BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perubahan Sosial Dan Faktor

advertisement
 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perubahan Sosial Dan Faktor Penyebabnya
Semua orang menyadari bahwa masyarakat hidup dan bekerja dalam suatu
lingkungan senantiasa mengalamai perubahan dan cepat. Perubahan di suatu bidang
secara langsung akan mengakibatkan perubahan di bidang lain. Perubahan dalam
peningkatan taraf hidup (pembangunan) akan dapat mempengaruhi dan mengubah
sikap, nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai-nilai yang selama ini menjadi
pedoman mulai mengalami benturan yang diakibatkan masuknya pengaruh nilai dari
luar, hal ini sesuai dengan pendapat (Soekanto, 1990) bahwa, setiap masyarakat
dalam hidupnya pasti mengalami perubahan. Perubahan itu dapat mengenai nilai-nilai
sosial, norma-norma sosial, pola prilaku, organisasi sosial, susunan lembaga
kemasyarakatan, lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, kekuasaaan wewenang,
interaksi sosial dan yang lainnya.
Perubahan sosial terjadi pada semua masyarakat dan dalam setiap proses dan
waktu, dan akibat dari perubahan itu dapat berakibat positif dan negatif. Perubahan
sosial merupakan gejala yang wajar dalam kehidupan manusia. Demikian Parson
berpendapat bahwa teori tindakan sama-sama memperhatikan prasyarat stabilitas
prasyarat perubahan, mustahil dapat mempelajari yang satu tanpa yang lain.
Perubahan yang terjadi pada masyarakat terutama pada dekade terakhir dapat
dikategorikan sebagai perubahan sosial yang disengaja (intended change) dan tidak
disengaja (intended change) atau dengan istilah contact change dan immanen change.
Universitas Sumatera Utara
Intended change atau contact change merupakan perubahan sosial yang
bersumber dari luar masyarakat baik yang disengaja maupun tidak disengaja, melalui
agen of change orang yang terlibat dalam perubahan tersebut) maupun secara spontan
dikombinasikan oleh pihak-pihak dari luar masyarakat (Soekanto, 1990).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial masyarakat dapat muncul
dari dalam (endogen) maupun dari faktor dari luar (exsogen) sistem sosial. Faktor
exsogen dari perubahan adalah perubahan genetic penduduk dan perubahan dalam
lingkungan fisik yang diartikulasikan dalam teknologi. Faktor exsogen utama adalah
sistem sosial yang berinteraksi dengan sistem sosial yang bersangkutan, konflik
antara dua masyarakat dan perang atau ancaman perang dapat mempengaruhi
terjadinya perubahan sosial.
Menurut Davis (Soekanto, 1990), perubahan sosial adalah perubahan yang
terjadi di dalam struktur dan fungsi masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Selo
Soemarjan (Soekanto 1990) bahwa perubahan sosial adalah segala perubahanperubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalam nilai-nilai sikap dan pola prilaku
antar kelompok-kelompok di dalam masyarakat
Sesuai dengan konsep yang demikian maka penelitian ini berusaha menggali
faktor-faktor apa yang melatar belakangi terjadinya suatu perubahan sosial pada
masyarakat Desa Daulu Kec. Berastagi.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-faktor penyebab terjadi perubahan sosial
Pada dasarnya perubahan sosial terjadi karena anggota masyarakat pada waktu
tertentu merasa tidak puas lagi terhadap kehidupannya yang lama, norma-norma dan
lembaga-lembaga sosial, atau sarana penghidupan yang lama dianggap tidak
memadai lagi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Ada tiga faktor-faktor
utama dalam perubahan sosial yaitu:
1. Timbunan kebudayaan dan penemuan baru
Timbunan kebudayaan merupakan faktor penyebab perubahan sosial yang
penting karena kebudayaan dalam kehidupan masyarakat senantiasa terjadi
penimbunan yaitu suatu kebudayaan semakin lama semakin beragam dan
bertambah secara akumulatif. Menurut Kuncaraningrat (Syani, 1994), faktor-faktor
yang mendorong individu untuk mencari penemuan baru adalah sebagai berikut
a) Kesadaran dari orang perorangan akan berkurang dalam kebudayaannya
b) Kualitas dari ahli-ahli dalam suatu kebudayaan
c) Perangsang dari aktifitas-aktifitas penciptaan dalam masyarakat
Perubahan sosial yang terjadi pada mayarakat yang tergolong fanatik terhadap
kebudayaan-kebudayaan lama tidak mudah dihilangkan. Tetapi dengan adanya
kebudayaan baru maka akan terjadi benturan-benturan kebudayaan, jika kebudayaan
baru dianggap lebih besar fungsinya oleh sebagian besar anggota masyarakat maka
kebudayaan lama akan ditinggal atau dilebur menjadi satu dengan kebudayaan yang
baru.
