Migrasi Dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak

advertisement
i
MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN
BATAK
(Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga
Dohot Boru Cabang Bogor)
Oleh :
MULIA SLAMAT SINAGA
I34050069
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
ii
ABSTRACT
This study is aimed to indentify some factors that encourages Batak migrant
doing migration into Bogor City, analyze social interaction process that weaved
by Batak migrant in Bogor City, analyze connection between social interaction
process with migrant economic and social success. This study is conducted with
survey method. The main motivation of Batak migrant doing migration is an
economic motive. Batak migrant migrate to Bogor because they have a better
economic chances compared to their native place, an opportunities to develop
themself wide open as well, and comfotable environtment. These migrants
participated in various organization as a form of adaptation in Bogor. Migrant
adaptation proccess affect migrant social and economic success. In general, they
optimist will have a better life in Bogor.
Keyword: Adaptation, Batak, Migration
iii
RINGKASAN
MULIA SLAMAT SINAGA. Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak
(Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang
Bogor). Di bawah bimbingan DJUARA P. LUBIS.
Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di
Indonesia. Orang Batak sangat banyak yang bermigrasi. Migrasi terjadi karena
kesempatan untuk mengembangkan diri di daerah asal cukup terbatas, baik oleh
faktor alam maupun ketersediaan insfrastruktur. Pembangunan yang tidak merata
antara daerah dan kota, kesempatan memperoleh pendidikan, dan kesempatan
memperoleh pekerjaan yang lebih baik di daerah tujuan. Hal tersebut menjadi
pemicu tingginya mobilitas orang Batak. Mobilitas yang tinggi, semangat serta
perasaan ingin tahu yang sangat besar menjadi salah satu faktor yang membuat
suku Batak tersebar dimana-mana di Nusantara pun di luar negeri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mendorong migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor, (2) menganalisis
proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor, (3)
menganalisis hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan migran
secara ekonomi dan sosial. Dengan diketahuinya ketiga komponen tersebut maka
dapat memberikan gambaran migran Batak marga Sinaga dan proses adaptasi
yang dijalani di Bogor.
Populasi yang menjadi subjek adalah keluarga migran Batak yang terdaftar
di Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) cabang Bogor.
Populasi diperoleh berdasarkan pencataan yang terdapat pada PPTSB cabang
Bogor yang berjumlah 231 keluarga. Dengan menggunakan Rumus Slovin ukuran
sampel yang diteliti adalah 70 keluarga. Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik pengambilan sampel random sederhana (simple random sampling).
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer
yang diperlukan diperoleh langsung dari responden, sedangkan data sekunder
diperoleh melalui artikel, Badan Pusat Statistik (BPS), Sekretariat Punguan
Pomparan Toga Sinaga (PPTSB), penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan
iv
dengan penelitian ini. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada
responden. Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner yang disusun secara
terstruktur. Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis deskriptif,
Uji Crosstabs, dan Uji Paired Sample t-tes.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa motivasi
utama migran Batak dalam melakukan migrasi adalah motif ekonomi, yaitu
keterbatasan untuk mengembangkan diri di daerah asal, keterbatasan untuk
mengembangkan diri, keterbatasan lapangan
pekerjaan. Faktor penarik dari
daerah Bogor untuk dijadikan daerah tujuan migrasi adalah Bogor menjanjikan
kehidupan ekonomi yang lebih baik dibanding daerah asal, kesempatan untuk
mengembangkan diri juga terbuka luas, lingkungan yang nyaman, kualitas udara
yang masih sejuk, masyarakat yang ramah sehingga membuat kehidupan
lingkungan yang cukup nyaman bagi migran.
Setelah melakukan migrasi ke Bogor, migran memasuki berbagai
kelembagaan. Banyaknya kelembagaan yang dimasuki migran sangat bervariasi,
berkisar satu hingga lima kelembagaan. Setiap migran tergabung dalam minimal
satu kelembagaan. Jenis kelembagaan yang dimasuki adalah organisasi marga,
keagamaan, profesi, dan organisasi lingkungan.
Perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga awal
migrasi rendah, tetapi dari mulai migrasi hingga penelitian berlangsung sudah
meningkat lebih tinggi dan harapan kedepan akan terjadi lagi perubahan yang
lebih tinggi lagi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat
optimis untuk mencapai kondisi kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik
dimasa yang akan datang.
v
MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN
BATAK
(Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga
Dohot Boru Cabang Bogor)
MULIA SLAMAT SINAGA
I34050069
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
vi
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
DEPARTEMEN
SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini mengesahkan skripsi:
Nama Mahasiswa
: Mulia Slamat Sinaga
NIM
: I34050069
Judul Skripsi
: Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak (Studi
Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot
Boru Cabang Bogor)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Dosen Pembimbing
Dr. Ir Djuara P. Lubis, MS
NIP 19600315 198503 1002
Mengetahui
Ketua Departemen Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP 19550630 198103 1 003
Tanggal Kelulusan:
vii
LEMBAR PERNYATAAN
SAYA MENYATAKAN DENGAN SEBENAR-BENARNYA BAHWA
SKRIPSI DENGAN JUDUL MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL
MIGRAN BATAK (STUDI KASUS MIGRAN PARSADAAN POMPARAN
TOGA SINAGA DOHOT BORU CABANG BOGOR) ADALAH HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DENGAN ARAHAN DOSEN PEMBIMBING
AKADEMIK, DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN PADA
PERGURUAN
TINGGI
MANAPUN.
SUMBER
INFORMASI
YANG
BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN
TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN
DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI
BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Januari 2012
Mulia Slamat Sinaga
I34050069
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Karesek pada 2 Februari 1987. Anak ketiga, dari pasangan
suami istri M. Sinaga dan R. br. Limbong. Penulis menyelesaikan pendidikan di
Sekolah Dasar Negeri Simantin II, Simalungun Provinsi Sumatera Utara pada
tahun 1999. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Bintang Timur Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2002.
Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Umum Budi
Mulia Pematang Siantar dan lulus pada tahun 2005.
Tahun 2005, Penulis mendapatkan kesempatan untuk belajar di Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Penulis kemudian memilih mayor Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia dan minor Pengembangan
Usaha Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah, penulis pernah aktif
dalam beberapa organisasi. Penulis pernah menjabat sebagai staf divisi
komunikasi dan informasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekologi Manusia
periode 2007-2008, ketua OMDA Ikatan Mahasiswa Siantar Sekitarnya periode
2007-2008, anggota divisi Multimedia Himasiera (Himpunan Mahasiswa Peminat
Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) Institut Pertanian Bogor
periode 2007-2009, BPC GMKI (Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa
Kristen Indonesia) Bogor periode 2008-2009.
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul “MIGRASI DAN PROSES INTERAKSI SOSIAL MIGRAN
BATAK (Studi Kasus Migran Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot
Boru Cabang Bogor)”.
Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis
ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Papa dan Mama tercinta buat semua nasehatnya, Ramian, Junedi, Mr.
Haloho, Dini, Abel, Demessi yang selalu setia menemani dengan doa,
kasih sayang, perhatian, semangat dan motivasi yang begitu besar.
2. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen pembimbing skripsi, atas
bimbingan, waktu, koreksi, pemikiran serta sarannya sehingga skripsi ini
dapat saya selesaikan dengan baik.
3. Sahabat-sahabatku: Sarah YT, HOD 333, KPMers, P43, Nelo’s Fam, dan
Holmz yang selalu memberi dorongan dan motivasi yang begitu besar.
4. Teman-teman seperjuangan KPM 42 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu atas kerjasamanya selama ini. Sahabat selamanya....
5. Keluarga Besar PPTSB Cabang Bogor.
6. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan
dan kerjasamanya selama ini. God Bless You All.
Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi
yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dibidang komunikasi dan
pengembangan masyarakat. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya.
Bogor, Januari 2012
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xiii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................
xviii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................
4
1.4 Kegunaan Penelitian ..................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................
6
2.1 Migrasi .......................................................................................
6
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi .....................
6
2.1.2 Proses Migrasi ..................................................................
8
2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi .....................................................
10
2.2 Motivasi .....................................................................................
11
2.3 Interaksi Sosial ..........................................................................
12
2.4 Konsep Kebudayaan ..................................................................
15
2.5 Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba ...............................
16
2.5.1 Sejarah Batak ....................................................................
16
2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan ........................................
17
2.5.3 Dalihan Na Tolu ...............................................................
18
2.6 Kerangka Pemikiran .................................................................
20
2.7 Hipotesis Penelitia....................................................................
23
2.8 Definisi Operasional.................................................................
24
xi
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN .......................................................
27
3.1 Metode Penelitian.....................................................................
27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
27
3.3 Metode Pengambilan Sampel...................................................
27
3.3.1 Populasi ...........................................................................
27
3.3.2 Ukuran Sampel ................................................................
28
3.4 Teknik Pemilihan Sampel ........................................................
28
3.5 Teknik Pengumpulan Data .......................................................
28
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .....................................
29
3.6.1 Analisis Deskriptif ..........................................................
29
3.6.2 Crosstabs ........................................................................
30
3.6.3 Paired Sample t-tes ..........................................................
30
BAB IV GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA
SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN
RESPONDEN PENELITIAN .........................................................
32
4.1 Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi .....................................
32
4.2 Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor .................................
33
4.3 Karakteristik Responden............................................................
34
4.3.1 Umur ...............................................................................
34
4.3.2 Tingkat Pendidikan.........................................................
34
4.3.3 Daerah Asal ....................................................................
35
4.3.4 Pekerjaan .........................................................................
36
BAB V FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN
DAN KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR ............................................
38
5.1 Faktor Pendorong Migrasi ........................................................
38
5.1.1 Motivasi Ekonomi ............................................................
39
5.1.2 Motivasi Pendidikan .........................................................
39
5.2 Faktor Penarik Migrasi ..............................................................
40
5.3 Kehidupan Awal di Bogor .........................................................
41
5.4 Hubungan Dengan Daerah Asal ................................................
43
xii
BAB VI PROSES SOSIAL MIGRAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA .............................................................
45
6.1 Proses Sosial ...........................................................................
45
6.1.1 Jumlah Kelembagaan yang Dimasuki .............................
46
6.1.2 Jenis Kelembagaan yang Dimasuki ................................
46
6.1.3 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Kelembagaan ..........
47
6.1.4 Frekuensi Mengikuti Kegiatan........................................
49
6.1.5 Status dalam Kelembagaan yang Dimasuki....................
49
6.2 Faktor yang mempengaruhi Proses Sosial ..............................
50
6.2.1 Jenis Kelamin ..................................................................
50
6.2.2 Umur ...............................................................................
53
6.2.3 Tingkat Pendidikan .........................................................
55
6.2.4 Daerah Asal.....................................................................
58
6.3 Hubungan Motivasi Terhadap Proses Sosial ..........................
60
BAB VII KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA .............................................................
62
7.1 Keberhasilan Sosial Dan Ekonomi .........................................
62
7.1.1 Keberhasilan Ekonomi ....................................................
62
7.1.2 Keberhasilan Sosial.........................................................
63
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
68
8.1 Kesimpulan .............................................................................
68
8.2 Saran .......................................................................................
69
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
70
LAMPIRAN ..................................................................................................
73
xiii
DAFTAR TABEL
Nomor
Tabel 1.
Halaman
Jumlah
dan
Persentase
Responden
Berdasarkan
Golongan Umur di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............
Tabel 2.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ...............
Tabel 3.
35
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah
Asalnya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 .........................
Tabel 4.
34
Jumlah
dan
Persentase
Responden
36
Berdasarkan
Pekerjaan Utamanya di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ............................................................................................
Tabel 5.
37
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi
Tahun 2011 .................................................................................
Tabel 6.
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011...........
Tabel 7.
38
40
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
Tabel 8.
43
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Kunjungan ke Daerah Asal Tahun
2011 ............................................................................................
Tabel 9.
43
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Banyaknya Kelembagaan yang
Dimasuki Tahun 2011 ..............................................................
46
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang
Bogor Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan
dalam Sebulan Tahun 2011 ........................................................
49
xiv
Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah
Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
51
Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis
Organisasi yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
Tabel 13. Jumlah
Responden
Frekuensi
Mengikuti
Menurut
Jenis
Kegiatan
Kelamin
Organisasi
51
dan
yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 .......................
52
Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Status
dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ......................................................................
Tabel 15. Jumlah
Responden
Menurut
Umur
dan
52
Jumlah
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
53
Tabel 16. Jumlah responden Menurut Umur dan Jenis Organisasi
yang
Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ............................................................................................
53
Tabel 17. Jumlah Responden Menurut Umur dan Frekuensi
Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................
54
Tabel 18. Jumlah Responden Menurut Umur dan Status dalam
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
Tabel 19. Jumlah Responden Menurut Tingkat
55
Pendidikan dan
Jumlah Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ......................................................................
Tabel 20. Jumlah Responden Menurut Tingkat
Jenis Organisasi yang
55
Pendidikan dan
Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ......................................................................
56
xv
Tabel 21. Jumlah Responden Menurut Tingkat
Frekuensi
Mengikuti
Kegiatan
Pendidikan dan
Organisasi
yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 .......................
Tabel 22. Jumlah Responden Menurut Tingkat
Status dalam Organisasi yang
57
Pendidikan dan
Dimasuki di PPTSB
Cabang Bogor Tahun 2011 ........................................................
57
Tabel 23. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jumlah
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
58
Tabel 24. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jenis
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
58
Tabel 25. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Frekuensi
Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................................
59
Tabel 26. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Status
Dalam Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ......................................................................
60
Tabel 27. Hubungan Karakteristik Individu dengan Proses Sosial
Migran dengan Pengujian Menggunakan Chi-square
Test .............................................................................................
60
Tabel 28. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Kondisi Ekonomi dan Kurun
Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011 ............................
62
Tabel 29. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Adat dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011 ............................................................................................
64
Tabel 30. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
65
xvi
Tabel 31. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011 ......................................................................
65
Tabel 32. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor
Penilaiannya Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011 .................................................................................
66
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Gambar. 1 Kerangka Pemikan .....................................................................
22
Gambar. 2 Tangga Skala Perubahan ............................................................
29
Gambar. 3 Sebaran Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB
Cabang Bogor, 2011...................................................................
47
Gambar. 4 Peranan dalam Kelembagaan yang Dimasuki Responden
PPTSB Cabang Bogor, 2011 ......................................................
50
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden ..................................
73
Lampiran 2. Chi-Square Tests
Karakteristik Individu dengan Proses Sosial ...........................
82
Lampiran 3. Paired Samples Correlations
Perubahan Skor Ekonomi Responden......................................
88
Lampiran 4. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Adat Responden ......................................
88
Lampiran 5. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Lingkungan Responden ..........................
89
Lampiran 6. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Parsahutaon Responden ..........................
90
Lampiran 7. Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Keagamaan Responden ...........................
91
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang cukup luas dari Sabang sampai
Merauke dan dari Mianggas hingga Pulau Rote. Indonesia memiliki tidak kurang
dari 400 suku bangsa (Ritonga dkk, 1993). Suku bangsa tersebut terbagi atas
berbagai agama, kepercayaan, tingkat ekonomi, latar belakang pendidikan,
pengetahuan politik yang sangat berbeda-beda. Nilai-nilai budaya yang terdapat
pada masing-masing komunitas menjadi penanda identitas dan penjaga nilai-nilai
serta pemersatu antar satu dengan yang lain. Salah satu kekayaan sosial kultural
Indonesia adalah Suku Batak.
Suku Batak adalah salah satu suku dari sekian banyak suku yang ada di
Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia tahun 2008, “Batak”
mempunyai
arti
petualang,
pengembara,
sedang
“membatak”
berarti
berpetualang, pergi mengembara. Orang Batak sangat suka mengembara.
Mobilitas yang tinggi dan semangat serta perasaan ingin tahu yang sangat besar
menjadi salah satu faktor yang membuat suku ini tersebar dimana-mana di
Nusantara pun di luar negeri (Naim, 1979).
Riwayat migrasi sudah setua riwayat manusia. Orang mungkin bermigrasi
karena terpaksa, diatur atau tidak diatur, berkelompok atau secara perorangan.
Sebagai pendorong mungkin keadaan alam (termasuk bencana alam), keadaan
politik, keadaan ekonomi atau kelangkaan berbagai fasilitas. Walaupun dalam
keputusan bermigrasi berbagai faktor mempengaruhi, secara umum kiranya faktor
ekonomi dapat dianggap dominan. Faktor psikologi sosial jelas mengambil bagian
pula karena tindakan ini menyangkut suatu pengambilan keputusan yang penting
bagi seseorang atau keluarga yang bersangkutan. Bermigrasi sering merupakan
keputusan yang begitu penting karena dapat merubah jalan hidup seseorang atau
juga kelompok dan keturunan mereka secara fundamental (Singarimbun, 1979
dalam Naim, 1979).
Migrasi terjadi karena kesempatan untuk mengembangkan diri di daerah
asal cukup terbatas, baik oleh faktor alam maupun ketersediaan insfrastruktur.
2
Pembangunan yang tidak merata antara daerah mereka dan kota, kesempatan
memperoleh pendidikan, kesempatan memperoleh pekerjaan yang lebih baik di
daerah tujuan, sehingga membuat mobilitas orang Batak cukup tinggi, salah
satunya dengan merantau atau yang biasa disebut migrasi. Migrasi adalah suatu
bentuk gerak penduduk secara geografis, spasial atau teroterial antara unit
geografis, sehingga terjadi suatu perubahan tempat tinggal dari tempat tinggal ke
tempat tujuan. Migrasi dilakukan dengan melewati batas administrasi suatu daerah
atau wilayah dengan tujuan untuk mempertahankan atau memperbaiki kehidupan,
baik untuk dirinya maupun untuk keluarganya (Rusli, 1995).
Menurut sensus 1930 suku bangsa Batak merupakan suku yang jumlah
migrannya mencapai 15,3 persen dari jumlah penduduk yang bersuku Batak. Suku
bangsa Batak yang terdata pada saat itu dan menempati urutan kedua secara
persentase dalam hal migrasi penduduk pada suku-suku bangsa utama di
Indonesia. Jumlah migran suku bangsa Batak mencapai 140.776 orang dari total
919.462
orang.
