BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Landasan Teori Teori Signaling Teori signaling dikembangkan dalam ilmu ekonomi dan keuangan untuk memperhitungkan kenyataan bahwa pihak manajemen dalam suatu perusahaan memiliki informasi yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan para investornya. Oleh karena itu, manajemen perusahaan harus dapat menyampaikan informasi yang berkaitan dengan keunggulan yang dimiliki perusahaannya dibandingkan dengan perusahaan lain. Teori sinyal menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas baik dengan sengaja akan memberikan sinyal kepada pasar, dengan demikian pasar diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk (Hartono, 2005). Jogiyanto (2009) mengatakan bahwa pengumuman yang dipublikasi merupakan suatu sinyal yang dapat diberikan kepada investor untuk melakukan penanaman modal berinvestasi. Informasi dalam laporan keuangan hendaknya memuat informasi yang relevan dan mengungkapkan yang penting untuk diketahui oleh para pengguna laporan keuangan tersebut khususnya para calon investor. Selain itu informasi yang dibutukan oleh para investor adalah informasi yang lengkap, akurat, dan tepat waktu yang harus diberikan oleh perusahaan sehingga dapat membantu para investor dalam pengambilan keputusan investasi. Teori sinyal sangat berguna untuk menggambarkan perilaku ketika kedua pihak (individu 1 sebagai investor dan organisasi sebagai perusahaan) memiliki akses informasi yang berbeda dan biasanya satu pihak akan menjadi pengirim informasi harus dapat mengkomunikasikan informasi tersebut dan pihak penerima akan menginterpretasikan informasi yang diterimanya (Connelly, 2011). Rasio keuangan merupakan alat analisis dalam laporan keuangan yang informasinya sangat dibutuhkan oleh para investor dalam menentukan investasi yang tepat. Current ratio yang digunakan untuk mengukur likuiditas suatu perusahaan mencerminkan bahwa semakin besar kemampuan aktiva lancar perusahaan untuk membiayai kewajiban jangka pendeknya maka perusahaan tersebut dikatakan likuid. Return on assets mencerminkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan mengandalkan aktiva yang dimilikinya maka profitabilitas perusahaan tersebut akan semakin tinggi. Semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam melunasi seluruh hutangnya dengan seluruh modal, maka hal itu mengindikasikan perusahaan tersebut bersifat solvabel. Rasio perputaran persediaan mengindikasikan efisiensi kinerja perusahaan dimana semakin tinggi tingkat perputaran persediaan maka semakin cepat persediaan perusahaan menjadi kas. Selain rasio keuangan ukuran perusahaan dan arus kas aktivitas perusahaan juga penting untuk dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar peluang perusahaan dalam memperluas akses usahanya. Arus kas aktivitas operasi mengindikasikan seberapa efektif aliran kas atas aktivitas operasi perusahaan, karena semakin tinggi efektifitas operasi maka semakin tinggi kinerja perusahaan. 2 Berdasarkan hal tersebut, rasio keuangan, ukuran perusahaan dan arus kas aktivitas operasi menjadi informasi yang sangat penting bagi para investor karena dari informasi tersebut investor dapat memperoleh sinyal – sinyal positif dari laporan keuangan perusahaan tersebut. Adanya sinyal – sinyal positif akan menarik minat para investor untuk melakukan investasi dengan harapan akan mendapatkan pengembalian (return) yang diharapkan. Manajemen Modal Kerja Mengenai pengertian modal kerja, banyak para ahli yang telah memberikan definisi dengan sudut pandang yang berbeda satu sama lain, akan tetapi pendapat mereka mengenai modal kerja adalah sama. Menurut Sawir (2003: 58) modal kerja adalah investasi perusahaan didalam aktiva jangka pendek seperti kas, sekuritas (surat-surat berharga), piutang dagang dan persediaan. Prastowo (2002: 107) menjelaskan pengertian modal kerja sebagai berikut: 1) Modal kerja adalah selisih antara total aktiva lancar dan utang lancar, maka jumlah modal kerja akan naik atau turun hanya karena transaksi yang mempengaruhi baik rekening lancar maupun rekening tidak lancar sekaligus. 