Universitas Sumatera Utara
Masyarakat perkotaan merupakan contoh perubahan yang relative cepat, oleh
karena masyarakat kota cenderung terbuka terhadap kebudayaan-kebudayaan baru.
Tetapi bagi masyarakat terpencil, biasanya cenderung sulit berubah paling tidak
berubahnya lambat. Koencaraningrat (Soekanto, 1990) berpendapat bahwa perubahan
sosial terjadi karena adanya inovasi. Proses tersebut meliputi suatu penemuan baru,
jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar dari masyarakat dan cara-cara unsur
kebudayaan baru yang diterima, dipelajari dan akhirnya dipakai dalam masyarakat
yang bersangkutan. Penemuan baru dapat berupa benda-benda tertentu bersifat fisik,
dapat pula bersifat nonfisik seperti ide-ide baru, hukum dan aliran-aliran kepercayaan
yang baru.
2. Perubahan jumlah penduduk
Perubahan jumlah penduduk juga merupakan menyebaban terjadinya perubahan
sosial, seperti berkuranagnya dan bertambahnya jumlah penduduk pada suatu daerah
tertentu. Bertambahnya suatu penduduk pada suatu daerah dapat mengakbatkan
perubahan
padastruktur
masyarakat,
terutama
mengenai
lembaga-lemabaga
kemasyarakatan. Ditinjau dari segi pertambahan penduduk misalnya transmigrasi
jika berjalan secara ideal dengan memperhatikan aspek-aspek sosial, ekonomi,
politik, budaya, keamanan, mungkin akan terjadi perubahan yang positif. Artinya
dengan adanya pendatang baru yang bekerja di daerah industri yang terampil dan
siap bekerja ditempat yang baru, maka akan besar kemungkinan justru tidak hanya
menguntungkan bagi pihak transmigran belaka, melainkan juga ikut berpengaruh
pada penduduk asli untuk ikut bekerja dengan pola menguntungkan sama dengan
Universitas Sumatera Utara
penduduk pendatang. Kehidupan masyarakat pun akan berubah karena pencampuran
antara berbagai macam pola prilaku sosial dan kebudayaan begitu juga ekonomi,
politik dan keamanan.
2.2. Industri Pedesaan dan Perubahan Sosial yang Diakibatkannya
Pembangunan industri yang pada awalnya ditujukan untuk mendorong
kemajuan perekonomian, berpengaruh pula secara sosial terhadap perkembangan
masyarakat. Hadirnya industri di pedesaan dengan cepat membangun komunitas di
sekitarnya. Tumbuhnya industri di daerah pedesaan akan memunculkan perubahan
bagi masyarakat lokal setempat.
Perubahan
Sosial
sebagaimana
dikemukakan
oleh
Gillin
&
Gillin
(Soemardjan dan Soemardi, 1964) “Suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah
diterima baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis kebudayaan materil,
komposisi penduduk, ideology maupun karena adanya difusi atau penemuanpenemuan baru dalam masyarakat tersebut”. Perubahan sosial itu sendiri terjadi
dalam masyarakat, maupun terjadi karena faktor-faktor yang datang dari luar. Kalau
dilihat saat ini, terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat desa, kebanyakan
datang dari luar masyarakat. Terlihat dari segi komunikasi dimana dengan hal ini
masyarakat didorong untuk menghubung-hubungkan apa yang didengar dengan apa
yang dilihat; apa yang dilakukan dengan apa yang diperoleh.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat tersebut, Durkheim melihat
bahwa masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat
Universitas Sumatera Utara
modern. Masyarakat sederhana memiliki solidaritas sosial yang berbeda dengan
bentuk solidaritas pada masyarakat modern. Dalam interaksinya, penduduk pendatang
dan pribumi dituntut pula untuk mempertimbangkan latar belakang sosial budaya
masing-masing. Hal ini menyebabkan intensitas dan pola interaksi komunitas
mengalami perubahan orientasi, termasuk juga dialami oleh penduduk pribumi yang
terseret oleh dinamika industri. Komunitas yang ada disekitar industri, baik yang
pada awalnya adalah komunitas pedesaan maupun komunitas diciptakan setelah
adanya industri, mengembangkan karakteristik tertentu yang sesuai dengan kebutuhan
industri.
