BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Penelitian Penelitian menggunakan metode deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Fenomena yang ada merupakan fenomena alam berupa kumpulan bintang-bintang dalam gugus terbuka. Variabel terukur berupa data magnitudo semu bintang yang kemudian diolah menjadi diagram Hertzsprung-Russel. Metode penelitian dilakukan dengan melakukan studi literatur dan pengolahan data, studi literatur dimaksudkan untuk mempelajari seluruh aspek yang berkaitan dengan materi mengenai perbintangan, sedangkan pengolahan data dilakukan untuk mendapatkan parameter fisis dari data mentah yang dijadikan bahan penelitian. Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan metode aperture photometry. Aperture photometry adalah metode yang digunakan untuk mengukur besar fluks atau intensitas cahaya. Prinsip kerja metode aperture photometry adalah menempatkan tiga buah lingkaran dengan diameter beragam, dimana ketiga lingkaran tersebut ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengurung sumber cahaya. Penggunaan tiga buah lingkaran memiliki fungsi tersendiri, dimana lingkaran terdalam digunakan untuk mengukur besar intensitas dari sumber, lingkaran tengah sebagai area pembatas agar meyakinkan bahwa intensitas terukur merupakan intensitas sumber cahaya tanpa dikotori oleh pengaruh lain, dan lingkaran terluar digunakan untuk mengukur intensitas langit. Sistem fotometri yang digunakan adalah sistem fotometri UBV dengan menggunakan dua buah pita, yakni pita B dan V. 2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama 5 bulan terhitung dari bulan Agustus 2014 FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 28 29 3. Pengolahan Data 3.1. Data Observasi Citra obyek gugus bintang terbuka M67 diambil oleh Dr. Hakim Luthfi Malasan (dari Obs. Bosscha ITB) menggunakan teleskop berdiameter 65 cm dengan panjang fokus 780 cm seperti terlihat pada Gambar (3.1). Gambar 3.1 Teleskop yang Digunakan Untuk Pengambilan Citra Gugus Bintang terbuka M67 (Sumber: www.astron.pref.gunma.jp) Tempat pengambilan data berlokasi di Gunma Astronomical Observatory (GAO), Jepang yang berada pada 36°35’37 LU dan 138°58’35” BT dengan ketinggian 885 meter dari permukaan laut. Waktu paparan (exposure time) untuk citra dengan pita V selama 60 detik, sedangkan untuk citra dengan pita B selama 120 detik. Pengambilan data dilakukan pada tanggal 27 Januari 2000. Area gugus bintang terbuka M67 terpotret di langit memiliki ukuran 5,8 menit busur, sedangkan pada citra obyek memiliki ukuran 256 x 256 piksel. FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 30 Citra obyek harus dikalibrasi terlebih dahulu melalui pengaturan kecerahan dan kontras agar tiap bintang dapat terdeteksi, kemudian invert warna yang dimaksudkan untuk memudahkan penempatan tiga buah lingkaran untuk mengukur intensitas cahaya. Pada prosesnya pengaturan besar lingkaran dilakukan secara otomatis oleh perangkat lunak. Gambar 3.2 Citra Obyek Gugus Bintang Terbuka M67 Sebagai Obyek Penelitian Gambar (3.2) menunjukkan area langit yang terpotret dan merupakan bagian dari gugus bintang terbuka M67 yang berpusat pada α = 8° 41’ 14,62”, δ = 11° 47’ 25,54” dan bukan merupakan keseluruhan gugus, dapat dibandingkan area obyek penelitian merupakan area yang ditandai dalam citra gugus bintang terbuka M67 lain yang berukuran 40 menit busur seperti tampak pada Gambar (3.3). FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 31 Gambar 3.3 Citra Gugus Bintang Terbuka M67 Berukuran 40 Menit Busur (Sumber: http://dss.nao.ac.jp) Terdapat 10 bintang standar dalam area penelitian yang digunakan sebagai pembanding dan koreksi ekstingsi atmosfer. Kesepuluh bintang tersebut disajikan dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Data Bintang Standar dari Bruce Gary, Hereford Arizona Observatory (Sumber: brucegary.net/M67) R.A.