Cunningham
(1958)
yang
dikutip
oleh
Naim
(1979)
memperkirakan bahwa dalam periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta
orang Batak Toba yang bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada
tahun 1960 lebih dari 1 juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah
bermigrasi ke luar daerah Batak. Castles (1967) juga memperkirakan bahwa tahun
1961 terdapat kira-kira 29.000 orang Batak berdiam di Jakarta, 40.000 sampai
50.000, berada di Jawa (Naim, 1979).
Suku Batak juga tetap membawa budayanya ke daerah tujuan migrasi.
Seperti yang disebutkan Siahaan (1982) yang dikutip oleh Daulay (2006) bahwa
sekalipun di daerah rantau, suku Batak selalu peduli dengan identitas sukunya,
seperti berusaha mendirikan perhimpunan semarga atau sekampung dengan tujuan
untuk menghidupkan ide-ide adat budayanya. Proses belajar kebudayaan yang
dilakukan migran ini akan berpengaruh terhadap pola sikap, pola tindak dan pola
sarana masyarakat migran itu sendiri maupun terhadap penduduk asli setempat,
tanpa harus meninggalkan identitas sukunya dan tetap mempertahankan adatistiadat mereka. Hal ini bisa terjadi karena orang Batak selalu memegang teguh
prinsip dalihan na tolu. Dalihan na tolu, sebagai identitas orang Batak akan selalu
dihayati kemanapun mereka tinggal, karena dalihan na tolu merupakan hakekat
3
interaksi orang Batak dengan lingkungan hidupnya yang diwariskan oleh nenek
moyangnya.
Masyarakat dengan etnik tertentu yang melakukan migrasi ke suatu tempat
dengan membawa budaya yang berbeda akan mengalami proses belajar
kebudayaan, sehingga akan beradaptasi dan belajar menerima kebudayaan
penduduk asli begitu juga sebaliknya. Kaum migran akan melakukan strategi
untuk dapat beradaptasi di daerah tujuan guna mempertahankan kehidupan dan
kelangsungan pekerjaannya. Berbagai macam strategi adaptasi dilakukan oleh
berbagai macam kaum migran di daerah tujuannya. Strategi adaptasi yang
dilakukan meliputi proses penyesuaian migran terhadap lingkungan sosial yang
baru dan strategi adaptasi untuk mempertahankan atau memperbesar kondisi
ekonomi (Sjahrir, 1995).
Masyarakat sebagai sistem sosial terbentuk karena adanya interaksi antar
individu didalamnya. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis dan menyangkut hubungan antar orang-orang perorangan, antara
kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok
manusia. Apabila dua orang bertemu maka interaksi sosial dimulai pada saat itu
(Gillin dan Gillin, 1954 dalam Soekanto, 1990).
Melihat realita dan fakta yang ada maka menjadi menarik untuk di kaji
tentang “Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Migran Batak Toba di Bogor”.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya migrasi, proses adaptasi di daerah
tujuan dan bagaimana proses interaksi sosial yang terjadi pada migran dalam
usaha untuk bertahan dan berhasil didaerah tujuan migrasi.
1.2 Perumusan Masalah
Sebagaimana diketahui bahwa fenomena mobilitas penduduk dari desa ke
kota yang terjadi dewasa ini diakibatkan oleh peningkatan kesenjangan kondisi
kehidupan antara desa dan kota. Sangat banyak faktor yang mendorong terjadinya
migrasi. Hal tersebut juga berpengaruh pada suku Batak, sehingga sebagian
masyarakatnya melakukan migrasi kedaerah-daerah yang dianggap menjanjikan.
Suku Batak yang melakukan migrasi kedaerah tujuan mau tidak mau harus
beradaptasi dengan kebudayaan dan penduduk daerah tujuan maupun dengan
4
sesama migran satu suku. Menjadi menarik untuk dikaji proses interaksi sosial
yang terjadi pada migran Batak dan pengaruhnya terhadap kebudayaan migran
yang terekam lewat perubahan pola sikap, pola tindakan dan kehidupan sosial.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka masalah yang dikaji dalam penelitian
ini antara lain:
1. Mengapa migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor?
2. Bagaimana proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di Kota
Bogor?
3. Bagaimana hubungan antara proses interaksi sosial dengan keberhasilan
migran secara ekonomi dan sosial?
1.3 Tujuan Penelitian
Merujuk perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong migran Batak melakukan
migrasi ke Kota Bogor.
2. Menganalisis proses interaksi sosial yang dijalin oleh migran Batak di
Kota Bogor.
3. Menganalisis
hubungan
antara
proses
interaksi
sosial
dengan
keberhasilan migran secara ekonomi dan sosial.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian mengenai migrasi dan proses interaksi sosial masyarakat migran
Batak, dengan harapan akan berguna untuk:
1. Bahan literatur bagi pembaca atau peneliti yang mempunyai minat dan
kajian ilmu yang sama sebagai sarana untuk menambah pengalaman dan
pemahaman yang lebih seksama mengenai pola migrasi dan proses
interaksi sosial migran suku Batak.
2. Memberikan gambaran faktual mengenai proses interaksi sosial migran
Batak yang terjalin di Bogor.
3. Menjadi masukan bagi pihak-pihak tekait dalam rangka pemahaman
interakasi sosial migran Batak dalam rangka pengembangan toleransi
5
didalam membangun kehidupan masyarakat yang lebih baik dan
harmonis.
4. Menjadi masukan bagi pihak-pihak terkait dalam merumuskan kebijakan
dalam pengelolaan migrasi di Indonesia.
5. Sebagai literatur untuk seni bertahan hidup dan semangat kerjasama yang
dapat pembaca terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Migrasi
Istilah umum bagi gerak penduduk dalam demografi adalah population
mobility atau secara lebih khusus territorial mobility yang mengandung makna
gerak spasial, fisik dan geografis (Shryllock dan Siegel, 1973 yang dikutip oleh
Rusli, 1995). Di dalamnya termasuk gerak penduduk permanen maupun nonpermanen. Defenisi lain, migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan
untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik atau
negara ataupun batas administrasi atau batas bagian dalam suatu negara (Munir,
2000).
2.1.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
Menurut Lee (1976) ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil
keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1) Faktor-faktor yang terdapat di
daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di tempat tujuan, (3) Rintanganrintangan yang menghambat, (4) Faktor-faktor pribadi. Di tempat asal ataupun
tujuan, ada sejumlah faktor yang menahan orang untuk tetap tinggal, dan
menarik orang luar untuk pindah ke tempat tersebut; dan sejumlah faktor
negatif yang
mendorong orang untuk pindah dari tempat tersebut; dan
sejumlah faktor netral yang tidak menjadi masalah dalarn keputusan untuk
migrasi. Selalu terdapat sejumlah rintangan yang dalam keadaan-keadaan
tertentu tidak seberapa beratnya, tetapi dalam keadaan lain dapat diatasi.
Rintangan-rintangan itu antara lain adalah mengenai jarak, walaupun rintangan
"jarak" ini selalu ada, tidak selalu menjadi faktor penghalang. Rintanganrintangan tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda-beda pada orang-orang
yang hendak pindah. Orang yang memandang rintangan-rintangan tersebut
sebagai hal sepele, tetapi ada juga yang memandang sebagai hal yang berat
yang menghalangi orang untuk pindah. Faktor dalam pribadi mempunyai
peranan penting karena faktor-faktor nyata yang terdapat di tempat asal atau
tempat tujuan belum merupakan faktor utama, karena pada akhirnya kembali
7
pada tanggapan seseorang tentang faktor tersebut, kepekaan pribadi dan
kecerdasannnya.
Lebih
lanjut
Munir
(1985)
mengelompokkan
faktor-faktor
yang
menyebabkan seseorang melakukan migrasi dalam dua kelompok, yaitu faktor
pendorong dan faktor penarik. Faktor-faktor pendorong yaitu faktor-faktor yang
berasal dari daerah asal, contohnya :
a) Makin berkurangnya sumber-sumber alam, menurunnya permintaan atas
barang-barang tertentu yang bahan bakunya masih sulit diperoleh, seperti
hasil tambang kayu dan bahan dari hasil pertanian.
b) Menyempitnya lapangan pekerjaan di daerah asal (misalnya: pedesaan)
akibat masuknya teknologi yang menggunakan mesin-mesin (capital
intensive).
c) Adanya tekanan-tekanan atau diskriminasi politik, agama dan suku di
daerah asal.
d) Tidak cocok lagi dengan adat, budaya dan kepercayaan di tempat asal.
e) Alasan pekerjaan atau perkawinan yang menyebabkan tidak bisa
mengembangkan karir pribadi.
f) Bencana alam, banjir, kebakaran, gempa bumi, musim kemarau panjang
atau adanya wabah penyakit.
Sementara faktor penarik adalah faktor yang berasal dari daerah tujuan,
contohnya:
a) Adanya rasa superior di tempat yang baru atau kesempatan untuk
memasuki lapangan pekerjaan yang cocok.
b) Kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik.
c) Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.
d) Keadaan lingkungan dan keadaan hidup yang menyenangkan misalnya:
iklim, perumahan, sekolah dan fasilitas-fasilitas kemasyarakatan lainnya.
e) Tarikan dari orang yang diharapkan sebagai tempat berlindung.
f) Adanya aktivitas-aktivitas di kota besar, tempat-tempat hiburan, pusat
kebudayaan sebagai daya tarik orang-orang dari desa atau kota kecil.
8
2.1.2 Proses Migrasi
Migrasi merupakan perpindahan yang memerlukan suatu proses dalam
perjalanannya. Selain faktor eksternal berupa faktor pendorong dan fakor penarik,
ada pula faktor internal dari dalam diri yang turut serta mempengaruhinya.
Menurut Everett S. Lee yang dikutip oleh Munir (2000) ada empat faktor yang
menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi, yaitu: (1)
Faktor-faktor yang terdapat di daerah asal, (2) Faktor-faktor yang terdapat di
tempat tujuan, (3) Rintangan-rintangan yang menghambat, (4) Faktor-faktor
pribadi.
Motivasi migran dalam melakukan migrasi juga sangat dipengaruhi oleh
nilai harapan yang ingin dicapai. De Jong dan Fawcet (1981) dalam Pane (2004)
mengatakan bahwa sebagian besar para migran dalam proses pengambilan
keputusan migrasi disebabkan oleh faktor-faktor individu dan rumah tangga,
norma-norma sosial budaya, sifat perorangan, struktur perbedaan kesempatan
antar daerah akan hal kegiatan ekonomi, status sosial harapan seperti penonjolan
dalam masyarakat. Intensitas perilaku migrasi dipengaruhi oleh informasi positif
dan negatif dari daerah tujuan, nilai harapan serta kendala yang dihadapi oleh
setiap individu. Meningkatnya proses migrasi di suatu tempat juga dipengaruhi
oleh eksistensi kerabat atau teman yang lebih dahulu bermigrasi kedaerah tujuan.
Faktor pribadi adalah dorongan dari dalam diri migran sendiri hingga
sampai pada keputusan untuk melakukan migrasi. Faktor pribadi tersebut
menyangkut umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan status perkawinan. Pada
dasarnya keputusan individu melakukan migrasi membutuhkan pengakuan dari
unit yang lebih tinggi, seperti keluarga dan masyarakat (Sumantri dkk, 2005).
Menurut Fierda (2007) migran Batak marga Aritonang yang melakukan
migrasi ke Bogor dilandasi oleh beberapa faktor antara lain: (1) Faktor pendorong
yaitu kondisi daerah asal yang kurang mendukung untuk mendapatkan hamoraon
(kekayaan), (2) faktor penarik dari kota Bogor yaitu adanya kesempatan untuk
meningkatkan taraf hidup melalui pendapatan lebih baik, dan (3) misi budayayang
ingin dicapai untuk memperoleh hamoraon (kekayaan) melalui peningkatan
pendaptan yang diperoleh.
Bila ditilik lebih jauh, sangat banyak faktor yang meyebabkan manusia
9
untuk melakukan migrasi. Seperti hasil penelitian Purba dan Purba (1997)
sebagaimana dikutip oleh Fierda (2007) disebutkan ada empat faktor penyebab
perpindahan penduduk dari dataran tinggi Toba yaitu: (1) Faktor geografis, iklim
dan kesuburan tanah. Topografi dataran tinggi Danau Toba menyebabkan
hambatan dalam pengembangan usaha pertanian yang menjadi mata pencaharian
utama masyarakat. Musim kering yang membuat masyarakat terancam gagal
panen yang dapat membawa pada bahaya kelaparan, (2) Faktor sosial dan
demografi, yang dilatarbelakangi oleh dasar pemikiran orang Batak agraris
tradisional “suka akan anak berarti suka akan tanah”. Pemikiran ini membuat
terjadinya ledakan penduduk yang tidak bisa diimbangi dengan perluasan lahan.
(3) Faktor pendidikan, orang Batak cenderung untuk memperoleh pendidikan
formal, lalu meninggalkan kegiatan tradisional seperti bertani. (4) Faktor
ekonomi, ketidakmampuan lahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat mendorong orang Batak merantau kedaerah lain agar dapat memenuhi
kebutuhan ekonomi mereka. Tujuan lainnya adalah mencari penghidupan yang
lebih mapan di daerah tujuan migrasi.
Kuroda (1965) dalam Ram (1989) mengemukakan bahwa sebab utama
perpindahan adalah motif ekonomi walaupun tak jarang pula orang melakukan
perpindahan karena alasan lain seperti politik, agama, dan penyakit. Perpindahan
penduduk dari desa ke kota pada umumnya adalah untuk memperbaiki taraf hidup
karena menurut mereka terdapat kesempatan kerja yang lebih banyak dan lebih
baik. Demikian pula perpindahan penduduk dari suatu daerah kedaerah lain,
karena da daerah asalnya kurang mungkin memperbaiki taraf hidup. Kekurangmungkinan ini terutama disebabkan sudah berkurangnya sumber daya alam.
Penelitian Mantra (1981) dalam Ram (1989) mengidentifikasi kekuatan-kekuatan
yang mempengaruhi seseorang untuk berpindah dan menetap di dalam dukuh.
Kekuatan yang mendorong orang meninggalkan daerahnya timbul karena adanya
perasaan ketidakpuasan penduduk dalam bidang pertanian, kurang kesempatan
kerja, dan terbatasnya fasilitas pendidikan.
Hasil penelitian Batubara (2008) menyatakan bahwa faktor ekonomi dan
sulitnya lapangan pekerjaan di daerah asal menjadi faktor pendorong utama
perpindahan migran Jawa. Pada umumnya migran adalah keluarga petani yang
10
berlahan sempit di Pulau Jawa. Hasil panen hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari. Ketersediaan peluang kerja dan peluang berusaha
dalam bidang pertanian (bidang perkebunan) di Desa Sidojadi merupakan faktor
penarik bagi migran untuk pindah ke desa ini. Kehidupan di daerah tujuan migrasi
diharapkan lebih baik daripada di daerah asal.
Motivasi migran Batak Mandailing dalam melakukan migrasi, di dorong
oleh motif ekonomi, rendahnya pendapatan dan susahnya memperoleh pekerjaan
di daerah asal karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Selain itu motivasi yang
mendorong migran untuk bermigrasi adalah karena dorongan atau ajakan dari
kerabat dekat yang lebih dahulu berada di daerah tujuan dan yang terakhir karena
ingin melanjutkan pendidikan (Fadhilah, 2007).
2.1.3 Daerah Tujuan Migrasi
Cunningham (1958) dalam Naim (1979) telah memperkirakan bahwa dalam
periode tahun 1950-1956 terdapat seperempat juta orang Batak Toba yang
bermigrasi ke Pesisir Timur Sumatera Utara. Sampai pada tahun 1960 lebih dari
satu juta orang Batak dari semua daerah di Tapanuli telah bermigrasi ke luar
daerah Batak. Pada awalnya daerah-daerah yang menjadi tujuan migrasi suku
bangsa Batak Toba adalah daerah-daerah yang belum dihuni marga tertentu.
Perpindahan yang seperti ini dapat dilihat dari sejarah nenek moyang orang Batak
Toba yang hidup berpindah-pindah. Alasan lain adalah unutk memperluas daerah
kekuasaan yang akhirnya memperbesar hasangaponnya, pihak yang kalah akan
pergi mencari daerah baru.
Perpindahan masyarakat suku bangsa Batak ke Pulau Jawa juga
menunjukkan jumlah yang cukup besar, seperti yang diperkirakan oleh Castles
(1967) dalam Naim (1979) bahwa tahun 1961 terdapat kira-kira 29.000 orang
Batak berdiam di Jakarta, 40.000 sampai 50.000, di antaranya berada di Jawa.
Perpindahan etnis Batak ke Jakarta sudah terjadi sejak zaman kolonial. Tahun
1900-an kolonial banyak membawa penduduk untuk dijadikan pembantu di
Batavia. Selain karena dibawa oleh kolonial juga karena kehendak sendiri untuk
mencari kerja ataupun untuk melanjutkan pendidikan. Selain Jakarta, Provinsi
Jawa Barat juga merupakan kota tujuan migran. Seperti data arus migrasi masuk
11
ke Provinsi Jawa Barat pada tahun 2000 yang dilansir oleh BPS, ada sebanyak
1.097.021 jiwa migran yang masuk ke Jawa Barat dalam kurun waktu 1995-2000.
Dari total jumlah migran yang masuk tersebut, penduduk asal Sumatera Utara
yang berdomisili di Jawa Barat berjumlah 43.890 orang (4 persen) dan itu
menduduki peringkat kelima dari seluruh penduduk provinsi lain yang kini
berdomisili di Jawa Barat.
2.2 Motivasi
Menurut Berelson dan Steiner (1964) dalam Yulianto (1993), motivasi
berasal dari kata motive yang berarti suatu perkataan batin yang berwujud daya
kekuatan untuk bertindak dan bergerak baik secara langsung atau melalui saluran
perilaku yang mengarah terhadap sasaran. Dari kata dasar motive ini lahirlah kata
“motivasi” yang berarti dorongan yang ada dalam diri seseorang untuk berbuat
dalam rangka mencapai tujuannya. Motivasi juga diartikan sebagai dorongan
kehendak yang menyebabkan timbulnya semacam kekuatan pada diri individu
untuk berbuat atau bertindak atau menimbulkan tingkah laku bermotivasi
(Fadillah dalam Mugniesyah, 2003). Motivasi adalah semua hal (verbal, fisik,
psikologis)
yang membuat seseorang melakukan
sesuatu sebagai
respon
(Stevenson, 2001). Menurut Sudarsono (1997) motivasi adalah tenaga yang
mendorong seeorang untuk berbuat.
