unsur hara tersebut dibutuhkan dalam jumlah yang banyak
(Leiwakabessy, 1998).
30
Sebelum dilakukan pemupukan pada areal penelitian ini sebaiknya tanah
dicangkul dahulu mengelilingi selebar tajuk pohon Agathis spp. Lalu pada tanah
yang telah dicangkul mengelilingi selebar tajuk pohon tersebut diberikan pupuk
dolomit. Hal itu dilakukan karena proses penyerapan unsur hara oleh akar akan
lebih efektif, sebab akar tumbuh menyebar ke samping dan ke bawah. Kemudian
pupuk tersebut ditimbun dengan tanah yang telah dicangkul sebelumnya. Hal itu
untuk mencegah terjadinya aliran air yang mampu membawa membawa pupuk
bersama aliran air.
Kemasaman atau pH tanah menunjukkan kadar H+ dan OH- dalam larutan
tanah. Ketersediaan hara esensial bagi tanaman tergantung pada pH, dimana hara
tanaman optimum pada kisaran pH 6-7. Secara umum, tanah masam tidak
mendukung pertumbuhan tanaman, bahkan pada keadaan tersebut unsur hara tidak
tersedia bagi tanaman. Oleh karena itu, untuk meningkatkan pH tanah hingga
tingkat yang diinginkan biasanya dilakukan pengapuran. Pemberian dolomit pada
tanah masam dapat meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah seperti Ca, Mg,
P dan lain-lain (Soepardi, 1983). Pada tabel 5 memperlihatkan adanya pengaruh
pupuk dolomit terhadap perubahan unsur-unsur hara. Pupuk dolomit ini dapat
meningkatkan unsur hara kalsium (Ca) dari 0,15 me/100 gram menjadi 0,83
me/100 gram dan nilai unsur hara magnesium (Mg) meningkat dari 0,04 me/100
gram menjadi 0,19 me/100 gram, nilai unsur hara kalium (K) meningkat dari 0,04
me/100 gram menjadi 0,15 me/100 gram, nilai unsur hara fosfor (P) meningkat
dari 2,49 me/100 gram menjadi 2,99 me/100 gram dan KTK mengalami
penurunan dari 18,10 me/100 gram menjadi 17,33 me/100 gram. Selain itu, pupuk
ini dapat meningkatkan pH tanah sehingga dapat menurunkan kemasaman tanah.
Hal ini terbukti dari tabel 6 yang memperlihatkan bahwa pupuk dolomit berdosis
300 gram dapat meningkatkan pH tanah dari 4,7 menjadi 5,43; pada dosis 600
gram dapat meningkatkan pH tanah dari 4,63 menjadi 5,47; pada dosis 900 gram
dapat meningkatkan pH tanah dari 4,87 menjadi 5,77; pada dosis 1200 gram dapat
meningkatkan pH tanah dari 4,6 menjadi 5,30. Pupuk dolomit ini juga dapat
menurunkan kadar Aldd yang bersifat racun bagi tanaman. Hal ini terlihat pada
tabel 5 yang dimana unsur Aldd sebelumnya bernilai 1,89 berkurang menjadi
0,76.
31
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah di Hutan
Pendidikan Gunung Walat yang memiliki pH masam sehingga menyebabkan
ketersediaan unsur Ca dan Mg pada lapisan atas tanah sangat rendah bagi pohon
Agathis spp. dalam memproduksi getah kopal. Berdasarkan Hasil analisis tanah
sebelum dan setelah kegiatan pemupukan memperlihatkan adanya peningkatan
nilai unsur Ca dan Mg walaupun masih berkategorikan sifat tanah sangat rendah.
32
BAB VI. KESIMPULAN dan SARAN
6.1. Kesimpulan
Pemberian pupuk dolomit dengan dosis 300 gram ; 600 gram ; 1200 gram
dapat meningkatkan produktivitas kopal sedangkan dosis 900 gram dapat
menurunkan produktivitas kopal.