[deg] 8° 51' 20.053" 8° 51' 19.865" 8° 51' 26.352" 8° 51' 31.155" 8° 51' 29.845" 8° 51' 25.354" 8° 51' 22.734" 8° 51' 17.120" Dec.[deg] 11° 46' 42.51" 11° 47' 02.66" 11° 43' 53.07" 11° 45' 52.13" 11° 47' 18.23" 11° 47' 35.63" 11° 48' 04.94" 11° 48' 17.76" B 13.37 12.615 11.392 13.201 11.022 13.162 11.587 11.574 V 12.785 12.135 11.275 12.637 9.675 12.555 10.478 10.331 FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 32 8° 51' 22.797" 8° 51' 26.779" 11° 48' 51.65" 11° 48' 42.56" 13.283 11.094 12.701 10.502 3.2. Instrumen Pengolahan Data Instrumen pengolahan data yang digunakan berupa perangkat lunak bernama ImageJ. Penggunaan perangkat lunak ImageJ pada penelitian ini sebatas pada pengukuran intensitas sumber. ImageJ merupakan perangkat lunak open source atau perangkat lunak yang dapat diunduh dan dipakai secara gratis, pengoprasiannya memerlukan Java. Perangkat lunak ini dikembangkan oleh National Institute of Health, Amerika Serikat. ImageJ didesain sebagai alat pemrosesan dan pengolahan citra ilmiah. Penggunaannya sangat fleksibel dengan ribuan plugin dan macros yang dapat di install guna pekerjaan beragam. Gambar 3.4 Tampilan Standar ImageJ dengan Plugin Astronomi Untuk Pekerjaan Fotometri Penggunaan perangkat lunak ImageJ untuk pekerjaan fotometri membutuhkan plugin bernama Astronomy yang berisi pengaturan pekerjaan fotometri, multi aperture photometry dan opsi lainnya. Dengan menggunakan tools multi aperture photometry, pengukuran intensitas bintang anggota gugus dapat diperoleh secara cepat. Data keluaran setelah pengukuran FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 33 intensitas diantara lain intensitas sumber, intensitas langit (background), koordinat dalam piksel, right acsension dan deklinasi. 3.3. Magnitudo 3.3.1. Magnitudo Instrumen Menggunakan bantuan perangkat lunak ImageJ, multiple aperture photometry dapat dilakukan sehingga intensitas tiap bintang anggota gugus dapat terukur. Kemudian dengan menggunakan persamaan (2.2) magnitudo instrumen dari tiap bintang anggota gugus bintang terbuka M67 dapat ditentukan. Koreksi ekstingsi atmosfer perlu dilakukan pada nilai magnitudo instrumen dikarenakan pengaruhnya yang membuat berkurangnya intensitas radiasi sumber akibat partikel dalam atmosfer bumi. Dampak ekstingsi ini berupa penyerapan dan penyebaran cahaya. Koefisien ekstingsi atmosfer yang terukur merupakan hasil perbandingan nilai antara magnutudo instrumen dengan magnitudo standar. Dengan rajah magnitudo standar versus magnitudo instrumen, besar nilai koefisien untuk masing-masing pita dapat diperoleh. Nilai magnitudo standar haruslah lebih kecil dibandingkan dengan magnitudo instrumen dikarenakan dalam sistem magnitudo obyek yang lebih cerah memiliki nilai lebih kecil, pada kasus ini setelah koefisien ekstingsi dihilangkan maka obyek akan terlihat lebih cerah. 3.3.2. Magnitudo Baku Bintang standar katalog diperlukan agar pengamat yang berbeda dapat saling membandingkan hasil satu sama lain. Perbandingan hasil pengamatan diperlukan atas dasar bahwa tiap observasi akan memiliki respon yang berbeda, bintang yang sama tidak akan memiliki nilai kecerlangan yang sama dengan pengaturan instrumen yang berbeda. Perbedaan hasil dapat diakibatkan dari perbedaan ukuran dan kondisi teleskop, alat optik, panjang gelombang dan kualitas filter yang FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 34 digunakan. Untuk menghilangkan faktor tersebut, sistem bintang standar katalog dapat digunakan untuk mengkalibrasi data hasil observasi terhadap kecerlangan bintang standar. Koefisien transformasi adalah: 𝑀 = 𝑚0 + 