Motivasi merupakan dorongan, hasrat bahkan kebutuhan karena motivasi
merupakan latar belakang yang melandasi tingkah laku manusia. Motivasi migran
dalam melakukan migrasi juga sangat dipengaruhi oleh nilai harapan yang ingin
dicapai. De Jong dan Fawcet (1981) yang dikutip oleh Pane (2004) mengatakan
bahwa sebagian besar para migran dalam proses pengambilan keputusan migrasi
disebabkan oleh faktor-faktor individu dan rumah tangga, norma-norma sosial
budaya, sifat perorangan, struktur perbedaan kesempatan antar daerah akan hal
kegiatan ekonomi, status sosial harapan seperti penonjolan dalam masyarakat.
Intensitas perilaku migrasi dipengaruhi oleh informasi positif dan negatif dari
daerah tujuan, nilai harapan serta kendala yang dihadapi oleh setiap individu.
Meningkatnya proses migrasi di suatu tempat juga dipengaruhi oleh eksistensi
keluarga atau teman yang lebih dahulu bermigrasi kedaerah tujuan.
12
2.3 Interaksi Sosial
Interaksi Sosial adalah titik awal terjadinya peristiwa sosial. Menurut Gillin
dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), Interaksi sosial merupakan hubunganhubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perorangan,
antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan
kelompok manusia. Apabila dua orang saling bertemu maka interaksi antara
mereka berdua telah terjadi. Aktivitas-aktivitas semacam ini merupakan bentuk
interaksi sosial. Akibat adanya interaksi antar orang, kelompok, ataupun orang
dan kelompok akan menimbulkan pesan dalam pikiran seseorang yang kemudian
menentukan tindakan apa yang akan dilakukannya terhadap seseorang.
Menurut Giliin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990), ada dua macam
proses sosial yang timbul akibat adanya interaksi sosial. Proses yang assosiatif
yang terbagi kedalam tiga bentuk yaitu: akomodasi, asimilasi, dan akulturasi.
Proses disosiatif yang mencakup persaingan dan persaingan yang meliputi
kontravensi dan pertentangan atau pertikaian (conflict).
Akomodasi adalah suatu keadaan keseimbangan atau usaha-usaha
mengakhiri pertikaian secara permanen atau sementara diantara pihak-pihak yang
berkonflik. Sebagai hasil interaksi sosial, akomodasi menunjuk pada suatu
keadaan dimana terdapat keseimbangan baru setelah pihak-pihak yang berkonflik
berbaikan kembali (Soekanto, 1990).
Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai dengan usaha-usaha
mengurangi perbedaan yang terdapat diantara orang perorangan atau kelompokkelompok manusia, mempertinggi kesatuan tindak, sikap dan proses-proses
mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan
bersama. Apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok
manusia atau masyarakat, maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok
tersebut yang mengakibatkan bahwa mereka dianggap sebagai orang asing
(Soekanto, 1990).
Akulturasi diartikan sebagai proses sosial yang timbul bila suatu kelompok
manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur
kebudayaan asing, sehingga lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaan
sendiri tanpa menghilangkan kepribadiaan kebudayaan itu. Proses sosial yang
13
menjauhkan/mempertentangkan (dissosiatif) diperinci sebagai berikut:
(1) Persaingan adalah suatu proses sosial dimana dua orang atau lebih berjuang
dengan bersaing satu sama lain untuk memiliki atau mempergunakan barangbarang yang berbentuk material atau bukan material. Di dalam persaingan tidak
ada unsur ancaman atau kekerasan, tidak ada intrik atau saling curiga. Masingmasing pesaing punya jalur sendiri, seperti peserta lomba renang memiliki jalur
masing-masing. (2) Kontravensi adalah bentuk antara persaingan dan konflik.
Dalam kontravensi ada unsur intrik, misalnya fitnah. Kontravensi ditandai dengan
gejala-gejala ketidakpastian mengenai diri seseorang, atau suatu rencana dan
perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian terhadap pribadi seseorang
(Soekanto, 1990).
Konflik adalah proses sosial dimana orang-perorangan atau kelompok
manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lain atau
lawan berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain atau
lawan dengan ancaman dan/atau kekerasan (Soekanto, 1990).
Menurut Kontjaraningrat (1990) migrasi tentu menyebabkan pertemuanpertemuan antara kelompok-kelompok manusia dengan kebudayaan yang
berbeda-beda, dan akibatnya ialah individu-individu dalam kelompok itu
dihadapkan dengan kebudayaan asing.
Gillin dan Gillin (1954) dalam Soekanto (1990) mengatakan bahwa
interaksi sosial adalah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia,
maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang
bertemu maka interaksi sosial terjadi pada pada saat itu. Interaksi sosial adalah
kunci dari semua kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial tidak
mungkin ada kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah
belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial.
Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua
syarat, yaitu: (1) Adanya kontak sosial (social contact), dan (2) Adanya
komunikasi. Kontak sosial sebagai gejala tidaklah selalu berarti hubungan
badaniah. Dengan perkembangan teknologi dewasa ini seseorang berhubungan
dengan orang lain tanpa menyentuhnya, seperti berbicara dengan orang lain
14
melalui telepon, surat, radio dan seterusnya yang tidak memerlukan hubungan
badaniah. Bahkan dapat dikatakan bahwa hubungan badaniah tidak perlu menjadi
syarat utama terjadinya kontak.
Menurut Soekanto (1990), ada tiga bentuk-bentuk interaksi sosial, yaitu:
kerjasama (cooperation), persaingan (competition), dan bahkan dapat juga
berbentuk pertentangan atau pertikaian (conflict). Suatu pertikaian mungkin
mendapatkan suatu penyelesaian. Mungkin juga penyelesaian tersebut hanya akan
dapat diterima untuk sementara waktu, proses mana dinamakan akomodasi
(accommodation) dan hal ini berarti bahwa kedua belah pihak belum tentu puas
sepenuhnya.
Homans dalam Ali (2004) mendefisikan interaksi sebagai suatu kejadian
ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap individu
lain
diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu tindakan oleh
individu lain
yang menjadi pasangannya. Konsep yang dikemukakan oleh
Homans ini mengandung pengertian bahwa suatu tindakan yang dilakukan oleh
seseorang dalam interaksi merupakan suatu stimulus bagi tindakan individu lain
yang menjadi pasangannya.
Shaw dalam Ali (2004) mendefinisikan bahwa interaksi adalah suatu
pertukaran antar pribadi yang masing-masing orang menunjukkan perilakunya
satu sama lain dalam kehadiran mereka, dan masing-masing perilaku
mempengaruhi satu sama lain.
Penelitian Utomo (2005) menyimpulkan bahwa ada perbedaan motivasi
berprestasi yang signifikan antara siswa yang menjadi pengurus OSIS dan siswa
yang bukan pengurus OSIS di SMU Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang
tahun ajaran 2004-2005.
Hasil penelitian Wibisono (2004) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif
antara interaksi remaja dalam peer group dengan keputusan remaja remaja pada
siswa kelas I, II, dan III SMU Unggulan Nurul Islami. Hal ini menunjukkan
bahwa didalam pengambilan keputusan para remaja dipengaruhi oleh interaksinya
dengan peer group atau kelompok teman sebaya. Manusia adalah makhluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan oang lain sehingga manusia pasti
hidup berkelompok.
15
Pada penelitian terdahulu hubungan sosial ekonomi yang terjalin pada
masyarakat migran Batak Toba yang bekerja pada usaha tambal ban di DKI
Jakarta, sangat berbeda dengan yang terjadi dengan migran Batak Mandailing.
Migran Batak Toba saling membantu setiap kerabatnya tanpa membedakan
bentuk bantuan yang diberikan pada hula-hula, dongan sabutuha, boru dalam
sistim adat Dalihan Na Tolu. Semuanya sama disebut kerabat. Bentuk bantuan
yang diberikan keluarga yang lebih dulu berada di DKI Jakarta merupakan wujud
tanggung jawab mereka terhadap migran yang baru datang dari daerah asal.
Bentuk bantuan dari kalangan keluarga seperti itu, disamping menunjukkan
bahwa migran masih mempunyai hubungan pribadi, sekaligus menunjukkan pula
“bantuan berantai” dimana yang mampu akan membantu yang lemah, demikian
pula yang lemah apabila sudah kuat akan membantu yang lemah lainnya atau
sanak saudaranya yang masih berada di daerah asal dan memerlukan pekerjaan
sehingga tercipta pola pemberi bantuan oleh migran terdahulu kepada migran
selanjutnya sebagai suatu kesinambungan (Fadhilah, 2007).
2.4 Konsep Kebudayaan
Konsep yang penting dalam proses belajar kebudayaan oleh masyarakat
adalah internalisasi, sosialisasi, dan enkulturasi. Internalisasi merupakan proses
panjang sejak seseorang individu dilahirkan menanamkan dalam kepribadiannya
segala perasaan, hasrat nafsu, semua emosi yang diperlukan sepanjang hidupnya.
Sosialisasi berkaitan dengan proses belajar kebudayaan dalam hubungan dengan
sistem sosial. Seorang individu dalam proses ini dari masa anak-anak hingga masa
tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala macam peranan
sosial yang ada (Fathoni, 2005).
Ihromi (1999) memberikan tiga anggapan dasar mengenai kebudayaan,
yaitu:
a. Kebudayaan dapat disesuaikan, karena jika sifat-sifat budaya tidak
disesuaikan dengan lingkungan tertentu, kemungkinan masyarakat tersebut
dapat bertahan kecil.
b. Kebudayaan merupakan suatu integrasi yang berarti unsur-unsur atau sifatsifat yang terpadu menjadi suatu kebudayaan bukan sebuah kebiasaan yang
16
terkumpul secara acak, dan kebudayaan yang unsur-unsurnya bertentangan
satu sama lain, sukar atau bahkan mustahil untuk dipertahankan.
c. Kebudayaan selalu berubah, tanpa adanya gangguan dari masuknya budaya
asingpun, kebudayaan bersifat statis.
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan
masyarakat, yaitu untuk melindungi diri terhadap alam, mengatur hubungan
antar-manusia dan sebagai wadah segenap perasaan manusia.
2.5 Kebudayaan Masyarakat Etnis Batak Toba
2.5.1 Sejarah Batak
Menurut cerita yang berkembang dalam masyarakat Batak terutama dari
para tetua orang Batak Toba bahwa suku bangsa Batak berasal dari dua orang
anak manusia ciptaan Mulajadi Nabolon yang dinamakan Siraja Ihatmanisia (lakilaki) dan Siboru Ihatmanisia (wanita). Siraja Ihatmanisia mempunyai tiga orang
anak, salah satunya bernama Raja Miokmiok. Raja Miokmiok memiliki anak yang
bernama Engbanua dan Engbanua mempunyai seorang anak bernama Raja
Bonangbonang. Raja Bonangbonang mempunyai tiga orang anak bernama Guru
Tantan Debata, Si Asi dan Si Jau (tidak diketahui identitasnya). Guru Tantan
Debata mempunyai seorang anak bernama Siraja Batak. Siraja Batak mempunyai
dua orang anak bernama Guru Tatea Bulan dan Raja Isombaon. Pada Generasi
berikutnya Guru Tatea Bulan mempunyai lima orang anak laki-laki bernama
Siraja Biakbiak, Tuan Sariburaja, Limbongmulana, Sagalaraja, Malauraja, dan
tiga anak perempuan bernama Siboru Pareme, Siboru Anting Sabungan, dan
Siboru Biding Laut. Tuan Sariburaja melakukan kawin sumbang (incest) dengan
ibotonya (adik perempuannya) Siboru Pareme dan mempunyai tiga orang anak
bernama Siraja Lontung, Siraja Borbor dan Babiat (Hutagalung, 1926 dalam
Purba dan Purba, 1997).
Batak Toba adalah sub suku Batak. Sub suku Batak Toba mendiami wilayah
meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, Silindung,
daerah Pegunungan Pahae, Sibolga dan Habincaran (Siahaan, 1982 dalam Daulay,
2006). Cara hidup keluarga Batak Toba adalah komunal. Hidup dengan cara
kekeluargaan dilaksanakan bersama atas pimpinan dan tanggung jawab ayah.
17
Dalihan na tolu sebagai nilai budaya suku Batak dapat menghimpun kekerabatan,
baik dilihat dari sudut etnis, keluarga semarga maupun keluarga dari anak laki dan
anak perempuan, termasuk kelompok keluarga berdasarkan tempat tinggal
(Rajamarpodang, 1992).
2.5.2 Marga dan Sistem Kekerabatan
Pada awalnya nama-nama yang dimliki kakek moyang orang Batak belum
merupakan marga. Hubungan sumbang yang terjadi dalam suatu alur keturunan
telah mengakibatkan pecahnya hubungan saudara, haha-anggi-iboto. Pada
generasi berikutnya barulah muncul istilah marga (Purba dan Purba, 1997).
Terbentuknya marga tidak boleh dinilai sebagai sekedar sabagai lahirnya unsur
baru, tetapi memasukkan pembaharuan kedalam masyarakat dan kebudayaannya.
Perkawinan bukan hanya bertujuan untuk membentuk rumah tangga baru dan
pisah rumah dari orangtua, tetapi sebagai sarana untuk mengabadikan marga dari
kakek moyangnya.
Menurut Hutagalung (1961) dalam Purba dan Purba (1997) marga berasal
dari bahasa sansekerta yaitu warga yang diartikan dengan keluarga, sekaum, satu
keturunan yang dalam bahasa Batak dinamakan dengan Sabutuha. Selanjutnya
disebutkan, terjadinya marga-marga disebabkan dua hal. Pertama, marga terjadi
menurut wilayah kedudukan (parjuguk) yang disebut secara etnologie teritorial
dan kedua menurut kelompok keturunan. Dari kedua hal tersebut, yang lebih
menonjol bagi suku bangsa Batak Toba adalah garis menurut keturunan
(genealogi).
Lahirnya suatu ikatan melalui marga menunjukkan bahwa warga masyarakat
dapat dikelompokkan dalam kelompok yang memakai nama kakeknya atau nama
orangtuanya sebagai induk satuan kelompok. Dilihat dari sejarah terjadinya,
fungsi marga tersebut sangat besar artinya dalam hubungan masyarakat Batak,
seperti yang dikatakan Hutagalung (1961) dalam Purba dan Purba (1997) selain
berfungsi untuk mengatur, diantaranya agar jangan terjadi perkawinan sedarah,
marga juga berfungsi untuk mengatur hubungan-hubungan antara berbagai pihak
sebagai akibat kompleksnya hubungan diantara keturunan serta untuk mengurangi
konflik dan hal negatif lainnya.
18
Dalam praktiknya, hubungan sosial ditinjau dari fungsi marga pada suku
Batak Toba dikenal tiga pihak yang selalu berkomunikasi. Pihak pertama disebut
“sedarah, sekaum, sabutuha” atau sering disebut “semarga” atau dongan
sabutuha. Kedua adalah pihak keluarga atau marga dari istri yang disebut “paman,
hula-hula”, dan ketiga adalah golongan suami dari anak perempuan atau menantu
laki-laki yang disebut “parboruon”. Ketiga pihak diatas merupakan keturunan dari
seorang kakek bersama dan merayakan berbagai upacara kekerabatan secara
bersama merupakan unsur dalihan na tolu (Simatupang, 1986 dalam Purba dan
Purba, 1997). Dengan adanya marga akan memudahkan untuk saling mengenal
hubungan dan kedudukan masing-masing pihak. Pada suku Batak yang baru
berkenalan biasanya akan saling menanyakan marga, atau dalam bahasa Batak
disebut dengan martutur. Hubungan antara semarga adalah hubungan antara
abang adik yakni warga yang paling tua dan yang paling muda. Mereka mendapat
hak sesuai dengan aturannya dan ini sering disebut dengan manat mardongan
tubu. Pihak paman dan mertua merupakan hubungan yang paling tinggi bagi
orang Batak Toba. Penghormatan terhadap mereka dinilai sebagai Debata na
niida, karena berkat dari pihak hula-hula dinilai paling tinggi sehingga dibuat
aturan dengan somba marhula-hula. Hubungan kepada pihak anak perempuan
yaitu pihak boru merupakan pembantu bagi pihak mertua atau paman dalam
waktu senang maupun susah sehingga dibuat aturan dengan ungkapan elek
marboru. Ketiga hal tersebut merupakan bagian dari dalihan na tolu yang sangat
kental pada budaya Batak.
2.5.3 Dalihan Na Tolu
Harahap (2008) dalam paparannya menyebutkan dalihan na tolu merupakan
konsep dasar kebudayaan masyarakat Batak yang sifatnya sangat unik. Dalihan na
tolu pada dasarnya berarti tungku (tataring) yang terbuat dari tiga buah batu yang
disusun. Tiga buah batu itu mutlak diperlukan menopang agar belanga atau periuk
tidak terguling. Selanjutnya di kemudian hari istilah dalihan na tolu ini
dipergunakan untuk menunjuk kepada hubungan kekerabatan yang diakibatkan
oleh pernikahan, yaitu dongan tubu (pihak “kawan semarga”), hula-hula (pihak
“pemberi perempuan”) dan boru (pihak “penerima perempuan”). Sebab itu
19
dalihan na tolu adalah konstruksi sosial yang diciptakan oleh suatu masyarakat
dan budaya Batak. Dalihan na tolu bukanlah wahyu atau sesuatu yang alami dan
terjadi dengan sendirinya. Dalihan na tolu adalah produk budaya Batak. Pada
zaman dahulu ketika nenek moyang kita masih menetap di tanah Batak, kampung
identik dengan marga. Artinya “dongan sahuta” hampir identik dengan “dongan
tubu”. Namun dengan migrasi orang Batak ke Sumatera Timur dan kota-kota lain
keadaan berubah. Dongan sahuta tidak lagi otomatis dongan tubu (kawan
semarga). Dampak perubahan demografi ini peranan dongan sahuta (parsahutaon)
yang terdiri dari multi marga ini semakin besar di kota-kota. Jonok dongan
partubu jumonok dongan parhundul.
