28 BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode

advertisement
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif.
Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang
dalam gugus terbuka. Variabel terukur berupa data magnitudo semu bintang yang
kemudian diolah menjadi diagram Hertzsprung-Russel.
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan studi literatur dan
pengolahan data, studi literatur dimaksudkan untuk mempelajari seluruh aspek
yang berkaitan dengan materi mengenai perbintangan, sedangkan pengolahan data
dilakukan untuk mendapatkan parameter fisis dari data mentah yang dijadikan
bahan penelitian.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode aperture
photometry.
Aperture photometry adalah metode yang digunakan untuk
mengukur besar fluks atau intensitas cahaya. Prinsip kerja metode aperture
photometry adalah menempatkan tiga buah lingkaran dengan diameter beragam,
dimana ketiga lingkaran tersebut ditempatkan sedemikian rupa sehingga
mengurung sumber cahaya. Penggunaan tiga buah lingkaran memiliki fungsi
tersendiri, dimana lingkaran terdalam digunakan untuk mengukur besar intensitas
dari sumber, lingkaran tengah sebagai area pembatas agar meyakinkan bahwa
intensitas terukur merupakan intensitas sumber cahaya tanpa dikotori oleh
pengaruh lain, dan lingkaran terluar digunakan untuk mengukur intensitas langit.
Sistem fotometri yang digunakan adalah sistem fotometri UBV dengan
menggunakan dua buah pita, yakni pita B dan V.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama 5 bulan terhitung dari bulan Agustus 2014
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
28
29
3. Pengolahan Data
3.1. Data Observasi
Citra obyek gugus bintang terbuka M67 diambil oleh Dr. Hakim Luthfi
Malasan (dari Obs. Bosscha ITB) menggunakan teleskop berdiameter 65 cm
dengan panjang fokus 780 cm seperti terlihat pada Gambar (3.1).
Gambar 3.1 Teleskop yang Digunakan Untuk Pengambilan Citra
Gugus Bintang terbuka M67 (Sumber: www.astron.pref.gunma.jp)
Tempat
pengambilan
data
berlokasi
di
Gunma
Astronomical
Observatory (GAO), Jepang yang berada pada 36°35’37 LU dan 138°58’35”
BT dengan ketinggian 885 meter dari permukaan laut. Waktu paparan
(exposure time) untuk citra dengan pita V selama 60 detik, sedangkan untuk
citra dengan pita B selama 120 detik. Pengambilan data dilakukan pada
tanggal 27 Januari 2000. Area gugus bintang terbuka M67 terpotret di langit
memiliki ukuran 5,8 menit busur, sedangkan pada citra obyek memiliki
ukuran 256 x 256 piksel.
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
30
Citra obyek harus dikalibrasi terlebih dahulu melalui pengaturan
kecerahan dan kontras agar tiap bintang dapat terdeteksi, kemudian invert
warna yang dimaksudkan untuk memudahkan penempatan tiga buah
lingkaran untuk mengukur intensitas cahaya. Pada prosesnya pengaturan
besar lingkaran dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak.
Gambar 3.2 Citra Obyek Gugus Bintang Terbuka M67 Sebagai Obyek
Penelitian
Gambar (3.2) menunjukkan area langit yang terpotret dan merupakan
bagian dari gugus bintang terbuka M67 yang berpusat pada α = 8° 41’ 14,62”,
δ = 11° 47’ 25,54” dan bukan merupakan keseluruhan gugus, dapat
dibandingkan area obyek penelitian merupakan area yang ditandai dalam citra
gugus bintang terbuka M67 lain yang berukuran 40 menit busur seperti
tampak pada Gambar (3.3).
