i MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru Cabang Bogor) Oleh : MULIA SLAMAT SINAGA I34050069 DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 ii ABSTRACT This study is aimed to indentify some factors that encourages Batak migrant doing migration into Bogor City, analyze social interaction process that weaved by Batak migrant in Bogor City, analyze connection between social interaction process with migrant economic and social success. This study is conducted with survey method. The main motivation of Batak migrant doing migration is an economic motive. Batak migrant migrate to Bogor because they have a better economic chances compared to their native place, an opportunities to develop themself wide open as well, and comfotable environtment. These migrants participated in various organization as a form of adaptation in Bogor. Migrant adaptation proccess affect migrant social and economic success. In general, they optimist will have a better life in Bogor. Keyword: Adaptation, Batak, Migration iii RINGKASAN MULIA SLAMAT SINAGA. Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS. Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Orang Batak sangat banyak yang bermigrasi. Migrasi terjadi karena kesempatan untuk mengembangkan diri di daerah asal cukup terbatas, baik oleh faktor alam maupun ketersediaan insfrastruktur. Pembangunan yang tidak merata antara daerah dan kota, kesempatan memperoleh pendidikan, dan kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah tujuan. Hal tersebut menjadi pemicu tingginya mobilitas orang Batak. Mobilitas yang tinggi, semangat serta perasaan ingin tahu yang sangat besar menjadi salah satu faktor yang membuat suku Batak tersebar dimana-mana di Nusantara pun di luar negeri. Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor, (2) menganalisis proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor, (3) menganalisis hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial. Dengan diketahuinya ketiga komponen tersebut maka dapat memberikan gambaran migran Batak marga Sinaga dan proses adaptasi yang dijalani di Bogor. Populasi yang menjadi subjek adalah keluarga migran Batak yang terdaftar di Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) cabang Bogor. Populasi diperoleh berdasarkan pencataan yang terdapat pada PPTSB cabang Bogor yang berjumlah 231 keluarga. Dengan menggunakan Rumus Slovin ukuran sampel yang diteliti adalah 70 keluarga. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel random sederhana (simple random sampling). Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan diperoleh langsung dari responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui artikel, Badan Pusat Statistik (BPS), Sekretariat Punguan Pomparan Toga Sinaga (PPTSB), penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan iv dengan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada responden. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner yang disusun secara terstruktur. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis deskriptif, Uji Crosstabs, dan Uji Paired Sample t-tes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa motivasi utama migran Batak dalam melakukan migrasi adalah motif ekonomi, yaitu keterbatasan untuk mengembangkan diri di daerah asal, keterbatasan untuk mengembangkan diri, keterbatasan lapangan pekerjaan. Faktor penarik dari daerah Bogor untuk dijadikan daerah tujuan migrasi adalah Bogor menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik dibanding daerah asal, kesempatan untuk mengembangkan diri juga terbuka luas, lingkungan yang nyaman, kualitas udara yang masih sejuk, masyarakat yang ramah sehingga membuat kehidupan lingkungan yang cukup nyaman bagi migran. Setelah melakukan migrasi ke Bogor, migran memasuki berbagai kelembagaan. Banyaknya kelembagaan yang dimasuki migran sangat bervariasi, berkisar satu hingga lima kelembagaan. Setiap migran tergabung dalam minimal satu kelembagaan. Jenis kelembagaan yang dimasuki adalah organisasi marga, keagamaan, profesi, dan organisasi lingkungan. Perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga awal migrasi rendah, tetapi dari mulai migrasi hingga penelitian berlangsung sudah meningkat lebih tinggi dan harapan kedepan akan terjadi lagi perubahan yang lebih tinggi lagi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat optimis untuk mencapai kondisi kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik dimasa yang akan datang. v MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru Cabang Bogor) MULIA SLAMAT SINAGA I34050069 Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 vi INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT LEMBAR PENGESAHAN Dengan ini mengesahkan skripsi: Nama Mahasiswa : Mulia Slamat Sinaga NIM : I34050069 Judul Skripsi : Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor) dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Dosen Pembimbing Dr. Ir Djuara P. Lubis, MS NIP 19600315 198503 1002 Mengetahui Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP 19550630 198103 1 003 Tanggal Kelulusan: vii LEMBAR PERNYATAAN SAYA MENYATAKAN DENGAN SEBENAR-BENARNYA BAHWA SKRIPSI DENGAN JUDUL MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (STUDI KASUS MIGRAN PARSADAAN POMPARAN TOGA SINAGA DOHOT BORU CABANG BOGOR) ADALAH HASIL KARYA SAYA SENDIRI DENGAN ARAHAN DOSEN PEMBIMBING AKADEMIK, DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN PADA PERGURUAN TINGGI MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI. Bogor, Januari 2012 Mulia Slamat Sinaga I34050069 viii RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Karesek pada 2 Februari 1987. Anak ketiga, dari pasangan suami istri M. Sinaga dan R. br. Limbong. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Simantin II, Simalungun Provinsi Sumatera Utara pada tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Bintang Timur Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Budi Mulia Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2005. Tahun 2005, Penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru). Penulis kemudian memilih mayor Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan minor Pengembangan Usaha Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah aktif dalam beberapa organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staf divisi komunikasi dan informasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia periode 2007-2008, ketua OMDA Ikatan Mahasiswa Siantar Sekitarnya periode 2007-2008, anggota divisi Multimedia Himasiera (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) Institut Pertanian Bogor periode 2007-2009, BPC GMKI (Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) Bogor periode 2008-2009. ix KATA PENGANTAR Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN BATAK (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru Cabang Bogor)”. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Papa dan Mama tercinta buat semua nasehatnya, Ramian, Junedi, Mr. Haloho, Dini, Abel, Demessi yang selalu setia menemani dengan doa, kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi yang begitu besar. 2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan, waktu, koreksi, pemikiran serta sarannya sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik. 3. Sahabat-sahabatku: Sarah YT, HOD 333, KPMers, P43, Nelo’s Fam, dan Holmz yang selalu memberi dorongan dan motivasi yang begitu besar. 4. Teman-teman seperjuangan KPM 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kerjasamanya selama ini. Sahabat selamanya.... 5. Keluarga Besar PPTSB Cabang Bogor. 6. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini. God Bless You All. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang komunikasi dan pengembangan masyarakat. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya. Bogor, Januari 2012 Penulis x DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................. x DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xviii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4 1.4 Kegunaan Penelitian .................................................................. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................... 6 2.1 Migrasi ....................................................................................... 6 2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi ..................... 6 2.1.2 Proses Migrasi .................................................................. 8 2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi ..................................................... 10 2.2 Motivasi ..................................................................................... 11 2.3 Interaksi Sosial .......................................................................... 12 2.4 Konsep Kebudayaan .................................................................. 15 2.5 Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba ............................... 16 2.5.1 Sejarah Batak .................................................................... 16 2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan ........................................ 17 2.5.3 Dalihan Na Tolu ............................................................... 18 2.6 Kerangka Pemikiran ................................................................. 20 2.7 Hipotesis Penelitia.................................................................... 23 2.8 Definisi Operasional................................................................. 24 xi BAB III PENDEKATAN LAPANGAN ....................................................... 27 3.1 Metode Penelitian..................................................................... 27 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 27 3.3 Metode Pengambilan Sampel................................................... 27 3.3.1 Populasi ........................................................................... 27 3.3.2 Ukuran Sampel ................................................................ 28 3.4 Teknik Pemilihan Sampel ........................................................ 28 3.5 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 28 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 29 3.6.1 Analisis Deskriptif .......................................................... 29 3.6.2 Crosstabs ........................................................................ 30 3.6.3 Paired Sample t-tes .......................................................... 30 BAB IV GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN RESPONDEN PENELITIAN ......................................................... 32 4.1 Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi ..................................... 32 4.2 Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor ................................. 33 4.3 Karakteristik Responden............................................................ 34 4.3.1 Umur ............................................................................... 34 4.3.2 Tingkat Pendidikan......................................................... 34 4.3.3 Daerah Asal .................................................................... 35 4.3.4 Pekerjaan ......................................................................... 36 BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR ............................................ 38 5.1 Faktor Pendorong Migrasi ........................................................ 38 5.1.1 Motivasi Ekonomi ............................................................ 39 5.1.2 Motivasi Pendidikan ......................................................... 39 5.2 Faktor Penarik Migrasi .............................................................. 40 5.3 Kehidupan Awal di Bogor ......................................................... 41 5.4 Hubungan Dengan Daerah Asal ................................................ 43 xii BAB VI PROSES SOSIAL MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ............................................................. 45 6.1 Proses Sosial ........................................................................... 45 6.1.1 Jumlah Kelembagaan yang Dimasuki ............................. 46 6.1.2 Jenis Kelembagaan yang Dimasuki ................................ 46 6.1.3 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Kelembagaan .......... 47 6.1.4 Frekuensi Mengikuti Kegiatan........................................ 49 6.1.5 Status dalam Kelembagaan yang Dimasuki.................... 49 6.2 Faktor yang mempengaruhi Proses Sosial .............................. 50 6.2.1 Jenis Kelamin .................................................................. 50 6.2.2 Umur ............................................................................... 53 6.2.3 Tingkat Pendidikan ......................................................... 55 6.2.4 Daerah Asal..................................................................... 58 6.3 Hubungan Motivasi Terhadap Proses Sosial .......................... 60 BAB VII KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA ............................................................. 62 7.1 Keberhasilan Sosial Dan Ekonomi ......................................... 62 7.1.1 Keberhasilan Ekonomi .................................................... 62 7.1.2 Keberhasilan Sosial......................................................... 63 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN .................................................. 68 8.1 Kesimpulan ............................................................................. 68 8.2 Saran ....................................................................................... 69 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 70 LAMPIRAN .................................................................................................. 73 xiii DAFTAR TABEL Nomor Tabel 1. Halaman Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............ Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............... Tabel 3. 35 Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asalnya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ......................... Tabel 4. 34 Jumlah dan Persentase Responden 36 Berdasarkan Pekerjaan Utamanya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................................................................ Tabel 5. 37 Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi Tahun 2011 ................................................................................. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011........... Tabel 7. 38 40 Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor Tahun 2011 ................................................................................. Tabel 8. 43 Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Kunjungan ke Daerah Asal Tahun 2011 ............................................................................................ Tabel 9. 43 Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Banyaknya Kelembagaan yang Dimasuki Tahun 2011 .............................................................. 46 Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan dalam Sebulan Tahun 2011 ........................................................ 49 xiv Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 51 Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. Tabel 13. Jumlah Responden Frekuensi Mengikuti Menurut Jenis Kegiatan Kelamin Organisasi 51 dan yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ....................... 52 Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Status dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...................................................................... Tabel 15. Jumlah Responden Menurut Umur dan 52 Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 53 Tabel 16. Jumlah responden Menurut Umur dan Jenis Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................................................................ 53 Tabel 17. Jumlah Responden Menurut Umur dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................ 54 Tabel 18. Jumlah Responden Menurut Umur dan Status dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. Tabel 19. Jumlah Responden Menurut Tingkat 55 Pendidikan dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...................................................................... Tabel 20. Jumlah Responden Menurut Tingkat Jenis Organisasi yang 55 Pendidikan dan Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...................................................................... 