2) Modal kerja adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan. Berkaitan dengan modal kerja diatas, ada tiga konsep modal kerja menurut Sjahrial (2009: 121) diantaranya yaitu : 3 1) Konsep Kuantitatif atau Modal Kerja Bruto Menurut konsep ini modal kerja adalah seluruh jumlah aktiva lancar.Berarti jumlah kas/bank ditambah efek yang bisa diperjual belikan ditambah piutang ditambah persediaan. 2) Konsep Kualitatif atau Modal Kerja Neto Menurut konsep ini modal kerja adalah selisih lebih jumlah aktiva lancar terhadap jumlah utang lancar. 3) Konsep Fungsional Menurut konsep ini modal kerja adalah dana yang digunakan selama periode akuntansi untuk menghasilkan penghasilan yang utama (current income) pada saat sekarang ini sesuai dengan maksud utama didirikannya perusahaan. Manajemen modal kerja adalah kegiatan yang mencakup semua fungsi manajemen atas aktiva lancar dan kewajiban jangka pendek perusahaan (Aulia, 2011). Untuk dapat menentukan jumlah modal kerja yang efisien, terlebih dahulu diukur dari elemen-elemen modal kerja. Menurut Esra (2002), dalam pengelolaan modal kerja perlu diperhatikan dua elemen utama modal kerja, yaitu kas dan piutang dari semua elemen modal kerja dihitung perputarannya. Semakin cepat tingkat perputaran masing-masing elemen modal kerja, maka modal kerja dapat dikatakan efisien. Tetapi jika perputarannya semakin lambat, maka penggunaan modal kerja dalam perusahaan kurang efisien. Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rajesh (2011) menyatakan bahwa manajemen modal kerja yang terdiri dari perputaran kas, dan perputaran modal kerja berpengaruh positif dan 4 signifikan terhadap profitabilitas perusahaan. Hal ini berarti, perusahaan yang dikatakan memiliki tingkat profitabilitas tinggi berarti tinggi pula efisiensi penggunaan modal kerja yang digunakan perusahaan tersebut. Berkaitan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa manajemen modal kerja yang meliputi perputaran kas dan perputaran piutang berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Tingkat Perputaran Kas Kas merupakan aktiva yang paling likuid untuk memenuhi kebutuhan perusahaan, makin besar kas yang ada dalam perusahaan berarti makin tinggi likuiditasnya. Ini berarti bahwa perusahaan mempunyai resiko yang lebih kecil untuk tidak dapat memenuhi kewajiban finansialnya. Tetapi ini tidak berarti bahwa perusahaan harus berusaha untuk mempertahankan persediaan kas yang sangat besar, karena makin besar kas berarti makin banyak uang yang menganggur sehingga akan memperkecil profitabilitas saja, maka akan berusaha agar semua persedian kasnya dapat diputarkan atau dalam keadaan bekerja. Jika perusahaan itu dalam keadaan likuid apabila sewaktu-waktu ada tagihan. Menurut Munawir (2010:14) kas adalah uang tunai yang dapat digunakan untuk membiayai operasi perusahaan. Termasuk dalam pengertian kas adalah cek yang diterima dari para langganan dan simpanan perusahaan di bank dalam bentuk giro atau permintaan deposit, yaitu simpanan di bank yang dapat diambil kembali setiap saat oleh perusahaan. Riyanto (2011: 94) menyatakan bahwa kas adalah salah satu unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya. 5 Dengan demikian kas merupakan komponen modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya, berarti bahwa semakin besar jumlah kas yang dimiliki perusahaan akan semakin tinggi pula tingkat likuiditasnya. Tetapi perusahaan yang mempunyai tingkat likuiditas yang tinggi karena adanya kas yang berlebihan, berarti tingkat perputaran kas tersebut rendah dan mencerminkan kelebihan investasi dalam kas. Makin tinggi tingkat perputaran kas berarti makin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan. Tingkat perputaran kas merupakan ukuran efesiensi penggunaan kas yang dilakukan oleh perusahaan. Karena tingkat perputaran kas