Jika diperhatikan kampung-kampung tradisional di Tapanuli dihuni oleh
orang-orang yang semarga. Dongan tubu karena itu adalah teman untuk
mengerjakan banyak hal dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu harus
memperlakukan dongan tubu secara hati-hati (manat). Kehati-hatian pada
dasarnya adalah bentuk lain dari sikap hormat. Nasihat ini relevan sebab justru
kehati-hatian sering kali hilang karena merasa terlalu dekat atau akrab. Hau na
jonok do na masiososan. Selanjutnya Elek marboru merupakan nasihat bahwa
boru harus senantiasa dielek atau dianju (dibujuk). Boru adalah penopang dan
penyokong. Sebab itu senantiasa diperlakukan dengan ramah-tamah dan lemahlembut agar tidak sakit hati dan kemudian membiarkan hula-hulanya. Namun
sebaliknya, bagi orang Batak pra-Kristen hula-hula memang dipandang sebagai
mata ni ari bisnar, sumber berkat dan kesejahteraan, sebab itu harus disembah
(somba marhula-hula) (Harahap, 2008).
Dalihan na tolu merupakan suatu bentuk kebudayaan masyarakat Batak
yang mengatur kekerabatan antar individu. Dalihan na tolu merupakan salah satu
dan merupakan nilai utama dari inti budaya suku Batak (Daulay, 2006).
Dihubungkan dengan status dan peranan etnis Batak Toba yang berlaku dalam
kebudayaannya, pada hakekatnya ketiga unsur kekerabatan dalihan na tolu
masing-masing membawa sifat khusus (Sihombing, 1986), antara lain:
1) Unsur pertama: Dongan Sabutuha (teman semarga). Untuk dongan
sabutuha berlaku semboyan: “sekali dongan sabutuha tetap dongan
20
sabutuha”,
karena
tidak
bisa
berpindah-pindah
marga,
sekalipun
bermusuhan dengan banyak teman semarga.
2) Unsur kedua: Hula-hula (pihak pemberi istri). Filsafat Batak mengenai
hula-hula berbunyi: “sigaton na marlailai do na marhula-hula”. Artinya:
serupa dengan anak ayam yang waktu menentukan jenis kelaminnya, kita
memeriksa ekornya. Harus dipelajari hula-hula bagaimana sifat-sifat serta
kemauannya dan hasilnya dipakai sebagai pedoman dalam pergaulan kita
dengan mereka.
3) Unsur ketiga adalah: ”boru” (pihak penerima istri). Boru terbagi menjadi
dua yaitu Hela (suami putri ego) dan Bere (anak saudara perempuan ego).
Filsafat mengenai “boru” berbunyi “bungkulan do boru”, yang berarti kalau
ada perselisihan dengan hula-hula yang membuat keretakan diantara
mereka, maka pihak boru yang berkewajiban menghilangkan keretakan itu
agar mereka kembali kompak dan bersatu. Boru berkewajiban menolong
“hula-hula” nya dalam segala hal, terlebih dalam pekerjaan upacara adat.
Tiga tiang tungku mewakili tiga unsur kekerabatan dalam masyarakat Batak,
yaitu dongan sabutuha atau suhut, hula-hula serta boru. Dalam kekerabatan suku
Batak, suhut, hula-hula, dan boru masing-masing mempunyai hak dan kewajiban
sebagai pelaksana tanggung jawab serta kedudukannya saat pelaksanaan adat.
Pada suatu saat, seseorang dapat dikatakan boru namun pada kejadian yang lain ia
dapat menjadi suhut atau hula-hula. Marga dalam hal ini berperan dalam
menentukan kedudukan seseorang dalam upacara adat (Rajamarpodang, 1992).
2.6 Kerangka Pemikiran
Setiap hal yang dilakukan oleh manusia pasti mempunyai latar belakang
yang menjadikannya melakukan hal tersebut. Demikian pula dengan proses
migrasi dan interaksi sosial pasti dilatarbelakangi oleh suatau motivasi yang
mendorong individu melakukan hal tersebut. Motivasi bermigrasi merupakan
dorongan, hasrat bahkan kebutuhan yang merupakan latar belakang yang
melandasi migran untuk mencapai harapan yang ingin dicapai di daerah tujuan
migrasi. Migran melakukan migrasi diantaranya dilatarbelakangi oleh motivasi
ekonomi maupun motivasi sosial agar kualitas hidupnya lebih tinggi dari yang
21
sebelumnya. Selain motif ekonomi dan motif sosial, karakteristik individu juga
sangat mempengaruhi individu dalam melakukan migrasi. Karakteristik individu
dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, daerah asal,
pekerjaan.
Karakteristik individu dan motivasi migran dalam melakukan migrasi akan
sangat mempengaruhi yang bersangkutan untuk melakukan interaksi individu di
komunitas migran tinggal. Kemampuan migran dalam melakukan interaksi akan
menentukan interaksi sosial yang akan dilakoninya, baik itu jumlah, jenis,
kegitan-kegiatan dan status pada organisasi yang dipilihnya untuk terlibat sebagai
upaya memperluas jaringan sosialnya demi tercapainya keberhasilan ekonomi pun
sosial si migran.
Interaksi sosial yang dilakukan individu pada masyarakat dapat dilakukan
lewat berbagai cara. Memasuki sebuah organisasi adalah salah satu diantaranya.
Pada penelitian kali ini interaksi sosial yang akan didalami meliputi jumlah
organisasi yang dimasuki, jenis organisasi yang dimasuki, kegiatan-kegiatan yang
dilakukan organisasi yang dimasuki, frekuensi mengikuti kegiatan organisasi,
status dalam organisasi yang dimasuki. Pada organisasi yang dimasuki ini,
individu akan memutuskan langkah-langkah yang harus di lakukan untuk
mencapai tujuannya dalam melakukan interaksi. Interaksi sosial yang dilakukan
migran akan berperan penting dalam meningkatkan keberhasilan migran secara
ekonomi maupun sosial dari sebelumnya yang telah migran capai. Secara ringkas,
hubungan variable-variabel tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.
22
Karakteristik Individu





Motivasi Bermigrasi
 Faktor pendorong
 Faktor penarik
Jenis kelamin
Umur
Tingkat pendidikan
Daerah asal
Pekerjaan
Proses Sosial
 Jumlah kelembagaan yang dimasuki
 Jenis kelembagaan yang dimasuki
 Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
kelembagaan
 Frekuensi mengikuti kegiatan
 Status dalam kelembagaan yang
dimasuki
Keberhasilan
 Ekonomi
 Sosial
Gambar 1. Kerangka pemikiran
Keterangan
: Mempengaruhi
23
2.7 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas dan untuk mengungkap fenomena
pola migrasi dan proses interaksi sosial migran Batak sehingga dapat bertahan
hidup didaerah tujuan migrasi, maka disusunlah beberapa hipotesa kerja yang
merupakan pedoman untuk mendapatkan temuan-temuan pada studi ini. Adapun
hipotesa yang diajukan adalah:
1. Motivasi bermigrasi mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin
pada migran Batak.
2. Karakteristik individu mempengaruhi proses interaksi sosial yang terjalin
pada migran Batak.
3. Proses interaksi sosial yang terjadi pada migran suku Batak
mempengaruhi keberhasilan migran baik secara ekonomi maupun sosial
di daerah migrasi.
24
2.8 Definisi Operasional
1.
Jenis kelamin adalah perbedaan secara biologis responden yang dikategorikan
atas laki-laki dan perempuan
a. Perempuan diberi kode 1
b. Laki-laki diberi kode 2
2.
Umur adalah lama hidup responden saat pertama kali melakukan migrasi dan
pada saat penelitian berlangsung yang diukur dalam satuan waktu.
Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, usia responden
dalam penelitian dikategorikan menjadi dua tingkatan, yaitu:
a. Muda apabila Usia 26-40 tahun
b. Tua apabila Usia >40 tahun
3.
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah
diikuti migran pada saat pertama kali bermigrasi dan saat penelitian
berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, tingkat
pendidikan responden dalam penelitian ini dikategorikan menjadi empat
tingkatan, yaitu:
a. SD/sederajat diberi skor 1
b. SMP /sederajat diberi skor 2
c. SMU/sederajat diberi skor 3
d. Perguruan Tinggi diberi skor 4
4.
Daerah asal adalah lokasi responden ketika dilahirkan. Daerah asal
responden digolongkan menjadi dua kategori yang meliputi
a. Di Sumatera Utara diberi kode 1
b. Di luar Sumatera Utara diberi kode 2
5.
Jumlah organisasi yang dimasuki adalah banyaknya organisasi yang diikuti
oleh migran dan terdaftar sebagai anggota. Berdasarkan hasil jawaban
responden melalui kuesioner, jumlah organisasi yang dimasuki dalam
penelitian dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
a. Rendah apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak ≤ 1
b. Sedang apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak 2-3
c. Tinggi apabila jumlah organisasi yang dimasuki sebanyak > 3
25
6.
Jenis organisasi yang dimasuki adalah basis organisasi perkumpulan yang
diikuti oleh migran. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner,
jenis organisasi yang dimasuki dalam penelitian dikategorikan menjadi empat
kategori, yaitu:
a. Organisasi marga
b. Organisasi profesi
c. Organisasi keagamaan
d. Organisasi lingkungan
7.
Kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki adalah program kerja yang
dilakukan organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui
kuesioner, kegiatan-kegiatan organisasi yang dimasuki migran dalam
organisasi masyarakat dalam penelitian dikategorikan menjadi empat
kegiatan, yaitu:
a. Arisan diberi kode 1
b. Bakti sosial diberi kode 2
c. Seminar diberi kode 3
d. Pelatihan-pelatihan diberi kode 4
8.
Frekuensi mengikuti kegiatan yaitu jumlah banyaknya kegiatan yang diikuti
oleh migran dalam satuan waktu yang ditetapkan. Berdasarkan hasil jawaban
responden melalui kuesioner, frekuensi migran mengikuti kegiatan dalam
penelitian dikategorikan atas:
a. Rendah apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 1-2
b. Sedang apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan 3-4
c. Tinggi apabila dalam sebulan terakhir frekuensi mengikuti kegiatan >5
9.
Status dalam organisasi yang dimasuki yaitu kedudukan atau posisi migran
dalam struktur organisasi. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui
kuesioner, status migran dalam organisasi yang dimasuki dalam penelitian
dikategorikan atas:
a. Pembina organisasi diberi kode 1
b. Pengurus harian organisasi diberi kode 2
c. Anggota biasa organisasi diberi kode 3
26
10. Pekerjaan yaitu profesi yang dijalankan oleh migran ketika penelitian
berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner,
pekerjaan dalam penelitian dikategorikan menjadi tiga yaitu:
a. Pegawai negeri sipil
b. Pegawai swasta
c. Wirausaha
11. Keberhasilan adalah pencapaian-pencapaian yang telah dicapai oleh migran
dalam kurun waktu tertentu di daerah migrasi. Keberhasilan ini dikategorikan
menjadi:
a.
Keberhasilan ekonomi
Keberhasilan ekonomi adalah penilaian responden terhadap kondisi
ekonomi yang diukur dengan menggunakan skala 1-10. Keberhasilan
ekonomi yang diukur meliputi keberhasilan ekonomi pada saat sebelum
melakukan migrasi, pada saat awal migrasi, pada saat penelitian
berlangsung dan harapan lima tahun yang akan datang.
b. Keberhasilan Sosial
Kemampuan responden untuk aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Kegiatan sosial yang dimaksud adalah mengikuti acara adat, mengikuti
kegiatan keagamaan, mengikuti kegiatan kumpulan marga, dan
mengikuti kegiatan lingkungan.
27
BAB III
PENDEKATAN LAPANGAN
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif (descriptive research). Menurut
Nazir (1988), penelitian deskriptif adalah studi untuk menemukan fakta dengan
interpretasi yang tepat, termasuk desain untuk studi formulatif dan eksploratif
yang berkehendak hanya untuk mengenal fenomena-fenomena untuk keperluan
studi selanjutnya. Penelitian deskriptif ini dimaksudkan untuk mengetahui
gambaran migrasi dan proses sosial migran Batak yang tergabung dalam Punguan
Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) Cabang Bogor. Jenis penelitian
deskriptif yang dilakukan adalah penelitian survei (survey research). Penelitian
survei diartikan sebagai metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang
relatif terbatas dari sejumlah kasus yang relatif besar jumlahnya (Sumarwan,
2007). Penelitian survei dilakukan dengan menggunakan survei sampel, yaitu
survei yang dilakukan pada sebagian kecil populasi. Sampel diambil sebanyak 70
dari total 231 keluarga migran yang tergabung dalam PPTSB.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada keluarga migran yang terdaftar sebagai
anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar di Kota Bogor dan Kabupaten
Bogor, Propinsi Jawa Barat pada bulan Mei dan Juni 2011. Di Kota dan
Kabupaten Bogor terdapat migran Batak marga Sinaga yang sesuai dengan syarat
responden yang diteliti, sehingga memudahkan untuk menganalisis lebih dalam
lagi tentang topik yang diteliti.
3.3 Metode Pengambilan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang menjadi subjek adalah anggota keluarga migran Batak yang
terdaftar di Parsadaan Pomparan Toga Sinaga Dohot Boru (PPTSB) cabang
Bogor. Populasi diperoleh berdasarkan pencataan yang terdapat pada PPTSB
cabang Bogor yang berjumlah 231 keluarga.
28
3.3.2 Ukuran Sampel
Penentuan jumlah sampel (n) yang diambil sebagai responden menggunakan
Rumus Slovin. Adapun cara penentuan jumlah sampel dengan Rumus Slovin
(1960) yang dikutip oleh Seivilla (1993) adalah sebagai berikut:
Keterangan :
n : Ukuran Sampel
N : Ukuran Populasi
e : Nilai kritis (Batas ketelitian yang diinginkan)
Oleh karena populasi penelitian sejumlah 231 keluarga dan ketidaktelitian
dalam pengambilan sampel adalah 10 persen, maka dengan menggunakan Rumus
Slovin ukuran sampel yang digunakan adalah 70 keluarga. Subyek yang diteliti
adalah salah satu anggota keluarga sampel yang melakukan migrasi ke Bogor.
3.4 Teknik Pemilihan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik pengambilan sampel random
sederhana (simple random sampling), yaitu setiap unsur populasi mempunyai
kesempatan sama untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sampel dipilih dengan
menggunakan program pada excel 2007.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data
primer yang diperlukan diperoleh langsung dari responden, sedangkan data
sekunder diperoleh melalui artikel, penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan
dengan penelitian ini.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara kepada responden.
Wawancara dilakukan dengan panduan kuesioner yang disusun secara terstruktur
(structured questionnaire). Jenis pertanyaan yang digunakan merupakan
pertanyaan tertutup (terstruktur) dan terbuka (non-terstruktur). Pertanyaan tertutup
29
adalah pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga responden dibatasi untuk
memberi jawaban kepada beberapa alternatif jawaban tertentu (Nazir, 1998).
Beberapa jawaban pertanyaan terstruktur dalam kuesioner dibuat berdasarkan
skala (scaled response question). Kuesioner dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.6.1 Analisis Deskriptif
Data yang terkumpul meliputi data kuantitatif dan data kualitatif. Dalam
proses pengolahan data, analisis deskriptif dimaksudkan untuk mengubah
kumpulan data mentah menjadi informasi yang lebih ringkas sehingga mudah
dipahami. Dengan demikian, tujuan dari analisis deskriptif adalah untuk
menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan
diintepretasikan. Analisis deskriptif terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah
melakukan tabulasi data mengenai responden, dan tahap kedua adalah
menginterpretasikan data hasil tabulasi tersebut. Analisis deskriptif pada
penelitian ini digunakan untuk menyederhanakan data faktor-faktor penyebab
migran Batak melakukan migrasi ke Kota Bogor dan proses interaksi sosial yang
dijalin oleh migran Batak di Kota Bogor.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Gambar 2. Tangga Skala Perubahan
30
Untuk mengukur perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum
migrasi hingga, awal migrasi, saat penelitian berlangsung dan harapan lima tahun
mendatang sangatlah sulit. Untuk itu digunakan tangga seperti pada Gambar 2
untuk mengukur perubahan tersebut. Tangga Skala Perubahan tersebut bersifat
sangat subyektif. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi antar individu yang
diteliti tidak dapat distandardisasi antara satu responden dengan responden lain.
Perubahan yang terjadi berbeda-beda bagi setiap responden yang diteliti, sesuai
dengan penilaian responden terhadap perubahan yang terjadi pada diri responden
sendiri.
3.6.2 Crosstabs
Perintah Crosstabs digunakan untuk menampilkan tabulasi silang yang
menunjukkan suatu distribusi bersama, deskripsi statistik bivariat dan pengujian
terhadap dua variabel atau lebih, terutama variabel dalam bentuk kategori. Uji
Crosstabs dilakukan untuk mendeskripsikan karakteristik individu dengan proses
interaksi sosial serta melihat hubungan antara karakteristik individu dengan proses
interaksi sosial.
3.6.3 Paired Sample t-tes
Uji ini dilakukan untuk melakukan pengujian terhadap 2 sampel yang saling
berhubungan/berkorelasi atau disebut ”sampel berpasangan” yang berasal dari
populasi yang memiliki rata-rata sama. Uji ini dilakukan untuk melihat ada
tidaknya perbedaan nyata kondisi ekonomi migran sebelum migrasi dan pada awal
migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian
berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan
nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat sebelum migrasi dan pada
awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian
berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya perbedaan
nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan sebelum migrasi
dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat
penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang, ada tidaknya
perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon
31
sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian
berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang,
ada tidaknya perbedaan nyata partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan
keagamaan sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat
penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun
mendatang.
32
BAB IV
GAMBARAN UMUM PARSADAAN POMPARAN TOGA
SINAGA DOHOT BORU (PPTSB) CABANG BOGOR DAN
RESPONDEN PENELITIAN
4.1 Bogor Sebagai Daerah Tujuan Migrasi
Penelitian ini dilakukan pada anggota PPTSB Cabang Bogor yang tersebar
di Kota Bogor dan Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi Bogor yang
sangat dekat dengan Ibukota Negara, merupakan potensi yang strategis bagi
perkembangan dan pertumbuhan ekonomi dan jasa, pusat kegiatan nasional untuk
industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.