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
31
Gambar 3.3 Citra Gugus Bintang Terbuka M67 Berukuran 40 Menit
Busur (Sumber: http://dss.nao.ac.jp)
Terdapat 10 bintang standar dalam area penelitian yang digunakan
sebagai pembanding dan koreksi ekstingsi atmosfer. Kesepuluh bintang
tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 3.1 Data Bintang Standar dari Bruce Gary, Hereford Arizona
Observatory (Sumber: brucegary.net/M67)
R.A.[deg]
8° 51' 20.053"
8° 51' 19.865"
8° 51' 26.352"
8° 51' 31.155"
8° 51' 29.845"
8° 51' 25.354"
8° 51' 22.734"
8° 51' 17.120"
Dec.[deg]
11° 46' 42.51"
11° 47' 02.66"
11° 43' 53.07"
11° 45' 52.13"
11° 47' 18.23"
11° 47' 35.63"
11° 48' 04.94"
11° 48' 17.76"
B
13.37
12.615
11.392
13.201
11.022
13.162
11.587
11.574
V
12.785
12.135
11.275
12.637
9.675
12.555
10.478
10.331
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
32
8° 51' 22.797"
8° 51' 26.779"
11° 48' 51.65"
11° 48' 42.56"
13.283
11.094
12.701
10.502
3.2. Instrumen Pengolahan Data
Instrumen pengolahan data yang digunakan berupa perangkat lunak
bernama ImageJ. Penggunaan perangkat lunak ImageJ pada penelitian ini
sebatas pada pengukuran intensitas sumber. ImageJ merupakan perangkat
lunak open source atau perangkat lunak yang dapat diunduh dan dipakai
secara gratis, pengoprasiannya memerlukan Java. Perangkat lunak ini
dikembangkan oleh National Institute of Health, Amerika Serikat. ImageJ
didesain
sebagai
alat
pemrosesan
dan
pengolahan
citra
ilmiah.
Penggunaannya sangat fleksibel dengan ribuan plugin dan macros yang dapat
di install guna pekerjaan beragam.
Gambar 3.4 Tampilan Standar ImageJ dengan Plugin Astronomi
Untuk Pekerjaan Fotometri
Penggunaan perangkat lunak ImageJ untuk pekerjaan fotometri
membutuhkan plugin bernama Astronomy yang berisi pengaturan pekerjaan
fotometri, multi aperture photometry dan opsi lainnya. Dengan menggunakan
tools multi aperture photometry, pengukuran intensitas bintang anggota
gugus dapat diperoleh secara cepat. Data keluaran setelah pengukuran
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
33
intensitas diantara lain intensitas sumber, intensitas langit (background),
koordinat dalam piksel, right acsension dan deklinasi.
3.3. Magnitudo
3.3.1. Magnitudo Instrumen
Menggunakan bantuan perangkat lunak ImageJ, multiple
aperture photometry dapat dilakukan sehingga intensitas tiap bintang
anggota gugus dapat terukur. Kemudian dengan menggunakan
persamaan (2.2) magnitudo instrumen dari tiap bintang anggota gugus
bintang terbuka M67 dapat ditentukan.
Koreksi ekstingsi atmosfer perlu dilakukan pada nilai magnitudo
instrumen dikarenakan pengaruhnya yang membuat berkurangnya
intensitas radiasi sumber akibat partikel dalam atmosfer bumi.
Dampak ekstingsi ini berupa penyerapan dan penyebaran cahaya.
Koefisien
ekstingsi
atmosfer
yang
terukur
merupakan
hasil
perbandingan nilai antara magnutudo instrumen dengan magnitudo
standar. Dengan rajah magnitudo standar versus magnitudo instrumen,
besar nilai koefisien untuk masing-masing pita dapat diperoleh. Nilai
magnitudo standar haruslah lebih kecil dibandingkan dengan
magnitudo instrumen dikarenakan dalam sistem magnitudo obyek
yang lebih cerah memiliki nilai lebih kecil, pada kasus ini setelah
koefisien ekstingsi dihilangkan maka obyek akan terlihat lebih cerah.
3.3.2. Magnitudo Baku
Bintang standar katalog diperlukan agar pengamat yang berbeda
dapat saling membandingkan hasil satu sama lain. Perbandingan hasil
pengamatan diperlukan atas dasar bahwa tiap observasi akan memiliki
respon yang berbeda, bintang yang sama tidak akan memiliki nilai
kecerlangan yang sama dengan pengaturan instrumen yang berbeda.
Perbedaan hasil dapat diakibatkan dari perbedaan ukuran dan kondisi
teleskop, alat optik, panjang gelombang dan kualitas filter yang
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
34
digunakan. Untuk menghilangkan faktor tersebut, sistem bintang
standar katalog dapat digunakan untuk mengkalibrasi data hasil
observasi
terhadap
kecerlangan
bintang
standar.
Koefisien
transformasi adalah:
𝑀 = 𝑚0 + 𝑡(𝑐𝑜𝑙𝑜𝑢𝑟) + 𝑧
(4.1)
Dimana t merupakan koefisien transformasi dan z adalah zero
point. Persamaan 4.1 dapat ditransformasikan menjadi persamaan
untuk mendapatkan nilai magnitudo baku untuk tiap bintang.