menggambarkan kecepatan arus kas kembalinya kas yang telah ditanamkan didalam modal kerja. Dalam mengukur tingkat perputaran kas yang telah tertanam dalam modal kerja adalah berasal dari aktivitas operasional perusahaan. Menurut Riyanto (2011 : 95) menyatakan Perputaran kas adalah perbandingan antara pendapatan bunga dengan rata-rata kas. Jumlah kas dapat pula dihubungkan dengan jumlah penjualan atau salesnya. Perbandingan antara sale dengan jumlah kas rata-rata menggambarkan tingkat perputaran kas (cash turnover). Menurut Wild (2005:42) bahwa perputaran kas dalam satu periode dapat dihitung dengan rumus: 6 Tingkat perputaran kas = Pendapatan bunga rata rata kas Semakin tinggi tingkat perputaran kas berarti semakin cepat kembalinya kas masuk pada perusahaan. Dengan demikian kas akan dapat dipergunakan kembali untuk membiayai kegiatan operasional sehingga tidak mengganggu kondisi keuangan perusahaan. Dimana rata-rata kas dan bank dapat dihitung dari saldo kas dan bank awal ditambah saldo kas dan bank akhir dibagi dua. Makin tinggi perputaran kas berarti makin tinggi efesiensi penggunaan kasnya. Tingkat Perputaran Piutang Banyak perusahaan yang melakukan penjualan produk, baik barang maupun jasa akan mempunyai piutang. Piutang ini terjadi sebagai akibat kebijaksanaan penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara kredit. Menurut Jusuf (2003: 52), menyatakan bahwa piutang merupakan hak untuk menagih sejumlah uang dari sipenjual kepada sipembeli yang timbul karena adanya suatu transaksi. Riyanto (2008: 85), menyatakan bahwa piutang (receivables) merupakan elemen modal kerja yang juga selalu dalam keadaan berputar secara terus menerus dalam rantai perputaran modal kerja. Menurut Ambarwati (2010: 155) menyatakan bahwa piutang adalah sejumlah saldo yang akan diterima dari pelanggan. 7 Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa piutang adalah hasil penjualan kredit yang dilakukan perusahaan. Piutang yang timbul akibat adanya penjualan secara kredit menurut Warren (2005:392) yang diterjemahkan oleh Aria Farahmita, Amanugrahani dan Taufik Hendrawan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : 1) Piutang Usaha Transaksi paling umum yang menciptakan piutang adalah penjualan barang dagang atau jasa secara kredit. Piutang akan dicatat dengan mendebit akun piutang usaha. Piutang usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam waktu yang relatif pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang usaha diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. 2) Wesel Tagih Wesel tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan akan tertagih dalam setahun, maka biasanya diklasifikasikan dalam neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode kredit lebih dari 60 hari. 3) Piutang Lain-lain Piutang lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika piutang ini diharapkan akan tertagih dalam waktu satu tahun, maka piutang tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih dari satu tahun, maka piutang diklasifikasikan sebagai aktiva tidak lancar dan 8 dilaporkan di bawah judul investasi. Piutang lain-lain ini meliputi piutang bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan. Piutang merupakan elemen modal kerja yang selalu dalam keadaan berputar. Periode perputaran piutang dihubugkan oleh syarat pembayarannya. Semakin lunak syarat pembayarannya maka semakin lama modal tersebut terikat dalam piutang yang berarti tingkat perputarannya semakin rendah. Kasmir (2011:176), menyatakan bahwa perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Menurut Irawati (2006:54) yang menyatakan bahwa receivable turnover (RT) Adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas pengelolaan piutang. Berdasarkan pendapat para ahli di atas peneliti berkesimpulan bahwa, jika semakin cepat perputaran piutang maka semakin efektif perusahaan dalam mengelola piutangnya. metode perhitungan perputaran piutang yang diproksikan receivable turnover