56 xv Tabel 21. Jumlah Responden Menurut Tingkat Frekuensi Mengikuti Kegiatan Pendidikan dan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ....................... Tabel 22. Jumlah Responden Menurut Tingkat Status dalam Organisasi yang 57 Pendidikan dan Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ........................................................ 57 Tabel 23. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 58 Tabel 24. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jenis Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 58 Tabel 25. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................ 59 Tabel 26. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Status Dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...................................................................... 60 Tabel 27. Hubungan Karakteristik Individu dengan Proses Sosial Migran dengan Pengujian Menggunakan Chi-square Test ............................................................................................. 60 Tabel 28. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Kondisi Ekonomi dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................ 62 Tabel 29. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................................................................ 64 Tabel 30. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 65 xvi Tabel 31. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...................................................................... 65 Tabel 32. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ................................................................................. 66 xvii DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Gambar. 1 Kerangka Pemikan ..................................................................... 22 Gambar. 2 Tangga Skala Perubahan ............................................................ 29 Gambar. 3 Sebaran Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB Cabang Bogor, 2011................................................................... 47 Gambar. 4 Peranan dalam Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB Cabang Bogor, 2011 ...................................................... 50 xviii DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden .................................. 73 Lampiran 2. Chi-Square Tests Karakteristik Individu dengan Proses Sosial ........................... 82 Lampiran 3. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Ekonomi Responden...................................... 88 Lampiran 4. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Responden ...................................... 88 Lampiran 5. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Responden .......................... 89 Lampiran 6. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Responden .......................... 90 Lampiran 7. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Responden ........................... 91 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang dari 400 suku bangsa (Ritonga dkk, 1993). Suku bangsa tersebut terbagi atas berbagai agama, kepercayaan, tingkat ekonomi, latar belakang pendidikan, pengetahuan politik yang sangat berbeda-beda. Nilai-nilai budaya yang terdapat pada masing-masing komunitas menjadi penanda identitas dan penjaga nilai-nilai serta pemersatu antar satu dengan yang lain. Salah satu kekayaan sosial kultural Indonesia adalah Suku Batak. Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, “Batak” mempunyai arti petualang, pengembara, sedang “membatak” berarti berpetualang, pergi mengembara. Orang Batak sangat suka mengembara. Mobilitas yang tinggi dan semangat serta perasaan ingin tahu yang sangat besar menjadi salah satu faktor yang membuat suku ini tersebar dimana-mana di Nusantara pun di luar negeri (Naim, 1979). Riwayat migrasi sudah setua riwayat manusia. Orang mungkin bermigrasi karena terpaksa, diatur atau tidak diatur, berkelompok atau secara perorangan. Sebagai pendorong mungkin keadaan alam (termasuk bencana alam), keadaan politik, keadaan ekonomi atau kelangkaan berbagai fasilitas. Walaupun dalam keputusan bermigrasi berbagai faktor mempengaruhi, secara umum kiranya faktor ekonomi dapat dianggap dominan. Faktor psikologi sosial jelas mengambil bagian pula karena tindakan ini menyangkut suatu pengambilan keputusan yang penting bagi seseorang atau keluarga yang bersangkutan. Bermigrasi sering merupakan keputusan yang begitu penting karena dapat merubah jalan hidup seseorang atau juga kelompok dan keturunan mereka secara fundamental (Singarimbun, 1979 dalam Naim, 1979). Migrasi terjadi karena kesempatan untuk mengembangkan diri di daerah asal cukup terbatas, baik oleh faktor alam maupun ketersediaan insfrastruktur. 2 Pembangunan yang tidak merata antara daerah mereka dan kota, kesempatan memperoleh pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah tujuan, sehingga membuat mobilitas orang Batak cukup tinggi, salah satunya dengan merantau atau yang biasa disebut migrasi. Migrasi adalah suatu bentuk gerak penduduk secara geografis, spasial atau teroterial antara unit geografis, sehingga terjadi suatu perubahan tempat tinggal dari tempat tinggal ke tempat tujuan. Migrasi dilakukan dengan melewati batas administrasi suatu daerah atau wilayah dengan tujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki kehidupan, baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya (Rusli, 1995). Menurut sensus 1930 suku bangsa Batak merupakan suku yang jumlah migrannya mencapai 15,3 persen dari jumlah penduduk yang bersuku Batak. Suku bangsa Batak yang terdata pada saat itu dan menempati urutan kedua secara persentase dalam hal migrasi penduduk pada suku-suku bangsa utama di Indonesia. Jumlah migran suku bangsa Batak mencapai 140.776 orang dari total 919.462 orang. Cunningham (1958) yang dikutip oleh Naim (1979) memperkirakan bahwa dalam periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta orang Batak Toba yang bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada tahun 1960 lebih dari 1 juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah bermigrasi ke luar daerah Batak. Castles (1967) juga memperkirakan bahwa tahun 1961 terdapat kira-kira 29.000 orang Batak berdiam di Jakarta, 40.000 sampai 50.000, berada di Jawa (Naim, 1979). Suku Batak juga tetap membawa budayanya ke daerah tujuan migrasi. Seperti yang disebutkan Siahaan (1982) yang dikutip oleh Daulay (2006) bahwa sekalipun di daerah rantau, suku Batak selalu peduli dengan identitas sukunya, seperti berusaha mendirikan perhimpunan semarga atau sekampung dengan tujuan untuk menghidupkan ide-ide adat budayanya. Proses belajar kebudayaan yang dilakukan migran ini akan berpengaruh terhadap pola sikap, pola tindak dan pola sarana masyarakat migran itu sendiri maupun terhadap penduduk asli setempat, tanpa harus meninggalkan identitas sukunya dan tetap mempertahankan adatistiadat mereka. Hal ini bisa terjadi karena orang Batak selalu memegang teguh prinsip dalihan na tolu. Dalihan na tolu, sebagai identitas orang Batak akan selalu dihayati kemanapun mereka tinggal, karena dalihan na tolu merupakan hakekat 3 interaksi orang Batak dengan lingkungan hidupnya yang diwariskan oleh nenek moyangnya. Masyarakat dengan etnik tertentu yang melakukan migrasi ke suatu tempat dengan membawa budaya yang berbeda akan mengalami proses belajar kebudayaan, sehingga akan beradaptasi dan belajar menerima kebudayaan penduduk asli begitu juga sebaliknya. Kaum migran akan melakukan strategi untuk dapat beradaptasi di daerah tujuan guna mempertahankan kehidupan dan kelangsungan pekerjaannya. Berbagai macam strategi adaptasi dilakukan oleh berbagai macam kaum migran di daerah tujuannya. Strategi adaptasi yang dilakukan meliputi proses penyesuaian migran terhadap lingkungan sosial yang baru dan strategi adaptasi untuk mempertahankan atau memperbesar kondisi ekonomi (Sjahrir, 1995). Masyarakat sebagai sistem sosial terbentuk karena adanya interaksi antar individu didalamnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis dan menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu (Gillin dan Gillin, 1954 dalam Soekanto, 1990). Melihat realita dan fakta yang ada maka menjadi menarik untuk di kaji tentang “Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak Toba di Bogor”. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, proses adaptasi di daerah tujuan dan bagaimana proses interaksi sosial yang terjadi pada migran dalam usaha untuk bertahan dan berhasil didaerah tujuan migrasi. 1.2 Perumusan Masalah Sebagaimana diketahui bahwa fenomena mobilitas penduduk dari desa ke kota yang terjadi dewasa ini diakibatkan oleh peningkatan kesenjangan kondisi kehidupan antara desa dan kota. Sangat banyak faktor yang mendorong terjadinya migrasi. Hal tersebut juga berpengaruh pada suku Batak, sehingga sebagian masyarakatnya melakukan migrasi kedaerah-daerah yang dianggap menjanjikan. Suku Batak yang melakukan migrasi kedaerah tujuan mau tidak mau harus beradaptasi dengan kebudayaan dan penduduk daerah tujuan maupun dengan 4 sesama migran satu suku. Menjadi menarik untuk dikaji proses interaksi sosial yang terjadi pada migran Batak dan pengaruhnya terhadap kebudayaan migran yang terekam lewat perubahan pola sikap, pola tindakan dan kehidupan sosial. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Mengapa migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor? 2. Bagaimana proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor? 3. Bagaimana hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial? 1.3 Tujuan Penelitian Merujuk perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor. 2. Menganalisis proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor. 3. Menganalisis hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial. 1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian mengenai migrasi dan proses interaksi sosial masyarakat migran Batak, dengan harapan akan berguna untuk: 1. Bahan literatur bagi pembaca atau peneliti yang mempunyai minat dan kajian ilmu yang sama sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan pemahaman yang lebih seksama mengenai pola migrasi dan proses interaksi sosial migran suku Batak. 2. Memberikan gambaran faktual mengenai proses interaksi sosial migran Batak yang terjalin di Bogor. 3. Menjadi masukan bagi pihak-pihak tekait dalam rangka pemahaman interakasi sosial migran Batak dalam rangka pengembangan toleransi 5 didalam membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik dan harmonis. 4. Menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan dalam pengelolaan migrasi di Indonesia. 5. Sebagai literatur untuk seni bertahan hidup dan semangat kerjasama yang dapat pembaca terapkan dalam kehidupan sehari-hari. 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Migrasi Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang mengandung makna gerak spasial, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel, 1973 yang dikutip oleh Rusli, 1995). Di dalamnya termasuk gerak penduduk permanen maupun nonpermanen. Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik atau negara ataupun batas administrasi atau batas bagian dalam suatu negara (Munir, 2000). 2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi Menurut Lee (1976) ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintanganrintangan yang menghambat, (4) Faktor-faktor pribadi. Di tempat asal ataupun tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal, dan menarik orang luar untuk pindah ke tempat tersebut; dan sejumlah faktor negatif yang mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi. Rintangan-rintangan itu antara lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan "jarak" ini selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintanganrintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang yang hendak pindah. Orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat yang menghalangi orang untuk pindah. Faktor dalam pribadi mempunyai peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali 7 pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan kecerdasannnya. Lebih lanjut Munir (1985) mengelompokkan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan migrasi dalam dua kelompok, yaitu faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor-faktor pendorong yaitu faktor-faktor yang berasal dari daerah asal, contohnya : a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh, seperti hasil tambang kayu dan bahan dari hasil pertanian. b) Menyempitnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya: pedesaan) akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital intensive). c) Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama dan suku di daerah asal. d) Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal. e) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa mengembangkan karir pribadi. f) Bencana alam, banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang atau adanya wabah penyakit. Sementara faktor penarik adalah faktor yang berasal dari daerah tujuan, contohnya: a) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk memasuki lapangan pekerjaan yang cocok. b) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik. c) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi. d) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya: iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya. e) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung. f) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat kebudayaan sebagai daya tarik orang-orang dari desa atau kota kecil. 8 2.1.2 Proses Migrasi Migrasi merupakan perpindahan yang memerlukan suatu proses dalam perjalanannya. Selain faktor eksternal berupa faktor pendorong dan fakor penarik, ada pula faktor internal dari dalam diri yang turut serta mempengaruhinya. Menurut Everett S. Lee yang dikutip oleh Munir (2000) ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1) Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintangan-rintangan yang menghambat, (4) Faktor-faktor pribadi. Motivasi migran dalam melakukan migrasi juga sangat dipengaruhi oleh nilai harapan yang ingin dicapai. De Jong dan Fawcet (1981) dalam Pane (2004) mengatakan bahwa sebagian besar para migran dalam proses pengambilan keputusan migrasi disebabkan oleh faktor-faktor individu dan rumah tangga, norma-norma sosial budaya, sifat perorangan, struktur perbedaan kesempatan antar daerah akan hal kegiatan ekonomi, status sosial harapan seperti penonjolan dalam masyarakat. Intensitas perilaku migrasi dipengaruhi oleh informasi positif dan negatif dari daerah tujuan, nilai harapan serta kendala yang dihadapi oleh setiap individu. Meningkatnya proses migrasi di suatu tempat juga dipengaruhi oleh eksistensi kerabat atau teman yang lebih dahulu bermigrasi kedaerah tujuan. Faktor pribadi adalah dorongan dari dalam diri migran sendiri hingga sampai pada keputusan untuk melakukan migrasi. Faktor pribadi tersebut menyangkut umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan status perkawinan. Pada dasarnya keputusan individu melakukan migrasi membutuhkan pengakuan dari unit yang lebih tinggi, seperti keluarga dan masyarakat (Sumantri dkk, 2005). Menurut Fierda (2007) migran Batak marga Aritonang yang melakukan migrasi ke Bogor dilandasi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Faktor pendorong yaitu kondisi daerah asal yang kurang mendukung untuk mendapatkan hamoraon (kekayaan), (2) faktor penarik dari kota Bogor yaitu adanya kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup melalui pendapatan lebih baik, dan (3) misi budayayang ingin dicapai untuk memperoleh hamoraon (kekayaan) melalui peningkatan pendaptan yang diperoleh. Bila ditilik lebih jauh, sangat banyak faktor yang meyebabkan manusia 9 untuk melakukan migrasi. Seperti hasil penelitian Purba dan Purba (1997) sebagaimana dikutip oleh Fierda (2007) disebutkan ada empat faktor penyebab perpindahan penduduk dari dataran tinggi Toba yaitu: (1) Faktor geografis, iklim dan kesuburan tanah. Topografi dataran tinggi Danau Toba menyebabkan hambatan dalam pengembangan usaha pertanian yang menjadi mata pencaharian utama masyarakat. Musim kering yang membuat masyarakat terancam gagal panen yang dapat membawa pada bahaya kelaparan, (2) Faktor sosial dan demografi, yang dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran orang Batak agraris tradisional “suka akan anak berarti suka akan tanah”. Pemikiran ini membuat terjadinya ledakan penduduk yang tidak bisa diimbangi dengan perluasan lahan. (3) Faktor pendidikan, orang Batak cenderung untuk memperoleh pendidikan formal, lalu meninggalkan kegiatan tradisional seperti bertani. (4) Faktor ekonomi, ketidakmampuan lahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat mendorong orang Batak merantau kedaerah lain agar dapat memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Tujuan lainnya adalah mencari penghidupan yang lebih mapan di daerah tujuan migrasi. Kuroda (1965) dalam Ram (1989) mengemukakan bahwa sebab utama perpindahan adalah motif ekonomi walaupun tak jarang pula orang melakukan perpindahan karena alasan lain seperti politik, agama, dan penyakit. Perpindahan penduduk dari desa ke kota pada umumnya adalah untuk memperbaiki taraf hidup karena menurut mereka terdapat kesempatan kerja yang lebih banyak dan lebih baik. Demikian pula perpindahan penduduk dari suatu daerah kedaerah lain, karena da daerah asalnya kurang mungkin memperbaiki taraf hidup. Kekurangmungkinan ini terutama disebabkan sudah berkurangnya sumber daya alam. Penelitian Mantra (1981) dalam Ram (1989) mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi seseorang untuk berpindah dan menetap di dalam dukuh. Kekuatan yang mendorong orang meninggalkan daerahnya timbul karena adanya perasaan ketidakpuasan penduduk dalam bidang pertanian, kurang kesempatan kerja, dan terbatasnya fasilitas pendidikan. Hasil penelitian Batubara (2008) menyatakan bahwa faktor ekonomi dan sulitnya lapangan pekerjaan di daerah asal menjadi faktor pendorong utama perpindahan migran Jawa. Pada umumnya migran adalah keluarga petani yang 10 berlahan sempit di Pulau Jawa. Hasil panen hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Ketersediaan peluang kerja dan peluang berusaha dalam bidang pertanian (bidang perkebunan) di Desa Sidojadi merupakan faktor penarik bagi migran untuk pindah ke desa ini. Kehidupan di daerah tujuan migrasi diharapkan lebih baik daripada di daerah asal. Motivasi migran Batak Mandailing dalam melakukan migrasi, di dorong oleh motif ekonomi, rendahnya pendapatan dan susahnya memperoleh pekerjaan di daerah asal karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Selain itu motivasi yang mendorong migran untuk bermigrasi adalah karena dorongan atau ajakan dari kerabat dekat yang lebih dahulu berada di daerah tujuan dan yang terakhir karena ingin melanjutkan pendidikan (Fadhilah, 2007). 