Sel Surya Berbasis Titania dengan Penyisipan Logam Cu pada Lapisan Titania Noveri Susiana1) Faculty of Mathematics and Science, State University of Padang, Padang ABSTRACT The development of electronic polymer materials for solar cell applications must be made although not as good as the conversion efficiency of solar cells from solar silikon.Sel material with a layer of titania doped titania dye known as Dye sensitized Solar Cell (DSSC). Giving doping dye on titania coating can improve the absorption of titania, thereby increasing the efficiency of solar cells. While the insertion of a conductive material, such as iron or copper metal on the titania coating may also improve the efficiency of solar cells, because the metal can act as a path (path) for the electrons to flow faster toward the electrode. The second modification of the titania coating can improve the efficiency of solar cells titania. Keyword: solar cells, silicon, titania, DSSC, metal contacts, efficiency. A. PENDAHULUAN Ketersediaan energi di dunia ini semakin lama semakin menipis, termasuk juga ketersediaan sumber energi listrik. Listrik yang berasal dari sumber energi konvensional, seperti bahan bakar minyak, semakin lama semakin menurun. Disisi lain kebutuhan manusia akan listrik semakin meningkat. Oleh karena itu manusia terus mencari dan mengembangkan sumber-sumber energi alternatif yang lain, yang dapat dijadikan sebagai sumber energi listrik. Salah satu sumber energi alternatif yang digunakan sebagai sumber energi listrik adalah sel surya, yang telah diteliti dan dikembangkan oleh banyak peneliti di berbagai negara (9). Sel surya atau fotovoltaik adalah perangkat yang mengkonversi radiasi sinar matahari menjadi energi listrik. Efek fotovoltaik ini ditemukan oleh Becquerel pada tahun 1839, dimana Becquerel mendeteksi adanya tegangan foto ketika sinar matahari mengenai elektroda pada larutan elektrolit. Pada tahun 1954 peneliti di Bell Telephone menemukan untuk pertama kali sel surya silikon berbasis p-n junction dengan efisiensi 6% (6). Di bidang pembuatan sel surya fotovoltaik, kebutuhan untuk biaya efektif produksi dan produktivitas yang tinggi adalah dua syarat utama agar tetap kompetitif. Karena awal dari industri ini, tantangan telah membawa kapasitas produktif dan harga sistem fotovoltaik bawah, dan penilaian berikutnya pada viabilitas sel fotovoltaik manufaktur menunjukkan bahwa peningkatan input dan adopsi strategi otomatis adalah keprihatinan utama yang perlu ditangani dalam mengurangi biaya lembaran silikon(10). Sel surya dengan berbahan baku silikon hingga saat ini masih merupakan jenis sel surya yang paling banyak diteliti, dikembangkan serta dipasarkan. Selain dilatarbelakangi oleh penemuan pertama sel surya, mapannya pengetahuan akan silikon, terbukti dengan kehandalan silikon dalam aplikasi sel surya, dan jumlah cadangan silikon di perut bumi berupa pasir silica yang berlimpah menjadi beberapa bahan pertimbangan utama. Belum lagi ditambah oleh dukungan infrastruktur industri semikonduktor yang memang mengambil material silikon sebagai bahan dasar utama produk elektronika yakni microchip atau microprocessor. Baru pada beberapa tahun belakangan inilah beberapa pabrik pemurnian silikon mulai memproduksi bahan material silikon khusus untuk aplikasi sel surya dengan berkaca pada pesatnya produksi sel surya silikon di dunia saat itu, maupun proyeksi pemasaran sel surya di masa depan. Saat ini, sel surya jenis silikon menempati pangsa pasar sekitar 82-85% pasar sel surya dunia (12). Beberapa proses produksi lembaran silikon sebagai alternatif untuk metode konvensional Chzochralski muncul dan inovasi terus hingga saat ini, paling terkenal di antaranya adalah Pertumbuhan Fed Film-metode bermata-Defined (EFG), Silicon-on-keramik, ingot pengecoran dengan Heat Exchanger Metode, dan dendritik Silicon