PERTANGGUNG JAWABAN PERUSAHAAN PERS TERKAIT DENGAN LIPUTAN KRIMINAL (DELIK PERS) Ayu Dian Ningtias *) *) Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan ABSTRAKSI Pers sebagai media informasi merupakan pilar ke-empat demokrasi yang berjalan seiring dengan penegakan hukum untuk terciptanya kesimbangan dalam suatau negara. Berbicara mengenai pers maka tidak akan lepas berbicara mengenai kebebasan pers, karena kebebasan pers merupakan bagian penting atau ruh hidup matinya pers. Kebebasan pers yang bertanggung jawab merupakan prasyarat utama bagi sebuah negara dalam memperjuangkan kemajuan bangsa dan rakyatnya. Ini menjadi keniscayaan dalam masyarakat yang demokratis. Kebebasan pers seperti ini sangat perlu dan penting, bukan hanya bagi para pekerja pers, tetapi juga bagi seluruh rakyat dan bangsa. Tanpa kebebasan pers, mustahil jurnalis atau pers akan mampu menjalankan tugas/peran sosialnya dengan baik dan optimal. Kata kunci : pertanggungawaban perusahaan pers, liputan kriminal, delik pers PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Pers merupakan institusi yang memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan opini publik dan efektif penyebarluasan informasi.1 Dibanding mekanisme penyebaran informasi lainnya, seperi seminar, lokakarya, penataran, rapat umum dan sebagainya. Pers memiliki potensi menjangkau audien jauh lebih banyak dan menyebarkan informasi ke lingkungan yang lebih jauh, lebih luas dalam waktu relatif yang singkat. Sejak awal perkembangannya, surat kabar sebagai media massa tertua sudah menjadi lawan nyata ketidak terbukaan informasi. Surat kabar dan media massa seringkali berada pada posisi lemah dan amat mudah ditundukkan oleh kekuasaan.2 Selama 60 tahun merdeka, Indonesia pernah mengalami beberapa kali kebebasan pers, yaitu pada awal kemerdekaan, selama Republik lndonesia menerapkan sistem pemerintahan Kabinet Parlementer, pada awal Pemerintahan Orde Baru dan para era Reformasi saat ini. Pada waktu-waktu lainnya, kebebasan pers di Indonesia mengalami berbagai tekanan. Setidak-tidaknya ada enam 1 Oemar Seno Adji, Mass Media Hukum, Erlangga, Jakarta, 1997,hal. 13. 2 MacQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, suatu Pengantar (Terjemahan), Airlangga, Jakarta, 1989: hal10. ketentuan hukum yang dapat dicatat yang membatasi kebebasan pers di Indonesia, yaitu: (1) Peperti Nomor 10 tahun 1960 tentang Surat Izin Terbit; (2) Peperti Nomor 2 Tahun 1961 tentang Pengawasan Dan Promosi Perusahaan Cetak Swasta; (3) Kepres Nomor307 tahun 1962 tentang Pendirian LKBN Antara; (4) Dekrit Presiden Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pengaturan Memajukan Pers; (6) Peraturan Menpen Tahun 1970 tentang Surat Izin Terbit, dan (6) Peraturan MenpenNomor 1 Tahun 1984 tentang SIUPP3. Dari berbagai peraturan perundangan tersebut, salah satu diantaranya yang mendapat sorotan selama pemerintahan Orde Baru adalah Peraturan Menpen Nomor 1 Tahun 1984 tentang SIUPP, karena ketentuan hukum ini memberikan kekuasaan yang amat luas kepada pemerintah dalam membatasi kebebasan pers melalui pembekuan perusahaan penerbitan pers sewaktu-waktu, yang sangat bertentangan dengan UUD 1945, khususnya pasal 28. Sekarang ini keberadaan jurnalisme warga seperti tidak terbatas dan terkontrol. Bermunculannya saluran media baru sejenis facebook, twitter, blog, atau 3 Anwar, Rosihan dalam Jurnal Pers Indonesia, Nomor 5 Tahun XIX, Maret 1999 youtube memberi tantangan baru bagi masyarakat dalam pengembangan informasi di luar media pers. Melalui saluran media baru tersebut diharapkan informasi yang berkembang di masyarakat tidak berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri Berbeda dengan perusahaan pers. Perusahaan pers, menurut UU No.40/1999 tentang Pers, harus berbadan hukum sehingga dapat diketahui keberadaan dan penanggungjawabnya. Untuk membangun jurnalisme warga yang baik, Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers diharapkan dapat