2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi Cunningham (1958) dalam Naim (1979) telah memperkirakan bahwa dalam periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta orang Batak Toba yang bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada tahun 1960 lebih dari satu juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah bermigrasi ke luar daerah Batak. Pada awalnya daerah-daerah yang menjadi tujuan migrasi suku bangsa Batak Toba adalah daerah-daerah yang belum dihuni marga tertentu. Perpindahan yang seperti ini dapat dilihat dari sejarah nenek moyang orang Batak Toba yang hidup berpindah-pindah. Alasan lain adalah unutk memperluas daerah kekuasaan yang akhirnya memperbesar hasangaponnya, pihak yang kalah akan pergi mencari daerah baru. Perpindahan masyarakat suku bangsa Batak ke Pulau Jawa juga menunjukkan jumlah yang cukup besar, seperti yang diperkirakan oleh Castles (1967) dalam Naim (1979) bahwa tahun 1961 terdapat kira-kira 29.000 orang Batak berdiam di Jakarta, 40.000 sampai 50.000, di antaranya berada di Jawa. Perpindahan etnis Batak ke Jakarta sudah terjadi sejak zaman kolonial. Tahun 1900-an kolonial banyak membawa penduduk untuk dijadikan pembantu di Batavia. Selain karena dibawa oleh kolonial juga karena kehendak sendiri untuk mencari kerja ataupun untuk melanjutkan pendidikan. Selain Jakarta, Provinsi Jawa Barat juga merupakan kota tujuan migran. Seperti data arus migrasi masuk 11 ke Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 yang dilansir oleh BPS, ada sebanyak 1.097.021 jiwa migran yang masuk ke Jawa Barat dalam kurun waktu 1995-2000. Dari total jumlah migran yang masuk tersebut, penduduk asal Sumatera Utara yang berdomisili di Jawa Barat berjumlah 43.890 orang (4 persen) dan itu menduduki peringkat kelima dari seluruh penduduk provinsi lain yang kini berdomisili di Jawa Barat. 2.2 Motivasi Menurut Berelson dan Steiner (1964) dalam Yulianto (1993), motivasi berasal dari kata motive yang berarti suatu perkataan batin yang berwujud daya kekuatan untuk bertindak dan bergerak baik secara langsung atau melalui saluran perilaku yang mengarah terhadap sasaran. Dari kata dasar motive ini lahirlah kata “motivasi” yang berarti dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat dalam rangka mencapai tujuannya. Motivasi juga diartikan sebagai dorongan kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan pada diri individu untuk berbuat atau bertindak atau menimbulkan tingkah laku bermotivasi (Fadillah dalam Mugniesyah, 2003). Motivasi adalah semua hal (verbal, fisik, psikologis) yang membuat seseorang melakukan sesuatu sebagai respon (Stevenson, 2001). Menurut Sudarsono (1997) motivasi adalah tenaga yang mendorong seeorang untuk berbuat. Motivasi merupakan dorongan, hasrat bahkan kebutuhan karena motivasi merupakan latar belakang yang melandasi tingkah laku manusia. Motivasi migran dalam melakukan migrasi juga sangat dipengaruhi oleh nilai harapan yang ingin dicapai. De Jong dan Fawcet (1981) yang dikutip oleh Pane (2004) mengatakan bahwa sebagian besar para migran dalam proses pengambilan keputusan migrasi disebabkan oleh faktor-faktor individu dan rumah tangga, norma-norma sosial budaya, sifat perorangan, struktur perbedaan kesempatan antar daerah akan hal kegiatan ekonomi, status sosial harapan seperti penonjolan dalam masyarakat. Intensitas perilaku migrasi dipengaruhi oleh informasi positif dan negatif dari daerah tujuan, nilai harapan serta kendala yang dihadapi oleh setiap individu. Meningkatnya proses migrasi di suatu tempat juga dipengaruhi oleh eksistensi keluarga atau teman yang lebih dahulu bermigrasi kedaerah tujuan. 12 2.3 Interaksi Sosial Interaksi Sosial adalah titik awal terjadinya peristiwa sosial. Menurut Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang saling bertemu maka interaksi antara mereka berdua telah terjadi. Aktivitas-aktivitas semacam ini merupakan bentuk interaksi sosial. Akibat adanya interaksi antar orang, kelompok, ataupun orang dan kelompok akan menimbulkan pesan dalam pikiran seseorang yang kemudian menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya terhadap seseorang. Menurut Giliin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), ada dua macam proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial. Proses yang assosiatif yang terbagi kedalam tiga bentuk yaitu: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi. Proses disosiatif yang mencakup persaingan dan persaingan yang meliputi kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict). Akomodasi adalah suatu keadaan keseimbangan atau usaha-usaha mengakhiri pertikaian secara permanen atau sementara diantara pihak-pihak yang berkonflik. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi menunjuk pada suatu keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihak-pihak yang berkonflik berbaikan kembali (Soekanto, 1990). Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha mengurangi perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompokkelompok manusia, mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat, maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing (Soekanto, 1990). Akulturasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur kebudayaan asing, sehingga lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa menghilangkan kepribadiaan kebudayaan itu. Proses sosial yang 13 menjauhkan/mempertentangkan (dissosiatif) diperinci sebagai berikut: (1) Persaingan adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau mempergunakan barangbarang yang berbentuk material atau bukan material. Di dalam persaingan tidak ada unsur ancaman atau kekerasan, tidak ada intrik atau saling curiga. Masingmasing pesaing punya jalur sendiri, seperti peserta lomba renang memiliki jalur masing-masing. (2) Kontravensi adalah bentuk antara persaingan dan konflik. Dalam kontravensi ada unsur intrik, misalnya fitnah. Kontravensi ditandai dengan gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian terhadap pribadi seseorang (Soekanto, 1990). Konflik adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain atau lawan berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain atau lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan (Soekanto, 1990). Menurut Kontjaraningrat (1990) migrasi tentu menyebabkan pertemuanpertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang berbeda-beda, dan akibatnya ialah individu-individu dalam kelompok itu dihadapkan dengan kebudayaan asing. Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial terjadi pada pada saat itu. Interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Adanya kontak sosial (social contact), dan (2) Adanya komunikasi. Kontak sosial sebagai gejala tidaklah selalu berarti hubungan badaniah. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini seseorang berhubungan dengan orang lain tanpa menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain 14 melalui telepon, surat, radio dan seterusnya yang tidak memerlukan hubungan badaniah. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi syarat utama terjadinya kontak. Menurut Soekanto (1990), ada tiga bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu: kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin juga penyelesaian tersebut hanya akan dapat diterima untuk sementara waktu, proses mana dinamakan akomodasi (accommodation) dan hal ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas sepenuhnya. Homans dalam Ali (2004) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya. Shaw dalam Ali (2004) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku mempengaruhi satu sama lain. Penelitian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang tahun ajaran 2004-2005. Hasil penelitian Wibisono (2004) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif antara interaksi remaja dalam peer group dengan keputusan remaja remaja pada siswa kelas I, II, dan III SMU Unggulan Nurul Islami. Hal ini menunjukkan bahwa didalam pengambilan keputusan para remaja dipengaruhi oleh interaksinya dengan peer group atau kelompok teman sebaya. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan oang lain sehingga manusia pasti hidup berkelompok. 15 Pada penelitian terdahulu hubungan sosial ekonomi yang terjalin pada masyarakat migran Batak Toba yang bekerja pada usaha tambal ban di DKI Jakarta, sangat berbeda dengan yang terjadi dengan migran Batak Mandailing. Migran Batak Toba saling membantu setiap kerabatnya tanpa membedakan bentuk bantuan yang diberikan pada hula-hula, dongan sabutuha, boru dalam sistim adat Dalihan Na Tolu. Semuanya sama disebut kerabat. Bentuk bantuan yang diberikan keluarga yang lebih dulu berada di DKI Jakarta merupakan wujud tanggung jawab mereka terhadap migran yang baru datang dari daerah asal. Bentuk bantuan dari kalangan keluarga seperti itu, disamping menunjukkan bahwa migran masih mempunyai hubungan pribadi, sekaligus menunjukkan pula “bantuan berantai” dimana yang mampu akan membantu yang lemah, demikian pula yang lemah apabila sudah kuat akan membantu yang lemah lainnya atau sanak saudaranya yang masih berada di daerah asal dan memerlukan pekerjaan sehingga tercipta pola pemberi bantuan oleh migran terdahulu kepada migran selanjutnya sebagai suatu kesinambungan (Fadhilah, 2007). 2.4 Konsep Kebudayaan Konsep yang penting dalam proses belajar kebudayaan oleh masyarakat adalah internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Internalisasi merupakan proses panjang sejak seseorang individu dilahirkan menanamkan dalam kepribadiannya segala perasaan, hasrat nafsu, semua emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya. Sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Seorang individu dalam proses ini dari masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam peranan sosial yang ada (Fathoni, 2005). Ihromi (1999) memberikan tiga anggapan dasar mengenai kebudayaan, yaitu: a. Kebudayaan dapat disesuaikan, karena jika sifat-sifat budaya tidak disesuaikan dengan lingkungan tertentu, kemungkinan masyarakat tersebut dapat bertahan kecil. b. Kebudayaan merupakan suatu integrasi yang berarti unsur-unsur atau sifatsifat yang terpadu menjadi suatu kebudayaan bukan sebuah kebiasaan yang 16 terkumpul secara acak, dan kebudayaan yang unsur-unsurnya bertentangan satu sama lain, sukar atau bahkan mustahil untuk dipertahankan. c. Kebudayaan selalu berubah, tanpa adanya gangguan dari masuknya budaya asingpun, kebudayaan bersifat statis. Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan antar-manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia. 2.5 Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba 2.5.1 Sejarah Batak Menurut cerita yang berkembang dalam masyarakat Batak terutama dari para tetua orang Batak Toba bahwa suku bangsa Batak berasal dari dua orang anak manusia ciptaan Mulajadi Nabolon yang dinamakan Siraja Ihatmanisia (lakilaki) dan Siboru Ihatmanisia (wanita). Siraja Ihatmanisia mempunyai tiga orang anak, salah satunya bernama Raja Miokmiok. Raja Miokmiok memiliki anak yang bernama Engbanua dan Engbanua mempunyai seorang anak bernama Raja Bonangbonang. Raja Bonangbonang mempunyai tiga orang anak bernama Guru Tantan Debata, Si Asi dan Si Jau (tidak diketahui identitasnya). Guru Tantan Debata mempunyai seorang anak bernama Siraja Batak. Siraja Batak mempunyai dua orang anak bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon. Pada Generasi berikutnya Guru Tatea Bulan mempunyai lima orang anak laki-laki bernama Siraja Biakbiak, Tuan Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, Malauraja, dan tiga anak perempuan bernama Siboru Pareme, Siboru Anting Sabungan, dan Siboru Biding Laut. Tuan Sariburaja melakukan kawin sumbang (incest) dengan ibotonya (adik perempuannya) Siboru Pareme dan mempunyai tiga orang anak bernama Siraja Lontung, Siraja Borbor dan Babiat (Hutagalung, 1926 dalam Purba dan Purba, 1997). Batak Toba adalah sub suku Batak. Sub suku Batak Toba mendiami wilayah meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Silindung, daerah Pegunungan Pahae, Sibolga dan Habincaran (Siahaan, 1982 dalam Daulay, 2006). Cara hidup keluarga Batak Toba adalah komunal. Hidup dengan cara kekeluargaan dilaksanakan bersama atas pimpinan dan tanggung jawab ayah. 17 Dalihan na tolu sebagai nilai budaya suku Batak dapat menghimpun kekerabatan, baik dilihat dari sudut etnis, keluarga semarga maupun keluarga dari anak laki dan anak perempuan, termasuk kelompok keluarga berdasarkan tempat tinggal (Rajamarpodang, 1992). 2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan Pada awalnya nama-nama yang dimliki kakek moyang orang Batak belum merupakan marga. Hubungan sumbang yang terjadi dalam suatu alur keturunan telah mengakibatkan pecahnya hubungan saudara, haha-anggi-iboto. Pada generasi berikutnya barulah muncul istilah marga (Purba dan Purba, 1997). Terbentuknya marga tidak boleh dinilai sebagai sekedar sabagai lahirnya unsur baru, tetapi memasukkan pembaharuan kedalam masyarakat dan kebudayaannya. Perkawinan bukan hanya bertujuan untuk membentuk rumah tangga baru dan pisah rumah dari orangtua, tetapi sebagai sarana untuk mengabadikan marga dari kakek moyangnya. Menurut Hutagalung (1961) dalam Purba dan Purba (1997) marga berasal dari bahasa sansekerta yaitu warga yang diartikan dengan keluarga, sekaum, satu keturunan yang dalam bahasa Batak dinamakan dengan Sabutuha. Selanjutnya disebutkan, terjadinya marga-marga disebabkan dua hal. Pertama, marga terjadi menurut wilayah kedudukan (parjuguk) yang disebut secara etnologie teritorial dan kedua menurut kelompok keturunan. Dari kedua hal tersebut, yang lebih menonjol bagi suku bangsa Batak Toba adalah garis menurut keturunan (genealogi). Lahirnya suatu ikatan melalui marga menunjukkan bahwa warga masyarakat dapat dikelompokkan dalam kelompok yang memakai nama kakeknya atau nama orangtuanya sebagai induk satuan kelompok. Dilihat dari sejarah terjadinya, fungsi marga tersebut sangat besar artinya dalam hubungan masyarakat Batak, seperti yang dikatakan Hutagalung (1961) dalam Purba dan Purba (1997) selain berfungsi untuk mengatur, diantaranya agar jangan terjadi perkawinan sedarah, marga juga berfungsi untuk mengatur hubungan-hubungan antara berbagai pihak sebagai akibat kompleksnya hubungan diantara keturunan serta untuk mengurangi konflik dan hal negatif lainnya. 