Sejak Tahun 1930-an di Bogor telah berdiri berbagai lembaga pendidikan
dan penelitian pertanian. Hal tersebut menjadi daya tarik migran untuk bersekolah
dan kemudian bekerja di sana, tak terkecuali orang Batak. Seperti telah
digambarkan di atas, ada dua faktor yang menarik migran Batak datang ke Kota
Bogor. Faktor pertama adalah lembaga pendidikan yang ada di Bogor. Ada yang
datang sebagai mahasiswa di Fakultas Pertanian dan Kedokteran Hewan,
Universitas Indonesia yang ada di Bogor. Ada pula yang mendaftar ke beberapa
akademi, yaitu Akademi Pertanian, Akademi Gizi, Akademi Dinas Pengawas
Keuangan, serta Akademi Kimia Analisis. Selain itu, ada pula yang memasuki
sekolah lanjutan atas, seperti Sekolah Pertanian Menengah Atas, Sekolah Polisi di
Lido, Sekolah Analisis Kimia Atas (SAKMA) dan sebagainya. Sekolah-sekolah
ini menjadi magnet penarik datangnya pemuda Batak ke Bogor. Banyak pula di
antaranya yang kemudian bekerja di berbagai lembaga penelitian pertanian milik
pemerintah. Faktor kedua adalah orang Batak yang datang ke Bogor untuk
bekerja. Pada awalnya, pendatang pertama ke Bogor pada umumnya adalah para
profesional (dokter, arsitek) atau pegawai kantor pemerintah. Sejak tahun 1980an, selain para profesional dan pegawai kantor pemerintah, banyak juga pendatang
ke Bogor sebagai pekerja dan wiraswasta serta yang di sektor jasa (perdagangan
dan pengangkutan) (Lubis, 2011).
33
4.2 Gambaran Umum PPTSB Cabang Bogor
Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru (PPTSB) dibentuk pada
tanggal 15 Desember 1940. PPTSB berkedudukan di wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan berkantor pusat di Medan, Provinsi Sumatera Utara.
PPTSB didirikan berazaskan Pancasila dan UUD 1945 serta adat budaya Batak.
PPTSB bersifat sosial kekeluargaan dan sisada lulu anak, sisada lulu boru (satu
putra, satu putri, atau juga satu bangsa). Visinya adalah terwujudnya Parsadaan
Pomparan Toga Sinaga dohot Boru yang sejahtera. Adapun misinya adalah
meningkatkan kesejahteraan anggota melalui berbagai bentuk kegiatan yang
sifatnya tidak bertentangan dengan norma adat istiadat yang berlaku secara
internal bagi Bangso Batak dan norma hukum yang berlaku secara universal bagi
Bangsa Indonesia. Motto Parsadaan Pomparan Toga Sinaga dohot Boru adalah
“PARHATIAN NASORA MONGGAL, PARNINGGALA SIBOLA TALI” (setiap
orang harus bersikap adil, harus jujur dan bertindak akurat), yang di dalamnya
tercermin sikap tindak yang adil, arif dan bijaksana dalam setiap aspek kehidupan.
Bentuk dasarnya dilambangkan dalam bentuk tugu PPTSB yang ada di Desa Urat,
Samosir.
PPTSB memiliki struktur organisasi di tingkat pusat, wilayah, cabang
hingga sektor. Pada penelitian ini, peneliti melakukan penelitian pada Parsadaan
Pomparan Toga Sinaga dohot Boru Cabang Bogor. Saat penelitian berlangsung,
jumlah seluruh anggota dari PPTSB Cabang Bogor adalah 231 keluarga yang
terbagi atas delapan sektor.
Kegiatan-kegiatan yang rutin dilakukan oleh anggota Parsadaan Pomparan
Toga Sinaga dohot Boru antara lain:
1. Arisan yang dilakukan sebulan sekali dimasing-masing sektor.
2. Kunjungan terhadap anggota yang melahirkan anak
3. Berperan serta bila ada putra-putri anggota yang melangsungkan
pernikahan
4. Kunjungan terhadap anggota yang memasuki rumah baru
5. Melakukan penghiburan terhadap anggota keluarga yang mengalami
kemalangan
6. Membesuk anggota yang sakit
34
7. Menghadiri acara suka maupun duka yang dilakukan oleh anggota.
4.3 Karakteristik Responden
4.3.1 Umur
Responden pada penelitian ini sebanyak 70 orang. Umur responden berada
pada rentang 32-70 tahun. Sebanyak 23 orang (32,9 persen) responden berusia
antara 26-40 tahun, dan responden yang berusia diatas 40 tahun sebanyak 47
orang (67,1 persen).
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Golongan Umur di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Interval Umur
Jumlah (orang)
Persentase
26-40
23
32,9
>40
47
67,1
Total
70
100
4.3.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah
diikuti migran pada saat penelitian berlangsung. Tingkat pendidikan responden
pada penelitian ini yaitu sebanyak dua orang (2,9 persen) berpendidikan setingkat
SD, keduanya adalah responden pria. Sedangkan responden yang memiliki tingkat
pendidiakan formal setingkat SMP berjumlah empat orang (5,7 persen) yang
kesemuanya adalah laki-laki. Responden yang memiliki tingkat pendidikan formal
setingkat SMA berjumlah 37 orang (52,9 persen), terdiri atas 29 responden pria
dan delapan responden wanita. Perguruan Tinggi 27 orang (38,5 persen), terdiri
atas 20 orang responden pria dan tujuh orang responden wanita. Bagi orang Batak
pendidikan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan.
Setiap orang Batak berupaya untuk selalu mendapat pendidikan terbaik sampai
setinggi-tingginya. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata pendidikan formal migran
35
pada penelitian ini adalah SMA dan perguruan tinggi. Rincian responden menurut
tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2.
Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan
Pendidikannya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Pendidikan
Terakhir
Laki-Laki
Perempuan
Tingkat
Total
Jumlah
%
Jumlah
%
Jumlah
%
SD/Sederajat
2
3,7
0
0
2
2,9
SMP/Sederajat
4
7,3
0
0
4
5,7
SMA/Sederajat
29
52,7
8
53,3
37
52,9
Perguruan Tinggi
20
36,3
7
46,7
27
38,5
Total
55
100
15
100
70
100
Dengan pendidikan yang cukup baik, migran Batak semakin percaya diri
untuk bermigrasi dan berkeyakinan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan
layak. Harapan itu tergambar dari penuturan MHS (68). Menurut MHS,
sebenarnya beliau sudah memiliki pekerjaan yang cukup baik di kampung. Pada
saat dikampung MHS diangkat sebagai kepala sekolah salah satu sekolah swasta
di kampung tersebut. Tetapi karena penghasilan yang kurang memadai MHS
memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan bekal pendidikan yang dia punya.
Setelah di Bogor MHS menjadi pengajar di sebuah sekolah swasta dengan
penghasilan yang lebih besar dibanding dengan mengajar di kampung.
4.3.3 Daerah Asal
Hasil temuan dilapangan memperlihatkan, responden pada umumnya
berasal dari daerah berbeda yang berada di dalam propinsi Sumatera Utara. Pada
Tabel 3 diperlihatkan asal dari responden sebelum melakukan migrasi.
36
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Daerah Asalnya di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Daerah Asal
Jumlah
Persentase
Provinsi Sumatera Utara
68
97,1
Luar Provinsi Sumatera Utara
2
2,9
Total
70
100
Sebanyak 68 responden (97,1 persen) berasal dari daerah Sumatera Utara
dan mayoritas berasal dari daerah Tapanuli Utara. Tapanuli Utara termasuk dalam
jajaran dataran tinggi. Kondisi alam yang tidak terlalu subur dan terbatasnya
lapangan pekerjaan yang dianggap layak. Hal inilah yang memicu tingginya angka
migrasi dari daerah ini. Penjelasan mengenai banyaknya migran asal Dataran
Tinggi Toba salah satunya adalah disebabkan oleh faktor fisik geografis, faktor
sosial dan demografi, faktor pendidikan serta faktor ekonomi. Pertumbuhan
penduduk menyebabkan tekanan terhadap lahan pertanian yang ada. Pada awalnya
perluasan daerah hanya dilakukan disekitar perkampungan yang kosong tetapi
kemudian menyebar keluar wilayah (Purba dan Purba, 1997). Sementara dua
orang responden (2,9 persen) melakukan migrasi berasal dari daerah non sumatera
utara yaitu Sukabumi dan Tangerang.
4.3.4 Pekerjaan
Pekerjaan yaitu profesi yang dijalankan oleh migran ketika penelitian
berlangsung. Berdasarkan hasil jawaban responden melalui kuesioner, pekerjaan
dalam penelitian dikategorikan seperti terlihat pada Tabel 4.
37
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Pekerjaan Utamanya
di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Pekerjaan
Jumlah (Orang)
Persentase
Wirausaha
22
31,4
Pedagang
5
7,1
Pegawai Negeri
2
2,9
Pegawai Swasta
36
51,4
Polisi/Tentara
2
2,9
Pensiunan
3
4,3
Total
70
100
Berdasarkan hasil penelitian dilapangan seperti terlihat pada tabel diatas
ternyata migran Batak bekerja sebagai pegawai swasta sebanyak 36 orang (51,4
persen). Pendidikan mempengaruhi pekerjaan yang digeluti oleh migran. Latar
belakang pendidikan yang sudah menengah dan tinggi, migran berpeluang lebih
besar untuk bekerja di sektor swasta dan itu berlanjut sampai sekarang. Sebanyak
22 orang responden (31,4 persen) memilih untuk berwirausaha. Lima orang (7,1
persen) berprofesi sebagai pedagang, dua orang PNS, dua orang Polisi, dan tiga
orang pensiunan.
Migran PPTSB yang berprofesi sebagai wirausahawan umumnya memiliki
usaha dibidang pangan. Sepuluh dari duapuluh dua wirausaha yang digeluti adalah
kedai kelontong yang menjual kebutuhan sehari-hari dalam skala besar. Selain
usaha kelontong, ada pula usaha di bidang transportasi, air minum dalam kemasan
dan juga minuman keras.
38
BAB V
FAKTOR PENDORONG DAN PENARIK MIGRAN DAN
KEHIDUPAN AWAL DI BOGOR
5.1 Faktor Pendorong Migrasi
Faktor pendorong migrasi adalah faktor dari daerah asal yang menjadi
pertimbangan responden untuk melakukan migrasi. Hasil penelitian terhadap
responden menunjukkan bahwa alasan ekonomi dan lapangan pekerjaan yang
terbatas di daerah asal menjadi faktor pendorong yang sangat dominan bagi
migran untuk melakukan migrasi. Pada Tabel 5 dijelaskan secara rinci faktorfaktor pendorong penyebab migrasi.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Faktor Pendorong Utama Migrasi Tahun 2011
Faktor pendorong
Jumlah (orang)
Persentase
Keterbatasan lapangan kerja
24
34,2
Keterbatasan mengembangakan diri
35
50,0
Mutasi pekerjaan
2
2,9
Dorongan keluarga
3
4,3
Pendidikan
6
8,6
Total
70
100
Seperti terlihat pada tabel di atas, sebanyak 24 responden (34,2 persen)
memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor karena lapangan kerja yang terbatas.
Lahan pertanian yang semakin sempit dan inovasi pengolahan lahan yang kurang
berkembang sehingga kurang menarik untuk digeluti. Seperti penuturan DS (48),
setelah lulus SMA beliau memutuskan untuk merantau karena lahan milik
keluarga sudah diolah oleh saudara-saudaranya yang lain. Peluang untuk bekerja
39
diluar sektor pertanian juga sangat terbatas. Oleh karena itu beliau memutuskan
untuk merantau.
5.1.1 Motivasi Ekonomi
Faktor ekonomi menjadi motif yang paling tinggi yang mendorong migran
untuk melakukan migrasi. Sebanyak 61 orang responden (87 persen) memutuskan
untuk melakukan migrasi dengan motif ekonomi. Rendahnya pendapatan di
daerah asal dan kecilnya peluang untuk meningkatkan pendapatan menjadi faktor
pendorong migran untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan MHS (68), setelah
menamatkan pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Semarang MHS
memutuskan untuk pulang ke daerah asal dan bekerja sebagai guru di daerah
tersebut. Berselang setahun kemudian MHS memutuskan untuk melakukan
migrasi ke daerah Bogor karena penghasilannya sebagai pengajar dikampung
sangat kecil. Sementara di daerah Bogor MHS ditawari sebagai pengajar dengan
gaji yang lebih besar.
Sementara DS (48), setelah lulus SMA melakukan migrasi karena
keterbatasan lahan yang akan digarap. Melihat pengalaman saudara-saudara
tuanya yang terlebih dahulu sebagai penggarap lahan pendapatannya sangat kecil,
semakin menguatkan tekadnya untuk melakukan migrasi dengan harapan
kehidupan ekonominya akan meningkat lebih baik lagi.
5.1.2 Motivasi Pendidikan
Pendidikan menjadi motivasi bagi enam orang (9 persen) responden dalam
penelitian ini untuk melakukan migrasi. Seperti penuturan NS (32), beliau
melakukan migrasi ke Bogor karena diterima disalah satu perguruan tinggi di
Bogor. Tujuan utamanya ke Bogor adalah untuk menuntut ilmu. NS (32)
memutuskan untuk bermigrasi ke Bogor dengan pertimbangan mutu pendidikan
perguruan tinggi yang dituju di Bogor lebih baik dibanding universitas di daerah
asalnya. Hal tersebut dia ketahui dari informasi yang dia dapatkan dari guru-guru
SMA nya maupun informasi yang dicari sendiri.
40
5.2 Faktor Penarik Migrasi
Faktor penarik Migrasi adalah faktor-faktor penarik dari daerah tujuan
migrasi yang membuat migran menuju daerah tersebut. Faktor penarik adalah
daya tarik Bogor sehingga dijadikan derah tujuan migrasi. Pada Tabel 6 dijelaskan
secara rinci faktor-faktor yang menjadi penarik migran bermigrasi ke Bogor.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Faktor Penarik Migrasi Tahun 2011
Faktor Penarik
Jumlah (orang)
Persentase
Perekonomian yang lebih baik
28
40,0
Pendidikan
3
4,3
Tugas kerja
4
5,7
Lingkungan yang nyaman
27
38,6
Ajakan Saudara
8
11,4
Total
70
100
Faktor penarik yang paling besar yang membuat Bogor menjadi pilihan
migrasi adalah kesempatan untuk mengembangkan kehidupan ekonomi yang lebih
baik. Hasil penelitian dilapangan, duapuluh delapan orang migran menjadikan
peluang ekonomi ini sebagai alasan untuk berpindah ke Bogor. Seperti penuturan
BS (50), beliau mendapatkan penawaran bekerja di Bogor sehingga memutuskan
untuk tinggal di Bogor. Kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh
migran BS.
Kondisi cuaca di Bogor yang sejuk dan masyarakatnya yang ramah juga
menjadi salah satu daya tarik daerah ini menjadi daerah tujuan migrasi. Hal ini
diperkuat oleh hasil penelitian dilapangan, responden yang memutuskan untuk
menetap di Bogor sebanyak duapuluh tujuh orang dengan pertimbangan
lingkungan yang nyaman. Seperti penuturan HFR (32), beliau memilih Bogor
41
sebagai tempat untuk tinggal karena cuaca di Bogor cukup sejuk dibandingkan
tempat beliau bekerja yaitu daerah Tangerang. Jarak yang jauh dari tempat tinggal
ke lokasi kerja tidak membuat beliau berpindah dari Bogor karena sudah merasa
nyaman dengan suasana lingkungan yang nyaman dan masyarakatnya yang
ramah.
Responden yang memilih pendidikan sebagai daya tarik Bogor untuk
melakukan migrasi sebanyak tiga orang. MS (35) memilih untuk berkuliah di
Bogor karena tertarik dengan fakultas pertanian yang ada di Institut pertanian
Bogor. Beliau memilih IPB Bogor karena menurutnya kualitas pendidikannya
sangat baik dan sesuai dengan yang beliau inginkan.
5.3 Kehidupan Awal Di Bogor
Kehidupan awal di Bogor yang dialami oleh migran sangat bervariasi.
Seperti yang dituturkan oleh MS (42), perjalanannya ke Bogor bukanlah sesuatu
yang direncanakan sejak awal. MS pemuda yang hanya mengenyam pendiddikan
setingkat SD ini tujuan awal migrasinya adalah ke Ibukota Jakarta. Di Jakarta
beliau mencoba peruntungan menjadi kondektur bis dan akhirnya menjadi sopir.
Penghasilan awalnya cukup menjanjikan untuk ukuran pemuda seusianya. Seiring
berjalannya waktu, MS merasa Jakarta tidak ideal lagi baginya karena saingannya
semakin banyak. Pada akhirnya MS memutuskan untuk pindah ke Bogor karna
melihat peluang daerah ini akan berkembang dan peluang untuk berwirausaha
cukup tinggi. Pada awal kehidupan di Bogor, MS bekerja sebagai supir angkutan
umum. Pada awal kehidupan di Bogor, MS tinggal bersama saudara dan
kemudian memutuskan untuk tinggal dengan indekos. Kemudian MS mulai
membuka usaha kecil sembari menekuni pekerjaannya sebagai sopir. Lambat laun
usahanya berkembang dan membuat tingkat ekonomi MS jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan kehidupannya sebelum melakukan migrasi.
Lain lagi dengan penituran NH (32), NH memutuskan untuk pindah ke
Bogor karena NH diterima di Institut Pertanian Bogor. NH ke Bogor untuk
melanjutkan pendidikan. NH tidak mempunyai saudara di Bogor dan NH
memutuskan tinggal dengan cara berindekos. Kehidupan awal NH di Bogor hanya
42
seputar kegiatan mahasiswa di kampus. Urusan biaya hidup dan biaya pendidikan,
NH masih didanai secara langsung oleh orangtua NH di kampung.