Web (4). Di antara yang tertua dari proses sel surya adalah produksi sel silikon teknik web dendritik yang pertama kali dikembangkan pada tahun 1960 dan digunakan pada pertengahan 1960-an untuk garis pilot produksi sel surya untuk aplikasi ruang (10). Solar Sel Silikon Ilmuwan Prancis, Edmund Becquerel pada tahun 1839 menemukan bahwa cahaya yang jatuh pada materi tertentu dapat menyebabkan percikan listrik yang dikenal dengan ”photoelectric effect” sehingga muatan ini dapat diperbanyak, dalam kondisi yang tepat, membentuk arus listrik. Pada tahun 1954 , sebuah kelompok Bell yang terpisah menemukan bahwa alat silicon yang mereka uji menghasilkan listrik pada saat menghadap matahari. Ketika kedua pekerjaan tersebut disatukan, maka mereka berhasil menyelesaikan suatu pemecahan, dimana sel silicon yang mengubah 4% dari cahaya matahari yang datang menjadi listrik yang berkekuatan lima kali lebih banyak dibanding dengan sel selenium terbaik (1). Gambar 1. Efisiensi Sel Photovoltalic Laboran (1) Suatu pendekatan yang sedang ditindaklanjuti oleh para peneliti yaitu mengembangkan sel-sel surya dengan efisiensi tinggi yang dibuat dari bahan baku seperti gallium arsenide yang telah mencapai efisiensi setinggi 33% di laboratorium. Sel-sel seperti ini dapat digunakan bersama dengan lensa dan kaca pemantul yang memfokuskan sinar ke dalamnya, sehingga sangat mengurangi bahan semi konduktor (1). Prinsip Kerja Sel Surya Silikon secara Konvensional Prinsip kerja sel surya silikon adalah berdasarkan konsep semikonduktir p-n junction. Sel terdiri dari lapisan semikonduktor doping-n dan doping-p yang membentuk p-n junction, lapisan antirefleksi, dan substrat logam sebagai tempat mengalirnya arus dari lapisan tipe-n (elektron) dan tipe-p (hole). Gambar 2. Struktur Sel Surya Silikon pn-junction.(7) Semikonduktor tipe-n didapat dengan mendoping silikon dengan unsur dari golongan V sehingga terdapat kelebihan elektron valensi dibanding atom sekitar. Pada sisi lain semikonduktor tipe-p didapat dengan doping oleh golongan III sehingga elektron valensinya defisit satu dibanding atom sekitar. Ketika dua tipe material tersebut mengalami kontak maka kelebihan elektron dari tipe-n berdifusi pada tipe-p. Sehingga area doping-n akan bermuatan positif sedangkan area doping-p akan bermuatan negatif. Medan elektrik yan terjadi antara keduanya mendorong elektron kembali ke daerah-n dan hole ke daerah-p. Pada proses ini terlah terbentuk p-n junction. Dengan menambahkan kontak logam pada area p dan n maka telah terbentuk dioda. Gambar 3. Cara kerja Sel Surya Silikon (2) Ketika junction disinari, photon yang mempunyai energi sama atau lebih besar dari lebar pita energi materia tersebut akan menyebabkan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi dan akan meninggalkan hole pada pita valensi. Elektron dan hole ini dapat bergerak dalam material sehingga menghasilkan pasangan elektron-hole. Apabila ditempatkan hambatan pada terminal sel surya, maka elektron dari area-n akan kembali ke area-p sehingga menyebabkan perbedaan potensial dan arus akan mengalir. Skema cara kerja sel surya silikon ditunjukkan pada gambar diatas (2). Pertumbuhan Web Dendritik Merupakan bagian dari pengembangan sel surya generasi ketiga yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga dengan solar sel organik dan tipe solar sel foto elektrokimia. Solar sel organik dibuat dari bahan semikonduktor organik seperti polyphenylene vinylene dan fullerene. Berbeda dengan tipe solar sel generasi pertama dan kedua yang menjadikan pembangkitan pasangan electron dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari sebagai proses utamanya, pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak harus menghasilkan pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan exciton. Exciton inilah yang kemudian berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara dua keping konduktor) untuk menghasilkan pasangan muatan dan akhirnya menghasilkan efek arus foto (photocurrent) (5)(3). Perbandingan harga dan efisiensi dari ketiga generasi tersebut ditunjukkan oleh gambar berikut: Gambar 4. Perbandingan harga dan efisiensi setiap generasi (13) Keunggulan (+) dan Kelemahan (-) dari setiap generasi sel surya diantaranya yaitu, pada generasi pertama keunggulan nya adalah memiliki efisiensi tinggi (>10%), sudah luas dikomersialisasikan. Kekurangannya yaitu seperti biayanya yang mahal dan proses fabrikasi silicon sangat susah dan kompleks. Selanjutnya pada generasi kedua memiliki keunggulan seperti harganya yang lebih murah dibandingkan generasi pertama, memiliki koefisien absorbs matahari yang tinggi, dan dapat diproses dalam keadaan non vacum. Kelemahannya antara lain proses fabrikasinya menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan serta efisiensi lebih rendah dibandingkan generasi pertama. Pada generasi ketiga kelebihan yang dimiliki seperti bahan baku mudah ditemukan, proses fabrikasi yang termudah, dan biayanya yang termurah. Kelemahan dari generasi ketiga ini yaitu menggunakan elektrolit cair sehingga dapat menguap serta belum dikomersialisasikan secara massal (13). Pertumbuhan dendritik adalah fenomena luas yang muncul selama kristalisasi dari fase cair atau uap di hampir semua jenis bahan yang mengandung logam, semikonduktor, oksida, dan bahan organik (10). Oleh karena teknik web dendritik merupakan bagian dari generasi ketiga, dimana pada generasi ketiga ini yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga dengan solar sel organik dan tipe solar sel foto elektrokimia. Sel surya yang banyak digunakan sekarang ini adalah Sel surya berbasis teknologi silikon yang merupakan hasil dari perkembangan pesat teknologi semikonduktor elektronik. Walaupun sel surya sekarang didominasi oleh bahan silikon, namun mahalnya biaya produksi silikon membuat biaya konsumsinya lebih mahal daripada sumber energi fosil. Selain itu kekurangan dari solar cell silikon adalah penggunaan bahan kimia berbahaya pada proses fabrikasinya. Tetapi seiring dengan perkembangan nanoteknologi, dominasi tersebut bertahap mulai tergantikan dengan hadirnya sel surya generasi terbaru, yaitu dye-sensitized solar cell (DSSC). DSSC merupakan salah satu kandidat potensial sel surya generasi mendatang, hal ini dikarenakan tidak memerlukan material dengan kemurnian tinggi sehingga biaya proses produksinya yang relatif rendah. Berbeda dengan sel surya konvensional dimana semua proses melibatkan material silicon itu sendiri, pada DSSC absorbsi cahaya dan separasi muatan listrik terjadi pada proses yang terpisah. Absorbsi cahaya dilakukan oleh molekul dye dan separasi muatan oleh inorganik semikonduktor nanokristal yang mempunyai bandgap lebar. Salah satu semikonduktor ber-bandgap lebar yang sering digunakan yaitu titanium dioksida, karena inert, tidak berbahaya, semikonduktor murah, selain memiliki karakteristik optik yang baik. Namun untuk aplikasinya dalam DSSC, harus memiliki permukaan yang luas sehingga dye yang teradsorb lebih banyak yang hasilnya akan meningkatkan arus photo. Selain itu penggunaan bahan dye yang mampu menyerap spektrum cahaya yang lebar dan cocok dengan pita energi titanium dioksida juga merupakan karakteristik yang penting (1). Sel surya yang telah banyak dikembangkan dan memiliki efisiensi yang tinggi adalah sel surya berbasis silikon. Tetapi sel surya yang mendominasi pasar ini masih memiliki harga yang relatif mahal karena proses produksinya sulit dan memerlukan teknologi yang tinggi. Oleh karena itu terus dikembangkan sel surya jenis lain dengan bahan baku yang murah, proses pembuatan yang mudah dan memiliki efisiensi cukup baik. Salah satu sel surya yang terus dikembangakan adalah sel surya berbasis