6.2. Saran
1. Adanya penelitian lanjutan untuk memperoleh produktivitas kopal yang tinggi
selain harus memperhatikan genetik suatu pohon juga harus memperhatikan faktor
lingkungan seperti kondisi tempat tumbuh, kelerengan, banyaknya penutupan
tajuk disekeliling pohon yang diteliti dan lainnya
2. Mencari pupuk alternatif selain pupuk dolomit yang dapat memperbaiki kondisi
tempat tumbuh suatu pohon sehingga dapat meningkatkan produksi kopal
.
33
BAB VII
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1971. Pedoman Tanaman Damar (Agathis loranthifolia Salisb.).
Direktorat Rehabilitasi dan Reboisasi. Direktorat Jendral Kehutanan,
Jakarta.
Anonim.
2008.
Mineral
Bagi
Tanaman.
http://sugihsantosa.atspace.com/artikel/mineral.html. [22 Juli 2008]
Darmawan, I. 1993. Hubungan Antara Beberapa Peubah Pohon dengan Produksi
Getah Damar (Agathis loranthifolia, Salisb). [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan
Departemen Kehutanan.
2004.
Produksi hasil Hutan Non Kayu.
http://siaphut.dephut.go.id/siaphut/reports/bpk/produksi_hutan_non_kayu
.php?task=cetak [20 Mei 2008]
Devlin, R.M. 1975. Plant Physiology 2nd Edition. Affilited East. West Press PVT,
Ltd. New Delhi
Dulsalam dan I. Sumantri. 1985. Beberapa macam Perlakuan Terhadap
Penyadapan Getah Agathis spp Untuk Meningkatkan Hasil Getah. Jurnal
Penelitian Hasil Hutan II (2) : 10-12
Epstein, E. 1972. Nutrion of Plant Principles and Perspectives. Wiley
International Edition. New York
Hakim, N., S. Nyapka, A.M. Lubis, S. Ghani, dan Nugroho. 1986. Dasar-dasar
Ilmu Tanah. Pusat Pendidikan Kehutanan Cepu. Cepu
Kuncoro. A. 1992. Pengaruh Pemberian Pupuk Majemuk NPK dan Perlakuan
Kondisi Tanah Terhadap Riap Tinggi dan Diameter Pancang Vitex
pubescens Vahl. [skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor. Tidak Diterbitkan
Leiwakabessy, F dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Tanah.
Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Lempang M. 1997. Uji Beberapa Pola Sadap untuk menduga Produksi Kopal dari
Pohon Agathis (Agathis hamii M. Dr). Buletin Penelitian Kehutanan Vol
2 No 1, pp. 15 – 25. Ujungpandang: Balai Penelitian kehutanan
Mattjik A. A dan Sumertajaya I. M. 2000. Perancangan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab. Jurusan Statistika FMIPA, IPB : IPB Press,
Munajat I. 2004. Studi Penyusunan Model Penduga Produksi Kopal di Hutan
Pendidikan Institut Pertanian Bogor Gunung Walat Sukabumi Jawa Barat.
34
[Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak
Diterbitkan
Naibaho R. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Pengapuran Terhadap
Kandungan Unsur Hara NPK dan pH Beberapa Tanah Hutan. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan
Parno. 2003. Penyempurnaan Cara Penyadapan Kopal dengan Metode Sayatan
dan Stimulansia di KPH Sukabumi. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan
Riyanto, T. W. 1980. Catatan Kecil Tentang Kopal Damar. Duta Rimba (XII) :
23-28
Rudjiman. 1997. Bunga Rampai Problema Pohon Damar. Duta Rimba Edisi
November/209/XXIII/1997 : 15-20
Setiawan, H. 1997. Pengaruh Bentuk, Letak Sadapan, dan Pemberian Tutup
Plastik Hitam terhadap Produksi Getah Pohon Agathis loranthifolia
Salibs. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Tidak Diterbitkan
Soenarno. 1987. Studi Perbaikan Cara Penyadapan Kopal di KPH Sukabumi.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 1 no. 3 pp 34-38
Suhardi. 2005. Fisiologi Pohon. www.geocities.com/roykapet/klh_fispon.pdf (22
Juli 2008)
Sumantri I, Dulsalam, Machfudh. 1987. Pengaruh Teknik Penyadapan terhadap
Produksi Getah Agathis di Bali. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol 4. no.
