PENGOBATAN TRADISIONAL ORANG BUTON (Studi Tentang Pandangan Masyarakat Terhadap Penyakit di Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara). Oleh : Syahrun, S.Pd.,M.Si. Abstrak Hasil penelitian ini menunjukkan pandangan masyarakat orang Buton bahwa sakit adalah semacam gangguan terhadap pikiran dan fisik manusia, sehingga mengakibatkan tidak dapat melaksanakan kegiatan / pekerjaan dengan baik Dari pengetahuan tersebut maka sakit dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu sakit yang bersifat rasional (nyata) ringan dan irasional (tidak nyata) atau berat. Sakit yang digolongkan rasional menurut konsep masyarakat Buton adalah yang dapat dilihat atau dirasakan dengan jelas bagian mana yang terasa sakit atau terganggu, sehingga mudah untuk pengobatnya. I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Berbagai program pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah selama ini, pada hakikatnya adalah upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Dalam rangka pemerataan kesehatan secara global disepakati starategi pelayanan kesehatan primer, bahwa di dalam pelayanan kesehatan primer dikenal lima prinsip dasar yaitu ; (1) pemerataan upaya kesehatan, (2) penekanan pada upaya preventiv, (3) penggunaan teknologi tepat guna dalam upaya kesehatan, (4) peran serta masyarakat dalam semangat kemandirian dan (5) kerja sama lintas sektoral dalam pembangunan kesehatan (Azwar Agoes, 1992 : 1) Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia di samping pangan, pemukiman dan pendidikan karena hanya dalam keadaan sehat manusia dapat hidup, tumbuh dan berkarya lebih baik. Oleh karena itu dalam pembangunan yang sedang dilakukan ini kesehatan merupakan salah satu prioritas utama. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang “Pokok-pokok kesehatan” menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sejahtera 1 yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental), dan sosial, yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacad, kelemahan. Kencenderungan orang pada masa kini untuk tidak atau mengurangi obatobatan produk kimia dan kembali keobat-obatan tradisional, membuat makin dirasa penting usaha untuk mengungkapkan produk-produk masa lampau sebagai warisan budaya, yang dalam bidang kesehatan khususnya menyediakan informasi tentang obat-obatan, proses pembuatanya dan pengonsumsiannya. Sehubungan dengan aspek kesehatan dan obat-obatan, untuk kepentingan merawat kesehatan pada akhir-akhir ini dipergunakan bahan-bahan dari hasil bumi dan pengolahannya secara tradisional. Pengetahuan tentang cara dan bentuk pengobatan tradisional pada masyarakat Buton diperoleh dengan mengikuti apa yang pernah dilakukan oleh leluhur mereka, yang telah berlangsung secara turun temurun. Pada umumnya mereka hafal dalam ingatan dan dipraktekkan secara berulang-ulang setiap dibutuhkan untuk mengobati penyakit. Karena pengetahuan dan keterampilan penggunaan pengobatan tradisional tidak semua anggota masyarakat mengetahuinya, dikhawatirkan suatu saat nanti pengetahuan itu tidak dapat diwarisi secara benar oleh generasi berikutnya. Pemahaman masyarakat di bidang pengobatan terkadang dipengaruhi oleh kepercayaan yang sulit diterima secara logika. Apabila pemahaman masyarakat mengenai pengobatan tradisional ini tidak diimbangi dengan pengetahuan modern, dikhawatirkan akan membawa pengaruh negatif terhadap kesehatan masyarakat pada umumnya. Kesalahan dalam menafsirkan penyakit yang diderita pasien karena semata-mata hanya dilandasi pengetahuan tradisional dan kepercayaan, akan berakibat fatal bagi kesehatan dan keselamatan penderita. Untuk menghindari hal tersebut diagnosa penyakit menurut pengetahuan tradisonal, khususnya pada jenis penyakit aneh atau penyakit yang tidak diketahui secara umum sulit diterapkan. Kenyataan ini membuktikan obat dan pengobatan tradisional hanya cocok digunakan untuk mengobati jenis penyakit yang lumrah dan sudah dikenal secara umum. Namun sebagian mayarakat di Buton masih 2 terdapatnya kecenderungan yang berlebihan terhadap cara pengobatan tradisional karena faktor pemikiran lama yang mengabaikan penemuan baru di bidang kedokteran. Hal ini dilandasi suatu prinsip yang berorientasi pada sebuah ungkapan bahwa seribu penyakit, seribu pula obatnya. Tidak ada penyakit yang tidak dapat diobati, sehingga setiap penyakit selalu diusahakan untuk diobati sendiri menurut cara pengobatan tradisional. Pada hal belum tentu setiap penyakit dapat dan cocok diobati dengan cara pengobatan tradisional. Berangkat dari latar belakang penelitian itu penulis mengajukan usulan penelitian yang berjudul : Pengobatan Tradisional Orang Buton (Studi Tentang Pandangan Masyarakat Terhadap Penyakit di Kecamatan Betoambari Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara). . 3.2. Metode Penelitian. Penelitian ini akan menggunakan metode kualitatif yang berusaha memahami dan menafsirkan makna suatu peristiwa dalam situasi tertentu menurut prespektif peneliti. Garna (1999: 32) mengatakan bahwa pendekatan kualitatif dicirikan oleh tujuan penelitian yang berupaya guna memahami gejala-gejala yang sedemikian rupa yang tidak memerlukan kuantifikasi, atau gejala-gejala tersebut tidak memungkinkan diukur secara tepat. 3.Hasil Pembahasan A. Pengobatan Tradisional Orang Buton Di Kota Bau-Bau Propinsi Sulawesi Tenggara - Pandangan Orang Buton Terhadap Penyakit Pandangan masyarakat mengenai terjadinya penyakit berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain, karena tergantung dari kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat tersebut. Pandangan kejadian penyakit yang berlainan dengan ilmu kesehatan sampai saat ini masih ada di masyarakat, dapat turun temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya dan bahkan dapat berkembang luas. 3 Penyakit merupakan suatu fenomena kompleks yang berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Perilaku dan cara hidup manusia dapat merupakan penyebab bermacam-macam penyakit baik dizaman primitif maupun di masyarakat yang sudah sangat maju peradaban dan kebudayaannya. Ditinjau dari segi biologis penyakit merupakan : “kelainan berbagai kemasyarakatan organ yang tubuh sudah manusia, keadaan sedangkan sakit dianggap dari segi sebagai penyimpangan perilaku dari keadaan sosial yang normatif. Penyimpangan itu dapat disebabkan oleh kelainan biomedis organ tubuh atau lingkungan manusia, tetapi juga dapat disebabkan oleh kelainan emosional dan psikososial individu bersangkutan. Faktor emosional dan psikososial ini pada dasarnya merupakan akibat dari lingkungan hidup atau ekosistem manusia dan adat kebiasaanmanusia atau kebudayaan (Loedin AA. Dalam Lumenta,” (1989 : 7-8). Konsep kejadian penyakit menurut ilmu kesehatan bergantung dari jenis penyakit. Secara umum konsepsi ini ditentukan oleh berbagai faktor antara lain parasit, vektor, manusia dan lingkungannya. Menurut pandangan orang Buton bahwa sakit adalah semacam gangguan terhadap pikiran dan fisik manusia, sehingga mengakibatkan tidak dapat melaksanakan kegiatan / pekerjaan dengan baik. Dengan kata lain sakit adalah gangguan yang datang menyerang tubuh manusia baik secara fisik maupun batin (kejiwaan). Dari pengetahuan tersebut maka sakit dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu sakit yang bersifat rasional (nyata) ringan dan irasional (tidak nyata) atau berat. Sakit yang digolongkan rasional menurut konsep masyarakat Buton adalah yang dapat dilihat atau dirasakan dengan jelas bagian mana yang terasa sakit atau terganggu, sehingga mudah untuk pengobatnya. Sedangkan sakit yang tidak irasional mempunyai ciri yang sulit untuk menentukan penyebabnya, dan tidak dapat ditunjukan bagian mana yang terasa sakit, karena yang merasakan sakit adalah fisik atau pikiran, baik secara sadar atau tidak sadar. 4 Dalam pandangan masyarakat Buton sakit yang bersifat tidak nyata jauh lebih berbahaya daripada sakit yang nyata, terutama ditinjau dari kemampuan untuk mengobatinya. Sakit yang tidak nyata dan dipercayai sepenuhnya oleh masyarakat Buton yaitu sakit kemasukan roh jahat (guna-guna) sakit ingatan (amagila) dan sakit yang sering menimpa anak-anak seperti dalam bahasa daerah disebut lebuta. Penyakit ini oleh masyarakat diidentifikasikan sebagai penyakit yang terkena teguran leluhur atau melanggar pantangan tertentu, dan cara pengobatannya harus ditangani oleh ahlinya. Sakit yang dalam bahasa Buton disebut dengan amapii, panaki yang berarti orang tersebut harus istirahat dari aktivitas. Kepada mereka yang sakitnya ringan dan masih dapat melaksanakan tugasnya seadanya dikatakan Parangara (tanda-tanda sebelum sakit). Sakit ringan menurut batasan amapii adalah masuk angin, batuk, sakit kepala, sakit gigi, sakit perut, demam, gatal-gatal dan sariawan. Kepercayaan tentang makhluk gaib yang jahat menimbulkan banyak istilah penyakit yang bersifat tidak nyata. Dalam lingkungan masyarakat Buton sakit yang tidak jelas namanya dan tidak dapat diidentifikasikan sendiri jenis pengobatannya, dianggap sebagai perbuatan makhluk gaib, yang menurut kepercayaan masyarakat setempat dianggap sebagai perbuatan yang melanggar sesuatu kebiasaan (adat) atau akibat perbuatan manusia dengan menggunakan roh jahat. Sebagaimana yang dikatakan oleh La Niampe bahwa : adanya kekuatan gaib yang dipakai untuk menyerang manusia itu disebabkan oleh kepercayaan mereka, sesungguhnya ilmu mereka itu hanya berupa mantra oleh karena saking percayanya maka ilmu itu manjur dan dapat mencelakakan manusia sesama dan dapat pula menyelamatkan seseorang. Berdasarkan uraian diatas, disimpulkan bahwa Buton pandangan masyarakat tentang penyakit merupakan rangkaian dari proses kebudayaan, dicontohkan disini sesuatu pengetahuan tentang sakit pada masyarakat Buton yang telah dinetralisasikan kedalam sistem kepribadian masyarakat. Di samping itu pandangan sakit bagi masyarakat Buton dapat pula dilihat dari dimensi perkembangan kebudayaan Buton, dimana presepsi yang diinternalisasikan dalam 5 sistem kepribadian merupakan perpaduan antara (1) tradisi kecil (pandangan masyarakat Buton sebelum adanya pengaruh Hindu -Budha ), (2) tradisi besar yaitu pandangan masyarakat Buton setelah adanya pengaruh budaya Islam (3) Pengaruh tradisi modern. Tradisi modern memberi corak pada pandangan masyarakat Buton tentang penyakit saat ini. Perpaduan antara ketiga perkembangan kebudayaan di daerah Buton tentang sakit. Pembicaraan pandangan tentang sakit pada orang Buton selanjutnya akan dilihat berdasarkan konsep Foster yang menyoroti penyebab penyakit. Ada dua macam secara tradisional yakni sistem personalistik dan sistem naturalistik (Foster dan Anderson, 1986 :63). Sistem personalistik mengatakan bahwa sakit disebabkan oleh adanya agen (perantara). Perantara dapat dilakukan oleh orang Misalnya tukang sihir dan paraka yaitu sebagai sosok makhluk jejadian yang dapat membunuh manusia sesama. Untuk masyarakat Buton misalnya roh jahat atau sosok supranatural (hal yang gaib) misalnya alam yang mempunyai kekuatan gaib. Sistem naturalistik mengatakan bahwa sakit bukan disebabkan oleh agen perantara. Hal ini terjadi oleh sebab-sebab alami dan tanpa adanya sebab dari luar, lebih jauh lagi dikatakan bahwa sakit disebabkan oleh suatu keadaan seperti dingin, panas, angin, udara lembab dan ketidak seimbangan antara unsur-unsur yang ada dalam tubuh. Sistem naturalistik mengenai kesehatan dikaitkan dengan modal keseimbangan. Konsep sehat dan sakit yang dianut oleh pengobat tradisional sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Berdasarkan konsep personalistik dan Naturalistik, ada suatu perbedaan pandangan terhadap sakit dan penyakit. Konsepsi seperti ini mengandung makna yang sama dengan penyebab penyakit yang ada pada daerah Buton, Konsepsi ini akan dipakai untuk melihat bagaimana pandangan Masyarakat Buton tentang (1), Sebab-sebab penyakit (2), Aspek diagnose dan terapi tentang penyakit (3) aspek preventif penyakit dan cara penyembuhannya. 6 Berdasarkan hasil penelitian bahwa pandangan masyarakat Buton mengenai sebab penyakit berdasarkan sistem personalistik salah satunya adalah sebab-sebab penyakit yang disebabkan oleh agen (perantara). Di Buton orang ini dianggap sebagai agen, orang yang memiliki kekuatan gaib. Bisa membuat orang menjadi sakit, bahkan sampai meninggal. Pandangan seperti ini sebagian kecil masih hidup dalam pikiran orang Buton. Cara penyembuhannya pun untuk penyakit semacam ini harus di bawa kedukun. Karena dukun mengobatinya dengan cara personalistik, yaitu dengan dasar kepercayaan dan kekuatan gaib. Perkembangan pandangan tentang sakit dan penyakit pada masyarakat Buton pada saat ini masih didominasi oleh tradisi kecil dan tradisi besar, pandangan mereka cenderung sakit yang disebabkan oleh agen dan penyembuhan serta pencegahannya dengan cara ritual (upacara-upacara). Sedangkan pandangan masyarakat Buton pada saat ini, sebagian penyakit disebabkan oleh agen (perantara) dan sebagian lagi disebabkan oleh penyakit fisik yang disebabkan secara naturalistik, yaitu sakit yang disebabkan oleh sebab-sebab alami atau sakit secara naturalistik, yang dikenal dengan ketidak seimbangan unsur-unsur yang ada dalam tubuh manusia. Pandangan seperti ini pada masyarakat Buton lebih cenderung berkembang di daerah perkotaan dan pada masyarakat yang jenjang pendidikannya lebih tinggi. Diagnose dan terapi diperoleh dalam tiga lingkungan: (1) lingkungan keluarga, (2) lingkungan dukun dan dokter, (3) lingkungan dokter dan dukun. Untuk penyakit tertentu seperti luka, patah tulang, sakit kepala, muntah berak, secara naturalistik diagnose paling awal (tearapi) adalah ke dokter dan baru kalau tidak sembuh lalu ke dukun dan tindakan preventifnya adalah ke dokter dan pencegahan secara ritual (upacara). Pandangan masyarakat Buton tentang sakit dan penyakit yang dijelaskan diatas merupakan perpaduan pandangan masyarakat dari tradisi kecil, besar, dan modern. Dari contoh-contoh yang telah dijelaskan mengenai penyakit-penyakit tertentu: (1) pandangan masyarakat Buton tentang penyakit lebih cenderung ke personalistik, baru ke naturalistik seperti sakit-sakit lama yang tidak sembuh dengan pertolongan medis dan lain-lain. (2) di samping itu ada pula pandangan 7 yang cenderung mengarah ke naturalistik baru ke personalistik dan (3) pandangan yang merupakan penggabungan antara keduanya yaitu pandangan penyakit yang disebabkan oleh agen dan oleh alam (tidak dengan perantara). Cara preventif dan pengobatan dilakukan dengan dua cara. Pertama dengan cara modern yaitu pergi ke dokter, dan juga dengan cara tradisional yaitu pergi ke dukun. Kemudian kalau sudah ke dokter terlalu lama tetapi tidak sembuh, barulah keluarga tersebut mengusahakan jalan lain kepada tokoh- tokoh pengobatan tradisional yang bersedia mengobati penyakit yang bersangkutan. Berdasarkan contoh yang telah dijelaskan diatas dapat disimak bahwa pandangan masyarakat Buton tentang sakit dan penyakit mempunyai tiga bentuk: (1) pandangan yang bersifat personalistik, penyakit yang disebabkan oleh agen, (2) pandangan yang bersifat naturalistik, sakit disebabkan oleh alam seperti penyakit yang disebabkan oleh pengaruh angin, udara yang lembab, (3) pandangan yang bersifat penggabungan antara yang bersifat personalistik dan naturalistik. Cara pencegahan yang ke dokter baru ke dukun ini tergantung dari jenis penyakit tertentu, kadang-kadang mulai dari dukun dulu baru ke dokter, terutama untuk penyakit yang bersifat non fisik. 