Industri
memiliki
pengaruh
yang
besar
terhadap
komunitas
untuk
menimbulkan terjadinya perubahan di dalam masyarakat. Dampak industri terhadap
masyarakat sangat banyak, misalnya dampak positifnya: terbukanya kesempatan kerja
yang besar yang menyerap penganguran, munculnya prasarana dan sarana ekonomi
seperti jalan dan transportasi, pasar, toko-toko, telekomunikasi, bank, perkreditan,
perdagangan pergudangan, penginapan, rumah makan. Sedangkan dampak negatif
dapat pula terasa seperti polusi air bersih, dan udara, pemukiman semakin sesak,
meningginya temperature, kenaikan harga barang-barang, dan perbedaan yang
menyolok dalam kehidupan dalam kawasan industri tersebut.
Industri memiliki pengaruh yang menimbulkan akibat fisik di dalam
masyarakat. Akibat yang dirasakan oleh masyarakat bisa dalam bentuk yang berbeda.
Bila suatu wilayah sangat tergantung sangat tergantung hanya kepada satu jenis
Universitas Sumatera Utara
industri atau perusahaan, perkembangan industri atau perusahaan tersebut akan
menentukan apakah wilayah tersebut akan berkembang atau hancur.
Munculnya industri-industri baru dalam suatu wilayah akan memberi
pengaruh
besar
terhadap
jumlah
tenaga
kerja.
Menurut
Glaeser
(Miguel, et al. 2002) hadirnya Industri akan menjadikan suatu daerah menjadi tujuan
daerah urbanisasi karena dengan hadirnya industri membutuhkan tenaga kerja yang
banyak sehingga banyak orang memutuskan untuk bertransmigrasi ke daerah yang
memiliki lapangan pekerjaan seperti industri. Pertambahan penduduk dan
pengurangan penduduk ini pada gilirannya memperlemah gotong royong dalam
masyarakat di daerah yang dekat dengan industri.
2.3. Modal Sosial (Social Capital)
Secara etimologis social capital mempunyai pengertian modal yang dimiliki
oleh masyarakat dalam pemberdayaan masyarakat. Modal ini merupakan perpaduan
antara sesuatu yang bersifat material dan non material. Material mempunyai makna
tentang kepemilikan berkaitan dengan aset-aset finansial yang dimiliki, sedangkan
non material, modal berwujudan adanya mutual trust (kepercayaan) dan gathering
system (sistem kebersamaan) dalam suatu masyarakat. Pengertian modal sosial yang
berkembang selama ini lebih banyak didasarkan pada pandangan tiga orang ilmuwan
sosial, yaitu Pierre Bourdie, James Coleman, dan Robert Putnam.
Universitas Sumatera Utara
James Coleman mendefinisikan modal sosial merupakan konsep yang sering
digunakan untuk menggambarkan kapasitas sosial untuk memenuhi kebutuhan hidup
dan memelihara integrasi sosial. Pengertian modal sosial yang berkembang selama ini
mengarah pada terbentuknya tiga level modal sosial, yakni pada level nilai, institusi,
dan mekanisme. Dengan demikian, dalam pengertian yang luas, modal sosial bisa
berbentuk jaringan sosial atau sekelompok orang yang dihubungkan oleh perasaan
simpati, kewajiban, norma pertukaran, dan civic engagement yang kemudian
diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang memberikan perlakuan khusus
terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari
jaringan tersebut. Dalam level mekanismenya, modal sosial dapat mengambil bentuk
kerja sama sebagai upaya penyesuaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan
untuk mengatasi konflik.
Akhir-akhir ini modal sosial menjadi sangat populer sebagai salah satu isu
pembangunan yang menuntut perhatian seksama. Modal sosial adalah sumber daya
yang dapat dipandang sebagai investasi untuk mendapatkan sumber daya baru.
Seperti diketahui bahwa sesuatu yang disebut sumber daya (resources) adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan untuk dikonsumsi, disimpan dan diinvestasikan.
Sumber daya yang digunakan untuk investasi disebut sebagai modal (capital),
dimensi modal sosial cukup luas dan kompleks. Modal sosial lebih menekankan pada
potensi kelompok dan pola-pola hubungan antar individu dalam suatu kelompok dan
antar kelompok dengan ruang perhatian pada jaringan sosial, norma, nilai, dan
Universitas Sumatera Utara
kepercayaan antar sesama yang lahir dari anggota kelompok dan menjadi norma
dalam kelompok.