ratio adalah (Wiagustini, 2010:80) Receivable turnover ratio = Penjualan kredit rata – rata piutang Debt To Total Assets Debt to total asset ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, 9 seberapa aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Menurut Syamsuddin (2009: 54) menyatakan Rasio ini mengukur berapa besar aktiva yang dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi debt ratio semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan di dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Harahap (2010: 304) menyatakan rasio ini menunjukkan sejauh mana utang dapat ditutupi oleh aktiva lebih besar rasionya lebih aman (solvable). Bisa juga dibaca beberapa porsi utang dibandingkan aktiva. Debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (longterm debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets). Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas operasionalnya. Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitablitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Secara 10 matematis debt to total asset dapat dirumuskan sebagai berikut: (Wiagustini, 2010:79) Debt to total asset = Total Debt Total Assets Semakin meningkatnya rasio hutang (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitablitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Chang (1999) juga menunjukkan bahwa tingkat hutang yang lebih rendah mengikuti pembayaran dividen perusahaan yang lebih tinggi, dengan demikian debt ratio mempunyai hubungan yang negatif dengan dividen. Namun berdasarkan teori trade off model dan balancing theory, hutang dibenarkan kalau laba lebih besar dari pada beban pembayaran bunga hutang. Dari pernyataan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa debt to assets ratio merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. 11 Debt to Equity Ratio Adapun pengertian Debt to equity ratio (DER) akan dijelaskan pada pembahasan ini. Menurut Gibson (2008: 260) Debt equity ratio is another computation thats determines the entity’s long-term debt-paying ability. Sedangkan menurut Husnan (2010: 70) menjelaskan bahwa debt to equity ratio menunjukan perbandingan antara hutang dengan modal sendiri. Horne (1998: 145) menyatana Debt to equity is computed by simply dividing the total debt of the firm (lincluding current liabilities) by its shareholders equity. Debt to equity ratio merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham. Sedangkan menurut Sawir (2000: 13) menjelaskan bahwa debt to equity ratio adalah Rasio yang menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Kreditur melihat ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman. Dengan menghimpun dana melalui hutang maka pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas. Rasio ini dapat menggambarkan potensi manfaat dan resiko yang berasal dari penggunaan utang. Ang (1997) menyatakan DER dapat digunakan untuk melihat struktur modal suatu perusahaan karena DER yang tinggi menandakan srtuktur permodalan usaha lebih banyak memanfaatkan hutang hutang relatif terhadap ekuitas. Semakin tinggi 12 DER mencerminkan resiko perusahaan relatif tinggi karena perusahaan dalam operasi relatif tergantung terhadap hutang dan perusahaan memiliki kewajiban untuk membayar bunga hutang akibatnya para investor cenderung menghindari sahamsaham yang memiliki nilai DER yang tinggi. Dalam penggunaan hutang tidak selalu berdampak negatif bagi perusahaan karena pada kondisi tertentu pengguna hutang. Perusahaan dengan hutang yang kecil sekilas terlihat menguntungkan namun hal ini tidaklah benar, kita perlu mempertimbangkan jumlah uang yang telah diinvestasikan oleh pemegang saham, sedangkan perusahaan yang dalam operasinya menggunakan hutang akan memiliki EBIT yang sama dalam setiap kondisi. Walaupun dalam penggunaan hutang ini perusahaan akan dikenakan bunga dalam kondisi usahanya namun bunga ini akan dikurangkan dengan EBIT untuk mendapatkan laba kena pajak. Bunga ini juga dapat menjadi pengurang pajak, penggunaan utang akan mengurangi kewajiban pajak dan menyisakan laba operasi yang lebih besar bagi investor perusahaan. Rasio ini menggambarkan perbandingan utang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Menurut Wiagustini (2010:79) debt to equity ratio dirumuskan sebagai berikut: DER= Total Hutang x 100% Total Ekuitas Dalam penelitian ini jenis rasio leverage yang digunakan oleh penulis adalah Debt to Equity Ratio rasio yang membandingkan total hutang dengan modal. 