dijadikan panduan. Perusahaan pers menurut pasal 1 angka 2 UU Pers adalah : “Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan, atau menyalurkan informasi”. Perusahaan pers sebagai penyelenggara penerbitan dan sebagai penanggung jawab dalam hal penerbitan yang harus dilakukan secara preventif, edukasi dan represif. Preventif dalam hal ini penerbit (perusahaan pers) harus bertanggung jawab memberikan edukasi terhadap SDM (sumber daya manusia) / wartawan / redaktur tentang persaingan penerbitan pers saat ini. Dan juga melihat assetaset perusahaan bila terjadi delik pers harus banyak memberikan kode etik- kode etik tentang pers / jurnalistik . Represif dalam hal ini adalah perusahaan pers meminta pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan sesasional / delik pers/ untuk menggunakan hak jawab terlebih dahulu jika dirasa tidak bisa maka baru melakukan mediasi dengan dewan pers. Dan apabila belum mendapatkan kesepakatan maka dapat melakukan gugatan. Pers yang meliputi media cetak dan media elektronik dan media lainnya, merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan tersebut. Kebebasan pers kadang kebablasan karena berita atau tayangan yang diekspose mediacetak/elektronik telah menyimpang dari koridor hukum,budaya dan agama. Dimana jika pemberitaan pers digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau menghina seseorang atau institusi dan tidak mempunyai nilai berita (news), dan di dalam pemberitaan tersebut terdapat unsur kesengajaan sebagai unsur kesalahan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Delik pers disebut juga sebagai tindak pidana pers , yaitu suatu tindak pidana yang berkaitan dengan fungsi pers. 4 subyek hukum pers antara lain ; pers , perusahan pers dan organisasi pers. 5 sebagai subyek hukum pers perusahaan pers sebagai koorporasi dapat dikenakan pertanggung jawaban pidana. Adanya subyek hukum korporasi ini telah memerluas asas pertanggungjawaban dalam hukum pidana. Pada mulanya hanya dikenal asas “ Siapa yang berbuat, maka ia yang bertanggungjawab” untuk subyek hukum orang, kemudian diperluas menjadi asas “Siapa yang bertanggungjawab, maka ia yang berbuat”. Dalam menetapkan siapa yang bertanggung jawab terhadap isi berita yang dimuat di media yang melanggar hukum adalah redaksi, karena redaksilah yang menurut organisasi pers sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap isi berita yang dimuat dalam media yang dipimpinnya.6 Hal ini terlihat pada Pasal 2 UU Nomor 40 Tahun 1999: “Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat, dan penanggung jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan, khususnya untuk penerbitan pers ditambah nama dan alamat percetakan.” Atas dasar ketentuan tersebut, merupakan kewajiban hukum bagi media cetak memuat kolom nama, alamat dan penanggung jawab penerbitan serta nama dan alamat percetakan. Atas dasar ketentuan tersebut dan sesuai dengan kebiasaan dalam menjalankan profesi di bidang pers (masyarakat pers) bahwa yang bertanggung jawab adalah redaksi. Perusahaan pers dituntut untuk memfasilitasi kebebasan pers, yang sangat rentan dengan pelanggaran pidana pers, disisi lain perusahaan pers harus tetap menjalankan fungsinya sebagai 4 5 6 Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Seminar Nasional“Mengurai Delik Pers dalam RUU KUHP” Hotel Sofyan Betawi,Kamis, 24 Agustus 2006. hal. 23. Kejahatan Pers Dalam Perspektif Hukum dalam http://angga.org. diakses pada tanggal 12 januari 2012. Rifqi Sjarief Assegaf , Pers Diadili, Jurnal Kajian Putusan Pengadilan, Edisi 3, 2004, hal. 35. badan hukum berkepentingan komersial. Dan sebagai perusahaan perusahaan pers terus bersaing dengan perusaahaan lain tentang bagaimana eksistensi perusahaan pers dalam terus bersaing dengan memperhatikan kaidahkaidah jurnalistik dan delik pers dalam persaingan usaha antar perusahaan pers. Apabila perusahaan pers terjerat delik pers dan kemudian dihukum maka perusahaan tersebut bisa bangkrut atau gulung tikar atau tidak terbit lagi akibat persaingan tidak sehat, melainkan karena kewajiban membayar tuntutan ganti rugi. Demikian juga kalau pimpinan perusahaan terlalu sering dijatuhi hukuman karena delik pers oleh majelis hakim, akan mengancam eksistensi media bersangkutan akibat citranya di mata publik sudah hancur yang akan mempengaruhi kelangsungan perusahaan pers tersebut . Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah diatas timbul permasalahan hukum sebagai berikut ; Bagaimana pertanggung jawaban perusahaan pers terkait delik pers ? KAJIAN PUSTAKA Pers adalah salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum dan terbitsecara teratur berupa buku-buku, majalahmajalah, surat kabar dan barang-barangcetakan yang lain bersifat sebagai sarana penyebarluasan informasi. Berkaitan dengan pengertian tersebut, maka yang dimaksud dengan pengertian delik atau pertanggungjawaban pidana pers dalam skripsi ini adalah semua kejahatan yangdilakukan melalui sarana pers.Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak didapatkan suatu rumusan yang pasti tentang pers. Dengan demikian untuk mengetahui kriteria yangharus dipenuhi oleh suatu kejahatan melalui pers dapat dikatakan sebagai delik pers.Oemar Seno Adji dengan berpedoman kepada pendapat dari W.F.C. VanHattun memberikan tiga kriteria yang harus dipenuhi dalam suatu delik persantara lain :7 1 . H ar us di l a ku kan d en ga n bar a n g c et a kan 7 Dewan Pers, 2003, Delik Pers Dalam Hukum Pidana, Dewan Pers dan Lembaga Informasi Nasional, Jakarta. Hal 66. 2. Perbutan yang dipidana harus terdiri atas pernyataan pikiran dan perasaan. 3. Perumusan delik harus ternyata bahwa publikasi merupakan suatu syarat untuk menumbuhkan suatu kejahatan, apabila kenyataan tersebut dilakukand engan tulisan-tulisan. Kriteria ketiga itulah yang khusus dapat mengangkat suatu delik menjadi delik pers. Tanpa dipenuhinya kriteria tersebut, suatu delik tidak akan memperoleh sebutandelik pers dalam arti yuridis.Pendapat lain soal delik pers disampaikan R.Moegono. Menurutnya, delik persharus memenuhi beberapa syarat antara lain :8 1. Perbuatan yang diancam hukuman harus terdiri dari pernyataan pikiran dan perasaan orang. 2. Harus dilakukan dengan barang cetakan . 3. Harus ada publikasi Unsur ketiga inilah yang paling menentukan, karena tanpa publikasi tak akan mungkin ada delik pers. Dari kedua pendapat di atas, jelas bahwa suatu delik baru dikatakan memenuhi syarat sebagai delik pers, jika perbuatan kejahatan itu mengandung pernyataan pikiran atau perasaan seseorang yang kemudian diwujudkan dalam bentuk barang cetakan dan disebarluaskan kepada khalayak ramai atau dipublikasikan. Delik pers dalam KUHP bukanlah suatu delik yang diatur suatu bab tertentu, melainkan delik-delik yang tersebar dalam beberapa pasal dalam KUHP. Pertanggungjawaban penerbit diatur dalam pasal 61 KUHP sebagai berikut: a. Jika kejahatan dilakukan dengan memprgunakan percetakan, maka penerbit(uitgever) sebagai demikian tidak dituntut jika pada barang cetakan itu disebutkan nama dan tempat tinggalnya dan sipembuat itu sudah diketahui, atau pada waktu diberi peringatan yang pertama kali sesudah penuntutan muali berjalandiberitahukan oleh penerbit. b. Peraturan ini tidak berlaku, jika sipembuat kejahatan pada waktu barang 8 R.Moegono, Kumpulan Kuliah Delik Pers, Tindaka Pidana Korupsi, Tindak Pidana Ekonomo PadaPusdiklat Kejaksaan Agung RI (Jakarta, 1975) hal. 14. cetakanitu diterbitkan tak dapat dituntut atau berdiam di luar negeri. Dari ketentuan pasal tersebut dapat kita lihat bahwa seorang penerbit tiidak akandapat dituntut apabila; 1. Pada barang cetakan telah dimuat nama dan tempat tinggal penerbit; 2. Penulis, penggambar atau pembuat berita tersebut sudah diketahui atau sesudah penuntutan sudah berjalan pada waktu itu diberi peringatan pertama kepada penerbit. Pembuat termasuk pemotret, pelukis atau penggambar.P embuatnya dapat dituntut pada