titania. Titanium dioksida merupakan salah satu semikonduktor oksida yang memiliki energi celah pita yang sangat lebar (3,2 eV – 3,8 eV). Pada sel surya fotoelektrokimia, titania berperan sebagai lapisan aktif yang mengabsorbsi energi cahaya matahari untuk dikonversi menjadi energi listrik. Titanium dioksida murni mempunyai efisiensi absorbsi sangat kecil, yaitu hanya sebesar 5%. Energi matahari pada panjang gelombang ultraviolet saja yang dapat diserap oleh titanium dioksida. Oleh sebab itu spektrum penyerapan matahari ke area cahaya tampak perlu dilakukan untuk mengefektifkan penggunaan energi matahari. Hal ini bisa dilakukan dengan cara memperkecil energi celah pita melalui pemberian doping atom lain pada titania. Sehingga diharapkan dapat memperbesar spektrum penyerapan cahaya dari titania. Titania mempunyai banyak kesitimewaan, yaitu memiliki konstanta dielektrik tinggi, memiliki indeks bias yang besar, dan memiliki transmitansi optik yang baik pada daerah cahaya tampak dan dekat infra merah.Titania juga memiliki stabilitas kimia yang tinggi, tidak beracun, memiliki potensial tinggi sebagai fotooksidasi, dan harganya murah. Sehingga titania bisa digunakan dalam berbagai variasi bentuk, misalnya koloid, pasta, lapisan tipis, maupun serbuk nano. Sel surya DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia yang menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Komponen DSCC selain elektrolit terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanopori TiO2, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan TiO2, dan katalis yang semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif. Sel Surya Titania dengan Penyisipan Logam Penelitian tentang sel surya titania dalam rangka memodifikasi lapisan titania sebagai lapisan aktif terus dikembangkan. Modifikasi pada lapisan titania dilakukan dengan menyisipkan logam pada lapisan titania. Logam yang disisipkan dapat berupa emas, tembaga, besi atau logam yang lain. Efisiensi sel surya meningkat ketika lapisan titania disisipi dengan logam. Penyisipan logam pada lapisan titania dapat dilakukan dengan berbagai metode, diantaranya dengan metode sputtering,elektroplating dan doctor blade coating (9). B. EKSPERIMEN DAN METODA Alat dan Bahan : untuk membuat sel surya berbasis titania dibutuhkan titanium dioksida, TIO, elektrolit, kaca, logam yang akan disisipkan pada titanium dioksida yaitu logam Cu. Skema 1 : Skema 2 : Cara pembuatannya yaitu siapkan semua alat dan bahan yang diperlukan, langkah awalnya yaitu pelapisan titanium dioksida diatas kaca ITO.Selanjutnya setelah mempersiapkan larutan elektrolit CuCl2, elektroda TiO2 dicelupkan ke dalamnya.Kemudian disisipkan logam pada lapisan titanium dioksida, dan pada bagian alas nya juga merupakan kaca yang dilapisi dengan ITO. Terlebih dahulu lapisan TiO2 dielektroplating dengan logam Cu. C. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada jurnal yang dijadikan sebagai rujukan, penyisipan logam pada lapisan titania adalah logam besi, dimana menggunakan larutan elektrolit fero klorida, sedangkan untuk eksperimen yang akan dilakukan adalah penyisipan logam Cu pada lapisan titania.Alasannya adalah logam Cu merupakan logam yang banyak sekali digunakan, karena mempunyai sifat hantaran arus dan panas yang baik. Tembaga digunakan untuk pelapisan dasar karena dapat menutup permukaan bahan yang dilapis dengan baik. Hampir sama proses nya dengan penyisipan logam Fe, logam Cu disisipkan ke dalam lapisan titania dengan metoda elektroplating. Pada proses elektroplating, larutan elektrolit yang digunakan adalah CuCl2, dengan lapisan titania sebagai katoda dan batang Cu sebagai anoda. Lapisan TiO2 yang dielektroplating dengan tegangan yang lebih besar (konsentrasi larutan elektrolit dan waktu elektroplating sama) atau waktu elektroplating yang lebih lama (konsentrasi larutan