Di Indonesia, studi tentang modal sosial secara formal masih merupakan hal
yang baru. Namun meskipun secara eksplisit belum menggunakan terminology modal
sosial, sebenarnya telah ada beberapa studi terutama berupa kajian tentang hubungan
kerja sama saling menguntungkan antar warga masyarakat didaerah pedesaan yang
pada esensinya memiliki keterkaitan erat dengan modal sosial terdiri dari norma,
jaringan dan kepercayaan, maka sebenarnya hal tersebut secara historis bukan
merupakan fenomena baru dan asing bagi masyarakat Indonesia dan hal tersebut lebih
berakar kuat dan terinstitusikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat di pedesaan.
Semangat dan implementasi dari kemauan untuk saling bekerjasama dalam upaya
memenuhi kepentingan sosial dan kepentingan individu atau personal telah
termanivestasikan dalam berbagai bentuk aktivis bersama yang secara umum dikenal
dengan kegiatan “saling tolong menolong” atau secara luas terwadahi dalam tradisi
“gotong royong”. Tradisi gotong royong memiliki aturan main yang disepakati
bersama (norma), menghargai prinsip timbal balik dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dan dalam waktu tertentu akan menerima kompensasi/reward
sebagai bentuk dari resiprositas, ada saling kepercayaan antar pelaku bahwa masingmasing akan mematuhi semua bentuk aturan main yang telah disepakati (trust), serta
kegiatan kerjasama tersebut diikat oleh hubungan-hubungan spesifik antara lain
mencakup kekerabatan, pertetanggaan, dan pertemanan sehingga saling menguatkan
jaringan antar pelaku.
Universitas Sumatera Utara
Tradisi gotong royong secara nyata telah melembaga dan mengakar kuat, ini
diwujudkan dalam berbagai aktifitas keseharian masyarakat Indonesia. Kegiatan
gotong royong terexpresikan dalam berbagai aktivitas mulai dari yang bersifat sosial,
sosial personal serta personal yang diwujudkan dalam bentuk pertukaran. Ditinjau
dari bentuk yang dikerjasamakan, gotong royong bisa mencakup material, tenaga,
uang, dan social spirit. Aktifitas gotong royong dalam berbagai dimensinya
memberikan implikasi semangat dan nilai untuk saling memberikan jaminan atas hak
dan kelangsungan hidup antar sesama warga masyarakat yang masih melekat kuat di
pedesaan.
Salah satu tokoh utama yang sangat berpengaruh terhadap pemikiran modal
sosial adalah Jamens Coleman (1990). Ia mendefenisikan konsep modal sosial
sebagian entitas, terdiri dari beberapa structural sosial yang memfasilitasi tindakan
dari para pelakunya, apakah dalam bentuk personal atau korporasi dalam suatu
structural sosial. Modal sosial menurutnya inheren dalam struktur relasi antar
individu. Struktur relasi dan jaringan inilah yang menciptakan iklim saling percaya,
membawa saluran informasi, dan menetapkan norma-norma dan sangsi sosial bagi
para anggotanya.
Fukuyama (1995; 2003) menekankan pada dimensi yang lebih luas yaitu segala
sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas
dasar kebersamaan, dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang
tumbuh dan disegala bidang kehidupan kehidupan dan terutama bagi kestabilan
pembangunan ekonomi dan demokrasi. Pada masyarakat secara tradisional telah
Universitas Sumatera Utara
terbiasa dengan gotong royong serta bekerjasama dalam kelompok atau organisasi
yang besar cenderung akan merasakan kemajuan dan akan mampu, secara efesien dan
efektif, memberikan kontribusi penting bagi kemajuan masyarakat. Modal sosial
dalam bentuknya menyumbang terhadap pembangunan ekonomi, sosial dan politik
melalui pembagian informasi, memberikan kesempatan dan memfasilitasi kelompok
pembuat keputusan (Wool Cock dan Narayan, 2000).
Menurut Lesser (Mariana, 2006) modal sosial sangat penting bagi komunitas
karena
(1) Mempermudah akses informasi bagi anggota komunitas;
(2) Menjadi media power sharing atau pembagian kekuasaan dalam komunitas;
(3) Mengembangkan solidaritas
(4) Memungkinkan mobilisasi sumber daya komunitas;
(5) Memungkinkan pencapaian bersama; dan
(6) Membentuk perilaku kebersamaam dan berorganisasi komunitas.
Modal Sosial bisa diukur kedalam enam dimensi, adapun keenam dimensi
tersebut adalah kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif
dan kerja sama, informasi dan komunikasi, kohesi (kepaduan) sosial dan pemasukan
dan yang terakhir adalah kekuasaan dan tindakan politik.