4 pp 63-66
Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. 591h.
Tabrani.1989. Pengaruh Pupuk N dan P Terhadap Pertumbuhan Anakan Agathis
lorantifolia Salisb pada Tanah Podzolik Merah Kuning di Persemaian.
[Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak
Diterbitkan
Whitmore TC. 1977. A First Look at Agathis. Tropical Forest Paper no. 11 Unit of
CFI. University of Oxford. Oxfor
Wratsongko B. 2005. Penerapan Berbagai Model Alat Sadap pada Kegiatan
Penyadapan Kopal dengan Metode Sayatan di Hutan Pendidikan Gunung
Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak Diterbitkan
35
LAMPIRAN
35
Lampiran 1. Rekapitulasi Produksi Getah Agathis (Kopal) Per-Minggu
Produksi Getah Agathis (kopal) Minggu keDosis
(gr)
1
0
2
3
1
300
2
3
1
600
2
3
1
900
2
3
1
1200
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Ratarata
(gr)
28.4
30.16
31.89
27.61
30.26
36.35
37.01
30.02
28.42
30.28
34.62
26.67
18.95
24.52
19.28
25.17
33.77
24.4
26.26
21.55
26.71
21.79
22.43
33.52
46.63
31.65
31.42
29.12
28.57
31.63
23.81
27.17
22.99
23.29
27.14
30.25
34.89
77.08
27.52
48.44
59.48
64.32
83.65
81.64
66.46
41.75
46.49
38.23
46.16
57.65
23.91
35.29
26.01
22.13
21.55
30.49
25.23
23.68
22.94
20.28
18.04
24.7
20.38
24.2
24.99
56
49.89
65.67
59.11
66.08
50.12
57.13
71.59
51.49
47.51
67.82
77.86
52.3
69.13
65.76
51.81
19.24
15.75
20.17
0
28.27
30.93
24.58
33.08
25.35
25.93
43.66
33.14
40.18
20.85
41.72
22.87
24.45
42.41
33
42.17
40.43
36.12
48.27
37.22
31.42
34.53
42.95
38.53
49.13
48.54
47.94
33.95
76.39
57.37
43.42
42.05
47.12
28.37
30.51
52.29
48.41
56.7
65.1
66.3
61.46
74.24
61.23
68.31
69.03
69.13
51.93
58.17
53.46
51.86
13.92
21.95
14.09
33.64
47.64
35.25
51.56
42.88
57.23
41.52
55.29
66.29
61.25
66.73
67.18
63.58
61.53
47.43
63
44.50
11.9
17.89
0
73.46
15.24
20.2
15.16
20.69
22.65
18.44
14.12
17.09
21.67
18.09
19.75
21.68
16.33
18.47
52.03
21.65
22.80
12.22
9.34
6.53
12
12.5
18.89
23.3
5.8
12.11
9.89
13.76
9.05
9.57
10.2
10.03
13.4
8
12.96
9.93
14.58
14.51
11.84
24.75
20.4
22.2
33.9
33.99
34.59
40.2
23.12
55.18
43.39
53.62
34.62
33.71
46.62
43.2
53.27
42.35
36.84
34.75
48.03
49.85
38.50
44.01
37.66
34.07
26.88
27.65
8.15
14.17
35.3
40.7
44.17
30.85
44.5
46.47
30.83
40.27
23.41
40.97
59.31
50.33
41.69
50.88
36.77
30.6
13.38
12.46
14.36
16.11
29.95
25.88
19.69
23.14
23.15
27.96
17.48
17.73
21.32
18.88
23.45
16.07
18.72
14.24
18.42
20.85
20.18
Ulangan
2
3
1
2
3
4
5
6
42.59
25.17
26.7
25.46
32.07
30.31
13.99
9.41
9.15
17.25
26.33
37.9
15.12
18.19
32.87
71.11
38.18
45.71
32.7
15.22
26.78
7
8
9
10
11
25.39
28.72
84.44
26.77
69.07
14.26
21.51
28.05
35.75
26.36
29.39
45.69
44.12
17.94
37.14
47.41
27.5
80.98
101.57
82.07
26.06
25.72
31.27
24.29
30.65
21.98
17.03
33.7
40.89
40.21
13.76
12.24
6.35
11.16
19.86
67.78
38.71
32.51
32.53
30.2
25.86
29.15
12.11
10.48
19.44
12
Ratarata
Total
(gr)
29.10
44.82
39.91
26.38
31.82
36
Lampiran 2. Data Hasil Uji Tanah
Walkley
& Black
Kjeldhal
C –org
N-Total
..(%)..