elektrolit dan tegangan elektroplating sama, atau konsentrasi CuCl2 yang lebih besar (tegangan dan waktu elektroplating sama) akan mengandung unsur Cu yang lebih banyak. Lapisan TiO2 yang dielektroplating dengan Cu, menandakan bahwa ada atomatom Cu yang menyisip diantara partikel-partikel TiO2. Hal ini dapat dijelaskan dari gambar di bawah ini. Ketika sel surya diradiasi dengan cahaya maka akan terjadi generasi (timbulnya pasangan elektron-hole). Foton yang diserap oleh elektron pada TiO2 menyebabkan elektron tereksitasi dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi dan selanjutnya elektron mengalir menuju ITO melalui lapisan kontak logam (Fe). Lapisan kontak logam ini menjadi lintasan bagi elektron untuk mengalir lebih cepat menuju ITO. Selanjutnya elektron mengalir melalui beban luar menuju counter elektroda dan akan diterima oleh elektrolit. Sedangkan hole yang terbentuk akan berdifusi menuju elektrolit. Hal ini berarti elektron yang diterima elektrolit akan berekombinasi dengan hole membentuk pembawa muatan negatif. D. KESIMPULAN Sel surya berbasis titania adalah salah satu sel surya generasi ketiga yang terus dikembangkan. Proses pembuatan sel surya titania hanya memerlukan teknologi yang sederhana dan biaya yang murah. Berbagai modifikasi terhadap lapisan titania sebagai lapisan aktif pada sel surya terus dilakukan untuk memperoleh efisiensi yang lebih baik. Lapisan titania data dimodifikasi dengan menggunakan dye atau disisipi dengan material konduktif (logam). Lapisan titania dengan penambahan molekul dye atau disisipi material konduktif (logam) akan memberikan performansi sel surya yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan efisiensinya. Pengembangan sel surya titania jika terus dilakukan akan memberikan harapan baru akan sumber energi listrik alternatif. E. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada Allah SWT. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada DR. Rahadian, Z, S.Pd, M.Si sebagai dosen dalam mata kuliah kimia fisika 3 yang telah memberikan bimbingan dan saran. Serta kedua orang tua penulis yang telah memberikan semangat serta dorongan kepada penulis dalam penyelesaian paper ini. F. REFERENSI 1. Alfonsia,dkk. DSSC (Dye-Sensitized Solar Cell) sebagai sumber energi alternatif ramah lingkungan. Malang : Universitas Brawijaya 2. Annual World Solar Photovoltaic Industry Report, Marketbuzz 2007 report. 3. B.A. Gregg, J. Phys. Chem. B 107 (2003) 4688. 4. C. E. Witt, L.O. Herwig, R.L. Mitchell, H. Thomas, R. Sellers, D.S. Ruby, "Recent Progress in the photovotaic manufacturing Technology Project (PVMat)," IEEE 1st World Conference Photovoltaic Energy Conversion, 24th IEEE Photovoltaic Specialist Conf., pp. 1169-1172, 1994. 5. C. J. Brabec, N.S. Sariciftci, J.C. Hummelen, Advanced Functional Materials, 11 (2001) 15. Green, M. A., 2001, “Solar Cell Efficiency Tables (Version 18)”, Prog. Photovolt. Res. Appl., 9, 287-93 7. J. Halme, 2002, “Dye sensitized Nanostructured and Organic Photovoltaic Cells : technical review and preeliminary test”, Master Thesis of Helsinki University of Technology. 8. M. McCormack",P hotovoltaics: Its Challenge," 14th IEEE Photovoltaic Specialists Conference:pp 1-4. IEEE: New York 1980. 9. Prasetyowati, rita. 2012. Jurnal Sel Surya Berbasis Titania sebagai Sumber Energi Listrik Alternatif. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta 10. R.G. Seidensticker, "Dendritic Web Growth of Silicon", Westinghouse Research and Development Center, Pittsburgh, PA 11. Shah, A., et al., 1999, “Photovoltaic Technology: The Case for Thin-Film Solar Cells”, Science, 30 July, 285, 692-8. 12. https://energisurya.wordpress.com/2007/11/20/sel-surya-silikon-sangprimadona/ 13. http://www.esdm.go.id/berita/artikel/56-artikel/4034-solar-cell-sumberenergi-terbarukan-masa-depan-.html?tmpl=component&print=1&page= 6.