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Jaringan
Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui
berbagai veriasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan oleh prisip
kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (freedom), dan keadaban
(civility).
Kemampuan
anggota-anggota
kelompok/masyarakat
untuk
selalu
menyatukan diri dalam suatu pola hubungan yang sinergetis akan sangat besar
pengaruhnya dalam menentukan kuat tidaknya modal sosial masyarakat.
Jaringan hubungan sosial biasanya akan diwarnai oleh suatu tipologi khas
sejalan dengan karakteristik dan orientasi kelompok. Pada kelompok sosial yang
biasanya terbentuk secara tradisional atas dasar kesamaan garis keturunan (lineage),
pengalaman-pengalaman sosial turun (repeated social experiences) dan kesamaan
kepercayaan pada dimensi ketuhanan (religion beliefs) cenderung memiliki
kohesifitas tinggi, tetapi rentang jaringan maupun trust yang terbangunan sangat
sempit. Sebaliknya, pada kelompok yang dibangun atas dasar kesamaan orientasi dan
tujuan dan dengan ciri pengelolaan organisasi yang lebih modern. Kelompok dan
jaringan memungkinkan orang untuk mengakses sumber-sumber dan berkolaborasi
untuk mencapai tujuan, ini adalah konsep bagian penting dari modal sosial. Jaringan
informal di manifestasikan dalam pertukaran yang spontan dan tidak teratur terhadap
informasi dan sumber penghasilan kelompok seperti usaha dalam kerja sama,
kordinasi dan saling membantu yang dapat memaksimalkan kegunaan sumber yang
ada. Jaringan informal dapat dihubungkan dengan hubungan horizontal dan vertikal
Universitas Sumatera Utara
yang dibentuk melalui faktor-faktor lingkungan, termasuk pasar, kekeluargaan dan
persahabatan.
Jenis lainnya dari jaringan terdiri dari perkumpulan, dimana anggotanya
dihubungkan
secara
horizontal.
Jaringan
seperti
ini
sering
secara
jelas
menggambarkan struktur, peran dan peraturan yang memerintah bagaimana anggota
kelompok bekerjasama untuk mencapai tujuan utama. Jaringan ini juga memiliki
potensi alami untuk membantu diri sendiri, bantuan mutual, solidaritas dan upayaupaya kerjasama dalam kelompok. “Mata Rantai” (vertical) modal sosial disisi lain,
termasuk hubungan dan interaksi di antara kelompok dan pemimpinnya dan
memperluas hubungan antara kampung, pemerintah dan pasar.
2.3.2. Trust (kepercayaan) dan Solidaritas
Trust atau rasa percaya (mempercayai) adalah suatu bentuk keinginan untuk
mengambil resiko dalam hubungan-hubungan sosial yang didasari oleh perasaan
yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan
senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung paling tidak,
tidak akan bertindak merugikan diri dan kelompoknya (Putnam, 1990, 1995, dan
2002). Dalam pandangan Fukuyama (1995, 2002), trust adalah sikap saling
mempercayai di masyarakat yang memungkinkan masyarakat tersebut saling bersatu
dengan yang lain dan memberikan kontribusi pada peningkatan modal sosial.
Berbagai tindakan kolektif yang didasari atas saling mempercayai yang tinggi
akan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam konteks membangun kemajuan
bersama. Kehancuran rasa saling percaya dalam masyarakat, akan saling mengundang
Universitas Sumatera Utara
hadirnya berbagai problematik sosial yang serius. Masyarakat yang kurang memiliki
perasaan saling mempercayai akan sulit menghindari berbagai situasi kerawanan
sosial dan ekonomi yang mengancam. Semangat kolektifitas tenggelam dan
partisipasi masyarakat untuk membangun bagi kepentingan kehidupan yang lebih
baik akan hilang. Lambat laun akan mendatangkan biaya tinggi bagi pembangunan
karena masyarakat cenderung bersikap apatis dan hanya menunggu apa yang akan
diberikan oleh pemerintah. Jika saling mempercayai telah luntur maka yang akan
terjadi adalah sikap-sikap yang menyimpang dari nilai dan norma yang berlaku.
Menurut Fukuyama (2003) bahwa, trust sebagai komponen ekonomi yang
relevan melekat pada kultur yang ada pada masyarakat yang akan membentuk
kekayaan modal sosial. Sedangkan Fukuyama (1995) meyakini bahwa dimensi trust
merupakan warna dari suatu sistem kesejahteraan bangsa. Kemampuan berkompetisi
akan tercipta dan dikondisikan oleh satu karakteristik yang tumbuh di masyarakat
yaitu trust.