Pada saat pertama kali sampai di daerah migrasi, migran tentunya belum
memiliki tempat tinggal sendiri. Migran biasanya menghubungi kerabat ataupun
teman yang sudah terlebih dahulu melakukan migrasi kedaerah tersebut. Ada juga
yang mencari tempat tinggal sendiri dengan cara kontrak ataupun indekos.
Hasil penelitian dilapangan diketahui sebanyak 33 orang responden (47
persen) menumpang tinggal ditempat kerabat ketika pertama kali melakukan
migrasi ke Bogor. Hal ini terjadi karena migran yang baru pertama kali datang
belum terlalu mengenal daerah tujuan migrasi. Semenjak dari daerah asal, migran
sudah diberi pesan untuk segera langsung menemui kerabat yang ada begitu
sampai di Bogor. Seperti penuturan CS (37), beliau langsung menemui
amangborunya begitu sampai di Bogor. CS juga menumpang tinggal bersama
amangborunya sembari mencari pekerjaan. Hal itu ia lakukan karena sudah ada
pesan dari kampung untuk segera menemui amangboru. Menurut CS dia sangat
kerasan tinggal dirumah amangborunya tersebut karena amangborunya sangat
banyak membantunya dalam mencari pekerjaan dan banyak member masukanmasukan kepadanya.
Berbeda dengan penuturan DS (40), beliau kurang begitu nyaman tinggal
ditempat saudara. Lingkungan baru dan daerah baru membuatnya suka keluyuran
tetapi dia selalu dibatasi pergerakannya oleh saudaranya. DS menuturkan, beliau
hanya betah selama tiga bulan menumpang ditempat saudaranya, setelahnya
beliau memutuskan untuk indekos. Pada Tabel 7 berikut ini dijelaskan secara rinci
jumlah dan persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan tempat
tinggal pertama di Bogor.
43
Tabel 7.
Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Tempat Tinggal Pertama di Bogor Tahun 2011
Tempat Tinggal Pertama
Jumlah (orang)
Persentase
Kerabat
33
47,1
Teman
10
14,3
Sewa/kost
27
38,6
Total
70
100
5.4 Hubungan Dengan Daerah Asal
Migran Sinaga yang telah menetap di Bogor tidak pernah melupakan daerah
asalnya. Hasil penelitian dapat dilihat secara rinci pada Tabel 8, jumlah dan
persentase responden di PPTSB Cabang Bogor berdasarkan kunjungan ke daerah
asal
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Kunjungan Ke Daerah Asal Tahun 2011
Frekuensi Pulang ke Daerah Asal
Jumlah Responden
Persentase
Sekali dalam setahun
56
80,0
Lebih dari sekali dalam setahun
5
7,1
Tidak tentu
9
12,9
Total
70
100
Pada Tabel 8 terlihat jelas sebanyak 56 (80,0 persen) responden pulang ke
kampung halaman secara rutin sekali dalam setahun. Hal ini terjadi karena
orangtua dan saudara-saudara responden masih tinggal di daerah asal. Hal ini
menyebabkan ikatan yang sangat kuat antara responden dengan frekusensi
44
responden pulang ke daerah asal. Frekuensi ini ditanyakan dalam rentang waktu 5
tahun terakhir. Biasanya acara pulang ke daerah asal ini dilakukan pada saat bulan
Desember menjelang Natal tiba.
Sebanyak lima orang responden (7,1 persen) tercatat pulang kedaerah asal
lebih dari sekali dalam setahun. Migran AS (35) bisa mencapai delapan kali
pulang ke daerah asal dalam setahun. Hal tersebut dilakukannya dalam rangka
urusan bisnis.
Migran BS (40) pulang ke daerah asal sekali dalam sebulan. Hal ini sangat
dimungkinkan karena daerah asal BS adalah Sukabumi. BS hampir setiap bulan
mengunjungi orangtua dan saudara-saudara di Sukabumi.
Sementara sembilan orang responden (12,9 persen) yang lain menyatakan
tidak tentu frekuensi pulang ke daerah asalnya. Bisa sekali setahun, bisa sekali
dalam tiga tahun maupun sekali dalam lima tahun. Hal ini terjadi karena tingkat
kepentingan untuk pulang ke daerah asal tidak terlalu genting. Kelompok ini pada
umumnya akan pulang kedaerah asal bila terjadi hal-hal tertentu didaerah asal,
misalnya adanya pesta adat. Migran akan pulang ke daerah asal bila ada undangan
untuk menghadiri pesta adat dari daerah asal.
45
BAB VI
PROSES SOSIAL MIGRAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
6.1 Proses Sosial
Manusia adalah makhluk sosial. Manusia pasti mengalami proses sosial
dalam menjalani kehidupannya. Demikian pula dengan migran, proses sosial
adalah salah satu faktor yang mendukung migran untuk tetap bertahan dan
bertumbuh di daerah migrasi. Sosialisasi yang baik diharapkan akan mempererat
hubungan dan meruntuhkan tembok-tembok pemisah.
Migran Batak yang melakukan migrasi ke Bogor tentunya membawa adat
budaya dari daerah asal. Di Bogor migran juga bertemu kebudayaan dan adat yang
baru. Masing-masing pihak pasti akan mempertahankan adat budayanya agar tetap
eksis. Percampuran budaya tentunya tidak terhindarkan lagi. Migran Batak dengan
identitas etniknya selalu berusaha untuk mempertahankan budayanya dan
berpegang teguh terhadap adat istiadat walaupun telah hidup berdampingan
dengan penduduk sekitar yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Seperti yang dikatakan Pelly (1994) bahwa misi budaya dari satu suku bangsalah
yang menentukan dan mengarahkan mereka beradaptasi dengan lingkungan dan
memicu untuk meninggalkan kampung halamannya. Proses sosial yang dijalin
migran Batak dilakukan dengan bergabung dengan organisasi-organisasi yang ada
di daerah migran. Organisasi marga, organisasi lingkungan, maupun organisasi
keagamaan menjadi wadah untuk berproses dan beradaptasi.
Organisasi marga merupakan organisasi yang paling banyak diikuti oleh
migran. Seluruh responden tergabung dalam organisasi marga. Hal ini terjadi
karena di organisasi marga, migran menemukan adat budayanya secara langsung.
Hal-hal yang ada di daerah asal masih mudah mereka temukan dalam organisasi
marga ini. Hal inilah yang membuat organisasi marga ini menjadi sesuatu yang
menarik. Awal melakukan migrasi, responden hanya memiliki pergaulan yang
terbatas. Dengan masuk ke dalam organisasi marga, migran mempunyai banyak
kenalan dan relasi di daerah migran. Hal ini cukup membantu migran untuk
beradaptasi dan terus bertahan di Bogor. Organisasi marga ini dibentuk untuk
46
melestarikan adat budaya asal dan tempat untuk bersilaturahmi dengan sesama
orang Batak di daerah migrasi.
6.1.1 Jumlah Kelembagaan yang Dimasuki
Setiap responden pada penelitian ini memiliki ketertarikan yang berbeda
pada kelembagaan-kelembagaan yang ada. Hal tersebut mempengaruhi jumlah
kelembagaan yang akan dimasuki oleh migran. Pada Tabel 9 digambarkan secara
rinci banyaknya kelembagaan yang diikuti oleh migran.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Banyaknya Kelembagaan yang Dimasuki Tahun 2011
Banyaknya Kelembagaan Yang Dimasuki
Jumlah
Persentase
Satu
14
20,0
Dua
31
44,3
Tiga
20
28,6
Empat
4
5,7
Lima
1
1,4
Total
70
100
Dari hasil penelitian dilapangan, ternyata responden PPTSB Cabang Bogor
ikut bergabung dalam berbagai kelembagaan. Dari segi jumlah, 14 orang
memasuki sedikitnya satu organisasi. Sebanyak 31 orang memasuki dua
organisasi, 20 orang responden tergabung dalam tiga organisasi, 4 orang
tergabung dalam empat organisasi dan 1 orang tergabung dalam lima organisasi.
6.1.2 Jenis Kelembagaan yang Dimasuki
Setiap migran memiliki ketertarikan dan panggilan yang berbeda-beda
terhadap sebuah kelembagaan. Hal tersebut akan mempengaruhinya terhadap jenis
kelembagaan yang akan dimasuki. Pada Gambar 3 diperlihatkan secara rinci
sebaran organisasi yang dimasuki oleh responden di PPTSB Cabang Bogor.
47
Sebaran Kelembagaan
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Series1
Marga
Keagamaan
Profesi
Lingkungan
70
15
6
34
Gambar 3. Sebaran Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB Cabang
Bogor, 2011.
Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa semua responden di PPTSB
Cabang Bogor tergabung dalam minimal satu organisasi. Beberapa responden
bahkan tergabung dalam beberapa organisasi. Hal tersebut terjadi karena
umumnya sebuah keluarga selalu bersosialisasi kedalam organisasi marga suami
dan bersosialisai juga kedalam organisasi marga istri. Selain itu sebuah keluarga
juga terkadang tergabung dalam organisasi marga lain yang memiliki kekerabatan
dengan marga orangtua dalam keluarga responden.
Dari data yang diperoleh lebih lanjut, sebanyak 15 orang responden ternyata
juga aktif dalam organisasi keagamaan. Organisasi keagamaan yang dimasuki
adalah organisasi yang ada di gereja. Responden terlibat aktif sebagai pengurus
maupun penatua di gereja. Kemudian sebanyak enam orang responden tergabung
dalam organisasi profesi dan 34 orang responden tergabung dalam organisasi
lingkungan.
6.1.3 Kegiatan-kegiatan yang Dilakukan Kelembagaan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi-organisasi yang dimasuki
oleh responden beraneka macam. Organisasi marga contohnya kegiatan yang
paling umum dilakukan adalah arisan marga. Pada arisan ini dilakukan berbagai
kegiatan meliputi kebaktian, sharing antar anggota dan ramah tamah. Tidak lupa
48
pula membahas eksistensi organisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan yang
akan dilakukan. Seperti PPTSB, pada arisan yang peneliti hadirin, setelah acara
kebaktian selesai, dibahas pula tentang keadaan anggota PPTSB. Saling berbagi
kesaksian untuk saling menguatkan satu dengan yang lain. Berhubung akhir tahun
yang sudah mendekat, dibahas pula tentang rencana bona taon yaitu acara
syukuran untuk merayakan hari Natal sekaligus penyambutan Tahun Baru. Hal ini
dimaksudkan agar ditahun yang baru kelak, anggota PPTSB semakin dilimpahi
kesehatan dan diberi keberkahan.
Pengurus-pengurus
harian
sektor
PPTSB
juga
bertugas
untuk
memperhatikan anggota dan mengkoordinir anggota bilamana ada anggota yang
memiliki hajatan. Bila ada anggota yang sakit, pengurus menkoordinir untuk
melakukan besuk bersama. Bila ada anggota yang sedang hajatan suka ataupun
duka, pengurus memberi arahan untuk anggota-anggota yang lain untuk
membantu.
Dewan pembina pada organisasi marga PPTSB khususnya berperan sebagai
penasehat dan orang tua bagi anggota-anggota. Dewan pembina memiliki peranan
yang cukup banyak bilamana organisasi mengadakan kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan adat istiadat.
Pada organisasi keagamaan, kegiatan yang paling banyak dilakukan adalah
kebaktian, rapat mingguan untuk persiapan ibadah yang akan dilakukan setiap hari
minggu di Gereja. Seperti penuturan NS (50) pada saat penelitian berlangsung
beliau mengikuti kegiatan keagamaan sebanyak 12 kali pada bulan tersebut. Hal
tersebut terjadi karena beliau adalah salah satu majelis di gereja tersebut. Oleh
karena itu intensitasnya sangat tinggi dalam mengikuti kegiatan keagamaan.
Pada organisasi profesi kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak berbeda jauh
dengan kegiatan pada organisasi keagamaan. Kegiatan yang paling sering
dilakukan adalah rapat koordinasi dan sesekali melakukan kegiatan seminar.
Seperti penuturan MS (42), mereka mendirikan koperasi dan melakukan rapat
pemegang saham secara rutin. Koperasi ini sengaja dibentuk untuk membantu
anggota-anggotanya sekaligus menggerakkan perekonomian organisasi yang
dijalankan.
49
Pada organisasi lingkungan parsahutaon, kegiatan yang dilakukan tidak
berbeda jauh dengan kegiatan organisasi marga. Organisasi lingkungan
melakukan pertemuan lingkungan sekali dalam sebulan. Pada pertemuan itu
digelar pula ibadah dan pengundian arisan. Perbedaan yang paling mencolok
antara organisasi marga dengan organisasi parsahutaon adalah pada komposisi
anggotanya. Kalo pada organisasi marga, batasaannya adalah marga tertentu
namun pada organisasi parsahutaon, batasannya adalah wilayah lingkungan
tertentu dan lintas marga.
6.1.4 Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Semakin banyak jumlah organisasi yang diikuti oleh seseorang maka akan
bertambah tinggi pula frekuensi seseorang untuk mengikuti kegiatan-kegiatan
yang diadakan organisasi tersebut. Tabel 10 berikut ini akan dipaparkan frekuensi
migran dalam mengikuti kegiatan-kegiatan kelembagaan yang diikutinya.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Responden di PPTSB Cabang Bogor
Berdasarkan Frekuensi Mengikuti Kegiatan dalam Sebulan Tahun
2011
Frekuensi Mengikuti Kegiatan Dalam Sebulan
Jumlah
Persentase
1-2 Kali
35
50,0
3-4 Kali
22
31,4
5-6 Kali
13
18,6
Total
70
100
6.1.5 Status dalam Kelembagaan yang Dimasuki
Setiap responden pasti memiliki peranan dalam setiap kelembagaan yang
dimasuki, baik itu sebagai dewan pembina, pengurus harian, maupun anggota
biasa. Pada Gambar 4 berikut ini dijelaskan secara rinci peranan responden dalam
organisasi.
50
Peranan Dalam Kelembagaan
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Dewan Pembina
Pengurus Harian
Anggota Biasa
10
27
70
Series1
Gambar 4. Peranan dalam Kelembagaan yang Dimasuki Responden PPTSB
Cabang Bogor, 2011.
Gambar di atas menjelaskan peranan responden dalam organisasi. Dari hasil
penelitian diperoleh data bahwa dari 70 orang responden, sepuluh diantaranya
memiliki posisi sebagai dewan Pembina di dalam organisasi yang dimasuki.
Sebanyak 27 orang responden memiliki posisi sebagai pengurus harian dan 70
orang responden posisinya sebagai anggota biasa.
6.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Sosial
Karakteristik Individu setiap orang berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya. Begitupun dengan migran Batak Toba pastinya memiliki karakter yang
berbeda-beda antara satu dengan yang lain. Perbedaan ini akan berpengaruh
terhadap pola pikir, tindakan, dan pergaulan dalam masyarakat. Pada penelitian ini
peneliti mencoba mengelaborasi sejauh mana pengaruh dari karakteristik individu
terhadap proses sosial yang dijalani oleh migran.
6.2.1 Jenis Kelamin
Hubungan antara jenis kelamin dengan jumlah organisasi yang dimasuki
dapat dilihat pada Tabel 11.
51
Tabel 11. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jumlah Organisasi
yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Jenis Kelamin
Jumlah Organisasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Perempuan
3
12
0
15
Laki-laki
11
40
4
55
Total
14
52
4
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 11 sebesar 1,175. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5.991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan jumlah organisasi
Hubungan antara jenis kelamin dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat
dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Jenis Organisasi
yang Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Jenis
Kelamin
Total
Jenis Organisasi
Marga
Marga &
Marga &
Marga &
Marga, Profesi,
Marga, Agama,
Profesi
Agama
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
Perempuan
4
0
3
6
0
2
15
Laki-Laki
24
2
1
16
3
9
55
Total
28
2
4
22
3
11
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 12 sebesar 9,545. Nilai Chi-square
tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan jenis organisasi
Hubungan antara jenis kelamin dengan frekuensi mengikuti kegiatan
organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 13.
52
Tabel 13. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Frekuensi Mengikuti
Kegiatan Organisasi yang Dimasuki Responden di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011
Jenis
Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Kelamin
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Perempuan
9
3
3
15
Laki-laki
26
19
10
55
Total
35
22
13
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 13 sebesar 1,196. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi
Hubungan antara jenis kelamin dengan status dalam organisasi yang
dimasuki dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Jumlah Responden Menurut Jenis Kelamin dan Status dalam
Organisasi yang Dimasuki Responden di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011
Jenis
Kelamin
Total
Status dalam Organisasi
Dewan
Pengurus
Pembina
Harian
Anggota
Biasa
Dewan
Dewan
Pengurus
Dewan
Pembina,
Pembina,
Harian,
Pembina,
Pengurus
Anggota
Anggota
Pengurus
Harian
Biasa
Biasa
Harian,
Anggota
Biasa
Perempuan
0
1
11
1
0
2
0
15
Laki-Laki
3
7
27
0
3
14
1
55
Total
3
8
38
1
3
16
1
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 14 sebesar 7,988. Nilai Chi-square
tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan status dalam organisasi
53
6.2.2 Umur
Hubungan antara umur dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat
dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Jumlah Responden Menurut Umur dan Jumlah Organisasi yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Umur
Jumlah Organisasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Muda
5
13
0
18
Tua
9
39
4
52
Total
14
52
4
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 15 sebesar 2,131. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5.991, maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan jumlah organisasi. Semakin tua umur responden
semakin banyak organisasi yang dimasuki. Hal tersebut terjadi karena migran
telah memiliki banyak kenalan dan menetap di Bogor dalam jangka waktu yang
lama. Aktivitas pekerjaan yang semakin berkurang juga mendorong migran untuk
lebih aktif berorganisasi. Seperti penuturan TS (58), setelah memasuki masa
pensiun kerja, beliau mengikuti bermacam-macam organisasi untuk mengisi
waktu kosong dan juga membagikan ilmu pengetahuan yang beliau punya.