18 Dalam praktiknya, hubungan sosial ditinjau dari fungsi marga pada suku Batak Toba dikenal tiga pihak yang selalu berkomunikasi. Pihak pertama disebut “sedarah, sekaum, sabutuha” atau sering disebut “semarga” atau dongan sabutuha. Kedua adalah pihak keluarga atau marga dari istri yang disebut “paman, hula-hula”, dan ketiga adalah golongan suami dari anak perempuan atau menantu laki-laki yang disebut “parboruon”. Ketiga pihak diatas merupakan keturunan dari seorang kakek bersama dan merayakan berbagai upacara kekerabatan secara bersama merupakan unsur dalihan na tolu (Simatupang, 1986 dalam Purba dan Purba, 1997). Dengan adanya marga akan memudahkan untuk saling mengenal hubungan dan kedudukan masing-masing pihak. Pada suku Batak yang baru berkenalan biasanya akan saling menanyakan marga, atau dalam bahasa Batak disebut dengan martutur. Hubungan antara semarga adalah hubungan antara abang adik yakni warga yang paling tua dan yang paling muda. Mereka mendapat hak sesuai dengan aturannya dan ini sering disebut dengan manat mardongan tubu. Pihak paman dan mertua merupakan hubungan yang paling tinggi bagi orang Batak Toba. Penghormatan terhadap mereka dinilai sebagai Debata na niida, karena berkat dari pihak hula-hula dinilai paling tinggi sehingga dibuat aturan dengan somba marhula-hula. Hubungan kepada pihak anak perempuan yaitu pihak boru merupakan pembantu bagi pihak mertua atau paman dalam waktu senang maupun susah sehingga dibuat aturan dengan ungkapan elek marboru. Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari dalihan na tolu yang sangat kental pada budaya Batak. 2.5.3 Dalihan Na Tolu Harahap (2008) dalam paparannya menyebutkan dalihan na tolu merupakan konsep dasar kebudayaan masyarakat Batak yang sifatnya sangat unik. Dalihan na tolu pada dasarnya berarti tungku (tataring) yang terbuat dari tiga buah batu yang disusun. Tiga buah batu itu mutlak diperlukan menopang agar belanga atau periuk tidak terguling. Selanjutnya di kemudian hari istilah dalihan na tolu ini dipergunakan untuk menunjuk kepada hubungan kekerabatan yang diakibatkan oleh pernikahan, yaitu dongan tubu (pihak “kawan semarga”), hula-hula (pihak “pemberi perempuan”) dan boru (pihak “penerima perempuan”). Sebab itu 19 dalihan na tolu adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh suatu masyarakat dan budaya Batak. Dalihan na tolu bukanlah wahyu atau sesuatu yang alami dan terjadi dengan sendirinya. Dalihan na tolu adalah produk budaya Batak. Pada zaman dahulu ketika nenek moyang kita masih menetap di tanah Batak, kampung identik dengan marga. Artinya “dongan sahuta” hampir identik dengan “dongan tubu”. Namun dengan migrasi orang Batak ke Sumatera Timur dan kota-kota lain keadaan berubah. Dongan sahuta tidak lagi otomatis dongan tubu (kawan semarga). Dampak perubahan demografi ini peranan dongan sahuta (parsahutaon) yang terdiri dari multi marga ini semakin besar di kota-kota. Jonok dongan partubu jumonok dongan parhundul. Jika diperhatikan kampung-kampung tradisional di Tapanuli dihuni oleh orang-orang yang semarga. Dongan tubu karena itu adalah teman untuk mengerjakan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu harus memperlakukan dongan tubu secara hati-hati (manat). Kehati-hatian pada dasarnya adalah bentuk lain dari sikap hormat. Nasihat ini relevan sebab justru kehati-hatian sering kali hilang karena merasa terlalu dekat atau akrab. Hau na jonok do na masiososan. Selanjutnya Elek marboru merupakan nasihat bahwa boru harus senantiasa dielek atau dianju (dibujuk). Boru adalah penopang dan penyokong. Sebab itu senantiasa diperlakukan dengan ramah-tamah dan lemahlembut agar tidak sakit hati dan kemudian membiarkan hula-hulanya. Namun sebaliknya, bagi orang Batak pra-Kristen hula-hula memang dipandang sebagai mata ni ari bisnar, sumber berkat dan kesejahteraan, sebab itu harus disembah (somba marhula-hula) (Harahap, 2008). Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan masyarakat Batak yang mengatur kekerabatan antar individu. Dalihan na tolu merupakan salah satu dan merupakan nilai utama dari inti budaya suku Batak (Daulay, 2006). Dihubungkan dengan status dan peranan etnis Batak Toba yang berlaku dalam kebudayaannya, pada hakekatnya ketiga unsur kekerabatan dalihan na tolu masing-masing membawa sifat khusus (Sihombing, 1986), antara lain: 1) Unsur pertama: Dongan Sabutuha (teman semarga). Untuk dongan sabutuha berlaku semboyan: “sekali dongan sabutuha tetap dongan 20 sabutuha”, karena tidak bisa berpindah-pindah marga, sekalipun bermusuhan dengan banyak teman semarga. 2) Unsur kedua: Hula-hula (pihak pemberi istri). Filsafat Batak mengenai hula-hula berbunyi: “sigaton na marlailai do na marhula-hula”. Artinya: serupa dengan anak ayam yang waktu menentukan jenis kelaminnya, kita memeriksa ekornya. Harus dipelajari hula-hula bagaimana sifat-sifat serta kemauannya dan hasilnya dipakai sebagai pedoman dalam pergaulan kita dengan mereka. 3) Unsur ketiga adalah: ”boru” (pihak penerima istri). Boru terbagi menjadi dua yaitu Hela (suami putri ego) dan Bere (anak saudara perempuan ego). Filsafat mengenai “boru” berbunyi “bungkulan do boru”, yang berarti kalau ada perselisihan dengan hula-hula yang membuat keretakan diantara mereka, maka pihak boru yang berkewajiban menghilangkan keretakan itu agar mereka kembali kompak dan bersatu. Boru berkewajiban menolong “hula-hula” nya dalam segala hal, terlebih dalam pekerjaan upacara adat. Tiga tiang tungku mewakili tiga unsur kekerabatan dalam masyarakat Batak, yaitu dongan sabutuha atau suhut, hula-hula serta boru. Dalam kekerabatan suku Batak, suhut, hula-hula, dan boru masing-masing mempunyai hak dan kewajiban sebagai pelaksana tanggung jawab serta kedudukannya saat pelaksanaan adat. Pada suatu saat, seseorang dapat dikatakan boru namun pada kejadian yang lain ia dapat menjadi suhut atau hula-hula. Marga dalam hal ini berperan dalam menentukan kedudukan seseorang dalam upacara adat (Rajamarpodang, 1992). 2.6 Kerangka Pemikiran Setiap hal yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai latar belakang yang menjadikannya melakukan hal tersebut. Demikian pula dengan proses migrasi dan interaksi sosial pasti dilatarbelakangi oleh suatau motivasi yang mendorong individu melakukan hal tersebut. Motivasi bermigrasi merupakan dorongan, hasrat bahkan kebutuhan yang merupakan latar belakang yang melandasi migran untuk mencapai harapan yang ingin dicapai di daerah tujuan migrasi. Migran melakukan migrasi diantaranya dilatarbelakangi oleh motivasi ekonomi maupun motivasi sosial agar kualitas hidupnya lebih tinggi dari yang 21 sebelumnya. Selain motif ekonomi dan motif sosial, karakteristik individu juga sangat mempengaruhi individu dalam melakukan migrasi. Karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, daerah asal, pekerjaan. Karakteristik individu dan motivasi migran dalam melakukan migrasi akan sangat mempengaruhi yang bersangkutan untuk melakukan interaksi individu di komunitas migran tinggal. Kemampuan migran dalam melakukan interaksi akan menentukan interaksi sosial yang akan dilakoninya, baik itu jumlah, jenis, kegitan-kegiatan dan status pada organisasi yang dipilihnya untuk terlibat sebagai upaya memperluas jaringan sosialnya demi tercapainya keberhasilan ekonomi pun sosial si migran. Interaksi sosial yang dilakukan individu pada masyarakat dapat dilakukan lewat berbagai cara. Memasuki sebuah organisasi adalah salah satu diantaranya. Pada penelitian kali ini interaksi sosial yang akan didalami meliputi jumlah organisasi yang dimasuki, jenis organisasi yang dimasuki, kegiatan-kegiatan yang dilakukan organisasi yang dimasuki, frekuensi mengikuti kegiatan organisasi, status dalam organisasi yang dimasuki. Pada organisasi yang dimasuki ini, individu akan memutuskan langkah-langkah yang harus di lakukan untuk mencapai tujuannya dalam melakukan interaksi. Interaksi sosial yang dilakukan migran akan berperan penting dalam meningkatkan keberhasilan migran secara ekonomi maupun sosial dari sebelumnya yang telah migran capai. Secara ringkas, hubungan variable-variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. 22 Karakteristik Individu Motivasi Bermigrasi Faktor pendorong Faktor penarik Jenis kelamin Umur Tingkat pendidikan Daerah asal Pekerjaan Proses Sosial Jumlah kelembagaan yang dimasuki Jenis kelembagaan yang dimasuki Kegiatan-kegiatan yang dilakukan kelembagaan Frekuensi mengikuti kegiatan Status dalam kelembagaan yang dimasuki Keberhasilan Ekonomi Sosial Gambar 1. Kerangka pemikiran Keterangan : Mempengaruhi 23 2.7 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan untuk mengungkap fenomena pola migrasi dan proses interaksi sosial migran Batak sehingga dapat bertahan hidup didaerah tujuan migrasi, maka disusunlah beberapa hipotesa kerja yang merupakan pedoman untuk mendapatkan temuan-temuan pada studi ini. Adapun hipotesa yang diajukan adalah: 1. Motivasi bermigrasi mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin pada migran Batak. 2. Karakteristik individu mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin pada migran Batak. 3. Proses interaksi sosial yang terjadi pada migran suku Batak mempengaruhi keberhasilan migran baik secara ekonomi maupun sosial di daerah migrasi. 24 2.8 Definisi Operasional 1. Jenis kelamin adalah perbedaan secara biologis responden yang dikategorikan atas laki-laki dan perempuan a. Perempuan diberi kode 1 b. Laki-laki diberi kode 2 2. Umur adalah lama hidup responden saat pertama kali melakukan migrasi dan pada saat penelitian berlangsung yang diukur dalam satuan waktu. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, usia responden dalam penelitian dikategorikan menjadi dua tingkatan, yaitu: a. Muda apabila Usia 26-40 tahun b. Tua apabila Usia >40 tahun 3. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti migran pada saat pertama kali bermigrasi dan saat penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, tingkat pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat tingkatan, yaitu: a. SD/sederajat diberi skor 1 b. SMP /sederajat diberi skor 2 c. SMU/sederajat diberi skor 3 d. Perguruan Tinggi diberi skor 4 4. Daerah asal adalah lokasi responden ketika dilahirkan. Daerah asal responden digolongkan menjadi dua kategori yang meliputi a. Di Sumatera Utara diberi kode 1 b. Di luar Sumatera Utara diberi kode 2 5. Jumlah organisasi yang dimasuki adalah banyaknya organisasi yang diikuti oleh migran dan terdaftar sebagai anggota. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, jumlah organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu: a. Rendah apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak ≤ 1 b. Sedang apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak 2-3 c. Tinggi apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak > 3 25 6. Jenis organisasi yang dimasuki adalah basis organisasi perkumpulan yang diikuti oleh migran. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, jenis organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan menjadi empat kategori, yaitu: a. Organisasi marga b. Organisasi profesi c. Organisasi keagamaan d. Organisasi lingkungan 7. Kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki adalah program kerja yang dilakukan organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki migran dalam organisasi masyarakat dalam penelitian dikategorikan menjadi empat kegiatan, yaitu: a. Arisan diberi kode 1 b. Bakti sosial diberi kode 2 c. Seminar diberi kode 3 d. Pelatihan-pelatihan diberi kode 4 8. Frekuensi mengikuti kegiatan yaitu jumlah banyaknya kegiatan yang diikuti oleh migran dalam satuan waktu yang ditetapkan. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, frekuensi migran mengikuti kegiatan dalam penelitian dikategorikan atas: a. Rendah apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 1-2 b. Sedang apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 3-4 c. Tinggi apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan >5 9. Status dalam organisasi yang dimasuki yaitu kedudukan atau posisi migran dalam struktur organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, status migran dalam organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan atas: a. Pembina organisasi diberi kode 1 b. Pengurus harian organisasi diberi kode 2 c. Anggota biasa organisasi diberi kode 3 26 10. Pekerjaan yaitu profesi yang dijalankan oleh migran ketika penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, pekerjaan dalam penelitian dikategorikan menjadi tiga yaitu: a. Pegawai negeri sipil b. Pegawai swasta c. Wirausaha 11. Keberhasilan adalah pencapaian-pencapaian yang telah dicapai oleh migran dalam kurun waktu tertentu di daerah migrasi. Keberhasilan ini dikategorikan menjadi: a. Keberhasilan ekonomi Keberhasilan ekonomi adalah penilaian responden terhadap kondisi ekonomi yang diukur dengan menggunakan skala 1-10. Keberhasilan ekonomi yang diukur meliputi keberhasilan ekonomi pada saat sebelum melakukan migrasi, pada saat awal migrasi, pada saat penelitian berlangsung dan harapan lima tahun yang akan datang. b. Keberhasilan Sosial Kemampuan responden untuk aktif dalam berbagai kegiatan sosial. Kegiatan sosial yang dimaksud adalah mengikuti acara adat, mengikuti kegiatan keagamaan, mengikuti kegiatan kumpulan marga, dan mengikuti kegiatan lingkungan. 27 BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Menurut Nazir (1988), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan interpretasi yang tepat, termasuk desain untuk studi formulatif dan eksploratif yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan studi selanjutnya. Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran migrasi dan proses sosial migran Batak yang tergabung dalam Punguan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) Cabang Bogor. Jenis penelitian deskriptif yang dilakukan adalah penelitian survei (survey research). Penelitian survei diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya (Sumarwan, 2007). Penelitian survei dilakukan dengan menggunakan survei sampel, yaitu survei yang dilakukan pada sebagian kecil populasi. Sampel diambil sebanyak 70 dari total 231 keluarga migran yang tergabung dalam PPTSB. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada keluarga migran yang terdaftar sebagai anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Mei dan Juni 2011. Di Kota dan Kabupaten Bogor terdapat migran Batak marga Sinaga yang sesuai dengan syarat responden yang diteliti, sehingga memudahkan untuk menganalisis lebih dalam lagi tentang topik yang diteliti. 3.3 Metode Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi Populasi yang menjadi subjek adalah anggota keluarga migran Batak yang terdaftar di Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) cabang Bogor. Populasi diperoleh berdasarkan pencataan yang terdapat pada PPTSB cabang Bogor yang berjumlah 231 keluarga. 28 3.3.2 Ukuran Sampel Penentuan jumlah sampel (n) yang diambil sebagai responden menggunakan Rumus Slovin. Adapun cara penentuan jumlah sampel dengan Rumus Slovin (1960) yang dikutip oleh Seivilla (1993) adalah sebagai berikut: Keterangan : n : Ukuran Sampel N : Ukuran Populasi e : Nilai kritis (Batas ketelitian yang diinginkan) Oleh karena populasi penelitian sejumlah 231 keluarga dan ketidaktelitian dalam pengambilan sampel adalah 10 persen, maka dengan menggunakan Rumus Slovin ukuran sampel yang digunakan adalah 70 keluarga. Subyek yang diteliti adalah salah satu anggota keluarga sampel yang melakukan migrasi ke Bogor. 3.4 Teknik Pemilihan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel random sederhana (simple random sampling), yaitu setiap unsur populasi mempunyai kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sampel dipilih dengan menggunakan program pada excel 2007. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan diperoleh langsung dari responden, sedangkan data sekunder diperoleh melalui artikel, penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada responden. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner yang disusun secara terstruktur (structured questionnaire). Jenis pertanyaan yang digunakan merupakan pertanyaan tertutup (terstruktur) dan terbuka (non-terstruktur). Pertanyaan tertutup 29 adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi untuk memberi jawaban kepada beberapa alternatif jawaban tertentu (Nazir, 1998). Beberapa jawaban pertanyaan terstruktur dalam kuesioner dibuat berdasarkan skala (scaled response question). Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 3.6.1 Analisis Deskriptif Data yang terkumpul meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Dalam proses pengolahan data, analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi informasi yang lebih ringkas sehingga mudah dipahami. Dengan demikian, tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diintepretasikan. Analisis deskriptif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah melakukan tabulasi data mengenai responden, dan tahap kedua adalah menginterpretasikan data hasil tabulasi tersebut. Analisis deskriptif pada penelitian ini digunakan untuk menyederhanakan data faktor-faktor penyebab migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor dan proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Gambar 2. Tangga Skala Perubahan 30 Untuk mengukur perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga, awal migrasi, saat penelitian berlangsung dan harapan lima tahun mendatang sangatlah sulit. Untuk itu digunakan tangga seperti pada Gambar 2 untuk mengukur perubahan tersebut. Tangga Skala Perubahan tersebut bersifat sangat subyektif. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi antar individu yang diteliti tidak dapat distandardisasi antara satu responden dengan responden lain. Perubahan yang terjadi berbeda-beda bagi setiap responden yang diteliti, sesuai dengan penilaian responden terhadap perubahan yang terjadi pada diri responden sendiri. 3.6.2 Crosstabs Perintah Crosstabs digunakan untuk menampilkan tabulasi silang yang menunjukkan suatu distribusi bersama, deskripsi statistik bivariat dan pengujian terhadap dua variabel atau lebih, terutama variabel dalam bentuk kategori. Uji Crosstabs dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik individu dengan proses interaksi sosial serta melihat hubungan antara karakteristik individu dengan proses interaksi sosial. 3.6.3 Paired Sample t-tes Uji ini dilakukan untuk melakukan pengujian terhadap 2 sampel yang saling berhubungan/berkorelasi atau disebut ”sampel berpasangan” yang berasal dari populasi yang memiliki rata-rata sama. Uji ini dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan nyata kondisi ekonomi migran sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon 31 sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. 32 BAB IV GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN RESPONDEN PENELITIAN 4.1 Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi Penelitian ini dilakukan pada anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Bogor yang sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata. Sejak Tahun 1930-an di Bogor telah berdiri berbagai lembaga pendidikan dan penelitian pertanian. Hal tersebut menjadi daya tarik migran untuk bersekolah dan kemudian bekerja di sana, tak terkecuali orang Batak. Seperti telah digambarkan di atas, ada dua faktor yang menarik migran Batak datang ke Kota Bogor. Faktor pertama adalah lembaga pendidikan yang ada di Bogor. Ada yang datang sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan, Universitas Indonesia yang ada di Bogor. Ada pula yang mendaftar ke beberapa akademi, yaitu Akademi Pertanian, Akademi Gizi, Akademi Dinas Pengawas Keuangan, serta Akademi Kimia Analisis. Selain itu, ada pula yang memasuki sekolah lanjutan atas, seperti Sekolah Pertanian Menengah Atas, Sekolah Polisi di Lido, Sekolah Analisis Kimia Atas (SAKMA) dan sebagainya. Sekolah-sekolah ini menjadi magnet penarik datangnya pemuda Batak ke Bogor. Banyak pula di antaranya yang kemudian bekerja di berbagai lembaga penelitian pertanian milik pemerintah. Faktor kedua adalah orang Batak yang datang ke Bogor untuk bekerja. Pada awalnya, pendatang pertama ke Bogor pada umumnya adalah para profesional (dokter, arsitek) atau pegawai kantor pemerintah. Sejak tahun 1980an, selain para profesional dan pegawai kantor pemerintah, banyak juga pendatang ke Bogor sebagai pekerja dan wiraswasta serta yang di sektor jasa (perdagangan dan pengangkutan) (Lubis, 2011). 33 4.2 Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru (PPTSB) dibentuk pada tanggal 15 Desember 1940. PPTSB berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan berkantor pusat di Medan, Provinsi Sumatera Utara. PPTSB didirikan berazaskan Pancasila dan UUD 1945 serta adat budaya Batak. PPTSB bersifat sosial kekeluargaan dan sisada lulu anak, sisada lulu boru (satu putra, satu putri, atau juga satu bangsa). Visinya adalah terwujudnya Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru yang sejahtera. Adapun misinya adalah meningkatkan kesejahteraan anggota melalui berbagai bentuk kegiatan yang sifatnya tidak bertentangan dengan norma adat istiadat yang berlaku secara internal bagi Bangso Batak dan norma hukum yang berlaku secara universal bagi Bangsa Indonesia. Motto Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru adalah “PARHATIAN NASORA MONGGAL, PARNINGGALA SIBOLA TALI” (setiap orang harus bersikap adil, harus jujur dan bertindak akurat), yang di dalamnya tercermin sikap tindak yang adil, arif dan bijaksana dalam setiap aspek kehidupan. Bentuk dasarnya dilambangkan dalam bentuk tugu PPTSB yang ada di Desa Urat, Samosir. PPTSB memiliki struktur organisasi di tingkat pusat, wilayah, cabang hingga sektor. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pada Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor. Saat penelitian berlangsung, jumlah seluruh anggota dari PPTSB Cabang Bogor adalah 231 keluarga yang terbagi atas delapan sektor. Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan oleh anggota Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru antara lain: 1. Arisan yang dilakukan sebulan sekali dimasing-masing sektor. 2. Kunjungan terhadap anggota yang melahirkan anak 3. Berperan serta bila ada putra-putri anggota yang melangsungkan pernikahan 4. Kunjungan terhadap anggota yang memasuki rumah baru 5. Melakukan penghiburan terhadap anggota keluarga yang mengalami kemalangan 6. Membesuk anggota yang sakit 34 7. Menghadiri acara suka maupun duka yang dilakukan oleh anggota. 4.3 Karakteristik Responden 4.3.1 Umur Responden pada penelitian ini sebanyak 70 orang. Umur responden berada pada rentang 32-70 tahun. Sebanyak 23 orang (32,9 persen) responden berusia antara 26-40 tahun, dan responden yang berusia diatas 40 tahun sebanyak 47 orang (67,1 persen). Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Interval Umur Jumlah (orang) Persentase 26-40 23 32,9 >40 47 67,1 Total 70 100 4.3.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti migran pada saat penelitian berlangsung. Tingkat pendidikan responden pada penelitian ini yaitu sebanyak dua orang (2,9 persen) berpendidikan setingkat SD, keduanya adalah responden pria. Sedangkan responden yang memiliki tingkat pendidiakan formal setingkat SMP berjumlah empat orang (5,7 persen) yang kesemuanya adalah laki-laki. Responden yang memiliki tingkat pendidikan formal setingkat SMA berjumlah 37 orang (52,9 persen), terdiri atas 29 responden pria dan delapan responden wanita. Perguruan Tinggi 27 orang (38,5 persen), terdiri atas 20 orang responden pria dan tujuh orang responden wanita. Bagi orang Batak pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan. Setiap orang Batak berupaya untuk selalu mendapat pendidikan terbaik sampai setinggi-tingginya. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pendidikan formal migran 35 pada penelitian ini adalah SMA dan perguruan tinggi. Rincian responden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Pendidikan Terakhir Laki-Laki Perempuan Tingkat Total Jumlah % Jumlah % Jumlah % SD/Sederajat 2 3,7 0 0 2 2,9 SMP/Sederajat 4 7,3 0 0 4 5,7 SMA/Sederajat 29 52,7 8 53,3 37 52,9 Perguruan Tinggi 20 36,3 7 46,7 27 38,5 Total 55 100 15 100 70 100 Dengan pendidikan yang cukup baik, migran Batak semakin percaya diri untuk bermigrasi dan berkeyakinan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan layak. Harapan itu tergambar dari penuturan MHS (68). Menurut MHS, sebenarnya beliau sudah memiliki pekerjaan yang cukup baik di kampung. Pada saat dikampung MHS diangkat sebagai kepala sekolah salah satu sekolah swasta di kampung tersebut. Tetapi karena penghasilan yang kurang memadai MHS memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan bekal pendidikan yang dia punya. Setelah di Bogor MHS menjadi pengajar di sebuah sekolah swasta dengan penghasilan yang lebih besar dibanding dengan mengajar di kampung. 4.3.3 Daerah Asal Hasil temuan dilapangan memperlihatkan, responden pada umumnya berasal dari daerah berbeda yang berada di dalam propinsi Sumatera Utara. Pada Tabel 3 diperlihatkan asal dari responden sebelum melakukan migrasi. 36 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asalnya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Daerah Asal Jumlah Persentase Provinsi Sumatera Utara 68 97,1 Luar Provinsi Sumatera Utara 2 2,9 Total 70 100 Sebanyak 68 responden (97,1 persen) berasal dari daerah Sumatera Utara dan mayoritas berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tapanuli Utara termasuk dalam jajaran dataran tinggi. Kondisi alam yang tidak terlalu subur dan terbatasnya lapangan pekerjaan yang dianggap layak. Hal inilah yang memicu tingginya angka migrasi dari daerah ini. Penjelasan mengenai banyaknya migran asal Dataran Tinggi Toba salah satunya adalah disebabkan oleh faktor fisik geografis, faktor sosial dan demografi, faktor pendidikan serta faktor ekonomi. Pertumbuhan penduduk menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang ada. Pada awalnya perluasan daerah hanya dilakukan disekitar perkampungan yang kosong tetapi kemudian menyebar keluar wilayah (Purba dan Purba, 1997). Sementara dua orang responden (2,9 persen) melakukan migrasi berasal dari daerah non sumatera utara yaitu Sukabumi dan Tangerang. 4.3.4 Pekerjaan Pekerjaan yaitu profesi yang dijalankan oleh migran ketika penelitian berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, pekerjaan dalam penelitian dikategorikan seperti terlihat pada Tabel 4. 37 Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Utamanya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase Wirausaha 22 31,4 Pedagang 5 7,1 Pegawai Negeri 2 2,9 Pegawai Swasta 36 51,4 Polisi/Tentara 2 2,9 Pensiunan 3 4,3 Total 70 100 Berdasarkan hasil penelitian dilapangan seperti terlihat pada tabel diatas ternyata migran Batak bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 36 orang (51,4 persen). Pendidikan mempengaruhi pekerjaan yang digeluti oleh migran. Latar belakang pendidikan yang sudah menengah dan tinggi, migran berpeluang lebih besar untuk bekerja di sektor swasta dan itu berlanjut sampai sekarang. Sebanyak 22 orang responden (31,4 persen) memilih untuk berwirausaha. Lima orang (7,1 persen) berprofesi sebagai pedagang, dua orang PNS, dua orang Polisi, dan tiga orang pensiunan. Migran PPTSB yang berprofesi sebagai wirausahawan umumnya memiliki usaha dibidang pangan. Sepuluh dari duapuluh dua wirausaha yang digeluti adalah kedai kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari dalam skala besar. Selain usaha kelontong, ada pula usaha di bidang transportasi, air minum dalam kemasan dan juga minuman keras. 38 BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR 5.1 Faktor Pendorong Migrasi Faktor pendorong migrasi adalah faktor dari daerah asal yang menjadi pertimbangan responden untuk melakukan migrasi. Hasil penelitian terhadap responden menunjukkan bahwa alasan ekonomi dan lapangan pekerjaan yang terbatas di daerah asal menjadi faktor pendorong yang sangat dominan bagi migran untuk melakukan migrasi. Pada Tabel 5 dijelaskan secara rinci faktorfaktor pendorong penyebab migrasi. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi Tahun 2011 Faktor pendorong Jumlah (orang) Persentase Keterbatasan lapangan kerja 24 34,2 Keterbatasan mengembangakan diri 35 50,0 Mutasi pekerjaan 2 2,9 Dorongan keluarga 3 4,3 Pendidikan 6 8,6 Total 70 100 Seperti terlihat pada tabel di atas, sebanyak 24 responden (34,2 persen) memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor karena lapangan kerja yang terbatas. Lahan pertanian yang semakin sempit dan inovasi pengolahan lahan yang kurang berkembang sehingga kurang menarik untuk digeluti. Seperti penuturan DS (48), setelah lulus SMA beliau memutuskan untuk merantau karena lahan milik keluarga sudah diolah oleh saudara-saudaranya yang lain. Peluang untuk bekerja 39 diluar sektor pertanian juga sangat terbatas. Oleh karena itu beliau memutuskan untuk merantau. 5.1.1 Motivasi Ekonomi Faktor ekonomi menjadi motif yang paling tinggi yang mendorong migran untuk melakukan migrasi. Sebanyak 61 orang responden (87 persen) memutuskan untuk melakukan migrasi dengan motif ekonomi. Rendahnya pendapatan di daerah asal dan kecilnya peluang untuk meningkatkan pendapatan menjadi faktor pendorong migran untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan MHS (68), setelah menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Semarang MHS memutuskan untuk pulang ke daerah asal dan bekerja sebagai guru di daerah tersebut. Berselang setahun kemudian MHS memutuskan untuk melakukan migrasi ke daerah Bogor karena penghasilannya sebagai pengajar dikampung sangat kecil. Sementara di daerah Bogor MHS ditawari sebagai pengajar dengan gaji yang lebih besar. Sementara DS (48), setelah lulus SMA melakukan migrasi karena keterbatasan lahan yang akan digarap. Melihat pengalaman saudara-saudara tuanya yang terlebih dahulu sebagai penggarap lahan pendapatannya sangat kecil, semakin menguatkan tekadnya untuk melakukan migrasi dengan harapan kehidupan ekonominya akan meningkat lebih baik lagi. 5.1.2 Motivasi Pendidikan Pendidikan menjadi motivasi bagi enam orang (9 persen) responden dalam penelitian ini untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan NS (32), beliau melakukan migrasi ke Bogor karena diterima disalah satu perguruan tinggi di Bogor. Tujuan utamanya ke Bogor adalah untuk menuntut ilmu. NS (32) memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan pertimbangan mutu pendidikan perguruan tinggi yang dituju di Bogor lebih baik dibanding universitas di daerah asalnya. Hal tersebut dia ketahui dari informasi yang dia dapatkan dari guru-guru SMA nya maupun informasi yang dicari sendiri. 40 5.2 Faktor Penarik Migrasi Faktor penarik Migrasi adalah faktor-faktor penarik dari daerah tujuan migrasi yang membuat migran menuju daerah tersebut. Faktor penarik adalah daya tarik Bogor sehingga dijadikan derah tujuan migrasi. Pada Tabel 6 dijelaskan secara rinci faktor-faktor yang menjadi penarik migran bermigrasi ke Bogor. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011 Faktor Penarik Jumlah (orang) Persentase Perekonomian yang lebih baik 28 40,0 Pendidikan 3 4,3 Tugas kerja 4 5,7 Lingkungan yang nyaman 27 38,6 Ajakan Saudara 8 11,4 Total 70 100 Faktor penarik yang paling besar yang membuat Bogor menjadi pilihan migrasi adalah kesempatan untuk mengembangkan kehidupan ekonomi yang lebih baik. Hasil penelitian dilapangan, duapuluh delapan orang migran menjadikan peluang ekonomi ini sebagai alasan untuk berpindah ke Bogor. Seperti penuturan BS (50), beliau mendapatkan penawaran bekerja di Bogor sehingga memutuskan untuk tinggal di Bogor. Kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh migran BS. Kondisi cuaca di Bogor yang sejuk dan masyarakatnya yang ramah juga menjadi salah satu daya tarik daerah ini menjadi daerah tujuan migrasi. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian dilapangan, responden yang memutuskan untuk menetap di Bogor sebanyak duapuluh tujuh orang dengan pertimbangan lingkungan yang nyaman. Seperti penuturan HFR (32), beliau memilih Bogor 41 sebagai tempat untuk tinggal karena cuaca di Bogor cukup sejuk dibandingkan tempat beliau bekerja yaitu daerah Tangerang. Jarak yang jauh dari tempat tinggal ke lokasi kerja tidak membuat beliau berpindah dari Bogor karena sudah merasa nyaman dengan suasana lingkungan yang nyaman dan masyarakatnya yang ramah. Responden yang memilih pendidikan sebagai daya tarik Bogor untuk melakukan migrasi sebanyak tiga orang. MS (35) memilih untuk berkuliah di Bogor karena tertarik dengan fakultas pertanian yang ada di Institut pertanian Bogor. Beliau memilih IPB Bogor karena menurutnya kualitas pendidikannya sangat baik dan sesuai dengan yang beliau inginkan. 