𝑡(𝑐𝑜𝑙𝑜𝑢𝑟) + 𝑧 (4.1) Dimana t merupakan koefisien transformasi dan z adalah zero point. Persamaan 4.1 dapat ditransformasikan menjadi persamaan untuk mendapatkan nilai magnitudo baku untuk tiap bintang. Sehingga persamaan transformasinya adalah: 𝑉 = 𝑉𝑜𝑏𝑠 + 𝐶1 ∗ (𝐵 − 𝑉) + 𝐶2 (4.2) (𝐵 − 𝑉) = 𝐶3 ∗ (𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 + 𝐶4 (4.3) Dimana V dan (B-V) merupakan magnitudo baku yang akan dicari, Vobs dan (B-V)obs telah diketahui sebelumnya dari magnitudo instrumen terkoreksi koefisien ekstingsi atmosfer. Lalu C1, C2, C3 dan C4 merupakan nilai yang perlu dicari. Karena warna dan magnitudo bintang standar katalog telah diketahui, maka dengan rajah grafik 𝑉𝑠𝑡𝑑 − 𝑉𝑜𝑏𝑠 versus (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑 dan rajah grafik (𝐵 − 𝑉)𝑠𝑡𝑑 versus (𝐵 − 𝑉)𝑜𝑏𝑠 nilai nilai C1, C2, C3 dan C4 dapat diketahui. Kemudian dengan menggunakan persamaan (4.2) dan (4.3) maka nilai magnitudo baku untuk tiap bintang dapat diketahui. Dengan diketahuinya seluruh nilai magnitudo baku untuk tiap bintang, maka diagram HR yang dibangun berdasarkan magnitudo baku dapat dibangun. 3.4. Penentuan Usia, Pemerahan dan Jarak Gugus Bintang Terbuka M67 Usia, pemerahan dan jarak gugus bintang dapat diperkirakan dengan mencocokkan data hasil observasi dengan model isochrone. Dalam evolusi bintang, isochrone merupakan kurva pada diagram HR yang menggambarkan populasi bintang berusia sama. Isochrone dapat digunakan untuk mengetahui usia gugus bintang dikarenakan anggota gugus memiliki usia yang hampir sama. FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 35 Initial mass function (IMF) merupakan fungsi empirik yang mendeskripsikan distribusi massa awal populasi bintang. IMF memberikan probabilitas fungsi distribusi massa ketika bintang memasuki periode deret utama (memulai proses reaksi fusi). Jika IMF dari gugus bintang diketahui, isochrone dapat dibangun menggunakan bintang-bintang pada populasi awal. Kurva isochrone dapat di rajah bersamaan dengan HR diagram yang dibangun berdasarkan data observasi untuk dilihat berapa besar kecocokkan antara keduanya. Apabila kurva isochrone dan HR diagram magnitudo observasi tercocokkan dengan baik, maka asumsi usia isochrone dapat diprediksi mirip dengan usia gugus. Perbandingan beberapa usia isochrone dengan HR diagram perlu dilakukan dengan masksud mendapatkan hasil yang lebih presisi. Besar pergeseran isochrone sumbu X menggambarkan nilai ekses warna E(B-V) atau pemerahan dan besar pergeseran sumbu Y merupakan besar nilai modulus jarak m-M. Koefisien ekstingsi materi antarbintang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10). Nilai-nilai tersebut selanjutnya dapat digunakan untuk menghitung jarak gugus menggunakan persamaan (2.9). FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 36 4. Prosedur Penelitian Keseluruhan prosedur pengolahan data diberikan dalam Gambar 3.5 berikut: Studi Literatur Mengunduh Program Pengolah Data ImageJ Mendapatkan Chart Pembanding Bintang Standar dalam Gugus Bintang Terbuka M67 Pengolahan Data Dengan Menggunakan Metode Apperture Photometry Pengukuran Besar Ekstingsi Atmosfer Koreksi Magnitudo Instrumen Dengan Koefisien Ekstingsi Atmosfer Transformasi Magnitudo ke Sistem Magnitudo Baku RajahGrafik Magnitudo V vs Indeks Warna B-V (H-R Diagram) Penentuan Usia Gugus Bintang Berdasarkan Pembelokan Deret Utama Pada Diagram H-R (Fitting Isochrone) Penentuan Besar Nilai Pemerahan dan Absorpsi Materi Antar Bintang Penentuan Jarak Ke Gugus Bintang M67 Menggunakan Modulus Jarak FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu 37 Gambar 3.5 Diagram Alur Penelitian FAJAR RAMADHAN, 2015 FOTOMETRI GUGUS BINTANG TERBUKA M67 (NGC 2682) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu