1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pengawasan

advertisement
BAB I
PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting
dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui
apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan
tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana,
kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan. Selain itu, pengawasan intern atas
penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good
governance
dan
clean
government
dan
mendukung
penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (PER/05/M.PAN/03/2008).
Masyarakat,
pemerintah,
dan
DPR
mendorong
terwujudnya
good
government governance di bidang keuangan melalui penerbitan paket UndangUndang Keuangan Negara, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Menurut Mardiasmo
(2002:
189)
terdapat
tiga
aspek
utama
yang
mendukung
terciptanya
kepemerintahan yang baik (good governance), yaitu pengawasan, pengendalian,
dan pemeriksaan. Pengawasan merupakan kegiatan monitoring yang dilakukan
oleh pihak di luar eksekutif yaitu masyarakat dan DPR untuk mengawasi kinerja
pemerintah. Pengendalian (control) adalah mekanisme yang dilakukan oleh
1
2
eksekutif untuk menjamin bahwa sistem dan kebijakan manajemen dilaksanakan
dengan baik sehingga tujuan organisasi dapat tercapai, sedangkan pemeriksaan
(audit) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pihak yang memiliki
independensi dan kompetensi profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja
pemerintah telah sesuai dengan standar yang ditetapkan.
Berdasarkan
paket
undang-undang
keuangan
negara,
pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang
ditetapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.
Tujuan penting reformasi akuntansi dan administrasi sektor publik adalah
akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan pemerintah pusat maupun
daerah. Dengan adanya perturan perundang-undangan ini, setiap pengelola
keuangan negara/daerah, yang merupakan pengelola dana publik yang dihimpun
dari masyarakat, dituntut untuk menerapkan akuntabilitas dalam rangka
pertanggungjawaban kepada para stakeholder (masyarakat, negara/lembaga
donor, legislatif, dan yudikatif). Wujud pertanggungjawaban tersebut adalah
kewajiban kepala pemerintah pusat/daerah untuk menyampaikan laporan
keuangan yang disusun berdasarkan SAP kepada DPR/DPRD setelah diaudit oleh
BPK. Oleh karena itu diperlukan adanya unit internal dalam organisasi pemerintah
pusat/daerah untuk menjamin bahwa laporan keuangan telah disusun sesuai
dengan standar. Huang et. al. (1999) menyatakan informasi akuntansi yang
terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah daerah harus bermanfaat dalam
pengertian dapat mendukung pengambilan keputusan dan dapat dipahami oleh
3
para pemakai (lihat Xu et. al. 2003). Agar bermanfaat, informasi harus memenuhi
beberapa karakteristik kualitatif yang sebagaimana disyaratkan dalam Peraturan
Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),
yakni (1) Relevan, (2) Andal, (3) Dapat dibandingkan, dan (4) Dapat dipahami.
Apabila informasi yang terdapat di dalam laporan keuangan pemerintah
pusat/daerah memenuhi kriteria karakteristik kualitatif laporan keuangan
pemerintah seperti yang disyaratkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 2005, berarti pemerintah pusat/daerah mampu mewujudkan transparansi
dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
Dalam
lingkup
kementerian/lembaga
pemerintahan
untuk
dikenal
pemerintah
inspektorat
pusat
dan
jenderal
inspektorat
provinsi/kabupaten/kota untuk pemerintah daerah. Berdasarkan pasal 3 ayat 2
Pemendagri Nomor
inspektorat
provinsi
kabupaten/kota
64 Tahun 2007 tentang Pedoman teknis dan tata kerja
dan
kabupaten/kota,
mempunyai
tugas
dinyatakan
melakukan
bahwa
pengawasan
inspektorat
terhadap
pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah kabupaten/kota, pelaksanaan
pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan desa dan pelaksanaan urusan
pemerintahan
desa.
Sebagai
aparat
pengawasan
fungsional
pemerintah
kabupaten/kota (auditor internal) diharapkan dapat membantu pimpinan daerah
dalam melakukan pengawasan, apakah kegiatan yang dilakukan oleh aparatnya
sesuai dengan visi, misi, tujuan, sasaran dan program yang telah ditentukan.
Selain itu auditor internal diharapkan dapat berperan sebagai quality assurance
atas kegiatan pelaksanaan pembangunan, sehingga pimpinan instansi pemerintah
4
akan memperoleh keyakinan yang memadai terhadap tercapainya tujuan
pembangunan (Nofianti, 2012). Dengan demikian, auditor internal pemerintah
daerah memegang peranan yang sangat penting dalam proses terciptanya
akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah.
Aparat pengawasan intern pemerintah (auditor internal) pada kementerian
negara/lembaga/pemerintah daerah melakukan review atas laporan keuangan
dan kinerja dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan
sebelum disampaikan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota
kepada pihak-pihak terkait sebagaimana dinyatakan dalam pasal 33 ayat 3
Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah. Hal tersebut menunjukkan bahwa proses review
menjadi sangat penting untuk dilaksanakan oleh inspektorat daerah dalam rangka
mewujudkan tata kelola pemerintahan yang lebih baik.
Sejalan dengan Permendagri nomor 64 tahun 2007 dan Peraturan
Pemerintah nomor 8 Tahun 2006 tersebut di atas, Inspektorat Kabupaten Sleman
melalui Perda nomor 9 Tahun 2009 tentang Organisasi Perangkat Daerah
Kabupaten Sleman, dalam melaksanakan tugasnya menyelenggarakan fungsi
perumusan kebijakan teknis pengawasan, perencanaan program pengawasan,
penyelenggaraan
pemeriksaan
dan
evaluasi
hasil
pengawasan,
fasilitas
pengawasan, dan pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh bupati sesuai dengan
tugas dan fungsinya.
Meskipun sudah ada kewajiban Aparat Pengawasan Internal Pemerintah
(APIP) untuk melaksanakan review atas laporan keuangan sebelum disampaikan
5
kepada BPK untuk diaudit, tetapi sampai saat ini, pelaksanaan review tersebut
ternyata masih belum sepenuhnya dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan
pemerintah. Hal ini terbukti dari masih banyaknya laporan keuangan pemerintah
terutama di tingkat daerah yang masih mendapatkan opini disclaimer dari BPK.
Berdasarkan data yang ada pada BPK, sejak awal dimulainya penyusunan laporan
keuangan (tahun 2006) sampai dengan tahun 2011, opini yang diberikan oleh
BPK kepada pemerintah daerah disajikan dalam tabel 1.1 berikut ini:
Tabel 1.1
Hasil Pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah, 2006 - 2011
Jumlah
Entitas
2006
463
2007
469
2008
485
2009
504
2010
522
2011
520
Rata-rata
Tahun
WTP
3
4
13
15
34
67
%
1
1
3
3
7
13
5
WDP
327
283
323
330
341
349
OPINI
%
TW
71
28
60
59
67
31
65
48
65
26
67
8
66
%
6
13
6
10
5
2
10
TMP
105
123
118
111
121
96
%
23
26
24
22
23
18
23
Keterangan :
WTP : Wajar Tanpa Pengecualian (Unqualified Opinion)
WDP : Wajar Dengan Pengecualian (Qualified Opinion)
TMP : Tidak Memberikan Pendapat (Disclaimer Opinion)
TW : Tidak Wajar (Adverse Opinion)
Sumber : www.bpk.go.id, 2012 (diolah)
Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mulai tahun 2006 sampai 2009 sudah
menunjukkan perbaikan ditandai dengan meningkatnya jumlah entitas yang
memperoleh opini WTP dan menurunnya opini TMP, tetapi masih belum
memadai. Sampai dengan tahun 2011, dari 520 LKPD hanya 67 atau sebesar 13
persen yang memperoleh opini WTP, sementara sebagian besar LKPD sebanyak
349 atau 67 persen memperoleh opini WDP, 8 LKPD atau 2 persen memperoleh
6
opini TW, bahkan 96 LKPD atau 18 persen masih memperoleh opini TMP. Secara