5.3 Kehidupan Awal Di Bogor Kehidupan awal di Bogor yang dialami oleh migran sangat bervariasi. Seperti yang dituturkan oleh MS (42), perjalanannya ke Bogor bukanlah sesuatu yang direncanakan sejak awal. MS pemuda yang hanya mengenyam pendiddikan setingkat SD ini tujuan awal migrasinya adalah ke Ibukota Jakarta. Di Jakarta beliau mencoba peruntungan menjadi kondektur bis dan akhirnya menjadi sopir. Penghasilan awalnya cukup menjanjikan untuk ukuran pemuda seusianya. Seiring berjalannya waktu, MS merasa Jakarta tidak ideal lagi baginya karena saingannya semakin banyak. Pada akhirnya MS memutuskan untuk pindah ke Bogor karna melihat peluang daerah ini akan berkembang dan peluang untuk berwirausaha cukup tinggi. Pada awal kehidupan di Bogor, MS bekerja sebagai supir angkutan umum. Pada awal kehidupan di Bogor, MS tinggal bersama saudara dan kemudian memutuskan untuk tinggal dengan indekos. Kemudian MS mulai membuka usaha kecil sembari menekuni pekerjaannya sebagai sopir. Lambat laun usahanya berkembang dan membuat tingkat ekonomi MS jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kehidupannya sebelum melakukan migrasi. Lain lagi dengan penituran NH (32), NH memutuskan untuk pindah ke Bogor karena NH diterima di Institut Pertanian Bogor. NH ke Bogor untuk melanjutkan pendidikan. NH tidak mempunyai saudara di Bogor dan NH memutuskan tinggal dengan cara berindekos. Kehidupan awal NH di Bogor hanya 42 seputar kegiatan mahasiswa di kampus. Urusan biaya hidup dan biaya pendidikan, NH masih didanai secara langsung oleh orangtua NH di kampung. Pada saat pertama kali sampai di daerah migrasi, migran tentunya belum memiliki tempat tinggal sendiri. Migran biasanya menghubungi kerabat ataupun teman yang sudah terlebih dahulu melakukan migrasi kedaerah tersebut. Ada juga yang mencari tempat tinggal sendiri dengan cara kontrak ataupun indekos. Hasil penelitian dilapangan diketahui sebanyak 33 orang responden (47 persen) menumpang tinggal ditempat kerabat ketika pertama kali melakukan migrasi ke Bogor. Hal ini terjadi karena migran yang baru pertama kali datang belum terlalu mengenal daerah tujuan migrasi. Semenjak dari daerah asal, migran sudah diberi pesan untuk segera langsung menemui kerabat yang ada begitu sampai di Bogor. Seperti penuturan CS (37), beliau langsung menemui amangborunya begitu sampai di Bogor. CS juga menumpang tinggal bersama amangborunya sembari mencari pekerjaan. Hal itu ia lakukan karena sudah ada pesan dari kampung untuk segera menemui amangboru. Menurut CS dia sangat kerasan tinggal dirumah amangborunya tersebut karena amangborunya sangat banyak membantunya dalam mencari pekerjaan dan banyak member masukanmasukan kepadanya. Berbeda dengan penuturan DS (40), beliau kurang begitu nyaman tinggal ditempat saudara. Lingkungan baru dan daerah baru membuatnya suka keluyuran tetapi dia selalu dibatasi pergerakannya oleh saudaranya. DS menuturkan, beliau hanya betah selama tiga bulan menumpang ditempat saudaranya, setelahnya beliau memutuskan untuk indekos. Pada Tabel 7 berikut ini dijelaskan secara rinci jumlah dan persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan tempat tinggal pertama di Bogor. 43 Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor Tahun 2011 Tempat Tinggal Pertama Jumlah (orang) Persentase Kerabat 33 47,1 Teman 10 14,3 Sewa/kost 27 38,6 Total 70 100 5.4 Hubungan Dengan Daerah Asal Migran Sinaga yang telah menetap di Bogor tidak pernah melupakan daerah asalnya. Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci pada Tabel 8, jumlah dan persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan kunjungan ke daerah asal Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Kunjungan Ke Daerah Asal Tahun 2011 Frekuensi Pulang ke Daerah Asal Jumlah Responden Persentase Sekali dalam setahun 56 80,0 Lebih dari sekali dalam setahun 5 7,1 Tidak tentu 9 12,9 Total 70 100 Pada Tabel 8 terlihat jelas sebanyak 56 (80,0 persen) responden pulang ke kampung halaman secara rutin sekali dalam setahun. Hal ini terjadi karena orangtua dan saudara-saudara responden masih tinggal di daerah asal. Hal ini menyebabkan ikatan yang sangat kuat antara responden dengan frekusensi 44 responden pulang ke daerah asal. Frekuensi ini ditanyakan dalam rentang waktu 5 tahun terakhir. Biasanya acara pulang ke daerah asal ini dilakukan pada saat bulan Desember menjelang Natal tiba. Sebanyak lima orang responden (7,1 persen) tercatat pulang kedaerah asal lebih dari sekali dalam setahun. Migran AS (35) bisa mencapai delapan kali pulang ke daerah asal dalam setahun. Hal tersebut dilakukannya dalam rangka urusan bisnis. Migran BS (40) pulang ke daerah asal sekali dalam sebulan. Hal ini sangat dimungkinkan karena daerah asal BS adalah Sukabumi. BS hampir setiap bulan mengunjungi orangtua dan saudara-saudara di Sukabumi. Sementara sembilan orang responden (12,9 persen) yang lain menyatakan tidak tentu frekuensi pulang ke daerah asalnya. Bisa sekali setahun, bisa sekali dalam tiga tahun maupun sekali dalam lima tahun. Hal ini terjadi karena tingkat kepentingan untuk pulang ke daerah asal tidak terlalu genting. Kelompok ini pada umumnya akan pulang kedaerah asal bila terjadi hal-hal tertentu didaerah asal, misalnya adanya pesta adat. Migran akan pulang ke daerah asal bila ada undangan untuk menghadiri pesta adat dari daerah asal. 45 BAB VI PROSES SOSIAL MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 6.1 Proses Sosial Manusia adalah makhluk sosial. Manusia pasti mengalami proses sosial dalam menjalani kehidupannya. Demikian pula dengan migran, proses sosial adalah salah satu faktor yang mendukung migran untuk tetap bertahan dan bertumbuh di daerah migrasi. Sosialisasi yang baik diharapkan akan mempererat hubungan dan meruntuhkan tembok-tembok pemisah. Migran Batak yang melakukan migrasi ke Bogor tentunya membawa adat budaya dari daerah asal. Di Bogor migran juga bertemu kebudayaan dan adat yang baru. Masing-masing pihak pasti akan mempertahankan adat budayanya agar tetap eksis. Percampuran budaya tentunya tidak terhindarkan lagi. Migran Batak dengan identitas etniknya selalu berusaha untuk mempertahankan budayanya dan berpegang teguh terhadap adat istiadat walaupun telah hidup berdampingan dengan penduduk sekitar yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Seperti yang dikatakan Pelly (1994) bahwa misi budaya dari satu suku bangsalah yang menentukan dan mengarahkan mereka beradaptasi dengan lingkungan dan memicu untuk meninggalkan kampung halamannya. Proses sosial yang dijalin migran Batak dilakukan dengan bergabung dengan organisasi-organisasi yang ada di daerah migran. Organisasi marga, organisasi lingkungan, maupun organisasi keagamaan menjadi wadah untuk berproses dan beradaptasi. Organisasi marga merupakan organisasi yang paling banyak diikuti oleh migran. Seluruh responden tergabung dalam organisasi marga. Hal ini terjadi karena di organisasi marga, migran menemukan adat budayanya secara langsung. Hal-hal yang ada di daerah asal masih mudah mereka temukan dalam organisasi marga ini. Hal inilah yang membuat organisasi marga ini menjadi sesuatu yang menarik. Awal melakukan migrasi, responden hanya memiliki pergaulan yang terbatas. Dengan masuk ke dalam organisasi marga, migran mempunyai banyak kenalan dan relasi di daerah migran. Hal ini cukup membantu migran untuk beradaptasi dan terus bertahan di Bogor. Organisasi marga ini dibentuk untuk 46 melestarikan adat budaya asal dan tempat untuk bersilaturahmi dengan sesama orang Batak di daerah migrasi. 6.1.1 Jumlah Kelembagaan yang Dimasuki Setiap responden pada penelitian ini memiliki ketertarikan yang berbeda pada kelembagaan-kelembagaan yang ada. Hal tersebut mempengaruhi jumlah kelembagaan yang akan dimasuki oleh migran. Pada Tabel 9 digambarkan secara rinci banyaknya kelembagaan yang diikuti oleh migran. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Banyaknya Kelembagaan yang Dimasuki Tahun 2011 Banyaknya Kelembagaan Yang Dimasuki Jumlah Persentase Satu 14 20,0 Dua 31 44,3 Tiga 20 28,6 Empat 4 5,7 Lima 1 1,4 Total 70 100 Dari hasil penelitian dilapangan, ternyata responden PPTSB Cabang Bogor ikut bergabung dalam berbagai kelembagaan. Dari segi jumlah, 14 orang memasuki sedikitnya satu organisasi. Sebanyak 31 orang memasuki dua organisasi, 20 orang responden tergabung dalam tiga organisasi, 4 orang tergabung dalam empat organisasi dan 1 orang tergabung dalam lima organisasi. 6.1.2 Jenis Kelembagaan yang Dimasuki Setiap migran memiliki ketertarikan dan panggilan yang berbeda-beda terhadap sebuah kelembagaan. Hal tersebut akan mempengaruhinya terhadap jenis kelembagaan yang akan dimasuki. Pada Gambar 3 diperlihatkan secara rinci sebaran organisasi yang dimasuki oleh responden di PPTSB Cabang Bogor. 47 Sebaran Kelembagaan 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Series1 Marga Keagamaan Profesi Lingkungan 70 15 6 34 Gambar 3. Sebaran Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB Cabang Bogor, 2011. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa semua responden di PPTSB Cabang Bogor tergabung dalam minimal satu organisasi. Beberapa responden bahkan tergabung dalam beberapa organisasi. Hal tersebut terjadi karena umumnya sebuah keluarga selalu bersosialisasi kedalam organisasi marga suami dan bersosialisai juga kedalam organisasi marga istri. Selain itu sebuah keluarga juga terkadang tergabung dalam organisasi marga lain yang memiliki kekerabatan dengan marga orangtua dalam keluarga responden. Dari data yang diperoleh lebih lanjut, sebanyak 15 orang responden ternyata juga aktif dalam organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan yang dimasuki adalah organisasi yang ada di gereja. Responden terlibat aktif sebagai pengurus maupun penatua di gereja. Kemudian sebanyak enam orang responden tergabung dalam organisasi profesi dan 34 orang responden tergabung dalam organisasi lingkungan. 6.1.3 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Kelembagaan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi yang dimasuki oleh responden beraneka macam. Organisasi marga contohnya kegiatan yang paling umum dilakukan adalah arisan marga. Pada arisan ini dilakukan berbagai kegiatan meliputi kebaktian, sharing antar anggota dan ramah tamah. Tidak lupa 48 pula membahas eksistensi organisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Seperti PPTSB, pada arisan yang peneliti hadirin, setelah acara kebaktian selesai, dibahas pula tentang keadaan anggota PPTSB. Saling berbagi kesaksian untuk saling menguatkan satu dengan yang lain. Berhubung akhir tahun yang sudah mendekat, dibahas pula tentang rencana bona taon yaitu acara syukuran untuk merayakan hari Natal sekaligus penyambutan Tahun Baru. Hal ini dimaksudkan agar ditahun yang baru kelak, anggota PPTSB semakin dilimpahi kesehatan dan diberi keberkahan. Pengurus-pengurus harian sektor PPTSB juga bertugas untuk memperhatikan anggota dan mengkoordinir anggota bilamana ada anggota yang memiliki hajatan. Bila ada anggota yang sakit, pengurus menkoordinir untuk melakukan besuk bersama. Bila ada anggota yang sedang hajatan suka ataupun duka, pengurus memberi arahan untuk anggota-anggota yang lain untuk membantu. Dewan pembina pada organisasi marga PPTSB khususnya berperan sebagai penasehat dan orang tua bagi anggota-anggota. Dewan pembina memiliki peranan yang cukup banyak bilamana organisasi mengadakan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan adat istiadat. Pada organisasi keagamaan, kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah kebaktian, rapat mingguan untuk persiapan ibadah yang akan dilakukan setiap hari minggu di Gereja. Seperti penuturan NS (50) pada saat penelitian berlangsung beliau mengikuti kegiatan keagamaan sebanyak 12 kali pada bulan tersebut. Hal tersebut terjadi karena beliau adalah salah satu majelis di gereja tersebut. Oleh karena itu intensitasnya sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan keagamaan. Pada organisasi profesi kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan kegiatan pada organisasi keagamaan. Kegiatan yang paling sering dilakukan adalah rapat koordinasi dan sesekali melakukan kegiatan seminar. Seperti penuturan MS (42), mereka mendirikan koperasi dan melakukan rapat pemegang saham secara rutin. Koperasi ini sengaja dibentuk untuk membantu anggota-anggotanya sekaligus menggerakkan perekonomian organisasi yang dijalankan. 49 Pada organisasi lingkungan parsahutaon, kegiatan yang dilakukan tidak berbeda jauh dengan kegiatan organisasi marga. Organisasi lingkungan melakukan pertemuan lingkungan sekali dalam sebulan. Pada pertemuan itu digelar pula ibadah dan pengundian arisan. Perbedaan yang paling mencolok antara organisasi marga dengan organisasi parsahutaon adalah pada komposisi anggotanya. Kalo pada organisasi marga, batasaannya adalah marga tertentu namun pada organisasi parsahutaon, batasannya adalah wilayah lingkungan tertentu dan lintas marga. 6.1.4 Frekuensi Mengikuti Kegiatan Semakin banyak jumlah organisasi yang diikuti oleh seseorang maka akan bertambah tinggi pula frekuensi seseorang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan organisasi tersebut. Tabel 10 berikut ini akan dipaparkan frekuensi migran dalam mengikuti kegiatan-kegiatan kelembagaan yang diikutinya. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan dalam Sebulan Tahun 2011 Frekuensi Mengikuti Kegiatan Dalam Sebulan Jumlah Persentase 1-2 Kali 35 50,0 3-4 Kali 22 31,4 5-6 Kali 13 18,6 Total 70 100 6.1.5 Status dalam Kelembagaan yang Dimasuki Setiap responden pasti memiliki peranan dalam setiap kelembagaan yang dimasuki, baik itu sebagai dewan pembina, pengurus harian, maupun anggota biasa. Pada Gambar 4 berikut ini dijelaskan secara rinci peranan responden dalam organisasi. 50 Peranan Dalam Kelembagaan 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Dewan Pembina Pengurus Harian Anggota Biasa 10 27 70 Series1 Gambar 4. Peranan dalam Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB Cabang Bogor, 2011. Gambar di atas menjelaskan peranan responden dalam organisasi. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa dari 70 orang responden, sepuluh diantaranya memiliki posisi sebagai dewan Pembina di dalam organisasi yang dimasuki. Sebanyak 27 orang responden memiliki posisi sebagai pengurus harian dan 70 orang responden posisinya sebagai anggota biasa. 6.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Sosial Karakteristik Individu setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Begitupun dengan migran Batak Toba pastinya memiliki karakter yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini akan berpengaruh terhadap pola pikir, tindakan, dan pergaulan dalam masyarakat. Pada penelitian ini peneliti mencoba mengelaborasi sejauh mana pengaruh dari karakteristik individu terhadap proses sosial yang dijalani oleh migran. 6.2.1 Jenis Kelamin Hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 11. 51 Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Jenis Kelamin Jumlah Organisasi Total Rendah Sedang Tinggi Perempuan 3 12 0 15 Laki-laki 11 40 4 55 Total 14 52 4 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 11 sebesar 1,175. Nilai Chi-square tabel sebesar 5.991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan jumlah organisasi Hubungan antara jenis kelamin dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Jenis Kelamin Total Jenis Organisasi Marga Marga & Marga & Marga & Marga, Profesi, Marga, Agama, Profesi Agama Lingkungan Lingkungan Lingkungan Perempuan 4 0 3 6 0 2 15 Laki-Laki 24 2 1 16 3 9 55 Total 28 2 4 22 3 11 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 12 sebesar 9,545. Nilai Chi-square tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan jenis organisasi Hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 13. 52 Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki Responden di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Jenis Frekuensi Mengikuti Kegiatan Kelamin Total Rendah Sedang Tinggi Perempuan 9 3 3 15 Laki-laki 26 19 10 55 Total 35 22 13 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 13 sebesar 1,196. Nilai Chi-square tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi Hubungan antara jenis kelamin dengan status dalam organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Status dalam Organisasi yang Dimasuki Responden di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Jenis Kelamin Total Status dalam Organisasi Dewan Pengurus Pembina Harian Anggota Biasa Dewan Dewan Pengurus Dewan Pembina, Pembina, Harian, Pembina, Pengurus Anggota Anggota Pengurus Harian Biasa Biasa Harian, Anggota Biasa Perempuan 0 1 11 1 0 2 0 15 Laki-Laki 3 7 27 0 3 14 1 55 Total 3 8 38 1 3 16 1 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 14 sebesar 7,988. Nilai Chi-square tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan status dalam organisasi 53 6.2.2 Umur Hubungan antara umur dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Jumlah Responden Menurut Umur dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Umur Jumlah Organisasi Total Rendah Sedang Tinggi Muda 5 13 0 18 Tua 9 39 4 52 Total 14 52 4 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 15 sebesar 2,131. Nilai Chi-square tabel sebesar 5.991, maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan jumlah organisasi. Semakin tua umur responden semakin banyak organisasi yang dimasuki. Hal tersebut terjadi karena migran telah memiliki banyak kenalan dan menetap di Bogor dalam jangka waktu yang lama. Aktivitas pekerjaan yang semakin berkurang juga mendorong migran untuk lebih aktif berorganisasi. Seperti penuturan TS (58), setelah memasuki masa pensiun kerja, beliau mengikuti bermacam-macam organisasi untuk mengisi waktu kosong dan juga membagikan ilmu pengetahuan yang beliau punya. Hubungan antara umur dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Jumlah responden Menurut umur dengan Jenis Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Umur Jenis Organisasi Marga Total Marga & Marga & Marga & Marga, Profesi, Marga, Agama, Profesi Agama Lingkungan Lingkungan Lingkungan Muda 6 0 3 8 0 1 18 Tua 22 2 1 14 3 10 52 Total 28 2 4 22 3 11 70 54 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 16 sebesar 9,984. Nilai Chi-square tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan jenis organisasi yang diikuti. Pada Tabel 16 terlihat jelas, migran usia tua mendominasi seluruh kategori jenis organisasi yang dimasuki responden. Organisasi menjadi wadah bagi migran usia tua sebagai tempat bersosialisasi dan tempat berbagi pikiran yang sesuai dengan pemikirannya, terutama organisasi marga dan organisasi lingkungan. Hubungan antara umur dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Responden Menurut Umur dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Umur Frekuensi Mengikuti Kegiatan Total Rendah Sedang Tinggi Muda 12 4 2 18 Tua 23 18 11 52 Total 35 22 13 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 17 sebesar 2,726. Nilai Chi-square tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi. Tingkat partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan organisasi didominasi oleh kategori rendah. Hubungan antara umur dengan status dalam organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 18. 