waktu diterbitkan tulisan, gambar atau potretoleh penerbit. Artinya sipenulis atau penggambar dari pemberitaan tersebut tidak dalam sakit ingatan atau tidak meninggal dunia pada waktu pemberitaan itu diterbitkan. Disamping itu perlu diingat bahwa dalam perusahaan penerbitan pers seperti dimaksudkan oleh pasal 14 Undang-undang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 danUndang-undang Perubahan kedua Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers, (UU NO. 21/ 1982) ditetapkan bahwa "Pimpinan suatu penerbit persterdiri atas Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan". Denganadanya ketentuan tersebut timbul permasalahan di tangan siapakah letak tanggung jawab jika terjadi suatu tindk pidana pers. Dalam hal ini kita harusmenghubungkannya dengan ketentua pasal 15 dari Undang-undang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 danUndang-undang Perubahan Kedua Undangundang Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers sebagai berikut Pokok Pers, (UU NO. 21/ 1982) ditetapkan bahwa "Pimpinan suatu penerbit pers terdiri atas Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan". Dalam ketentuan pasal 15 dari Undangundang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 danUndang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers sebagai berikut : (1) Pimpinan Umum bertanggungjawab atas keseluruhan penerbitan baik kedalam maupun keluar. (2) P er t a n ggun gan j a wab Pi m p i na n U mu m t er ha dap h u ku m d apat dipindahkan kepada Pimpinan Redaksi mengenai isi penerbitan(redaksional) dan kepada Pimpinan Perusahaan mengenai soalsoal perusahaan. (3) Pimpinan Redaksi bertanggungjawab atas pelaksanaan redaksional danwajib melayani hak jawab dan koreksi. (4) Pimpinan Redaksi dapat memindahkan pertanggungjawabannya terhadaphukum mengenai sebuah tulisan kepada anggota redaksi yang lain ataukepada penulisnya yang bersangkutan. Melihat ketentuan Pasal 15 Undangundang Nomor 11 Tahun 1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomot 4 Tahun 1967 dan Undang undang Perubahan Kedua tentang ketentuan-ketentuan pokok pers, terutama dalam ayat (4) bahwa pertanggun jawaban pidana terhadap deli pers terletak pada pihak siapa pertanggung jawaban hukum dilimpahkan ketika berita itu diterbitkan. Bisa pada Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi, anggota redaksi atau bahkan pada penulisnya,tergantung pada ada atau tidaknya pemindahan pertanggung jawaban. Untuk memudahkan ada atau tidaknya pemindahan pertanggung jawaban hukum dalam penerbitan pers, di dalam undang-undang seharusnya sudah ditentukan bahwa pemindahan pertanggung jawaban hukum tersebut hanya bisa dilakukan secara tertulis. Karena disamping memudahkan dalam pembuktian, juga akan menjamin adanya kepastian hukum dalam pertanggungjawaban penerbitan pers. Seperti dalam kasus Bambang Harymurti sebagai pemimpin Redaksi Majalah Tempo dijatuhi vonis 1 tahun penjara. Kemudian pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pada tingakt kasasi, MA menyatakan bahwa Bambang Harymurti tidak terbukti secara sah atas dakwaan primair, Pasal 311 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat(1) KUHP dan Susidair, Pasal 310 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP, dan membebaskan Bambang Harymurti dari segala dakwaan.9 Berdasarkan putusan di atas, yang menjadi alasan pemimpin redaksi sebagai penanggung jawab terhadap berita yang dimuat didalam media adalah karena pemimpin redaksi 9 http://majalah.tempointeraktif.com/ diakses pada tanggal 12 januari 2012 adalah orang yang bertanggung jawab diseluruh bidang keredaksian dan mempunyai hak untuk menentukan diturunkan atau tidaknya suatu berita. Pemimpin redaksi sebagai orang yang bertanggung jawab dalam hal pemberitaan yang merugikan kehormatan dan nama baik orang lain, sesuai dengan sistem pertanggungjawaban pidana dianut uu pers yaitu pertanggungjawaban dengan sistem bertangga (Stair System) yang