Hubungan antara umur dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat dilihat
pada Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah responden Menurut umur dengan Jenis Organisasi yang
Dimasukinya di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Umur
Jenis Organisasi
Marga
Total
Marga &
Marga &
Marga &
Marga, Profesi,
Marga, Agama,
Profesi
Agama
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
Muda
6
0
3
8
0
1
18
Tua
22
2
1
14
3
10
52
Total
28
2
4
22
3
11
70
54
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 16 sebesar 9,984. Nilai Chi-square
tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan jenis organisasi yang diikuti. Pada Tabel 16 terlihat
jelas, migran usia tua mendominasi seluruh kategori jenis organisasi yang
dimasuki responden. Organisasi menjadi wadah bagi migran usia tua sebagai
tempat bersosialisasi dan tempat berbagi pikiran yang sesuai dengan
pemikirannya, terutama organisasi marga dan organisasi lingkungan.
Hubungan antara umur dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi
yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Jumlah Responden Menurut Umur dan Frekuensi Mengikuti
Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor
Tahun 2011
Umur
Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Muda
12
4
2
18
Tua
23
18
11
52
Total
35
22
13
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 17 sebesar 2,726. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi. Tingkat
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan organisasi didominasi oleh kategori
rendah.
Hubungan antara umur dengan status dalam organisasi yang dimasuki dapat
dilihat pada Tabel 18.
55
Tabel 18. Jumlah Responden Menurut Umur dan Status dalam Organisasi yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Umur
Total
Status dalam Organisasi
Dewan
Pengurus
Anggota
Dewan
Dewan
Pengurus
Dewan
Pembina
Harian
Biasa
Pembina,
Pengurus
Pembina,
Harian,
Pembina,
Anggota
Anggota
Pengurus
Harian
Biasa
Biasa
Harian,
Anggota
Biasa
Muda
0
1
15
0
0
2
0
18
Tua
3
7
23
1
3
14
1
52
Total
3
8
38
1
3
16
1
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 18 sebesar 8,729. Nilai Chi-square
tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara umur dengan status dalam organisasi.
6.2.3 Tingkat Pendidikan
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan jumlah organisasi yang
dimasuki dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Jumlah
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Tingkat Pendidikan
Jumlah Organisasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
SD
0
2
0
2
SLTP
2
2
0
4
SMU
4
30
3
37
Perguruan Tinggi
8
18
1
27
Total
14
52
4
70
56
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 19 sebesar 6,856. Nilai Chi-square
tabel sebesar 12,59159 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan jumlah organisasi.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan jenis organisasi yang dimasuki
dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Organisasi
yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Tingkat
Pendidikan
Jenis Organisasi
Marga
Total
Marga &
Marga &
Marga &
Marga, Profesi,
Marga, Agama,
Profesi
Agama
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
SD
0
0
0
0
1
1
2
SLTP
2
0
0
2
0
0
4
SMU
12
1
0
16
1
7
37
Perguruan
14
1
4
4
1
3
27
28
2
4
22
3
11
70
Tinggi
Total
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 20 sebesar 26,965. Nilai Chi-square
tabel sebesar 24,995 maka ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan jenis organisasi.
Hubungan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengikuti kegiatan
organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 21.
57
Tabel 21. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Frekuensi
Mengikuti Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011
Tingkat Pendidikan
Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
SD
2
0
0
2
SLTP
4
0
0
4
SMU
16
13
8
37
Perguruan Tinggi
13
9
5
27
Total
35
22
13
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 21 sebesar 6,736. Nilai Chi-square
tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan frekuensi mengikuti kegiatan
organisasi.
Untuk melihat hubungan antara tingkat pendidikan dengan status dalam
organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 22.
Tabel 22. Jumlah Responden Menurut Tingkat Pendidikan dan Status Dalam
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Tingkat
Pendidikan
Total
Status dalam Organisasi
Dewan
Pembina
Pengurus
Harian
Anggota
Biasa
Dewan
Pembina,
Pengurus
Harian
Dewan
Pembina,
Anggota
Biasa
Pengurus
Harian,
Anggota
Biasa
Dewan
Pembina,
Pengurus
Harian,
Anggota
Biasa
SD
0
1
1
0
0
0
0
2
SLTP
0
0
4
0
0
0
0
4
SMU
1
0
22
0
3
10
1
37
Perguruan
Tinggi
2
7
11
1
0
6
0
27
Total
3
8
38
1
3
16
1
70
58
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 22 sebesar 22,801. Nilai Chi-square
tabel sebesar 28,869 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan dengan status dalam organisasi.
6.2.4 Daerah Asal
Hubungan antara daerah asal dengan jumlah organisasi yang dimasuki dapat
dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jumlah Organisasi
yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Daerah Asal
Jumlah Organisasi
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumatera Utara
13
51
4
68
Luar Sumatera Utara
1
1
0
2
Total
14
52
4
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 23 sebesar 1,208. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5.991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara daerah asal dengan jumlah organisasi.
Hubungan antara daerah asal dengan jenis organisasi yang dimasuki dapat
dilihat pada Tabel 24.
Tabel 24. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Jenis Organisasi yang
Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Daerah
Asal
Sumatera
Jenis Organisasi
Marga
Total
Marga &
Marga &
Marga &
Marga, Profesi,
Marga, Agama,
Profesi
Agama
Lingkungan
Lingkungan
Lingkungan
26
2
4
22
3
11
68
2
0
0
0
0
0
2
28
2
4
22
3
11
70
Utara
Luar
Sumatera
Utara
Total
59
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 24 sebesar 3,088. Nilai Chi-square
tabel sebesar 11,0705 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara daerah asal dengan jenis organisasi.
Hubungan antara daerah asal dengan frekuensi mengikuti kegiatan
organisasi yang dimasuki dapat dilihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Frekuensi Mengikuti
Kegiatan Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun
2011
Daerah Asal
Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Total
Rendah
Sedang
Tinggi
Sumatera Utara
34
22
12
68
Luar Sumatera Utara
1
0
1
2
Total
35
22
13
70
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 25 sebesar 1,742. Nilai Chi-square
tabel sebesar 5,991 maka ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara daerah asal dengan frekuensi mengikuti kegiatan organisasi.
Hubungan antara daerah asal dengan status dalam organisasi yang dimasuki
dapat dilihat pada Tabel 26.
60
Tabel 26. Jumlah Responden Menurut Daerah Asal dan Status dalam
Organisasi yang Dimasuki di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Daerah
Asal
Status dalam Organisasi
Dewan
Pembina
Pengurus
Harian
Anggota
Biasa
Dewan
Pembina,
Pengurus
Harian
Dewan
Pembina,
Anggota
Biasa
Pengurus
Harian,
Anggota
Biasa
Dewan
Pembina,
Pengurus
Harian,
Anggota
Biasa
Total
Sumatera
Utara
3
8
37
0
3
16
1
68
Luar
Sumatera
Utara
0
0
1
1
0
0
0
2
3
8
38
1
3
16
1
70
Total
Nilai Chi-square hitung pada Tabel 26 sebesar 34,919. Nilai Chi-square
tabel sebesar 12,591 maka ditarik kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara daerah asal dengan status dalam organisasi.
Tabel 27. Hubungan Karakteristik Individu Dengan Proses Sosial Migran
dengan Pengujian Menggunakan Crosstabs
Karakteristik
Individu
Jenis Kelamin
Umur
Tingkat
Pendidikan
Daerah Asal
Proses Sosial
Jumlah
Organisasi
yang
Dimasuki
Jenis
Organisasi
yang
Dimasuki
KegiatanKegiatan
yang
Dilakukan
Frekuensi
Mengikuti
Kegiatan
Organisasi
Status
dalam
Organisasi
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Berhubungan
Tidak
Berhubungan
6.3 Hubungan Motivasi Terhadap Proses Sosial
Motivasi migran untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik mendorong
migran untuk selalu adaptif terhadap lingkungan sekitarnya. Migran melakukan
adaptasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan berinteraksi. Interaksi yang
dijalin oleh migran juga ada berbagai cara, contohnya adalah berinteraksi dengan
mengikuti kegiatan-kegiatan diberbagai kelembagaan. Seperti penuturan OS (35),
61
beliau pada awalnya lebih senang untuk menghasbiskan waktu di rumah. Tetapi
karena beliau seorang wirausahawan, beliau menggiatkan diri untuk ikut terlibat
dalam kegiatan-kegiatan organisasi marga demi menambah relasi. Dampak
keinginan yang kuat tersebut, OS (35) yang awalnya sangat suka menghabiskan
waktu di rumah, akhirnya terlibat aktif dalam organisasi marga. Menurut OS (35),
keikutsertaanya dalam organisasi marga tersebut sangat berdampak pada
kepercayaan dirinya maupun kemajuan usaha yang dijalankannya.
Lain lagi dengan penuturan SS (47), setelah pensiun dari tempat bekerja,
beliau memiliki banyak waktu kosong. Karena kebiasaan beliau yang selalu aktif,
maka beliau terjun di organisasi lebih giat lagi. Hal ini dilakukannya agar tidak
merasa jenuh. Selain itu beliau juga suka membagikan pengetahuannya kepada
anggota-anggota organisasi.
62
BAB VII
KEBERHASILAN MIGRAN DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHINYA
7.1 Keberhasilan Sosial Dan Ekonomi.
7.1.1 Keberhasilan Ekonomi
Penelitian ini mengukur penilaian responden terhadap rentang ekonominya
pada saat sebelum migrasi, awal migrasi, pada saat penelitian berlangsung, dan
harapan lima tahun mendatang dengan skala pengukuran 0 sampai 10. Hasil
penelitian di lapangan menunjukkan adanya perubahan kondisi ekonomi migran
PPTSB dari waktu ke waktu. Gambaran perubahan ekonomi pada penelitian ini
disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya
Terhadap Kondisi Ekonomi dan Kurun Waktu di PPTSB Cabang
Bogor Tahun 2011
Kurun Waktu
Perubahan Skor Ekonomi
Rata-Rata < 0
0 1-2 3-4
Sebelum Migrasi - Awal Migrasi
0.57
4
30
36
0
Awal Migrasi - Saat Penelitian
2,80
0
1
26
39
Saat Penelitian - Harapan Lima
3,07
0
3
18
38
Tahun Mendatang
>4
0
4
11
Kondisi ekonomi migran pada awal migrasi mengalami penurunan,
peningkatan dan bahkan tidak berubah sama sekali. Sebanyak 4 orang migran
mengalami penurunan kondisi ekonomi, 30 migran kondisi ekonominya tidak
berubah dan 36 migran mengalami peningkatan ekonomi sebanyak 1-2 level. Pada
saat peneitian berlangsung kondisi ekonomi migran mengalami kenaikan yang
signifikan. Dari 70 migran, hanya 1 orang yang kondisi ekonominya tidak
berubah, 26 orang mengalami peningkatan sebesar 1-2 level, 39 orang mengalami
peningkatan sebesar 3-4 level, dan ada 4 migran mengalami kenaikan ekonomi
diatas 4 level.
Hasil penelitian berdasarkan skor ekonominya, menunjukkan bahwa migran
PPTSB sangat optimis untuk mencapai kondisi ekonomi yang lebih baik lagi
63
dimasa yang akan datang. Hal tersebut ditunjukkan dengan semakin banyaknya
jumlah migran yang perubahan ekonominya meningkat sebanyak 3-4 level. Pada
saat penelitian berlangsung, migran yang mengalami peningkatan ekonomi
sebanyak 3-4 level sebanyak 39 orang dibandingkan dengan pada awal migrasi.
Harapan lima tahun mendatang sebanyak 38 migran berharap kondisi ekonominya
meningkat sebanyak 3-4 level, dan 11 migran berharap kondisi ekonominya
meningkat diatas 4 level.
Kondisi ekonomi migran mengalami perubahan kearah yang lebih tinggi
dari masa ke masa. Perubahan itu dapat dilihat dari peningkatan rata-rata skor
ekonomi migran dari kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima
tahun mendatang.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata
kondisi ekonomi migran sebelum migrasi dan pada awal migrasi, awal migrasi
dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian berlangsung dan harapan
pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara rinci dapat dilihat pada
Lampiran 3.
7.1.2 Keberhasilan Sosial
Perubahan partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan sosial yang dijalani
oleh migran dapat dilihat secara rinci pada Tabel 29-32. Pada penelitian ini diukur
penilaian responden terhadap partisipasinya mengikuti kegiatan adat, partisipasi
mengikuti kegiatan lingkungan, partisipasi mengikuti kegiatan parsahutaon, dan
partisipasinya mengikuti kegiatan keagamaan pada saat sebelum migrasi, awal
migrasi, pada saat penelitian berlangsung, dan harapan lima tahun mendatang
dengan skala pengukuran 0-10. Hasil penelitian dilapangan menunjukkan adanya
perubahan migran PPTSB dalam berpartisipasi mengikuti kegiatan sosial dari
waktu ke waktu.
64
Tabel 29. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya
Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat dan Kurun Waktu di
PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Kurun Waktu
Sebelum Migrasi - Awal Migrasi
Awal Migrasi - Saat Penelitian
Saat Penelitian - Harapan Lima
Tahun Mendatang
Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Adat
Rata-Rata 0 <
0
1-2 3-4 >4
0,52
0
43
26
1
0
2,58
0
8
26
29
7
2,61
3
4
33
18 12
Perubahan partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat pada awal
migrasi mengalami peningkatan yang kecil. Peningkatan tersebut terjadi pada 26
orang migran pada level 1-2 dan seorang migran pada level 3-4. Pada saat
peneitian berlangsung partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat
mengalami kenaikan yang signifikan. Dari 70 migran, 8 orang tidak mengalami
perubahan partisipasi dalam mengikuti kegiatan adat, 26 orang mengalami
peningkatan sebesar 1-2 level, 29 orang mengalami peningkatan sebesar 3-4 level,
dan ada 7 migran mengalami peningkatan partisipasi dalam mengikuti kegiatan
adat diatas 4 level.
Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat mengalami perubahan
kearah yang lebih tinggi dari masa ke masa. Perubahan itu dapat dilihat dari
peningkatan rata-rata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat dari
kurun waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang.
Hasil ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta
dalam mengikuti kegiatan adat.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan adat sebelum migrasi dan pada awal
migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat penelitian
berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik secara
rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.
65
Tabel 30. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya
Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Lingkungan dan Kurun
Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Kurun Waktu
Sebelum Migrasi - Awal Migrasi
Awal Migrasi - Saat Penelitian
Saat Penelitian - Harapan Lima
Tahun Mendatang
Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Lingkungan
Rata-Rata 0 <
0
1-2 3-4 > 4
0,24
3
47
20
0
0
1,21
0
26
33
11
0
2,21
2
10
35
13 10
Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan mengalami
peningkatan dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan ratarata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan dari kurun
waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini
menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta dalam
mengikuti kegiatan lingkungan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan sebelum migrasi dan
pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat
penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik
secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 31. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya
Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Parsahutaon dan Kurun
Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Kurun Waktu
Sebelum Migrasi - Awal Migrasi
Awal Migrasi - Saat Penelitian
Saat Penelitian - Harapan Lima
Tahun Mendatang
Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Parsahutaon
Rata-Rata 0 <
0
1-2 3-4 > 4
0,51
1
40
27
2
0
2,15
2
6
37
16
9
2,42
0
8
32
19 11
Partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon mengalami
peningkatan dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan rata-
66
rata skor partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan lingkungan dari kurun
waktu sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini
menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat perduli untuk berperan serta dalam
mengikuti kegiatan parsahutaon.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan parsahutaon sebelum migrasi dan
pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat
penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik
secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 6.
Tabel 32. Jumlah Responden Menurut Perbedaan Perubahan Skor Penilaiannya
Terhadap Partisipasi Mengikuti Kegiatan Keagamaan dan Kurun
Waktu di PPTSB Cabang Bogor Tahun 2011
Kurun Waktu
Sebelum Migrasi - Awal Migrasi
Awal Migrasi - Saat Penelitian
Saat Penelitian - Harapan Lima
Tahun Mendatang
Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Keagamaan
Rata-Rata 0 <
0
1-2 3-4 > 4
0,38
5
36
28
1
0
1,75
2
8
43
14
3
3,14
2
1
22
33 12
Perubahan skor partisipasi mengikuti kegiatan keagamaan yang paling
besar, terjadi pada harapan migran lima tahun mendatang. Hal tersebut dapat
dilihat pada rata-rata perubahan skor yang meningkat secara signifikan dari 1,75
hingga mencapai 3,14. Hal ini terjadi karena responden semakin berumur semakin
banyak memiliki waktu untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Secara umum
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan mengalami peningkatan
dari masa ke masa. Peningkatan itu dapat dilihat dari kenaikan rata-rata skor
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan dari kurun waktu
sebelum migrasi sampai harapan migran lima tahun mendatang. Hasil ini
menunjukkan bahwa migran PPTSB tidak bisa terlepas dari peran serta mengikuti
kegiatan keagamaan.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa secara statistik ada perbedaan nyata
partisipasi migran dalam mengikuti kegiatan keagamaan sebelum migrasi dan
67
pada awal migrasi, awal migrasi dan pada saat penelitian berlangsung, saat
penelitian berlangsung dan harapan pada lima tahun mendatang. Hasil uji statistik
secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 7.
68
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
Motivasi utama migran Batak dalam melakukan migrasi adalah motif
ekonomi, yaitu keterbatasan untuk mengembangkan diri di daerah asal sehingga
memutuskan
untuk
melakukan
migrasi.
Selain
keterbatasan
untuk
mengembangkan diri, keterbatasan lapangan pekerjaan juga menjadi faktor yang
mendorong migran untuk bermigrasi. Dengan bermigrasi migran berharap bisa
mengembangkan diri dan memperoleh pekerjaan yang lebih baik.
Faktor penarik dari daerah Bogor untuk dijadikan daerah tujuan migrasi
adalah karena daerah Bogor menjanjikan kehidupan ekonomi yang lebih baik
dibanding daerah asal. Kesempatan untuk mengembangkan diri juga terbuka luas.
Selain hal tersebut, faktor lingkungan juga menjadi daya tarik tersendiri. Kualitas
udara yang masih sejuk membuat migran nyaman untuk tinggal. Didukung pula
dengan masyarakatnya yang ramah sehingga membuat kehidupan lingkungan
yang cukup nyaman bagi migran.
Migran PPTSB memasuki berbagai organisasi. Banyaknya kelembagaan
yang dimasuki migran bervariasi dari satu hingga lima kelembagaan. Setiap
migran tergabung dalam minimal satu kelembagaan. Jenis kelembagaan yang
dimasuki adalah organisasi marga, keagamaan, profesi, dan organisasi
lingkungan. Kelembagaan yang paling banyak dimasuki oleh migran adalah
organisasi marga. Migran PPTSB lebih banyak berperan sebagai anggota biasa
dibandingkan dengan pengurus.