55 Tabel 18. Jumlah Responden Menurut Umur dan Status dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Umur Total Status dalam Organisasi Dewan Pengurus Anggota Dewan Dewan Pengurus Dewan Pembina Harian Biasa Pembina, Pengurus Pembina, Harian, Pembina, Anggota Anggota Pengurus Harian Biasa Biasa Harian, Anggota Biasa Muda 0 1 15 0 0 2 0 18 Tua 3 7 23 1 3 14 1 52 Total 3 8 38 1 3 16 1 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 18 sebesar 8,729. Nilai Chi-square tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara umur dengan status dalam organisasi. 6.2.3 Tingkat Pendidikan Hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah Organisasi Total Rendah Sedang Tinggi SD 0 2 0 2 SLTP 2 2 0 4 SMU 4 30 3 37 Perguruan Tinggi 8 18 1 27 Total 14 52 4 70 56 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 19 sebesar 6,856. Nilai Chi-square tabel sebesar 12,59159 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jumlah organisasi. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jenis Organisasi Marga Total Marga & Marga & Marga & Marga, Profesi, Marga, Agama, Profesi Agama Lingkungan Lingkungan Lingkungan SD 0 0 0 0 1 1 2 SLTP 2 0 0 2 0 0 4 SMU 12 1 0 16 1 7 37 Perguruan 14 1 4 4 1 3 27 28 2 4 22 3 11 70 Tinggi Total Nilai Chi-square hitung pada Tabel 20 sebesar 26,965. Nilai Chi-square tabel sebesar 24,995 maka ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jenis organisasi. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 21. 57 Tabel 21. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Total Rendah Sedang Tinggi SD 2 0 0 2 SLTP 4 0 0 4 SMU 16 13 8 37 Perguruan Tinggi 13 9 5 27 Total 35 22 13 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 21 sebesar 6,736. Nilai Chi-square tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi. Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan status dalam organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Status Dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Total Status dalam Organisasi Dewan Pembina Pengurus Harian Anggota Biasa Dewan Pembina, Pengurus Harian Dewan Pembina, Anggota Biasa Pengurus Harian, Anggota Biasa Dewan Pembina, Pengurus Harian, Anggota Biasa SD 0 1 1 0 0 0 0 2 SLTP 0 0 4 0 0 0 0 4 SMU 1 0 22 0 3 10 1 37 Perguruan Tinggi 2 7 11 1 0 6 0 27 Total 3 8 38 1 3 16 1 70 58 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 22 sebesar 22,801. Nilai Chi-square tabel sebesar 28,869 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan status dalam organisasi. 6.2.4 Daerah Asal Hubungan antara daerah asal dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Daerah Asal Jumlah Organisasi Total Rendah Sedang Tinggi Sumatera Utara 13 51 4 68 Luar Sumatera Utara 1 1 0 2 Total 14 52 4 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 23 sebesar 1,208. Nilai Chi-square tabel sebesar 5.991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara daerah asal dengan jumlah organisasi. Hubungan antara daerah asal dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jenis Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Daerah Asal Sumatera Jenis Organisasi Marga Total Marga & Marga & Marga & Marga, Profesi, Marga, Agama, Profesi Agama Lingkungan Lingkungan Lingkungan 26 2 4 22 3 11 68 2 0 0 0 0 0 2 28 2 4 22 3 11 70 Utara Luar Sumatera Utara Total 59 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 24 sebesar 3,088. Nilai Chi-square tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara daerah asal dengan jenis organisasi. Hubungan antara daerah asal dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Daerah Asal Frekuensi Mengikuti Kegiatan Total Rendah Sedang Tinggi Sumatera Utara 34 22 12 68 Luar Sumatera Utara 1 0 1 2 Total 35 22 13 70 Nilai Chi-square hitung pada Tabel 25 sebesar 1,742. Nilai Chi-square tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara daerah asal dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi. Hubungan antara daerah asal dengan status dalam organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 26. 60 Tabel 26. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Status dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Daerah Asal Status dalam Organisasi Dewan Pembina Pengurus Harian Anggota Biasa Dewan Pembina, Pengurus Harian Dewan Pembina, Anggota Biasa Pengurus Harian, Anggota Biasa Dewan Pembina, Pengurus Harian, Anggota Biasa Total Sumatera Utara 3 8 37 0 3 16 1 68 Luar Sumatera Utara 0 0 1 1 0 0 0 2 3 8 38 1 3 16 1 70 Total Nilai Chi-square hitung pada Tabel 26 sebesar 34,919. Nilai Chi-square tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara daerah asal dengan status dalam organisasi. Tabel 27. Hubungan Karakteristik Individu Dengan Proses Sosial Migran dengan Pengujian Menggunakan Crosstabs Karakteristik Individu Jenis Kelamin Umur Tingkat Pendidikan Daerah Asal Proses Sosial Jumlah Organisasi yang Dimasuki Jenis Organisasi yang Dimasuki KegiatanKegiatan yang Dilakukan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi Status dalam Organisasi Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Berhubungan Tidak Berhubungan 6.3 Hubungan Motivasi Terhadap Proses Sosial Motivasi migran untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik mendorong migran untuk selalu adaptif terhadap lingkungan sekitarnya. Migran melakukan adaptasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan berinteraksi. Interaksi yang dijalin oleh migran juga ada berbagai cara, contohnya adalah berinteraksi dengan mengikuti kegiatan-kegiatan diberbagai kelembagaan. Seperti penuturan OS (35), 61 beliau pada awalnya lebih senang untuk menghasbiskan waktu di rumah. Tetapi karena beliau seorang wirausahawan, beliau menggiatkan diri untuk ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan organisasi marga demi menambah relasi. Dampak keinginan yang kuat tersebut, OS (35) yang awalnya sangat suka menghabiskan waktu di rumah, akhirnya terlibat aktif dalam organisasi marga. Menurut OS (35), keikutsertaanya dalam organisasi marga tersebut sangat berdampak pada kepercayaan dirinya maupun kemajuan usaha yang dijalankannya. Lain lagi dengan penuturan SS (47), setelah pensiun dari tempat bekerja, beliau memiliki banyak waktu kosong. Karena kebiasaan beliau yang selalu aktif, maka beliau terjun di organisasi lebih giat lagi. Hal ini dilakukannya agar tidak merasa jenuh. Selain itu beliau juga suka membagikan pengetahuannya kepada anggota-anggota organisasi. 62 BAB VII KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA 7.1 Keberhasilan Sosial Dan Ekonomi. 7.1.1 Keberhasilan Ekonomi Penelitian ini mengukur penilaian responden terhadap rentang ekonominya pada saat sebelum migrasi, awal migrasi, pada saat penelitian berlangsung, dan harapan lima tahun mendatang dengan skala pengukuran 0 sampai 10. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan adanya perubahan kondisi ekonomi migran PPTSB dari waktu ke waktu. Gambaran perubahan ekonomi pada penelitian ini disajikan pada Tabel 28. Tabel 28. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Kondisi Ekonomi dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Kurun Waktu Perubahan Skor Ekonomi Rata-Rata < 0 0 1-2 3-4 Sebelum Migrasi - Awal Migrasi 0.57 4 30 36 0 Awal Migrasi - Saat Penelitian 2,80 0 1 26 39 Saat Penelitian - Harapan Lima 3,07 0 3 18 38 Tahun Mendatang >4 0 4 11 Kondisi ekonomi migran pada awal migrasi mengalami penurunan, peningkatan dan bahkan tidak berubah sama sekali. Sebanyak 4 orang migran mengalami penurunan kondisi ekonomi, 30 migran kondisi ekonominya tidak berubah dan 36 migran mengalami peningkatan ekonomi sebanyak 1-2 level. Pada saat peneitian berlangsung kondisi ekonomi migran mengalami kenaikan yang signifikan. Dari 70 migran, hanya 1 orang yang kondisi ekonominya tidak berubah, 26 orang mengalami peningkatan sebesar 1-2 level, 39 orang mengalami peningkatan sebesar 3-4 level, dan ada 4 migran mengalami kenaikan ekonomi diatas 4 level. Hasil penelitian berdasarkan skor ekonominya, menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat optimis untuk mencapai kondisi ekonomi yang lebih baik lagi 63 dimasa yang akan datang. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya jumlah migran yang perubahan ekonominya meningkat sebanyak 3-4 level. Pada saat penelitian berlangsung, migran yang mengalami peningkatan ekonomi sebanyak 3-4 level sebanyak 39 orang dibandingkan dengan pada awal migrasi. Harapan lima tahun mendatang sebanyak 38 migran berharap kondisi ekonominya meningkat sebanyak 3-4 level, dan 11 migran berharap kondisi ekonominya meningkat diatas 4 level. Kondisi ekonomi migran mengalami perubahan kearah yang lebih tinggi dari masa ke masa. Perubahan itu dapat dilihat dari peningkatan rata-rata skor ekonomi migran dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata kondisi ekonomi migran sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3. 7.1.2 Keberhasilan Sosial Perubahan partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan sosial yang dijalani oleh migran dapat dilihat secara rinci pada Tabel 29-32. Pada penelitian ini diukur penilaian responden terhadap partisipasinya mengikuti kegiatan adat, partisipasi mengikuti kegiatan lingkungan, partisipasi mengikuti kegiatan parsahutaon, dan partisipasinya mengikuti kegiatan keagamaan pada saat sebelum migrasi, awal migrasi, pada saat penelitian berlangsung, dan harapan lima tahun mendatang dengan skala pengukuran 0-10. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan adanya perubahan migran PPTSB dalam berpartisipasi mengikuti kegiatan sosial dari waktu ke waktu. 64 Tabel 29. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Kurun Waktu Sebelum Migrasi - Awal Migrasi Awal Migrasi - Saat Penelitian Saat Penelitian - Harapan Lima Tahun Mendatang Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Rata-Rata 0 < 0 1-2 3-4 >4 0,52 0 43 26 1 0 2,58 0 8 26 29 7 2,61 3 4 33 18 12 Perubahan partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat pada awal migrasi mengalami peningkatan yang kecil. Peningkatan tersebut terjadi pada 26 orang migran pada level 1-2 dan seorang migran pada level 3-4. Pada saat peneitian berlangsung partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat mengalami kenaikan yang signifikan. Dari 70 migran, 8 orang tidak mengalami perubahan partisipasi dalam mengikuti kegiatan adat, 26 orang mengalami peningkatan sebesar 1-2 level, 29 orang mengalami peningkatan sebesar 3-4 level, dan ada 7 migran mengalami peningkatan partisipasi dalam mengikuti kegiatan adat diatas 4 level. Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat mengalami perubahan kearah yang lebih tinggi dari masa ke masa. Perubahan itu dapat dilihat dari peningkatan rata-rata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta dalam mengikuti kegiatan adat. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 4. 65 Tabel 30. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Kurun Waktu Sebelum Migrasi - Awal Migrasi Awal Migrasi - Saat Penelitian Saat Penelitian - Harapan Lima Tahun Mendatang Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Rata-Rata 0 < 0 1-2 3-4 > 4 0,24 3 47 20 0 0 1,21 0 26 33 11 0 2,21 2 10 35 13 10 Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan mengalami peningkatan dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan ratarata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta dalam mengikuti kegiatan lingkungan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 31. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Kurun Waktu Sebelum Migrasi - Awal Migrasi Awal Migrasi - Saat Penelitian Saat Penelitian - Harapan Lima Tahun Mendatang Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Rata-Rata 0 < 0 1-2 3-4 > 4 0,51 1 40 27 2 0 2,15 2 6 37 16 9 2,42 0 8 32 19 11 Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon mengalami peningkatan dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan rata- 66 rata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta dalam mengikuti kegiatan parsahutaon. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 32. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 Kurun Waktu Sebelum Migrasi - Awal Migrasi Awal Migrasi - Saat Penelitian Saat Penelitian - Harapan Lima Tahun Mendatang Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Rata-Rata 0 < 0 1-2 3-4 > 4 0,38 5 36 28 1 0 1,75 2 8 43 14 3 3,14 2 1 22 33 12 Perubahan skor partisipasi mengikuti kegiatan keagamaan yang paling besar, terjadi pada harapan migran lima tahun mendatang. Hal tersebut dapat dilihat pada rata-rata perubahan skor yang meningkat secara signifikan dari 1,75 hingga mencapai 3,14. Hal ini terjadi karena responden semakin berumur semakin banyak memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Secara umum partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan mengalami peningkatan dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan rata-rata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini menunjukkan bahwa migran PPTSB tidak bisa terlepas dari peran serta mengikuti kegiatan keagamaan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan sebelum migrasi dan 67 pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 7. 68 BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan Motivasi utama migran Batak dalam melakukan migrasi adalah motif ekonomi, yaitu keterbatasan untuk mengembangkan diri di daerah asal sehingga memutuskan untuk melakukan migrasi. Selain keterbatasan untuk mengembangkan diri, keterbatasan lapangan pekerjaan juga menjadi faktor yang mendorong migran untuk bermigrasi. Dengan bermigrasi migran berharap bisa mengembangkan diri dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik. Faktor penarik dari daerah Bogor untuk dijadikan daerah tujuan migrasi adalah karena daerah Bogor menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik dibanding daerah asal. Kesempatan untuk mengembangkan diri juga terbuka luas. Selain hal tersebut, faktor lingkungan juga menjadi daya tarik tersendiri. Kualitas udara yang masih sejuk membuat migran nyaman untuk tinggal. Didukung pula dengan masyarakatnya yang ramah sehingga membuat kehidupan lingkungan yang cukup nyaman bagi migran. Migran PPTSB memasuki berbagai organisasi. Banyaknya kelembagaan yang dimasuki migran bervariasi dari satu hingga lima kelembagaan. Setiap migran tergabung dalam minimal satu kelembagaan. Jenis kelembagaan yang dimasuki adalah organisasi marga, keagamaan, profesi, dan organisasi lingkungan. Kelembagaan yang paling banyak dimasuki oleh migran adalah organisasi marga. Migran PPTSB lebih banyak berperan sebagai anggota biasa dibandingkan dengan pengurus. Perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga awal migrasi rendah, tetapi dari mulai migrasi hingga penelitian berlangsung sudah meningkat lebih tinggi dan harapan kedepan akan terjadi lagi perubahan yang lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat optimis untuk mencapai kondisi kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik dimasa yang akan datang. 69 8.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, migran perlu memaksimalkan lagi proses interaksi sosial demi mencapai kehidupan yang lebih berkualitas. Interaksi sosial sangat membantu migran dalam beradaptasi sehingga sangat disarankan untuk memasuki berbagai lembaga-lembaga yang ada di daerah tujuan migrasi. Organisasi menjadi sangat penting untuk membantu migran dalam melakukan adaptasi di daerah tujuan. Oleh karena itu dianjurkan kepada migran untuk memanfaatkan organisasi sebagai strategi bertahan hidup di daerah migrasi. 70 DAFTAR PUSTAKA Ali, Moh dan Moh. Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara. Anni, Catharina Tri et al. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK. Batu Bara, Jafar Umar. 2008. Proses Migrasi dan Gerak Kebudayaan Migran Etnik Jawa (Kasus: Desa Sidojadi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi Sumatera Utara) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. Daulay, Anwar Saleh. 2006. Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu: Analisis dari Sudut Prinsip Serta Urgensinya Dalam Merajut Integrasi dan Identitas Bangsa. Http://www.depdiknas.go.id/jurnal/35/adat_budaya_batak_dalihan_na_tolu. html. Diakses: 6 April 2010. Fadhilah, Aida Nurul. 2007. Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Masyarakat Migran Batak Mandailing (Kasus: Masyarakat Migran Batak Mandailing, Desa Ciomas Rahayu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. Fathoni, Abdurrahmat. 2005. Antropologi Sosial Budaya: Suatu Pengantar. Jakarta: Rineke Cipta. Fierda, Grace. 2007. Migrasi dan Pemanfaatan Dalihan Na Tolu pada Migran Etnis Batak Toba (Kasus: Migran Kumpulan Marga Aritonang di Bogor, Propinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB . Harahap, Taruli Asi. 2007. Tungku Tiga Batu. Http://www.ruma_metmet.blogspot.com/dalihan_na_tolu.html. Diakses: 16 Maret 2010. Ihromi, T.O. 1999. Antropologi Budaya. Jakarta: Obor Indonesia. Kontjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta. Lee, Everett S. 1976. Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta: Lembaga Kependudukan Universitas Gajah Mada. 71 Lubis, Djuara. 2010. Ai Ndang Adong Na Sotarpatupa Debata: Catatan Perjalanan HKBP Bogor. Bogor: HKBP Bogor. Mugniesyah. 2003. Pendidikan orang Dewasa. Program Studi Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Munir, R. 2000. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit UI. Munir, Rozy dan Budiarto. 1985. Aspek Demografis Tenaga Kerja. Jakarta: Akademika Presindo. Naim, Mochtar. 1979. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Pane, Mei Dame. 2004. Migrasi Etnis Batak Toba dan Sektor Informal di DKI Jakarta (Kasus: Migran Etnis Toba yang Berusaha/ Bekerja pada Usaha Pelumas dan Tambal Ban di DKI Jakarta) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. Purba, O.H.S. dan Elvis F. Purba. 1997. Migrasi Spontan Batak Toba (Marsesak). Medan: Monora. Rajamarpodang, Gultom Dj. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak. Medan: Armanda. Ram, Wariso. 1989. Migrasi Sirkuler dan Sektor Informal di Kotamadya Bogor. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, IPB. Ritonga, dkk. 1993. Peranan Pendidikan dalam Pembinaan Kebudayaan Daerah Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES. Sihombing, T. M. 1986. Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka. Sjahrir, Kartini. 1990. Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Kasus Sektor Konstruksi. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada. Stevenson, Nancy, 2001. Seni Memotivasi. Yogyakarta: Andi Offset. 72 Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Sumantri, dkk. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Rumah Tangga: Eksplorasi Data Sakerti 1997-2000. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Utomo, Agus Hari, 2005. Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang Menjadi Pengurus OSIS dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang. Wibisono, Eka Adrian, 2004. Hubungan Interaksi Remaja dalam Peer group dengan Pengambilan Keputusan Remaja di SMA Unggulan Nurul Islami Semarang Tahun Pelajaran 2003/2004. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang . Yulianto. 1993. Motivasi dan Partisipasi Pengurus Organisasi Berbagai Organisasi Wanita (Studi Kasus pada Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW) Tingkat I Provinsi Lampung. [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB. 73 LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden KUESIONER PENELITIAN Responden Yth, Saya MULIA SLAMAT SINAGA, mahasiswa Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak”. Penelitian ini merupakan bagian dari skripsi yang sedang saya selesaikan. Demi tercapainya hasil penelitian ini, dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk berpartisipasi mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar. Semua informasi yang diterima sebagai hasil kuesioner ini bersifat rahasia dan dipergunakan hanya untuk kepentingan akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam pengisian kuesioner ini. Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih. Profil Responden Isilah pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda silang (x) pada setiap pertanyaan yang terdapat pilihan jawaban! 1. Nama : ………………………………………………….. 2. Jenis Kelamin : a. Perempuan 3. Umur : ………………….. tahun 4. Pendidikan Terakhir : a. SD/sederajat b. SMP /sederajat c. SMU/sederajat d. Perguruan Tinggi 5. Domisili Sebelum pindah Ke Bogor Kota …………………… Propinsi……………... b. Laki-laki 74 6. Apakah pekerjaan anda (responden)? Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia. No 1 2 3 4 5 6 7 8 Pekerjaan Sebelum ke Bogor Utama Tambahan Sesudah di Bogor Utama Tambahan Petani/nelayan Wirausaha Pedagang/pemodal Pegawai negeri Pegawai swasta Polisi/tentara Tidak bekerja/pensiunan Lainnya, sebutkan! 7. Apakah pekerjaan pasangan (suami atau istri) anda? Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia. No 1 2 3 4 5 6 7 8 Pekerjaan Sebelum ke Bogor Utama Tambahan Sesudah di Bogor Utama Tambahan Petani/nelayan Wirausaha Pedagang/pemodal Pegawai negeri Pegawai swasta Polisi/tentara Tidak bekerja/pensiunan Lainnya, sebutkan! 8. Lokasi anda bekerja saat ini: a. Bogor b. Jakarta c. Bekasi d. Tangerang e. Lainnya, sebutkan………………………………………………………... 75 Migrasi 9. Apa faktor yang mendorong anda dalam melakukan migrasi dari daerah asal anda? Jawaban: …………………. 10. Apa faktor penarik dari Bogor sehingga anda melakukan migrasi ke Bogor? Jawaban: …………………. 11. Siapa yang memberi keputusan anda untuk pindah ke Bogor? Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia. No Anggota keluarga Dukungan Ya 1 2 3 4 5 Tidak Ayah Ibu Suami/Istri Anak Lainnya, sebutkan…. Jelaskan :…………………………………………………………………………… 12. Saat tiba pertama kali di Bogor, siapa yang anda hubungi pertama kali agar dapat bertahan di daerah migrasi? Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia. No Orang yang dihubungi Jawaban Ya 1 2 3 4 5 Tidak Sahabat Teman sekampung Saudara Rujukan dari orang Lainnya, sebutkan…. Jelaskan :…………………………………………………………………………… 13. Berapa kali frekuensi anda pulang ke daerah asal? Jawaban: …… kali/tahun 76 Interaksi Sosial 14. Apakah saat ini anda sedang mengikuti perkumpulan atau organisasi? ( ) ya ( ) tidak Jika jawaban ya, isi kolom dibawah ini N O Frekuensi mengikuti kegiatan/bulan Peranan anda dalam perkumpulan atau organisasi a b a 1-2 kali per bulan b 3-4 kali per bulan a Dewan pembina b Pengurus harian c c 5-6 kali per bulan c Anggota biasa a b a 1-2 kali per bulan b 3-4 kali per bulan a Dewan pembina b Pengurus harian c a b c 5-6 kali per bulan a 1-2 kali per bulan b 3-4 kali per bulan c Anggota biasa a Dewan pembina b Pengurus harian c c 5-6 kali per bulan c Anggota biasa 4 a b c a 1-2 kali per bulan b 3-4 kali per bulan c 5-6 kali per bulan a Dewan pembina b Pengurus harian c Anggota biasa 5 a b a 1-2 kali per bulan b 3-4 kali per bulan a Dewan pembina b Pengurus harian c c 5-6 kali per bulan c Anggota biasa 1 2 3 Nama Perkumpulan atau Organisasi Kegiatan- kegiatan yang dilakukan 77 Untuk menjawab pertanyaan no 15-37 perhatikan panduan gambar yang disediakan di bawah ini! Berikut adalah sebuah gambar tangga dengan sepuluh anak tangga. 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat ekonomi anda, 15. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 16. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 17. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor? Anak tangga ke…… 18. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang? Anak tangga ke…… 78 Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam mengikuti kegiatan adat, 19. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 20. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 21. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor? Anak tangga ke…… 22. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang? Anak tangga ke…… 23. Berapa kali anda mengikuti kegiatan adat dalam sebulan dalam 3 bulan terakhir? Sebutkan! …….. kali per bulan. Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam mengikuti kegiatan lingkungan, 24. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 25. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 26. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor? Anak tangga ke…… 27. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang? Anak tangga ke…… 28. Berapa kali anda mengikuti kegiatan lingkungan dalam sebulan 3 bulan terakhir? Sebutkan! …….. kali per bulan. 79 Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam mengikuti kegiatan parsahutaon, 29. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 30. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 31. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor? Anak tangga ke…… 32. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang? Anak tangga ke…… 33. Berapa kali anda mengikuti kegiatan parsahutaon dalam sebulan 3 bulan terakhir? Sebutkan! …….. kali per bulan. Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam mengikuti kegiatan keagamaan, 34. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 35. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor? Anak tangga ke…… 36. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor? Anak tangga ke…… 37. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang? Anak tangga ke…… 38. Berapa kali anda mengikuti kegiatan keagamaan dalam sebulan 3 bulan terakhir? Sebutkan! …….. kali per bulan. 80 39. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati: a. Milik Sendiri b. Kontrak/sewa c. Bebas sewa d. Dinas e. Rumah milik orangtua/saudara f. Lainnya, sebutkan……. 40. Jenis atap terluas a. Beton b. Genteng c. Seng d. Asbes e. Lainnya 41. Jenis dinding terluas a. Tembok b. Kayu c. Bambu d. Lainnya 42. Jenis lantai terluas a. Tanah b. Bukan tanah 43. Luas lantai:………………..m² 44. Sumber air minum a. Leding b. Pompa c. Lainnya 81 45. Apakah rumah tangga anda memiliki harta berikut ini? Sebutkan jumblahnya Harta Mobil Motor Sepeda Televisi Cd atau dvd player Lemari es Mesin cuci Sebelum merantau Awal merantau Saat ini 46. Sumber penerangan a. PLN (berapa watt), sebutkan…. b. Non PLN, sebutkan………. 47. Berapa besar uang (Rp) yang dibelanjakan rumah tangga anda perbulan? Sebutkan……. 48. Berapa pendapatan (Rp) rumah tangga anda perbulan? Sebutkan……. 49. Apakah rumah tangga anda memiliki pendapatan tunai dari sumber berikut ini? (jawaban: ya dan tidak) Sumber pendapatan Gaji sebagai pegawai Pendapatan dari usaha Menyewakan aset Bunga tabungan atau asset keuangan lainnya Uang pensiun Bantuan sosial atau program pemerintah lainnya Sebelum merantau Awal merantau Saat ini 82 Lampiran 2. Chi-Square Tests Karakteristik Individu dengan Proses Sosial a. Chi-Square Tests Umur dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki Value Pearson Chi-Square df a 2 .344 3.075 2 .215 1.837 1 .175 2.131 Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. (2-sided) 70 a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.03. b. Chi-Square Tests Umur dengan Jenis Organisasi Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9.984 a 5 .076 Likelihood Ratio 10.668 5 .058 .066 1 .798 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 70 a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .51. 83 c. Chi-Square Tests Umur dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi Value Pearson Chi-Square df a 2 .256 2.778 2 .249 2.369 1 .124 2.726 Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. (2-sided) 70 a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.34. d. Chi-Square Tests Umur dan Status Dalam Organisasi Value df Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 8.729 a 6 .189 Likelihood Ratio 10.739 6 .097 1.358 1 .244 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 70 a. 10 cells (71.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .26. 84 e. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Jumlah Organisasi Value Pearson Chi-Square df a 6 .334 7.226 6 .300 .643 1 .423 6.856 Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. (2-sided) 70 a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11. f. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Jenis Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 15 .029 23.740 15 .070 4.299 1 .038 26.965 70 a. 19 cells (79.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06. 85 g. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association df Asymp. Sig. (2-sided) a 6 .346 9.053 6 .171 1.769 1 .183 6.735 N of Valid Cases 70 a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37. h. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Status dalam Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 18 .198 28.119 18 .060 .061 1 .805 22.801 70 a. 24 cells (85.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03. 86 i. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Jumlah Organisasi Value Pearson Chi-Square df a 2 .547 1.076 2 .584 1.093 1 .296 1.208 Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases Asymp. Sig. (2-sided) 70 a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11. j. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Jenis Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 5 .686 3.754 5 .585 2.401 1 .121 3.088 70 a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06. 87 k. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio df Asymp. Sig. (2-sided) a 2 .419 2.031 2 .362 .342 1 .559 1.742 Linear-by-Linear Association N of Valid Cases 70 a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37. l. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Status dalam Organisasi Value Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association N of Valid Cases df Asymp. Sig. (2-sided) a 6 .000 8.915 6 .178 .018 1 .894 34.919 70 a. 11 cells (78.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03. 88 Lampiran 3 Paired Samples Correlations Perubahan Skor Ekonomi Responden Pair 1 Sig. 70 .778 .000 70 .626 .000 70 .501 .000 Tingkat Ekonomi Awal Migrasi & Tingkat Ekonomi Saat Penelitian Pair 3 Correlation Tingkat Ekonomi Sebelum Migrasi & Tingkat Ekonomi Awal Migrasi Pair 2 N Tingkat Ekonomi Saat Penelitian & Harapan Lima Tahun Mendatang Lampiran 4 Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Responden Pair 1 N Correlation Sig. 70 .804 .000 70 .356 .002 70 .360 .002 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Sebelum Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Awal Migrasi Pair 2 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Awal Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Saat Penelitian Pair 3 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Saat Penelitian & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat Lima Tahun mendatang 89 Lampiran 5 Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Responden Pair 1 N Correlation Sig. 70 .891 .000 70 .704 .000 70 .572 .000 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Sebelum Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Awal Migrasi Pair 2 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Awal Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Saat Penelitian Pair 3 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Saat Penelitian & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan Lima Tahun Mendatang 90 Lampiran 6 Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Responden Pair 1 N Correlation Sig. 70 .732 .000 70 .056 .644 70 .543 .000 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Sebelum Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Awal Migrasi Pair 2 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Awal Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Saat penelitian Pair 3 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Saat penelitian & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Lima Tahun Mendatang 91 Lampiran 7 Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Responden Pair 1 N Correlation Sig. 70 .448 .000 70 .365 .002 70 .441 .000 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Sebelum Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Awal Migrasi Pair 2 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Awal Migrasi & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Saat penelitian Pair 3 Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Saat penelitian & Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan Lima Tahun Mendatang