4. Penutup A. Simpulan Kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut : Bahwa pandangan masyarakat Buton tentang penyakit merupakan rangkaian dari proses kebudayaan. Di samping itu pandangan sakit bagi masyarakat Buton dapat pula dilihat dari dimensi perkembangan kebudayaan Buton, dimana presepsi yang diinternalisasikan dalam sistem kepribadian merupakan perpaduan antara; (1) tradisi kecil (pandangan masyarakat Buton sebelum adanya pengaruh Hindu -Budha ); (2) tradisi besar yaitu pandangan masyarakat Buton setelah adanya pengaruh budaya Islam; (3) Pengaruh tradisi modern. Tradisi modern meberi corak pada pandangan masyarakat Buton tentang penyakit saat ini. B. Saran 8 1. Perlu adanya pemberian penyuluhan kepada tokoh pengobatan tradisonal dari pemerintah dalam hal ini petugas kesehatan mengenai cara penggunaan tumbuhan obat yang akan digunakan oleh tokoh pengobatan tradisional. 2. Untuk menghindari terjadinya kepunahan terhadap spesies dari tanaman obatobatan khususnya di Kota Bau-Bau, maka diharapkan kesadaran dari berbagai pihak baik masyarakat maupun pemerintah untuk ambil bagian dalam melestarikan atau membudidayakan kembali sumua jenis tanaman obatobatan, yang sekarang kondisinya semakin menipis oleh karena lingkungan alam atau hutan yang selama ini dijadikan masyarakat sebagai tempat pengambilan tumbuh-tumbuhan tersebut kondisnya semakin kritis. Adapun tindakan tepat yang perlu dilakukan misalnya dengan menyediakan lahan sebagai tempat untuk membudidayakan tumbuhan obat. 3. Diharapkan kepada peneliti yang akan datang untuk meneleiti lebih jauh lagi tentang pengobatan tradisional utamanya mengenai kandungan zat kimia yang dimiliki setiap tumbuhan agar diketahui kandungan kimianya sehingga tidak terjadi kelebihan takaran dalam pemberian obat. DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, Kusnaka. 1983. Kerangka Studi Antropologi Sosial Dalam Pembangunan. Bandung : Tarsito. Alisjabana, Takdir,S.1986. Antropologi Baru, Jakarta PT. Dian Rakyat. Anceaux. J.C. 1987. Wolio Dictionary (Wolio-English-Indonesia). Dordrecht: Foris Publ. Agoes, Azwar dan T. Jacb.1992. Antropologi Kesehatan Indonesia Jilid I. Jakarta: Anggota IKAPI. Bouman, BJ. 1982. Sosiologi, Pengertian dan Masalah, Yogyakarta. Kanisius. Badan Pusat Statistik Kota Bau-Bau, 2004. Kota Bau-Bau Dalam Angka, Planet grafika, Bau-Bau. Badan Pusat Statistik, 2004, Kecamatan Betoambari Dalam Angka 2004. Planet Grafika, Bau-Bau. Departemen Kesehatan RI. 1985. Tanaman Obat Indonesia, Jilid I. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 9 Djoht, Djekky. R.2001. Kebudayaan, Penyakit dan Kesehatan Orang Papua Dalam Prespektif Antropologi Kesehatan, Dalam Buletin Populasi Papua Vol.II. No.4. November 2001. Jayapura: UNCEN. ______________.2002. Penerapan Ilmu Antropologi Kesehatan Dalam Pembangunan Kesehatan Masyarakat Papua. Jurusan Antropologi FISIP. Universitas Cendrawasih. Foster, George M dan Anderson. 1986. Terjemahan Priyanti Pakan Suryadarma dan Meutia F.Hatta Swasono. Antropologi kesehatan. Jakarta :UI- Press. Fromm, Erich.1995. Masyarakat Yang Sehat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Geertz Clifford, 1981. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta. Pusataka Jaya. Garna, Judistira K, 1996. Ilmu-Ilmu Sosial, Dasar-Konsep-Posisi, Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjadjaran. Bandung. ______________, 1999. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung: CV. Primaco Academia. ________________, 1999. Teori Sosial dan Pembangunan Indonesia. Bandung Primako Akademika. Gailea, Rosmaniar, 2004. Identifikasi Pemanfaatan dan Pengembangan Tumbuhan Obat di Sekitar Taman Nasional Lore Lindu: Bogor. IPB. Hassan, Khwarja Arif dan BG. Prassad.1959. A Note On The Contributions Of Anthropology to Medical Science. Journal Of The Indian Medical Association, 33 : hlm 182-190. Hochstrasser, Donald, L. Dan Jasse W. Tabb Jr.1970. Social Medicine And Public. Dalam Anthropology and The Behafioral and Health Science Pittburgh. University of Pitsburg Press. Haslinda, 2005. Filosofi Pengobatan Tradisional Orang Bugis Dalam Lontaraq Fabbura (Kajian Antropologi Kesehatan). Bandung. Yayasan Naskah Nusantara. Johnson, Doyle Paul.1986. Teori Sosiologi Klasik dan Modern . Jakarta. PT.Gramedia. Koentjaraningrat, 1977. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta : Gramedia. _____________, 1984. Kamus Istilah Antropologi. Jakarta : Pusat Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kalangie, Nico S.1994. Kebudayaan Dan Kesehatan Pengembangan Pelayanan Kesehatan Primer Melalui Pendekatan Sosiobudaya. Jakarta : PT. Kasaint Blanc Indah Corp. Kaplan dan Menners.1999. Teori Budaya, Yogyakarta. Pustaka Pelajar. Lakebo, Berthin. 1978. Adat Istiadat Daerah Sulawesi Tenggara. Jakarta: Depdikbud. La Ode Nsaha. 1977/1978. Aneka Budaya Sulawesi Tenggara. Kendari:Proyek Penggalian Nilai-Nilai Budaya Sultra Lumenta, Benyamin.1989. Penyakit Citra, Alam dan Budaya (Tinjauan Fenomena Sosial). Yogyakarta: Kanisius. Martin, Roderick. 1993. Sosiologi Kekuasaan, Jakarta. Raja Grafindo. Muzaham, Fauzi,.1995. Memperkenalkan Sosiologi Kesehatan. Jakarta : UI-Press. 10 Moleong, Lexy. J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung.Rosdakarya. Maliki Zainuddin, 2003. Narasi Agung (Tiga Teori Sosoial Hegemonik). Surabaya. Lembaga Pengkajian Agama dan Masyarakat(LAPAM). Nasution, S. 1988. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: Tarsito. Nasikun. 1995. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. Raja Grafindo. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi.Jakarta: Rineka Cipta. Poloma, margareth, M. 1996.Sosiologi Kontemporer, Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada. Ryadi Slamet, A.L. 1984. Sistem Kesehatan Nasional Jilid I. Surabaya: Bina Karya. Reksodihardjo, Soegeng.1991. Pengobatan Tradisional Pada Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Tengah. Jakarta: Depdikbud. Soekanto, Soerjono. 1986. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta. Rajawali Press. ________________1993. Beberapa Teori Sosiologi Tentang Struktur Masyarakat. Jakarta. Rajawali Press. Sudarti, dkk.1988. Persepsi Masyarakat Tentang Sehat Dan Sakit Serta Posyandu. Jakarta. Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia. Simanjuntak, B. 1992. Perubahan Sosio Kultural, Bandung. Trasito. Sarwono, Solita.1993. Sosiologi Kesehatan, Beberapa Konsep Beserta Aplikasinya.Yogyakarta: Gajahmada Press. Soeratno, Siti Chamamah. 2005. Naskah Dan Relevansinya Dengan Kehidupan Masa Kini : Kajian Atas Informasi Tentang Obat-Obatan dalam Naskah Buton.(Makalah Disampaikan Dalam Simposium Internasional Pernaskahan Nusantara IX). Bau-Bau. Schoorl, Pim. 2003. Masyarakat, Sejarah dan Kebudayaan Buton. Jakarta: Djambatan. Tim Penyusun Kamus PS. 2003. Kamus Pertanian Umum. Jakarta, Penebar Swadaya. Tanpa nama 2003, Tiga Undang-Undang Bidang Hukum dalam Sosial Budaya, Kesehatan dan Psikotropika Narkotika, CV. Ekajaya, Jakarta. Zahari, abdul Mulku. 1977. Sejarah dan Adat Fiy Darul Butuni (Jilid 1-3). Jakarta: Proyek Pengembangan Depdikbud. Zuhdi, Susanto. 1996. Kerajaan Tradisional Sulawesi Tenggara Kesultanan Buton. Jakarta: Depdikbud. .World Health Organization (WHO). 1981.Development Of Indicator For Monitoring Progres To wards Health For All By The Year 2000. Geneva WHO. Waitzkin, Howard B. dan Barbara Waterman. 1993. Sosiologi Kesehatan Mengeksploitasi Penyakit Mencari keuntungan.Jakarta : Prima Aksara. Rujukan Elektronik Jurnal Antropologi Papua. Melalui <http://www. papua web.org /uncen/dlib/ j.r./antropologi /-6k. 11 Konsep Sehat, Sakit, dan Penyakit Dalam Konteks Sosial Budaya melalui <http://www.kalbefarfa.com/fiks/cdk/fiks14-149.html 12