Sehingga persamaan transformasinya adalah:
𝑉 = 𝑉𝑜𝑏𝑠 + 𝐶1 ∗ (𝐵 − 𝑉) + 𝐶2
(4.2)
(𝐵 − 𝑉) = 𝐶3 ∗ (𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 + 𝐶4
(4.3)
Dimana V dan (B-V) merupakan magnitudo baku yang akan dicari,
Vobs dan (B-V)obs telah diketahui sebelumnya dari magnitudo
instrumen terkoreksi koefisien ekstingsi atmosfer. Lalu C1, C2, C3 dan
C4 merupakan nilai yang perlu dicari. Karena warna dan magnitudo
bintang standar katalog telah diketahui, maka dengan rajah grafik
𝑉𝑠𝑡𝑑 − 𝑉𝑜𝑏𝑠 versus (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑 dan rajah grafik (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑 versus
(𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 nilai nilai C1, C2, C3 dan C4 dapat diketahui. Kemudian
dengan menggunakan persamaan (4.2) dan (4.3) maka nilai magnitudo
baku untuk tiap bintang dapat diketahui. Dengan diketahuinya seluruh
nilai magnitudo baku untuk tiap bintang, maka diagram HR yang
dibangun berdasarkan magnitudo baku dapat dibangun.
3.4. Penentuan Usia, Pemerahan dan Jarak Gugus Bintang Terbuka M67
Usia, pemerahan dan jarak gugus bintang dapat diperkirakan dengan
mencocokkan data hasil observasi dengan model isochrone. Dalam evolusi
bintang, isochrone merupakan kurva pada diagram HR yang menggambarkan
populasi bintang berusia sama. Isochrone dapat digunakan untuk mengetahui
usia gugus bintang dikarenakan anggota gugus memiliki usia yang hampir
sama.
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
35
Initial mass function (IMF) merupakan fungsi empirik yang
mendeskripsikan distribusi massa awal populasi bintang. IMF memberikan
probabilitas fungsi distribusi massa ketika bintang memasuki periode deret
utama (memulai proses reaksi fusi). Jika IMF dari gugus bintang diketahui,
isochrone dapat dibangun menggunakan bintang-bintang pada populasi awal.
Kurva isochrone dapat di rajah bersamaan dengan HR diagram yang
dibangun berdasarkan data observasi untuk dilihat berapa besar kecocokkan
antara keduanya. Apabila kurva isochrone dan HR diagram magnitudo
observasi tercocokkan dengan baik, maka asumsi usia isochrone dapat
diprediksi mirip dengan usia gugus.
Perbandingan beberapa usia isochrone dengan HR diagram perlu
dilakukan dengan masksud mendapatkan hasil yang lebih presisi. Besar
pergeseran isochrone sumbu X menggambarkan nilai ekses warna E(B-V)
atau pemerahan dan besar pergeseran sumbu Y merupakan besar nilai
modulus jarak m-M. Koefisien ekstingsi materi antarbintang dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan (2.10). Nilai-nilai tersebut selanjutnya dapat
digunakan untuk menghitung jarak gugus menggunakan persamaan (2.9).
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
36
4. Prosedur Penelitian
Keseluruhan prosedur pengolahan data diberikan dalam Gambar 3.5
berikut:
Studi Literatur
Mengunduh Program Pengolah Data ImageJ
Mendapatkan Chart Pembanding Bintang
Standar dalam Gugus Bintang Terbuka M67
Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Apperture Photometry
Pengukuran Besar Ekstingsi Atmosfer
Koreksi Magnitudo Instrumen Dengan Koefisien Ekstingsi Atmosfer
Transformasi Magnitudo ke Sistem Magnitudo Baku
RajahGrafik Magnitudo V vs Indeks
Warna B-V (H-R Diagram)
Penentuan Usia Gugus Bintang
Berdasarkan Pembelokan Deret
Utama Pada Diagram H-R (Fitting
Isochrone)
Penentuan Besar Nilai
Pemerahan dan Absorpsi Materi
Antar Bintang
Penentuan Jarak Ke Gugus
Bintang M67 Menggunakan
Modulus Jarak
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
37
Gambar 3.5 Diagram Alur Penelitian
FAJAR RAMADHAN, 2015
FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682)
Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu
Download