Trust akan kehilangan daya optimalnya ketika mengabaikan salah satu spektrum
penting yang ada di dalamnya, yaitu rentang rasa mempercayai (the radius of trust).
Pada kelompok, asosiasi atau bentuk-bentuk group lainnya yang berorientasi inward
looking cenderung memiliki the radius of trust yang sempit. Kelompok ini
kemungkinan akan memiliki kesempatan yang lebih kecil untuk mengembangkan
modal sosial yang kuat dan menguntungkan. Dimensi modal sosial ini menunjuk
secara luas pada orang-orang yang merasa bahwa mereka bisa percaya kepada
hubungan keluarga, ketetanggaan, kolega, kenalan, penyedia layana kunci, bahkan
Universitas Sumatera Utara
orang lain untuk membantu mereka atau sedikitnya tidak akan terjadi kejahatan.
Menggambarkan “kepercayaan” dalam konteks sosial adalah suatu prasayarat untuk
bisa memahami kompleksitas hubungan manusia. Kadang-kadang kepercayaan
merupakan pilihan, pada saat yang lain kepercayaan mencerminkan ketergantungan
yang penting yang didasarkan pada peningkatan kontak atau jaringan yang lebih
dekat. Perbedaan tak terbatas antara kedua rangkaian ini sangat penting untuk bisa
memahami jarak hubungan sosial masyarakat dan kemampuan hubungan ini untuk
bertahan dalam kesulitan atau dengan cepat bisa mengubah keadaan.
Untuk mengukur modal sosial dua jenis dari indikator digunakan. indikator
masukan meliputi kesetiakawanan dan percaya. Kepercayaan adalah dibagi menjadi
percaya kepada tetangga dan percaya kepada anggota lainnya. Kepercayaan sosial
adalah salah teori dimensi modal sosial, terdiri dari kompleks sub-dimensions,
sedemikian sehingga banyak dari pertanyaan-pertanyaan pada umumnya diminta dari
para informan untuk mengukur tingkat kepercayaan sosial.
Durkheim (Lawang, 1994) menyatakan bahwa solidaritas sosial merupakan
suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman
emosional bersama. Solidaritas menekankan pada keadaan hubungan antar individu
dan kelompok dan mendasari keterikatan bersama dalam kehidupan dengan didukung
nilai-nilai moral dan kepercayaan yang hidup dalam masyarakat. Wujud nyata dari
hubungan bersama akan melahirkan pengalaman emosional, sehingga memperkuat
hubungan antar mereka. Menurut Durkheim, berdasarkan hasilnya, solidaritas dapat
Universitas Sumatera Utara
dibedakan antara solidaritas positif dan solidaritas negatif. Solidaritas negatif tidak
menghasilkan integrasi apapun, dan dengan demikian tidak memiliki kekhususan,
sedangkan solidaritas positif dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri :

Mengikat individu pada masyarakat secara langsung, tanpa perantara

Suatu sistem-sitem fungsi yang berbeda dan khusus, yang menyatukan
hubungan-hubungan yang tetap.

Telah terspesialisasi.
Solidaritas dipertahankan sejauh kesadaran individu pada masyarakat sama
kuatnya, dengan sendirinya akan memelihara unsur-unsur pengintegrasian yang ada
pada masyarakat tersebut. Solidaritas tidak dapat dengan seketika diamati secara
efektif, maka diperlukan suatu indeks extern. Menurut Durkheim (Layendecker,
1991:290) indeks extern adalah peraturan-peraturan hukum. Solidaritas sosial
terwujud dalam hubungan timbal balik, yang mendapat persyaratan dalam sifat dan
jumlah peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Solidaritas mekanis didasarkan pada persamaan, dalam suatu masyarakat yang
ditandai oleh solidaritas ini semua anggotanya mempunyai kesadaran kolektif yang
sama. Kesadaran kolektif adalah keseluruhan keyakinan dan perasaan yang
membentuk sistem tertentu yang mempunyai kehidupan tersendiri dan dimiliki
bersama oleh anggota masyarakat. Kesadaran kolektif memiliki sifat keagamaan,
karena mengharuskan rasa hormat dan ketaatan.
Universitas Sumatera Utara
2.3.3. Tindakan Kolektif dan Kerjasama
Tindakan kolektif dan kerja sama berhubungan erat dengan dimensi
solidaritas dan kepercayaan. Bagaimanapun dimensi terdahulu telah menyelidiki
kedalaman yang lebih besar dan bagaimana orang-orang bekerja dengan orang lain
dalam masyarakat atau bergabung dengan proyek data merespon masalah atau krisis.