rata-rata LKPD yang memperoleh opini WTP dari tahun 2006 sampai dengan
2011 masih sangat minim yaitu sebesar 5 persen, sementara rata-rata LKPD yang
memperoleh opini TMP masih cukup besar yaitu 23 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa kualitas laporan keuangan belum cukup baik, pemerintah daerah masih
belum sepenuhnya menjalankan akuntabilitas untuk mendorong terwujudnya tata
kelola pemerintahan yang baik. Hal ini antara lain disebabkan oleh
kurang/rendahnya perhatian unit pelaporan pemerintah daerah akan pentingnya
penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Disamping itu inspektorat pemerintah daerah sebagai pihak yang menjalankan
fungsi pengawasan internal selama ini terlalu berkonsentrasi pada fungsinya
sebagai “watch dog” dan lebih berperan sebagaimana layaknya pemeriksa
eksternal, yaitu lebih terfokus untuk melakukan pemeriksaan ketaatan/kepatuhan
terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan yang terkait
dengan pelaksanaan anggaran.
Laporan hasil pemeriksaan BPK-RI atas laporan keuangan pemerintah
daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011 dan 2012, mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dengan Paragraf Penjelas. Menurut Arrens dan Loebbecke
yang dialihbahasakan oleh Jusuf (2003: 41) WTP dengan Paragraf Penjelas
merupakan salah satu pendapat audit dengan kriteria sebagai berikut:
1. ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi berterima umum;
2. keraguan besar tentang kelangsungan hidup entitas;
3. auditor setuju dengan penyimpangan dari prinsip akuntansi yang dikeluarkan
7
oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan;
4. penekanan atas suatu hal;
5. laporan audit yang melibatkan auditor lain.
Paragraf penjelasan yang perlu mendapat perhatian dari Pemerintah
Kabupaten Sleman pada TA 2012 hanya 1 yaitu penggunaan langsung penerimaan
unit produksi Sekolah Menengah Kejuruan sebagai belanja, ini meningkat dari TA
2011 sebanyak 2 penjelasan yaitu mengenai Investasi Non Permanen belum
disajikan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan dan Pemerintah
Kabupaten Sleman belum melakukan penyusutan atas Aset Tetap.
Opini tersebut mengindikasikan bahwa adanya informasi yang tidak
konsisten dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan demikian
LKPD Kabupaten Sleman belum benar-benar WTP karena masih menyisakan
permasalahan. Oleh karena itu peran auditor sektor pemerintah daerah tentu
signifikan dalam menilai apakah laporan keuangan pemerintah daerah telah
disusun berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan telah disajikan
sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan. Disamping itu peran serta seluruh
elemen terkait dengan LKPD tentu menjadi penentu terciptanya kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah sehingga target pemerintah daerah untuk
memperoleh opini WTP tanpa paragraf penjelasan dapat tercapai.
1.1.1 Pertanyaan penelitian
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk menganalisis peran
audit internal dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan pada salah satu
8
pemerintah daerah yaitu Inspektorat Kabupaten Sleman. Dalam rangka
mempertajam analisis, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Apakah pelaksanaan kegiatan audit internal Inspektorat Kabupaten Sleman
telah efektif?
2. Sejauh mana peran audit internal Inspektorat Kabupaten Sleman dalam
menunjang peningkatan kualitas laporan keuangan?
1.2 Keaslian Penelitian
Penelitian tentang “Analisis Peran Audit Internal Dalam Meningkatkan
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Inspektorat
Kabupaten Sleman)” sejauh pengetahuan penulis belum pernah dilakukan.