..(%)..
1 Sample 1
0.88
0.09
2.49
0.15
0.04
0.04
0.02
2 Sample 2
2.15
0.18
2.99
0.83
0.29
0.15
0.04
No.
Lab
Bray
I
HCI
25%
N NH4 OAc pH 7.0
N KCI
0.05 N HCI
Tekstur
KB
No. Lapang
P
Ca
Mg
K
Na
KTK
……..(me/100g)……..
Keterangan :
Sampel 1 = Tanah kontrol
Sampel 2 = Tanah yang sudah dipupuk
AI
H
Fe
Cu
Zn
Mn
Pasir
……..(ppm)……..
Debu
Liat
..(%)..
…(me/100g)…
……..(%)……..
18.10
1.38
1.89
0.96
5.30
0.80
3.92
1.28
5.87
35.37
58.76
17.33
6.98
0.76
0.79
2.60
0.72
3.76
0.68
8.16
41.96
49.88
37
Lampiran 3. Data Suhu Tanah Dan Lingkungan
NO.
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
1
2
3
Rata-rata
DATA SUHU TANAH DAN DRY AND WET ( C)
Termometer Tanah
Tegakan Sedang
22
22
22
22
Pinggir jalan
23
23
23
23
Tegakan rapat
22
22
22
22
Dry
Wet
23.5
23.5
24
23.67
23
23
23
23
23.5
24
23.5
23.67
23
23
23
23
24
24
24.5
24.17
24
24
24
24
38
Lampiran 4. Data Kondisi Pohon
Kondisi Pohon
Banyak Cabang
(%)
Keadaan
Pohon
Sebelumnya
5.1
Baik
45%
Anvirgin
4.5
5
Baik
65%
Anvirgin
5.5
5.2
Baik
50%
Anvirgin
4.6
5.9
Baik
65%
Virgin
4.5
5.2
Batang bengkok
20%
Anvirgin
5
5.2
Baik
30%
Anvirgin
4.8
5.9
Baik
25%
Anvirgin
4.6
5.4
Baik
65%
Anvirgin
Dosis
Pupuk
Ø Awal
(cm)
Ø Akhir
(cm)
0 gram
54,46
54,78
4.7
0 gram
53,82
53,82
0 gram
54,78
55,10
300
gram
55,10
55,73
300
gram
53,18
52,87
300
gram
52,55
52,55
600
gram
52,87
52,87
600
gram
54,78
55,10
pH
awal
pH
akhir
Keterangan
39
600
gram
53,30
54,14
900
gram
54,46
55,41
900
gram
54,46
54,78
900
gram
54,78
54,78
1200
gram
52,87
53,18
1200
gram
54,78
55,10
1200
gram
54,46
53,82
4.5
5.1
4.5
5.5
5.4
5.9
4.7
5.9
4.7
5.7
4.6
4.9
4.5
5.3
Keterangan :
Virgin
= Pohon Belum Pernah Dilakukan Penyadapan
Anvirgin
= Pohon yang Pernah Dilakukan Penyadapan
Baik
25%
Anvirgin
Baik
40%
Virgin
Batang garpu
25%
Virgin
Baik
40%
Anvirgin
Baik
80%
Virgin
Baik
45%
Virgin
Baik
25%
Anvirgin
40
41
Lampiran 6. Sketsa Penyebaran Pohon yang Diamati (Manual)
SKETSA PENYEBARAN POHON YANG DIAMATI
LEGENDA
U
Keterangan:
B = pohon yang diamati
DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
IPB
2008
42
Download