13 Profitabilitas Profitabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk mendapatkan laba (keuntungan) dalam suatu periode tertentu. Pengertian yang sama disampaikan oleh Husnan (2010) bahwa Profitabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan keuntungan (profit) pada tingkat penjualan, aset, dan modal saham tertentu. Michelle (2005) menyatakan bahwa profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba (profit) yang akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan. Profitabilitas menggambarkan kemampuan badan usaha untuk menghasilkan laba dengan menggunakan seluruh modal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Shapiro (1991: 731) Profitability ratios measure managements objectiveness as indicated by return on sales, assets and owners equity. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio profitabilitas adalah rasio untuk mengukur tingkat efektifitas pengelolaan (manajemen) perusahaan yang ditunjukkan oleh jumlah keuntungan yang dihasilkan dari penjualan dan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. Cara yang digunakan untuk mengetahui rasio profitabilitas dalam penelitian ini yaitu Return On Equity (ROE). ROE mencerminkan kemampuan dari sebuah bank dalam memanfaatkan ekuitas untuk menghasilkan keuntungan. Besarnya ROE sangat dipengaruhi oleh kinerja operasi dari suatu perusahaan (Hutchison, 2000). Rasio ini 14 sangat cocok digunakan untuk menilai keseluruhan dari kinerja bank (Schwarze, 2007). Menurut Wiagustini (2010:81) ROE dirumuskan dengan: Return On Equity = EAT x 100% Modal Sendiri Lembaga Perkreditan Desa (LPD) LPD merupakan lembaga keuangan milik desa yang bertempat di desa dan untuk masyarakat (krama) desa. Kepemilikan LPD didominasi oleh krama desa. Krama desa merupakan masyarakat desa yang berada dalam satu wilayah desa tertentu dan terikat oleh adat istiadat dan budaya tersebut. LPD merupakan lembaga keuangan di mana usahanya bergerak dibidang perkreditan, memungut tabungan dan disalurkan lewat kredit yang efektif dan terarah, agar mampu membantu masyarakat golongan ekonomi menengah ke bawah. Perkembangan LPD setiap tahun begitu pesat dan semakin tumbuh, hampir setiap desa di Bali sudah memiliki LPD. Kedudukan strategis LPD dapat dilihat dari manfaat ganda yang bisa dihasilkan. Disatu sisi sebagai upaya untuk masyarakat pedesaan mempercepat peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan, disisi lain bermanfaat untuk melestarikan penerapan awig-awig (peraturan) desa adat sebagai pusat kebudayaan masyarakat Bali yang mengikat masyarakat dalam melakukan setiap kegiatan dan merupakan landasan operasional LPD yang mengedepankan ikatan kekeluargaan dan semangat gotong-royong antar warga desa adat. 15 LPD diharapkan berperan aktif dalam pemerataan pembangunan di pedesaan dimana setiap Desa Adat diharapkan memiliki sebuah LPD yang akan menghimpun dana masyarakat Desa Adat yang membutuhkan dana dan sebagai keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya diserahkan kepada Desa Adat yang membutuhkan dan sebagai keuntungan yang diperoleh dari hasil usahanya diserahkan kepada Desa Adat untuk membiayai keperluan adat yang ada di desa tersebut. Rumusan Hipotesis Pengaruh Tingkat Perputaran Kas Terhadap Profitabilitas Perputaran kas merupakan perbandingan antara penjualan bersih dengan jumlah rata-rata kas. Aulia (2011) menyatakan bahwa perputaran kas menunjukkan kemampuan kas dalam menghasilkan pendapatan, sehingga dapat dilihat berapa kali uang kas berputar dalam satu periode tertentu. Semakin tinggi perputaran kas ini akan semakin baik, ini berarti semakin tinggi efisiensi penggunaan kasnya dan keuntungan yang diperoleh akan semakin besar (Riyanto, 2011). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Aulia (2011), Raheman (2007), Teruel (2007) yang menyatakan bahwa tingkat perputaran kas berpengaruh terhadap profitabilitas. Dalam Penjelasan di atas yang telah di dukung oleh beberapa penelitian sebelumnya maka rumusan hipotesis yang di gunakan adalah H1: Tingkat perputaran kas berpengaruh positif terhadap profitabilitas. 16 Pengaruh Tingkat Perputaran Piutang Terhadap Profitabilitas Piutang muncul karena perusahaan melakukan penjulan secara kredit untuk meningkatkan volume usahanya. Riyanto (2011: 90) menyatakan perputaran piutang menunjukkan periode terikatnya modal kerja dalam piutang dimana semakin cepat periode berputarnya menunjukkan semakin cepat perusahaan mendapatkan keuntungan dari penjualan kredit tersebut, sehingga profitabilitas perusahaan juga ikut meningkat. Hal ini didukung oleh hasil penelitian dari Sulfiana (2013), Anggita (2012), Santoso (2008) yang menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang berpengaruh terhadap profitabilitas. Dalam Penjelasan di atas yang telah di dukung oleh beberapa penelitian sebelumnya maka rumusan hipotesis yang di gunakan adalah H2: Tingkat perputaran piutang berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Pengaruh Debt To Total Asset terhadap profitabilitas Debt to Asset Ratio merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva. Menurut penelitian terdahulu yaitu Sujoko (2007) berkesimpulan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap leverage, Profitabilitas yang meningkat akan meningkatkan laba yang ditahan sehingga akan mengurangi minat perusahaan untuk melakukan peminjaman dan leverage akan menurun. 17 Menurut Kasmir (2010: 156) menyatakan bahwa apabila rasionya tinggi, artinya pendanaan dengan utang semakin banyak, maka sulit untuk perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahaan tidak mampu menutupi utang-utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Demikian pula apabila rasionya rendah, semakin kecil perusahaan dibiayai dengan hutang. Dalam Penjelasan di atas yang telah di dukung oleh beberapa penelitian sebelumnya maka rumusan hipotesis yang di gunakan adalah H3: debt to total asset berpengaruh positif terhadap profitabilitas. Pengaruh Debt To Equity Ratio terhadap profitabilitas Struktur modal merupakan bauran antara hutang dengan modal atau yang biasa disebut debt to equity ratio (DER). Penggunaan hutang dalam suatu perusahaan akan menaikkan nilai saham, karena adanya kenaikan pajak yang merupakan pos deduksi terhadap biaya hutang, namun pada titik tertentu penggunaan hutang dapat menurunkan nilai saham kerana adanya pengaruh biaya kepailitan dan biaya bunga yang ditimbulkan dari adanya penggunaan hutang. Dengan adanya pajak maka perusahaan atau harga saham dipengaruhi oleh struktur modal, semakin tinggi proporsi hutang yang digunakan maka akan semakin tinggi harga saham penggunaan hutang. Menurut Brigham (2009) dalam penelitian terdahulu Ardiana menyatakan tingkat leverage operasi yang tinggi memiliki konsekuensi bahwa perubahan pendapatan dalam jumlah yang relatif kecil akan mengakibatkan perubahan yang 18 besar dalam profitabilitas. Dan di dalam penelitian Ardiana menyatakan debt to total asset berpengaruh parsial terhadap rentabilitas. Menurut penelitian terdahulu yaitu Afriyanti (2011) berkesimpulan bahwa Debt to Equity Ratio memiliki pengaruh negatif terhadap Return on Assets. Semakin tinggi DER akan mempengaruhi besarnya laba yang dicapai perusahaan. Dalam Penjelasan di atas yang telah di dukung oleh beberapa penelitian sebelumnya maka rumusan hipotesis yang di gunakan adalah H4 : Debt to equity ratio berpengaruh positif terhadap profitabilitas. 19 20