Namun, beberapa penelitian dan kajian yang berkaitan dengan peran audit internal
sudah banyak dilakukan, antara lain yaitu.
1.
Badara (2012) meneliti peran internal audit dalam memastikan pengendalian
keuangan yang efektif di tingkat pemerintah daerah yaitu kasus Alkaleri LGA
Bauchi State. Temuan utama dari studi ini antara lain, kurangnya tingkat
independensi auditor internal dalam melaksanakan tugas, understaffing,
sistem pengendalian internal sangat lemah terhadap kontrol keuangan, dan
tidak ada kepatuhan oleh auditor pada standar audit umum.
2.
Enofe et. al. (2013) meneliti peran audit internal dalam pengendalian
manajemen yang efektif dalam organisasi sektor publik. Temuan penelitian
ini menunjukkan bahwa manajemen yang efektif dapat dicapai dalam
pemerintah daerah dan efektivitas audit internal memainkan peran dalam
memastikan manajemen yang efektif dalam sektor publik, sedangkan
9
efektivitas audit internal tidak mempengaruhi kontrol manajemen di sektor
publik.
3.
Karagiorgos et. al. (2010) melakukan penelitian untuk menguji di tingkat
teoretis kontribusi audit internal untuk tata kelola perusahaan. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji interaksi antara berbagai faktor tata kelola
perusahaan, seperti dewan direksi, komite audit dan auditor eksternal, dan
proses audit internal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa internal audit
memainkan peranan penting dalam tata kelola perusahaan yang efektif.
4.
Al-Shetwi et. al. (2011) melakukan penelitian tentang hubungan fungsi
pemeriksaan intern yang dilakukan oleh auditor internal dan pelaporan
keuangan. Temuan menunjukkan hubungan yang lemah antara kualitas
pelaporan keuangan dan fungsi auditor internal.
5.
Kachfi dan Masodah (2009), meneliti tentang analisis pelaksanaan internal
audit pada PT. Indosat (Persero) di Jakarta untuk menilai sistem pengendalian
intern dilihat dari sisi fungsi kedudukan internal audit dan proses pelaksanaan
audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fungsi dan kedudukan internal
audit serta komponen internal audit sudah sangat memadai.
Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya
yaitu pada uraian permasalahan, obyek, periode dan fokus penelitian. Penelitian
ini memfokuskan pada peran audit internal dalam meningkatkan kualitas laporan
keuangan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan menambahkan
unsur review laporan keuangan, yang belum dilakukan pada penelitian
sebelumnya.
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut.
1. Menganalisis efektifitas pelaksanaan kegiatan internal audit Inspektorat
Kabupaten Sleman.
2. Menganalisis peran audit internal Inspektorat Kabupaten Sleman dalam
menunjang peningkatan kualitas laporan keuangan.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan harapan dapat memberikan manfaat
praktis berikut ini.
1. Memberikan masukan berupa sumbangan pemikiran dan informasi kepada
manajemen dalam rangka lebih mengoptimalkan pelaksanaan tugas pokok dan
fungsinya, khususnya dalam rangka peningkatan kualitas laporan keuangan.
2. Memberikan alternatif rekomendasi bagi manajemen dalam meningkatkan
kualitas laporan keuangan untuk perbaikan ke depan.
1.4 Sistematika Penulisan
Secara garis besar tesis ini terdiri dari 4 bab, yaitu: BAB I Pengantar yang
mencakup uraian tentang latar belakang, keaslian penelitian, tujuan dan manfaat
penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Pustaka dan Alat
Analisis, mencakup uraian tentang tinjauan pustaka, landasan teori, dan alat
analisis. BAB III Analisis dan Pembahasan, menguraikan mengenai cara
penelitian, hasil analisis dan pembahasan. BAB IV Kesimpulan dan saran yang
ditujukan kepada Inspektorat Kabupaten Sleman.
Download