Hal ini juga menyadarkan konsekwensi pelanggaran harapan masyarakat akan normanorma partisipasi.
Norma sosial akan sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku
yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian itu sendiri adalah sekumpulan yang
diharapkan dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial
tetentu. Norma-norma ini biasanya terinstutionalisasi dan mengandung sanksi sosial
yang dapat mencegah individu berbuat sesuatu yang menyimpang dari kebiasaan
yang berlaku dimasyarakatnya. Aturan-aturan kolektif tersebut biasanya tidak tertulis
tapi dipahami oleh setiap anggota masyarakatnya dan menentukan pola tingkah laku
yang diharapkan dalam konteks hubungan sosial.
Aturan-aturan kolektif ini misalnya, bagaimana cara menghormati orang yang
lebih tua, menghormati pendapat orang lain, norma untuk tidak mencurangi orang
lain, norma untuk selalu bersama-sama dan sejenisnya. Jika dalam suatu komunitas,
norma tersebut tumbuh, dipertahankan dan kuat akan mempertahankan masyarakat
itu sendiri. Norma seperti halnya nilai, senantiasa memiliki implikasi yang
ambivalen, tetapi disisi lain, norma cenderung tidak merangsang munculnya ide-ide
baru, karena semua bentuk hubungan lebih mengutamakan kulit luar yaitu suatu label
Universitas Sumatera Utara
ketimbang pada dimensi substansi isinya. Konfigurasi norma yang tumbuh ditengah
masyarakat juga mementukan apakah norma tersebut akan memperkuat keretakan
hubungan antar individu dan memberikan dampak positif bagi perkembangan
masyarakat tersebut.
Nilai adalah sesuatu ide yang turun temurun dianggap benar dan penting oleh
anggota kelompok masyarakat. Nilai senantiasa berperan penting dalam kehidupan
manusia. Pada setiap kebudayaan, biasanya terdapat nilai-nilai tertentu yang
mendominasi ide yang berkembang. Dominasi ide tertentu dalam masyarakat akan
membentuk dan mempengaruhi aturan-aturan bertindak masyarakat dan aturan
bertingkah laku yang secara bersama-sama membentuk pola cultural, teori modal
sosial, seperti norma-norma dan kepercayaan-kepercayaan, pengaruh-pengaruh sosial
struktural.
Meletakkan studi-studi sebelumnya ini bersama-sama, itu akan nampak lebih
mungkin bahwa kepercayaan sosial adalah faktor pokok untuk meningkatkan
kesejahteraan/ kesehatan individu dan juga pengembangan sosial ekonomi pada
masyarakat. Oleh karena itu, di dalam banyak aksi kolektif studi-studi empiris telah
diperlakukan sebagai satu indikator keluaran dari modal sosial, bagaimanapun aksi
kolektif sendiri membantu perkembangan norma-norma dari kerja sama/kolaborasi,
pembentukan organisasi, dan tindakan kolektif yang merupakan indikator penting di
dalam mengukur tingkat modal sosial (Grootaert, 2003).
Universitas Sumatera Utara
2.3.4. Informasi dan Komunikasi
Meningkatkan akses terhadap informasi sering kali dianggap sebagai pusat
mekanisme untuk membantu masyarakat, memperkuat suara mereka dalam berbagai
hal yang mempengaruhi kesejahteraan mereka (Word Bank, 2002).
2.3.5. Kohesi Sosial
Kohesi sosial dan pemasukan dihubungkan dengan keempat dimensi dari modal
sosial yakni kelompok dan jaringan, kepercayaan dan solidaritas, tindakan kolektif
dan kerja sama, serta informasi dan komunikasi. Namun fokusnya lebih spesifik
dalam ketahanan ikatan sosial dan potensi ganda mereka untuk masuk dan keluar
sebagai anggota masyarakat. Kohesi sosial dapat didemonstrasikan melalui kegiatankegiatan masyarakat, misalnya dan pemakaman, atau kegiatan melalui kegiatankegiatan yang bisa meningkatkan solidaritas, penguatan kohesi sosial, meningkatkan
komunikasi, menyediakan pembelajaran untuk kegiatan organisasi, mempromosikan
unsur kewarganegaraan dan sikap rendah hati dan membangun kesadaran kolektif.