menyatakan bahwa pemimpin redaksi harus bertanggung jawab terhadap sajian didalam pers. Stair system biasa pula disebut fiktif pertanggung jawaban karena yang melakukan perbuatan (delik pers) bukan dia melainkan orang lain, tetapi dia harus bertanggung jawab. Sebelum adanya UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, sistem pertanggung jawaban pidana atas sajian pers diatur dalam pasal 15 ayat (4) UU No.21 Tahun 1982 tentang Ketentuan ketentuan Pokok Pers yang bunyinya sebagai berikut : Pemimpin umum bertanggung jawab atas keseluruhan penerbitan baik ke dalam maupun keluar; Pertanggungjawaban pemimpin umum terhadap hukum dapat dipindahkan kepada pemimpin redaksi mengenai isi penerbitan dan kepada pemimpin perusahaan mengenai soal-soal perusahaan; Pemimpin redaksi bertanggungjawab atas pelaksanaan redaksionil dan wajib melayani hak jawab dan koreksi. Pemimpin redaksi dapat memindahkan pertanggungjawabannya terhadap hukum, mengenai suatu tulisan kepada anggota redaksi atau kepada penulisnya yang bersangkutan. Dalam mempertanggungjawabkan terhadap hukum, pemimpin umum, pemimpin redaksi, anggota redaksi atau penulisnya mempunyai hak tolak. Wartawan yang karena pekerjaanya mempunyai kewajiban menyimpan rahasia, dalam hal ini nama, jabatan, alamat, atau identitas lainnya dari orang yang menjadi sumber informasi, mempunyai hak tolak. Ketentuan-ketentuan hak tolak akan diatur oleh pemerintah, setelah mendengar pertimbanganpertimbangan dari dewan pers. Ketentuan ini memperlihatkan suatu bentuk pertanggungjawaban yang bisa dialihkan kepada anggota redaksi yang lain. Dimana pemimpin redaksi dapat mengalihkan tanggung jawab hukum kepada anggota redaksi yang lain atau kepada penulisnya yang memang mungkin pelaku delik pers. Sistem pertanggungjawaban pidana ini disebut pertanggung jawaban pidana dengan sistem air terjun (Waterfall System). Berbeda dengan pertanggungjawaban pidana sistem air terjun (Waterfall System), pertanggungjawaban pidana sistem bertangga (Stair System) pemimpin redaksi harus bertanggungjawab terhadap tulisan (gambar) yang menyerang kehormatan dan nama baik orang lain.meskipun pemimpin redaksi tidak memenuhi 2(dua) hal pokok dalam penetapan ada atau tidaknya pertanggung jawaban pidana dari pemimpin redaksi. PENUTUP Kesimpulan Dalam ketentuan pasal 15 dari Undangundang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967 dan Undang-undang Perubahan Kedua Undang-undang Tentang Ketentuanketentuan Pokok Pers sebagai berikut : 1. Pimpinan Umum bertanggungjawab atas keseluruhan penerbitan baik kedalam maupun keluar. 2. P er t a n ggun gan j a wab Pi m p i na n U mu m t er ha dap h u ku m d apat dipindahkan kepada Pimpinan Redaksi mengenai isi penerbitan(redaksional) dan kepada Pimpinan Perusahaan mengenai soalsoal perusahaan. 3. Pimpinan Redaksi bertanggungjawab atas pelaksanaan redaksional danwajib melayani hak jawab dan koreksi. 4. Pimpinan Redaksi dapat memindahkan pertanggungjawabannya terhadaphukum mengenai sebuah tulisan kepada anggota redaksi yang lain ataukepada penulisnya yang bersangkutan. DAFTAR BACAAN Buku Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Hukum Pidana , Badan Universitas Diponegoro, 2007,Semarang. Artadi, Ibnu, Hukum Pidana dan Dinamika Kriminalitas , Syariah Fakultas Hukum Unswagati 2006, Cirebon. Borjesson, Kristina, Mesin Penindas Pers , Terj. Yanto Musthofa, Q-Press, 2006,Bandung. Dewan Pers, Delik Pers Dalam Hukum Pidana, Dewan Pers dan Lembaga Informasi Nasional, 2003, Jakarta. _ _ _ _ _ _ _ _. Data Penerbitan Pers Indonesia. 2006, Dewan Pers Jakarta. Girsang, Juniver, Penyelesaian Sengketa Pers , Gramedia Pustaka Utama, 2007,Jakarta. Oemar Seno Adji, Mass Media Hukum, Erlangga, 1997,Jakarta. MacQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, suatu Pengantar (Terjemahan), Airlangga, Jakarta, 1989 Panjaitan, Hinca IP dan Siregar, Amir Effendi, 1001 Alasan UU Pers Lex Spesialis, Serikat Penerbit Surat kabar, 2004,Jakarta