Perubahan ekonomi dan sosial migran dari sebelum migrasi hingga awal
migrasi rendah, tetapi dari mulai migrasi hingga penelitian berlangsung sudah
meningkat lebih tinggi dan harapan kedepan akan terjadi lagi perubahan yang
lebih baik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa migran PPTSB sangat optimis
untuk mencapai kondisi kehidupan ekonomi dan sosial yang lebih baik dimasa
yang akan datang.
69
8.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, migran perlu memaksimalkan lagi proses
interaksi sosial demi mencapai kehidupan yang lebih berkualitas. Interaksi sosial
sangat membantu migran dalam beradaptasi sehingga sangat disarankan untuk
memasuki berbagai lembaga-lembaga yang ada di daerah tujuan migrasi.
Organisasi menjadi sangat penting untuk membantu migran dalam melakukan
adaptasi di daerah tujuan. Oleh karena itu dianjurkan kepada migran untuk
memanfaatkan organisasi sebagai strategi bertahan hidup di daerah migrasi.
70
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Moh dan Moh. Asrori. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Bumi Aksara.
Anni, Catharina Tri et al. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT MKK.
Batu Bara, Jafar Umar. 2008. Proses Migrasi dan Gerak Kebudayaan Migran
Etnik Jawa (Kasus: Desa Sidojadi, Kabupaten Mandailing Natal, Provinsi
Sumatera Utara) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.
Daulay, Anwar Saleh. 2006. Adat Budaya Batak Dalihan Na Tolu: Analisis dari
Sudut Prinsip Serta Urgensinya Dalam Merajut Integrasi dan Identitas
Bangsa.
Http://www.depdiknas.go.id/jurnal/35/adat_budaya_batak_dalihan_na_tolu.
html. Diakses: 6 April 2010.
Fadhilah, Aida Nurul. 2007. Migrasi dan Proses Interaksi Sosial Masyarakat
Migran Batak Mandailing (Kasus: Masyarakat Migran Batak Mandailing,
Desa Ciomas Rahayu, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.
Fathoni, Abdurrahmat. 2005. Antropologi Sosial Budaya: Suatu Pengantar.
Jakarta: Rineke Cipta.
Fierda, Grace. 2007. Migrasi dan Pemanfaatan Dalihan Na Tolu pada Migran
Etnis Batak Toba (Kasus: Migran Kumpulan Marga Aritonang di Bogor,
Propinsi Jawa Barat) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB .
Harahap, Taruli Asi. 2007. Tungku Tiga Batu.
Http://www.ruma_metmet.blogspot.com/dalihan_na_tolu.html. Diakses: 16
Maret 2010.
Ihromi, T.O. 1999. Antropologi Budaya. Jakarta: Obor Indonesia.
Kontjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Lee, Everett S. 1976. Suatu Teori Migrasi. Yogyakarta: Lembaga Kependudukan
Universitas Gajah Mada.
71
Lubis, Djuara. 2010. Ai Ndang Adong Na Sotarpatupa Debata: Catatan
Perjalanan HKBP Bogor. Bogor: HKBP Bogor.
Mugniesyah. 2003. Pendidikan orang Dewasa. Program Studi Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Munir, R. 2000. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Lembaga Penerbit UI.
Munir, Rozy dan Budiarto. 1985. Aspek Demografis Tenaga Kerja. Jakarta:
Akademika Presindo.
Naim, Mochtar. 1979. Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Pane, Mei Dame. 2004. Migrasi Etnis Batak Toba dan Sektor Informal di DKI
Jakarta (Kasus: Migran Etnis Toba yang Berusaha/ Bekerja pada Usaha
Pelumas dan Tambal Ban di DKI Jakarta) [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, IPB.
Purba, O.H.S. dan Elvis F. Purba. 1997. Migrasi Spontan Batak Toba (Marsesak).
Medan: Monora.
Rajamarpodang, Gultom Dj. 1992. Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak.
Medan: Armanda.
Ram, Wariso. 1989. Migrasi Sirkuler dan Sektor Informal di Kotamadya Bogor.
[Disertasi]. Bogor: Fakultas Pascasarjana, IPB.
Ritonga, dkk. 1993. Peranan Pendidikan dalam Pembinaan Kebudayaan Daerah
Sumatera Utara. Medan: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Rusli, Said. 1995. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3ES.
Sihombing, T. M. 1986. Filsafat Batak. Jakarta: Balai Pustaka.
Sjahrir, Kartini. 1990. Pasar Tenaga Kerja Indonesia, Kasus Sektor Konstruksi.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.
Soekanto, Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Grafindo Persada.
Stevenson, Nancy, 2001. Seni Memotivasi. Yogyakarta: Andi Offset.
72
Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Sumantri, dkk. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Migrasi Rumah Tangga:
Eksplorasi Data Sakerti 1997-2000. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.
Utomo, Agus Hari, 2005. Perbedaan Motivasi Berprestasi antara Siswa yang
Menjadi Pengurus OSIS dengan Siswa yang Bukan Pengurus OSIS di SMU
Yayasan Pendidikan Ekonomi Semarang Tahun Pelajaran 2004/2005.
[Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Semarang.
Wibisono, Eka Adrian, 2004. Hubungan Interaksi Remaja dalam Peer group
dengan Pengambilan Keputusan Remaja di SMA Unggulan Nurul Islami
Semarang Tahun Pelajaran 2003/2004. [Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Semarang .
Yulianto. 1993. Motivasi dan Partisipasi Pengurus Organisasi Berbagai Organisasi
Wanita (Studi Kasus pada Badan Kerjasama Organisasi Wanita (BKOW)
Tingkat I Provinsi Lampung. [Tesis]. Bogor: Fakultas Pertanian, IPB.
73
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian untuk Responden
KUESIONER PENELITIAN
Responden Yth,
Saya MULIA SLAMAT SINAGA, mahasiswa Sains Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Saat ini
saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Migrasi dan
Proses Interaksi Sosial Migran Batak”. Penelitian ini merupakan
bagian dari skripsi yang sedang saya selesaikan. Demi tercapainya
hasil penelitian ini, dimohon kesediaan Bapak/Ibu untuk
berpartisipasi mengisi kuesioner ini secara lengkap dan benar.
Semua informasi yang diterima sebagai hasil kuesioner ini
bersifat rahasia dan dipergunakan hanya untuk kepentingan
akademis. Tidak ada jawaban yang salah dalam pengisian
kuesioner ini.
Atas kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Profil Responden
Isilah pertanyaan di bawah ini dan berilah tanda silang (x) pada setiap pertanyaan
yang terdapat pilihan jawaban!
1. Nama
: …………………………………………………..
2. Jenis Kelamin
: a. Perempuan
3. Umur
: ………………….. tahun
4. Pendidikan Terakhir :
a. SD/sederajat
b. SMP /sederajat
c. SMU/sederajat
d. Perguruan Tinggi
5. Domisili Sebelum pindah Ke Bogor
Kota …………………… Propinsi……………...
b. Laki-laki
74
6. Apakah pekerjaan anda (responden)?
Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Pekerjaan
Sebelum ke Bogor
Utama
Tambahan
Sesudah di Bogor
Utama Tambahan
Petani/nelayan
Wirausaha
Pedagang/pemodal
Pegawai negeri
Pegawai swasta
Polisi/tentara
Tidak
bekerja/pensiunan
Lainnya, sebutkan!
7. Apakah pekerjaan pasangan (suami atau istri) anda?
Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
Pekerjaan
Sebelum ke Bogor
Utama
Tambahan
Sesudah di Bogor
Utama Tambahan
Petani/nelayan
Wirausaha
Pedagang/pemodal
Pegawai negeri
Pegawai swasta
Polisi/tentara
Tidak
bekerja/pensiunan
Lainnya, sebutkan!
8. Lokasi anda bekerja saat ini:
a. Bogor
b. Jakarta
c. Bekasi
d. Tangerang
e. Lainnya, sebutkan………………………………………………………...
75
Migrasi
9. Apa faktor yang mendorong anda dalam melakukan migrasi dari daerah asal
anda?
Jawaban: ………………….
10. Apa faktor penarik dari Bogor sehingga anda melakukan migrasi ke Bogor?
Jawaban: ………………….
11. Siapa yang memberi keputusan anda untuk pindah ke Bogor?
Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia.
No
Anggota keluarga
Dukungan
Ya
1
2
3
4
5
Tidak
Ayah
Ibu
Suami/Istri
Anak
Lainnya, sebutkan….
Jelaskan
:……………………………………………………………………………
12. Saat tiba pertama kali di Bogor, siapa yang anda hubungi pertama kali agar
dapat bertahan di daerah migrasi?
Beri tanda centang () pada kolom yang tersedia.
No
Orang yang dihubungi
Jawaban
Ya
1
2
3
4
5
Tidak
Sahabat
Teman sekampung
Saudara
Rujukan dari orang
Lainnya, sebutkan….
Jelaskan
:……………………………………………………………………………
13. Berapa kali frekuensi anda pulang ke daerah asal?
Jawaban: …… kali/tahun
76
Interaksi Sosial
14. Apakah saat ini anda sedang mengikuti perkumpulan atau organisasi?
( ) ya
( ) tidak
Jika jawaban ya, isi kolom dibawah ini
N
O
Frekuensi mengikuti
kegiatan/bulan
Peranan anda dalam
perkumpulan atau
organisasi
a
b
a 1-2 kali per bulan
b 3-4 kali per bulan
a Dewan pembina
b Pengurus harian
c
c 5-6 kali per bulan
c Anggota biasa
a
b
a 1-2 kali per bulan
b 3-4 kali per bulan
a Dewan pembina
b Pengurus harian
c
a
b
c 5-6 kali per bulan
a 1-2 kali per bulan
b 3-4 kali per bulan
c Anggota biasa
a Dewan pembina
b Pengurus harian
c
c 5-6 kali per bulan
c Anggota biasa
4
a
b
c
a 1-2 kali per bulan
b 3-4 kali per bulan
c 5-6 kali per bulan
a Dewan pembina
b Pengurus harian
c Anggota biasa
5
a
b
a 1-2 kali per bulan
b 3-4 kali per bulan
a Dewan pembina
b Pengurus harian
c
c 5-6 kali per bulan
c Anggota biasa
1
2
3
Nama Perkumpulan
atau Organisasi
Kegiatan- kegiatan yang dilakukan
77
Untuk menjawab pertanyaan no 15-37 perhatikan panduan gambar yang
disediakan di bawah ini!
Berikut adalah sebuah gambar tangga dengan sepuluh anak tangga.
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat ekonomi anda,
15. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
16. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
17. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor?
Anak tangga ke……
18. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang?
Anak tangga ke……
78
Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam
mengikuti kegiatan adat,
19. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
20. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
21. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor?
Anak tangga ke……
22. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang?
Anak tangga ke……
23. Berapa kali anda mengikuti kegiatan adat dalam sebulan dalam 3 bulan
terakhir?
Sebutkan! …….. kali per bulan.
Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam
mengikuti kegiatan lingkungan,
24. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
25. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
26. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor?
Anak tangga ke……
27. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang?
Anak tangga ke……
28. Berapa kali anda mengikuti kegiatan lingkungan dalam sebulan 3 bulan
terakhir?
Sebutkan! …….. kali per bulan.
79
Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam
mengikuti kegiatan parsahutaon,
29. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
30. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
31. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor?
Anak tangga ke……
32. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang?
Anak tangga ke……
33. Berapa kali anda mengikuti kegiatan parsahutaon dalam sebulan 3 bulan
terakhir?
Sebutkan! …….. kali per bulan.
Apabila tangga tersebut menggambarkan tingkat partisipasi anda dalam
mengikuti kegiatan keagamaan,
34. Di anak tangga nomer berapakah anda sebelum pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
35. Di anak tangga nomer berapakah anda saat pertama kali pindah ke Bogor?
Anak tangga ke……
36. Di anak tangga nomer berapakah anda sekarang setelah tinggal di Bogor?
Anak tangga ke……
37. Di anak tangga nomer berapakah harapan anda 5 tahun mendatang?
Anak tangga ke……
38. Berapa kali anda mengikuti kegiatan keagamaan dalam sebulan 3 bulan
terakhir?
Sebutkan! …….. kali per bulan.
80
39. Status penguasaan bangunan tempat tinggal yang ditempati:
a. Milik Sendiri
b. Kontrak/sewa
c. Bebas sewa
d. Dinas
e. Rumah milik orangtua/saudara
f. Lainnya, sebutkan…….
40. Jenis atap terluas
a. Beton
b. Genteng
c. Seng
d. Asbes
e. Lainnya
41. Jenis dinding terluas
a. Tembok
b. Kayu
c. Bambu
d. Lainnya
42. Jenis lantai terluas
a. Tanah
b. Bukan tanah
43. Luas lantai:………………..m²
44. Sumber air minum
a. Leding
b. Pompa
c. Lainnya
81
45. Apakah rumah tangga anda memiliki harta berikut ini? Sebutkan jumblahnya
Harta
Mobil
Motor
Sepeda
Televisi
Cd atau dvd player
Lemari es
Mesin cuci
Sebelum merantau
Awal merantau Saat ini
46. Sumber penerangan
a. PLN (berapa watt), sebutkan….
b. Non PLN, sebutkan……….
47. Berapa besar uang (Rp) yang dibelanjakan rumah tangga anda perbulan?
Sebutkan…….
48. Berapa pendapatan (Rp) rumah tangga anda perbulan?
Sebutkan…….
49. Apakah rumah tangga anda memiliki pendapatan tunai dari sumber berikut
ini? (jawaban: ya dan tidak)
Sumber pendapatan
Gaji sebagai pegawai
Pendapatan dari usaha
Menyewakan aset
Bunga tabungan atau
asset keuangan lainnya
Uang pensiun
Bantuan sosial atau
program pemerintah
lainnya
Sebelum merantau
Awal merantau
Saat ini
82
Lampiran 2. Chi-Square Tests Karakteristik Individu dengan Proses Sosial
a. Chi-Square Tests Umur dan Jumlah Organisasi yang Dimasuki
Value
Pearson Chi-Square
df
a
2
.344
3.075
2
.215
1.837
1
.175
2.131
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
70
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.03.
b. Chi-Square Tests Umur dengan Jenis Organisasi
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
9.984
a
5
.076
Likelihood Ratio
10.668
5
.058
.066
1
.798
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
70
a. 7 cells (58.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .51.
83
c. Chi-Square Tests Umur dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
df
a
2
.256
2.778
2
.249
2.369
1
.124
2.726
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
70
a. 1 cells (16.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.34.
d. Chi-Square Tests Umur dan Status Dalam Organisasi
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square
8.729
a
6
.189
Likelihood Ratio
10.739
6
.097
1.358
1
.244
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
70
a. 10 cells (71.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .26.
84
e. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Jumlah Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
df
a
6
.334
7.226
6
.300
.643
1
.423
6.856
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
70
a. 8 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11.
f. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Jenis Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
15
.029
23.740
15
.070
4.299
1
.038
26.965
70
a. 19 cells (79.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.
85
g. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
6
.346
9.053
6
.171
1.769
1
.183
6.735
N of Valid Cases
70
a. 6 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.
h. Chi-Square Tests Tingkat Pendidikan dan Status dalam Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
18
.198
28.119
18
.060
.061
1
.805
22.801
70
a. 24 cells (85.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03.
86
i. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Jumlah Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
df
a
2
.547
1.076
2
.584
1.093
1
.296
1.208
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
Asymp. Sig. (2-sided)
70
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .11.
j. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Jenis Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
5
.686
3.754
5
.585
2.401
1
.121
3.088
70
a. 9 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .06.
87
k. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Frekuensi Mengikuti Kegiatan
Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
2
.419
2.031
2
.362
.342
1
.559
1.742
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
70
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .37.
l. Chi-Square Tests Daerah Asal dan Status dalam Organisasi
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Cases
df
Asymp. Sig. (2-sided)
a
6
.000
8.915
6
.178
.018
1
.894
34.919
70
a. 11 cells (78.6%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .03.
88
Lampiran 3
Paired Samples Correlations Perubahan Skor Ekonomi Responden
Pair 1
Sig.
70
.778
.000
70
.626
.000
70
.501
.000
Tingkat Ekonomi Awal Migrasi &
Tingkat Ekonomi Saat Penelitian
Pair 3
Correlation
Tingkat Ekonomi Sebelum Migrasi &
Tingkat Ekonomi Awal Migrasi
Pair 2
N
Tingkat Ekonomi Saat Penelitian &
Harapan Lima Tahun Mendatang
Lampiran 4
Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Adat Responden
Pair 1
N
Correlation
Sig.
70
.804
.000
70
.356
.002
70
.360
.002
Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat
Sebelum Migrasi & Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Adat Awal
Migrasi
Pair 2
Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat
Awal Migrasi & Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Adat Saat Penelitian
Pair 3
Partisipasi Mengikuti Kegiatan Adat
Saat Penelitian & Partisipasi
Mengikuti Kegiatan Adat Lima
Tahun mendatang
89
Lampiran 5
Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti
Kegiatan Lingkungan Responden
Pair 1
N
Correlation
Sig.
70
.891
.000
70
.704
.000
70
.572
.000
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Sebelum Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Awal Migrasi
Pair 2
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Awal Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Saat Penelitian
Pair 3
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Saat Penelitian &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Lingkungan Lima Tahun Mendatang
90
Lampiran 6
Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Responden
Pair 1
N
Correlation
Sig.
70
.732
.000
70
.056
.644
70
.543
.000
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Sebelum Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Awal Migrasi
Pair 2
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Awal Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Saat penelitian
Pair 3
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Saat penelitian &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Parsahutaon Lima Tahun
Mendatang
91
Lampiran 7
Paired Samples Correlations Perubahan Skor Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Responden
Pair 1
N
Correlation
Sig.
70
.448
.000
70
.365
.002
70
.441
.000
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Sebelum Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Awal Migrasi
Pair 2
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Awal Migrasi &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Saat penelitian
Pair 3
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Saat penelitian &
Partisipasi Mengikuti Kegiatan
Keagamaan Lima Tahun
Mendatang
Download