2.3.6. Kekuasaan dan tindakan Politik
Individu dikuasakan dalam tingkat bahwa memiliki ukuran kendali atas
lembaga dan proses-proses yang secara langsung mempengaruhi kesejahteraan
mareka. Dimensi modal sosial kekuaaan dan aksi politik menjelaskan rasa puas,
keberuntungan pribadi dan kapasitas anggota jaringan dan kelompok untuk
mempengaruhi kegiatan lokal dan hasil politik yang lebih luas. Kekuasaan dan aksi
politik dapat terjadi dalam asosiasi lingkungan yang kecil atau dalam tingkat lokal,
Universitas Sumatera Utara
regional dan nasional yang lebih luas. Masing-masing tingkat memiliki kepentingan
masing-masing dan dapat dianggap terpisah sebaik dalam hubungannya dengan yang
lain. Dimensi ini juga mengakibatkan perpecahan sosial, apakah informasi kunci
dengan pemimpin politik dan pemimpin pekerja, bersama dengan representasi sistem
pengadilan dan media, juga penting untuk menjelaskan dimensi ini.
Berkaitan dengan perkembangan masyarakat, Durkheim melihat bahwa
masyarakat berkembang dari masyarakat sederhana menuju masyarakat yang modern.
Masyarakat sederhana memiliki bentuk solidaritas sosial yang berbeda dengan bentuk
solidaritas pada masyarakat modern. Masyarakat sederhana mengembangkan
sosiabilitas yang rendah. Dalam interaksinya, penduduk pendatang dan pribumi
dituntut pula untuk mempertimbangkan latar belakang sosial budaya masing-masing.
Hal ini menyebabkan intensitas dan pola interaksi komunitas mengalami perubahan
orientasi, termasuk juga dialami oleh penduduk pribumi yang terseret oleh dinamika
industri. Dinamika pada komunitas disekitar industri, dalam jangka panjang akan
mengembangkan komunitas tersebut manjadi berbeda dengan bentuk komunitas
sebelumnya.
Komunitas yang ada disekitar industri, baik yang awalnya adalah komunitas
pedesaan
maupun
komunitas
yang
diciptakan
setelah
adanya
industri
mengembangkan satu karakteristik tertentu yang sesuai dengan kebutuhan industri.
Hal ini terjadi karena industri memiliki daya pengaruh yang besar terhadap komunitas
untuk menimbulkan terjadinya perubahan sosial dalam masyarakat. Sebuah
komunitas yang mendapatkan pengaruh dari adanya industri akan berkembang ke
Universitas Sumatera Utara
arah suatu komunitas perkotaan, yang memiliki karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan sebelum industri didirikan.
Durkheim (Soekanto, 1990) secara jelas membagi klasifikasi masyarakat atas
dasar ikatan solidaritas mekanis dan organis. Bentuk ikatan itu menurutnya ditandai
dengan kekentalan hubungan antar individu, baik berdasarkan hubungan darah
ataupun hubungan kepentingan masyarakat terpaut dalam bentuk ikatan yang
mendasarinya.
Tonnies (Soekanto, 1990) mengemukakan bahwa didalam masyarakat dapat
dijumpai dua jenis kelomok primer dalam masyarakat yaitu patembayan dan
paguyuban. Paguyuban merupakan bentuk kehidupan bersama dimana anggotanya
diikat oleh hubungan batin yang murni bersifat alami dan kekal. Sedangkan
patembayan merupakan ikatan yang lahir yang bersifat pokok untuk jangka waktu
yang pendek. Menurut Tonnies didalam masyarakat selalu dijumpai salah satu dari
tiga bentuk paguyuban yaitu :
a) Paguyuban karena ikatan darah (Gemeinchaft by blood) yaitu paguyuban
yang didasarkan pada ikatan darah
b) Paguyuban karena tempat (Gemeinchaft of place) yaitu suatu paguyuban
yang terdiri dari orang-orang yang berdekatan tempat tinggal sehingga
dapat saling tolong menolong, misalkan RT, RW, Arisan
c) Paguyuban karenajiwa-pikiran (Gemeinchaft of mind) yang merupakan
suatu gemeinchaft yang terdiri dari orang-orang yang walaupun tidak
Universitas Sumatera Utara
memiliki hubunan darahataupub tempat tinggalnya tidak berdekatan maka
mereka memiliki jiwa pikiran yang sama
Dalam masyarakat pedesaan biasanya akan dijumpai masyarakat yang saling
tolong menolong karena berdekatan tempat tinggal sehingga memiliki solidaritas
yang kuat, tapi ketika masuknya indusri dalam suatu komunitas maka akan ada
perubahan dalam masyarakat tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Download